Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan.
Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya, bukan karena adanya tekanan-tekanan
yang datang dari luar seperti paksaan dari orang lain sehingga menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan
harapan-harapan yang indah-indah dan lain sebagainya.
Keseluruhan definisi akhlak tersebut di atas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki satu kemiripan
antara satu dengan lainnya. Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita
dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:
1.
Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi
kepribadiannya.
2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran.
3. Bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada
paksaan atau tekanan dari luar.
4. Bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena
bersandiwara.
5. Sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan
karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu
pujian.
Dalam perkembangan selanjutnya akhlak tumbuh menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri, yaitu ilmu yang memiliki
ruang lingkup pokok bahasan, tujuan, rujukan , aliran dan para tokoh yang mengembangkannya. Kesemua aspek yang
terkandung dalam akhlak ini kemudian membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan dan membentuk suatu ilmu.
Maarif ilmu akhlak adalah:
Ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara mengikutinya hingga terisi dengannya dan tentang keburukan dan cara
menghindarinya hingga jiwa kosong dari padanya.
Di dalam Mujam al-Wasith disebutkan bahwa ilmu akhlak adalah:
Ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang dapat
disifatkan dengan baik atau buruk.
Selain itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ilmu akhlak adalah ilmu tentang tata krama.
B. Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak
Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah
perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Ilmu akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu
yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada
perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk.
Dengan demikian objek pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan
yang dilakukan seseorang. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk. Dalam hubungan
ini Ahmad Amin mengatakan sebagai berikut:
Bahwa objek ilmu akhlak adalah membahas perbuatan manusia yang selanjutnya perbuatan tersebut ditentukan baik atau
buruk.
Dengan demikian terdapat akhlak yang bersifat perorangan dan akhlak yang bersifat kolektif.
Jadi yang dijadikan objek kajian Ilmu Akhlak di sini adalah perbuatan yang memiliki ciri-ciri sebagaimana disebutkan di
atas, yaitu perbuatan yang dilakukan atas kehendak dan kemauan. Sebenarnya, mendarah daging dan telah dilakukan secara
terus-menerus sehingga mentradisi dalam kehidupannya. Perbuatan atau tingkah laku yang tidak memiliki ciri-ciri tersebut
tidak dapat disebut sebagai perbuatan yang dijadikan garapan Ilmu Akhlak, dan tidak pula termasuk ke dalam perbuatan
akhlaki.
Dengan demikian perbuatan yang bersifat alami, dan perbuatan yang dilakukan dengan tidak sengaja, atau khilaf tidak
termasuk perbuatan akhlaki, karena dilakukan tidak atas dasar pilihan. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW yang
berbunyi:
( )
Bahwasanya Allah memaafkanku dan ummatku yang berbuat salah, lupa dan dipaksa. ( HR. Ibnu Majah dari Abi Zar )
Dengan memperhatikan keterangan tersebut di atas kita dapat memahami bahwa yang dimaksud dengan Ilmu Akhlak
adalah ilmu yang mengkaji suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang dalam keadaan sadar, kemauan sendiri,
tidak terpaksa dan sungguh-sungguh, bukan perbuatan yang pura-pura. Perbuatan-perbuatan yang demikian selanjutnya
diberi nilai baik atau buruk. Untuk menilai apakah perbuatan itu baik atau buruk diperlukan pula tolak ukur, yang baik atau
buruk menurut siapa, dan apa ukurannya.
Imam Al-Ghazali membagi tingkatan keburukan akhlak menjadi empat macam, yaitu:
1.
2.
3.
4.
Keburukan akhlak yang timbul karena ketidaksanggupan seseorang mengendalikan nafsunya, sehingga pelakunya
disebut al-jahil ( ) .
Perbuatan yang diketahui keburukannya, tetapi ia tidak bisa meninggalkannya karena nafsunya sudah menguasai
) .
dirinya, sehingga pelakunya disebut al-jahil al-dhollu (
Keburukan akhlak yang dilakukan oleh seseorang, karena pengertian baik baginya sudah kabur, sehingga perbuatan
) .
buruklah yang dianggapnya baik. Maka pelakunya disebut al-jahil al-dhollu al-fasiq (
Perbuatan buruk yang sangat berbahaya terhadap masyarakat pada umumnya, sedangkan tidak terdapat tanda-tanda
kesadaran bagi pelakunya, kecuali hanya kekhawatiran akan menimbulkan pengorbanan yang lebih hebat lagi. Orang
) .
yang melakukannya disebut al-jahil al-dhollu al-fasiq al-syarir (
Menurut Imam Al-Ghazali, tingkatan keburukan akhlak yang pertama, kedua dan ketiga masih bisa dididik dengan
baik, sedangkan tingkatan keempat sama sekali tidak bisa dipulihkan kembali. Karena itu, agama Islam
membolehkannya untuk memberikan hukuman mati bagi pelakunya, agar tidak meresahkan masyarakat umum. Sebab
kalu dibiarkan hidup, besar kemungkinannya akan melakukan lagi hal-hal yang mengorbankan orang banyak.
Banyak sekali petunjuk dalam agama yang dapat dijadikan sarana untuk memperbaiki akhlak manusia, antara lain
anjuran untuk selalu bertobat, bersabar, bersyukur, bertawakal, mencintai orang lain, mengasihani serta menolongnya.
Anjuran-anjuran itu sering didapatkan dalam ayat-ayat akhlak, sebagai nasihat bagi orang-orang yang sering melakukan
perbuatan buruk.
C. Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
Berkenaan dengan manfaat mempelajari Ilmu Akhlak ini, Ahmad Amin mengatakan sebagai berikut:
Tujuan mempelajari Ilmu Akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan lainnya
sebagai yang baik dan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuat
zalim termasuk perbuatan buruk, membayar hutang kepada pemiliknya termasuk perbuatan baik, sedangkan mengingkari
hutang termasuk perbuatan buruk.
Selanjutnya Mustafa Zahri mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu, ialah untuk membersihkan kalbu dari kotoran
hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi bersih.
( )
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi saw. adalah orang paling dermawan. Beliau menjadi lebih dermawan
lagi di bulan Ramadhan. Dan Abu Dzar berkata bahwa ketika ia mendengar kedatangan Nabi Muhammad saw., ia
berkata kepada saudara laki-lakinya, Pergilah ke lembah itu dan dengarkan apa yang ia katakan. Saudaranya
kembali dan berkata, Aku melihat ia memerintahkan orang-orang kepada moral dan perilaku (akhlaak) yang paling
mulia. [Hadits riwayat Bukhari]
Nabi Muhammad diutus oleh Allah untuk mengajari manusia akhlak yang paling mulia. Beliau berkata
( )
Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah ia yang memiliki akhlak terbaik. Yang terbaik di
antara kalian adalah yang terbaik akhlaknya kepada pasangannya. (Hadits riwayat Tirmidzi)
( )
Aisyah semoga Allah meridhainya berkata, Aku mendengar Nabi shallallaahu alaihi wassalaam
berkata, sungguh orang-orang yang beriman dengan akhlak baik mereka bisa mencapai (menyamai) derajat mereka
yang menghabiskan seluruh malamnya dalam sholat dan seluruh siangnya dengan berpuasa. [Musnad Imam
Ahmad]
)
Abu Darda meriwayatkan: Aku mendengar Nabi Muhammad saw berkata, Tak ada yang lebih berat pada
timbangan (Mizan, di hari Pembalasan) dari pada akhlak yang baik. Sungguh, orang yang berakhlak baik akan bisa
setara dengan mereka yang berpuasa dan sholat. (Hadits riwayat al-Tirmidzi)
(
Orang muslim yang baik adalah yang muslim lainnya aman dari ganguan ucapan dan tangannya, dan orang
yang Hijrah (tergolong kelompok Muhajirin) adalah yang meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah. (Hadits riwayat
Bukhari)
)
Tidaklah seorang diantara kalian dikatakan beriman hingga ia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang ia
sukai untuk dirinya sendiri. (Hadits riwayat Bukhari)
)
Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya. (Hadits riwayat Muslim)
)
Iman itu lebih dari 70 atau 60 cabang, cabang iman tertinggi adalah mengucapkan La ilaha illallah, dan yang
terendah adalah membuang gangguan dari jalan, dan rasa malu merupakan sebagian dari iman. (Hadits riwayat
Muslim)
Contoh-contoh di atas adalah perbuatan-perbuatan yang sederhana dan tampak kecil. Namun semua yang
sederhana dan kecil itu memiliki nilai yang amat besar dan penting dalam islam. Tak ada perubahan besar tanpa
adanya perubahan-perubahan kecil. Akhlak yang baik meskipun kecil akan menghasilkan dampak kebaikan yang
besar, baik dalam taraf pribadi maupun sosial. Sebaliknya, akhlak yang buruk akan juga menghasilkan pribadi dan
masyarakat yang sakit.
Semoga bermanfaat.