Apa kabar pembaca setia blog penelitian tindakan kelas? Semoga kita semua
selalu dalam lindunganNya untuk mengemban tugas mulia memajukan
pendidikan anak bangsa untuk menyongsong era generasi emas di masa datang.
Kali ini, kami ingin berbagi mengenai model pembelajaran berbasis proyek
(Project Based Learning) dalam kaitannya dengan pendekatan saintifik (scientific
approach) dan implementasi Kurikulum 2013. Yuk disimak.
Saat ini pembelajaran di sekolah-sekolah kita masih lebih terfokus pada hasil
belajar berupa pengetahuan (knowledge) semata. Itupun sangat dangkal, hanya
sampai pada tingkatan ingatan (C1) dan pemahaman (C2) dan belum banyak
menyentuh aspek aplikasi (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6). Ini
berarti pada umumnya, pembelajaran di sekolah belum mengajak siswa untuk
menerapkan, mengolah setiap unsur-unsur konsep yang dipelajariuntuk
membuat (sintesis) generaliasi, dan belum mengajak siswa mengevaluasi
(berpikir kritis) terhadap konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang telah
dipelajarinya. Sementara itu, aspek keterampilan (psikomotor) dan sikap
(attitude) juga banyak terabaikan.
Banyak sekali manfaat yang dapat diraih melalui penerapan model pembelajaran
berbasis proyek (Project Based Learning) ini, misalnya: (1) siswa menjadi
pebelajar aktif; (2) pembelajaran menjadi lebih interaktif atau multiarah; (3)
pembelajaran menjadi student centred); (4) guru berperan sebagai fasilitator; (5)
mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa; (6) memberikan
kesempatan siswa memanajemen sendiri kegiatan atau aktivitas penyelesaian
tugas sehingga melatih mereka menjadi mandiri; (7) dapat memberikan
pemahaman konsep atau pengetahuan secara lebih mendalam kepada siswa;
dsb.
Selain itu pembelajaran tentunya harus diubah dari kecenderungan lama (satu
arah) agar menjadi lebih interaktif (multiarah). Melalui model pembelajaran ini,
siswa juga akan dapat diharapkan menjadi aktif menyelidiki (belajar) dengan
menyajikan dunia nyata (bukan abstrak) kepada mereka. Di dalam model
pembelajaran ini, siswa akan bekerja secara tim (berkelompok) kooperatif dan
mengubah pemikiran faktual semata menjadi pemikiran yang lebih kritis dan
analitis.
Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Aktif Termaktub Dalam Project Based Learning
RUMAH ELEKTRON
BAB I
PENDAHULUAN
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam
mengorganisasikan kelas pada umumnya atau dalam menyajikan bahan
pelajaran pada khususnya, yang merupakan alat untuk mencapai suatu
tujuan.Metode pembelajaran tidak hanya berfungsi sebagai cara untuk
menyampaikan materi saja, melainkan berfungsi juga untuk pemberian
dorongan, pengungkap tumbuhnya minat belajar, penyampaian bahan belajar,
pencipta iklim belajar yang kondusif, tenaga untuk melahirkan kreativitas,
pendorong untuk penilaian diri dalam proses dan hasil belajar, dan pendorong
dalam melengkapi kelemahan hasil belajar
BAB II
PEMBAHASAN
cirri-ciri cooperative learning. Pada model ini siswa diberi sub topik yang ingin
mereka pelajari dan topic yang biasanya telah ditentukan guru, setelah itu guru
dan siswa merumuskan tujuan, langkah-langkah belajar berdasarkan sub topic
dan materi yang dipilih
Jigsaw, merupakan salah satu tipe pembelajaran yang mendorong siswa aktif
dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai
prestasi yang maksimal. Dalam model ini terdapat tahap-tahap dalam
menyelenggarakannya, yaitu pembentukan kelompok-kelompok kecil yang
dilakukan oleh guru berdasarkan pertimbangan tertentu
Sedangkan dua pendekatan lain yang dirancang untuk kelas-kelas rendah
adalah:
5.
Team Assited Individualization (TAI), digunakan pada pembelajaran
matematika untuk tingkat 3-6 (setingkat TK).Dalam model ini para siswa
memasuki sekuen individual berdasarkan tes penempatan dan kemudian
melanjutkan dengan tingkat kemaampuannya sendiri. Secara umum, anggota
kelompokm bekerja dengan unit pelajaran berbeda. Teman satu tim saling
memeriksa hasil kerja masing-masing menggunakan lembar jawaban dan saling
membantu dalam menyelesaikan masalah
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), digunakan pada
pembelajaran membaca dan menulis pada tingkatan 2-8 (setingkat TK sampai
SD). dalam model ini siswa lebih banyak mengikuti serangkaian pengajaran
guru, para-penilaian tim, dan kuis. Penghargaan untuk tim dan sertifikat akan
diberikan kepada tim berdasarkan kinerja rata-rata dari semua anggota tim
dalam semua kegiatan
Model pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur
tujuan, dan struktur penghargaan (Arends, 1997: 110-111).
a.
Struktur tugas mengacu pada cara pengaturan pembelajaran dan jenis
kegiatan siswa dalam kelas
b.
Struktur tujuan, yaitu sejumlah kebutuhan yang ingin dicapai oleh siswa
dan guru pada akhir pembelajaran atau saat siswa menyelesaikan pekerjaannya.
Ada tiga macam struktur tujuan, yaitu:
1. Struktur tujuan individualistik
2. Struktur tujuan kompetitif
3. Struktur tujuan kooperatif
c.
Struktur penghargaan kooperatif, yaitu penghargaan yang diberikan pada
kelompok jika keberhasilan kelompok sebagai akibat keberhasilan bersama
anggota kelompok.
jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin yang berbeda-beda,
PROBLEM BASED-LEARNING
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL) adalah
kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalahmasalah yang menuntut peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang
membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model
belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses
pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan
masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari.
Pengertian Pembelajaran Problem Basedlearning
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran
yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk
belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta
didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).
Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang
menantang peserta didik untuk belajar bagaimana belajar, bekerja secara
berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang
diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada
pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum
peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah
yang harus dipecahkan.
pembelajaran. Lebih jauh, hal ini diperlukan untuk memastikan peserta didik
memperoleh kunci utama materi pembelajaran, sehingga tidak ada kemungkinan
terlewatkan oleh peserta didik seperti yang dapat terjadi jika peserta didik
mempelajari secara mandiri. Konsep yang diberikan tidak perlu detail,
diutamakan dalam bentuk garis besar saja, sehingga peserta didik dapat
mengembangkannya secara mandiri secara mendalam.
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah: Pendefinisian Masalah
(Defining the Problem)
Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan dan
dalam kelompoknya, peserta didik melakukan berbagai kegiatan. Pertama,
brainstorming yang dilaksanakan dengan cara semua anggota kelompok
mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas,
sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat. Setiap
anggota kelompok memiliki hak yang sama dalam memberikan dan
menyampaikan ide dalam diskusi serta mendokumentasikan secara tertulis
pendapat masing-masing dalam kertas kerja.
Selain itu, setiap kelompok harus mencari istilah yang kurang dikenal dalam
skenario tersebut dan berusaha mendiskusikan maksud dan artinya. Jika ada
peserta didik yang mengetahui artinya, segera menjelaskan kepada teman yang
lain. Jika ada bagian yang belum dapat dipecahkan dalam kelompok tersebut,
ditulis dalam permasalahan kelompok. Selanjutnya, jika ada bagian yang belum
dapat dipecahkan dalam kelompok tersebut, ditulis sebagai isu dalam
permasalahan kelompok.
Kedua, melakukan seleksi alternatif untuk memilih pendapat yang lebih fokus.
Ketiga, menentukan permasalahan dan melakukan pembagian tugas dalam
kelompok untuk mencari referensi penyelesaian dari isu permasalahan yang
didapat. Fasilitator memvalidasi pilihan-pilihan yang diambil peserta didik. Jika
tujuan yang diinginkan oleh fasilitator belum disinggung oleh peserta didik,
fasilitator mengusulkannya dengan memberikan alasannya. Pada akhir langkah
peserta didik diharapkan memiliki gambaran yang jelas tentang apa saja yang
mereka ketahui, apa saja yang mereka tidak ketahui, dan pengetahuan apa saja
yang diperlukan untuk menjembataninya. Untuk memastikan setiap peserta didik
mengikuti langkah ini, maka pendefinisian masalah dilakukan dengan mengikuti
petunjuk.
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah: Pembelajaran Mandiri (Self
Learning)
Setelah mengetahui tugasnya, masing-masing peserta didik mencari berbagai
sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi. Sumber yang
dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan,
halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan. Tahap investigasi
memiliki dua tujuan utama, yaitu: (1) agar peserta didik mencari informasi dan
mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah
didiskusikan di kelas, dan (2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu
Tahap
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Tahap I
Orientasi siswa kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan kebutuhan yang diperlukan
dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang
dipilihnya
Siswa menginventarisasi dan mempersiapkan kebutuhan yang diperlukan dalam
proses pembelajaran. Siswa berada dalam kelompok yang telah ditetapkan
Tahap 2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah tersebut
Siswa membatasi permasalahannya yang akan dikaji
Tahap 3
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Siswa melakukan inkuiri, investigasi, dan bertanya untuk mendapatkan jawaban
atas permasalahan yang dihadapi
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan laporan serta
membantu siswa untuk berbagai tugas dalam kelompoknya
Siswa menyusun laporan dalam kelompok dan menyajikannya dihadapan kelas
dan berdiskusi dalam kelas
Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
Siswa mengikuti tes dan menyerahkan tugas-tugas sebagai bahan evaluasi
proses belajar
Selama tahap analisis dan penjelasan, peserta didik akan didorong untuk
menyatakan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan. Tidak ada ide
yang akan ditertawakan oleh guru atau teman sekelas. Semua peserta didik
diberi peluang untuk menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ideide mereka.
Contoh Pembelajaran Berbasis Masalah:
Fase (2) Mengorganisasikan Peserta Didik untuk Belajar
Di samping mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, pembelajaran
PBL juga mendorong peserta didik belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu
masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh
sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk
kelompok-kelompok peserta didik dimana masing-masing kelompok akan
memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip
pengelompokan peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan
dalam konteks ini seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar
anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya. Guru
sangat penting memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok
untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran.
Setelah peserta didik diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk
kelompok belajar selanjutnya guru dan peserta didik menetapkan subtopiksubtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal. Tantangan utama
bagi guru pada tahap ini adalah mengupayakan agar semua peserta didik aktif
terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini
dapat menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.
Contoh Pembelajaran Problem Based Learning:
Fase (3) Membantu Penyelidikan Mandiri dan Kelompok
Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan
memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu
melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen,
berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan. Pengumpulan data
dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru
harus mendorong peserta didik untuk mengumpulkan data dan melaksanakan
eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami
dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar peserta didik
mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka
sendiri.
Guru membantu peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya dari berbagai sumber, dan ia seharusnya mengajukan pertanyaan
pada peserta didik untuk berifikir tentang masalah dan ragam informasi yang
dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat dipertahankan.
a.
Keterpusatan ( centrality)
Proyek dalam pembelajaran berbasis proyek adalah pusat atau inti kurikulum,
bukan pelengkap kurikulum ,didalam pembelajaran proyek adalah strategi
pembelajaran, pelajaran mengalami dan belajar konsep konsep inti suatu
disiplin ilmu melalui proyek. Model ini merupakan pusat strategi pembelajaran,
dimana siswa belajar konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja
proyek. Oleh karna itu, kerja proyek bukan merupakan praktik tambahan dan
aplikasi praktis dari konsep yang sedang dipelajari , melainkan menjadi sentral
kegiatan pembelajaran dikelas.
b.
Proyek dalam PBL adalah berfokus pada pertanyaan atau masalah , yang
mendorong pelajar menjalani (dalam kerja keras ) konsep-konsep dan prinsipprinsip inti atau pokok dari disiplin.
c.
d.
e.
Bersifat realisme
Berdasarkan kegiatan pengajar dan pelajar dalam pendekatan PBL, maka PBL
yang akan dibuat di dalam lingkungan web terbagi dalam tiga tahapan yakni
persiapan, pembelajaran dan evaluasi, tetapi dari tiga tahapan tersebut dapat
dideskripsikan menjadi enam tahapan sebagai berikut
a.
Persiapan
mencari web site atau sumber yang dapat membantu pelajar dalam
menyelesaikan proyek, dan menyimpannya di dalam web.
b.
Penugasan/menentukan topik.
Sesuai dengan tugas proyek yang diberikan oleh pengajar maupun pilihan
sendiri, pelajar akan memperoleh dan membaca kerangka proyek, lalu berupaya
mencari sumber yang dapat membantu. Dengan berdasar pada referensi alamat
web yang berisi materi relevan, pelajar dengan cepat dan langsung
mendapatkan materi yang berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan proyek.
Lalu pelajar berupaya berpikir dengan kemampuannya berdasar pada
pengalaman yang dimiliki, membuat pemetaan topik, dan mengembangkan
gagasannya dalam menentukan sub topik suatu proyek.
c.
Merencanakan kegiatan.
Pelajar bekerja dalam proyek individual, kelompok dalam satu kelas atau antar
kelas. Pelajar menentukan kegiatan dan langkah yang akan diambil sesuai
dengan sub topiknya, merencanakan waktu pengerjaan dari semua sub topik dan
menyimpannya di dalam web. Jika bekerja dalam kelompok, tiap anggota harus
mengikuti aturan dan memiliki rasa tanggungjawab. Sedangkan pengajar
berkewajiban menyampaikan isi dari rencana proyeknya kepada orang tua,
sehingga orang tua dapat ikut serta membantu dan mendukung anaknya dalam
menyelesaikan proyek.
d.
e.
Finishing.
berkomentar dan memberikan kontribusi, dan agar dilihat dan bermanfaat bagi
orang lain.
f.
Monitoring/Evaluasi.
Pengajar menilai semua proses pengerjaan proyek yang dilakukan oleh tiap
pelajar berdasar pada partisipasi dan produktifitasnya dalam pengerjaan proyek.
Karakteristik Pembelajaran Project Based Learning/PjBL
peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja;
adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik;
peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan
atau tantangan yang diajukan;
peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan
mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan;
proses evaluasi dijalankan secara kontinyu;
peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah
dijalankan;
produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif; dan
situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.
Langkah-langkah Pembelajaran Project Based Learning/PjBL
[1] Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question)
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat
memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil
topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah
investigasi mendalam. Pengajar berusaha agar topik yang diangkat relevan
untuk para peserta didik.
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek:
[2] Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik.
Dengan emikian peserta didik diharapkan akan merasa memiliki atas proyek
tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang
dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara
mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan
bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
Langkah-langkah Pembelajaran berbasis Project Based Learning/PjBL :
Seperti yang dikutip oleh Suryosubroto dalam Trianto (2009) menyatakan bahwa,
Inquiry merupakan perluasan proses discovery, yang digunakan lebih
mendalam, inkuiry yang dalam bahasa InggrisInquiry berarti pertanyaan, atau
pemeriksaan, penyelidikan. Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan
manusia untuk mencari atau memahami informasi.
Gulo, (2005) menyatakan bahwa, strategi inkuiri berarti suatu rangkaian
kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa
untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga
mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
b. Modified Inquiry
c. Free Inquiry
Model inkuiri jenis ini siswa dilibatkan dalam proses pemecahan masalah
dengan cara-cara yang lazim ditempuh oleh para ilmuan, suatu undangan
(invitation) memberikan suatu problema kepada para siswa dan melalui
pertanyaan masalah yang lebih direncanakan dengan hati-hati mengundang
siswa
untuk melakukan beberapa kegiatan atau kalau ini mungkin semua kegiatan.
h. Value clarifikation
Orientasi
Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim
pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini
adalah:
a.
Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai
oleh siswa
b.
Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk
mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan
setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan merumuskan masalah sampai
dengan merumuskan kesimpulan
c.
Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam
rangka memberikan motivasi belajar siswa.
2.
Merumuskan masalah
3.
Merumuskan hipotesis
4.
Mengumpulkan data
5.
Menguji hipotesis
6.
Merumuskan kesimpulan
4.
5. Menyelidiki validitas logis dan konsisten internal pada proposisi dan unsurunsur penunjangnya.
6.
7.
8.
Pembelajaran inkuiri dengan metode Suchman menggunakan pertanyaanpertanyaan yang diajukan pada siswa sebagai alternative untuk prosedur
pengumpulan data.
Inkuiri Suchman seperti yang dikutip oleh Kardi dalam Trianto(2009) mempunyai
kelebihan, yaitu :
1. Penelitian dapat diselesaikan dalam waktu satu periode pertemuan. Waktu
yang singkat ini memungkinkan siswa dapat mengalami siklus inkuiri dengan
cepat, dan pelatihan mereka akan terampil melakukan inkuiri.
2.
Perbedaan utama antar inkuiri Suchman dengan Inkuiri umum terletak pada
proses pengumpulan data.
Suchman mengembangkan suatu motode penemuan baru yang menuntun siswa
mengumpulkan data melalui bertanya, maka dari itu model pembelajaran inkuiri
menurut Schuman harus memperhatikan :
1. Struktur Sosial Pembelajaran. Suasana kelas yang nyaman merupakan hal
yang penting dalam pembelajaran inkuiri Suchman karena pertanyaanpertanyaan harus berasal dari siswa agar proses pembelajaran dapat berjalan
dengan baik. Kerja sama guru dengan siswa, siswa dengan siswa diperlukan juga
adanya dorongan secara aktif dari guru dan teman. Dua atau lebih siswa yang
bekerja sama dalam berfikir dan bertanya, akan lebih baik hasilnya jika
dibanding bila siswa bekerja sendiri.
2. Peran Guru. Pembelajaran inkuiri Suchman, peran guru memonitor
pertanyaan siswa untuk mencegah agar proses inkuiri, tidak sama dengan
permainan tebakan. Hal ini memerlukan dua aturan penting, yaitu : Pertanyaan
harus dapat dijawab ya atau tidak dan harus diucapkan dengan suatu cara
siswa dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan melakukan pengamatan;
Pertanyaan harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan guru
memberikan jawaban pertanyaan tersebut, tetapi mengarahkan siswa untuk
menemukan jawabannya sendiri.
3. Sintaks Pembelajaran Inkuiri. Dalam upaya menanamkan konsep , misalnya
konsep IPA Biologi pokok bahasan saling ketergantungan pada siswa, tidak cukup
hanya sekedar ceramah. Pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa diberi
kesempatan untuk tahu dan terlibat secara aktif dalam menemukan konsepkonsep dari fakta-fakta yang dilihat dari lingkungan dengan bimbingan guru.
Pada penelitian ini tahapan pembelajaran yang digunakan mengadaptasi dari
tahapan pembelajaran inkuiri yang dikemukakan oleh Eggen & Kauchak dalam
Trianto (2009). Adapun tahapan pembelajaran inkuiri sebagai berikut:
Tahap Pembejaran Inkuiri
Fase
Perilaku Guru
1.
Membuat hipotesis
Merancang percobaan
Membuat kesimpulan
Gulo dalam Trianto (2009) menyatakan bahwa, strategi inkuiri berarti suatu
rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh
kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis,
analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan
penuh percaya diri
BAB III
KESIMPULAN
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting
kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota
kelompok sebagai wadah siswa untuk bekerjasama dan memecahkan suatu
masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan
kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada
waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain.
Pembelajaran berbasis masalah (PBM) atau Problem-Based Learning (PBL) adalah
metode pembelajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata yang tidak
terstruktur
dengan baik sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan
keterampilan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan.
Pembelajaran Berbasis Masalah bertujuan untuk memotivasi belajar siswa agar
menjadi mandiri, membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan
ketrampilan pemecahan masalah, membuat kemungkinan transfers
pengetahuan baru, belajar peranan orang dewasa yang otentik.
Slavin, Robert E. (2008). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung:
Nusa Indah.
Isjoni. (2009). Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.
http://blog.edmentum.com. [18 September 2013]
Lie, Anita. (2004). Cooperatif Learning. Jakarta:Gramedia.
Jones, Raymond. 2002. Think Pair Share. (online). Tersedia :
http://curry.edschool.virginia.edu. [14 Februari 2012]
Lucas, George .(2005). Instructional Module Project Based Learning.
http://www.edutopia. org/modules/ PBL/whatpbl.php. Diakses tanggal 13 Juli
2010.
Arifin, Zaenal. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest
dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan menjadikan
kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman
dan tujuan belajarnya.
Menurut Arends, 1997 (dalam Trianto, 2007: 68), pengajaran berdasarkan masalah
merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan
yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,
mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan
kemandirian dan percaya diri. Model pembelajaran ini juga mengacu pada model
pembelajaran yang lain, seperti pembelajaran berdasarkan proyek (project-based
instruction), pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction),
belajar otentik (authentic learning), dan pembelajaran bermakna (anchored
instruction).
Problem Based Learning (PBL) merupakan metoda pembelajaran berdasarkan pada
prinsip penggunaan kasus (masalah) sebagai titik pangkal untuk mendapatkan dan
mengintegrasikan ilmu pengetahuan yang baru (HS. Barrows, 1982).
Secara umum pengertian PBL adalah salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat
memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa untuk memecahkan suatu masalah
melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan
yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk
memecahkan masalah.
b. Ciri-Ciri PBL ( Problem based Learning )
Model pembelajaran berbasis masalah mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan
masalah yang keduanya secara social penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa.
2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Masalah yang diselidiki telah benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa
meninjau masalah itu dari banyak hal.
3. Penyelidikan autentik
Pembelajaran berbasis masalah melakukan penyelidikan nyata terhadap masalah nyata.
4. Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya
Pembelajatan berbasis masalah menuntut siswa menghasilkan produk tertentu dalam
karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk pemecahan masalah
yang mereka temukan.
5. Kerjasama
Pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan
lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama
memberikan motivasi yang berkelanjutan dan terlibat dalam tugas-tugas kompleks.
c. Kelebihan dan kelemahan PBL ( Problem Based Learning )
Kelebihan :
Kelebihan yang paling menonjol penerapan PBM adalah memberikan kesempatan
kepada pebelajar untuk memecahkan masalah-masalah menurut cara-cara atau gaya
belajar individu masing-masing. Sebagaimana telah kita ketahui ragam cara
mengembangkan kemampuan intelektual yaitu dengan cara mengetahui gaya belajar
masing-masing individu (pebelajar ), kita diharapkan dapat membantu menyesuaikan
dengan pendekatan yang kita pakai dalam pembelajaran.
Keuntungan yang lain berkenaan dengan penerapan PBM ini adalah pengembangan
keterampilan berpikir kritis (critical thinking skills). Pebelajar dilatih untuk
mengembangkan cara-cara menemukan (discovery) untuk memecahkan masalah.
Masalah yang disajikan sebagai fokus pembelajaran yang dapat diselesaikan melalui
kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman pengalaman belajar yang
beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi kelompok, disamping pengalaman
belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat
hipotesis,merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data,
menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi,
membuat laporan.
Kelemahan :
Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir
siswa itu tidak mudah. Oleh karena guru dituntut untuk memiliki kemampuan dan
keterampilan memilih suatu masalah yang sesuai dengan tingkat umur, kemampuan,
dan latar belakang pengetahuan/pengalaman siswa.
Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari
guru menjadi belajar dengan banyak berpikir untuk memecahkan permasalahan secara
individu maupun kelompok yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar,
merupakan tantangan atau bahkan kesulitan tersendiri bagi siswa.
Proses pembelajaran memerlukan waktu yang lama dan biaya yang mahal.
d. Tujuan PBL ( Problem Based Learning ) :
Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan
keterampilan intelektual serta belajar berbagai peran orang dewasa. Pembelajaran
berbasis masalah juga membuat siswa menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri.
Keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah secara kerjasama yang
dilakukan dalam pembelajaran berbasis masalah mendorong munculnya berbagai
keterampilan inquiri dan dialog, dengan demikian akan berkembang keterampilan social
dan berpikir.
e. Melaksanakan PBL ( Problem Based Learning )
Pembelajaran Berbasis Masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai
dari guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan
penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Secara singkat kelima tahapan pembelajaran PBL
adalah seperti berikut :
Sintaksis Untuk PBL
Fase Perilaku Guru
Fase I :
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah yang dipilihnya.
Fase 2 :
Mengorganisasi siswa untuk meneliti.
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
Fase 3:
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
.
Fase 4 :
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan
temannya.
Fase 5 :
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
tahu yang besar, ini merupakan kunci pokok dalam belajarnya. Selanjutnya Cheppy
mengatakan bahwa pada tingkatan usia tersebut siswa sebenarnya sudah dapat
mengumpulkan data, mengembangkan konsep, menemukan, dan menilai generalisasi
dalam lapangan ekonomi dan geografi. Hanya saja siswa tidak selalu mengikuti pola-pola
atau langkah-langkah metode pemecahan masalah.
e. Peran Permasalahan di dalam model Problem solving
a. Permasalahan sebagai pemandu, dalam hal ini permasalahan menjadi acuan konkret
yang harus menjadi perhatian siswa. Bacaan dan materi diberikan sejalan dengan
permasalahan. Permasalahan menjadi kerangka berpikir bagi siswa dalam mengerjakan
tugas.
b. Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi, di sini permasalahan diberikan
setelah tugas-tugas dan penjelasan diberikan. Tujuan utamanya memberikan
kesempatan pada siswa untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh dalam
memecahkan masalah.
c. Permasalahan sebagai contoh, di sini permasalahan adalah salah satu contoh dan
bagian dari bahan belajar siswa. Permasalahan digunakan untuk menggambarkan teori,
konsep atau prinsip dan dibahas dalam diskusi antara guru dan siswa.
d. Permasalahan sebagai sarana untuk memfasilitasi terjadinya proses, dalam hal ini
fokusnya adalah kemampuan berpikir kritis dalam hubungannya dengan permasalahan.
Permasalahan menjadi alat untuk melatih siswa dalam bernalar dan berpikir kritis.
e. Permasalahan sebagai stimulus dalam aktivitas belajar, dalam hal ini fokusnya adalah
pengembangan ketrampilan pemecahan masalah dari kasus-kasus serupa. Ketrampilan
tidak diajarkan oleh guru tetapi ditemukan dan dikembangkan sendiri oleh siswa melalui
aktivitas pemecahan masalah ( Paulina Panen, 2005:86-87 ).
3. SNOWBALL THROWING
a. Pengertian Snowball Throwing
Model pembelajaran Snowball Throwing ialah model pembelajaran yang penerapanya
yaitu membuat sebuah pertanyaan yang dituliskan pada kertas kemudian diremas
menyerupai bola salju lalu dilemparkan kepada siswa lainya dan siswa lain yang
mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya.
b. Tujuan Menggunakan Model Snowball Throwing
Model Pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih tanggap menerima
pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu
kelompok.
c. Penerapan Model Snowball Throwing
Langkah-langkah:
1) Guru menyampaikan materi yang akan disajikan
2) Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok
untuk memberikan penjelasan tentang materi
3) Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian
menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya
4) Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan
satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua
kelompok
5) Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar
dari satu siswa ke siswa yang lain selama 15 menit
6) Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa
untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara
bergantian
7) Evaluasi
8) Penutup
d. Kelebihan dan Kelemahan Model Snowball Throwing
Kelebihan:
1. Melatih kesiapan siswa.
2. Saling memberikan pengetahuan.
3. Melatih mental dan konsentrasi siswa
Kekurangan:
1. Pengetahuan tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan sekitar siswa.
2. Tidak efektif.
Diposkan oleh hAniK CuTe di 05.16
berpikir logis adalah cara yang paling utama dalam menemukan sesuatu
proses mengetahui dari sesuatu sudah diketahui menuju kepada yang belum
diketahui adalah jalan penalaran yang paling rasional dalam pembelajaran di
sekolah
A.
Pembelajaran tematik berasal dari kata integrated teaching and learning atau
integrated curriculum approach yang konsepnya telah lama dikemukakan oleh
Jhon dewey sebagai usaha mengintegrasikan perkembangan dan pertumbuhan
siswa dan kemampuan perkembangannya ( Beans, 1993 ; udin saud dkk, 2006 ).
Jacob (1993) memandang pembelajaran tematik sebagai suatu pendekatan
kurikulum interdisipliner (integrated curriculum approach). Pembelajaran tematik
merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran pembelajaran suatu proses
untuk mengaitkan dan memadukan materi ajar dalam suatu mata pelajaran atau
antar mata pelajaran dengan semua aspek perkembangan anak, serta
kebutuhan dan tuntutan lingkungan social keluarga.
Definisi lain tentang pendekatan tematik adalah pendekatan holistic, yang
mengkombinasikan aspek epistemology, social, psikologi, dan pendekatan
pedagogic untuk mendidik anak, yaitu menghubungkan antara otak dan raga,
antara pribadi dan pribadi, antara individu dan komunitas, dan antara domaindomain pengetahuan ( Udin Saud dkk, 2006 )
B.
Beberapa karakteristik yang perlu anda pahami dari pembelajaran tematik, coba
perhatikan uraian dibawah ini:
1.
pembelajaran tematik berpusat pada siswa ( student centered ). Hal ini
sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan
siswa sebagai subjek belajar. Peran guru lebih banyak sebagai fasilitator yaitu
memberika kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan
aktivitasbelajar.
2.
Pembelajaran tematik dapatmemberikan pengalaman langsung kepada
siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan
pada sesuatu yangnyata (konkrit) sebagai dasar untuk mamahami hal-hal yang
lebih abstrak.
3.
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi
tidak begitu jelas. Bahkan dalam pewlaksanaan di keles-kelas awal madrasah
C.
Landasan filosofis
Pembentukan kreatifitas
b.
c.
d.
Dengan kata lain proses pembelajaran itu bersifat mekanistis(Ellis 1993). Aliran
ini juga memandang bahwa dalam proses belajar, siswa sering dihadapkan pada
persoalan-persoalan yang harus mendapatkan pemecahan atau bersifat
problem solving.
2.
Aliran kontruktivisme melihat pengalaman langsung siswa
(directexperiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Bagi kontruktivisme,
pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada siswa,
tetapi harus diinterprestasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Siswa harus
mengkontruksi pengetahuan sendiri. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah
jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Pengetahuan
tidak lepas dari subyek yang sedang belajar, penegtahuan lebih dianggap
sebagai proses pembentukan (kontruksi) yang terus menerus, terus berkembang
dan berubah.
3.
a.
Keunikan / kekhasanya
b.
Potensinya
c.
Landasan Psikologis
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, oleh sebab itu
dalam melaksanakan pembelajaran tematik harus dilandasi oleh psikologi
sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku itu harus
dikembangkan. Siswa adalahindividu yang berada dalam proses perkembangan,
seperti perkembangan fisik / jasmani, intelektual, social, emosional, dan moral.
Tugas utama guru adalah mengoptimalkan perkembangan siswa tersebut.
Pandangan-pandangan psikologis yang melandasi pembelajaran tematik dapat
diuraikan sebagai berikut :
1.
Pada dasarnya masing-masing siswa membangun realitas sendiei. Dengan
kata lain, pengalaman langsung siswa adalah kunci dari pembelajaran yang
berarti bukan pengalaman oaring lain atau guru yang di transfer melalui
berbagai bentuk media.
2.
Pikiran seseorang pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk mencari
pola dan hubungan antara gagasan-gagasan yang ada. Pembelajaran tematik
memungkinkan siswa untuk menemukan pola dan hubungan tersebut dari
berbagai disiplain ilmu.
3.
Pada dasarnya seoarang siswa adalah seorang individu dengan berbagai
kemampuan yang dimilikinya dan mempunyai kesempatan untuk berkembang.
Dengan demikian, peran guru bukanlah satu-satunyapihak yang paling
menentukan, tetapi lebih bertindak sebagaii tut wuri handayani.
4.
Kesseluruhan perkembangan anak adalah tematik dan anak melihat
sekitar dirinya dan sekitarnya secara utuh (holistic).
c.
Landasan praktis
D.
d.
Tema yang dikembangkan harus mampu menunjukan sebgian minat
siswa.
e.
Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa yang
terjadi didalam rentang waktu belajar.
f.
Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku
serta harapan masyarakat.
g.
Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan
sumber belajar.
2.
Dalam proses pelaksanaan pembelajaran tematik perlu diperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut :
a.
Guru hendaknya bersikap otoriter single actor yang mendominasi
aktivitas dalam proses pembelajaran.
b.
Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam
setiap tugas yang menuntut adanya kerjasama kelompok.
c.
Guru perlu bersikap akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama
sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan pembelajaran.
3.
Dalam proses penilaian pembelajaran tematik perlu diperhatikan prinsipprinsip sebagai berikut :
a.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penilaian diri (self
evaluation) disamping bentuk penilaian lain.
b.
Guru perlu mengajak para siswa untuk menilai perolehan yang telah
dicapai berdasarkan criteria keberhasilan pencapaian tujuan atau kompetensi
yang telah disepakati.
E.
6.
Menumbuhkembangkan ketrampilan social siswa seperti kerjasama,
toleransi, komunikasi, dan respek terhadap gagasan orang lain.
Kelemahan pembelajaran tematik menurut udin Saud dkk (2006) kelemahankelemahannya sebagai berikut :
1.
Dilihat dari aspek guru, pembelajaran tematik menuntut tersedianya
peran guru yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, kreatifitas
tinggi,ketrampilan metodologik yang handal, kepercayaan diri dan etos akademik
yang tinggi, dan berani untuk mengemas dan mengembangkan materi. Tanpa
adanya kemampuan diatas, pelaksanaan pembelajaran tematik sulit diwujudkan.
2.
Dilihat dari aspek siswa, pembelajaran tematik termasuk memiliki peluang
untuk mengembangkan kreatifitas akademik yang menuntut kemampuan belajar
siswa yang relative baik baik dalam aspek intelegensi maupun kreatifitasnya.
Hal tersebut karena model pembelajaran tematik menekankan pada
pengembangan kemampuan analitik(memjiwai), kemampuan
asosiatif(menghubung-hubungkan) dan kamampuan eksploratif dan elaboratif
(menemukan dan menggali). Bila kondisi diatas tidak dimiliki siswa, maka maka
pelaksanaan model tersebut sulit diterapkan
3.
Dilihat dari aspek sarana dan sumber pembelajaran, pembelajaran
tematik memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak
dan berguna seperti yang dapat menunjang dan memperkaya serta
mempermudah pengembangan wawasan dan pengetahuan yang
diperlukan.misalnya perpustakaan, bila hal ini tidak dipenuhi maka akan sulit
menerapkan model pembelajaran tersebut.
4.
Dilihat dari aspek kurikulum, pembelajaran tematik memerlukan jenis
kurikulum yang terbuka untuk pengembangannya.
5.
Dilihat dari system penilaian dan pengukurannya, pembelajaran tematik
membutuhkan system penilaian dan pengukuran (objek, indicator, dan
prosedur)yang terpadu.
6.
Dilihat dari suasana penekanan proses pembelajaran, pembelajaran
tematik cenderung mengakibatkan penghilangan pengutamaan salah satu atau
lebih mata pelajaran.
F.
1.
Dengan menggabungkan berbagai mata pelajaran akan terjadi
penghematan karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan
2.
Siswa dapat melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab materi
pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat dari pada tujuan akhir itu
sendiri.
3.
4.
kemungkinan pembelajaran yang terpisah-pisah sedikit sekali terjadi,
karena siswa dilengkapi dengan pengalaman belajar yang lebih tematik.
5.
pembelajran tematik memberikan penerapan-penerapan dunia nyata
sehingga dapat mempertinggi kesempatan transfer pembelajaran (transfer of
learning).
6.
Dengan pemanduan pembelajaran antar mata pelajaran diharapkan
penguasan matri pembelajaran akan semakin meningkat.
7.
pengalaman belajar antar mata pelajaran sangat positif untuk membentuk
pendekatan menyeluruh pembelajaran terhadap ilmu pengetahuan.
8.
9.
10.
melalui pembelajaran tematik terjadi kerjasama yang lebuh
meningakatantara para guru, para siswa, guru-siswa dan siswa-orang/nara
sumber lain;belajar menjadi lebih menyenangkan, belajar dalam situasi lebih
nyata dan dalam konteks yang bermakna.
BAB III
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN TEMATI
3.
Model sarang (Nested) merupakan pemaduan bentuk penguasaan konsep
ketrampilan melalui sebuah kegiatan pembelajaran.
4.
Model urutan / rangkaian (Sequenced) merupakan model pemaduan topictopik antar mata pelajaran yang berbeda secara pararel.
5.
Model bagian (Shared) merupakan pemaduan pembelajaran akibat
adanyaoverlappingkonsep atau ide pada dua mata pelajaran atau lebih.
6.
Model jarring laba-laba (Webbed) model ini bertolak dari pendekatan
tematis sebagai pemadu bahan dan kegiatan pembelajaran.
7.
Model galur (Thereaded) merupakan model pemaduan bentuk
ketrampilan.
8.
Model ketematikan (Integrated) merupakan pemaduan sejumlah topic dari
mata pelajaran yang berbeda, tetapi esensinyasama dalam sebuah topic
tertentu.
9.
Model celupan (Immerrsed) model ini dirancang untuk membantu siswa
dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan
dihubungkan dengan pemakaiannya.
10.
Model jaringan (Networked) merupakan model pemaduan pembelajaran
yang mengandalkan kemungkinan, pengubahan konsepsi, bentuk pemecahan
masalah, maupun tuntutan bentuk ketrampilan baru setelah siswa
mengadakanstudy lapangandalam situasi, kondisi maupun konteks yang
berbeda-beda.
BAB IV
KESIMPULAN
2.
3.
Sumber: http://musbir.blogspot.com/2013/02/pendekatan-integratif.html#ixzz3NHp95rEq
1.
2.
1.3Tujuan
1.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran matematika realistik adalah padanan Realistic Mathematics
Education (RME), sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang
dikembangkan di frudenthal di belanda. Gravemeijer (1992:82) mengungkapkan
Realistic mathematics education is rooted in freudenthals interpretation of
mathematicsas an activity.
Ungkapan Gravemeijer di atas menunjukkan bahwa pembelajaran
matematika realistik dikembangkan berdasar pandangan Freudenthal yang
menyatakan matematika sebagai suatu aktivitas. Lebih lanjut Gravemeijer
(1994: 82) menjelaskan bahwa yang dapat digolongkan sebagai aktivitas
tersebut meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan
mengorganisasi pokok persoalan. Menurut Freudenthal aktivitas-aktivitas itu
disebut matematisasi.
Pendidikan matematika realistik ( RME ) diketahui sebagai pendekatan
yang telah berhasil di Netherlands. Salah satu filososfi yang mendasari
pendekatan realistik adalah bahwa matematika bukanlah satu kumpulan aturan
sifat- sifat yang sudah lengkap yang harus siswa sadari .Menurut Treffers ( dalam
Fauzan, 2002: 33-34 ) mengungkapakan bahwa ide kunci dari pembelajran
matematika realistik yang menekankan perlunya kesempatan bagi siswa untuk
menemukan kembali matematika dengan bantuan orang dewasa ( guru ). Selain
itu disebutkan pula bahwa pengetahuan matematika formal dapat dikembangkan
( ditemukan kembali ) berdasar pengetahuan informal yang dimiliki siswa.
Pernyataan-pernyataan yang dikemukakan di atas menjelaskan suatu cara
pandang terhadap pembelajaran matamatika yang ditempatkan sebagai suatu
proses bagi siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan matematika berdasar
pengetahuan informal yang dimilikinya. Dalam pandangan ini matematika
disajikan bukan sebagai barang jadi yang dapat dipindahkan oleh guru ke
dalam
pikiran
siswa.
Terkait dengan aktivitas matematisasi dalam belajar matematika, Freudenthal
(dalam Panhuizen, 1996: 11) menyebutkan dua jenis matematisasi yaitu
matematisasi horisontal dan vertikal dengan penjelasan seperti berikut ini.
Pernyataan di atas menjelaskan bahwa matematisasi horisontal menyangkut
proses transformasi masalah nyata/ sehari-hari ke dalam bentuk simbol.
Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi dalam
lingkup simbol matematika itu sendiri. Contoh matematisasi horisontal adalah
pengidentifikasian, perumusan dan pemvisualisasian masalah dengan cara-cara
yang berbeda oleh siswa. Sedangkan contoh matematisasi vertikal adalah
matematika
realistik
1.
2.
3.
4.
1.
Didominasi oleh masalah- masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu
sebagai sumber dan sebagi terapan konsep matematika.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
Bagaimana guru membuat jalinan antara topik dengan topik lain, antara konsep
dengan konsep lain, dan antara satu simbol denngan simbol yang lain didalam
rangkain topik matematika.
Pendekatan realistik perlu dipertimbangkan untuk dijadikan alternatif dalam
pembelajarn matematika. Namun perlu diingta bhawa masalah kontekstual yang
diungkapkan tidak selamanya berasala dari aktivitas sehari hari, melainkan
juga bis dari konteks yang dapat di- imajinasika dalam pikiran siswa.
2.6 Contoh
desain
pembelajaran
pendekatan realistik matematika
menggunakan
Berapa takar ( suntikan) banyaknya minyak wangi dari satu botol besar ? Jelaskan !
8 X
=
=
=
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran matematika realistik adalah padanan Realistic Mathematics
Education (RME), sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang
dikembangkan di frudenthal di belanda. Gravemeijer (1992:82) mengungkapkan
Realistic mathematics education is rooted in freudenthals interpretation of
mathematicsas an activity.
Adapun Matematika realistik (MR) adalah matematika yang disajikan
sebagai suatu proses kegiatan manusia, bukan sebagai suatu produk jadi. Bahan
pelajaran yang disajikan melalui bahan cerita yang sesuai dengan lingkungan
siswa (kontekstual) (Zigma Edisi, 14, 12 Oktober 2007).
Sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa Realistic Mathematics
Education (PMR) merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan
matematika.
Untuk mengoptomalkan hasil belajar mengajar, Romberg mengemukakan
inovasi produk baru untuk memperbaiki suatu pembelajaran, produk ini mungkin
berupa produk materi pembelajaran baru, teknik pembelajaran baru, ataupun
program pembelajaran baru. Ada empat tahap utama dalam pengembangan ini
yaitu : desain hasil, kreasi hasil, implementasi hasil, dan penggunaan hasil.
Pendekatan integratif dapat diartikan sebagai penyatuan berbagai aspek ke dalam satu
keutuhan yang padu. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan
belajar-mengajar bahasa Indonesia dalam Kurikulum Bahasa Indonesia adalah pendekatan
integratif (Imam Syafiie, Mamur Saadie, Roekhan. 2001: 2.19).
Dalam proses belajar mengajar, kita mengenal istilah pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran. Istilah-istilah tersebut sering digunakan dengan pengertian yang sama, artinya
orang menggunakan istilah metode dengan pengertian yang sama dengan pendekatan,
demikian pula dengan istilah teknik dan metode. Sebenarnya, ketiga istilah tersebut mempunyai
makna yang berbeda, walaupun dalam penerapannya ketiga-tiganya saling berkaitan. Tentang
hal ini, Ramelan (1982) mengutip pendapat Anthony yang mengatakan bahwa pendekatan ini
mengacu pada seperangkat asumsi yang saling berkaitan, dan berhubungan dengan sifat
bahasa serta pengajaran bahasa. Pendekatan merupakan dasar teoritis untuk suatu metode.
1.
Pendekatan yang mendasari pendapat bahwa belajar berbahasa, berarti
berusaha membiasakan diri menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Tekanannya pada
pembiasaan.
2.
Pendekatan yang didasari pendapat bahwa belajar berbahasa, berarti berusaha
untuk memperoleh kemampuan berkomunikasi secara lisan. Tekanan pembelajarannya pada
kemampuan berbicara.
3.
Pendekatan yang didasari pendapat bahwa pembelajara bahasa, yang harus
diutamakan ialah pemahaman akan kaidah-kaidah yang mendasari ujaran, tekanan
pembelajaran pada aspek kognitif bahasa bukan pada kemampuan menggunakan bahasa.
a.
Metode
Metode, mencakup pemilihan dan penetuan bahan ajar serta kemungkinan pengadaan
remedi dan pengembangan bahan ajar tersebut. Dalam hal ini guru menetapkan tujuan yang
hendak dicapai. Kemudian ia mulai memilih bahan ajar. Sesudah itu bahan ajar tersebut disusun
menurut urutan tingkat kesukarannya. Disamping itu guru juga merencanakan pula cara
mengevaluasi, mengadakan remedi serta pengembangan bahan ajar tersebut.
b.
Tekhnik
Teknik pembelajaran merupakan cara guru menyampaikan bahan ajar yang telah
disusun (dalam metode), berdasarkan pendekatan yang dianut. Teknik yang digunakan oleh guru
bergantung pada kemampuan guru itu mencari akal atau siasat agar proses belajar mengajar
dapat berjalan lancar dan berhasil dengan baik. Dalam menetukan teknik pembelajaran ini, guru
perlu mempertimbangkan situasi kelas, lingkungan, kondisi siswa, sifat-sifat siswa, dan kondisikondisi lainnya. Untuk metode yang sama, dapat digunakan teknik pembelajaran yang berbedabeda, tergantung pada berbagai faktor tersebut.
Dari uraian diatas dapat dikatakan teknik pembelajaran adalah siasat yang dilakukan
oleh guru dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk memperoleh hasil yang optimal.
II.3
Pendekatan yang telah lama diterapkan dalam pembelajaran bahasa, anatar lain ialah
pendekatan tujuan dan pendekatan struktural. Kemudian menyusul pendekatan yang dipandang
lebih sesuai dengan hakekat dan fungsi bahasa, yakni pendekatan komunitatif dan pendekatan
terpadu.
a.
Pendekatan Tujuan
Pendekatan tujuan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam setiap kegiatan belajar
mengajar, yang harus dipikirkan dan ditetapkan terlebih dahulu ialah tujuan yang hendak dicapai.
Dengan memperhatikan tujuan yang telah ditetapkan itu dapat ditentukan metode mana yang
akan digunakan dan teknik pengajaran yang bagaimana yang diterapkan agar tujuan
pembelajaran tersebut dapat dicapai. Jadi proses belajar mengajar ditentukan oleh tujuan yang
ditetapkan, untuk mencapai tujuan itu sendiri. Berdasarkan pendekatan tujuan, maka yang
penting adalah tercapainya tujuan. Adapun proses pembelajarannya, bagaimana metodenya,
bagaimana teknik pembelajarannya tidak merupakan masalah penting.
Penerapan pendekatan tujuan ini sering dikaitkan dengan cara belajar tuntas. Berarti
suatu kegiatan belajar mengajar dianggap berhasil, apabila sedikit-dikitnya 85 % dari jumlah
siswa yang mengikuti pelajaran itu menguasai minimal 75 % dari bahan ajar yang diberikan
guru. Penentuan keberhasilan itu didasarkan hasil tes sumatif. jika sekurang-kurangnya 85 %
Dari jumlah siswa dapat mengerjakan atau dapat menjawab dengan betul minimal 75 % dari soal
yang diberikan oleh guru maka pelajaran dapat dianggap berhasil.
b.
Pendekatan Struktural
c.
Pendekatan Komunikatif
d.
Pendekatan Terpadu
a.
Integratif Internal yaitu keterkaitan yang terjadi antar bahan pelajaran itu sendiri,
misalnya pada waktu pelajaran bahasa dengan fokus menulis kita bisa mengaitkan dengan
membaca dan mendengarkan juga.
b.
Integratif Eksternal yaitu keterkaitan antara bidang studi yang satu dengan bidang
studi yang lain, misalnya bidang studi bahasa dengan sains dengan tema lingkungan maka kita
bisa meminta siswa membuat karangan atau puisi tentang banjir untuk pelajaran bahasanya
untuk pelajaran sainsnya kita bisa menghubungkan dengan reboisasi atau bisa juga
pencemaran sungai.
1.
Humanisme
Manusia secara fitrah memiliki bekal yang sama dalam upaya memahami sesuatu.
Implikasi wawasan tersebut dalam kegiatan pendidikan
b.Siswa disikapi sebagai subjek belajar yang kreatif mampu menemukan pemahaman
sendiri.
c. Dalam proses belajar mengajar, guru lebih banyak bertindak sebagai model, teman
pendamping, pemotivasi, penyedia bahan pembelajaran, aktor yang juga bertindak sebagai
pebelajar.
2.
Progresifisme
Prilaku manusia dilandasi motif dan minat tertentu. Implikasi wawasan tersebut dalam
kegiatan pendidikan :
a.
3.
Rekonstruksionisme
Manusia selain memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan. Implikasi wawasan tersebut
dalam kegiatan pendidikan :
a.
b.
Pebelajar selain ada yang menguasai isi pembelajaran secara cepat juga ada yang
menguasai isi secara lambat
c.
perlu disikapi sebagai subjek yang unik, baik itu menyangkut proses merasa,
berfikir dan karakteristik individualnya sebagai hasil bentukan lingkungan keluarga, teman
bermain, maupun lingkungan kehidupan sosial masyarakatnya.