Fitroh DISENTRI BASILER
Fitroh DISENTRI BASILER
DISENTRI BASILER
Oleh:
Fitroh Annisah
G99141048
PENDAHULUAN
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron
(usus). yang berarti radang usus yang ditandai gejala diare, adanya lendir dan
darah dalam tinja, serta nyeri perut dan tenesmus (Tjokroprawiro, 2007).
Disentri
merupakan
tipe
diare
yang
berbahaya
dan
seringkali
menyebabkan kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit
ini dapat disebabkan oleh bakteri (disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba).
Bakteri penyebab disentri basiler adalah genus Shigella sehingga dapat juga
disebut shigellosis. Di Amerika Serikat, insiden disentri amoeba mencapai 1-5%
sedangkan disentri basiler dilaporkan kurang dari 500.000 kasus tiap tahunnya.
Sedangkan angka kejadian disentri amoeba di Indonesia sampai saat ini masih
belum ada, akan tetapi untuk disentri basiler dilaporkan 5% dari 3848 orang
penderita diare berat menderita disentri basiler (Syaroni, 2006).
Kebanyakan kuman penyebab disentri basiler ditemukan di negara
berkembang dengan kesehatan lingkungan yang masih kurang. Disentri amoeba
tersebar hampir ke seluruh dunia terutama di negara yang sedang berkembang
yang berada di daerah tropis. Hal ini dikarenakan faktor kepadatan penduduk,
higiene individu, sanitasi lingkungan dan kondisi sosial ekonomi serta kultural
yang menunjang. Penyakit ini biasanya menyerang anak dengan usia lebih dari 5
tahun. Spesies Entamoeba menyerang 10% populasi di dunia. Prevalensi yang
tinggi mencapai 50% di Asia, Afrika dan Amerika selatan. Sedangkan genus
Shigella terjadi pada 15.000 kasus di Amerika Serikat dan di negara-negara
berkembang, Shigella flexeneri dan Shigella dysentriae menyebabkan 600.000
kematian per tahun (Oesman, 2006).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron
(usus) yang berarti radang usus. Disentri basiler / shigellosis merupakan suatu
infeksi akut yang mengakibatkan radang pada kolon, yang disebabkan kuman
genus Shigella, yang ditandai gejala dengan gejala khas yang disebut sebagai
sindroma disentri, yakni:
1. Sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus
2. Berak-berak
3. Tinja mengandung darah dan lendir (Tjokroprawiro, 2007; Syaroni,
2006).
.
B. Epidemiologi
Disentri basiler terdapat terutama di negara sedang berkembang dengan
lingkungan yang kurang dan penghuni yang padat. Disentri mudah menyebar
pada kondisi lingkungan yang jelek (Tjokroprawiro, 2007). Sekitar 1,1 juta
orang diperkirakan meninggal akibat infeksi Shigella setiap tahun, dengan
60% dari kematian yang terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun. Dengan
tidak adanya vaksin yang efektif yang tersedia, peningkatan frekuensi
antimikroba-tahan strain Shigella di seluruh dunia telah menjadi sumber
utama keprihatinan. Selama survei dari 600.000 orang dari segala usia di
Bangladesh, Cina, Pakistan, Indonesia, Vietnam dan Thailand, Shigellosis
terjadi di 5% dari episode diare 60.000 terdeteksi antara 2000 dan 2004 dan
sebagian besar isolat bakteri resisten terhadap amoksisilin dan kotrimoksazol
(Oesman, 2006).
Demikian pula, selama penelitian surveilans 36-bulan di sebuah distrik
pedesaan di Thailand, di mana kejadian Shigellosis diukur untuk 4/1000/year
dalam waktu kurang dari 5 tahun usia, 95% dari S sonnei dan flexneri S isolat
resisten terhadap tetrasiklin dan kotrimoksazol, dan 90% dari isolat S flexneri
juga resisten terhadap ampisilin dan kloramfenikol. Temuan serupa dibuat di
Jakarta Utara, Indonesia, dimana sebuah penelitian surveilans yang dilakukan
2
antara Agustus 2001 dan Juli 2003 menemukan bahwa anak usia 1 sampai 2
tahun memiliki insiden tinggi Shigellosis (32/1000/year) dengan 73% sampai
95% dari isolat resisten terhadap ampisilin, trimetoprim-sulfametoksazol,
kloramfenikol dan tetrasiklin (Oesman, 2006).
Hasil penelitian yang dilakukan di berbagai rumah sakit di Indonesia
dari Juni 1998 sampai dengan Nopember 1999, dari 3848 orang penderita
diare berat, ditemukan 5% bakteri shigella (Sudoyo, 2007). Setiap tahun,
sekitar 14.000 kasus shigellosis dilaporkan di Amerika Serikat. Karena
banyak kasus ringan yang tidak didiagnosis atau dilaporkan, jumlah infeksi
mungkin dua puluh kali lebih besar (CDC, 2009).
C. Etiologi
Disentri basiler atau shigellosis disebabkan kuman genus Shigella.
Shigella adalah basil nonmotil, gram negatif, famili enterobacteriaceae. ada 4
spesies shigella yaitu S. dysenteriae, S. flexneri, S. boydii, dan S. sonnei. Pada
umumnya S. flexneri, S.Boydii dan S. dysentriae paling banyak ditemukan di
negara berkembang seperti Indonesia. Sebaliknya S. sonnei paling sering
ditemukan dan S. dysentriae paling sedikit ditemukan di negara
maju.Terdapat 43 serotipe O dari shigella. S. sonnei adalah satu-satunya
spesies yang memiliki serotipe tunggal (Sudoyo, 2007). Dengan pengecualian
S. sonnei, masing-masing spesies dapat dibagi lagi menjadi serotipe
berdasarkan reaktivitas dengan serum hiperimun: S. dysenteriae (15 serotipe),
S. flexneri (6 serotipe dan 2 varian), & S. boydii (20 serotipe) (serotyping
shigella) (WHO, 2010). Jumlah bakteri yang diperlukan untuk menginfeksi
rendah (10-100 organisme) (Mandal, 2008).
Shigella, penyebab diare disentri yang paling sering pada anak usia 6
bulan sampai 10 tahun di Amerika Serikat dan negara berkembang. Shigella
tahan terhadap keasaman lambung dan membutuhkan inokulum yang kecil
untuk menyebabkan diare sehingga mudah ditularkan ke orang lain.
Penularan terjadi dalam kondisi banyak orang berkumpul dalam satu tempat
seperti di penitipan anak, panti asuhan atau tempat penampungan. Rendahnya
sanitasi, pasokan air yang buruk, dan fasilitas perairan yang buruk. Shigella
menginvasi dan berproliferasi di dalam epitel kolon. Kemudian menghasilkan
suatu toksin dengan efek sekretori dan sitotoksik dan menyebabkan ulkus
sehingga tinja mengandung lendir dan darah, secara mikroskopis ditemukan
leukosit dan sel-sel darah merah (Sudoyo, 2007).
mikroangiopati,
hemolytic
uremic
syndrome,
thrombotic
2. Biakan tinja
Media agar mc-conkey, xylose-lysinedioxycholate (XLD), agar SS.
3. Pemeriksaan darah rutin
Leukositosis (5000-15000 sel/mm3), kadang ditemukan leukopenia (Lung,
2003).
G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding disentri basiler adalah disentri amoeba yang dapat
dibedakan melalui keluhan, serangan penyakit, perkembangan penyakit, tinja,
komplikasi dan kelainan anatomi.
Timbulnya
Disentri basiler
Akut
Disentri amoeba
Lebih sering perlahanlahan, diare awal tidak
Keluhan
Toksemia,
tenemus
jarang,
ringan,
sakit
Perkembangan
terbatas.
Pada permulaan penyakit Tidak tentu, cenderung
penyakitnya
Tinja
berat
menahun
Kecil-kecil, banyak, tak Besar, terus - menerus,
berbau, alkalis, berlendir, asam,
berdarah,
bila
biasanya
lendir
Artritis
Abses hati amoeba
Daerah sigmoid, ileum, Daerah sekum dan kolon
anatomik
mengalami
hiperemi asendens,
jarang
ileum;ulkus
Trimethoprim-sulfamethoxazole (Cotrimoxazole)
Siprofloksasin
Ampisilin
Asam nalidiksik
(Tjokroprawiro, 2007).
Trimethoprim-sulfamethoxazole (Cotrimoxazole)
Trimethoprim
yang
diberikan
bersama
dengan
sulfonamid
(rasio dalam formulasi), konsentrasi puncak dalam plasma berada dalam rasio
1:20, yang opimal untuk efek kombinasi dari obat ini in vitro (Katzung,
1998) Sulfonamid tidak lagi merupakan obat terpilih untuk disentri basiler
karena banyak strain yang telah resisten.
Dampak dari trimethoprim menghasilkan efek samping dari obat-obatan
antifolat yang dapat diramalkan, terutama anemia megaloblastik, leukopenia,
dan
granulositopenia.
Kombinasi
trimethoprim-sulfametoksazol
dapat
pneumonia
menguntungkan
Pneumosistis
yang
tinggi
terutama
mempunyai
frekuensi
tidak
terhadap
trimethoprim-sulfametoksazol,
makan,
merupakan
efek
samping
yang
paling
sering
dijumpai.
11
yang gawat. Sangat ideal bila pada setiap kasus dilakukan uji resistensi
terhadap kuman penyebabnya, tetapi tindakan ini mengakibatkan pengobatan
dengan antibiotika jadi tertunda (Sudoyo, 2007).
H. Pencegahan
Pencegahan terhadap penyakit ini dapat di lakukan dengan jalan:
1. Memperhatikan pola hidup sehat dan bersih
2. Menjaga kebersihan makanan dan minuman dari kontaminasi kotoran
dan serangga pembawa kuman
3. Menjaga kebersihan lingkungan
4. Membersihkan tangan dengan baik sesudah buang air besar atau sebelum
makan dan
5. Mencegah terjadinya dehidrasi
I. Prognosis
Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali
bila
12
BAB III
STATUS PASIEN
A. ANAMNESIS
1.
Identitas Pasien
Nama
: Nn. W
Umur
: 22 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Sukoharjo
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Status perkawinan
: Belum Menikah
Pekerjaan
: Mahasiswa
Tanggal Pemeriksaan
: 7 April 2015
No. RM
: 01549750
2.
Keluhan Utama
BAB berdarah dan berlendir
Pasien datang dengan keluhan adanya buang air besar berdarah dan
berlendir sejak 1 hari ini. Pasien mengaku diare dan bolak-balik BAB
mencret sebanyak + 7 kali sebelum ke rumah sakit. Diare dialami pasien
setelah pagi harinya makan di warung dekat kos-kosannya. Tinja berupa
ampas berwarna kuning kecoklatan, encer, terdapat lendir dan darah.
Setiap kali BAB sebanyak 2 gelas belimbing. Selain itu pasien juga
merasakan demam dan mual hingga muntah. Pasien mengaku saat buang
air besar terasa nyeri dan perut sebelah kirinya melilit. Pasien merasa
lemas dan tidak nafsu makan, namun sering merasa haus. Pasien belum
meminum obat untuk mengurangi keluhan yang dirasakan. BAK lancar
tidak ada gangguan.
13
Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok (-)
Riwayat minuman keras (-)
Riwayat olah raga : tidak punya jadwal teratur
7.
Riwayat Gizi
Sebelum sakit, penderita makan teratur 2-3 kali sehari sebanyak 1 porsi
biasa, dengan sayur, lauk pauk tahu, tempe, kadang-kadang memakai telur
dan daging. Dalam sehari penderita minum kurang lebih 8 gelas. Pasien
sehari-hari makan dan minum di warung-warung pinggur jalan dekat
dengan kos-kosannya. Semenjak sakit, makan penderita berkurang karena
penderita merasa mual dan ingin muntah apabila makan. Pasien juga
merasa sering haus semenjak sakit.
14
1. Keadaan umum
sedang,
compos
Tampak sakit
mentis,
GCS
irama
normochest,
simetris,
15
:
Ictus kordis tidak tampak
Ictus kordis tidak kuat angkat, teraba
cm
sebelah
medial
SIC
linea
medioclavicularis sinistra
Perkusi :
Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis
dekstra
Batas jantung kiri atas: SIC II linea sternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah: SIC V 1 cm medial linea
medioklavicularis sinistra
Pinggang jantung : SIC III lateral parasternalis sinistra
konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi
:
Bunyi jantung I-II murni,
: Simetris
: Pergerakan kanan = kiri,
Perkusi
- Kanan
Sonor,
redup
pada
medioclavicularis sinistra
Auskultasi
16
- Kanan
Suara
dasar
vesikuler
: Normochest, simetris
:
Pengembangan
dada
(-)
Palpasi
- Statis
- Dinamis
: Simetris
:
Pergerakan kanan =
Perkusi
- Kanan
: Sonor
- Kiri
: Sonor
- Peranjakan diafragma 4 cm
Auskultasi
- Kanan
Suara
dasar
vesikuler
Suara
dasar
vesikuler
Perkusi :
_
-
C. DIAGNOSIS BANDING
Disentri Basiler
Disentri Amoeba
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Lab Darah
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hb
15,2
g/dl
13,5 17,5
Hct
40
33 45
AL
5,2
103 / L
4,5 11,0
AT
160
103 / L
150 450
AE
4,80
103/ L
4,50 5,90
INDEX ERITROSIT
MCV
90
/um
80.0 - 96.0
MCH
29,0
pg
28.0 - 33.0
MCHC
35,6
g/dl
33.0 - 36.0
HITUNG JENIS
Eosinofil
0,30
18
0.00 - 4.00
Basofil
0,90
0.00 - 2.00
Neutrofil
62,00
55.0-80.0
Limfosit
36,00
22.0 - 44.0
Monosit
5,60
0.00 - 7.00
LUC/AMC
7,00
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah
Sewaktu
90
mg/dl
60-140
SGOT
30
u/l
0-35
SGPT
38
u/l
0-45
Cr
1,1
mg/dl
0,9-1,3
Ur
26
mg/dl
<50
ELEKTROLIT
Na darah
127
mmol/L
K darah
3,7
mmol/L
Chlorida darah
91
mmol/L
136 145
3,3 5,1
136-145
2. Biakan Tinja
(+) Shigella dysenteriae
E. PLAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji kultur dan sensitivitas
F. DIAGNOSIS
Disentri Basiler
G. TUJUAN TERAPI
Memperbaiki keadaan umum
Menangani kegawatan
19
H. TERAPI
Non Medikamentosa
Istirahat, makan dan minum dipertahankan untuk mencegah terjadinya
kesehatan
Medikamentosa
Cotrimoxazole tablet
Attapulgite (New Diatab tablet)
Oralit
Metoclopramide 10 mg
Parasetamol 500 mg
Penulisan resep :
R/ Cotrimoxazole tab No. XVI
2 dd tab 2 p.c
R/ New Diatab tab No. IV
2 dd tab I
R/ Oralit sachet granul No. X
ad libitum solve in aqua cc 200
R/ Metoclopramide tab mg 10 No. X
prn 1-3 dd tab I
R/ Parasetamol tab mg 500 No. X
prn 1-3 dd tab I
Pro : Nn. W (22 tahun)
BAB IV
PEMBAHASAN OBAT
20
1. Cotrimoxazole tab
Cotrimoxazole merupakan bakterisid kombinasi dari sulfamethoxazole dan
trimetoprim. Tablet cotrimoxazole mengandung komposisi sulfamethoxazole
dan trimetoprim dengan perbandingan 5 : 1, yaitu sulfamethoxazole 400 mg
dan trimetoprim 80 mg. Merupakan antibiotik berspektrum luas dan jarang
menimbulkan resistensi. Diberikan pada kasus-kasus infeksi gastrointestinal,
saluran nafas, kulit dan infeksi lainnya yang disebabkan mikroorganisme
yang
sensitif,
diantaranya
Salmonella
pneumonia,
Corynebacterium
Farmakodinamik
Mikroba yang peka terhadap kombinasi antimikroba kotrimoksazol ialah:
Str. Pneumoniae, C. diphteriae, dan N. meningitis, 50-59% strain S.
aureus, S. epidermidis, Str. pyogenes, Str. viridans, Str. faecalis, E. coli, Pr.
mirabilis, Pr. morganii, Pr. rettgeri, Enterobacter, Aerobacter spesies,
Salmonella, Shigella, Serratia dan Alcaligenes spesies dan Klebsiella
spesies. Juga beberapa strain stafilokokus yang resisten terhadap Metisilin,
Trimetropim atau Sulfametoksazol sendiri, dan mikroba yang peka
terhadap kombinasi antimikroba ini.
Kedua antimikroba memperlihatkan interaksi sinergistik (bekerja saling
menguatkan). Kombinasi antimikroba ini mungkin efektif walaupun
mikroba
telah
resisten
terhadap
Sulfonamid
(golongan
dari
22
bulan.
Penderita anemia megaloblastik yang terjadi karena kekurangan folat.
Penderita yang hipersensitif/alergi terhadap trimetoprim dan obat-obat
golongan sulfonamida.
Dosis
Bayi usia 6 minggu 6 bulan
Efek Samping
23
Walaupun sifatnya jarang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas yang fatal pada
kulit atau darah seperti sindrom Steven Johnson, toxic epidermal, necrosis
fulminant, hepatic necrosis dan diskrasia darah lainnya.
Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, dosis harus dikurangi untuk
mencegah terjadinya akumulasi obat.
Interaksi Obat
24
2.
Attapulgite
tab
(New
Diatab, Entrostop)
Farmakodinamik
Attapulgite merupakan magnesium alumunium silikat alamiah yang telah
dimurnikan dan diaktifkan dengan cara pemanasan untuk meningkatkan
kemampuan absorbsinya. Attapulgite mempunyai daya absorbsi untuk
menyerap racun, bakteri dan enterovirus yang menyebabkan diare. Dapat
mengurangi frekuensi buang air besar dan membantu memperbaiki
konsistensi feses.
Indikasi
Indikasi New Diatabs adalah untuk pengobatan simptomatik pada diare
nonspesifik.
Kontraindikasi
Obat New Diatabs tidak boleh diberikan kepada pasien dimana konstipasi
harus dihindari dan yang hipersensitif atau alergi terhadap activated
attapulgite.
Sediaan dan Dosis
Sediaan : tablet 600 mg
Dosis yang umum diberikan :
Dewasa dan anak-anak 12 tahun atau lebih : 2 tablet setelah buang air
besar, maksimum penggunaan 12 tablet New Diatabs dalam waktu 24
jam.
Anak-anak 6 12 tahun : 1 tablet New Diatabs setelah buang air besar.
Maksimum penggunaan 6 tablet dalam waktu 24 jam.
Peringatan dan perhatian
New Diatabs dapat diminum dengan atau tanpa makanan.
25
New Diatabs tidak boleh digunakan lebih dari 2 hari pada keadaan demam
tinggi.
Diare dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit. Karena itu
terapi rehidrasi (dengan cairan oral rehidrasi) mungkin diperlukan.
Tablet jangan digunakan pada anak-anak umur 3-6 tahun, kecuali atas
petunjuk dokter dan jika diare pada anak-anak disertai dengan dehidrasi
maka pengobatan awal harus diberikan cairan rehidrasi oral.
New Diatabs dapat mempengaruhi absorbsi saluran pencernaan dari obatobat lain, karena itu dianjurkan interval waktu 23 jam antara pemberian
oral obat-obat lain dengan obat ini.
Hati-hati penggunaan New Diatabs pada penderita gangguan fungsi ginjal,
asma bronkial, obstruksi saluran pencernaan dan pembesaran prostat.
Interaksi obat
Dapat mengurangi aksi obat lainnya.
Dapat terjadi interaksi dengan obat hipoglikemia oral, antikoagulan,
antagonis vitamin K, asam para amino benzoat, dan prokain.
Dapat
meningkatkan
efek
antikolinergik
obat-obat
antihistamin,
26
Farmakodinamik
mengurangi
nyeri
dengan
cara
menghambat
Indikasi
Indikasi Parasetamol adalah :
Mengurangi nyeri pada kondisi : sakit kepala, nyeri otot, sakit gigi,
nyeri pasca operasi minor, nyeri trauma ringan.
demam,
paracetamol
hanya
bersifat
simtomatik
yaitu
27
Kontraindikasi
Paracetamol Tablet
Setiap tablet mengandung Parasetamol 500 mg.
Paracetamol Tablet
Dewasa dan anak di atas 12 tahun : 1 tablet, 3 4 kali sehari.
Anak-anak 6 12 tahun : 1, tablet 3 4 kali sehari.
Efek Samping
28
Bila setelah 2 hari demam tidak menurun atau setelah 5 hari nyeri tidak
menghilang, perlu observasi lebih lanjut.
4. Metoclopramide
Farmakokinetik
Absorbsi : Setelah pemberian oral, cepat dan hampir sepenuhnya diserap, data
yang terbatas menunjukkan bahwa 30-100% dari dosis oral mencapai sirkulasi
sistemik sebagai metoclopramide berubah. konsentrasi plasma puncak biasanya
dicapai pada 1-2 jam. Setelah pemberian IM, bioavailabilitas absolut adalah
74-96%. Onset : Setelah pemberian oral, 30-60 menit untuk efek pada GI tract.
Setelah pemberian IM, 10-15 menit untuk efek pada GI tract. Setelah
pemberian IV, 1-3 menit untuk efek pada GI tract. Durasi : 1-2 jam.
29
persyarafan
nervus
vagus.
Tetapidihambat
oleh
obat-obat
30
Kontraindikasi :
Penderita feokromositoma
Tablet 10 mg
Dosis
Efek samping
5.Oralit
31
mengganti
kehilangan
elektrolit,
mengoreksi
gangguan
Efek samping
Efek samping yang sering terjadi:
Gangguan keseimbangan elektrolit : gangguan keseimbangan elektrolit akibat
kelebihan natrium. Hal ini dapat juga diakibatkan oleh efek anion yang
spesifik. Retensi natrium berlebih di dalam tubuh biasanya terjadi ketika
ekskresi natrium melalui ginjal terganggu. Hal ini memicu terakumulasinya
cairan ekstraseluler untuk mempertahankan osmolalitas plasma normal yang
dapat menimbulkan edema paru dan perifer berikut konsekuensinya.
32
33
BAB V
PENUTUP
Disentri
basiler/shigellosis
merupakan
suatu
infeksi
akut
yang
mengakibatkan radang pada kolon, yang disebabkan kuman genus Shigella, yang
ditandai gejala diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, serta nyeri perut dan
tenesmus.
Pada kasus diatas diberikan terapi non medikamentosa dan medikamentosa
yang meliputi:
1. Istirahat, makan dan minum dipertahankan untuk mencegah terjadinya
dehidrasi dan menjaga kebutuhan nutrisi
2. Diet saring TKTP rendah serat dan lunak untuk mengistirahatkan usus
3. Jika ada tanda-tanda dehidrasi berat segera dibawa ke pelayanan kesehatan
4. Pemberian antibiotik untuk menghilangkan infeksi, mengurangi morbiditas
dan mencegah komplikasi.
5. Pemberian analgetik dan antipiretik serta antiemetik sebagai pengobatan
simptomatis
6. Pemberian New diatabs untuk menyerap racun, bakteri dan enterovirus yang
menyebabkan diare. Dapat mengurangi frekuensi buang air besar dan
membantu memperbaiki konsistensi feses.
7. Pemberian oralit untuk mengatasi dehidrasi ringan
Pasien dengan disentri basiler harus segera ditangani untuk menghindari
terjadinya dehidrasi dan komplikasi lain yang lebih lanjut bahkan sampai
kematian. Dengan penanganan yang cepat maka resiko terjadinya komplikasi dan
kematian dapat diminimalkan.
34
DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2009. National Shigella
Surveillance Annual Summary. Atlanta, Georgia: US Department of Health
and Human Services.
Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry
NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease.
New York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.
Jawetz M, Adelbergs. 2008. Mikrobiologi Kedokteran edisi 2, cetakan I. Alih
Bahasa: Huriwati Hartanto, et al. Jakarta : EGC.
Katzung, B. G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi VI , Jakarta : EGC.
Ganiswara. 1995. Farmakologi dan Terapan Edisi IV. Jakarta : Bagian
Farmakologi FKUI.
Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH,
editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology 2nd edition.
New York: Lange Medical Books, 2003. 131 - 50.
Mandal B.k, EGL Wilkins, EM Dunbar, R.T Mayon-White. 2008. Lecture notes
penyakit Infeksi. Jakarta : Erlangga.
Oesman, Nizam. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi III . Jakarta : FKUI.
Sudoyo, Aru W, et al. 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Sulistia G. 2001. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi
FK UI.
Syaroni A, Hoesadha Y. 2006. Disentri Basiler .Buku Ajar Penyakit Dalam.
Jakarta : FKUI.
Tjay TH, Rahardja K. 2001. Obat- Obat Penting: Khasiat, Penggunaan , dan
Efek- Efek Sampingnya Edisi ke- 5. Jakarta: PT Elex Media Komputindo :
64-82.
Tjokroprawiro, Askandar, et al 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Press.
35
36