Anda di halaman 1dari 64

Model Pembelajaran Project Based Learning dan Kurikulum 2013

Apa kabar pembaca setia blog penelitian tindakan kelas? Semoga kita semua
selalu dalam lindunganNya untuk mengemban tugas mulia memajukan
pendidikan anak bangsa untuk menyongsong era generasi emas di masa datang.
Kali ini, kami ingin berbagi mengenai model pembelajaran berbasis proyek
(Project Based Learning) dalam kaitannya dengan pendekatan saintifik (scientific
approach) dan implementasi Kurikulum 2013. Yuk disimak.

Project Based Learning (Model Pembelajaran Berbasis Proyek)

Apakah model pembelajaran berbasis proyek itu? Model pembelajaran berbasis


proyek (project based learning) adalah sebuah model pembelajaran yang
menggunakan proyek (kegiatan) sebagai inti pembelajaran. Dalam kegiatan ini,
siswa melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, dan sintesis informasi untuk
memperoleh berbagai hasil belajar (pengetahuan, keterampilan, dan sikap).

Saat ini pembelajaran di sekolah-sekolah kita masih lebih terfokus pada hasil
belajar berupa pengetahuan (knowledge) semata. Itupun sangat dangkal, hanya
sampai pada tingkatan ingatan (C1) dan pemahaman (C2) dan belum banyak
menyentuh aspek aplikasi (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6). Ini
berarti pada umumnya, pembelajaran di sekolah belum mengajak siswa untuk
menerapkan, mengolah setiap unsur-unsur konsep yang dipelajariuntuk
membuat (sintesis) generaliasi, dan belum mengajak siswa mengevaluasi
(berpikir kritis) terhadap konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang telah
dipelajarinya. Sementara itu, aspek keterampilan (psikomotor) dan sikap
(attitude) juga banyak terabaikan.

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)

Di dalam pelaksanaannya, model pembelajaran berbasis proyek memiliki


langkah-langkah (sintaks) yang menjadi ciri khasnya dan membedakannya dari
model pembelajaran lain seperti model pembelajaran penemuan (discovery
learning model) dan model pembelajaran berdasarkan masalah (problem based
learning model). Adapun langkah-langkah itu adalah; (1) menentukan
pertanyaan dasar; (2) membuat desain proyek; (3) menyusun penjadwalan; (4)
memonitor kemajuan proyek; (5) penilaian hasil; (6) evaluasi pengalaman.

Model pembelajaran berbasis proyek selalu dimulai dengan menemukan apa


sebenarnya pertanyaan mendasar, yang nantinya akan menjadi dasar untuk
memberikan tugas proyek bagi siswa (melakukan aktivitas). Tentu saja topik
yang dipakai harus pula berhubungan dengan dunia nyata. Selanjutnya dengan
dibantu guru, kelompok-kelompok siswa akan merancang aktivitas yang akan
dilakukan pada proyek mereka masing-masing. Semakin besar keterlibatan dan
ide-ide siswa (kelompok siswa) yang digunakan dalam proyek itu, akan semakin
besar pula rasa memiliki mereka terhadap proyek tersebut. Selanjutnya, guru
dan siswa menentukan batasan waktu yang diberikan dalam penyelesaian tugas
(aktivitas) proyek mereka.

Dalam berjalannya waktu, siswa melaksanakan seluruh aktivitas mulai dari


persiapan pelaksanaan proyek mereka hingga melaporkannya sementara guru
memonitor dan memantau perkembangan proyek kelompok-kelompok siswa dan
memberikan pembimbingan yang dibutuhkan. Pada tahap berikutnya, setelah
siswa melaporkan hasil proyek yang mereka lakukan, guru menilai pencapaian
yang siswa peroleh baik dari segi pengetahuan (knowledge terkait konsep yang
relevan dengan topik), hingga keterampilan dan sikap yang mengiringinya.
Terkahir, guru kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk
merefleksi semua kegiatan (aktivitas) dalam pembelajaran berbasis proyek yang
telah mereka lakukan agar di lain kesempatan pembelajaran dan aktivitas
penyelesaian proyek menjadi lebih baik lagi.

ManfaatYang Dapat Diraih

Banyak sekali manfaat yang dapat diraih melalui penerapan model pembelajaran
berbasis proyek (Project Based Learning) ini, misalnya: (1) siswa menjadi
pebelajar aktif; (2) pembelajaran menjadi lebih interaktif atau multiarah; (3)
pembelajaran menjadi student centred); (4) guru berperan sebagai fasilitator; (5)
mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa; (6) memberikan
kesempatan siswa memanajemen sendiri kegiatan atau aktivitas penyelesaian
tugas sehingga melatih mereka menjadi mandiri; (7) dapat memberikan
pemahaman konsep atau pengetahuan secara lebih mendalam kepada siswa;
dsb.

Penilaian Dalam Model Pembelajaran Project Based Learning


Karena pembelajaran berbasis proyek dapat memberikan hasil belajar dalam
bentuk pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill atau psikomotor), dan
sikap (attitude atau afektif), maka penilaiannyapun dilakukan untuk ketiga ranah
ini. Bentuk penilaian dapat berupa tes atau nontes. Sebaiknya penilaian yang
dilakukan untuk model pembelajaran berbasis proyek ini lebih mengutamakan

aspek kemampuan siswa dalam mengelola aktivitas-aktivitas mereka dalam


penyelesaian proyek yang dipilih dan dirancangnya, relevansi atau kesesuaian
proyek dengan topik pembelajaran yang sedang dipelajari hingga keaslian
(orisinalitas) proyek yang mereka garap.

Model Pembelajaran Berbasis Proyek dan Kurikulum 2013

Dalam rasional perubahan kurikulum sebelumnya (KTSP/Kurikulum 2006) ke


Kurikulum2013 disebutkan bahwa perkembangan pengetahuan dan pedagogi
dalam hal ini neurologi, psikologi, observation based (discovery) learning dan
collaborative learning adalah salah satu alasan pentingnya perubahan kurikulum.
Hal ini tentu berimplikasi pada model-model pembelajaran yang digunakan
dalam kegiatan mengajar di sekolah. Salah satu model pembelajaran yang
dianjurkan untuk digunakan adalah model pembelajaran berbasis proyek (project
based learning). Hal ini tentunya bukan tanpa alasan, karena mengingat
karakteristik-karakteristik unggul dari model pembelajaran ini yang mampu
mengakomodasi alasan tersebut di atas.

Selain itu pembelajaran tentunya harus diubah dari kecenderungan lama (satu
arah) agar menjadi lebih interaktif (multiarah). Melalui model pembelajaran ini,
siswa juga akan dapat diharapkan menjadi aktif menyelidiki (belajar) dengan
menyajikan dunia nyata (bukan abstrak) kepada mereka. Di dalam model
pembelajaran ini, siswa akan bekerja secara tim (berkelompok) kooperatif dan
mengubah pemikiran faktual semata menjadi pemikiran yang lebih kritis dan
analitis.

Salah Satu Model Pembelajaran dalam Pendekatan Saintifik

Model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) merupakan salah


satu model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru sehingga secara
otomatis guru berarti juga menggunakan pendekatan saintifik (scientific
approach) dalam pembelajarannya. Pendekatan saintifik adalah pendekatan
pembelajaran di mana siswa memperoleh pengetahuan berdasarkan cara kerja
ilmiah. Melalui pendekatan saintifik ini siswa akan diajak meniti jembatan emas
sehingga ia tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan (knowledge) semata
tetapi juga akan mendapatkan keterampilan dan sikap-sikap yang dibutuhkan
dalam kehidupannya kelak. Saat belajar menggunakan model pembelajaran
berbasis proyek ini, siswa dapat berlatih menalar secara induktif (inductive
reasoning). Sebagai salah satu model pembelajaran dalam pendekatan saintifik,

project based learning (model pembelajaran berbasis proyek) sangat sesuai


dengan Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 Lampiran IV mengenai proses
pembelajaran yang harus memuat 5M, yaitu: (1) mengamati; (2) menanya; (3)
mengumpulkan informasi; (4) mengasosiasi; dan (5) mengkomunikasikan.

Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Aktif Termaktub Dalam Project Based Learning

Dalam model pembelajaran berbasis proyek ini, siswa melakukan pembelajaran


aktif. Mereka benar-benar akan dibuat aktif baik secara hands on (melalui
kegiatan-kegiatan fisik), maupun secara minds on (melalui kegiatan-kegiatan
berpikir/secara mental). Karena itulah, ruh dari pelaksanaaan model
pembelajaran berbasis proyek ini sesuai sekali dengan amanat Kurikulum 2013.
Siswa, melalui pembelajaran aktif akan melakukan aktifitas 5M (mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan).

Demikian tulisan mengenai Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based


Learning) dalam kaitannya dengan Kurikulum 2013 dari blog kesayangan kita
Penelitian Tindakan Kelas. Semoga bermanfaat.

RUMAH ELEKTRON

Selasa, 19 November 2013


4 model pembelajaran untuk kurikulum 2013

BAB I
PENDAHULUAN
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam
mengorganisasikan kelas pada umumnya atau dalam menyajikan bahan
pelajaran pada khususnya, yang merupakan alat untuk mencapai suatu
tujuan.Metode pembelajaran tidak hanya berfungsi sebagai cara untuk
menyampaikan materi saja, melainkan berfungsi juga untuk pemberian
dorongan, pengungkap tumbuhnya minat belajar, penyampaian bahan belajar,
pencipta iklim belajar yang kondusif, tenaga untuk melahirkan kreativitas,
pendorong untuk penilaian diri dalam proses dan hasil belajar, dan pendorong
dalam melengkapi kelemahan hasil belajar

Pembelajaran yang efektif salah satunya ditentukan oleh pemilihan metode


pembelajaran, saat guru menyusun rencana pembelajaran yang dituangkan
dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Kemahiran guru untuk memilih
metode pembelajaran yang serasi dengan kebutuhan ditentukan oleh
pengalamannya, keluasan pemahaman guru tentang bahan pelajaran,
tersedianya media, pemahaman guru tentang karakteristik siswa, dan
karakteristik belajar. Dimana penggunaan metode pembelajaran dipengaruhi
oleh faktor-faktor antara lain tujuan, anak didik, situasi, fasilitas, dan pribadi
guru.
Metode pembelajaran apapun yang digunakan oleh guru menurut Majid, A.
(2005:136) hendaknya dapat mengakomodasi menyeluruh terhadap prinsipprinsip pembelajaran.
Pertama, berpusat pada anak didik (student oriented). Guru harus memandang
anak didik sebagai sesuatu yang unik, tidak ada dua orang anak didik yang
sama, sekalipun mereka kembar. Suatu kesalahan jika guru memperlakukan
mereka secara sama. Gaya belajar (learning style) anak didik harus diperhatikan.
Kedua, belajar dengan melakukan (learning by doing). Supaya proses belajar
menyenangkan guru harus menyediakan kesempatan kepada anak didik untuk
melakukan apa yang dipelajarinya, sehingga ia memperoleh pengalaman nyata.
Ketiga, mengembangkan kemampuan sosial. Proses pembelajaran dan
pendidikan selain sebagai wahana untuk memperoleh pengetahuan, juga
sebagai sarana untuk berinteraksi sosial (learning to live together).
Keempat, mengembangkan keingintahuan dan imajinasi. Proses pembelajaran
dan pengetahuan harus dapat memancing rasa ingin tahu anak didik. Juga
mampu memompa daya imajinasi anak didik untuk berpikir kritis dan kreatif.
Kelima, mengembangkan kreativitas dan keterampilan memecahkan masalah.

BAB II
PEMBAHASAN

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Pengertian Pembelajaran Kooperatif


Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya
tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan

terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, dkk,


2000:7).
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara
berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang
terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru.
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting
kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota
kelompok sebagai wadah siswa untuk bekerjasama dan memecahkan suatu
masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan
kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada
waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain.
Model Pembelajaran Kooperatif, dibatasi sebagai lingkungan belajar dimana
siswa bekerja sama dalam suatu kelompok kecil yang kemampuannya berbedabeda untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik. Pembelajaran kooperatif
dapat diartikan sebagai model pembelajaran yang menekankan pada keaktifan
siswa dalam kelompok kecil, mempelajari materi pelajaran dan mengerjakan
tugas.
Model pembelajaran ini memanfaatkan bantuan siswa lain untuk meningkatkan
pemahaman dan penguasaan bahan pelajaran, karena terkadang siswa lebih
paham akan hal yang disampaikan temannya daripada guru serta bahasa yang
digunakan siswa kadang lebih mudah dipahami oleh siswa lainnya. Tujuan
dibentuknya kelompok kooperatif adalah memberikan kesempatan kepada siswa
agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dalam kegiatan belajar.
Kelompok siswa tersebut harus saling bekerja sama dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif lebih dari
sekedar bekerja dalam kelompok. (Slavin, 2008: 113)
Jenis-Jenis Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin (2008: 11), model pembelajaran kooperatif terdiri atas lima jenis
atau tipe. Secara ringkas kelima model pembelajaran kooperatif tersebut
dijelaskan sebagai berikut.
Student Teams Achievement Division (STAD), tipe ini lebih menekankan pada
interaksi dan aktivitas diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling
membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai hasil yang
maksimal
Teams Game Tournament (TGT), model ini hampir sama dengan model STAD
tetapi menggantikan kuis dengan tornamen mingguan, dimana antar kelompok
memainkan game untuk menentukan skor kelompok mereka. Teman satu tim
akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan
mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain
Group Investigation, dalam model ini siswa dibagi menjadi beberapa kelompok
yang terdiri dari 4-5 siswa, pembagian kelompok dapat dibentuk berdasarkan
perkawanan atau berdasarkan keterkaitan akan sebuah materi tanpa melanggar

cirri-ciri cooperative learning. Pada model ini siswa diberi sub topik yang ingin
mereka pelajari dan topic yang biasanya telah ditentukan guru, setelah itu guru
dan siswa merumuskan tujuan, langkah-langkah belajar berdasarkan sub topic
dan materi yang dipilih
Jigsaw, merupakan salah satu tipe pembelajaran yang mendorong siswa aktif
dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai
prestasi yang maksimal. Dalam model ini terdapat tahap-tahap dalam
menyelenggarakannya, yaitu pembentukan kelompok-kelompok kecil yang
dilakukan oleh guru berdasarkan pertimbangan tertentu
Sedangkan dua pendekatan lain yang dirancang untuk kelas-kelas rendah
adalah:
5.
Team Assited Individualization (TAI), digunakan pada pembelajaran
matematika untuk tingkat 3-6 (setingkat TK).Dalam model ini para siswa
memasuki sekuen individual berdasarkan tes penempatan dan kemudian
melanjutkan dengan tingkat kemaampuannya sendiri. Secara umum, anggota
kelompokm bekerja dengan unit pelajaran berbeda. Teman satu tim saling
memeriksa hasil kerja masing-masing menggunakan lembar jawaban dan saling
membantu dalam menyelesaikan masalah
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), digunakan pada
pembelajaran membaca dan menulis pada tingkatan 2-8 (setingkat TK sampai
SD). dalam model ini siswa lebih banyak mengikuti serangkaian pengajaran
guru, para-penilaian tim, dan kuis. Penghargaan untuk tim dan sertifikat akan
diberikan kepada tim berdasarkan kinerja rata-rata dari semua anggota tim
dalam semua kegiatan
Model pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur
tujuan, dan struktur penghargaan (Arends, 1997: 110-111).
a.
Struktur tugas mengacu pada cara pengaturan pembelajaran dan jenis
kegiatan siswa dalam kelas
b.
Struktur tujuan, yaitu sejumlah kebutuhan yang ingin dicapai oleh siswa
dan guru pada akhir pembelajaran atau saat siswa menyelesaikan pekerjaannya.
Ada tiga macam struktur tujuan, yaitu:
1. Struktur tujuan individualistik
2. Struktur tujuan kompetitif
3. Struktur tujuan kooperatif
c.
Struktur penghargaan kooperatif, yaitu penghargaan yang diberikan pada
kelompok jika keberhasilan kelompok sebagai akibat keberhasilan bersama
anggota kelompok.

Ciri-Ciri dan Tahapan pada Model Kooperatif


Menurut Arends (1997: 111), pembelajaran yang menggunakan model kooperatif
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan


materi belajar,

kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang


dan rendah,

jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin yang berbeda-beda,

penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif


Langkah
Indikator
Tingkah Laku Guru
Langkah 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi
dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.
Langkah 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa
Langkah 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menginformasikan pengelompokan siswa
Langkah 4
Membimbing kelompok belajar
Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompokkelompok
belajar
Langkah 5
Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah


dilaksanakan
Langkah 6
Memberikan penghargaan
Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.

PROBLEM BASED-LEARNING
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL) adalah
kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalahmasalah yang menuntut peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang
membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model
belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses
pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan
masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari.
Pengertian Pembelajaran Problem Basedlearning
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran
yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk
belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta
didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).
Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang
menantang peserta didik untuk belajar bagaimana belajar, bekerja secara
berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang
diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada
pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum
peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah
yang harus dipecahkan.

Langkah- langkah Problem Based Learning (PBL)


Terdapat lima langkah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based
Learning (PBL). Bobot atau kedalaman setiap langkahnya disesuaikan dengan
mata pelajaran.
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah: Konsep Dasar (Basic Concept)
Jika dipandang perlu, fasilitator dapat memberikan konsep dasar, petunjuk,
referensi, atau link dan skill yang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal
ini dimaksudkan agar peserta didik lebih cepat masuk dalam atmosfer
pembelajaran dan mendapatkan peta yang akurat tentang arah dan tujuan

pembelajaran. Lebih jauh, hal ini diperlukan untuk memastikan peserta didik
memperoleh kunci utama materi pembelajaran, sehingga tidak ada kemungkinan
terlewatkan oleh peserta didik seperti yang dapat terjadi jika peserta didik
mempelajari secara mandiri. Konsep yang diberikan tidak perlu detail,
diutamakan dalam bentuk garis besar saja, sehingga peserta didik dapat
mengembangkannya secara mandiri secara mendalam.
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah: Pendefinisian Masalah
(Defining the Problem)
Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan dan
dalam kelompoknya, peserta didik melakukan berbagai kegiatan. Pertama,
brainstorming yang dilaksanakan dengan cara semua anggota kelompok
mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas,
sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat. Setiap
anggota kelompok memiliki hak yang sama dalam memberikan dan
menyampaikan ide dalam diskusi serta mendokumentasikan secara tertulis
pendapat masing-masing dalam kertas kerja.
Selain itu, setiap kelompok harus mencari istilah yang kurang dikenal dalam
skenario tersebut dan berusaha mendiskusikan maksud dan artinya. Jika ada
peserta didik yang mengetahui artinya, segera menjelaskan kepada teman yang
lain. Jika ada bagian yang belum dapat dipecahkan dalam kelompok tersebut,
ditulis dalam permasalahan kelompok. Selanjutnya, jika ada bagian yang belum
dapat dipecahkan dalam kelompok tersebut, ditulis sebagai isu dalam
permasalahan kelompok.
Kedua, melakukan seleksi alternatif untuk memilih pendapat yang lebih fokus.
Ketiga, menentukan permasalahan dan melakukan pembagian tugas dalam
kelompok untuk mencari referensi penyelesaian dari isu permasalahan yang
didapat. Fasilitator memvalidasi pilihan-pilihan yang diambil peserta didik. Jika
tujuan yang diinginkan oleh fasilitator belum disinggung oleh peserta didik,
fasilitator mengusulkannya dengan memberikan alasannya. Pada akhir langkah
peserta didik diharapkan memiliki gambaran yang jelas tentang apa saja yang
mereka ketahui, apa saja yang mereka tidak ketahui, dan pengetahuan apa saja
yang diperlukan untuk menjembataninya. Untuk memastikan setiap peserta didik
mengikuti langkah ini, maka pendefinisian masalah dilakukan dengan mengikuti
petunjuk.
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah: Pembelajaran Mandiri (Self
Learning)
Setelah mengetahui tugasnya, masing-masing peserta didik mencari berbagai
sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi. Sumber yang
dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan,
halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan. Tahap investigasi
memiliki dua tujuan utama, yaitu: (1) agar peserta didik mencari informasi dan
mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah
didiskusikan di kelas, dan (2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu

dipresentasikan di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan dapat


dipahami.
Di luar pertemuan dengan fasilitator, peserta didik bebas untuk mengadakan
pertemuan dan melakukan berbagai kegiatan. Dalam pertemuan tersebut
peserta didik akan saling bertukar informasi yang telah dikumpulkannya dan
pengetahuan yang telah mereka bangun. Peserta didik juga harus
mengorganisasi informasi yang didiskusikan, sehingga anggota kelompok lain
dapat memahami relevansi terhadap permasalahan yang dihadapi.
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah: Pertukaran Pengetahuan
(Exchange knowledge)
Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam
langkah pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya peserta
didik berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan
merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini
dapat dilakukan dengan cara peserrta didik berkumpul sesuai kelompok dan
fasilitatornya.
Tiap kelompok menentukan ketua diskusi dan tiap peserta didik menyampaikan
hasil pembelajaran mandiri dengan cara mengintegrasikan hasil pembelajaran
mandiri untuk mendapatkan kesimpulan kelompok. Langkah selanjutnya
presentasi hasil dalam pleno (kelas besar) dengan mengakomodasi masukan dari
pleno, menentukan kesimpulan akhir, dan dokumentasi akhir. Untuk memastikan
setiap peserta didik mengikuti langkah ini maka dilakukan dengan mengikuti
petunjuk.
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah: Penilaian (Assessment)
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge),
kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan
pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan
dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR,
dokumen, dan laporan. Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari
penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun
kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap
dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam
diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam
pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru
mata pelajaran yang bersangkutan.
Sintaks Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)

Tahap
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa

Tahap I
Orientasi siswa kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan kebutuhan yang diperlukan
dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang
dipilihnya
Siswa menginventarisasi dan mempersiapkan kebutuhan yang diperlukan dalam
proses pembelajaran. Siswa berada dalam kelompok yang telah ditetapkan
Tahap 2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah tersebut
Siswa membatasi permasalahannya yang akan dikaji
Tahap 3
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Siswa melakukan inkuiri, investigasi, dan bertanya untuk mendapatkan jawaban
atas permasalahan yang dihadapi
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan laporan serta
membantu siswa untuk berbagai tugas dalam kelompoknya
Siswa menyusun laporan dalam kelompok dan menyajikannya dihadapan kelas
dan berdiskusi dalam kelas
Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
Siswa mengikuti tes dan menyerahkan tugas-tugas sebagai bahan evaluasi
proses belajar

Contoh Pembelajaran Problem Based Learning


Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik terlebih
dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian
peserta didik diminta mencatat masalah-masalah yang muncul. Setelah itu tugas
guru adalah meransang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan
masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk
bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari
mereka.
Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar.
Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks
lingkungan peserta didik, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik
untuk belajar diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh
pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar
merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka
mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi
pembelajaran.
Contoh Pembelajaran Problem Based Learning:
Fase (1) Mengorientasikan Peserta Didik pada Masalah
Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitasaktivitas yang akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL, tahapan ini sangat
penting dimana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan
oleh peserta didik dan juga oleh guru. serta dijelaskan bagaimana guru akan
mengevaluasi proses pembelajaran. Hal ini sangat penting untuk memberikan
motivasi agar peserta didik dapat mengerti dalam pembelajaran yang akan
dilakukan. Ada empat hal yang perlu dilakukan dalam proses ini, yaitu sebagai
berikut.
Tujuan utama pengajaran tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi
baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah
penting dan bagaimana menjadi peserta didik yang mandiri.
Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak
benar, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak
penyelesaian dan seringkali bertentangan.
Selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), peserta didik didorong untuk
mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai
pembimbing yang siap membantu, namun peserta didik harus berusaha untuk
bekerja mandiri atau dengan temannya.

Selama tahap analisis dan penjelasan, peserta didik akan didorong untuk
menyatakan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan. Tidak ada ide
yang akan ditertawakan oleh guru atau teman sekelas. Semua peserta didik
diberi peluang untuk menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ideide mereka.
Contoh Pembelajaran Berbasis Masalah:
Fase (2) Mengorganisasikan Peserta Didik untuk Belajar
Di samping mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, pembelajaran
PBL juga mendorong peserta didik belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu
masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh
sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk
kelompok-kelompok peserta didik dimana masing-masing kelompok akan
memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip
pengelompokan peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan
dalam konteks ini seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar
anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya. Guru
sangat penting memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok
untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran.
Setelah peserta didik diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk
kelompok belajar selanjutnya guru dan peserta didik menetapkan subtopiksubtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal. Tantangan utama
bagi guru pada tahap ini adalah mengupayakan agar semua peserta didik aktif
terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini
dapat menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.
Contoh Pembelajaran Problem Based Learning:
Fase (3) Membantu Penyelidikan Mandiri dan Kelompok
Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan
memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu
melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen,
berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan. Pengumpulan data
dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru
harus mendorong peserta didik untuk mengumpulkan data dan melaksanakan
eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami
dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar peserta didik
mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka
sendiri.
Guru membantu peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya dari berbagai sumber, dan ia seharusnya mengajukan pertanyaan
pada peserta didik untuk berifikir tentang masalah dan ragam informasi yang
dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat dipertahankan.

Setelah peserta didik mengumpulkan cukup data dan memberikan permasalahan


tentang fenomena yang mereka selidiki, selanjutnya mereka mulai menawarkan
penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelesan, dan pemecahan. Selama
pengajaran pada fase ini, guru mendorong peserta didik untuk menyampikan
semua ide-idenya dan menerima secara penuh ide tersebut. Guru juga harus
mengajukan pertanyaan yang membuat peserta didik berpikir tentang kelayakan
hipotesis dan solusi yang mereka buat serta tentang kualitas informasi yang
dikumpulkan.
Contoh Pembelajaran Berbasis Masalah:
Fase (4) Mengembangkan dan Menyajikan Artifak (Hasil Karya) dan
Mempamerkannya
Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artifak (hasil karya) dan
pameran. Artifak lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu video tape
(menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model
(perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program
komputer, dan sajian multimedia. Tentunya kecanggihan artifak sangat
dipengaruhi tingkat berpikir peserta didik. Langkah selanjutnya adalah
mempamerkan hasil karyanya dan guru berperan sebagai organisator pameran.
Akan lebih baik jika dalam pemeran ini melibatkan peserta didik-peserta didik
lainnya, guru-guru, orang tua, dan lainnya yang dapat menjadi penilai atau
memberikan umpan balik.
Contoh Pembelajaran Berbasis Masalah:
Fase (5) Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah
Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan untuk
membantu peserta didik menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri
dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama
fase ini guru meminta peserta didik untuk merekonstruksi pemikiran dan
aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya.
PROJECT BASED- LEARNING
Pengertian Pembelajaran Project Based Learning/PjBL
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning/PjBL) adalah model
pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik
melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk
menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.Pembelajaran Berbasis Proyek
merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal
dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan
pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyek
dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan
peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya.

Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun


(a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek
kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum.
Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat
berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang
sedang dikajinya. PjBL merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik
dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.
Mengingat bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang
berbeda, maka Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada
para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan
berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara
kolaboratif. Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan investigasi mendalam
tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha
peserta didik.
Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dikatakan sebagai operasionalisasi konsep
Pendidikan Berbasis Produksi yang dikembangkan di Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK). SMK sebagai institusi yang berfungsi untuk menyiapkan lulusan
untuk bekerja di dunia usaha dan industri harus dapat membekali peserta
didiknya dengan kompetensi terstandar yang dibutuhkan untuk bekerja
dibidang masing-masing. Dengan pembelajaran berbasis produksi peserta
didik di SMK diperkenalkan dengan suasana dan makna kerja yang
sesungguhnya di dunia kerja. Dengan demikian model pembelajaran yang cocok
untuk SMK adalah pembelajaran berbasis proyek.

Ciri ciri dan Prinsip Pembelajaran Project Based Learning/PjBL

Ada lima Kriteria apakah suatu pembelajaran berproyek termasuk pembelajaran


berbasis proyek , lima criteria itu yaitu :

a.

Keterpusatan ( centrality)

Proyek dalam pembelajaran berbasis proyek adalah pusat atau inti kurikulum,
bukan pelengkap kurikulum ,didalam pembelajaran proyek adalah strategi
pembelajaran, pelajaran mengalami dan belajar konsep konsep inti suatu
disiplin ilmu melalui proyek. Model ini merupakan pusat strategi pembelajaran,
dimana siswa belajar konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja
proyek. Oleh karna itu, kerja proyek bukan merupakan praktik tambahan dan
aplikasi praktis dari konsep yang sedang dipelajari , melainkan menjadi sentral
kegiatan pembelajaran dikelas.

b.

Berfokus pada pertanyaan atau masalah

Proyek dalam PBL adalah berfokus pada pertanyaan atau masalah , yang
mendorong pelajar menjalani (dalam kerja keras ) konsep-konsep dan prinsipprinsip inti atau pokok dari disiplin.

c.

Investigasi konstruktif atau desain

Proyek melibatkan pelajaran dalam investigasi konstruktif dapat berupadesain,


pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, deskoveri
akan tetapi aktifitas inti dari proyek ini harus meliputi transformasi dan kontruksi
pengetahuan

d.

Bersifat otonomi pembelajaran

Lebih mengutamakan otonomi, pilihan waktu kerja dan tanggung jawab


pelajaran terhadap proyek

e.

Bersifat realisme

Pembelajaran berebasis proyek melibatkan tantangan kehidupan nyata ,


berfokus pada pertanyaanatau masalah autentik bukan simulative dan
pemecahannya berpotensi untuk diterapkan dilapangan yang sesungguhnya.

Pelaksanaan pembelajaran berbasis Project Based Learning/PjBL

Berdasarkan kegiatan pengajar dan pelajar dalam pendekatan PBL, maka PBL
yang akan dibuat di dalam lingkungan web terbagi dalam tiga tahapan yakni
persiapan, pembelajaran dan evaluasi, tetapi dari tiga tahapan tersebut dapat
dideskripsikan menjadi enam tahapan sebagai berikut

a.

Persiapan

Pengajar merancang desain atau membuat kerangka proyek yang bermanfaat


dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pelajar dalam
mengembangkan pemikiran terhadap proyek tersebut sesuai dengan kerangka
yang ada, dan menyediakan sumber yang dapat membantu pengerjaannya. Hal
ini akan mendukung keberhasilan pelajar dalam menyelesaikan suatu proyek dan
cukup membantu dalam menjawab pertanyaan, beraktifitas dan berkarya.
Kerangka menjadi sesuatu yang penting untuk dibaca dan digunakan oleh
pelajar. Oleh karenanya, pengajar harus melakukan perannya dengan baik dalam
menganalisa dan mengintegrasikan kurikulum, mengumpulkan pertanyaan,

mencari web site atau sumber yang dapat membantu pelajar dalam
menyelesaikan proyek, dan menyimpannya di dalam web.

b.

Penugasan/menentukan topik.

Sesuai dengan tugas proyek yang diberikan oleh pengajar maupun pilihan
sendiri, pelajar akan memperoleh dan membaca kerangka proyek, lalu berupaya
mencari sumber yang dapat membantu. Dengan berdasar pada referensi alamat
web yang berisi materi relevan, pelajar dengan cepat dan langsung
mendapatkan materi yang berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan proyek.
Lalu pelajar berupaya berpikir dengan kemampuannya berdasar pada
pengalaman yang dimiliki, membuat pemetaan topik, dan mengembangkan
gagasannya dalam menentukan sub topik suatu proyek.

c.

Merencanakan kegiatan.

Pelajar bekerja dalam proyek individual, kelompok dalam satu kelas atau antar
kelas. Pelajar menentukan kegiatan dan langkah yang akan diambil sesuai
dengan sub topiknya, merencanakan waktu pengerjaan dari semua sub topik dan
menyimpannya di dalam web. Jika bekerja dalam kelompok, tiap anggota harus
mengikuti aturan dan memiliki rasa tanggungjawab. Sedangkan pengajar
berkewajiban menyampaikan isi dari rencana proyeknya kepada orang tua,
sehingga orang tua dapat ikut serta membantu dan mendukung anaknya dalam
menyelesaikan proyek.

d.

Investigasi dan penyajian.

Investigasi disini termasuk kegiatan : menanyakan pada ahlinya melalui e-mail,


memeriksa web site, dan saling tukar pengalaman dan pengetahuan serta
melakukan survei melalui web. Dalam perkembangannya, terkadang berisi
observasi, eksperimen, dan field trips. Diskusi dapat dilakukan secara sinkron
dan asinkron melalui chating. Lalu penyajian hasil dapat berupa gambar, tulisan,
diagram matematika, pemetaan dan lain-lain. Secara rutin, orang tua dan
pengajar berkomunikasi untuk memantau kegiatan dan prestasi yang dicapai
oleh pelajar.

e.

Finishing.

Pelajar membuat laporan, presentasi, halaman web, gambar, dan lain-lain.


Sebagai hasil dari kegiatannya. Lalu pengajar dan pelajar membuat catatan
terhadap proyek untuk pengembangan selanjutnya. Peserta menerima feedback
atas apa yang dibuatnya dari kelompok, teman, dan pengajar. Fasilitas feedback
online disajikan untuk memungkinkan setiap individu secara langsung

berkomentar dan memberikan kontribusi, dan agar dilihat dan bermanfaat bagi
orang lain.

f.

Monitoring/Evaluasi.

Pengajar menilai semua proses pengerjaan proyek yang dilakukan oleh tiap
pelajar berdasar pada partisipasi dan produktifitasnya dalam pengerjaan proyek.
Karakteristik Pembelajaran Project Based Learning/PjBL
peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja;
adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik;
peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan
atau tantangan yang diajukan;
peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan
mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan;
proses evaluasi dijalankan secara kontinyu;
peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah
dijalankan;
produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif; dan
situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.
Langkah-langkah Pembelajaran Project Based Learning/PjBL
[1] Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question)
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat
memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil
topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah
investigasi mendalam. Pengajar berusaha agar topik yang diangkat relevan
untuk para peserta didik.
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek:
[2] Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik.
Dengan emikian peserta didik diharapkan akan merasa memiliki atas proyek
tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang
dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara
mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan
bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
Langkah-langkah Pembelajaran berbasis Project Based Learning/PjBL :

[3] Menyusun Jadwal (Create a Schedule)


Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam
menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat
timeline untuk menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian
proyek, (3) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (4)
membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak
berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta peserta didik untuk membuat
penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek:
[4] Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the
Progress of the Project)
Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta
didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara
menfasilitasi peserta didik pada setiap roses. Dengan kata lain pengajar
berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah
proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan
aktivitas yang penting.
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek:
[5] Menguji Hasil (Assess the Outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian
standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta didik,
memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta
didik, membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek:
[6] Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)
Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi
terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi
dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik
diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama
menyelesaikan proyek. Pengajar dan peserta didik mengembangkan diskusi
dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada
akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab
permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.
Sintaks pembelajaran project based learning:
MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY

Pengertian pembelajaran inquiry

Pembelajaran berdasarkan inquiry merupakan seni penciptaan situasi-situasi


sedemikian rupa sehingga siswa mengambil peran sebagai ilmuwan. Dalam
situasi-situasi ini siswa berinisiatif untuk mengamati dan menanyakan gejala
alam, mengajukan penjelasan-penjelasan tentang apa yang mereka lihat,
merancang dan melakukan pengujian untuk menunjang atau menentang teoriteori mereka, menganalisis data, menarik kesimpulan dari data eksperimen,
merancang dan membangun model, atau setiap kontribusi dari kegiatan tersebut
di atas.

Seperti yang dikutip oleh Suryosubroto dalam Trianto (2009) menyatakan bahwa,
Inquiry merupakan perluasan proses discovery, yang digunakan lebih
mendalam, inkuiry yang dalam bahasa InggrisInquiry berarti pertanyaan, atau
pemeriksaan, penyelidikan. Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan
manusia untuk mencari atau memahami informasi.
Gulo, (2005) menyatakan bahwa, strategi inkuiri berarti suatu rangkaian
kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa
untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga
mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

Macam-macam Model Pembelajaran Inkuiri


Beberapa macam model pembelajaran inkuiri diantaranya:

a. Inkuiri Terbimbing (Guide Inquiry)

Pembelajaran inkuri terbimbing merupakan suatu model pembelajaran


inkuiri yang dalam prosesnya guru menyediakan bimbingan dan petunjuk yang
cukup luas kepada siswa. Sebagian besar perencanaanya dibuat oleh guru, siswa
tidak merumuskan suatu masalah.

b. Modified Inquiry

Model pembelajaran tipe


ini guru tidak memberikan
permasalahan, kemudian
siswa ditugasi
untuk memecahkan
permasalahan tersebut melalui pengamatan,percobaan,atau prosedur
penelitian untuk memperoleh jawabannya.Disamping itu guru memperoleh

narasumber yang tugasnya hanya memberikan yang diperlukan untuk


menghindari kegagalan dalam memecahkan masalah.

c. Free Inquiry

Model ini harus mengidentifikasi dan merumuskan macam-macam


problema yang
Dipelajari dan dipecahkan. Jenis model ini lebih bebas dari padayang kedua jenis
sebelumnya.

d. Inquiry Role Approach

Model pembelajaran inkuiri model ini melibatkan dalam tim-tim yang


masing-masing terdiri atas empat untuk memecahkan masalah yang diberikan.
Masing-masing anggota memegang peranan berbeda, yaitu sebagai koordinator
tim, penasehat teknis, pencatat data, dan evaluator proses.

e. Invitation Into Inquiry

Model inkuiri jenis ini siswa dilibatkan dalam proses pemecahan masalah
dengan cara-cara yang lazim ditempuh oleh para ilmuan, suatu undangan
(invitation) memberikan suatu problema kepada para siswa dan melalui
pertanyaan masalah yang lebih direncanakan dengan hati-hati mengundang
siswa
untuk melakukan beberapa kegiatan atau kalau ini mungkin semua kegiatan.

f. Pictorial Riddle Inquiry

Model ini merupakan metode mengarang yang dapat mengembangkan


motivasi dan minat siswa dalam diskusi kelompok kecil atau besar. Gambar,
peragaan, atau situasi sesungguhnya dapat digunakan untuk meningkatkan cara
bertikir kritis dan kreatif para siswa. Biasanya, suatu riddle berupa gambar
dipapan tulis, poster, atau diproyeksikan dari suatu transparansi, kemudian guru
mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan riddle itu.

g. Syneclis Lesson Inquiry

Model jenis ini memusatkan keterlibatan siswa untuk membuat berbagai


macam bentuk kiasan,
supaya dapat membaca intelegensinya dan
mengembangkan kreatifitasnya. Hal ini dapat dilaksanakan karena dapat
membantu siswa dalam berfikir untuk memandang suatu problema sehingga
dapat menunjang timbulnya ide-ide kreatif.

h. Value clarifikation

Model pembelajaran jenis inquiry ini siswa yang difokuskan pada


pemberian penjelasan tentang suatu tata aturan nilai-nilai pada suatu prosesproses
pembelajaran.Jerome Bruner, seorang profesor psikologi dan Harvard University
di
Amerika Serikat menyatakan beberapa keuntungan sebagai berikut :

1. Siswa akan mengerti konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih baik.


2. Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi-situasi
proses
belajar yang baru.
3. Mendorong siswa agar dapat berfikir.
4. Mendorong siswa untuk berfikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya sendiri.

5. Memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik.


6. Situasi proses belajar menjadi lebih menantang.

Pelaksanaan tahapan Pembelajaran Inkuiri


Gulo (2005) menyatakan bahwa, inkuiri tidak hanya mengembangkan
kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk
pengembangan emosional dan keterampilan.
Secara umum proses pembelajaran SPI dapat mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut :
1.

Orientasi

Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim
pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini
adalah:
a.
Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai
oleh siswa
b.
Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk
mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan
setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan merumuskan masalah sampai
dengan merumuskan kesimpulan
c.
Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam
rangka memberikan motivasi belajar siswa.

2.

Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu


persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah
persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki
dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk
mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting
dalam pembelajaran inkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa akan
memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan
mental melalui proses berpikir.

3.

Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji.


Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara

yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak


(berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan
yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau
dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu
permasalahan yang dikaji.

4.

Mengumpulkan data

Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk


menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan
data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan
intelektual. Proses pemgumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang
kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan
menggunakan potensi berpikirnya.

5.

Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai


dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.
Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional.
Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan
argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat
dipertanggungjawabkan.

6.

Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh


berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat
sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.

Langkah langkah menerapkan model pembelajaran inquiry didalam kelas :

1. Membentuk kelompok-kelompok inkuiri. Masing-masing kelompok dibentuk


berdasarkan rentang intelektal dan keterampilan-keterampilan social
2.
Memperkenalkan topik-topik inkuiri kepada semua kelompok. Tiap kelompok
diharapkan memahami dan berminat mempelajarinya.
3. Membentuk posisi tentang kebijakan yang bertalian dengan topik, yakni
pernyataan apa yang harus dikerjakan. Mungkin terdapat satu atau lebih solusi
yang diusulkan terhadap masalah pokok.

4.

Merumuskan semua istilah yang terkandung di dalam proposisi kebijakan.

5. Menyelidiki validitas logis dan konsisten internal pada proposisi dan unsurunsur penunjangnya.
6.

Mengumpulkan evidensi (bukti) untuk menunjang unsur-unsur proposes

7.

Menganalisis solusi solusi yang diusulkan dan mencari posisi kelompok

8.

Menilai proses kelompok.

Kemudian pendekatan inkuiri terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya


intervensi guru terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang diberikan oleh
guru kepada siswanya.

Pembelajaran dengan Metode Inkuiri Suchman

Pembelajaran inkuiri dengan metode Suchman menggunakan pertanyaanpertanyaan yang diajukan pada siswa sebagai alternative untuk prosedur
pengumpulan data.
Inkuiri Suchman seperti yang dikutip oleh Kardi dalam Trianto(2009) mempunyai
kelebihan, yaitu :
1. Penelitian dapat diselesaikan dalam waktu satu periode pertemuan. Waktu
yang singkat ini memungkinkan siswa dapat mengalami siklus inkuiri dengan
cepat, dan pelatihan mereka akan terampil melakukan inkuiri.
2.

Lebih efektif dalam semua bidang di dalam kurikulum.

Perbedaan utama antar inkuiri Suchman dengan Inkuiri umum terletak pada
proses pengumpulan data.
Suchman mengembangkan suatu motode penemuan baru yang menuntun siswa
mengumpulkan data melalui bertanya, maka dari itu model pembelajaran inkuiri
menurut Schuman harus memperhatikan :
1. Struktur Sosial Pembelajaran. Suasana kelas yang nyaman merupakan hal
yang penting dalam pembelajaran inkuiri Suchman karena pertanyaanpertanyaan harus berasal dari siswa agar proses pembelajaran dapat berjalan
dengan baik. Kerja sama guru dengan siswa, siswa dengan siswa diperlukan juga
adanya dorongan secara aktif dari guru dan teman. Dua atau lebih siswa yang
bekerja sama dalam berfikir dan bertanya, akan lebih baik hasilnya jika
dibanding bila siswa bekerja sendiri.
2. Peran Guru. Pembelajaran inkuiri Suchman, peran guru memonitor
pertanyaan siswa untuk mencegah agar proses inkuiri, tidak sama dengan
permainan tebakan. Hal ini memerlukan dua aturan penting, yaitu : Pertanyaan

harus dapat dijawab ya atau tidak dan harus diucapkan dengan suatu cara
siswa dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan melakukan pengamatan;
Pertanyaan harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan guru
memberikan jawaban pertanyaan tersebut, tetapi mengarahkan siswa untuk
menemukan jawabannya sendiri.
3. Sintaks Pembelajaran Inkuiri. Dalam upaya menanamkan konsep , misalnya
konsep IPA Biologi pokok bahasan saling ketergantungan pada siswa, tidak cukup
hanya sekedar ceramah. Pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa diberi
kesempatan untuk tahu dan terlibat secara aktif dalam menemukan konsepkonsep dari fakta-fakta yang dilihat dari lingkungan dengan bimbingan guru.
Pada penelitian ini tahapan pembelajaran yang digunakan mengadaptasi dari
tahapan pembelajaran inkuiri yang dikemukakan oleh Eggen & Kauchak dalam
Trianto (2009). Adapun tahapan pembelajaran inkuiri sebagai berikut:
Tahap Pembejaran Inkuiri
Fase
Perilaku Guru
1.

Menyajikan pertanyaan atau masalah

Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di


papan. Guru membagi siswa dalam kelompok.
2.

Membuat hipotesis

Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam


membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis
yang relevan dengan permasalahan dan memproiritaskan hipotesis mana yang
menjadi prioritas penyelidikan.
3.

Merancang percobaan

Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan langkah-langkah


yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan . Guru membimbing siswa
mengurutkan langkah-langkah percobaan
4.

Melakukan percobaan untuk memperoleh informasi

Guru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaan


5.

Megumpulkan dan menganilisis data

Guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk menyampaikan hasil


pengolahan data yang terkumpul.
6.

Membuat kesimpulan

Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.

Gulo dalam Trianto (2009) menyatakan bahwa, strategi inkuiri berarti suatu
rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh
kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis,
analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan
penuh percaya diri

BAB III
KESIMPULAN
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting
kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota
kelompok sebagai wadah siswa untuk bekerjasama dan memecahkan suatu
masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan
kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada
waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain.
Pembelajaran berbasis masalah (PBM) atau Problem-Based Learning (PBL) adalah
metode pembelajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata yang tidak
terstruktur
dengan baik sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan
keterampilan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan.
Pembelajaran Berbasis Masalah bertujuan untuk memotivasi belajar siswa agar
menjadi mandiri, membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan
ketrampilan pemecahan masalah, membuat kemungkinan transfers
pengetahuan baru, belajar peranan orang dewasa yang otentik.

Pembelajaran berbasis proyek / tugas adalah sebuah metode penyajian bahan


pembelajaran yang diberikan oleh guru kepada peserta didik berupa seperangkat
tugas yang harus dikerjakan peserta didik, baik secara individual maupun secara
kelompok.
Penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan efektivitas dan efisiensi
pembelajaran dan memberikan kesempatan peserta didik melakukan sendiri
kegiatan belajar yang ditugaskan. empat prinsip berikut ini akan membantu
siswa dalam perjalana mereka menjadi pembelajar mandiri yang efektif.

Strategi pembelajaran inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang


melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat

merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.Sasaran utama


kegiatan pembelajaran inkuiri adalah keterlibatan siswa secara maksimal dalam
proses kegiatan belajar, keterarahan kegiatan secara maksimal dalam proses
kegiatan belajar , mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa
yang ditemukan dalam proses inkuiri. Namun dalam penerapannya,
pembelajaran inkuiri ini memiliki kelemahan seperti adanya kesulitan dalam
mengontrol siswa, ketidaksesuaian kebiasaan siswa dalam belajar, kadang
memerlukan waktu yang panjang dalam pengimplementasiannya, dan sulitnya
dalam implementasi yang dilakukan oleh guru bila keberhasilan belajar
bergantung pada siswa.
Langkah-langkah pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut orientasi,
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji
hipotesis, merumuskan kesimpulan.Sintaks Pembelajaran Inkuiri. Dalam upaya
menanamkan konsep , misalnya konsep IPA Biologi pokok bahasan saling
ketergantungan pada siswa, tidak cukup hanya sekedar ceramah. Pembelajaran
akan lebih bermakna jika siswa diberi kesempatan untuk tahu dan terlibat secara
aktif dalam menemukan konsep-konsep dari fakta-fakta yang dilihat dari
lingkungan dengan bimbingan guru.
DAFTAR PUSTAKA

Slavin, Robert E. (2008). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung:
Nusa Indah.
Isjoni. (2009). Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.
http://blog.edmentum.com. [18 September 2013]
Lie, Anita. (2004). Cooperatif Learning. Jakarta:Gramedia.
Jones, Raymond. 2002. Think Pair Share. (online). Tersedia :
http://curry.edschool.virginia.edu. [14 Februari 2012]
Lucas, George .(2005). Instructional Module Project Based Learning.
http://www.edutopia. org/modules/ PBL/whatpbl.php. Diakses tanggal 13 Juli
2010.
Arifin, Zaenal. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Diposkan oleh DEVI ASTRIANA HTS di 23.33


Kirimkan Ini lewat Email

BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:


Poskan Komentar

Posting Lama Beranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Arsip Blog
2013 (3)
November (3)
4 model pembelajaran untuk kurikulum 2013
Soal-soal Analitik II (Destilasi)
TUGAS ( JENIS ALAT -ALAT PRAKTIKUM KIMIA BESERTA F...
Mengenai Saya

DEVI ASTRIANA HTS

Lihat profil lengkapku


Template Travel. Diberdayakan oleh Blogger.

MODEL MODEL PEMBELAJARAN


1. PBL ( Problem Based Learning )
a. Pengertian
Menurut Dewey (dalam Trianto, 2007: 67) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi
antara stimulus dengan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan
lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada sisswa berupa bantuan dan masalah,
sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsikan bantuan itu secara efektif sehingga
masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya

dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan menjadikan
kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman
dan tujuan belajarnya.
Menurut Arends, 1997 (dalam Trianto, 2007: 68), pengajaran berdasarkan masalah
merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan
yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,
mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan
kemandirian dan percaya diri. Model pembelajaran ini juga mengacu pada model
pembelajaran yang lain, seperti pembelajaran berdasarkan proyek (project-based
instruction), pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction),
belajar otentik (authentic learning), dan pembelajaran bermakna (anchored
instruction).
Problem Based Learning (PBL) merupakan metoda pembelajaran berdasarkan pada
prinsip penggunaan kasus (masalah) sebagai titik pangkal untuk mendapatkan dan
mengintegrasikan ilmu pengetahuan yang baru (HS. Barrows, 1982).
Secara umum pengertian PBL adalah salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat
memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa untuk memecahkan suatu masalah
melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan
yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk
memecahkan masalah.
b. Ciri-Ciri PBL ( Problem based Learning )
Model pembelajaran berbasis masalah mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan
masalah yang keduanya secara social penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa.
2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Masalah yang diselidiki telah benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa
meninjau masalah itu dari banyak hal.
3. Penyelidikan autentik
Pembelajaran berbasis masalah melakukan penyelidikan nyata terhadap masalah nyata.
4. Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya
Pembelajatan berbasis masalah menuntut siswa menghasilkan produk tertentu dalam
karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk pemecahan masalah
yang mereka temukan.
5. Kerjasama
Pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan
lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama
memberikan motivasi yang berkelanjutan dan terlibat dalam tugas-tugas kompleks.
c. Kelebihan dan kelemahan PBL ( Problem Based Learning )
Kelebihan :
Kelebihan yang paling menonjol penerapan PBM adalah memberikan kesempatan
kepada pebelajar untuk memecahkan masalah-masalah menurut cara-cara atau gaya
belajar individu masing-masing. Sebagaimana telah kita ketahui ragam cara
mengembangkan kemampuan intelektual yaitu dengan cara mengetahui gaya belajar
masing-masing individu (pebelajar ), kita diharapkan dapat membantu menyesuaikan
dengan pendekatan yang kita pakai dalam pembelajaran.
Keuntungan yang lain berkenaan dengan penerapan PBM ini adalah pengembangan
keterampilan berpikir kritis (critical thinking skills). Pebelajar dilatih untuk
mengembangkan cara-cara menemukan (discovery) untuk memecahkan masalah.

Masalah yang disajikan sebagai fokus pembelajaran yang dapat diselesaikan melalui
kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman pengalaman belajar yang
beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi kelompok, disamping pengalaman
belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat
hipotesis,merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data,
menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi,
membuat laporan.
Kelemahan :
Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir
siswa itu tidak mudah. Oleh karena guru dituntut untuk memiliki kemampuan dan
keterampilan memilih suatu masalah yang sesuai dengan tingkat umur, kemampuan,
dan latar belakang pengetahuan/pengalaman siswa.
Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari
guru menjadi belajar dengan banyak berpikir untuk memecahkan permasalahan secara
individu maupun kelompok yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar,
merupakan tantangan atau bahkan kesulitan tersendiri bagi siswa.
Proses pembelajaran memerlukan waktu yang lama dan biaya yang mahal.
d. Tujuan PBL ( Problem Based Learning ) :
Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan
keterampilan intelektual serta belajar berbagai peran orang dewasa. Pembelajaran
berbasis masalah juga membuat siswa menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri.
Keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah secara kerjasama yang
dilakukan dalam pembelajaran berbasis masalah mendorong munculnya berbagai
keterampilan inquiri dan dialog, dengan demikian akan berkembang keterampilan social
dan berpikir.
e. Melaksanakan PBL ( Problem Based Learning )
Pembelajaran Berbasis Masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai
dari guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan
penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Secara singkat kelima tahapan pembelajaran PBL
adalah seperti berikut :
Sintaksis Untuk PBL
Fase Perilaku Guru
Fase I :
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah yang dipilihnya.
Fase 2 :
Mengorganisasi siswa untuk meneliti.
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
Fase 3:
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

.
Fase 4 :
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan
temannya.

Fase 5 :
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Deskripsi dengan lebih terperinci :


Fase 1: Mengorientasikan siswa pada masalah
Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas -aktivitas
yang akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL, tahapan ini sangat penting dimana guru
harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh siswa dan juga oleh guru.
Disamping proses yang akan berlangsung, sangat penting juga dijelaskan bagaimana
guru akan mengevaluasi proses pembelajaran. Hal ini sangat penting untuk memberikan
motivasi agar siswa .
Sutrisno (2006) menekankan empat hal penting pada proses ini, yaitu:
Tujuan utama pengajaran ini tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru,
tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan
bagaimana menjadi siswa yang mandiri,
Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak benar,
sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan
seringkali bertentangan,
Selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), siswa didorong untuk mengajukan
pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai pembimbing yang siap
membantu, namun siswa harus berusaha untuk bekerja mandiri atau dengan
temannya,
Selama tahap analisis dan penjelasan, siswa akan didorong untuk menyatakan ideidenya secara terbuka dan penuh kebebasan. Tidak ada ide yang akan ditertawakan oleh
guru atau teman sekelas. Semua siswa diberi peluang untuk menyumbang kepada
penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka.
Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk meneliti
Disamping mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga
mendorong siswa/siswa belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat
membutuhkan kerjasama antar anggota. Oleh sebab itu, guru/ dapat memulai kegiatan
pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing
kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip
pengelompokan siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam konteks ini
seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang
efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya. Guru sangat penting memonitor dan
mengevaluasi kerja masing-masing kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika
kelompok selama pembelajaran.
Setelah siswa diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk kelompok belajar

selanjutnya guru dan siswa menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik, tugas-tugas


penyelidikan, dan jadwal. Tantangan utama bagi guru pada tahap ini adalah
mengupayakan agar semua siswa aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan
dan hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian terhadap
permasalahan tersebut.
Fase 3: Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan
teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter
yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan
memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang
sangat penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong siswa untuk mengumpulkan data
dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul
memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar siswa mengumpulkan
cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri. Pada fase ini
seharusnya lebih dari sekedar membaca tentang masalah-masalah dalam buku-buku.
Guru membantu siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari
berbagai sumber, dan ia seharusnya mengajukan pertanyaan pada siswa untuk berifikir
tentang massalah dan ragam informasi yang dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan
masalah yang dapat dipertahankan.
Setelah siswa mengumpulkan cukup data dan memberikan permasalahan tentang
fenomena yang mereka selidiki, selanjutnya mereka mulai menawarkan penjelasan
dalam bentuk hipotesis, penjelesan, dan pemecahan. Selama pengajaran pada fase ini,
guru mendorong siswa untuk menyampikan semua ide-idenya dan menerima secara
penuh ide tersebut. Guru juga harus mengajukan pertanyaan yang membuat siswa
berfikir tentang kelayakan hipotesis dan solusi yang mereka buat serta tentang kualitas
informasi yang dikumpulkan.

Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan artifak (hasil karya) dan mempamerkannya


Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artifak (hasil karya) dan pameran. Artifak
lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu videotape (menunjukkan situasi
masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situasi
masalah dan pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia. Tentunya
kecanggihan artifak sangat dipengaruhi tingkat berfikir siswa. Langkah selanjutnya
adalah mempamerkan hasil karyanya dan guru berperan sebagai organisator pameran.
Akan lebih baik jika dalam pemeran ini melibatkan siswa-siswa lainnya, guru-guru,
orangtua, dan lainnya yang dapat menjadi penilai atau memberikan umpan balik.
Fase 5: Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah
Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan untuk membantu siswa
menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan kete-rampilan penyelidikan
dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta siswa untuk
merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan
belajarnya..
2. PS ( Problem Solving )
a. Pengertian Problem Solving
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam
kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik
itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan

sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan


penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
b. Ciri ciri Model Problem Solving
Metode pembelajaran problem solving memiliki sejumlah karateristik yang
membedakannya dengan model pembelajaran yang lainnya yaitu :
a. pembelajaran bersifat student centered,
b. pembelajaran terjadi pada kelompok-kelompok kecil,
c. dosen atau guru berperan sebagai fasilitator dan moderator,
d. masalah menjadi fokus dan merupakan sarana untuk mengembangkan ketrampilan
problem solving,
c. Kelebihan dan Kelemahan Metode Problem Solving
Kelebihan :
Siswa memiliki keterampilan memecahkan masalah. Hal ini merupakan bekal dalam
menghadapi dan memecahkan masalah baik di dalam kehidupan keluarga, masyarakat,
maupun di tempat kerjanya kelak.
Merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif, rasional, logis,
dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya siswa banyak menggunakan mentalnya
dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dan pendekatan dalam rangka
mencari pemecahannya.
Pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupanKarena siswa telah
terbiasa memecahkan masalah dengan langkah-langkah metode pemecahan masalah,
maka mereka menjadi terbiasa pula untuk menghadapi dan memecahkan permasalahan
dalam kehidupan yang semakin kompleks.
Menimbulkan keberanian pada diri siswa untuk mengemukakan pendapat dan ideidenya.
Kelemahan :
Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir
siswa itu tidak mudah. Oleh karena guru dituntut untuk memiliki kemampuan dan
keterampilan memilih suatu masalah yang sesuai dengan tingkat umur, kemampuan,
dan latar belakang pengetahuan/pengalaman siswa.
Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi gari
guru menjadi belajar dengan banyak berpikir untuk memecahkan permasalahan secara
individu maupun kelompok yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar,
merupakan tantangan atau bahkan kesulitan tersendiri bagi siswa.
Proses pembelajaran memerlukan waktu yang lama sehingga terpaksa mengambil
waktu mata pelajaran yang lain.
Kurang sistematis apabila metode ini diterapkan untuk menyampaikan bahan baru.
d. Penerapan model Problem Solving
Menurut Johnson dan Jhonson (Husein Achmad, dkk.1981) pemecahan
masalah sebagai metode mengajar IPS mempunyai langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Definisi masalah,
Guru hendaknya mengarahkan siswanya untuk memberikan batasan - batasan
terhadap pengertian-pengertian yang terkandung di dalam masalah. Untuk perumusan
masalah dianjurkan menggunakan langkah -langkah sebagai berikut.
a. Semua pernyataan ditampung/ditulis di papan tulis. Kemukakan sebanyak dan
sekonkrit mungkin dengan mengemukakan orang, tempat, sumber, dan jangan
mempersoalkan ketepatannya.

b. Rumuskan kembali setiap pernyataan tersebut sehingga mendapatkan gambaran yang


ideal dan aktual. Keluarkan definisi-definisi yang tidak memiliki sumber-sumber yang
cukup untuk dipecahkan secara kelompok. Pilihlah satu definisi yang oleh kelompok
dianggap paling tepat. Masalah yang dipilih harus bersifat penting (important), dapat
dipecahkan (soluble), dan mendesak (urgent).
2. Menganalisa Masalah
Pada bagian ini, siswa dituntut untuk bisa menganalisa atau melakukan diagnosa
terhadap sebuah masalah, kejadian, peristiwa atau situasi supaya kita bisa fokus pada
masalah yang sebenarnya. Seringkali orang dalam melakukan pemecahan masalah
terjebak pada gejala-gejala yang timbul dari masalah tersebut. Agar siswa bisa
memfokuskan perhatian pada masalah sebenarnya, dan bukan pada gejala-gejala yang
muncul, maka dalam proses mendefenisikan suatu masalah, diperlukan upaya mencari
informasi yang diperlukan sebanyak-banyaknya. Dengan demikian diharapkan, siswa
bisa mendefinisikan masalahnya dengan tepat dan benar. Berikut ini adalah beberapa
karakteristik dari pendefenisian masalah yang baik :
Fakta dipisahkan dari opini atau spekulasi.
Data objektif harus dipisah-kan dari persepsi.
Semua pihak yang terlibat diperlukan sebagai sumber informasi.
Masalah harus dinyatakan secara tegas. Hal ini seringkali dapat meng-hindarkan kita
dari pembuatan defenisi yang tidak jelas.
3. merumuskan alternatif dan rencana pemecahannya,
Pada tahap ini adalah merumuskan sebanyak-banyaknya alternatif pemecahan masalah.
Setelah itu mencari faktor-faktor pendukung dan faktor penghambatnya. Oleh karena itu
kelompok harus kreatif, berpikir divergen, memahami pertentangan ide, dan mempunyai
daya temu yang tinggi.
4. penetapan strategi pemecahan masalah yang dipilih,
Setelah berbagai alternatif pemecahan masalah diperoleh, maka pada tahap
ini kelompok memutuskan:
c. memilih alternatif yang sesuai dengan masalah,
d. memilih alternatif yang mempunyai banyak factor pendukung dan sedikit factor
penghambatnya, dan
e. meninjau keuntungan atau efek samping terhadap setiap alternatif bila diterapkan.
5. evaluasi keberhasilan strategi yang dicapai.
Alternatif-alternatif yang mempunyai alasan rasional, logis, praktis, serta tepat bila
diterapkan, diangkat menjadi keputusan atau cara untuk mengatasi masalah yang
dihadapi. Hasil akhir dari evaluasi harus dapat menunjukkan:
masalah apa yang sudah dipecahkan;
seberapa jauh pemecahannya;
masalah apa yang belum terpecahkan; dan
masalah baru apa yang timbul sebagai akibat pemecahan ini.
Dalam penerapannya, metode pemecahan masalah ini dilaksanakan secara kelompok,
guru berfungsi sebagai pengarah dan motifator, sedangkan semua pendapat digali dari
siswa. Semua pendapat ditampung, kemudian diseleksi dengan mencari alasan-alasan
yang rasional, logis, dan tepat. Apabila ada sesuatu yang tidak dapat digali dari siswa,
barulah guru memberikan informasi. Pelaksanaan metode pemecahan masalah ini akan
berhasil dengan baik apabila siswa telah menguasai bahan dan telah menguasai
langkah-langkahnya tahap demi tahap.
Berdasar hasil penelitian bahwa anak didik melaksanakan problem solving
pada permulaan kelas tiga (Cheppy HC,tt:100). Sesuai dengan perkembangan
anak usia SD yang masih dalam tingkatan operasional konkrit, mempunyai rasa ingin

tahu yang besar, ini merupakan kunci pokok dalam belajarnya. Selanjutnya Cheppy
mengatakan bahwa pada tingkatan usia tersebut siswa sebenarnya sudah dapat
mengumpulkan data, mengembangkan konsep, menemukan, dan menilai generalisasi
dalam lapangan ekonomi dan geografi. Hanya saja siswa tidak selalu mengikuti pola-pola
atau langkah-langkah metode pemecahan masalah.
e. Peran Permasalahan di dalam model Problem solving
a. Permasalahan sebagai pemandu, dalam hal ini permasalahan menjadi acuan konkret
yang harus menjadi perhatian siswa. Bacaan dan materi diberikan sejalan dengan
permasalahan. Permasalahan menjadi kerangka berpikir bagi siswa dalam mengerjakan
tugas.
b. Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi, di sini permasalahan diberikan
setelah tugas-tugas dan penjelasan diberikan. Tujuan utamanya memberikan
kesempatan pada siswa untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh dalam
memecahkan masalah.
c. Permasalahan sebagai contoh, di sini permasalahan adalah salah satu contoh dan
bagian dari bahan belajar siswa. Permasalahan digunakan untuk menggambarkan teori,
konsep atau prinsip dan dibahas dalam diskusi antara guru dan siswa.
d. Permasalahan sebagai sarana untuk memfasilitasi terjadinya proses, dalam hal ini
fokusnya adalah kemampuan berpikir kritis dalam hubungannya dengan permasalahan.
Permasalahan menjadi alat untuk melatih siswa dalam bernalar dan berpikir kritis.
e. Permasalahan sebagai stimulus dalam aktivitas belajar, dalam hal ini fokusnya adalah
pengembangan ketrampilan pemecahan masalah dari kasus-kasus serupa. Ketrampilan
tidak diajarkan oleh guru tetapi ditemukan dan dikembangkan sendiri oleh siswa melalui
aktivitas pemecahan masalah ( Paulina Panen, 2005:86-87 ).
3. SNOWBALL THROWING
a. Pengertian Snowball Throwing
Model pembelajaran Snowball Throwing ialah model pembelajaran yang penerapanya
yaitu membuat sebuah pertanyaan yang dituliskan pada kertas kemudian diremas
menyerupai bola salju lalu dilemparkan kepada siswa lainya dan siswa lain yang
mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya.
b. Tujuan Menggunakan Model Snowball Throwing
Model Pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih tanggap menerima
pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu
kelompok.
c. Penerapan Model Snowball Throwing
Langkah-langkah:
1) Guru menyampaikan materi yang akan disajikan
2) Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok
untuk memberikan penjelasan tentang materi
3) Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian
menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya
4) Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan
satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua
kelompok
5) Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar
dari satu siswa ke siswa yang lain selama 15 menit
6) Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa
untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara
bergantian

7) Evaluasi
8) Penutup
d. Kelebihan dan Kelemahan Model Snowball Throwing
Kelebihan:
1. Melatih kesiapan siswa.
2. Saling memberikan pengetahuan.
3. Melatih mental dan konsentrasi siswa
Kekurangan:
1. Pengetahuan tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan sekitar siswa.
2. Tidak efektif.
Diposkan oleh hAniK CuTe di 05.16

TIDAK ADA KOMENTAR:


Bagian 1

Pendekatan dalam pembelajaran sangat banyak, salah satu diantaranya adalah


pendekatan Heuristik. Pendekatan ini dapat diartikan sebagai pendekatan
pembelajaran yang menyajikan sejumlah data dan siswa diminta untuk membuat
kesimpulan dengan menggunakan data tersebut. Prinsip pendekatan heuristik ini
antara lain:

aktivitas peserta didik menjadi fokus perhatian utama dala belajar.

berpikir logis adalah cara yang paling utama dalam menemukan sesuatu
proses mengetahui dari sesuatu sudah diketahui menuju kepada yang belum
diketahui adalah jalan penalaran yang paling rasional dalam pembelajaran di
sekolah

pengalaman yang penuh tujuan adalah tonggak dari usaha pembelajaran


peserta didik ke arah belajar berbuat, bkerja, dan berusaha
perkembangan mental seseorang berlangsung selama ia berpikir dan belajar
mandiri

EMBELAJARAN TEMATIK merupakan implementasi dari Kurikulum Tingkat Satuan


Pendidikan (KTSP). Dasar pertimbangan pelaksanaan pembelajaran tematik ini
merujuk pada tiga landasan, yaitu: landasan filosofis, psikologis, dan yuridis.
Ditinjau dari pengertiannya, pembelajaran adalah pengembangan pengetahuan,
keterampilan, atau sikap baru pada saat seseorang individu berinteraksi dengan
informasi dan lingkungan. Menurut Yunanto (2004:4), Pembelajaran merupakan
pendekatan belajar yang memberi ruang kepada anak untuk berperan aktif
dalam kegiatan belajar.
Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok
pembicaraa Depdiknas (2007:226). Selanjutnya menurut Kunandar (2007:311),
Tema merupakan alat atau wadah untuk mengedepankan berbagai konsep
kepada anak didik secara utuh. Dalam pembelajaran, tema diberikan dengan
maksud menyatukan isi kurikulum dalam satu kesatuan yang utuh, memperkaya
perbendaharaan bahasa anak didik dan membuat pemmbelajaran yang
melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang
bermakna kepada siswa. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari
aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar. Jadi,
pembelajaran tematik adalah pembelajatan terpadu yang menggunakan tema
sebagai pemersatu materi yang terdapat di dalam beberapa mata pelajaran dan
diberikan dalam satu kali tatap muka.
Pembelajaran tematik dikemas dalam suatu tema atau bisa disebut dengan
istilah tematik. Pendekatan tematik ini merupakan satu usaha untuk
mengintegrasikan pengetahuan, kemahiran dan nilai pembelajaran serta
pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema. Dengan kata lain
pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang menggunakan tema dalam
mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman
bermakna bagi peserta didik. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran
tematik, peserta didik akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari
melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang
telah dipahaminya. Pendekatan ini berangkat dari teori pembelajaran yang
menolak proses latihan/hafalan (drill) sebagai dasar pembentukan pengetahuan
dan struktur intelektual anak. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh
Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran itu
haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.
Pendekatan pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep
belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing).

Dalam pelaksanaannya, pendekatan pembelajaran tematik ini bertolak dari


suatu tema yang dipilih dan dikembangkan oleh guru bersama peserta didik
dengan memperhatikan keterkaitannya dengan isi mata pelajaran. Tema dalam
pembelajaran tematik menjadi sentral yang harus dikembangkan. Tema tersebut
diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya: 1) peserta didik
mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu, 2) Peserta didik
mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi
dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama; 3) pemahaman terhadap
materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; 4) kompetensi dasar dapat
dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan mata pelajaran lain dengan
pengalaman pribadi peserta didik; 5) Peserta didik lebih mampu merasakan
manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang
jelas; 6) Peserta didik mampu lebih bergairah belajar karena dapat
berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan
dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain; 7) guru
dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik
dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan,
waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau
pengayaan.
Pembelajaran tematik mempunyai ciri khas dan karakteristik tersendiri. Adapun
ciri khas pembelajaran tematik di antaranya: 1) pengalaman dan kegiatan
belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa
sekolah dasar; 2) kegiatan yang dipilih dalam pembelajaran tematik bertitik tolak
dari minat dan kebutuhan siswa; 3) kegiatan belajar akan lebih bermakna dan
berkesan bagi peserta didik sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; 4)
membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; 5) menyajikan
kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang
sering ditemui peserta didik di lingkungannya; dan 6) mengembangkan
keterampilan sosial siswa, misalnya: kerjasama, toleransi, komunikasi, dan
tanggap terhadap gagasan orang lain.
Penggabungan beberapa kompetensi dasar, indikator serta isi mata pelajaran
dalam pembelajaran tematik akan terjadi penghematan karena tumpang tindih
materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan. Siswa mampu melihat hubunganhubungan yang bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai
sarana atau alat, bukan merupakan tujuan akhir. Pembelajaran menjadi utuh
sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi
pelajaran secara utuh pula. Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran
maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat.
Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Tematik
Menurut Kunandar (2007:315), Pembelajaran tematik mempunyai kelebihan
yakni:
Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik.

Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan


tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna.
Mengembangkan keterampilan berpikir peserta didiksesuai dengan persoalan
yang dihadapi.
Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama
Memiliki sikap toleransi, komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi
dalam lingkungan peserta didik.
Selain kelebihan di atas pembelajaran tematik memiliki beberapa kelemahan.
Kelemahan pembelajaran tematik tersebut terjadi apabila dilakukan oleh guru
tunggal. Misalnya seorang guru kelas kurang menguasai secara mendalam
penjabaran tema sehingga dalam pembelajaran tematik akan merasa sulit untuk
mengaitkan tema dengan mateti pokok setiap mata pelajaran. Di samping itu,
jika skenario pembelajaran tidak menggunakan metode yang inovatif maka
pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tidak akan tercapai
karena akan menjadi sebuah narasi yang kering tanpa ma

KONSEP DASAR PEMBELAJARAN TEMATIK


Ditulis pada Mei 17, 2013
KONSEP DASAR PEMBELAJARAN TEMATIK

A.

PENGERTIAN PEMBELAJARAN TEMATIK

Pembelajaran tematik berasal dari kata integrated teaching and learning atau
integrated curriculum approach yang konsepnya telah lama dikemukakan oleh
Jhon dewey sebagai usaha mengintegrasikan perkembangan dan pertumbuhan
siswa dan kemampuan perkembangannya ( Beans, 1993 ; udin saud dkk, 2006 ).
Jacob (1993) memandang pembelajaran tematik sebagai suatu pendekatan
kurikulum interdisipliner (integrated curriculum approach). Pembelajaran tematik
merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran pembelajaran suatu proses
untuk mengaitkan dan memadukan materi ajar dalam suatu mata pelajaran atau
antar mata pelajaran dengan semua aspek perkembangan anak, serta
kebutuhan dan tuntutan lingkungan social keluarga.
Definisi lain tentang pendekatan tematik adalah pendekatan holistic, yang
mengkombinasikan aspek epistemology, social, psikologi, dan pendekatan
pedagogic untuk mendidik anak, yaitu menghubungkan antara otak dan raga,
antara pribadi dan pribadi, antara individu dan komunitas, dan antara domaindomain pengetahuan ( Udin Saud dkk, 2006 )

Wolfinger ( 1994:133 ) mengemukakan dua istilah yang secara teoritis memiliki


hubungan yang sangat erat, yaitu integrated curriculum (kurikulum tematik) dan
intregated learning (pembelajaran tematik). Kurikulum tematik adalah kurikulum
yang menggabungkan sejumlah disiplin ilmu melalui pemaduan isi, ketrampilan,
dan sikap.
Perbedaan yang mendasar dari konsepsi kurikulum tematik dan pembelajaran
tematik terletak pada perencanaan dan pelaksanaannya. Idealnya, pembelajaran
tematikseharusnya bertolak pada kurikulum tematik, tetapi kenyataan
menunjukan bahwa banyak kurikulum yangmemisahkan mata pelajaran yang
satu dengan lainnya (separated subject curriculum) menuntut pembelajran yang
sifatnya tamatik (integrated learning).
Pembelajaran tematik sebagai suatu konsep dapat diartikan sebagai pendekatan
pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaranuntuk
memberikanpangalaman yang bermakna bagi siswa. Dikatakan bermakna
karena dalam pembelajaran tematik, siswa akan memahami konsep-konsep yang
mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan
konsep lain yang sudah mereka pahami.
Pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada
praktik pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak.
Pembelajaran ini berangakat dari teori pembelajaran yang menolak proses
latihan/ hafalan (drill) sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur
intelektual anak. Teori belajarini dimotori oleh para tokoh psikologi Gestalt,
(termasuk teori Piaget) yang menekankan bahwa pembelajaran itu haruslah
bermakna dan menekankan juga pentingnya program pembelajaran yang
berorientasi pada kebutuhan perkembangan anak.

B.

KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN TEMATIK

Beberapa karakteristik yang perlu anda pahami dari pembelajaran tematik, coba
perhatikan uraian dibawah ini:
1.
pembelajaran tematik berpusat pada siswa ( student centered ). Hal ini
sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan
siswa sebagai subjek belajar. Peran guru lebih banyak sebagai fasilitator yaitu
memberika kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan
aktivitasbelajar.
2.
Pembelajaran tematik dapatmemberikan pengalaman langsung kepada
siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan
pada sesuatu yangnyata (konkrit) sebagai dasar untuk mamahami hal-hal yang
lebih abstrak.
3.
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi
tidak begitu jelas. Bahkan dalam pewlaksanaan di keles-kelas awal madrasah

ibtidaiyah (MI), focus pembelajaran diarahkan kepada pambahsan tema-tema


yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
4.
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata
pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat
memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk
membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari.
5.
Pembelajaran tematik bersikap luwes (fleksibel), sebab guru dapat
mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang
lainnya, bahkan dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana
sekolah dan siswa berada.
6.
Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan
kebutuhan siswa. Dengan demikian, siswa diberikan kesempatan untuk
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

C.

LANDASAN PEMBELAJARAN TEMATIK

Pembelajaran pada hakekatnya menempati posisi / kedudukan yang sangat


strategis dalam keseluruhan kegiatan pendidikan, dalam arti akan sangat
menjadi penentu terhadap keberhasilan pendidikan. Dengan posisi yang
pentingitu, msks proses pembelajaran tidak bias dilakukan secara sembarangan,
dibutuhkan berbagai landasan atau dasar yang kokoh dan kuat. Landasanlandasan tersebut pada hakekatnya adalah factor-faktor yang harus diperhatikan
dan dipertimbangkan oleh para guru pada waktu merencanakan, melaksanakan,
dan menilai proses dan hasil pembelajaran.
Landasan-landasan yang perlu mendapatkan perhatian guru dalam
pembelajaran tematik meliputi landasan filosofis, landasan psikologis, dan
landasan praktis.
a.

Landasan filosofis

Landasan filosofis dimaksudkan pentingnya aspek filsafat dalam pelaksanaan


pembelajaran tematik, bahkan landasan filsafat ini menjadi landasan utama
yang melandasi aspek-aspek lainnya. Perumusan tujuan / kompetensi dan isi /
materi pembelajaran tematik pada dasarnya bergantung pada pertimbanganpertimbangan filosofis.secara filosofis, kemunculan pembelajaran tematik sangat
dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat sebagai berikut :
1.
Aliran progresivisme beranggapan bahwa pembelajaran pada umumnya
perlu sekali ditekankan pada :
a.

Pembentukan kreatifitas

b.

Pemberian sejumlah kegiatan

c.

Suasana yang alamiah(natural)

d.

Memperhatiakn pengalaman siswa

Dengan kata lain proses pembelajaran itu bersifat mekanistis(Ellis 1993). Aliran
ini juga memandang bahwa dalam proses belajar, siswa sering dihadapkan pada
persoalan-persoalan yang harus mendapatkan pemecahan atau bersifat
problem solving.
2.
Aliran kontruktivisme melihat pengalaman langsung siswa
(directexperiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Bagi kontruktivisme,
pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada siswa,
tetapi harus diinterprestasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Siswa harus
mengkontruksi pengetahuan sendiri. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah
jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Pengetahuan
tidak lepas dari subyek yang sedang belajar, penegtahuan lebih dianggap
sebagai proses pembentukan (kontruksi) yang terus menerus, terus berkembang
dan berubah.
3.

Aliran humanisme melihat siswa dari segi:

a.

Keunikan / kekhasanya

b.

Potensinya

c.

Motivasi yang dimilikinya

Implikasi dari hal tersebut dalam kegiatan pembelajaran yaitu :


~ Layanan pembelajaran selain bersifat klasikal, juga bersifat individual.
~ Pengakuan adanya siswa yang lambat (slow learner) dan siswa yang cepat.
~ Penyikapan yang unik terhadap siswa baik yang menyangkut factor personal /
individual maupun yang menyangkut factor lingkungan social / kemasyarakatan.
b.

Landasan Psikologis

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, oleh sebab itu
dalam melaksanakan pembelajaran tematik harus dilandasi oleh psikologi
sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku itu harus
dikembangkan. Siswa adalahindividu yang berada dalam proses perkembangan,
seperti perkembangan fisik / jasmani, intelektual, social, emosional, dan moral.
Tugas utama guru adalah mengoptimalkan perkembangan siswa tersebut.
Pandangan-pandangan psikologis yang melandasi pembelajaran tematik dapat
diuraikan sebagai berikut :
1.
Pada dasarnya masing-masing siswa membangun realitas sendiei. Dengan
kata lain, pengalaman langsung siswa adalah kunci dari pembelajaran yang
berarti bukan pengalaman oaring lain atau guru yang di transfer melalui
berbagai bentuk media.

2.
Pikiran seseorang pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk mencari
pola dan hubungan antara gagasan-gagasan yang ada. Pembelajaran tematik
memungkinkan siswa untuk menemukan pola dan hubungan tersebut dari
berbagai disiplain ilmu.
3.
Pada dasarnya seoarang siswa adalah seorang individu dengan berbagai
kemampuan yang dimilikinya dan mempunyai kesempatan untuk berkembang.
Dengan demikian, peran guru bukanlah satu-satunyapihak yang paling
menentukan, tetapi lebih bertindak sebagaii tut wuri handayani.
4.
Kesseluruhan perkembangan anak adalah tematik dan anak melihat
sekitar dirinya dan sekitarnya secara utuh (holistic).
c.

Landasan praktis

Landasan praktis diperlukan karena pada dasarnya guru harus melaksanakan


pembelajran tematik secara aplikatif dalam kelas. Sehubungan dengan hal ini
maka dalam pelaksanaanya pembelajaran tematik juga dilandasi landasan
praktis sebagai berikut :
1.
Perkembangan ilmu pengetahuan begitu cepat sehingga terlalu banyak
informasi yang dimuat dalam kurikulum.
2.
Hampir semua pelajaran di sekolah diberikan secara terpisah satu sama
lain, padahal seharusnya saling terkait.
3.
Permasalahan yang muncul dalam pembelajaran sekarang ini cenderung
lebih bersifat lintas mata pelajaran (interdisipliner) sehingga diperlukan usaha
kolaboratif antara berbagai mata pelajaran untuk memecahkannya.
4.
Kesenjangan yang terjadi antara teori dan praktik dapat dipersempit
dengan pembelajaran yang dirancang secara tematik sehingga siswa akan
mampu berpikirteoritis dan pada saat yang sama msmpu berpikir praktis.

D.

PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN TEMATIK

Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan


pembelajaran tematik diantaranya :
1.
dalam proses penggalian tema-tema perlu diperhatikan prinsip-prinsip
sebagai berikut :
a.
Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat
digunakan untuk memadukan mata pelajaran.
b.
Tema harus bermakna, maksudnya tema yang dipilih intuk dikaji harus
memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya.
c.

Tema harus disesuaikan dengan perkembangan siswa.

d.
Tema yang dikembangkan harus mampu menunjukan sebgian minat
siswa.
e.
Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa yang
terjadi didalam rentang waktu belajar.
f.
Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku
serta harapan masyarakat.
g.
Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan
sumber belajar.
2.
Dalam proses pelaksanaan pembelajaran tematik perlu diperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut :
a.
Guru hendaknya bersikap otoriter single actor yang mendominasi
aktivitas dalam proses pembelajaran.
b.
Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam
setiap tugas yang menuntut adanya kerjasama kelompok.
c.
Guru perlu bersikap akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama
sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan pembelajaran.
3.
Dalam proses penilaian pembelajaran tematik perlu diperhatikan prinsipprinsip sebagai berikut :
a.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penilaian diri (self
evaluation) disamping bentuk penilaian lain.
b.
Guru perlu mengajak para siswa untuk menilai perolehan yang telah
dicapai berdasarkan criteria keberhasilan pencapaian tujuan atau kompetensi
yang telah disepakati.
E.

KEUNGGULAN DAN KELEMAHANPEMBELAJARAN TEMATIK

Pembeljaran tematik memiliki keunggulan antara lain :


1.
Pengalaman dan kegiatan belajar akan selalu relevan dan tingkat
perkembangan siswa.
2.
Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik
sesuai dengan dan berolak dari minat dan kebutuhan anak.
3.
Seluruh kegiatan lebih bermakna bagi siswa sehingga hasil belajar dapat
bertahan lebih lama.
4.
Pembelajaran tematik dapat menumbuhkembangkan ketrampilan
berpikirsiswa.
5.
Menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan
yang sering ditemui siswa dalam lingkunganya.

6.
Menumbuhkembangkan ketrampilan social siswa seperti kerjasama,
toleransi, komunikasi, dan respek terhadap gagasan orang lain.

Kelemahan pembelajaran tematik menurut udin Saud dkk (2006) kelemahankelemahannya sebagai berikut :
1.
Dilihat dari aspek guru, pembelajaran tematik menuntut tersedianya
peran guru yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, kreatifitas
tinggi,ketrampilan metodologik yang handal, kepercayaan diri dan etos akademik
yang tinggi, dan berani untuk mengemas dan mengembangkan materi. Tanpa
adanya kemampuan diatas, pelaksanaan pembelajaran tematik sulit diwujudkan.
2.
Dilihat dari aspek siswa, pembelajaran tematik termasuk memiliki peluang
untuk mengembangkan kreatifitas akademik yang menuntut kemampuan belajar
siswa yang relative baik baik dalam aspek intelegensi maupun kreatifitasnya.
Hal tersebut karena model pembelajaran tematik menekankan pada
pengembangan kemampuan analitik(memjiwai), kemampuan
asosiatif(menghubung-hubungkan) dan kamampuan eksploratif dan elaboratif
(menemukan dan menggali). Bila kondisi diatas tidak dimiliki siswa, maka maka
pelaksanaan model tersebut sulit diterapkan
3.
Dilihat dari aspek sarana dan sumber pembelajaran, pembelajaran
tematik memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak
dan berguna seperti yang dapat menunjang dan memperkaya serta
mempermudah pengembangan wawasan dan pengetahuan yang
diperlukan.misalnya perpustakaan, bila hal ini tidak dipenuhi maka akan sulit
menerapkan model pembelajaran tersebut.
4.
Dilihat dari aspek kurikulum, pembelajaran tematik memerlukan jenis
kurikulum yang terbuka untuk pengembangannya.
5.
Dilihat dari system penilaian dan pengukurannya, pembelajaran tematik
membutuhkan system penilaian dan pengukuran (objek, indicator, dan
prosedur)yang terpadu.
6.
Dilihat dari suasana penekanan proses pembelajaran, pembelajaran
tematik cenderung mengakibatkan penghilangan pengutamaan salah satu atau
lebih mata pelajaran.

F.

MANFAAT PEMBELAJARAN TEMATIK

1.
Dengan menggabungkan berbagai mata pelajaran akan terjadi
penghematan karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan
2.
Siswa dapat melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab materi
pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat dari pada tujuan akhir itu
sendiri.

3.

pembelajaran tematik dapat meningkatkan taraf kecakapan berfikir siswa.

4.
kemungkinan pembelajaran yang terpisah-pisah sedikit sekali terjadi,
karena siswa dilengkapi dengan pengalaman belajar yang lebih tematik.
5.
pembelajran tematik memberikan penerapan-penerapan dunia nyata
sehingga dapat mempertinggi kesempatan transfer pembelajaran (transfer of
learning).
6.
Dengan pemanduan pembelajaran antar mata pelajaran diharapkan
penguasan matri pembelajaran akan semakin meningkat.
7.
pengalaman belajar antar mata pelajaran sangat positif untuk membentuk
pendekatan menyeluruh pembelajaran terhadap ilmu pengetahuan.
8.

Motivasi belajar dapat ditingkatkan dan diperbaiki.

9.

Pembelajaran tematik membantu menciptakan struktur kognitif.

10.
melalui pembelajaran tematik terjadi kerjasama yang lebuh
meningakatantara para guru, para siswa, guru-siswa dan siswa-orang/nara
sumber lain;belajar menjadi lebih menyenangkan, belajar dalam situasi lebih
nyata dan dalam konteks yang bermakna.

BAB III
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN TEMATI

Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh


terhadap kebermaknaan belajar bagi siswa. Pengalaman belajar yang
menunjukan keterkaitan unsure-unsur konseptual menjadikan pembelajaran
lebih efektif.
Perolehan keutuhan belajar, pengetahuan, dan kebulatan pandangan tentang
kehidupan nyata hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran
tematik(terpadu) (William dalam Udin Saud, 2006).
Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topic dan unit tematisnya,
Forgaty(1991) mengemukakan bahwa ada sepuluh cara atau modeldalam
merencanakan pembelajaran tematik :
1.
Model penggalan ( fragmented ) memisah-misahkan disiplin ilmu atas
mata pelajaran-mata pelajaran, seperti matematika, bahasa Indonesia, IPA, dan
sebagainya.
2.
Model keterhubungan (Connected) dilandasi oleh anggapan bahwa butirbutir pembelaaajaran dapat dipayungkan pada induk mata pelajaran tertentu.

3.
Model sarang (Nested) merupakan pemaduan bentuk penguasaan konsep
ketrampilan melalui sebuah kegiatan pembelajaran.
4.
Model urutan / rangkaian (Sequenced) merupakan model pemaduan topictopik antar mata pelajaran yang berbeda secara pararel.
5.
Model bagian (Shared) merupakan pemaduan pembelajaran akibat
adanyaoverlappingkonsep atau ide pada dua mata pelajaran atau lebih.
6.
Model jarring laba-laba (Webbed) model ini bertolak dari pendekatan
tematis sebagai pemadu bahan dan kegiatan pembelajaran.
7.
Model galur (Thereaded) merupakan model pemaduan bentuk
ketrampilan.
8.
Model ketematikan (Integrated) merupakan pemaduan sejumlah topic dari
mata pelajaran yang berbeda, tetapi esensinyasama dalam sebuah topic
tertentu.
9.
Model celupan (Immerrsed) model ini dirancang untuk membantu siswa
dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan
dihubungkan dengan pemakaiannya.
10.
Model jaringan (Networked) merupakan model pemaduan pembelajaran
yang mengandalkan kemungkinan, pengubahan konsepsi, bentuk pemecahan
masalah, maupun tuntutan bentuk ketrampilan baru setelah siswa
mengadakanstudy lapangandalam situasi, kondisi maupun konteks yang
berbeda-beda.

BAB IV
KESIMPULAN

Model pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang


menunjukan kaitan unsure-unsur konseptual baik didalam maupun antar mata
pelajaran, untuk memberi peluang bagi terjadinya pembelajaran yang efektif dan
untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi anak.

Pembelajaran tematik sebagai pendekatan baru merupakan seperangkat


wawasan dan aktifitas berpikir dalam merancang butur-butir pembelajaran yang
ditujukan untuk menguntai tema, topic maupun pemahaman dan ketrampilan
yang diperoleh siswa sebagai pembelajaran secara utuh dan padu. Atau dengan
pengertian lain pembelajaran tematik adalah suatu pendekatan pembelajaran
yang menghubungkan, merakit atau menghubungkan sejumlah konsep dari
berbagai mata pelajaran yang beranjak dari suatu tema tertentu sebagai pusat

perhatian untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan siswa secara


stimulan.

Pengertian Pendekatan Integratif


Pendekatan Integratif atau terpadu adalah rancangan kebijaksanaan
pengajaran bahasa dengan menyajikan bahan-bahan pelajaran secara
terpadu, yaitu dengan menyatukan, menghubungkan, atau mengaitkan
bahan pelajaran sehingga tidak ada yang berdiri sendiri atau terpisahpisah. Pendekatan terpadu terdiri dari dua macam :
a. Integratif Internal
Yaitu keterkaitan yang terjadi antar bahan pelajaran itu sendiri, misalnya
pada waktu pelajaran bahasa dengan fokus menulis kita bisa mengaitkan
dengan membaca dan mendengarkan juga.
b. Integratif Eksternal
Yaitu keterkaitan antara bidang studi yang satu dengan bidang studi yang
lain, misalnya bidang studi bahasa dengan sains dengan tema lingkungan
maka kita bisa meminta siswa/murid membuat karangan atau puisi
tentang banjir untuk pelajaran bahasanya untuk pelajaran sainsnya kita
bisa menghubungkan dengan reboisasi atau bisa juga pencemaran
sungai.
Pendekatan pembelajaran terpadu adalah seperangkat asumsi yang
berisikan wawasan dan aktifitas berfikir dalam merencanakan
pembelajaran dengan memadukan pengetahuan, pengalaman dan
keterampilan sebagai area isi kegiatan belajar mengajar. Fogarty dalam
buku How to Integrate the curricula menyatakan bahwa pembelajaran
terpadu merupakan :
1.

The vertical spiral represents the spiraling curricula built into


most text materials as.

2.

The horizontal band reprsents the breadth and depth of learning


in a given subject.

3.

The circle represents the integration of skill, themes, concepts,


and topicsaccros dislipines.

Sumber: http://musbir.blogspot.com/2013/02/pendekatan-integratif.html#ixzz3NHp95rEq

Minggu, 11 Maret 2012

Pembelajaran Matematika dengan


pendekatan realistik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Beberapa kali, siswa dari Indonesia memenangkan ajang kompetisi matematika
ataupun mata pelajaran lainnya. Bahwa itu adalah sebauah prestasi, kita tidak bisa
memungkiri. Tetapi kita juga tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan
sesungguhnya. Para pemenang kompetisi itu bukanlah siswa yang bisa mewakili
kemampuan siswa Indonesia pada umumnya. Dalam artian, kesenjangan antara para
siswa pemenang kompetisi internasional itu dengan kebanyakan siswa di Indonesia
sangatlah besar.
Apalagi pada saat ini mutu pendidikan di indonesia sangat memperhatikan.
Khususnya matematika, Terlebih lagi hingga saat ini matematika masih merupakan
monster
yang
sangat
menakutkan
bagi
sebagian
besar
siswa.
Matematika sebagai induk dari ilmu pengetahuan, seharusnya tidak ditakuti. Dan
memang tidak ada yang perlu ditakutkan dari matematika.
Permasalahan ini tidak bisa hanya dilihat dalam satu sudut pandang saja.
Maksudnya Kita tidak boleh menilai dilema mutu pendidikan matematika ini hanya
disebabkan oleh matematika yang sulit.
Jika sudut pandang kita tentang matematika telah diluruskan, maka yang perlu
kita lakukan selanjutnya adalah menentukan pendekatan apa saja yang paling efektif
untuk pembelajaran matematika tertentu, bagaimana palikasinya dalam aktivitas
pembelajaran, dan bagaimana metode pengujiannya.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :

1.

Pengertian pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik

2.

bagaimana pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik

1.3Tujuan
1.

Mengetahui pengertian pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran matematika realistik adalah padanan Realistic Mathematics
Education (RME), sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang
dikembangkan di frudenthal di belanda. Gravemeijer (1992:82) mengungkapkan
Realistic mathematics education is rooted in freudenthals interpretation of
mathematicsas an activity.
Ungkapan Gravemeijer di atas menunjukkan bahwa pembelajaran
matematika realistik dikembangkan berdasar pandangan Freudenthal yang
menyatakan matematika sebagai suatu aktivitas. Lebih lanjut Gravemeijer
(1994: 82) menjelaskan bahwa yang dapat digolongkan sebagai aktivitas
tersebut meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan
mengorganisasi pokok persoalan. Menurut Freudenthal aktivitas-aktivitas itu
disebut matematisasi.
Pendidikan matematika realistik ( RME ) diketahui sebagai pendekatan
yang telah berhasil di Netherlands. Salah satu filososfi yang mendasari
pendekatan realistik adalah bahwa matematika bukanlah satu kumpulan aturan
sifat- sifat yang sudah lengkap yang harus siswa sadari .Menurut Treffers ( dalam
Fauzan, 2002: 33-34 ) mengungkapakan bahwa ide kunci dari pembelajran
matematika realistik yang menekankan perlunya kesempatan bagi siswa untuk
menemukan kembali matematika dengan bantuan orang dewasa ( guru ). Selain
itu disebutkan pula bahwa pengetahuan matematika formal dapat dikembangkan
( ditemukan kembali ) berdasar pengetahuan informal yang dimiliki siswa.
Pernyataan-pernyataan yang dikemukakan di atas menjelaskan suatu cara
pandang terhadap pembelajaran matamatika yang ditempatkan sebagai suatu
proses bagi siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan matematika berdasar
pengetahuan informal yang dimilikinya. Dalam pandangan ini matematika
disajikan bukan sebagai barang jadi yang dapat dipindahkan oleh guru ke
dalam
pikiran
siswa.
Terkait dengan aktivitas matematisasi dalam belajar matematika, Freudenthal
(dalam Panhuizen, 1996: 11) menyebutkan dua jenis matematisasi yaitu
matematisasi horisontal dan vertikal dengan penjelasan seperti berikut ini.
Pernyataan di atas menjelaskan bahwa matematisasi horisontal menyangkut
proses transformasi masalah nyata/ sehari-hari ke dalam bentuk simbol.
Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi dalam
lingkup simbol matematika itu sendiri. Contoh matematisasi horisontal adalah
pengidentifikasian, perumusan dan pemvisualisasian masalah dengan cara-cara
yang berbeda oleh siswa. Sedangkan contoh matematisasi vertikal adalah

presentasi hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan menyesuaikan


model matematika, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model
matematika dan penggeneralisasi.
Pendekatan RME ini didasari oleh fakta bahwa matematika bukanlah stau
kumpulan aturan atau sifat-sifat yang sudah lengkap yang harus siswa pelajari.
Freudenthal ( dalam TIM MKPBM, 2001:125) menyatakan matematika bukan
merupakan suatu objek yang siap saji untuk siswa, melainkan bahwa
matematika adalah suatu pelajaran yang dinamis yang dapat dipelajari dengan
cara mengerjakannya.
Adapun Matematika realistik (MR) adalah matematika yangdisajikan
sebagai suatu proses kegiatan manusia, bukan sebagai suatu produk jadi. Bahan
pelajaran yang disajikan melalui bahan cerita yang sesuai dengan lingkungan
siswa (kontekstual) (Zigma Edisi, 14, 12 Oktober 2007).
Sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa Realistic Mathematics
Education (PMR) merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan
matematika.
Menurut Soedjadi (2001: 3) pembelajaran
mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:

matematika

realistik

1.

Menggunakan konteks, artinya dalam pembelajaran matematika realistik


lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telaha dimiliki siswa dapat
dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual bagi siswa.

2.

Menggunakan model, artinya permasalahan atau ide dalam matematika dapat


dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model
yang mengarah ketingkat abstrak.

3.

Menggunakan kontribusi siswa, artinya pemecahan masalah atau penemuan


konsep yang didasarkan pada sumbangan gagasan siswa.

4.

Interaktif, artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun oleh interaksi


siswa,siswa
dengan
guru.
Siswa
dengan
lingkungannya
dan
sebagainya.Intertwin,artinya topik topik yang berbeda dapat diintegrasikan
sehingga dapat memunculkan pemahaman tentang sustu konsepsecara
serentak.
Dengan mengkaji secara mendalam prinsisp dan karakteristik
pembelajaran matematika realistik tampak bahwa pendekatan ini dikembangkan
berlandaskan pda filsafat kontruktivisme. Paham ini berpandangan bahwa
pengetahuan dibangun sendiri oleh orang yang belajar secara aktif. Penanaman
sustu konsep tidak dapat dilakukan dengan mentransferkan konsep itu dari satu
orang ke orang lain. Tetapi seseorang yang sedang belajar semestinya diberi
keleluasaan dan dorongan untuk mengekspresikan pikirannya dalam
mengkonstruk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri. Aktivitas ini dapat terjadi

dengan cara memberikan permasalahan kepada siswa. Permasalahan tersebut


adalah permasalahan yang telh diakrabi siswa dalam kehidupannya. Sebagai
akibat dari peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika realistik
adalah berkurangnya domminasi guru. Dalam pendekata ini guru lebih berfungsi
sebagai fasilitator.
Langkah langkah pembelajaran matematika realistik adalah :
Meninjau karekteristik interaktif dalam pembelajran matematika realistik
diatas tampak perlu sebuah rancangan pembelajaran yang mampu membangun
interaksi antara siswa dengan siswa,siswa dengan guru , dan siswa dengan
lingkungannya.
Dalam hal ini, Asiki (2001:3) berpandangan perlunyaguru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide- idenya melalui
persentasi individu, kerja kelompok, diskusi kelompok,maupun diskusi kelas.
Negoisasi dan evalusi sesama siswa dan juga denga guru adalah faktor belajar
yang penting dalam pembelajran konstruktif ini.
Implikasi dari adanya aspek sosial yang cukup tinggi dalam aktivitas
belajar siswa tersebut maka guru perlu menentukan metodemengajar yang tepat
dan sesuai dengan kebutuhan tersebut. Salah satu metode mengajar yang
dapat memnuhi tujuan tersebut adlah memasukkan kegiatan diskusi dalam
pembelajaran siswa. Aktivitas diskusi dipandang mampu mendorong dan
melancarkan interaksi antara anggota kelas.
Menurut kemp (1994:169) diskusi adalah bentuk pengajaran tatap muka
yang paling umum dugunakan untuk saling tukar informasi, pikiran dan
pendapat. Lebiha dari itu dalam sebuah diskusi proses belajar berlangsung tidak
hanya kegiatan yang bersifat mengingat informasi belaka, namun juga
memungkinkan proses berfikir secara analisis,sintesis dan evaluasi. Selanjutnya
perlu pula ditentukan bentuk diskusi yang hendak dilaksanakan dengan
mempertimbangkan kondisi kelas yang ada. Karena pembelajran dalam rangka
penelitian ini dilaksanakan dalam sebuah kelas yang pada umumnya
beranggotakan 40 sampai 44 dengan penempatan siswa yang sulit untuk
memebentuk kelompok diskusi besar, maka interaksi antar siswa dimunculkan
melalui diskusi kelompok kecil secara berpasangan selain diskusi kelas.

2.2 Inovasi Pembelajaran Matematika


Romberg ( 1992 ) mengtakan bahwa dalam pendidikan khususnya dalam
pendidikan matematika, individu atau kelompok dapat membuat suatu produk
baru untuk memperbaiki suatu pembelajaran, produk ini mungkin berupa produk
materi pembelajaran baru,teknik pembelajaran baru, ataupun program
pembelajaran baru. Ada empat tahap utama dalam pengembangan ini yaitu :
desain hasil, kreasi hasil, im[plementasi hasil, dan penggunaan hasil.

Bentuk inovasi tersebut dimaksudkanuntuk mengoptimalkan hasil proses


belajar mengajar, yang ditandai dengan meningkatnya kemampuan siswa dalam
menyerapa konsep konsep , prosedur dan algoritma matematika.
Pengembangan pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik
merupakan salah satu usaha meningkatkan kemampuan siswa memahami
matematika. Usaha usaha ini dilakukan sehubungan dengan adanya
perbedaan materi yang dicita- citakan oleh kurikulum tertulis (intented
curriculum) dengan materi yang diajarkan (implemented curriculum), serta
perbedaan antara materi yang diajarkan dengan materi yang di pelajari siswa
(realised curriculum) (Niss,1996).

2.3 Pendekatan Realistik di antara Pendekatan Lainnya


dalam Pendidikan Matematika
Secara umum terdapat empat pendekatan pembelajaran matematika
yang dikenal, Treffers (1991) membaginya dalam mechanistic, structuralistic,
emperistic, dan realistic.
Menurut filosofi mechanistic bahwa manusia ibarat komputer, sehingga
dapat diprogram dengan cara drill untuk mengerjakan hitungan atau olgaritma
tertentu dan menampilkan aljabar pada level yang paling sederhana atau
bahkan mungkin dalam penyeleasaian geometri serta berbagai masalah,
membedakan dengan mengenali pola pola dan proses yang berulang ulang.
Dalam filosofi sructuralistic, yang secara historis berakar pada pengajaran
geometri tradisional, bahwa matematika dan sistemnya terstruktur secara baik.
Manusia dengan kemuliannya, belajar dengan pandangan dan pengertian dalam
berbagai rational, ia diangap sanggup menampilkan deduksi deduksi yang lebih
efisien dengan cara menggunakan subjek materi sistematik dan terstruktur
secara baik.
Menurut filosofi empiristik bahwa dunia adalah kenyataan. Dalam
pandangan ini,kepada siswa disediakan berbagai material yang sesuai dengan
dunia kehidupan para siswa. Para siswa mendapatkan kesempatan untuk
mendapatkan pengalamanyang berguna, namun sayangnya para siswa tidak
dengan segera mensistemasikan dan merasionalkan pengalaman.
Dalam filosofi realistic, kepada siswa diberikan tugas- tugas yang
mendekati kenyataan, yaitu yang dari dalam siswa akan memperluas dunia
kehidupannya. Kemajuan individu maupun kelompok dalam proses belajarseberapa jauh dan seberapa cepat akan menentukan spektrum perbedaan
dari hasil belajar dan posisi individu tersebut.

2.4 Prinsip prinsip Pembelajaran Realistik


Terdapat lima prinsip utama dalam kurikulum matematika realistik:

1.

Didominasi oleh masalah- masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu
sebagai sumber dan sebagi terapan konsep matematika.

2.

Perhatian diberikan pada pengembangan model model, situasi, sikema,dan


simbol simbol.

3.

Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran


menjadi konstruktif dan produktif, artinya siswa memproduksi sendiri dan
mengkonstruksi sendiri ( yang mungkin berupa algoritma, rule atau aturan),
sehingga dapat membimbing para siswa dari level matematika informal menuju
matematika formal.

4.
5.

Interaksi sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika


intertwinning ( membuat jalinan ) antar topik atau antar pokok atau antar
strandt
2.5 Pertimbangan Menggunakan Pendekatan Realistik
Pada dasarnya pendekatan realistik membimbing siswa untuk
menemukan kembali konsep konsep matematika yang pernah ditemukan oleh
paera ahli matematika atau bila memungkinkan siswa dapat menemukan sama
sekali hala yang belum pernah di temukan. Ini dikenal sebagai guided
reinvention (Freudenthal,1991).
Implementasi pembelajaran matematika dengan pendekatan dilakukan
oleh mahasiswa yang telah memahami bagaimana pembelajaran realistik
disampaikan, dan bagaimana prinsisp prinsip pembelajaran realistik dilakukan.
Dikaitkan dengan prinsip- prinsip pembelajran dalam pendekatan
matematika realistik. Berikut ini merupakan rambu- rambu penerapannya:

1.

Bagaimana guru menyampaikan matematika kkontekstual sebagi starting


point pembelajaran

2.

Bagaimana guru menstimulasi, membimbing, dan memfasilitasi agar


prosedur, algoritma, simbol, skema, dan model yang dibuat oleh siswa
mengarahkan mereka untuk sampai kepada matematika formal

3.

Bagaiman guru memberi atau mengarahkan kelas, kelompok, maupun


individu untuk menciptakan free production, menciptakan caranya sendiri dalam
menyelesaikan soal atau menginterpretasikan problem kontekstual, sehingga
tercipta berbagai macam pendekatan, atau metode penyelesaian, atau algoritma

4.

Bagaiaman guru membuata kelas bekerja secara interaktif sehingga terjadi


interaksi diantara mereka antara siswa dengan siswa dalam kelompok kecil dan
antrata anggota- anggota kelompok dalam prestasi umum, serta antara siswa
dan guru

5.

Bagaimana guru membuat jalinan antara topik dengan topik lain, antara konsep
dengan konsep lain, dan antara satu simbol denngan simbol yang lain didalam
rangkain topik matematika.
Pendekatan realistik perlu dipertimbangkan untuk dijadikan alternatif dalam
pembelajarn matematika. Namun perlu diingta bhawa masalah kontekstual yang
diungkapkan tidak selamanya berasala dari aktivitas sehari hari, melainkan
juga bis dari konteks yang dapat di- imajinasika dalam pikiran siswa.

2.6 Contoh
desain
pembelajaran
pendekatan realistik matematika

menggunakan

Berapa takar ( suntikan) banyaknya minyak wangi dari satu botol besar ? Jelaskan !

8 X

=
=
=

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran matematika realistik adalah padanan Realistic Mathematics
Education (RME), sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang
dikembangkan di frudenthal di belanda. Gravemeijer (1992:82) mengungkapkan
Realistic mathematics education is rooted in freudenthals interpretation of
mathematicsas an activity.
Adapun Matematika realistik (MR) adalah matematika yang disajikan
sebagai suatu proses kegiatan manusia, bukan sebagai suatu produk jadi. Bahan
pelajaran yang disajikan melalui bahan cerita yang sesuai dengan lingkungan
siswa (kontekstual) (Zigma Edisi, 14, 12 Oktober 2007).
Sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa Realistic Mathematics
Education (PMR) merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan
matematika.
Untuk mengoptomalkan hasil belajar mengajar, Romberg mengemukakan
inovasi produk baru untuk memperbaiki suatu pembelajaran, produk ini mungkin
berupa produk materi pembelajaran baru, teknik pembelajaran baru, ataupun
program pembelajaran baru. Ada empat tahap utama dalam pengembangan ini
yaitu : desain hasil, kreasi hasil, implementasi hasil, dan penggunaan hasil.

Pengertian Metode Integratif

Pendekatan integratif dapat diartikan sebagai penyatuan berbagai aspek ke dalam satu
keutuhan yang padu. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan
belajar-mengajar bahasa Indonesia dalam Kurikulum Bahasa Indonesia adalah pendekatan
integratif (Imam Syafiie, Mamur Saadie, Roekhan. 2001: 2.19).

Pendekatan Integratif dapat dimaknakan sebagai pendekatan yang menyatukan


beberapa aspek ke dalam satu proses. Integratif terbagi menjadi interbidang studi dan
antarbidang studi. Interbidang studi artinya beberapa aspek dalam satu bidang studi
diintegrasikan. Misalnya, mendengarkan diintegrasikan dengan berbicara dan menulis. Menulis

diintegrasikan dengan berbicara dan membaca. Materi kebahasaan diintegrasikan dengan


keterampilan bahasa. Integratif antarbidang studi merupakan pengintegrasian bahan dari
beberapa bidang studi. Misalnya, bahasa Indonesia dengan matematika atau dengan bidang
studi lainnya.

Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, integratif interbidang studi lebih banyak


digunakan. Saat mengajarkan kalimat, guru tidak secara langsung menyodorkan materi kalimat
ke siswa tetapi diawali dengan membaca atau yang lainnya. Perpindahannya diatur secara tipis.
Bahkan, guru yang pandai mengintegrasikan penyampaian materi dapat menyebabkan siswa
tidak merasakan perpindahan materi. Integratif sangat diharapkan dalam pembelajaran bahasa
Indonesia. Pengintegrasiannya diaplikasikan sesuai dengan kompetensi dasar yang perlu dimiliki
siswa. Materi tidak dipisah-pisahkan. Materi ajar justru merupakan kesatuan yang perlu dikemas
secara menarik.

II.2 Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran Bahasa

Dalam proses belajar mengajar, kita mengenal istilah pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran. Istilah-istilah tersebut sering digunakan dengan pengertian yang sama, artinya
orang menggunakan istilah metode dengan pengertian yang sama dengan pendekatan,
demikian pula dengan istilah teknik dan metode. Sebenarnya, ketiga istilah tersebut mempunyai
makna yang berbeda, walaupun dalam penerapannya ketiga-tiganya saling berkaitan. Tentang
hal ini, Ramelan (1982) mengutip pendapat Anthony yang mengatakan bahwa pendekatan ini
mengacu pada seperangkat asumsi yang saling berkaitan, dan berhubungan dengan sifat
bahasa serta pengajaran bahasa. Pendekatan merupakan dasar teoritis untuk suatu metode.

Asumsi-asumsi tersebut diatas menimbulkan adanya pendekatan-pendekatan yang


berbeda yakni :

1.
Pendekatan yang mendasari pendapat bahwa belajar berbahasa, berarti
berusaha membiasakan diri menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Tekanannya pada
pembiasaan.

2.
Pendekatan yang didasari pendapat bahwa belajar berbahasa, berarti berusaha
untuk memperoleh kemampuan berkomunikasi secara lisan. Tekanan pembelajarannya pada
kemampuan berbicara.

3.
Pendekatan yang didasari pendapat bahwa pembelajara bahasa, yang harus
diutamakan ialah pemahaman akan kaidah-kaidah yang mendasari ujaran, tekanan
pembelajaran pada aspek kognitif bahasa bukan pada kemampuan menggunakan bahasa.

a.

Metode

Metode pembelajaran bahasa ialah rencana pembelajaran bahasa, yang mencakup


pemilihan, penentuan, dan penyusunan secara sistematis bahan yang diajarkan, serta
kemungkinan pengadaan remedi dan bagaimana pengembangannya. Pemilihan, penentuan,
dan penyusunan bahan ajar secara sistematis, dimaksudkan agar bahan ajar tersebut mudah
diserap dan dikuasai oleh siswa. Semua itu didasarkan pada pendekatan yang dianut, dengan
kata lain, pendekatan merupakan penentu metode yang digunakan.

Metode, mencakup pemilihan dan penetuan bahan ajar serta kemungkinan pengadaan
remedi dan pengembangan bahan ajar tersebut. Dalam hal ini guru menetapkan tujuan yang
hendak dicapai. Kemudian ia mulai memilih bahan ajar. Sesudah itu bahan ajar tersebut disusun
menurut urutan tingkat kesukarannya. Disamping itu guru juga merencanakan pula cara
mengevaluasi, mengadakan remedi serta pengembangan bahan ajar tersebut.

b.

Tekhnik

Teknik pembelajaran merupakan cara guru menyampaikan bahan ajar yang telah
disusun (dalam metode), berdasarkan pendekatan yang dianut. Teknik yang digunakan oleh guru
bergantung pada kemampuan guru itu mencari akal atau siasat agar proses belajar mengajar
dapat berjalan lancar dan berhasil dengan baik. Dalam menetukan teknik pembelajaran ini, guru
perlu mempertimbangkan situasi kelas, lingkungan, kondisi siswa, sifat-sifat siswa, dan kondisikondisi lainnya. Untuk metode yang sama, dapat digunakan teknik pembelajaran yang berbedabeda, tergantung pada berbagai faktor tersebut.

Dari uraian diatas dapat dikatakan teknik pembelajaran adalah siasat yang dilakukan
oleh guru dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk memperoleh hasil yang optimal.

II.3

Pendekatan-pendekatan Dalam Pembelajaran Bahasa

Pendekatan yang telah lama diterapkan dalam pembelajaran bahasa, anatar lain ialah
pendekatan tujuan dan pendekatan struktural. Kemudian menyusul pendekatan yang dipandang
lebih sesuai dengan hakekat dan fungsi bahasa, yakni pendekatan komunitatif dan pendekatan
terpadu.

a.

Pendekatan Tujuan

Pendekatan tujuan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam setiap kegiatan belajar
mengajar, yang harus dipikirkan dan ditetapkan terlebih dahulu ialah tujuan yang hendak dicapai.
Dengan memperhatikan tujuan yang telah ditetapkan itu dapat ditentukan metode mana yang
akan digunakan dan teknik pengajaran yang bagaimana yang diterapkan agar tujuan
pembelajaran tersebut dapat dicapai. Jadi proses belajar mengajar ditentukan oleh tujuan yang
ditetapkan, untuk mencapai tujuan itu sendiri. Berdasarkan pendekatan tujuan, maka yang
penting adalah tercapainya tujuan. Adapun proses pembelajarannya, bagaimana metodenya,
bagaimana teknik pembelajarannya tidak merupakan masalah penting.

Penerapan pendekatan tujuan ini sering dikaitkan dengan cara belajar tuntas. Berarti
suatu kegiatan belajar mengajar dianggap berhasil, apabila sedikit-dikitnya 85 % dari jumlah
siswa yang mengikuti pelajaran itu menguasai minimal 75 % dari bahan ajar yang diberikan
guru. Penentuan keberhasilan itu didasarkan hasil tes sumatif. jika sekurang-kurangnya 85 %
Dari jumlah siswa dapat mengerjakan atau dapat menjawab dengan betul minimal 75 % dari soal
yang diberikan oleh guru maka pelajaran dapat dianggap berhasil.

b.

Pendekatan Struktural

Pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran bahasa,


yang dilandasi oleh asumsi yang menganggap bahasa sebagai seperangkat kaidah. Atas dasar
anggapan tersebut timbul pemikiran bahwa pembelajaran bahasa harus diutamakan
penguasaan kaidah-kaidah bahasa atau tata bahasa. Oleh sebab itu pembelajaran bahasa perlu
dititik beratkan pada pengetahuan tentang struktur bahasa yang tercakup dalam fonologi,
morfologi, dan sintaksis. Dalam hal ini pengetahuan tentang pola-pola kalimat, pola kata, dan
suku kata menjadi sangat penting, jelas, bahwa aspek kognitif bahasa diutamakan. Disamping
kelemahan, pendekatan ini juga memiliki kelebihan. Dengan pendekatan struktural siswa akan
menjadi cermat dalam menyusun kalimat, karena mereka memahami kaidah-kaidahnya.

c.

Pendekatan Komunikatif

Pendekatan komunikatif berorientasi pada proses belajar- mengajar bahasa berdasarkan


tugas dan fungsi berkomunikasi. Prinsip dasar pendekatan komunikatif ialah: a) materi harus
terdiri dari bahasa sebagai alat komunikasi, b) desain materi harus menekankan proses belajarmengajar dan bukan pokok bahasan, dan c) materi harus memberi dorongan kepada pelajar
untuk berkomunikasi secara wajar ( Siahaan dalam Pateda, 1991:86).

d.

Pendekatan Terpadu

Pendekatan Integratif atau terpadu adalah rancangan kebijaksanaan pengajaran bahsa


dengan
menyajikan
bahan-bahan
pelajaran
secara
terpadu,
yaitu
dengan
menyatukan,menghubungkan,atau mengaitkan bahan pelajaran sehingga tidak ada yang berdiri
sendiri atau terpisah-pisah.

Pendekatan terpadu terdiri dari dua macam :

a.
Integratif Internal yaitu keterkaitan yang terjadi antar bahan pelajaran itu sendiri,
misalnya pada waktu pelajaran bahasa dengan fokus menulis kita bisa mengaitkan dengan
membaca dan mendengarkan juga.

b.
Integratif Eksternal yaitu keterkaitan antara bidang studi yang satu dengan bidang
studi yang lain, misalnya bidang studi bahasa dengan sains dengan tema lingkungan maka kita
bisa meminta siswa membuat karangan atau puisi tentang banjir untuk pelajaran bahasanya
untuk pelajaran sainsnya kita bisa menghubungkan dengan reboisasi atau bisa juga
pencemaran sungai.

Pendekatan pembelajaran terpadu adalah seperangkat asumsi yang berisikan wawasan


dan aktifitas berfikir dalam merencanakan pembelajaran dengan memadukan pengetahuan,
pengalaman dan keterampilan sebagai area isi kegiatan belajar mengajar. Pendekatan
pembelajaran terpadu,menurut Aminuddin (1994), merupakan perencanaan dan proses
pembelajaran yang ditujukan untuk menguntai tema, topik, pemahaman, dan pengalaman
belajar secara terpadu. Pembelajaran terpadu itu sebagai wawasan dan bentuk kegiatan berfikir
ketika guru merencanakan kegiatan belajar mengajar dengan berlandas tumpu pada prinsipprinsip:

1.

Humanisme

Manusia secara fitrah memiliki bekal yang sama dalam upaya memahami sesuatu.
Implikasi wawasan tersebut dalam kegiatan pendidikan

a. Guru bukan satu-satunya sumber informasi

b.Siswa disikapi sebagai subjek belajar yang kreatif mampu menemukan pemahaman
sendiri.

c. Dalam proses belajar mengajar, guru lebih banyak bertindak sebagai model, teman
pendamping, pemotivasi, penyedia bahan pembelajaran, aktor yang juga bertindak sebagai
pebelajar.

2.

Progresifisme

Prilaku manusia dilandasi motif dan minat tertentu. Implikasi wawasan tersebut dalam
kegiatan pendidikan :

a.

Isi pembelajaran harus memiliki kegunaan bagi pebelajar secara aktual.

b. Dalam kegiatan belajarnya siswa harus menyadari manfaat pengusaan isi


pembelajaran itu bagi kehidupannya.

c. pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan, pengalaman dan


pengetahuan pebelajar.

3.

Rekonstruksionisme

Manusia selain memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan. Implikasi wawasan tersebut
dalam kegiatan pendidikan :

a.

Layanan pembelajaran selain bersifat klasikal juga bersifat individual

b.
Pebelajar selain ada yang menguasai isi pembelajaran secara cepat juga ada yang
menguasai isi secara lambat

c.
perlu disikapi sebagai subjek yang unik, baik itu menyangkut proses merasa,
berfikir dan karakteristik individualnya sebagai hasil bentukan lingkungan keluarga, teman
bermain, maupun lingkungan kehidupan sosial masyarakatnya.

II.4 Ciri-Ciri Pendekatan Integratif

Ciri-ciri pendekatan integrative dalam (Zuchdi, 1997) itu antara lain:

berpusat pada siswa,


memberikan pengalaman langsung pada anak,
pemisahan antarbidang studi tidak begitu jelas,
menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam satu proses pembelajaran,
bersifat luwes, dan
hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.

Anda mungkin juga menyukai