Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Di era modern ini, tumor ganas semakin meningkat insidensinya.
Sayangnya keganasan ini seringkali baru terdeteksi pada stadium lanjut
dan fatal. Kurangnya gejala klinis yang jelas terutama pada stadium awal
membuat penentuan diagnosis secara klinis kurang dapat diandalkan.
Disinilah pemeriksaan patologis memegang peranan penting sebagai
penunjang untuk memastikan diagnosis. Penyakit kanker dapat dideteksi
sedini

mungkin

dengan mempergunakan beragam alat diagnostik,

mulai dari alat sederhana sampai pada alat canggih. Pemeriksaan fisik
merupakan alat diagnostik klasik dan sederhana. Kombinasi fisik
diagnostik dengan biopsi merupakan alat diagnostik yang efektif dan
efisiensi untuk pemeriksaan patologis mikroskopik.
Biopsi merupakan salah satu cara pemeriksaan patologi anatomi
yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis pasti suatu lesi
khususnya yang dicurigai sebagai suatu keganasan. Pemeriksaan patologi
ini juga bermanfaat tidak hanya menegakkan diagnosis dan rencana
pengobatan tetapi juga untuk menentukan prognosis. Berasal dari bahasa
latin yaitu bios: hidup dan opsi: tampilan. Jadi secara umum biopsi adalah
pengangkatan sejumlah jaringan tubuh yang kemudian akan dikirim ke
laboratorium untuk diperiksa.
Biopsi kebanyakan dlakukan untuk mengetahui adanya kanker.
Pemeriksaan penunjang seperti X-ray, CT scan ataupun ultrasound dapat
dilakukan terlebih dahulu untuk mengalokasikan area biopsi. Biopsi dapat
dilakukan juga dengan proses pembedahan. Dengan demikian biopsi adalah
pemeriksaan penunjang untuk membantu diagnosa dokter bukan untuk
terapi kanker kecuali biopsi eksisional dimana selain pengambilan sampel
juga mengangkat semua massa atau kelainan yang ada.Kemajuan teknologi
radiologi yang pesat dan merupakan mitra utama biopsi, terutama pada
tumor yang terletak di rongga dada dan rongga abdomen. Keberadaan

fluoroskop-TV, ultrasonogram dan CT Scan sangat bermanfaat dalam


menuntun ujung jarum sampai mencapai massa tumor. Kemajuan teknlogi
laboratorium, tersedianya pewarnaan dan ditopanng kerja sama patologist
dan radiologist, sitologi biopsi dapat dilakukan lebih efektif dan efisien.
1.2

Rumusan Masalah

1.3

Tujuan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pengertian Biopsi
Biopsi berasal dari kata bios artinya hidup dan opsis artinya
melihat, jadi biopsi adalah mengambil sepotong jaringan yang masih dalam
keadaan

hidup

dan

memeriksa

secara

mikroskopis.

Kata

biopsi

diperkenalkan pertama kali pada tahun 1879 oleh ahli penyakit kulit
Perancis yang bernama Ernest Henri Besneier. Tujuan utama melakukan
biopsi adalah untuk menegakkan diagnosis pasti suatu lesi khusus yang
dicurigai sebagai suatu keaganasan, untuk mengevaluasi perjalanan
penyakit, konfirmasi data klinis dengan keadaan histopatologi dan untuk
pengobatan. (Hardy JD, Griffin JR., Rodriyeuz JA. 1959. Biopsi manual.
Philadelphia & London: WB Saunders Company: 2-27)
2.2

Prinsip-Prinsip Biopsi
Dalam melakukan Biopsi maka harus memperhatikan prinsip-prinsip
dari suatu biopsi seperti:

2.3

1.

Representatif, daerah hemoragis-nekrosis infeksi dan hancur akibat

2.

jepitan/penekanan harus dihindari,


Hindari masage dan penekanan pada tumor, biopsi dari lesi kulit

3.

atau permukaan mukosa harus menyertakan jaringan sehat,


Biopsi dengan lesi yang lebih dalam harus dihindari terjadinya

4.
5.

implantasi sel tumor pada jaringan sehat,


Pada biopsi ulang pengambilan lesi yang sama harus dihindari,
Lokasi dan arah insisi pada biopi harus diperhatikan supaya tidak

6.

mempersulit prosedur selanjutnya.


Garis insisi harus memperhatikan rencana terapi definitif (diletakkan

7.

dibagian yang akan diangkat saat operasi definitif),


Ahli bedah harus dapat memberikan tanda petunjuk yang tepat untuk

8.
9.

ahli patologi,
Hindari penggunaan infiltrasi lokal pada tumor,
Blood-less Surgery.

Terminology Pemeriksaan Patologi Anatomi Kasus Praganas dan


Ganas

1.

Displasia
Dalam bahasa latin berarti

bentuk yang buruk. Merupakan

bentuk paling awal dari prakanker yang dikenal oleh ahli patologi
melalui pemeriksaan biopsi. Displasia merupakan penyimpangan sel
dari keadaan normal. Sel yang mengalami dysplasia tampak abnormal
bentuknya karena terjadi gangguan dalam proses pematangan sel.
Adanya gambaran dysplasia epitel merupakan tanda karakteristik
utama dari keadaan praganas. Perubahan hanya terbatas pada
2.

jaringan epitel belum menginvasi ke jaringan lebih dalam.


Carsinoma In Situ
Carsinoma In Situ sinonim dengan displasia derajat tinggi
sehingga resiko untuk berubah menjadi kanker sangat tinggi.
Carsinoma In Situ merupakan bentuk awal karsinoma tanpa invasi ke
jaringan sekitar atau sel neoplastik berproliferasi hanya pada daerah

3.

sekitar tumor saja.


Carsinoma invasive
Umumnya disebut

kanker,

merupakan

tahap

akhir

dari

rangkaian perubahan sel bila tidak diobati akan menginvasi jaringan


tubuh dan menyebabkan kematian.
2.4

Derajat/Stadium Klasifikasi Tumor


Mengetahui stadium tumor sangat penting artinya untuk menentukan
tindakan apa yang akan diberikan dan juga prognosis penyakit. Beberapa
cara menentukan stadium dari tumor, antara lain berdasarkan:
1. Stadium tumor berdasarkan letak topografi tumor beserta ekstensi
dan metastasenya dalam organ
a. Stadium local
Pertumbuhannya masih terbatas pada organ semula tempatnya
tumbuh.
b. Stadium metastase region
Tumor padat telah metastase ke kelenjar limfe yang berdekatan
(kelenjar limfe regional)
c. Stadium metastase jauh
Tumor padat telah metastase pasa organ yang letaknya
jauh dari tumor primer.Secara klinis kadang-kadang dipakai dua
sitilah diatas sekaligus untuk menyebut stadium tumor padat yaitu
Stadium lokoregional, oleh karena pada kenyataannya sering

ditemukan stadium lokal dan regional secara bersamaan pada waktu


dilakukan pemeriksaan klinis.
2. Stadium tumor berdasarkan sistem TNM (stadium TNM)

Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana


Perancis Piere de Noix, kemudian dipergunakan dan disempunakan
oleh UICC (Union Internationale Contre le Cancere), dan sejak 1958
sistem ini dipergunakan secara luas di berbagai belahan dunia.Sistem
TNM ini berdasarkan 3 kategori, yaitu: T (Tumor primer), N (Nodul
regional, metastase ke kelenjar limfe regional), dan M (Metastase jauh).
Masing-masing kategori tersebut dibagi lagi menjadi subkategori untuk
melukiskan keadaan masing-masing kategori dengan cara memberi
indeks angka dan huruf di belakang T, N, dan M, yaitu:
T = Tumor Primer
Indeks angka : Tx, Tis, T0, T1, T2, T3, dan T4
Indeks huruf : T1a, T1b, T1c, T2a, T2b, T3b, dst
N = Nodul, metastase ke kelenjar regional
Indeks angka : N0, N1, N2, N3.
Indeks huruf : N1a, N1b, N2a, N2b, dst
M = Metastase organ jauh
Indeks angka : M0, M1
Indeks huruf : Mx
Tiap-tiap indeks angka dan huruf mempunyai arti klinis sendirisendiri untuk setiap jenis atau tipe tumor padat. Jadi arti indeks untuk
karsinoma payudara tidak sama dengan karinoma nasofaring, dsb. Pada
umumnya arti sistem TNM tersebut adalah sebagai berikut:

Kategori T = Tumor Primer


Tx = Syarat minimal menentukan indeks T tidak terpenuhi.
Tis = Tumor in situ
T0 = Tidak ditemukan adanya tumor primer
T1 = Tumor dengan f maksimal < 2 cm
T2 = Tumor dengan f maksimal 2 - 5 cm
T3 = Tumor dengan f maksimal > 5 cm
T4 = Tumor invasi keluar organ
Kategori N = Nodul, metastase ke kelenjar regional
N0 = Nodul regional negative
N1 = Nodul regional positif, mobile ( belum ada perlekatan )
N2 = Nodul regional positif, sudah ada perlekatan
N3 = Nodul jukstregional atau bilateral.
Kategori M = Metastase organ jauh
M0 = Tidak ada metastase organ jauh
M1 = Ada metastase organ jauh
M2 = Syarat minimal menentukan indeks M tidak terpenuhi.
3. Stadium

tumor

berdasarkan

pentahapan

menurut

AJCC

(American Joint Committee on Cancer)


Setelah sistem TNM diperkenalkan dan dipakai secara luas pada
tahun 1958, kelompok para ahli yang menangani kanker di USA, pada
tahun 1959 juga mengemukakan suatu skema pentahapan kanker yang
merupan penjabaran lebih lanjut dari sistem TNM. Kelompok para ahli
tersebut semula bernama The American Joint Committee for Cancer
Staging and End Results Reporting (disingkat AJC). AJC tersebut
kemudian berubah nama pada tahun 1980 menjadi American Joint
Committee on Cancer (disingkat AJCC). Tujuan pembuatan staging
kanker tersebut adalah agar lebih praktis

dan

lebih

mudah

pemakaiannya di klinik. Staging menurut AJCC ini pertama harus


menentukan T, N, M dari tumor padat tersebut sesuai ketentuan yang
ada, dan selanjutnya dikelompokkan dalam stadium tertentu yang
dinyatakan dalam angka romawi (I-IV) dan angka arab (khusus untuk
stadium 0).
Lebih mudahnya, sebagai contoh dapat dilihat staging kanker
payudara menurut AJCC pada table/gambar berikut:

4. Stadium tumor berdasarkan kesepakatan para ahli (Konvensi)


Beberapa jenis tumor padat stagingnya didasarkan pada
kesepakatan

para

ahli

di bidangnya masing-masing. Beberapa

contohnya antara lain:

2.5

Stadium Dukes, untuk karsinoma kolorektal


Stadium Ann Arbor, untuk limfoma maligna
Stadium FIGO, untuk karsinoma serviks dan tumor ginekologi
Staging melanoma maligna menurut Clark, dan Breslow, dll.

Jenis Pemeriksaan
Biopsi harus representative baik secara klinis maupun mikroskopis
misalnya memilih daerah tumor yang tidak ada nekrosis dan tidak
terdapat infeksi sekunder. Interpretesi biopsi untuk diagnosis suatu
neoplasma dapat dilakukan berdasarkan:
1.

Pemeriksan Makroskopis
Merupakan

pemeriksaan

dengan

mata

biasa

untuk

menilai/memperkirakan suatu jaringan tumor bersifat ganas atau


jinak. Misalnya bentuk, ukuran, warna, permukaan, batas jelas/tidak,
permukaan

rata/berbenjol- benjol, tepi

meninggi/ tidak,

mudah

berdarah/tidak, bersimpai/tidak, rapuh tidaknya tumor, seperti dibawah


ini:

a. Bentuk plaque : melanoma, basalioma


b. Bentuk nodus

: padat, kistik

c. Bentuk erosi, ulkus


2.

Pemeriksaan Mikroskopis
Suatu pertumbuhan neoplastik khususnya keganasan dini tidak
dapat didiagnosis berdasarkan pengamatan klinis semata, karena tidak
ada kriteria pasti untuk menentukan jinak dan ganasnya.Suatu lesi
secara klinis selain tidak adanya gejala karakteristik, seringkali baru
terdeteksi pada stadium lanjut setelah timbul gejala klinis yang
mengganggu penderita.Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium penunjang. Pemeriksaan mikroskopis
merupakan cara yang sangat penting untuk menegakkan suatu
neoplasma.

2.6

Jenis Biopsi
1. Biopsi tertutup
Tanpa membuka kulit, bisa dikerjakan oleh disiplin non-bedah.
Bahan sedikit/kurang representative, dapat ditingkatkan dengan biopsi
terbuka, Contoh: FNAB, Core needle biopsi, Punch Biopsi dan
Endoscopy.
a.

Biopsi Jarum (Fine Needle Aspiration Biopsi)


Biopsi jarum merupakan cara paling sederhana untuk
mendapatkan jaringan untuk pemeriksaan histologik. Cara ini
hanya

sedikit

mengganggu

jaringan

sekitarnya.

Risiko

menyebabkan implantasi sel tumor melalui jarum saat diaspirasi


sangat kecil. Namun demikian, interpretasi dari specimen biopsi
jarum memerlukan orang yang cukup berpengalaman.
Biopsi ini merupakan pengambilan sampel jaringan atau
cairan dengan cara disedot lewat jarum. Biasanya cara ini
dilakukan dengan bius lokal (hanya area sekitar jarum) dan bisa
dilakukan langsung atau dibantu dengan radiologi seperti CT scan
atau USG sebagai panduan bagi dokter untuk membuat jarum
mencapai massa atau lokasi yang diinginkan. Bila biopsi jarum
8

menggunakan jarum berukuran besar maka disebut core needle


biopsi, sedangkan bila menggunakan jarum kecil atau halus maka
disebut fine needle aspiration biopsy.
Biopsi jarum transtorakis perkutaneus (PTNB = percutaneous
transthoracic needle biopsi) lebih popular karena ketrampilan ahli
radiologi dan patologi meningkat. Hal ini dilakukan di bawah
anestesi lokal dan disertai beberapa komplikasi lanjut yang
membutuhkan terapi lebih lanjut. Biopsi ini dapat mengidentifikasi
keganasan, infeksi, sarkoidosis dan penyakit pulmonar lainnya.

Biopsi tusuk jarum atau yang lebih dikenal dengan Fine


Needle Aspiration Biopsi, biasa disingkat FNAB. FNAB adalah
suatu tindakan biopsi tumor atau benjolan yang dilakukan dengan
jarum halus 25G berdiameter 0,5 mm atau lebih kecil, untuk
mengambil contoh jaringan lalu memeriksanya dibawah mikroskop
secara sitologi. Dengan FNAB diperoleh diagnosis tumor apakah
jinak atau ganas, tanpa harus melakukan sayatan atau mengiris
jaringan, sehingga keraguan seorang penderita apakah dirinya
menderita kanker atau tidak segera terjawab dengan cepat dan
akurat. FNAB dapat dilakukan pada tumor yang terletak di
permukaan tubuh yang dapat dilihat atau diraba seperti tumor kulit,
payudara, kelenjar gondok, kelenjar getah bening. Untuk tumortumor organ tubuh yang lebih dalam, juga dapat dilakukan FNAB,
namun biasanya dibutuhkan bantuan dokter ahli radiologi untuk
membimbingnya dengan USG, misalnya pada tumor paru, tumor
hati, tumor ginjal, tumor pancreas dsb.

FNAB juga sangat dianjurkan pada penderita tumor atau


kanker dengan keadaan umum lemah, sehingga dapat ditegakkan
diagnosisnya

segera

dengan

resiko

yang

rendah,

dimana

pemeriksaan ini biasanya tidak memberatkan kondisi pasien. Pada


kanker yang sudah tersebar di kelenjar getah bening, seperti kanker
nasofaring atau kanker lainnya, untuk memastikan benar tidaknya
pesebaran tersebut, dianjurkan dilakukan FNAB pada benjolan di
kelenjar getah bening. Hal ini sangat bermanfaat untuk memastikan
stadium penyakit dan tindakan selanjutnya.
Pengamatan klinisi yang cermat tentang sasaran biopsi
aspirasi baik pada tumor yang letaknya superfisial (palpable rumor)
maupun tumor di dalam rongga tubuh (nonpalpable) diperlukan
untuk memperoleh hasil optimal. Tumor yang letaknya superfisial
dapat dilakukan langsung biopsi aspirasi tanpa kombinasi
pemeriksaan lain. Pada tumor difus dan letaknya dalam sering
diperlukan pemeriksaan radiologi. (Linsk dan Franzen, 1986)
b. Biopsi Endoscopy
Biopsi Endoscopik adalah suatu tindakan pengambilan
contoh jaringan untuk pemeriksaan histopatologi dan microbiologi
dengan

meggunakan

alat

biopsi

panendoscopik

dikerjakan

bersamaan dengan pemeriksaan Endoscopi.

10

Endoscopy atau endoscopy digunakan terutama untuk


membantu mendiagnosa kondisi kesehatan, seperti masalah
lambung, inkontinensia dan infeksi saluran kemih (ISK). Beberapa
endoscopy khusus diadaptasi dapat digunakan untuk mengobati
kondisi tertentu, seperti batu empedu.

Pemeriksaan Endoscopy Dan Investigasi


Pemeriksaan
endoscopy
dapat

digunakan

untuk

mengkonfirmasi diagnosis ketika dirasakan bahwa alat diagnostik


lainnya, seperti sinar-X, atau magnetic resonance imaging (MRI)
tidak cocok. Scan MRI menggunakan medan magnet yang kuat dan
gelombang radio untuk menghasilkan gambar rinci dari dalam
tubuh.
Pemeriksaan

endoscopy

juga

dapat

digunakan

untuk

menyelidiki kondisi yang dikenal untuk mengukur sejauh mana


masalah yang mungkin telah terjadi. Hal ini dapat membantu
dokter atau spesialis untuk memutuskan tentang program yang
paling cocok untuk pengobatan Anda.
Beberapa kondisi yang dapat didiagnosa atau diselidiki
dengan endoscopy adalah:

Infeksi saluran kemih (ISK)

Inkontinensia

Gangguan pernapasan

Perdarahan internal

Sakit maag

Irritable bowel syndrome (IBS)

Diare kronis
Kadang-kadang, Pemeriksaan endoscopy digunakan terkait

dengan USG (di mana gelombang suara frekuensi tinggi yang


digunakan

untuk membuat

gambar

bagian

dalam

tubuh).

Penyelidikan USG terkait endoscopy untuk memungkinkan dokter

11

Anda menangkap gambar dari organ-organ yang sulit dijangkau,


seperti pankreas.

Biopsi Dan Kanker


Pemeriksaan

endoscopy

juga

dapat

digunakan

untuk

mendiagnosa dan mengobati kanker. Selama prosedur, endoskop


digunakan untuk mendapatkan sampel jaringan kecil dalam tubuh
untuk melihat pertumbuhan sel-sel kanker. Ini dikenal sebagai
biopsi.
c.

Core Biospi
Tindakan core biopsi adalah prosedur di mana jarum
melewati kulit untuk mengambil sampel jaringan dari suatu
massa atau benjolan. Jaringan tersebut kemudian diperiksa
dibawah mikroskop untuk setiap kelainan. Core needle biopsi
dapat dilakukan ketika sebuah benjolan mencurigakan ditemukan,
misalnya benjolan payudara atau pembesaran kelenjar getah
bening, atau jika suatu kelainan terdeteksi pada tes pencitraan
seperti x-ray, USG atau mamografi. Core needle biopsi merupakan
prosedur lebih invasif daripada biopsi aspirasi jarum halus,
karena menggunakan bius lokal. Namun, lebih cepat dan kurang

12

invasif daripada biopsi bedah. Dalam beberapa kasus, hasil biopsi


inti akan mencegah tindakan operasi.
Dalam beberapa kasus, benjolan atau massa dari mana
sel-sel

yang

harus dilakukan adalah tidak mudah dirasakan

melalui kulit. Jika hal ini terjadi, ahli radiologi, ahli bedah atau
ahli patologi mengumpulkan sampel dapat menggunakan USG,
dimana jarum dapat dilihat pada monitor USG dan dibimbing
ke

daerah, atau stereotacticmamografi (untuk payudara) yang

menggunakan dua mammogram di sudut yang berbeda dan


komputer untuk menemukan daerah yang benar. Hal ini dapat
membuat

prosedur

memakan

waktu

lebih

lama.

Secara

keseluruhan, biopsi inti biasanya memakan waktu antara 30 menit


sampai 1 jam untuk menyelesaikan. Karena pembiusan lokal yang
digunakan, core needle biopsi seharusnya tidak menyakitkan,
meskipun mungkin tidak nyaman.
Core needle biopsi adalah tes relatif cepat dan efektif untuk
menentukan status jaringan tersangka. Dibandingkan dengan
biopsi bedah, core needle biopsi kecil kemungkinan melibatkan
jaringan parut, infeksi atau sakit, dan memiliki waktu pemulihan
signifikan lebih pendek. Core needle biopsi sangat berguna untuk
menyelidiki kelainan terdeteksi pada tes pencitraan, seperti x-ray.
Ini adalah investigasi pilihan ketika microcalcification payudara
terlihat pada mamografi. Juga, karena jarum yang digunakan
adalah cukup besar untuk mengambil 'slice' koheren jaringan,
memungkinkan
karena

mereka

membantu

sel

untuk

diatur

di

diperiksa
dalam

di

bawah mikroskop

tubuh. Hal

ini

dapat

untuk membedakan antara beberapa jenis penyakit

pra-kanker (seperti karsinoma duktal in situ) dan karsinoma duktal


invasif. Resiko core needle biopsi termasuk kemungkinan bahwa
setiap sel-sel kanker ini bisa menyebar ke dalam jaringan, tetapi
hal ini jarang terjadi ketika tes ini dilakukan oleh praktisi terampil.
d. Punch Biopsi

13

Punch biopsi adalah pengangkatan sample jaringan dan/atau


sel dengan cara membuat lubang pada area yang patologis. Punch
biopsi merupakan teknik alternative dari biopsi insisional
tradisional.

Pada dasarnya, punch ini merupakan pisau berbentuk


sirkular/bulat yang menenpel pada handle plastic, seperti yang
terlihat pada gambar 1 dan 2. Diameter dari pisau punch bervariasi
antara 2 sampai 10 mm.

Gambar 1. Punch diameter 3

Gambar 2. Punch diameter 6

mm, 4 mm, 5 mm, 6 mm

mm

Dokter gigi sering dihadapkan dengan neoplasma dan


penyakit rongga mulut. Namun dikarenakan kebanyakan pasien

14

enggan untuk dilakukan prosedur bedah mulut, sehingga biopsi


diperlukan untuk menentukan diagnosis definitif.
Biopsi ini memiliki kegunaan yang terbatas dalam mulut.
Biopsi lebih aplikatif dalam pengangkatan spesimen kecil jaringan
dalam daerah yang tidak dapat diakses, seperti sinus maksilaris dan
lateral atau dinding posterior faring. Biopsi ini membantu dalam
pengendalian pendarahan. Jika biopsi dilakukan di rumah sakit,
dapat diperoleh potongan beku yang memungkinkan operator
untuk melanjutkan tindakan dengan pengangkatan lengkap lesi
pada saat bersamaan operasi jika diperlukan.

Teknik punch biopsi:


a.
b.

Menentukan daerah biopsi di rongga mulut


Memberikan anestesi lokal
Biopsi biasanya dilakukan menggunakan anestesi local.
Pada saat preparasi, lebih baik tidak menggunakan antiseptic
yang kuat karena cenderung dapat merubah jaringan dan
mempengaruhi perubahan kualitaswarna. Anestesi seharusnya
tidak disuntikan pada tumor, karena infiltrasidengan anestesi
cenderung

menggembungkan

jaringan

dan

15

mengubah bentuknya, dan jika lesi ganas dapat menyebabkan


penyebaran.
Untuk daerah dengan vaskularisasi tinggi (seperti lidah
atau

bibir)

atau

lesi,

anastesi

yang

mengandung

vasokonstriktor seharusnya dipilih untuk meminimalkan


pendarahan (misal: lidocaine yang mengandung epinephrine
1:50000 atau 1:100000). Anestesi diberikan pada daerah yang
berdekatan dengan tempat biopsi karena jika anestesi diinjeksi
langsung pada tempat biopsi dapat menyebabkan artifak
distorsi pada spesimen.
c.

Menetapkan ukuran biopsi


Biopsi mukosa seharusnya kurang lebih berdiameter 3
mm. Akan tetapi, lesi oral yang belum ganas dan SCC
seringkali membutuhkan biopsi yang lebih dalam karena
mempunyai

ciri lapisan epitel

hiperkeratosis.

Untuk

lesi

yang
ini,

lebih tebal dan


kedalaman

yang

direkomensasikan adalah 4 mm atau 5 mm. Bevel pada sisi


potong biasanya 1,5 mm dapat digunakan sebagai penuntun
kedalaman.
d.

Memperoleh sampel biopsi dengan punch biopsi


Selama punch biopsi, punch dimasukkan ke dalam
mukosa dengan gerakan rotasi untuk menyertai pemotongan
jaringan dengan kedalaman yang tepat. Forcep jaringan dan
scalpel digunakan untuk mengeluarkan sampel biopsi. Jaringan
biopsi kemudian diletakkan di sepotong kertas yang bersih
dengan permukaan jaringan lunak (lapisan paling bawah)
menghadap ke bawah selama 1 menit untuk menjamin bahwa
sampel tetap flat selama fiksasi dan untuk menjamin sampel
tetap dalam keadaan baik selama pemeriksaan histologi (hal ini
adalah tahap kritis).

16

Gambar 3. Ilustrasi punch biopsi yang dilakukan pada


area mukosa bukal
Sampel kemudian diletakkan di 10% fiksatif formalin
buffer netral. Volume fiksatif seharusnya kurang lebih 20 kali
volume sampel untuk menghindari fiksasi yang tidak baik atau
autolisis. Tidak ada fiksatif lain yang dapat menggantikan
fiksatif formalin. Alkohol, desinfectan untuk permukaan, solusi
anastesi lokal atau obat kumur tidak dapat memfiksasi jaringan
dengan benar untuk evaluasi histologis yang cukup.
e.

Memastikan Hemostatis.
Jika memungkinkan, tempat biopsi seharusnya dijahit
untuk menutup luka dan menjamin hemostatis yang baik.

2. Biopsi terbuka

Dengan membuka

kulit/mukosa, Biasanya dikerjakan oleh

disiplin bedah, dan akan mendapatkan spesimen

yang lebih

representative. Biasanya dikerjakan oleh disiplin bedah, Dengan


membuka kulit/mukosa, pmeriksaan yang dikerjakan: histo-patologi,
dan macamnya: Biopsi insisi, Biopsi eksisi.
a. Biopsi eksisional

Biopsi eksisional merupakan insisi lesi secara in toto adalah


pendekatan yang umum untuk lesi yang kecil. Eksisi ini didesain
dengan melibatkan jaringan normal dan memungkinkan dilakukan

17

penutupan kembali. Lesi mulut yang paling sering dilakukan biopsi


eksisional adalah fibroma, serta lesi yang ukuran dan lokasinya
memungkinkan untuk diambil secara total/dieksisi. Papiloma,
granuloma periferal, dan banyak lesi berpigmen biasanya juga
diambil secara eksisi ttotal.
Sebagian besar biopsi eksisional maupun insisional dilakukan
dengan teknik elips. Bentuk elips didesain sedemikian rupa
sehingga dapat dibuat biopsi yang menyertakan lesi dan jaringan
normal di sekitarnya setebal 2-3 mm. Supaya penutupannya lebih
efektif dan meniadakan kerusakan marginal submukosa (untuk
menghindari ketegangan pada penutupan kembali), panjangnya
sebaiknya 2,5 sampai 3 kali dari diameter terbesar. Jika elips
tersebut karena pertimbangan anatomi atau alasan lain harus dibuat
pendek,

penutupan

dapat

dilakukan

dengan

penggangsiran

(undermining). Apabila biopsi atau eksisi lesi yang di bawahnya


(misalnya mucocele) diindikasikan, teknik elips juga dapat
memberikan jalan masuk ke struktur yang lebih dalam, yang bisa
dilakukan dengan menggunakan guntinga tajam/tumpul (Pedersen,
1996).
Biopsi eksisional digunakan untuk pengambilan lesi kecil
yang secara klinis merupakan lesi yang jinak, secara keseluruhan
(diameter kurang dari 1 cm), baik lesi superfisial atau profundus,
lunak atau keras. Pendekatan yang dilakukan bisa dengan insisi
berbentuk elips (untuk lesi permukaan) atau modifikasinya, apabila
lesi terletak di jaringan lunak. Lesi keras yang kecil baik superfisial
atau profunda biasanya juga diambil in toto (Pedersen, 1996).

18

X1

penggangsiran
X

X
1

Y1

YY1 : XX1
3:1

YY1 : XX1

Y1

2:1

b. Biopsi Insisional

Yaitu pengambilan sampel jaringan melalui pemotongan


dengan pisau bedah. Dengan pisau bedah, kulit disayat hingga
menemukan massa dan diambil sedikit untuk diperiksa.

19

BAB III
PEMBAHASAN
3.1

Indikasi dan Kontraindikasi Biopsi


3.1.1 Indikasi dan Kontraindikasi Biopsi Secara Umum
Infeksi akan terjadi bila tidak memperhatikan teknik aseptik
antisepsis. Perdarahan bisa terjadi pada lesi neoplasma karena
adanya hipervaskularisasi. Indikasi suatu tindakan Biopsi adalah
sebagai berikut:
1.

Lesi yang menetap lebih dari 2 minggu tanpa diketahui

2.

penyebabnya
Ulserasi yang menetap tidak menunjukkan tanda tanda

3.
4.

kesembuhan sampai 3 minggu


Setiap penonjolan yang dicurigai sebagai suatu neoplasma
Lesi tulang yang tidak diidentifikasi setelah pemeriksaan klinis

5.

dan radiologis
Lesi hiperkeratotik yang menetap

Sedangkan Kontra Indikasi Biopsi antara lain:


1.

Infeksi pada lokasi yang akan dibiopsi (relatif)

2.

Gangguan faal hemostasis berat (relatif)

3.

Biopsi diluar daerah yang direncanakan akan dieksisi saat


operasi

3.1.2 Indikasi dan Kontraindikasi Berdasarkan Jenis Biopsi


3.1.2.1 Fine Needle Aspiration Biopsi (FNAB)
a. Indikasi
Pada hampir semua tumor dapat dilakukan
biopsi aspirasi, baik yang letaknya superfisial palpable
ataupun tumor yang terletak di dalam rongga tubuh
unpalpable dengan indikasi:
1) Preoperatif biopsi aspirasi pada tumor sangkaan
maligna

operable.

Tujuannya

adalah

untuk

diagnosis dan menentukan pola tindakan bedah


selanjutnya. Sebagai contoh tumor payudara dan
kelenjar tiroid.

20

2) Maligna inoperable. Biopsi aspirasi merupakan


diagnosis konfirmatif.
3) Diagnosis konfirmatif

tumor

"rekuren"

dan

metastasis.
4) Membedakan tumor kistik, solid dan peradangan.
5) Mengambil spesimen untuk kultur dan penelitian.
(Tambunan, 1990)
b. Kontraindikasi
Kontraindikasi termasuk koagulopati, hipertensi
pulmonary, penyakit baru bulosa dan ventilasi tekanan
positif. (Schwartz, 2000)
3.1.2.2 Endoscopy Biopsi
a. Indikasi
1) Perubahan gambaran mucosa saluran cerna disertai
keluhan-keluhan yang berlangsung lama dan
menahun seperti dispepsia, diare, konstipasi.
2) Ulkus pada saluran cerna bagian atas dan bawah
terutama pada usia tua.
3) Polip/tumor saluran cerna bagian atas atau bawah
4) Penyakit Celiak, colitis ulseratif, corhn atau
infektif.
b. Kontra Indikasi
1) Esofagus pasca dilatasi 1 minggu
2) Ulkus bulbus duodeni, kecuali dicurigai massa
tumor/limforma.

3.1.2.3 Core Needle Biopsi


a. Indikasi
1. Lesi solid dan tidak terpalpasi yang berhubungan

2.

dengan:
Bentuk iregular
Batas tidak tegas
Klasifikasi
Penebalan fokal pada kulit
Mikro kalsifikasi dengan karakteristik:
Morfologi: ukuran dan bentuk bervariasi
(pleumorfik): linear, becabang atau granular

21

3.

Distribusi: clustered, linear, atau regional


Area dengan distorsi arsitektural pada tempat
biopsy sebelumnya yang menunjukkan adanya
perubahan

4.

yang

mencurigkan

dibandingkan

mamografi sebelumnya
Asimetri yang dihubungkan dengan adanya
klasifikasi, distorsi arsitektural, masa nonkistik,

5.

dilatasi duktus soliter, dan penebalan fokal kulit


Masa solid yang dominan (biasanya >1cm) atau
menunjukkan

pertumbuhan

dibandingkan

mamografi sebelumnya
b. Kontraindikasi
1. Tumor yang:
Berbatas tegas, densitas rendah, kurang dari
1cm atau tidak berubah dari mammogram

sebelumnya
Mengandung

lemak

intralesi

yang

patognomonik untuk limfenodi, kista, dan

hamartoma
Multipel, tidak terklasifikasi mikroklasifikasi

yang tipis, bulat, seragam, dan cluster


2. Tumor yang dipalpasi
3. Pasien dengan gangguan pembekuan darah atau
yang sedang menjalani antikoagulan
3.2.2.4 Incisional Biopsi

a. Indikasi
1. Keterbatasan ukuran
2. Lokasi yang berbahaya dari lesi
3. Adanya kecurigaan yang besar terhadap adanya
keganasan
b. Kontraindikasi
1. Lesi berpigmen melanin karena akan lebih cepat
menyebar
2. Lesi keunguan

berisi

darah,

karena

dapat

menyebabkan perdarahan yang membahayakan


3. Lesi kelenjar liur, biopsy dapat menyebabkan
mudahnya terjadi rekurensi pasca bedah
4. Keganasan yang terlihat jelas secara klinis

22

3.2.2.5 Excisional Biopsi

a. Indikasi
1. Seharusnya dilkukan pada lesi yang kecil, kurang
2.
3.

dari 1 mm
Lesi pada pemeriksaan klinis masih jinak
Eksisi lengkap dengan margin pada jarinngan yang

normal tanpa mutilasi


4. Memastikan diagnosis klinis yang sudah dibuat
b. Kontraindikasi
1.
4.3

Komplikasi Biopsi
1. Perdarahan, jaringan yang dibiopsi mengandung banyak pembuluh
darah dan pada waktu insisi terpotong pembuluh darah tertentu yang
tidak dilakukan hemostasis yang baik atau setelah perdarahan berhenti
terjadi lagi perdarahan akibat jaringan tumor yang rapuh sehingga
2.

hemostasis tidak dapat dilakukan dengan baik.


Infeksi, biopsi membuat luka sehingga merupakan tempat masuknya

3.

kuman.
Luka tidak mau sembuh, karena bertumbuhnya sel-sel tumor di luka

4.

biopsi atau terjadi nekrosis atau infeksi.


Biopsi dapat menyebarkan sel-sel tumor ganas ke jaringan sekitarnya
dan ditambah pula bila mempergunakan anestesi infiltrasi yang berupa
suntikan cairan. Kalau dapat, anestesi dilakukan secara narkosis atau
anestesi regioner sehingga tidak terjadi penyebaran dari sel-sel tumor
secara lokal. Pasien yang dilakukan biopsi dengan anestesi infiltrasi
biasanya sel-sel tumor cepat menyebar ke sekitarnya dan beberapa
waktu kemudian terlihat tumbuh didekatnya akibat dorongan cairan

5.

anestesi.
Merusak jaringan atau organ-organ disekitarnya, melakukan biopsi
didekat suatu duktus bisa terambil jaringan duktus tersebut kalau tidak

6.

hati-hati.
Komplikasi anestesi infiltrasi, kemungkinan terjadi penyebaran sel-sel
tumor kesekitarnya, selain itu bisa timbul reaksi alergi terhadap obatobat anestesi bisa sampai terjadi syok.

4.4

Kelebihan dan Kekurangan Biopsi


4.4.1 Fine Needle Aspiration Biopsi (FNAB)
a. Kelebihan
23

1.
2.

Hanya sedikit mengganggu jaringan sekitarnya


Dengan FNAB diperoleh diagnosis tumor apakah jinak atau
ganas, tanpa harus melakukan sayatan atau mengiris
jaringan, sehingga keraguan seorang penderita apakah
dirinya menderita kanker atau tidak segera terjawab dengan

3.

cepat dan akurat.


FNAB juga sangat dianjurkan pada penderita tumor atau
kanker dengan keadaan umum lemah, sehingga dapat
ditegakkan diagnosisnya segera dengan resiko yang rendah,
dimana pemeriksaan ini biasanya tidak memberatkan

kondisi pasien.
b. Kekurangan
1. Luasnya invasi tumor tidak dapat ditentukan.
2. Subtipe kanker tidak selalu dapat diidentifikasi.
3. Dapat terjadi negatif palsu.
4. Harus ada kerja sama klinisi dengan patologis. (Linsk dan
5.
6.

Franzen, 1986)
Beberapa pendarahan kecil mungkin terjadi.
Adanya rasa sakit ringan, tumpul dan berdenyut di daerah
biopsi yang biasanya menghilang dalam waktu 30 sampai

7.
4.4.2

60 menit
Terdapat resiko infeksi pada waktu kulit dipenetrasi, tetapi

sangat jarang terjadi


Endoscopy Biopsi
a. Kelebihan
Endoscopy umumnya tidak menimbulkan rasa sakit meskipun
masih dapat merasakan beberapa ketidaknyamanan, disbanding
dengan prosedur operasi penuh (operasi besar). Kelebihannya
meliputi:
1. Sederhana
2. Resiko rendah
3. Cepat dalam pemulihannya
4. Biaya yang efektif
5. Minimally invasive method
6. Dalam situasi tertentu dapat dilaksanakan secara rawat jalan

b. Kekurangan

24

Endoskopi biasanya aman dan risiko komplikasinya rendah


(kurang dari 1 dari 100). Kemungkinan komplikasi dari endoscopy
adalah:

4.4.3

Infeksi

Robeknya organ

Perdarahan yang berlebihan

Reaksi alergi terhadap anestesi

Core needle biopsi


a. Kelebihan
1. Core needle biopsi memungkinkan diagnosis yang lebih
akurat dibandingkan dengan biopsi jarum karena jarum yang
digunakan pada core needle biopsi lebih besar sehingga dapat
mengambil sampel jaringan dalam tubuh dalam jumlah yang
lebih banyak. Jarum yang lebih besar juga memungkinkan
operator untuk mengambil jaringan dalma bentuk yang lebih
utuh sehingga sel bisa diperiksa dibawah mikroskop dengan
susunan yang sama seperti saat sel tersebut masih dalam
tubuh. Hal ini dapat membantu membedakan beberapa tipe
lesi pra kanker seperti ductal carcinoma in citu dan lobular
carcinoma in situ.
2. Dibandingkan dengan open surgical biopsy, core biopsy
menyebabkan lebih sedikit trauma infeksi dan nyeri.
3. Karena masa penyembuhannya singkat, pasien juga tidak
perlu rawat inap sehingga dapat menghemat waktu dan biaya.
4. Core biopsy dapat dikerjakan dengan anestesi local. Hal ini
dapat mengurangi resiko pasien mengalami komplikasi
anastesi umum seperti komplikasi pernapasan (obstruksi
hipokapnea,

hiperkapnea,

hipoventilasi

dan

aspirasi

pneumonia), kardiovaskuler (hipotensi, hipertensi, aritmia),


dan komplikasi neurologis (sadar ditengah operasi, neuropati
perloperatif).
b. Kekurangan
1. Adanya sedikit resiko untuk terjadinya infeksi setelah
dilakukan prosedur core needle biopsi.
25

2. Prosedur-prosedur medis yang menyebabkan terjadinya


diskontinuitas pada kulitdapat mempermudah bakteri, virus
dan jamur untuk masuk dalam kulit dan menginvasi jaringan.
3. Infeksi yang terjadi setelah core needle biopsi payudara
misalnya dapat menyebabkan payudara merah, bengkak,
nyeri dan dapat memicu gangguan yang lebih serius seperti
abses payudara.
4. Adanya bekas luka pada biopsi khususnya pada tempat
injeksi jarum. Hal ini disebabkan karena jarum yang
4.4.4

digunakan pada core biopsy adalah jarum yang cukup besar.


Incisional Biopsi
a. Kelebihan
1. Bila pengambilan sampel tepat dan pemeriksaan sampel
jaringan dilakukan oleh ahlinya maka biopsy incisional
hamper 100% tepat.
2. Resiko penyebaran penyakit rendah karena yang diambi

4.4.5

sedikit sekitar 1-2cm.


b. Kekurangan
1. Keloid mungkin terbentuk pada daerah insisi
2. Infeksi dan pendarahan mungkin terjadi
Excisional Biopsi
a. Kelebihan
Eksisi ini didesain dengan melibatkan jaringan normal dan
memungkinkan dilakukan penutupan kembali.
b. Kekurangan
Beberapa pasien mungkin mengalami infeksi, pendarahan atau
bercak disekitar tempat biopsi

4.5

4.6

Manfaat Biopsi Bagi Bidan


1. Untuk membantu menentukan penyebab dari beberapa abnormal hasil
2.

pap test
Untuk mengetahui penyebab perdarahan uterus pada wanita yang telah

3.

melalui menopause
Melihat apakah dinding rahim atau endometrium akan melalui

perubahan siklus haid normal


4. Untuk mendeteksi adanya gangguan kromosom
Cara Pemakaian
4.6.1 Fine Needle Aspiration Biopsi (FNAB)
1) Persiapan

26

a. Beberapa perhitungan jumlah darah secara rutin (jumlah sel


darah, profil pembekuan) seharusnya lengkap 2 minggu
sebelum biopsi
b. Pasien mungkin diminta untuk tidak makan untuk waktu
tertentu sebelum prosedur
2) Proses
Teknik biopsi aspirasi mencakup kegiatan mulai dari
pendekatan pasien, mempersiapkan peralatan, mengambil
aspirat tumor dan membuat sediaan.
a.

Persiapan alat
Alat yang dipergunakan terdiri dari tabung suntik
plastik ukuran 10 ml, jarum halus, gagang pemegang tabung
suntik, kaca objek dan desinfektan alkohol atau betadin.

b.

Pendekatan pasien
Dengan

ramah

pasien

dianamnesis

singkat.

Wawancara singkat ini dibuat sedemikian rupa, sehingga


pasien tidak takut atau stres dan bersedia menjalani biopsi
aspirasi. Biopsi dilakukan dengan kelembutan hati dan rasa
tanggung jawab terhadap sesama manusia.
c.

Pengambilan aspirat tumor


a) Tumor dipegang lembut
b) Jarum diinsersi segera ke dalam tumor.
c) Piston di dalam tabung suntik ditarik ke arah proksimal.
Tekanan di dalam tabung menjadi negatif; jarum
manuver

mundur-maju.

Dengan

cara

demikian

sejumlah sel massa tumor masuk ke dalam lumen jarum


suntik.
d) Piston dalam tabung dikembalikan pads posisi semula
dengan cara melepaskan pegangan.
e) Aspirat dikeluarkan dan dibuat

sediaan

hapus,

dikeringkan di udara dan dikirimkan ke laboratorium


pusat pemeriksaan kanker. (Tambunan,1990)
3) Diagnosis Sitologik Biopsi Aspirasi dan Nilai Klinik

a.

Posisif maligna disebut Posistif

27

Sitologi positif merupakan "mandat" untuk melakukan


tindakan lebih lanjut antara lain survei metastasis,
menentukan stadium, memilih alat diagnostik lain bila
diperlukan dan mendiskusikan pola pengobatan.
b.

Kelainan jinak disebut Negatif


Sitologi negatif atau kelainan jinak, belum dapat
menyingkirkan adanya kanker; perlu dipikirkan kern
ungkinan negatif palsu. Negatif palsu dapat terjadi karena
kesalahan teknis, sehingga sejumlah sel tumor tidak
terdapat pads sediaan. Bila terdapat diskrepansi sitologi dan
data klinik, alternatif tindakan terbaik adalah biopsi bedah;
akan tetapi, pads kasus sitologi negatif dengan spesifikasi
kelainan dan cocok dengan gambaran klinik, maka pola
pengobatan dapat ditentukan.

c.

Mencurigakan maligna disebut Suspek


Sitologi suspek, mungkin memerlukan pemeriksaan
lain sebelum pengobatan antara lain pemeriksaan potongan
beku ataupun sitologi imprint atau kerokan durante
operasionam.

d.

Tidak dapat diinterpretasi disebut Inkonklusif


Inkonklusif dapat terjadi karena kesalahan teknik atau
karena situasi tumor, misalnya mudah berdarah, reaksi
jaringan ikat banyak atau tumor terlalu kecil, sehingga sulit
memperoleh sel tumor. Dalam praktek, sitologi inkonklusif
meningkatkan negatif palsu. (Tambunan, 1989)

4) Setelah Biopsi
Pasien seharusnya
melakukan

aktivitas

dapat pulang, kembali bekerja atau


rutin

lainnya.

Biopsi

ini

tidak

mempengaruhi jadwal medikasi.


4.6.2

Core Needle Biopsi


1) Persiapan

28

Mereka yang menggunakan penipis darah atau aspirin


seharusnya bertanya pada dokter mereka tentang apakah mereka
seharusnya berhenti meminum obat tersebut sebelum biopsi.
2) Proses

Dilakukan tindakan dengan menggunakan anestesi lokal


di mana jarum dimasukkan. Sebuah sayatan kecil (dipotong)
dibuat dalam kulit di atas benjolan, dan jarum dimasukkan
melalui insisi. Ketika ujung jarum berada di daerah yang akan
diperiksa, jarum cekung yang didesain khusus digunakan untuk
mengumpulkan sampel sel-sel yang hadir. Jarum kemudian
ditarik, dan sampel yang diekstraksi. Hal ini dapat diulang
sampai 5 kali, sampai sebuah sampel yang cukup telah
dikumpulkan.
3) Hasil
a. Yang tidak memadai/tidak cukup
Sampel yang diambil adalah tidak cukup untuk
mengkonfirmasi diagnosis kanker.
b.

Jinak
Tidak

ada

sel-sel

kanker

ini. Benjolan

atau

pertumbuhan berada dibawah kendali dan tidak menyebar


ke area lain dari tubuh.
c.

Atypical, atau curiga keganasan

29

Hasil tidak jelas. Beberapa sel tampak abnormal


tetapi tidak pasti kanker. Biopsi bedah mungkin dibutuhkan
untuk mengambil sampel sel.
d.

Ganas
Sel-sel kanker, tidak terkontrol dan memiliki potensi
atau telah menyebar ke area lain dari tubuh.

4) Setelah Biopsi
a. Sebagian besar pasien dapat kembali ke aktivitas normal
b.

segera setelah biopsi


Jika terdapat kemerahan, sakit atau drainase yang
berlebihan dari tempat suntikan, pasien harus segera

4.6.3

menelpon dokter
Endoscopy Biopsi
1) Persiapan
a. Pasien akan diperiksa terlebih dahulu kondisi kesehatannya
b. Pasien tidak diperbolehkan makan maupun 4-8jam sebelum
prosedur
c. Untuk pemeriksaan endoscopy saluran cerna bagian bawah

perlu dibersihkan terlebih dahulu


2) Proses
Forsep biopsi dimasukkan melalui saluran instrumen
endoscop menuju organ target/sampel. Usahakan posisi sampel
pada jam 6 dan dengan teknik aiming forsep dibuka-jepit
dan ditarik (oleh asisten). Jaringan yang didapat dimasukkan
kedalam formalin 10%. Pada keadaan tertentu biopsi dilakukan
dengan brush cytologi atau hot biopsi pada lesi polipoid.
3) Hasil

30

Gambar: Pemeriksaan endoscopy dapat melihat dengan pasti lesi


organik apa yang ada di dalam saluran cerna
Sindroma dispepsia bila diteropong dengan menggunakan
alat endoscopy dapat terbagi menjadi sindroma dispepsia
organik dan sindroma dispepsia fungsional.
a.

Pada sindroma dispepsia fungsional, dokter tidak melihat


adanya lesi atau kelainan organik,

b. Pada sindroma dispepsia organik, dokter melihat adanya lesi

atau kelainan organik. Lesi atau kelainan organik yang


dimaksud di dalam sindroma dispepsia organik, dapat
berupa suatu peradangan hingga suatu luka (ulkus=tukak)
atau borok pada saluran cerna yang lokasinya terletak pada
esofagus (kerongkongan), gaster (lambung) dan atau
duodenum (usus dua belas jari)
4) Setelah biopsi
a. Obat-obatan yang diberikan selama pemeriksaan endoscopy
membuat pasien merasa mengantuk untuk itu pasien tetap
berada di kamar pasien samapai efek obat-obatan menghilang
b. Hasil pemeriksaan endoscopy akan dijelaskan oleh dokter
c. Pasien baru diperbolehkan makan atau minum 1jam setelah
tindakan endoscopy
d. Pasien tidak diizinkan mengemudi atau mengoperasikan
mesin 12 jam pasca tindakan
5) Perawatan pasca biopsi

Perawatan pasca biopsi sesuai dengan perawatan pasca


biopsi, dapat dilakukan penyemprotan air es atau adrenalin
1:10.000 dalam NaCl 0,9% melalui Endoscopy.
4.6.4

Incisional Biopsi
1) Persiapan
a. Pasien seharusnya mengikuti instruksi yang disediakan oleh
dokter dan memberikan catatan tentang adanya alergi.
b. Mereka yang menjalani anastesi umum seharusnya tidak
makan atau minum kurang lebih 8 jam sebelum biopsi.

31

2) Proses

a.
b.
c.
d.

Tentukan daerah yang akan dibiopsi.


Rancang garis eksisi dengan memperhatikan segi kosmetik.
Buat insisi bentuk elips dengan skalpel nomor 15.
Angkat tepi kulit normal dengan pengait atau pinset

e.

bergerigi halus.
Teruskan insisi

f.

Sebaiknya contoh jaringan ini jangan sampai tersentuh.


Tutup dengan jahitan sederhana memakai benang yang

sampai

diperoleh

contoh

jaringan.

tidak dapat diserap.


3) Hasil
Bila hasil pemeriksaan dinyatakan normal maka tidak ada
kelainan atau keganasan pada jaringan yang diambil. Tapi bila
hasil biopsy dinyatakan abnormal bukan berarti anda terkena
kanker. Hasil abnormal berarti ada kelainan pada jaringan yang
bisa berate jinak atau ganas sehingga tanyakan pada dokter
interpretasi yang lengkap.
4) Setelah Biopsi
a. Setelah sadar dari anastesi, pasien akan diobservasi selama
b.

beberapa jam sebelum kembali kerumah


Tempat insisi seharusnya tetap bersih, kering dan bebas dari

c.

lotion, medikasi atau oinments


Jika menderita demam, pendarahan, drainage, sakit yang
kuat, atau kemerahan pada tempat biopsi seharusnya segera
memberitahu dokter

4.6.5

Excisional Biopsi
1) Persiapan
a. Tidak makan atau minum 8 jam sebelum biopsi

32

b.

Pasien yang meinum insulin, aspirin, obat non-steroid


antiinflamatory

atau

obat

lain

yang

mempengaruhi

pembekuan darah seharusnya memberi tahu dokter sebelum


biopsi
2) Proses

a.
b.
c.

Rancang garis eksisi


Sebaiknya panjang elips empat kali lebarnya.
Lebar maksimum ditentukan oleh elastisitas, mobilitas,

d.

serta banyaknya kulit yang tersedia di kedua tepi sayatan.


Banyaknya jaringan sehat yang ikut dibuang tergantung

e.

pada sifat lesi, yaitu:


Lesi jinak, seluruh tebal kulit diangkat berikut kulit sehat di
tepi lesi dengan sedikit lemak mungkin perlu dibuang agar

f.

luka mudah dijahit.


Karsinoma sel basal, angkat seluruh tumor beserta paling

g.

kurang 0.5 s/d 1 cm kulit sehat.


Karsinoma sel skuamosa, angkat seluruh tumor beserta

h.

paling kurang 1 s/d 2 cm kulit sehat.


Insisi dengan skalpel nomor 15 hingga menyayat seluruh

i.
j.

tebal kulit.
Inspeksi luka dan atasi perdarahan.
Tutup dengan jahitan sederhana menggunakan benang yang

tidak dapat diserap.


3) Hasil

33

Bila hasil pemeriksaan dinyatakan normal maka tidak ada


kelainan atau keganasan pada jaringan yang diambil. Tapi bila
hasil biopsy dinyatakan abnormal bukan berarti anda terkena
kanker. Hasil abnormal berarti ada kelainan pada jaringan yang
bisa berate jinak atau ganas sehingga tanyakan pada dokter
interpretasi yang lengkap.
4) Setelah Biopsi
Pasien dapat kembali melakukan aktivtas rutin setelah biopsy
4.7

Biopsi Dalam Kebidanan


4.7.1 Biopsi Endometrium
4.7.1.1 Pengertian
Biopsi endometrium merupakan teknik pengambialan
sampel

lapisan

endometrium

untuk

skrining

kasus

hyperplasia atau kanker endometrium.


Biopsi ini dapat dilakukan di unit rawat jalan tanpa
menggunakan anastesi umum. Akan tetapi, biopsi ini tidak
sesuai untuk wanita mulipara dan wanita harus diberitahu
bahwa mereka akan merasa tidak nyaman selama prosedur
dilakukan. Dua jenis instrumen yang digunakan untuk
mendapat biopsi adalah:
a.

Pipelle-kateter jarum hakus yang dimasukkan ke dalam


rongga endometrium melalui serviks untuk mengambil

b.

sampel endometrium.
Aspirator vabra-instrumen kuret yang tajam yang
disambungkan pada pengisap dengan cara penggunaan
yang sama dengan pipelle untuk mendapat biopsi
endometrium.

4.7.1.2 Indikasi
a. Perdarahan uterus ireguler yang etiologinya tidak
b.

diketahui pada wanita berusia 35 tahun atau lebih.


Terdapat
perdarahan
vagina
pada
wanita
posmenopause.

34

c.

Skrining sebagai pencegahan sebelum memulai HRT.

d.

Skrining rutin masih kontroversial.


Kondisi endometrium pada pasien infertile atau pasien
yang

mengalami

keguguran

berulang

untuk

mendiagnosis defek fase luteal.


4.7.1.3 Kontra indikasi
a. Kehamilan
b. PRP
4.7.1.4 Persiapan Biopsi Endometrium
1. Mikrokuretase biasanya dilakukan pada hari ke 21
2.

sampai 22 siklus haid normal


Mikrokuretase dilakukan jika

uji

kehamilan

menunjukkan hasil negative karena terdapat risiko


3.

bahwa tindakan ini dapat mengganggu kehamilan dini


Pasien dalam keadaan demem tinggi, atau sakit
berbahaya di alat kelamin (missal infeksi atau

4.

perdarahan vagina)
Pasien diharuskan puasa sekurang-kurangya 6 jam

5.

sebelum tindakan
Pasien harus mengosongkan kandung kemih sebelum

6.

tindakan
Untuk menghindari kecemasan biasanya sebelum
dilakukan tindakan pasien diberi obat penenang, dan

setelah tindakan diberi obat pereda nyeri


4.7.1.5 Teknik
a. Berikan 600-800 mg ibuprofen per oral atau beberapa
golongan antiprostaglandin lain pada 20-3- menit
sebelum prosedur. Bila diinginkan berikan antibiotic
sebagai profilaksis sebelum dan 6-8 jam setelah
b.

prosedur.
Pilih satu dari beberapa instrument yang dirancang
khusus untuk pengambilan sampel endometrium.
Penghisap

kuretase

endometrium

pipelle

akan

dijelaskan pada uraian ini. Alat ini merupakan alat


sekali pakai, kuret yang fleksibel, panjangnya 23,5cm,
dengan penanda warna 4, 7, 8 dan 10 cm pada bagian
ujung.

35

c.

Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menentukan

d.

ukuran, bentuk, dan posisi uterus.


Periksa serviks dan bersihkan dengan antiseptic. Bila
diinginkan atau diperlukan, serviks dapat diluruskan
dengan

cara

mencengkeremnya

dengan

sebuah

tenakulum. Suatu gelombang suara dimasukkan untuk


menentukan panjang uterus. Secra perlahan, masukkan
pipelle ke arah atas sampai fundus uterus. Tarik
kembali pengisap pipelle, buat tekanan negates saat
merotasikannya sebesar 3600 hingga pipelle berpindah
dari fumdus ke ostium uteri. Jaringan yang telah
diambil harus terlihat bersama lapisan terluar.
4.7.1.6 Komplikasi
Jarang terjadi dan dilaporkan kurang dari 1 per 1000
a. Infeksi yang mungkin dicegah dengan pramedikasi dan
b.
c.

pascamedikasi dengan antibiotic spectrum luas


Perdarahan
Potensial perforasi uterus (tidak ada laporan komplikasi

saat penggunaan pipelle)


4.7.1.7 Penatalaksanaan
a. Benigna: proliferatif atau sekretori
1. Resepkan pil KB
2. Selingi dengan provera atau agens progetasi lain
b. Hyperplasia adenomatosa atau kista
1. Bila pasien menginginkan kehamilan:
a) Induksi ovulasi
b) Ulangi biopsi endometrium bila ibu tidak hamil
dalam 6 bulan
2. Bila pasien tidak menginginkan kehamilan atau
sudah pasca menopause:
a) Hentikan sumber estrogen yang tidak terbatas
dengan mengatur siklus melalui pemberian pil
KB atau 10 mg provera per oral, dimulai pada
14-16 hari masa menstruasi pasien selama 10-12
hari setiap siklus menstruasi. Megace dan agens
progestasi lain mungkin digunakan.
b) Ulangi biopsi endometrium dalam 6 bulan
1) Bila hasil normal, lakukan tindak lanjut

36

2) Bila hasul mengindikasikan hyperplasia


rujuk pasien untuk tindakan D&C, atau
c)

kemungkinan tindakan histerektomi


Hyperplasia adenomatosa atopic: rujuk pasien
ke dokter

4.7.2

Biopsi Vili Korionik


4.7.2.1 Pengertian
Pengambilan sampel vili korionik dapat mendeteksi
dini abnormalitas janin. Sel janin diambil dengan cara
pengisapan

dan

proyeksi

menyerupai

jari

disekitar

membrane embrionik, yang nantinya menjadi plasenta. Uji


ini dilakukan saat usia kehamilan ibu diantara minggu ke-8
dan ke-10. Setelah minggu ke-10, sel ibu mulai tumbuh di
atas vili tersebut.
4.7.2.2 Tujuan
Untuk mendeteksi adanya gangguan kromosom
4.7.2.3 Indikasi
1. Gangguan kromosom
2. Hemoglobinopati seperti anemia sel sabit
3. Gangguan penyimpanan lissome seperti penyakit TaySachs
4.7.2.4 Kelebihan
1. Dibandingkan dengan amniosentesis adalah BVK dapat
dilakukan lebih dini, dan hasilnya dapat diperoleh dalam
beberapa hari, bukan beberapa minggu.
2. Biopsi vili korionik dapat mendiagnosis berbagai
gangguan kromosomal dan biokimia pada janin.
4.7.2.5 Kekurangan
1. Tidak dapat menetukan adanya defek tubaneuralis
2. Tidak dapat menetukan adanya maturitas pulmonar
4.7.2.6 Prosedur
a. Surat persetujuan tindakan harus ditandatangani
b. Tidak terdapat pembatasan asupan makanan atau cairan
c. Tempakan klien pada posisi litotomi
4.7.3

Biopsi Serviks
4.7.3.1 Pemeriksaan Pada Kemungkinan Carcinoma Pada
Serviks
37

a. Brockelentnahme

: dengan tang jaringan atau

dengan sendok yang tajam diambil jaringan


b. Kerokan secara schiller
: kerokan permukaan cervix
disertai kerokan canalis cervicalis dengan curet
c. Punch biopsy : dilakukan pada daerah yang Jod negative,
biasanya secara four point biopsy. Lebih baik kalau
biopsy dilakukan dengan bantuan kolposkop
d. Eksisi percobaan : dengan scalpel diambil potongan
jaringan portio yang cukup besar
e. Konisasi : memungkinkan diagnostic yang optimal dan
dapat juga dilakukan sebagai terapi
f. Kuretase : untuk diagnostic corpus Ca atau carcinoma
endocervix. Biasanya dilakukan dalam 2 tingkat. Canalis
cervicalis dikerok dulu, kemudian cavum uteri.
Tindakan ini sering digunakan sebagai kolposkopi
untuk

menjamin

pengambilan

sampel

diseluruh

endoserviks. Stabilisasi dengan tenakulum atau klem


allis, dan kuretlah endoserviks di sekelilingnya dengan
tarikan ke bawah dari otsium interna ke eksterna dengan
sendok kuret Kevorkian atau sendok kuret kecil lainnya.
Segera fiksasi kerokan jaringan ini dan kirim untuk
mendapatkan diagnosis patologi. Jarang diperlukan
anastesia, biasanyatindakan ini sangat singkat (< 2
menit) dan perdarahan minimal. Komplikasi utama
adalah perforasi uteri (biasanya pada sambungan
servikouteri).
4.7.3.2 Penatalaksanaan
Biopsi serviks multiple dapat dikerjakan di ruang
periksa dengan sedikit atau tanpa rasa tidak nyaman atau
bahaya, menggunakan Tischler, Schubert, Kevorkian
atau forsep punch biopsi yang serupa. Lesi polipoid
dapat diangkat dengan torsi atau eksisi. Untuk analisis
mikroskopis,

jangan

hancurkan

jaringan.

Tidak

38

diperlukan anastetika sebab serviks relative tidak sensitif


untuk jenis nyeri.
Setelah merinci daerah yang akan dibiopsi dengan
kolkoskopi, fiksasi serviks dengan tenakulum. Mulamula lakukan biopsi di labium posterior (sehingga
perdarahan yang lebih banyak dari biopsi di labium
anterior tidak akan mengaburkan lapangan). Tempat
biopsi yang paling sering adalah pada atau dekat
sambungan skuamokolumner. Segera msukkan jaringan
dalam

larutan

fiksasi

(misalnya

formalin

10%).

Perdarahan bervariasi dan tidak dapat diperkirakan. Jika


perlu, atasi perdarahan dengan tekanan, negatol, aseton,
larutan perak nitrat 5% atau jahit dengan catgut yang
halus.

BAB IV
PENUTUP

39

4.1

Kesimpulan
1. Biopsi adalah mengambil sepotong jaringan yang masih dalam
2.

keadaan hidup dan memeriksa secara mikroskopis.


Indikasi suatu tindakan biopsi secara umum diantaranya, lesi yang
menetap lebih dari 2 minggu tanpa diketahui penyebabnya, setiap
penonjolan yang dicurigai sebagai suatu neoplasma, lesi tulang yang
tidak diidentifikasi setelah pemeriksaan klinis dan radiologis, serta esi
hiperkeratotik yang menetap. Sedangkan kontra indikasi biopsi antara
lain, infeksi pada lokasi yang akan dibiopsi (relatif), gangguan faal
hemostasis berat (relatif), dan biopsi diluar daerah yang direncanakan

3.

akan dieksisi saat operasi.


Komplikasi yang terjadi akibat biopsy diantaranya perdarahan,
infeksi, luka tidak mau sembuh, biopsi dapat menyebarkan sel-sel
tumor ganas ke jaringan sekitarnya merusak jaringan atau organ-organ

4.

disekitarnya.
Biopsi secara umum dapat mendiagnosa penyakit yang lebih akurat

5.

tetapi dapat menimbulkanpendarahan kecil dan infeksi.


Manfaat biopsi bagi bidan diantaranya, untuk membantu menentukan
penyebab dari beberapa abnormal hasil pap test dan untuk mengetahui
penyebab perdarahan uterus pada wanita yang telah melalui

6.

menopause.
Persiapan sebelum melakukan biopsy pasien harus menghentikan
segala macam konsumsi obat yang membuat pembekuan darah
terganggu seperti aspirin, Coumadin dan nonsteroidal anti inflamatori
druks (NSAIDs) dan konsultasikan pada dokter apakah anda harus

7.

tetap mengkonsumsi obat-obatan yang diresepkan untuk anda.


Biopsi dalam kebidanan diantaranya, biopsi endometrium, biopsi vili
korionik dan biopsi serviks.

4.2

Saran
Seorang bidan dalam asuhan kebidanannya kepada klien harus
dapat memberikan informasi kepada klien, apabila klien tersebut
mengalami suatu masalah terhadap organ reproduksinya. Dan harus
mengetahui perkembangan teknologi dalam dunia kedokteran maupun
kandungan.

40

DAFTAR PUSTAKA
Suyatno, Emir Pasaribu. 2009. Diagnostik dan terapi Bedah Onkologi. Sagung
Seto
Underwood. 2004. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta: EGC
Janti Sudiono. 2008. Pemeriksaan Patologi Untuk Diagnosis Neoplasma, Jakarta:
EGC
Neville Woolf. 2004. Pathology Basic and Sistemic. Saunders
Emanuel Rubin. 2006. Essential of Pathology. Lippincot William & Wikins
Daniel, Breast cancer. http://www.Cancer.org/cancer,2008
Cancer Staging. www.cancer.gov/cancertopics/factsheet/detection/staging. 2008
Devita. 2009. Principles and Practical Onkology Review. Lippincott William &
Wilkins
41

Schwartz, Seymour.2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi 5. EGC:


Jakarta
Linsk JA, Franzen S. Fine needle aspiration for the clinician. Philadelphia : J.B.
Lippincott Co, 1986.
Tambunan GW. Sitologi aspirasi dalam tatalaksana limfadenopati. Khusus
limfoma malignum. Naskah Simposium Lekemia dan Limfoma II,
Medan 1989
Tambunan GW. Teknik Biopsi Aspirasi. Penuntun Biopsi Aspirasi Jarum Halus.
Aspek Klinik dan Sitologi Neoplasma. Jakarta : Percetakan Hipokrates
1990

42

Anda mungkin juga menyukai