Anda di halaman 1dari 146

RSUD Prof. Dr.

W.Z. Johannes
Kupang

PERSALINAN PRE TERM

No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10268

Prosedur Tetap

Revisi
00

Halaman
1/4
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

Tanggal Terbit
3 November 2009

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014

1. Pengertian
Batasan:
Berat badan lahir kurang dari 2500 gram, atau
Bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
Kriteria Diagnosis:
1) Subyektif : Pasien mengeluh adanya kontraksi uterus seperti mau melahirkan
sebelum kehamilan aterm.
2) Obyektif :

Adanya kontraksi uterus minimal 2 kali dalam 10 menit, pembukaan


lebih atau sama dengan 2 cm dan penipisan lebih atau sama dengan 50 %
dan ditemukan pembawa tanda (darah campur lendir), atau

Adanya pembukaan serviks yang bermakna yaitu : ada kemajuan


pembukaan yang diperiksa oleh pemeriksa yang sama dalam selang waktu
2 jam.
2. Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.

Mampu mendiagnosa persalinan preterm


Mencegah kelahiran preterm
Mampu menangani persalinan preterm
Mampu menangani bayi lahir preterm
Menurunkan angka kematian bayi

3. Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG.


Pada kasus-kasus yang khusus, gravida dengan penyakit penyerta
penanganan pasien agar dikonsulkan ke bagian lain.

4. Prosedur`2
Penatalaksanaan:
1)Tirah baring
2)Monitor kontraksi uterus dan denyut jantung janin.
3)Cari kemungkinan penyebab terjadinya persalinan pre term :
Sistitis, pielonefritis, bakteriuria simptomatik, inkompetensi serviks dll.
Dengan melakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, urine lengkap dan
pemeriksaan lain yang sesuai dengan indikasi
4)Tentukan umur kehamilan lebih pasti dengan :
a.
Anamnesis
b.
Pemeriksaan klinis
c.
Kalau perlu lakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG)
5)Pemberian tokolitik pada prinsipnya diperlukan, tapi dengan berbagai
pertimbangan
a.
Tokolitik tidak diberikan pada keadaan-keadaan :

Adanya infeksi intra-uterin

Adanya solusio plasenta.

Adanya lethal fetal malformation

Adanya kematian janin dalam rahim (KJDR).


b.
Keputusan pemberian tokolitik pada kasus-kasus Diabetus Militus
(DM), Hipertensi dalam kehamilan, Insufisiensi plasenta dan dugaan
adanya pertumbuhan janin terhambat (PJT) harus dilakukan penilaian
kesejahteraan janin terlebih dahulu dengan fasilitas yang ada (pemeriksaan
USG dan CTG).
c.
Pemberian Tokolitik dengan memakai :
MgS04 (Magnesium Sulfat).
Nifedipin
Duvadilan
d.
Pemberian Glukokortikoid pada umur kehamilan kurang dari
35 minggu :(Taksiran berat janin 1000-2000 gr)
Deksametason 16 mg intra muskular (im), 1 dosis setiap 24 jam yang
diberikan 2X24 jam).
Glukokortikoid tidak boleh diberikan apabila ada tanda-tanda infeksi.
Protokol Pemberian Tokolitik Pada Persalinan Pre Term
1) Protokol Pemberian Magnesium Sulfat (MgSO4)
a. Dosis awal 4 gr MgSO4 10% atau 40 ml MgSO4 10% dalam larutan
Dekstrose 5 dalam 0,9% normal salin, diberikan intravena pelan-pelan
dalam 15 menit.
2

b. Dosis lanjutan dipertahankan 2 gr/jam atau 4 gr MgSO 4 20% dalam 1000


ml Dekalitrosa 5% atau dalam 0,9% normal salin dan diberikan 50 ml/jam.
c. Dosis MgSO4 dinaikkan I gr/jam sampai kontraksi uterus kurang dari I
kali tiap 10 menit atau maksimum dosis 4 gr/jam tercapai.
d. Setelah dosis efektif untuk menghilangkan kontraksi uterus tercapai,
pertahankan dosis tersebut selama 12 jam.
e. Setelah 12 jam dosis pemeliharaan dipertahankan, dosis MgSO4
diturunkan 0,5 gr/jam tiap 30 menit sampai mencapai dosis 2 gr/jam atau
50 ml/jam dan dipertahankan sampai 24 jam.
f. Selama pemberian MgSO4 refleks patela dan tanda vital diperiksa setiap I
jam, serta keseimbangan cairan masuk dan cairan keluar setiap 4 jam.
g. Jika kontraksi uterus timbul kembali setelah dosis efektif diturunkan,
maka dosis MgSO4 tersebut dinaikkan kembali sampai tercapai dosis
dimana kontraksi uterus kurang dari I kali 10 menit atau maksimal dosis 4
gr/jam.
h. Dosis MgSO4 2 gr/jam dipertahankan selama 24 jam, kemudian 30 menit
sebelum infus dilepas berikan 2 gr MgSO 4 20% intramuskuler masingmasing I gr di bokong kanan dan I gr di bokong kiri, dan pemberian yang
sama dilanjutkan setiap 6 jam sampai 24 jam.
i. Pemberian MgSO4 dikatakan gagal bila setelab 4 jam dari tercapainya
dosis maksimum MgSO4 kontraksi uterus tetap berlangsung, refleks patela
menghilang atau terjadi depresi pemafasan.
j. Selama pemberian MgSO4, batasi cairan masuk intravena 125 ml/jam dan
monitor cairan masuk dan produksi urine.
2) Protokol Pemberian Nifedipine
a. Dosis 3x10 mg , sampai kontraksi tidak ada
3) Protokol Pemberian Duvadian
a. Dosis 1 ampul di drip perhari dalam D5% sampai kontraksi tidak ada
5. Unit Terkait
1. Bag./SMF Pediatri
2. NICU

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

KEHAMILAN POST TERM


No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10269

Prosedur Tetap

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/2
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1. Pengertian
Batasan:
Adalah kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu (294 hari) atau melebihi
dua minggu dari perkiraan tanggal persalinan dihitung mulai hari pertama haid
terakhir (HPHT) menurut rumus Naegle.
Diagnosis:
1. Diagnosis kehamilan post term ditegakkan apabila kehamilan sudah
berlangsung melebihi 42 minggu (294 hari).
2. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menegakkan diagnosa
kehamilan post term antara lain:
a. HPHT jelas.
b. Dirasakan gerakan janinnya pada umur kehamilan (UK)16-18 minggu.
c. Terdengar denyut jantung janin (normal 10-12 minggu dengan dopler, dan
19-20 minggu dengan fetoskop).
d. Umur kehamilan yang sudah ditetapkan dengan ultrasonografi pada umur
kehamilan kurang dari atau sama dengan 20 minggu
e. Test kehamilan (urin) sudah positip dalam 6 minggu pertama telat haid.

2. Tujuan
1.Mampu menegakkan diagnosa kehamilan postmatur
2.Mampu melakukan penatalaksanaan kehamilan postmatur
3.Mampu menangani persalinan posterm
4

4.Mampu menangani bayi lahir postmatur


3. Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Feto Maternal.

4. Prosedur
Penatalaksanaan
Pada dasarnya penatalaksanaan kehamilan post term adalah merencanakan
pengakhiran kehamilan.
Cara mengakhiri kehamilan:
Cara pengakhiran kehamilan, tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan
janin dan penilaian pelvik skore (PS).
1) Bila kesejahteraan janin baik (NST Baik).
a. PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan drips oksitosin.
b. PS kurang dari 5, dilakukan pemantauan serial Non Stres Test(NST) dan
USG tiap satu minggu, sampai umur kehamilan 44 minggu atau sampai PS
lebih atau sama dengan 5.
2) Bila kesejahteraan janin mencurigakan :
a.
PS lebih atau sama dengan 5 :
Dilakukan oksitosin drip dengan pemantauan kardio tokografi (KTG).
Bila terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan diakhiri
dengan seksio sesaria (SC).
b.
PS kurang dari 5 dilakukan pemeriksaan ulangan keesokan harinya :
Bila tetap hasilnya mencurigakan, dilakukan oxytocin chalenge test
(OCT) :
o Bila hasil pemeriksaan OCT (+) dilakukan SC
o Bila hasil pemeriksaan OCT (-)dilakukan pemeriksaan serial
sampai 44 minggu /PS lebih dari 5
o Bila hasil pemeriksaan OCT meragukan/tidak memuaskan
dilakukan pemeriksaan OCT ulangan keesokan harinya
Bila hasilnya baik, dilakukan pemeriksaan serial sampai 44 minggu
/PS lebih dari 5
3) Bila kesejahteraan janin jelek.(terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta dari
NST/OCT), dilakukan SC
4) Kehamilan dengan preeklampsia, PJT dan diabetes melitus gestasi tidak boleh
dibiarkan sampai melebihi 40 minggu
5. Unit Terkait
1. Sub.Bagian fetomaternal OBGYN
2. Divisi Neonatologi Bag.Pediatri
3. NICU

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

KETUBAN PECAH DINI


No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10270

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/3
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1. Pengertian
Batasan:
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada
saat belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal
persalinan.
Gejala Klinis/Diagnosis
1) Anamnesis:
a. Kapan keluarnya cairan, wama dan bau
b. Adakah partikel-partikel di dalam cairan (lanugo dan vernik)
2) Inspeksi : keluar cairan pervaginam
3) Inspikulo : bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar
cairan dari ostium uteri intemum (OUI)
4) Pemeriksaan dalam :
a. Ada cairan dalam vagina.
b. Selaput ketuban sudah pecah.
5) Pemeriksaan laboratorium :
a. Dengan lakmus, menunjukkan reaksi basa (perubahan menjadi warna
biru).
b. Mikroskopis, tampak lanugo atau vernik kaseosa (tidak selalu dikerjakan).
Catatan :
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada KPD adalah :
1) Saat ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesis diketahui pasti kapan
ketuban pecah.
2) Kalau anamnesis tidak dapat memastikan kapan ketuban pecah, maka saat
ketuban pecah adalah saat penderita masuk rumah sakit (MRS)
3) Kalau berdasarkan anamnesis pasti bahwa ketuban sudah pecah lebih dari 12
jam, maka di kamar bersalin dilakukan observasi selama dua jam. Bila setelah
dua jam tidak terdapat tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi kehamilan.
6

Komplikasi
1) Infeksi intrauterin.
2) Tali Pusat menumbung.
3) Kelahiran prematur.
4) Amniotic Band Syndrome (kelainan bawaan akibat ketuban pecah sejak hamil
muda).
2. Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.

Mampu menegakkan diagnosa KPD


Mampu mencegah komplikasi KPD
Mampu merawat penderita dengan KPD preterm
Mampu menatalaksana persalinan dengan KPD
Mampu menangani bayi yang lahir dengan riwayat KPD

3. Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Feto Maternal.

4. Prosedur
Penatalaksanaan
Prinsip penanganan Ketuban Pecah Dini adalah memperpanjang kehamilan
sampai paru-paru janin matang atau dicurigai adanya/terdiagnosis khorio
amnionitis.
A.KPD Dengan Kehamilan Aterm.
1) Diberikan antibiotika prafilaksis, Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari
2) Dilakukan pemeriksaan "admision test" bila hasilnya patologis dilakukan
terminasi kehamilan
3) Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan
meningkat lebih atau sama dengan 37,6 C, segera dilakukan terminasi
4) Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12
jam. Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan
terminasi.
5) Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi obstetrik
6) Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi PS :
a. Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin
drip.
b. Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan
Misoprostol 50 gr setiap 6 jam oral maksimal 4 kali pemberian

B.KPD Dengan Kehamilan Pre Term.


1) Penanganan Di rawat di RS
2) Diberikan antibiotika : Ampicillin 4 x 500 mg selama 7 hari.
3) Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (untuk UK
kurang dari 35 minggu) : Deksametason 5 mg setiap 6 jam.
4) Observasi di kamar bersalin :
a. Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetri.
b. Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada
kecenderungan terjadi peningkatan temperatur rektal lebih atau sama
dengan 37,6 C, segera dilakukan terminasi.
5) Di ruang Obstetri :
a. Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam.
b. Dikerjakan pemeriksaan laboratorium : leukosit dan laju endap darah
(LED) setiap 3 hari.
6) Tata cara perawatan konservatif :
a. Dilakukan sampai janin viable
b. Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan
pemeriksaan dalam
c. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG untuk
menilai air ketuban:

Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan.

Bila air ketuban kurang (oligohidramnion), dipertimbangkan


untuk terminasi kehamilan.
d. Pada perawatan konservatif, pasen dipulangkan pada hari ke-7 dengan
saran sebagai berikut :
tidak boleh koitus.
tidak boleh melakukan manipulasi vagina.
segera kembali ke RS bila ada ke!uar air lagi
e. Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan dengan
melihat pemeriksaan lab. Bila terdapat leukositosis / peningkatan LED
lakukan terminasi
Terminasi Kehamilan:
1) Induksi persalinan dengan drip oksitosin.
2) Seksio sesaria bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila drip
oksitosin gagal.
3) Bila skor pelvik jelek, dilakukan pematangan dan induksi persalinan dengan
Misoprostol 50 gr oral tiap 6 jam, maksimal 4 kali pemberian.
5. Unit Terkait
1. Bag/SMF Pediatri
2. NICU

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

PRE EKLAMPSIA RINGAN


No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10271

Prosedur Tetap

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/3
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1. Pengertian
Batasan:
Timbulnya hipertensi yang disertai protein urine dan/atau oedem setelah umur
kehamilan 20 minggu.
Gejala Klinis:
1) Hipertensi.
a. Tekanan darah sama dengan atau lebih dari 140/90 mmHg dan kurang dari
160/ll0 mmHg.
b. Kenaikan tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 30 mmHg.
c. Kenaikan tekanan darah diastolik lebih atau sama dengan 15 mmHg.
2) Protein uria 0,3 gr/L dalam 24 jam atau secara kwalitatif sampai (+ +)
2.Tujuan
1.
Mampu menegakkan diagnosa PE ringan
2.
Mampu merawat penderita dengan PE ringan
3.
Mampu menangani persalinan dengan PE ringan
4. Mencegah agar tidak terjadi kasus PE Berat
3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Feto Maternal atau Bag/SMF lain yang
terkait dengan kasus.

4. Prosedur
9

Penatalaksanaan
1)Rawat Jalan (Pada Umur Kehamilan Kurang Dari 37 minggu)
a. Banyak istirahat (berbaring /tidur miring).
b. Diet biasa.
c. Dilakukan pemeriksaan fetal assessment (USG dan NST) setiap 2 minggu.
d. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, homosistein, urine lengkap,
fungsi ginjal, gula darah acak.
e. Kunjungan ulang setiap 1 minggu.
f. Jika terdapat peningkatan protein uri dirawat sebagai preeklamsi berat
2)Rawat Tinggal :
a. Kriteria untuk rawat tinggal :
Hasil fetal assessment meragukan atau jelek dilakukan terminasi
Kecenderungan menuju gejala pre-eklamsia berat (timbul salah satu
atau lebih gejala pre-eklampsia berat).
Bila dalam dua kali kunjungan tidak ada perbaikan (2 minggu).
b. Evaluasi/pengobatan selama rawat tinggal.
Tirah baring total.
Pemeriksaan Laboratorium :
Darah lengkap
Homosistein
Fungsi hati/ginjal
Urine lengkap.
Dilakukan fetal Assessment (USG dan NST)
Dilakukan pemeriksaan indeks gestosis
3)Evaluasi hasil pengobatan
Pada dasarnya evaluasi pengobatan dilakukan berdasarkan hasil dari fetal
assessment. Bila didapatkan hasil :
a. Jelek, dilakukan terminasi kehamilan.
b. Ragu-ragu, dilakukan evaluasi ulang NST kesejahteraan janin, 1 hari
kemudian.
c. Baik :
Penderita dirawat sekuran-kurangnya 4 hari.
Bila preterm penderita dipulangkan.
Bila aterm dengan PS baik lebih dari 5 dilakukan terminasi dengan
oksitosin drip
d. Bila didapatkan keluhan subyektif seperti di bawah ini dirawat sebagai
preeklamsia berat :
Nyeri ulu hati.
Mata berkunang-kunang
10

Irritable
Sakit Kepala.
e. Bila umur kehamilan aterm (lebih dari 37 minggu) langsung dilakukan
terminasi kehamilan
5. Unit Terkait
1. Bag/SMF Pediatri
2
3
4
5
6

NICU
Bagian Penyakit Dalam
Bagian Mata
Bagian Anestesi
Bagian Neurologi

11

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

PRE EKLAMPSIA BERAT


No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10272

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman

Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1. Pengertian
Batasan:
Suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi lebih atau
sama dengan 160/110 mmHg disertai protein uria pada umur kehamilan 20
minggu atau lebih.
Gejala Klinis :
Bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini :
1) Tekanan darah sistol lebih atau sama dengan 160 mmHg dan diastol lebih
atau sama dengan 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak turun walaupun ibu
hamil sudah dirawat dan menjalani tirah baring.
2) Protein uria lebih dari 5 gram dalam 24jam atau kualitatif +4 (++++)
3) Oligouria, jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang
disertai kenaikan kadar kreatinin darah.
4) Adanya keluhan subyektif:
a. Gangguan visus : mata berkunang-kunang
b. Gangguan serebral : kepala pusing
c. Nyeri epigastrium, pada kuadran kanan atas abdomen.
d. Hiper refleks.
5) Adanya sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver enzyme, Low Platelet
count)
6) Sianosis
7) PJT
Diagnosis
1) Umur kehamilan 20 minggu atau lebih.
2) Didapatkan satu atau lebih gejala-gejala pre-eklampsia berat.

12

Diagnosis Banding
1) Hipertensi kronik dalam kehamilan.
2) Kehamilan dengan sindroma nefrotik.
3) Kehamilan dengan payah jantung.
2. Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mampu membuat diagnosa PE berat


Mampu merawat penderita dengan PE berat
Mampu menangani persalinan PE berat
Mampu menangani bayi yang lahir dengan ibu PE berat
Mencegah terjadinya Eklamsia
Mencegah komplikasi pada ibu dan anak
Menurunkan AKB dan AKI

3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Feto Maternal atau Bag/SMF lain
terkait.

4. Prosedur
Penatalaksanaan
A.Perawatan Konservatif
1) Bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa adanya tanda-tanda
impending eklampsia atau keluhan subyektif dengan keadaan janin baik.
2) Pengobatan dilakukan di kamar bersalin (selama 24 jam).
a. Tirah baring.
b. Infus ringer laktat yang mengandung 5% dekstrose, 60-125 cc/jam.
c. Pemberian MgSO4 :

Dosis awal MgSO4 20 %, 4 gr i.m.,dilanjutkan dengan


MgSO4 50 % 5 gr i.m.

Dosis pemeliharaan : MgSO4 50 %, 5 gr tiap 4 jam sampai


24 jam.

Ingat harus selalu tersedia Calsium glukonas 10% sebagai


antidotum.
d. Diberikan antihipertensi, yang digunakan adalah :
Bila sistole lebih atau sama dengan 180 mmHg atau diastole lebih
atau sama dengan 110 mmHg digunakan injeksi satu ampul
Clonidin yang dilarutkan dengan 10 cc larutan. Mula-mula
disuntikkan 5 cc perlahan-lahan selama 5 menit, 5 menit kemudian
tekanan darah diukur, bila belum ada penurunan maka diberikan
lagi 5 cc i.v. dalam 5 menit sampai tekanan darah diastole normal,
13

3)

4)

5)
6)

dilanjutkan dengan Nifedipin 3 x 10 mg


Bila tekanan darah sistole kurang dari 180 mmHg dan diastole
kurang dari 110 mmHg antlhipertensi yang diberikan adalah
Nifedipin 3 x 10 mg.

e. Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu (fungsi hati dan ginjal)


dan jumlah produksi urine 24 jam
f. Konsultasi dengan bagian penyakit dalam, bagian mata, bagian jantung
dan bagian lain sesuai dengan indikasi.
Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di ruang bersalin (selama 24
jam di ruang bersalin)
a. Tirah baring
b. Medikamentosa :
c. Pemeriksaan Laboratorium :
Darah lengkap dan hapusan darah tepi
Homosistein
Fungsi ginjal dan hati
Urine lengkap
Produksi urine 24 jam, penimbangan BB setiap hari/indeks
gestosis
d. Diet biasa
e. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (USG/NST/doppler USG)
Perawatan konservatif dianggap gagal bila :
a. Adanya tanda-tanda impending eklampsia (keluhan subyektif)
b. Kenaikan progresif dari tekanan darah
c. Adanya sindroma HELLP
d. Adanya kelainan fungsi ginjal
e. Penilaian kesejahteraan janin jelek
Penderita boleh pulang bila :
Penderita sudah mencapai perbaikan dengan tanda-tanda pre ekiamspsia
ringan, perawatan dilanjutkan sekurang-kurangnya selama 3 hari lagi.
Bila keadaan penderita tetap, dilakukan pematangan paru dilanjutkan
dengan terminasi

B.Perawatan Aktif
1) Indikasi:
a. Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek.
b. Adanya keluhan subyektif
c. Adanya sindroma HELLP.
d. Kehamilan aterm (lebih atau sama dengan 37 mg).
e. Apabila perawatan konservatif gagal.
f. Dalam 24 jam setelah pengobatan konservatif di kamar bersalin
tekanan darah tetap lebih atau sama dengan 160/110 mmHg.
2) Pengobatan medisinal:
Segera rawat inap.
a.
Tirah baring miring ke satu sisi.
b.
14

Infus ringer laktat yang mengandung Dekstrose 5% dengan 60-125


cc/jam.
Pemberian anti kejang MgS04
d.
Pemberian Anti Hipertensi berupa Clonidin intra vena (iv). dilanjutkan
e.
dengan Nifedipin 3 x 10 mg atau Metildopa 3 x 250 mg, dapat
dipertimbangkan bila :
Sistol lebih atau sama dengan 180 mmHg.
Diastol lebih atau sama dengan 110 mmHg.
3) Pengobatan Obstetrik.
a. Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif, pada setiap penderita
dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin.
b. Tindakan seksio sesaria dikerjakan bila :
Hasil kesejahteraan janin jelek.
Penderita belum inpartu dengan PS jelek (kurang dari 5).
Kegagalan drip oksitosin.
c. Induksi dengan drip oksitosin dikerjakan bila NST baik & PS baik.
d. Pada PE Berat persalinan harus terjadi dalam 24 jam
c.

5. Unit Terkait
1. Divisi Neonatologi
2. Bagian Interna/Kardiologi
3. Bagian Anestesi
4. NICU
5. Bagian Neurologi

15

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

EKLAMPSIA
No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10273

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman

Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1. Pengertian
Batasan:
Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau
masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, di mana sebelumnya
sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklamsia (Hipertensi, edema, proteinuria).
Patogonesis:
Sama dengan pre-eklampsia, dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ
hati, ginjal, otak, paru Jantung, yakni terjadinya nekrosis dan perdarahan pada
organ-organ tersebut.
Gejala Klinis:
1) UKlebih dari20minggu.
2) Tanda-tanda pre-eklamsia (hipertensi, proteinuria).
3) Kejang-kejang dan atau koma, saat persalinan atau sampai 10 hari saat nifas
4) Kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ
Pemeriksaan dan Diagnosis:
1) Pemeriksaan laboratorium.
a. Protein dalam air seni.
b. Fungsi organ hepar, ginjal, jantung.
c. Hemostasis.
2) Konsultasi dengan disiplin lain kalau dipandang perlu.
a. Kardiologi
b. Neurologi
c. Anestesiologi
d. Neonatologi
Diagnosis Banding:
Kehamilan disertai kejang oleh karena sebab-sebab yang lain misalnya :
1) Febril convulsion (panas +).
16

2) Epilepsi (anamnesa epilepsi +).


3) Tetanus (kejang tonik/kaku kuduk).
4) Meningitis/ensefalitis (pungsi lumbal).
2. Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mampu membuat diagnosa Eklampsia


Mampu mencegah Komplikasi Eklamsia
Mampu menangani persalinan Eklampsia
Mampu membuat prognosa ibu dengan eklampsia
Mampu menangani kelahiran bayi dengan eklampsia
Menurunkan AKB dan AKI

3. Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Feto Maternal atau Bag/SMF lain
terkait.

4.Prosedur
Penatalaksanaan:
Prinsip pengobatan:
1) Menghentikan kejang-kejang yang terjadi dan mencegah kejang-kejang
ulangan.
2) Mencegah dan mengatasi komplikasi.
3) Memperbaiki keadaan umum ibu maupun anak seoptimal mungkin.
4) Pengakhiran kehamilan/persalinan mempertimbangkan keadaan ibu.
A.Obat-obat untuk anti kejang
2)

MgSO4, protokol sama dengan pemberian MgSO4


pada Pre Eklampsia berat, diteruskan sampai 24 jam pasca persalinan atau
6 jam bebas kejang.
3)
Syarat :
a. Refleks patela harus positip
b. Tidak ada tanda-tanda depresi pernapasan (respirasi lebih dari 16
kali/menit)
c. Produksi urine tidak kurang dari 25 cc/jam atau 150 cc/6jam
4)
Apabila ada kejang-kejang lagi, diberikan sekali saja
MgS04, dan bila masih timbul kejang lagi maka diberikan Pentotal 5
mg/Kg berat badan/i.v. pelan-pelan.
5)
Bila ada tanda-tanda keracunan, MgSO4 diberikan
antidotum Kalsium Glukonas 10%, 10 cc i.v. pelan-pelan selama 3 menit
17

atau lebih.
6)

Apabila diluar sudah diberikan pengobatan diazepam,


maka dilanjutkan pengobatan dengan MgSO4.

B.Mencegah Komplikasi :
1) Obat-obat anti hipertensi, bila sistole lebih atau sama dengan 180 mmHg
atau diastole lebih atau sama dengan 110 mmHg digunakan injeksi 1 amp.
Klonidin (lihat pre-eklamsia berat).
2) Diuretika, hanya diberikan atas indikasi :
a. Edema paru-paru
b. Kelainan fungsi ginjal (bila faktor pre-renal sudah teratasi) diberikan
Furosemid inj. 40 mg/im.
3) Kardiotonika, diberikan atas indikasi :
a. Adanya tanda-tanda payah jantung
b. Edema paru : diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid
4) Antibiotika, diberikan Ampisilin 3 kali I gr iv.
5) Antipiretika, diberikan Xylomidon 2 cc/im dan atau kompres alkohol.
C.Memperbaiki keadaan umum ibu
1) Infus RL/Dextrose 5 %
2) Pasang CVP untuk pemantauan keseimbangan cairan
3) Pemberian kalori (Dektrose 10%)
4) Koreksi keseimbangan asam basa (pada keadaan asidosis maka diberikan
Na. Bic/Meylon 50 meq/i.v).
D.Perawatan Penderita dengan Koma:
1) Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai Glasgow - Pittsburg
- Coma Scale
2) Pada perawatan koma, perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan
makanan penderita.
3) Pada koma yang lama, bila nutrisi tidak mungkin; cukup diberikan dalam
bentuk Naso Gastric Tube (NGT).
E.Pengobatan Obstetrik:
Sikap terhadap kehamilan:
1) Sikap dasar adalah semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
2) Bilamana diakhiri:
Sikap dasar adalah kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi
(pemulihan). Stabilisasi hemodinamik dan metabolisme ibu dicapai dalam
4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini :
a. Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
b. Setelah kejang terakhir
c. Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.
d. Penderita mulai sadar (responsif dan orientasi).
3) Cara terminasi kehamilan :
18

a. Induksi persalinan bila hasil KTG Normal


b. Drip Oksitosin; dengan syarat PS sama dengan atau lebih dari 5
c. Seksio Sesaria bila :
Syarat drip oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontraindikasi drip
oksitosin
Persalinan belum terjadi dalam waktu 12 jam
Bila hasil KTG patologis
4) Perawatan pasca persalinan :
a. Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital
dilakukan sebagaimana lazimnya
b. Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 24 jam persalinan
Prognosis :
Prognosis eklampsia ditentukan oleh Kriteria Eden (tahun 1922)
1) Koma yang lama,
2) Nadi diatas 120 per menit,
3) Suhu diatas 103 F,
4) Desakan darah sistolik diatas 200 mmHg,
5) Kejang lebih dari 10 kali,
6) Proteinuria lebih 10 gr/liter, dan
7) Tidak ada edema.
Bila didapatkan dua atau lebih dari gejala tersebut, maka prognosis ibu adalah
buruk.
5. Unit Terkait
1. Divisi Neonatologi
2. Bagian Interna
3. Bagian Anestesi
4. Bagian Mata
5. Bagian Neurologi
6. NICU

19

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

DM GESTASI (DMG)
No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10274

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman

Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1. Pengertian
Batasan
Adanya intoleransi karbohidrat, baik ringan (Toleransi Glukosa Terganggu =
TGT), maupun berat (Diabetes Mellitus) yang terjadi atau diketahui pertama kali
pada saat kehamilan berlangsung.
Tidak memandang apakah pasen dikelola dengan insulin/perencanaan makan saja,
diabetes mellitus tersebut menetap setelah persalinan atau pasen yang sudah
mengidap diabetes mellitus sebelum hamil.
Penapisan
1) Tujuan:
a. Menurunkan angka kesakitan/kematian ibu
b. Menurunkan angka kesakitan/kematian perinatal
c. Menurunkan risiko menjadi DM dikemudian hari, bagi mereka dengan
DM Gestosis sebelumnya.
2) Cara Penapisan:
a. Sasaran penapisan adalah semua ibu hamil baik yang berisiko/tidak
berisiko.
b. Faktor risiko DMG :
Riwayat Kebidanan:
Beberapa kali keguguran
Riwayat pemah melahirkan anak mati tanpa sebab yang jelas
Riwayat pemah melahirkan bayi dengan cacat bawaan
Pernah pre-eklamsia
Polihidramnion
Riwayat Ibu:
Umur ibu hamil lebih dari 30 tahun
20

Riwayat DM dalam keluarga


Pemah DMG pada kehamilan sebelumnya
Infeksi saluran kemih berulang-ulang sebelum hamil
c. Waktu penapisan
Untuk ibu hamil yang berisiko penapisan dilakukan pada umur
kehamilan kurang dari 24 minggu (pertemuan pertama dengan ibu
hamil).
Bila hasilnya negatip, pemeriksaan diulang pada umur kehamilan 2426 mg.
Untuk ibu hamil yang tidak berisiko penapisan dilakukan pada umur
kehamilan 24-26 minggu.
d. Cara Penapisan
Pemeriksaan gula darah sewaktu atau dengan tes toleransi glukosa
3) Persiapan Penapisan:
Pasien harus makan yang mengandung cukup karbohidrat minimal 3 hari
sebelumnya kemudian puasa 8-12 jam, baru dilakukan pemeriksaan gula
darah, puasa pada pagi hari setelah itu diberikan beban glukosa 75 gram
dalam 200 ml air, dua jam setelah itu diambil contoh darah vena untuk
dipastikan pemeriksaan gula darah 2 jam.
WANITA HAMIL

Makanan cukup karbohidrat + 3 hari


Puasa 8-12 jam

Gula darah puasa

Glukosa 75 gram

Glukosa Plasma Vena dua jam


Kriteria Diagnosis Menurut WHO
Glukosa Plasma Vena (mg/dl)
Puasa
2 jam
Normal
< 100
< 140
Diabetes Mellitus
> 140
> 200
TGT
100-139
140-199
21

Catatan : TGT tetap dikelola sebagai DMG.


2. Tujuan
1. Dapat membedakan DMG dan Pregestasional diabetes
2. Dapat melakukan penapisan penderita dengan risiko DM
3. Melakukan antenatal penderia DMG
4. Melakukan penatalaksanaan penderta DMG
5. Mengetahui komplikasi DMG
6. Dapat menangani persalinan ibu dengan DMG
7. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi pada DMG
3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Feto Maternal atau Bag/SMF lain
terkait.

4. Prosedur
Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Medis
a.
Dilaksanakan secara terpadu oleh Lab/SMF Obstetri
& Ginekologi, Lab/SMF Penyakit Dalam, Lab/SMF Anak dan Instalasi
Gizi.
b.
Tujuanperawatan medis DMG :
Memperbaiki metabolisme KH
Menurunkan angka kesakitan /kematian perinatal
Menurunkan kejadian kelainan kongenital
Dengan ini dapat dicapai keadaan normo glikemia yang dapat
dipertahankan selama kehamilan sampai persalinan.
c. Cara perawatan medis :
Perencanaan makan yang sesuai dengan kebutuhan
Pemberian Insulin bila belum tercapai Nomoglikemia dengan
perencanaan makan.
Pemantauan kadar glukosa darah sendiri di rumah, dan pemantauan
diabetes terkendali dengan pemeriksaan HbA 1c secara berkala tiap 68 minggu (normal kurang dari 6%) Penatalaksanaan medis ini sesuai
dengan protap Lab/SMF Penyakit Dalam dan Gizi.
2) Penatalaksanaan Obstetri
a. ANC lebih ketat
b. Penilaian kesejahteraan janin. Penilaian ini dilakukan sejak umur
kehamilan 34 minggu meliputi :
Pengukuran tinggi fundus uteri
mendengarkan denyut jantung janin
22

USG
KTG

Skema penatalaksanaan Obstetrik DMG

DMG

Terkendali

Pantau kesejahteraan janin (USG/KTG)


Sejak UK 34 minggu 3x seminggu (NST)
Setiap 2 minggu untuk Biometri janin

Makrosomia (-)
PJT (-)

Tunggu
sampai 40
minggu

Makrosomia (+)
PJT (+)

UK 35
minggu

Tidak terkendali
Ada komplikasi pada ibu

Rawat / MRS
Pantau kesejahteraan janin
USG/KTG

Terkendali

UK < 35
minggu

Tak terkendali

Amniosintesis
Test kocok

Test kocok (-)


Test kocok (+)

Terminasi
Steroid 1 hari

5. Unit Terkait.
1. Divisi Neonatologi
2. Bagian penyakit dalam
3. NICU
4. Bagian Gizi

23

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

KEHAMILAN DAN PENYAKIT JANTUNG


No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10275

Revisi
00

Halaman
1/3
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

Tanggal Terbit
3 November 2009

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1. Pengertian
Batasan :
Kehamilan yang disertai dengan gangguan fungsi jantung (Pregnancy
complicated by impaired heart funation)
Pengaruh Penyakit Jantung Terhadap Kehamilan
Prinsip : Jantung tidak mampu memberikan nutrisi dan oksigenasi pada janin
yang sedang tumbuh.
1) Akibatnya untuk bayi
a. Abortus
b. Prematuritas
c. PJT
d. Cacat bawaan
e. Asfiksia janin intrauterine
f. Tumbuh kembang janin akan terhambat setelah lahir
2) Untuk ibu
Terjadi payah jantung (Decompensatio Cordis = DC) kematian meningkat
Pembagian Klinik Penyakit Jantung Pada Kehamilan
Klas
Klas I
Klas II
Klas III
Klas IV

Deskripsi
Tidak ada keluhan
Bekerja berat-sedang, mengakibatkan sesak, dyspnoe
d'effort
Kerja ringan, mengakibatkan sesak
Sesak terus menerus

24

Kira-kira 90 % dari kehamilan dengan penyakit jantung termasuk klas I dan II


hanya 10 % yang berada dalam klas III dan IV (angka kematian ibu 80 %)
Saat-saat Kritis
1) Hiperemesis Gravidarum :
Mual, muntah dan intake menurun, terjadi hemokonsentrasi, sedangkan
metabolisme dan konsurnsi 02 menmgkat, paru-paru sulit mengembang,
menyebabkan beban jantung menmgkat.
2) Umur Kehamilan 32-34 minggu :
Terjadi puncak hidremia (25-50%), mengakibatkan beban jantung menmgkat.
3) Partus Kala II
Venus return meningkat, shunt berhenti, mengakibatkan beban jantung tibatiba menmgkat.
4) Puerperium :
a.
Dini (3-5hari) :
Shunt yang berhenti, mengakibatkan volume darah yang kembali ke
jantung mendadak meningkat.
b.
Lanjut :
Bahaya infeksi puerperalis, endometritis, infeksi organ lain, berlanjut
menyebar secara hematogen, mengakibatkan sub akut bakterial
endokarditis (SBE).
2.Tujuan
1.Mengetahui gejala dan tanda ibu hamil dengan penyakit jantung
2.Melakukan antenatal ibu hamil dengan penyakit jantung
3.Mampu menangani persalinan pada ibu hamil dengan penyakit jantung
4.Mencegah terjadinya komplikasi
5.Menurunkan AKB dan AKI
3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Feto Maternal atau Bag/SMF lain
terkait.

4.Prosedur
Penatalaksanaan
A. Waktu ANC
2)
Kehamilan boleh diteruskan bila penyakit jantung
fungsional klas I & II. Bila klas III & IV dipertimbangkan abortus
provocatus medicinalis
3)
Perawatan bersama kardiologi
4)
Pencegahan terhadap :
a. Anemia defisiensi besi
b. Infeksi
25

c. Toksemia gravidarum
d. Obesitas
e. Pekerjaan fisik, cemas, aritmia
B. Waktu Inpartu
1) Kala I :
a. Induksi persalinan atas indikasi obstetrik (bukan karena DC)
b. Berikan digitalisasi cepat, bila ada tanda-tanda akut DC seperti :
Nadi lebih dari110 kali permenit
Sesak, respirasi lebih dari 28-30 kali permenit
Ronki basal paru-paru
Suara jantung (S 1 ) mengeras
Gallop rhythm
Paroksismal atrial tachycardia
2) Kala II :
a. Dipercepat dengan forsep ekstraksi
b. Seksio sesaria dikerjakan atas indikasi obstetri
c. Hindari trauma berlebihan dan infeksi
d. Didampingi seorang kardiolog
3) Kala III :
Cegah akut refluk darah ke jantung dengan cara Fowler (gravitasi) dan
pemasangan torniquet pada kedua tungkai.
C. Waktu Puerperium
1) Bed rest, dirawat 5-10 hari mengingat bahaya DC akut dan SBE
2) Kalau perlu berikan sedatif
3) Cegah konstipasi
4) Laktasi dibatasi untuk DC klas III dan IV oleh karena :
a. Menyusui, komplikasi berupa lecet pada niple, terkena infeksi,
berlanjut inenjadi mastitis, mengakibatkan SBE
b. Menyusui,
mengakibatkan
keseimbangan
cairan
berubah,
menimbulkan dehidrasi (pada DC, cairan harus seimbang)
D. Keluarga Berencana
1) Bila jumlah anak sudah cukup dianjurkan kontap (MOW/MOP)
2) Bila menolak kontap, dianjurkan memakai IUD
3) Sebaiknya anak tidak lebih dari dua.
5.Unit Terkait
1. Bagian penyakit dalam dan jantung
2 Bagian Anestesi
3..Divisi Neonatologi
4. NICU

26

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

PLASENTA PREVIA
No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10276

Revisi
00

Halaman

Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

Tanggal Terbit
3 November 2009

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian
Batasan:
Suatu keadaan dimana insersi plasenta di segmen bawah uterus (SBR) sehingga
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum pada kehamilan 28 minggu
atau lebih.
Pembagian (Berdasarkan derajat penutupan OUI)
1) Plasenta previa totalis.
2) Plasenta previa partialis.
3) Plasenta previa marginalis.
4) Plasenta letak rendah.
Gejala Klinis:
1) Kehamilan 28 minggu atau lebih dengan perdarahan pervaginam yang
sifatnya tidak nyeri, darah segar
2) Keadaan umum sesuai dengan banyaknya perdarahan terjadi
3) Sering disertai dengan kelainan letak janin
4) Bagian terendah masih tinggi/tidak masuk pintu atas panggul (PAP)
Diagnosis:
1) Anamnesis :
Hamil 28 minggu atau lebih dengan perdarahan pervaginam tanpa nyeri,
berulang, merah segar, berulang.
2) Gejala Klinis (lihat gejala klinis).
3) Menentukan letak plasenta.
a. USG, dilakukan dalam keadaan kantung kencing terisi secukupnya
b. Menentukan asal perdarahan untuk menyingkirkan kemungkinan yang
bukan plasenta previa (inspikulo). Dilakukan bila perdarahan sudah
berhenti.
c. Periksa Dalam
27

d. Double Set Up (DSU/Examination in theatre) yaitu pemeriksaan dalam


dikamar operasi dengan persiapan seksio sesaria.
2.Tujuan
1.Mengetahui gejala dan tanda ibu hamil dengan Plasenta previa
2.Melakukan antenatal ibu hamil dengan Plasenta previa
3.Mampu menangani persalinan pada ibu hamil dengan Plasenta previa
4.Mencegah terjadinya komplikasi ibu dan bayi
3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Feto Maternal atau Bag/SMF lain
terkait.

4.Prosedur
Penatalaksanaan
Semua penderita yang datang dengan perdarahan antepartum tidak boleh
dilakukan VT di VK kecuali kemungkinan plasenta previa sudah disingkirkan dan
diagnosis solusio plasenta sudah ditegakkan.
A. Penanganan Aktif
1) Tujuannya adalah segera melahirkan anak (terminasi)
2) Indikasi :
a. Jika perdarahan merembes dan diagnose sudah ditegakkan Plasenta
Previa langsung seksio sesaria tanpa DSU, dengan memperhatikan
keadaan umum ibu, perbaikan keadaan umum dilakukan dalam waktu
relatif cepat. Lakukan konsultasi dengan anastesi selama menunggu
persiapan operasi sampai memungkinkan untuk dilakukan operasi,
b. Gawat janin, perdarahan aktif dan banyak dengan evaluasi bertahap
(perdarahan profuse lebih dari 500 cc dalam 30 menit)
3) Double Set Up (DSU)

a. Batasan

Examination in theater
Merupakan cara pemeriksaan yang akurat tentang hubungan antara
plasenta dengan OUI

b. Indikasi

Dilakukan hanya bila kehamilan akan diakhiri


Kehamilan aterm
Kehamilan preterm dimana perawatan konservatif diputuskan
gagal, yaitu :
perdarahan masih merembes keluar dari vagina,
perdarahan bercak, akan tetapi menyebabkan penurunan
28

HB lebih dari 2gr% dengan pemeriksaan serial 3 kali tiap 6


jam.
Diagnosis plasenta previa dari USG meragukan (inkonklusif)
Adanya perdarahan pervaginam yang tidak aktif pada saat inpartu
dengan kecurigaan plasenta letak rendah / plasenta marginalis

c. Persiapan

Persiapan darah
Tim kamar operasi sudah siap operasi (operator, asisten dan
instrumen menggunakan gaun operasi)

d. Prosedur dan tata laksana

Pasien dikerjakan di meja operasi dengan posisi litotoni


Kandung kencing dikosongkan
Masukkan 2 jari kedalam vagina, raba setiap bagian dari fornik,
apakah teraba ada plasenta antara jari dengan bagian terbawah
janin (bantalan)
Bila tidak teraba bantalan, maka jari dimasukkan ke cervical os
dan raba sekitarnya hingga teraba ujung plasenta
Bila tidak ada teraba plasenta, diagnosis plasenta previa dapat
disingkirkan
Bila ujung plasenta teraba, tetapi tidak meluas sampai di servical
os, dan tidak ada perdarahan pecahkan ketuban, dan tunggu partus
pervaginam (sesuai penatalaksanaan plasenta previa parsialis)
Bila teraba plasenta, hentikan pemeriksaan dan lakukan SC
a.
Interpretasi hasil temuan saat DSU :
Bila plasenta previa totalis, dilakukan seksio sesaria
Bila plasenta previa parsialis, dilakukan amniotomi. Pada keadaan
ini seksio dilakukan bila:
Setelah 12jam tak terjadi persalinan
Terjadi perdarahan lagi
Terjadi gawatjanin
Terjadi febris (infeksi intra uterin)
Bila tak teraba plasenta, dilakukan inspikulo untuk melihat asal
perdarahan, bila perdarahan berasal dari OUI tetap dilakukan
amniotomi, selanjutnya sama dengan penatalaksanaan plasenta
previa parsialis
B. Perawatan Konservatif
1) Dilakukan pada bayi prematur (EFW kurang dari 2500 gr dan atau umur
kehamilan kurang dari 37 minggu) dengan syarat bayi hidup dengan
perdarahn sedikit/berhenti
2) Cara perawatan konservatif
a. Observasi di kamar bersalin IRD selama 24 jam
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, berikan transfusi sampai HB lebih dari
10 gr%
29

C.

c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (menjaga


kemungkinan perawatan konservatif gagal), dengan deksametasone 5
mg, 4 kali tiap 6 jam.
d. Bila perdarahan berhenti penderita dipindahkan ke ruangan setelah
sebelumnya dilakukan USG di IRD
e. Observasi Hb setiap hari, tensi, nadi denyut jantung janin, perdarahan
setiap 6 jam.
f. Perawatan .konservatif gagal bila terjadi perdarahan berulang
(penanganan aktif).
g. Penderita dipulangkan bila tidak terjadi perdarahan ulang setelah
dilakukan mobilisasi.
h. Nasehat waktu pulang :
Istirahat.
Dilarang koitus/manipulasi vagina.
MRS bila terjadi perdarahan lagi.
Periksa ulang (ANC) I minggu kemudian.
Berdasarkan hasil pemeriksaan USG persalinan direncanakan
sebagai berikut :
1) Bila plasenta menutupi OUI, tunggu sampai kehamilan aterm kemudian
USG ulang (dipertimbangkan) bila hasil tetap, persalinan direncanakan
secara seksio sesaria.
2) Bila plasenta letaknya normal, ditunggu inpartu, persalinan diharapkan
normal.

5.Unit Terkait
1. Divisi Neonatologi
2. NICU

30

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

LETAK SUNGSANG
No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10277

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/3
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian
Batasan:
Disebut letak sungsang apabila janin membujur dalam uterus dengan bokong/kaki
pada bagian bawah.
Tergantung dari bagian mana yang terendah, dapat dibedakan menjadi :
1) Presentasi bokong mumi
2) Presentasi bokong kaki
3) Presentasi kaki
Diagnosis:
1) Pemeriksaan Fisik
a. Palpasi
Leopold I
Leopold II

: Kepala/ballotement di fundus.
: Teraba punggung disatu sisi dan bagian kecil disisi
lain.
Leopold III-IV : Bokong teraba di bagian bawah uterus.
b. Pemeriksaan dalam.
2) Pemeriksaan Penunjang:
a. Ultrasonografi, diperlukan untuk :
Konfirmasi letak janin, bila pemeriksaan fisik tidak jelas.
Menentukan letak plasenta.
Menentukan kemungkinan cacat bawaan.
b. Foto Rontgen (bila perlu), untuk :
Menentukan posisi tungkai bawah.
Konfirmasi letak janin serta fleksi kepala.
Menentukan kemungkinan adanya kelainan bawaan anak.

31

2.Tujuan
1.Melakukan antenatal ibu hamil dengan Letak sungsang
2.Mampu menangani persalinan pada ibu hamil dengan Letak sungsang
3.Mencegah terjadinya komplikasi ibu dan bayi
3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Feto Maternal atau Bag/SMF lain
terkait.

4.Prosedur
Penanggulangan Letak Sungsang
A.

Waktu Hamil (Antenatal)


1) Pada umur kehamilan 28-30 minggu, mencari kausa.
a.
USG:
Plasenta previa.
Kelainan kongenital.
Kehamilan ganda.
Kelainan uterus.
b.
Ukuran dan evaluasi panggul.
Bila tidak ditemukan kelainan, dilakukan perawatan konservatif, dan
rencana persalinan lebih agresif.
2) Bila hasil pemeriksaan USG tidak menemukan kelainan, maka dilakukan :
a. Knee chest position.
b. Versi luar (bila tidak ada kontra indikasi), dilakukan pada umur
kehamilan lebih atau sama dengan 37 minggu
3) Bila versi luar berhasil, kontrol 1 minggu lagi, dan dikelola sebagai
presentasi kepala.
4) Bila versi luar gagal, kontrol kembali 1 minggu, dicoba versi luar sekali
lagi.

B.

Waktu Persalinan
1) Pada kasus dimana versi luar gagal/janin tetap letak sumgsang, maka
penatalaksanaan persalinan lebih waspada.
2) Persalinan pervaginam diberi kesempatan asal tidak ada hambatan pada
pembukaan. Urutan cara persalinan :
a. Usahakan spontan Bracht.
b. Manual aid/Lovset-Mauriceau.
c. Total ekstraksi (harus dipertimbangkan terlebih dahulu).
3) Persalinan diakhiri dengan seksio sesaria bila :
32

a.

Persalinan pervaginam diperkirakan


sukar dan berbahaya (disproporsi feto pelvik atau Skor Zachtuchni
Andros kurang dari 3).

Skor Zachtuchni Andros :


Parameter

0
Primi
Tidak
> 3650 gr
> 39 mg
< -3
2 cm

Nilai
1
Multi
1kali
3629-3176
38 mgg
-2
3 cm

Paritas
Pernah letak sungsang
2kali
PBB
> 3176
Usia kehamilan
< 37 mgg
Station
-1 atau >
Pembukaan serviks
4 cm
Syarat :
ZA hanya berlaku untuk kehamilan aterm atau pbb > 2500 gram
Skor kurang dari 3 : persalinan perabdominal
Skor 4 : perlu evaluasi lebih cermat
Skor 5 atau lebih : persalinan pervaginam

b.

Tali

pusat

menumbung

pada

primi/multigravida.
c.
d.

Didapatkan distosia
Umur kehamilan:
Prematur (EFBW kurang dari 2.000 gr)
Post date (umur kehamilan lebih dari: 42 minggu)
e. Nilai anak (hanya sebagai pertimbangan). Riwayat persalinan yang
lalu :
BOH.
HSVB.
f. Komplikasi kehamilan dan persalinan :
Hipertensi dalam kehamilan.
Ketuban Pecah Dini.
5.Unit Terkait
1. Divisi Neonatologi
2. NICU

33

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

PARTUS KASEP
No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10278

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/3
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1. Pengertian
Batasan:
Partus kasep adalah suatu keadaan dimana persalinan mengalami kemacetan dan
berlangsung lama sehingga menimbulkan komplikasi baik pada ibu ataupun
anaknya.
Gcjala Klinis:
1) Komplikasi pada Anak.
a. Kaput suksedanium besar.
b. Fetal Distress.
c. Kematian Janin.
2) Komplikasi pada Ibu
a. Vagina/Vulva edema.
b. Porsio edema.
c. Ruptura Uteri.
d. Febris.
e. Ketuban hijau.
f. Dehidrasi.
3) Tanda-tanda infeksi intrauterin:
Kriteria Gibbs: temperatur rektal lebih dari 37,8C disertai dengan 2 atau lebih
tanda-tanda berikut :
a. Maternal tachycardia (lebih dari 100 kali permenit).
b. Fetal tachycardia (lebih dari 160 kali permenit).
c. Uterine Tenderness
d. Foul Odour of Amniotic Fluid
34

e. Maternal leucocytosis (lebih dari 15.000 cel / mm3)


4) Tanda-tanda ruptura uteri :
a. Perdarahan melalui OUE.
b. His hilang.
c. Bagian anak mudah teraba dari luar.
d. VT : Bagian terendah janin mudah didorong ke stas.
e. Robekan dapat meluas ke servik dan vagina.
5) Tanda-tanda gawat Janin :
a. Air ketuban bercampur mekonium.
b. Denyut jantung janin bradikardia/takikardia/ireguler.
c. Gerak anak berkurang.
Diagnosis :
Diagnosis ditegakkan berdasarkan ditemukannya partus lama yaitu terdapat
perpanjangan dari fase-fase persalinan ditambah dengan gerak akibat dari partus
lama yaitu :
1) Kelelahan ibu dan dehidrasi.
2) Kaput suksedonium / Vulva edema.
3) Infeksi intra uterin.
4) Ruptura uteri.
5) Gawat janin.
2.Tujuan
1. Mengetahui gejala dan tanda ibu hamil dengan partus kasep
2. Mengetahui gejala dan tanda gawat janin
3. Mampu menangani persalinan ibu hamil dengan partus kasep
4. Mencegah terjadinya komplikasi pada ibu dan bayi
3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG.


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Feto Maternal atau Bag/SMF lain
terkait.

4.Prosedur
Penatalaksanaan:
1) Perbaikan keadaan umum ibu.
a. Pasang infus & kateter urine.
b. Beri cairan kalori dan elektrolit.
Normal salin, 500 cc.
Dekalitrose 5-10%, 500 cc
c. Koreksi asam basa dengan pemeriksaan gas darah.
d. Pemberian antibiotika berspektrum luas :
Ampicillin 3 kali I gr/hari i.v. dilanjutkan 4 kali 500 mg po selama 3
35

hari.
Metronidazole 3 x 1 gr supositoria selama 5-7 hari.
e. Pemberian obat penurun panas :
Xylomidon 2 cc im.
2) Terminasi kehamilan:
Pengakhiran kehamilan tergantung syarat dan kontra indikasi saat itu.
5.Unit Terkait
1. Divisi Neonatologi
2. NICU

36

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

KEHAMILAN / PERSALINAN DENGAN


JARINGAN PARUT UTERUS
No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10279

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/3
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian
Batasan :
Kehamilan yang disertai riwayat seksio sesaria sekali/lebih atau pasca
miomektomi/kornuektomi pada kehamilan sebelumnya.
Hal-hal yang perlu dijawab :
1) Apa indikasi SC sebelumnya ?
2) Berapa kali SC sebelumnya ?
3) Jenis sayatannya bagaimana ?
4) Apakah ada komplikasi pada SC sebelumnya ?
5) Apakah pemah melahirkan pervaginam sebelumnya ?
2.Tujuan
1. Mengetahui tanda ibu hamil dengan kehamilan bekas jaringan parut uterus
2. Mampu menangani persalinan ibu hamil dengan bekas jaringan parut uterus
3. Mencegah komplikasi ibu dan bayi
3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Feto Maternal atau Bag/SMF lain
terkait.

4.Prosedur
37

Alur Penanganan Kehamilan / Persalinan Dengan Jaringan Parut Uterus:

Indikasi
Jumlah
Jenis
Komplikasi

Bekas SC

Jenis sayatan

Klasik / korpore
> 2 kali seksio

SC TP

38 minggu
Menetap/Berulang

Indikasi Operasi

Ada penyulit seperti : letsu,


KPD ,plasenta previa

Tak berulang
Penyulit Kehamilan (+)

Kehamilan 42 minggu

Tunggu spontan
Kehamilan aterm Inpartu

Distosia/gawat janin

Nilai kemajuan
Persalinan
Baik

SC / Steril

Pervaginam (dengan
Kala II dipercepat)

5.Unit Terkait
1. Divisi Neonatologi
2. NICU

38

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM (KJDR)


No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10280

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman

Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian
Batasan :
Kematian janin dalam rahim adalah kematian janin dalam uterus yang beratnya,
500 gr atau lebih, usia kehamilan telah mencapai 20 minggu atau lebih.
Yang perlu diperhatikan :
1) Kejadian KJDR mengambil porsi hampir 50% dari jumlah kematian perinatal
2) Kejadian ini merupakan trauma berat bagi penderita dan keluarga serta
menunjukkan kegagalan satu aspek pelayanan obstetri ; simpati, empati serta
perhatian terhadap guncangan emosional penderita dan keluarganya harus
diberikan perlakuan tersendiri. Yakinkan bahwa besar kemungkinan dapat
lahir pervaginam.
3) KJDR ini bisa terjadi saat hamil (prematur atau aterm), saat inpartu (partus
lama/partus kasep, belitan tali pusat dll) dengan sebab yang bisa jelas dan bisa
juga tidak diketahui sebabnya.
4) Kecuali terjadi saat inpartu maka penundaan evakuasi diperlukan untuk
mempersiapkan fisik dan mental penderita dan keluarganya serta persiapan
untuk terminasi (sebaiknya jangan lebih dari 2 minggu setelah kematian
janin).
5) Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian janin, terutama pada
kehamilan lanjut, koagulopati maternal dapat terjadi, bila kematian janin
berlangsung lebih dari 2 minggu, walaupun koagulopati ini jarang terjadi
sebelum empat sampai enam minggu setelah KJDR.
KJDR saat Inpartu.
1)
Penyebabnya bisa karena partus lama atau partus kasep, belitan tali pusat,
insufisiensi plasenta, solusio plasenta, letak sungsang dengan after coming
head (badan lahir, kepala nyangkut), kelainan kongenital dll.
2)
Pada partus lama dan kasep, maka pasien biasanya dalam keadaan
kelelahan, dehidrasi dan kemungkinan infeksi.
39

3)
4)
5)
6)
7)
8)

Sambil melakukan simpati, empati serta konseling, persiapan untuk


memperbaiki keadaan umum ibu misalnya : pemberian cairan infus, anti
biotika dan persiapan donor darah kalau perlu dll.
Prinsip melahirkan anak dengan sesedikit mungkin trauma pada ibu
Kalau bisa lahirkan anak dengan utuh
Kalau KJDR pada kala I dapat dilakukan drip oksitosin dan menunggu
lahir spontan biasa.
Kilau tidak bisa spontan lakukan embriotomi .dengan cara : perforasi dan
kranioklasi, dekapitasi, eviserasi, bisection.
Setelah kelahiran anak dicari penyebab kematiannya dan dilakukan
evaluasi untuk kepentingan kehamilan berikutnya.

Diagnosis:
1) Klinis :
Bayi tak bergerak,
Perut mengecil,
Berat badan ibu menurun,
Ada krepitasi,
Kalau keluar air ketuban akan berwama coklat kemerahan kental.
2) Denyut jantung janin tak terdeteksi baik dengan funduskop dan Doppler
3) Pemeriksaan human chorionic gonadotropin (hCG) urine menjadi negatif
beberapa hari setelah kematian janin
4) Diagnosis pasti dengan USG, tidak ditemukan pulsasi jantung. Dapat
ditemukan gambaran Deformed or collapsed head, dan overlapping the skull
bones.
Laboratorium yang diperlukan :
1) Golongan darah ABO dan Rhesus
2) Hematokrit
3) Fibrinogen
4) Waktu perdarahan
5) Waktu pembekuan
6) Hitung trombosit
2.Tujuan
1. Mengetahui gejala dan tanda ibu hamil dengan kematian janin dalam rahim
2. Mampu mendiagnosa kematian janin dalam rahim
3. Mampu menangani persalinan ibu hamil dengan kematian janin dalam rahim
4. Mencegah terjadinya komplikasi pada ibu
3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Feto Maternal atau Bag/SMF lain
terkait.

4.Prosedur
40

Penanganan :
1) Konservatif/pasif :
a. Rawat jalan
b. Menunggu persalinan spontan 1-2 minggu
c. Pematangan serviks : misoprostol, estrogen
d. Pemeriksaan kadar hematokrit, trombosit dan fibrinogen tiap minggu
2) Aktif :
a. Dilatasi serviks dengan :
batang laminaria
balon kateter (Foley Catheter)
b. Induksi :
misoprostol
oksitosin
3) Perawatan Rumah Sakit :
a. Bila harus segera ditangani
b. Bila ada gangguan pembekuan darah (Koagulopati)
c. Bila ada penyulit infeksi berat
Penyulit :
1) Koagulopati
2) Infeksi
3) Perforasi
Catatan :
Informed Consent diperlukan sebelum tindakan

Skema Penanganan KJDR :


41

KJDR

Faal hemostasis
Donor

Inpartu

Tidak inpartu

Kasep*

Tidak kasep

Pertimbangan
Embriotomi/SC

Kelola Partograf
WHO

Keadaan Serviks

Matang

Belum Matang
Misoprostol, Estrogen
Prostin E

Spontan / Embriotomi/SC**

Induksi

Matang

Belum
Matang

Laminaria
Foley Chateter

Catatan :
Inpartu kasep, misalnya : sisa dukun
Seksio sesaria dapat merupakan pilihan, misalnya : pada letak lintang

5.Unit Terkait
1. Divisi Neonatologi

42

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

KEHAMILAN KEMBAR
No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10281

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman

Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1. Pengertian
Batasan:
Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan lebih dari satu embrio/anak dalam
satu Gestasi.
Fakta:
1) Hukum Helin, kejadian

: Twin/kembar dua : 1 : 89,


Triplet : 1 : 892,
Quadriplet : 1 : 893,
Quintiplet : 1 : 894 dan seterusnya.

: identik/monovuler/dizygotik/homolog, 30%
fratemal/biovuler/dizygotik/heterolog, 70%
3) Faktor
: bangsa, umur, paritas
herediter (dizygotik, dari pihak ibu)
4) Kembar monozygot : cenderung lebih kecil,
kemungkinan KJDR,
cacat bawaan,
sering timbul arterio-venous shunt.
2) Ada tipe

43

5) Cara Membedakan :
Plasenta
Khorion
Amnion
Tali pusat
Seks
Rupa
Sidikjari

Kembar homolog
1 (70%)
2 (30%)
1(70%)
2 (30%)
1(70%)
2 (30%)
2
Sama
Sama
Sama

Kembar heterolog
2 (100%)
2(100%)
2(100%)
2
Bisa lain
Tidak sama
Tidak sama

6) Komplikasi pada ibu :

anemia, preeklampsia
persalinan prematur
inersia/atonia uteri
plasenta previa
solusio plasenta
perdarahan post partum

7) Komplikasi pada anak :

BBLR
KJDR
Cacat bawaan (kembar siam)
morbiditas dan mortalitas perinatal
distosia : kelainan letak, "interlocking"

Diagnosa :
1. Pemeriksaan Leopold - uterus lebih besar, teraba 3 bagian besar
2. Dua denyut jantung janin, ditempat berbeda
3. Konfirmasi dengan USG
2.Tujuan
1. Mampu menegakkan diagnosa kehamilan kembar
2. Mengetahui gejala dan tanda ibu hamil dengan kehamilan kembar
3. Mampu menangani persalinan ibu hamil dengan kehamilan kembar
4. Mencegah terjadinya komplikasi pada ibu dan bayi
5. Menurunkan Morbiditas dan Mortalitas Ibu dan Bayi

44

3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG


Pada kasus-kasus yang khusus ,perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Feto Maternal atau Bag/SMF lain
terkait.

4.Prosedur
Penanganan :
1) Saat ANC
a. Perawatan antenatal seperti biasa, antisipasi kemungkinan komplikasi di
atas
b. Lebih banyak istirahat saat kehamilan 7 bulan sampai aterm
2) Saat persalinan:
a. Diharapkan pervaginam kecuali anak pertama letak lintang
b. Kalau perlu inisiasi persalinan dengan pemecahan ketuban
c. Drip oksitosin bukan kontraindikasi absolut
d. Setelah anak pertama lahir, lakukan membuat posisi bujur untuk anak II
tunggu his dan lakukan amniotomi. Persalinan bisa spontan, vakum atau
berbagai manuver pertolongan letak sungsang tergantung posisi anak II.
Versi ekstraksi hanya dilakukan pada letak lintang anak II, yang gagal
dibuat membujur atau ada indikasi emergency obstetri.
e. Hati-hati kemungkinan HPP
Skenario:
1) bila let-kep/let-kep, let-kep/let-su, masih diberikan kesempatan lahir
pervaginam
2) bila anak I bukan let-kep. Let su/let su atau kombinasi yang lain dianjurkan
untuk seksio sesaria primer.
3) bila tidak over distensi, setelah amniotomi, tetap inersia uteri, drip oksitosin
hati-hati masih ada tempatnya.
4) bila diijinkan pervaginam maka tindakan seksio berdasarkan indikasi obstetri.
5) bila anak pertama letak lintang, langsung seksio sesaria primer.
6) Setelah anak pertama lahir, tentukan denyut jantung janin anak II, buat letak
kepala/membujur, tunggu ada his (atau diberikan oksitosin), dan pecahkan
ketuban. Selanjutnya pimpin sampai lahir spontan atau, kalau perlu, bantuan
vakum atau forsep sesuai dengan indikasi obstetri
7) Bila anak kedua letak lintang dan gagal usaha di atas maka dapat dilakukan
tindakan versi ekstraksi.
8) Kala uri seperti biasa. manuil plasenta bila ada indikasi.
9) Memberikan uterotonika untuk mencegah perdarahan post partum.

45

Skema Penanganan Persalinan Gemeli


Hamil Gemeli Aterm
Kedua anak :
1) letak lintang
2) letak bokong

Membujur, Anak I letak


kepala

Gawat Janin

Monitor denyut jantung janin

Kala II Persalinan Kembar


I Pervaginam
Periksa kembar II
dengan segera

Gagal

Seksio
Sesaria

Versi
ekstraksi

Salah letak

Longitudinal (membujur)

Versi luar

His (+), (K/P Oksitosin)


Amniotomi

berhasil

Persalinan II Pervaginam
Spontan / Vacum / Forcep Bracht

5.Unit Terkait
1. Divisi Neonatologi

46

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

SOLUSIO PLASENTA
No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10282

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman

Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian
Batasan :
Terlepasnya plasenta dari posisinya yang normal pada uterus, sebelum janin
dilahirkan.
Difinisi ini berlaku pada UK diatas 28 minggu atau berat badan janin 1000 gram
Faktor Predisposisi :
1. Trauma
2. Pecah Ketuban
3. Versi luar
4. Abnormalitas plasenta
Gambaran khusus :
1) Gambaran klasik : perdarahan pervaginam,
nyeri perut,
kontraksi uterus
dan perut kaku seperti papan (woodly hard)
2) Ciri perdarahan warna kehitaman.
3) Ciri nyeri perut : tajam,
besar dan
berlangsung tiba-tiba (berbeda dengan his)
4) Keluhan lain
: mual, gerak menurun sampai hilang
5) Bila kehilangan darah banyak, bisa terjadi shock
6) Pemeriksaan palpasi, sulit teraba bagian-bagian janin
7) Pemeriksaan auskultasi, djj sulit didengar
8) Bisa terjadi gangguan hemostasis (35 %)

47

Diagnosis :
1) Tanda dan gejala yang jelas baru terjadi pada solusio plasenta yang
sedang/berat, pada yang ringan seringkali tidak diketahui ante partum
2) USG tidak sensitif untuk diagnostik solusio plasenta tetapi mampu
menyingkirkan plasenta previa
3) Bila bekuan darah banyak, pada USG akan tampak daerah hiperekoik
dibandingkan dengan daerah plasenta yang lain
Grading Solusio Plasenta
Grade

0
1
2
3

Deskripsi
Asimtomatis, ditemukan secara kebetulan, adanya retro
plasental clot yang kecil
Terdapat perdarahan perpavinam. Tetani uteri
positif,tidak ada gawat janin, ibu dalam keadaan baik
Terdapat atau tidak perdarahan pervaginam, tetapi ada
tanda-tanda gawat janin, ibu masih dalam keadaan baik
Terdapat/tidak perdarahan pervaginam, tetania uteri jelas,
ibu syok, gawat janin sampai mati, kagulopati

2.Tujuan
1. Mengetahui gejala dan tanda ibu hamil dengan solusio plasenta
2. Mampu menangani persalinan ibu hamil dengan solusio plasenta
3. Mencegah terjadinya komplikasi pada ibu dan bayi
3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Feto Maternal atau Bag/SMF lain
terkait.

4.Prosedur
Penatalaksanan :
1) Pada solusio plasenta grade 0-1 persalinan diusahakan pervaginam dengan
monitoring KTG.
2) Pada grade 2-3 persalinan dilakukan dengan SC.
3) Pada KJDR dilakukan amiotomi dilanjutkan dengan drip oksitosin, persalinan
harus terjadi dalam 6 jam.
5.Unit Terkait
1. Divisi Neonatologi
2.. Bagian /SMFAnestesi

48

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

KEHAMILAN DENGAN
INFEKSI HUMAN IMUNODEFISIENSI VIRUS
(HIV)
No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10283

Prosedur Tetap

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/6
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian
Batasan
Infeski sistemik oleh virus HIV yang menyerang sistem kekebalan tubuh, dengan
menginvasi sel limfosit T (T helper), sehingga terjadi kerusakan sistem kekebalan
tubuh secara bertahap. Sekali orang terinfeksi oleh HIV maka selama hidupnya
virus tersebut akan ada di dalam tubuhnya, karena virus HIV akan bergabung
dengan DNA sel.
Orang yang terinfeksi HIV disebut dengan ODHA (Orang dengan HIV/AIDS)
Perjalanan penyakit infeksi HIV berlangsung secara kronik progresif dimana
penyakit berkembang secara bertahap sesuai dengan kerusakan sistem kekebalan
tubuh yang berlangsung bertahap, oleh karena itu gejala penyakit ini bisa tanpa
gejala sampai menimbulkan keluhan dan tanda klinis yang berat.
Gejala infeksi HIV
Gambaran Klinis :
1) Tahap infeksi akut :
Tidak semua infeksi HIV mengalami tanda-tanda infeksi akut, hanya sekitar
20-30 % dari infeksi HIV menimbulkan tanda dan gejala akut, yaitu sakit pada
otot dan sendi, sakit menelan, pembesaran kelenjar getah bening. Gejala ini
muncul pada 6 minggu pertama setelah infeksi HIV, dan biasanya hilang
sendiri.
2) Tahap Asimtomatik (tanda gejala) :
Tahap ini berlangsung tanpa gejala antara 6 minggu sampai 6 bulan setelah
infeksi.
3) Tahap simtomatik ringan :
49

Tahap ini muncul beberapa tahun kemudian dengan gejala berat badan
menurun, ruam pada kulit/mulut, infeksi jamur pada kuku, sariawan berulang,
ISPA berulang. Aktifitas masih normal, bila makin berat akan terjadi
penurunan berat badan yang makin berat, diare lebih dari 1 bulan, panas yang
tidak diketahui penyebabnya, radang paru dan TBC paru.
4) Tahap AIDS (tahap lanjut) :
Mulai muncul adanya infeksi opurtunistik misalnya, pneumonia pneumonitis
kranii, toksoplasma otak, diare, infeksi virus CMV, herpes, kandisosis, kanker
kelenjar getah bening dan sarkoma kaposi.
Diagnosis :
Diagnostik infiksi HIV/AIDS ditegakkan berdasarkan adanya tanda-tanda klinis
serta pemeriksaan laboratorium
Deteksi infeksi HIV dapat dilakukan dengan pemeriksaan langsung virus HIV-nya
atau dengan pemeriksaan antibodi HIV.
Cara pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis HIV adalah sbb :

Terduga infeksi HIV

Test inisial (Elisa)

Antibodi HIV negatif

Antibodi HIV positif

Test konfirmasi

Test negatif
(bukan HIV)

Test positif
(Dx pasti HIV)

Untuk mendeteksi seseorang terinfeksi HIV, dapat dilakukan dengan cara tidak
langsung yaitu dengan menemukan antibodi. Bila seseorang mempunyai anti
terhadap HIV berarti dia terinfeksi HIV. Test lebih murah dan mudah serta
hasilnya akurat bila dibandingkan dengan test langsung terhadap virusnya.
Setiap test yang dilakukan hendaknya disertai dengan konseling pra dan post test.
Dalam hal test konfirmasi tidak tersedia, maka dilakukan ulangan test inisial dan
alternatif.

50

Cara Penularan HIV


Yang potensial sebagai media penularan adalah : semen, darah, air ketuban dan
cairan vagina. Hingga saat ini cara penularan HIV yang diketahui adalah :
1) Hubungan seksual
2) Darah
3) Perinatal
Penularan HIV Pada Ibu Hamil
Seorang ibu hamil bisa tertular HIVmelalui hubungan seksual dengan
pasangan/suami yang terinfeksi HIV, dan melalui transfusi darah/pengguna obat
bius melalui suntikan (IDU= Injecting drug users).
Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV-nya pada bayi yang
dikandungnya. Penularan HIV terjadi melalui :
1) In utero/transplasental
2) Pada saat proses persalinan berlangsung
3) Melalui ASI
2. Tujuan
1. Mengetahui gejala dan tanda ibu hamil dengan infeksi human imunodefisiensi
virus (HIV)
2. Mampu menegakkan diagnosis kehamilan dengan infeksi human imuno
defisiensi virus (HIV)
3. Mampu menangani persalinan ibu hamil dengan infeksi human imunodefisiensi
virus (HIV)
4. Mampu mengetahui cara penularan HIV pada ibu hamil
5. Mencegah terjadinya komplikasi pada ibu dan bayi
3. Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG


Pada kasus-kasus yang khusus ,perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Feto Maternal atau Bag/SMF lain
terkait.

4. Prosedur
Penatalaksanaan Kehamilan / Persalinan Dengan HIV
1) Antenatal Care :
ANC dilakukan sesuai standar, disertai dengan konseling. Pencegahan
penularan perinatal dilakukan dengan pemberian obat AZT (Zidovudine)
dengan cara :
a. Setiap penderita yang dicurigai terinfeksi HIV harus diambil darahnya
untuk pemeriksaan CD4 dan viral load awal.
b. Pemberian obat AZT (Zidovudine) :
51

Diberikan pada umur kehamilan setelah 14 minggu, dengan dosis 2


kali 300 mg/hari, diteruskan selama hamil
Bila ditemukan pada kehamilan lanjut, AZT akan efektif bila diberikan
mulai umur kehamilan 34-36 minggu, selama 4 minggu dengan dosis 2
kali 300 mg/hari

2) Persalinan :
Prinsip penanganan ibu hamil dengan HIV pada saat inpartu yaitu :
a. Penanganan Medis
b. Penanganan Obstetri
3) Penanganan Medis
Pemberian obat anti retrovirus sangat penting diberikan pada saat ini karena
penularan ke bayi paling banyak terjadi pada saat inpartu. AZT diberikan 300
mg per oral setiap 3 jam sampai bayi lahir.
4) Penanganan Obstetri
Prosedur di kamar bersalin merupakan tindakan bedah sehingga sikap
penolong dan petugas lainnya harus memenuhi standar kewaspadaan
universal. Prinsipnya adalah memperlakukan setiap spesimen darah dan cairan
tubuh sebagai bahan infeksius. Harus diperhatikan kemungkinan penolong
kontak dengan spesimen darah dan cairan tubuh infeksius dari penderita.
Prosedur tetap penanganan ibu hamil dengan HIV adalah sebagai berikut :
A. Cara kerja yang higienis :
1) Dilarang makan dan minum di kamar bersalin
2) Rambut harus diikat dan ditutup
3) Selalu memakai jubah plastik, sarung tangan dan kaca mata pelindung bila
menolong persalinan
4) Cuci tangan sebelum memakai sarung tangan dan setelah membuka sarung
tangan
5) Dilarang bekerja bila menderita luka terbuka pada kulit
B. Persiapan :
1). Persiapan alat :
a. Partus set
b. Alat resusitasi bayi
c. Hecting set
d. Sarana pencegahan infeksi (ember berisi larutan klorin 0,5 %)
e. Obat-obatan : AZT, oksitosis dalam semprit, anestesi lokal
2) Persiapan penolong
a. Bersikap wajar
b. Tidak menderita lukan/lesi pada kulit
c. Memakai topi, jubah, masker, sarung tangan dan sepatu boot
3) Persiapan ibu bersalin
Dijelaskan proses pertolongan persalinan yang akan dilakukan.

52

C. Persalinan :
Untuk mencegah penularan pada bayi dan petugas maka prosedur pertolongan
persalinan berikut harus dilakukan :
1) Ibu :
a. Persalinan Kala I :
Batasi pemeriksaan dalam
Desinfeksi vagina dengan antisptik
Fase latent hanya diijinkan selama 8 jam.Bila melebihi 8 jam
dilakukan SC
SC dipertimbangkan untuk keadaan-keadaan sebagai berikut :
Kadar CD4 kurang dari 500
Kadar viral load kurang dari 10.000 turunan/ml)
Ibu menyusui (tidak mungkin untuk membeli PASI)
Elektif SC dilakukan pada usia kehamilan 38 minggu
Hindari amniotomi, kecuali pembukaan lengkap dan akan
dilakukan pimpinan persalinan
b. Persalinan Kala II :
Sedapat mungkin episiotomi dikerjakan atas indikasi. Batasi
tindakan yang traumatik untuk bayi dan ibu (mis. Vakum dan
Forsep)
Setelah bayi lahir segera gunting tali pusat
Darah tali pusat diambil 10 ml untuk pemeriksaan HIV bayi.
c. Persalinan Kala III :
Penatalaksanaan persalinan kala III sesuai dengan penatalaksanaan
aktif kala III.
Dilakukan pemeriksaan spesimen plasenta (Patologi Anatomi)
d. Persalinan Kala IV :
Penatalaksanaan sesuai dengan prosedur standar persalinan kala
IV.
Waspada terhadap paparan urin, tinja, darah dan cairan vagina.
2) Bayi
a. Segera setelah bayi lahir, bayi dimandikan dengan sabun antiseptik
b. Jangan diberikan ASI, berikan susu pengganti.
c. Bila ibu dan bayi dalam kondisi baik, boleh rawat gabung.
d. Berikan profilaksis AZT pada bayi dengan AZT sirop 2 mg/kg BB tiap
6 jam mulai umur 12 jam sampai dihentikan pada umur 6 minggu.
e. Sekitar 99% dari bayi yang terinfeksi HIV dapat terdeteksi pada 2
minggu pertama setelah lahir dengan teknik PCR/Kultur.
3) Post Partum
Berikan pardodel oral untuk menghentikan ASI
4) Alat bekas pakai :
a. Alat-alat tenun bekas pakai segera direndam dengan larutan klorin
secara terpisah selama 10 menit.

53

b. Jarum habis pakai dan semprit dimasukkan ke dalam wadah yang anti
tembus ke incenerator.
c. Sarung tangan, kasa, sampah medis lainnya ditampung dalam kantong
plsatik khusus dan dibakar.
5.Unit Terkait
1. Divisi Neonatologi
2. Bagian /SMFAnestesi
3. Bagian/SMF Penyakit Dalam
4. Patologi Klinik

54

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

PERDARAHAN PASCA PERSALINAN


No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10284

Revisi
00

Halaman
1/3
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

Tanggal Terbit
3 November 2009

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian dan Prosedur
Batasan
Perdarahan pervaginam melebihi 500 cc setelah bersalin. Bila dalam 24 jam pertama
disebut perdarahan pasca persalinan primer. Bila terjadi setelah 24 jam pasca persalinan
disebut perdarahan pasca persalinan sekunder.
2.Tujuan
1. Mengetahui kasus dengan perdarahan persalinan
2. Melakukan penanganan kasus sesuai penyebab
3. Menurunkan morbiditas dan mortalitas Ibu
3. Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Feto Maternal atau Bag/SMF lain
terkait.

4. Prosedur

Diagnosis dan ter

api
55

Perdarahan Pervaginam
Periksa Uterus

Uterus Kontraksi Baik

Uterus tdk Berkontraksi/Lembek

Periksa Jalan Lahir

Atonia Uteri (C)

Robekan (+)

Robekan (-)

Jahit (A)

Pemeriksaan
digital

Sisa plasenta (+)(B)


Kuret/Digital

Perdarahan
berhenti

Masase uterus

Lembek

Sisa plasenta (-)

Uterus Tdk Teraba


Inversio Uteri (D)

Reposisi/
Operasi

Uterus berkontraksi/
Perdarahan (-)

KBI
Lembek

Uterus berkontraksi/
Perdarahan (-)

Evaluasi Pembekuan
darah (E)

Perdarahan (+)

Perdarahan
tetap

Infus Oksitosin 20 IU, Uterotonika


(Metil ergometrin 0,2 mg IV, Misoprostol 400
mg),KBE

Lembek

Uterus berkontraksi/Perdarahan (-)

KBI

OPERASI

Perdarahan
tetap

Perdarahan
berhenti

56

Keterangan :
A : Apabila robekan jalan lahir sudah terjahit dengan baik dan perdarahan masih
berlangsung, coba dievaluasi penyebab lainnya, misalnya gangguan pembekuan
darah.
B : Pada perdarahan pasca persalinan primer oleh karena sisa plasenta, pengeluaran sisa
plasenta dengan digital biasanya memadai. Kadangkala kuretase diperlukan seperti
halnya pada perdarahan pasca persalinan sekunder.
C : Perdarahan pasca persalinan yang secara primer disebabkan atonia uteri, ditangani
secara khusus (lihat tabel).
D : Untuk operasi uterus pada kasus-kasus inversio uteri lebih baik memakai narkose
(pasien tidak nyeri dan lebih mudah).
Bila tidak berhasil, pertimbangkan operasi.
E : Perdarahan pasca persalinan karena gangguan faktor pembekuan darah, harus
disiapkan darah segar dan kerja sama dengan Lab. Penyakit Dalam serta Patologi
Klinik.
Jenis uterotonika dan cara pemberiannya untuk atonia uteri
Jenis dan cara
Dosis dan cara
pemberian awal

Oksitosin

Ergometrin

Misoprostol

IV : infus 20 unit dalam

IM atau IV (secara

Oral 600 mcg

1 ltr larutan garam

perlahan) : 0,2 mg

atau rektal 400

fisiologik dengan 60

mcg

tetesan permenit
Dosis lanjutan

IM: 10 unit
IV : infus 20 unit dalam 1 Ulangi 0,2 mg setelah

400 mcg 2-4

liter lar. garam

15 menit jika masih

jam setelah

fisiologik dgn 40

diperlukan, beri IM/IV

dosis awal

Dosis maksimal

tetes/menit
Tidak lebih dari 3 liter

setiap 2-4 jam


Total 1 mg atau 5 dosis

Total 1200 mcg

perhari
Indikasi kontra

larutan dengan oksitosin


Tidak boleh memberi IV

Preeklampsia, vitium

atau 3 dosis
Nyeri kontraksi,

atau hati-hati

secara cepat atau bolus

kordis, hipertensi

asma

5. Unit terkait :
1. Bagian/SMF Anestesi
RSUD Prof. Dr.
W.Z. Johannes
Kupang

PENATALAKSANAAN KELAINAN HIS


( INERSIA UTERUS)

57

No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10285

Prosedur Tetap

Revisi
00

Tanggal Terbit
3 November 2009

Halaman
1/3
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian
Batasan
Kelainan kontraksi uterus dalam hal amplitudo, frekwensi, durasi, konfigurasi dan
ritmisitas yang dapat menimbulkan hambatan kemajuan persalinan, perubahan
denyut jantung janin, dan komplikasi lain pada ibu dan janin
Penilaian His
1) His adekuat : adalah his persalinan yang menyebabkan kemajuan persalinan
2) Kriteria KTG :
Pada Kala I, dalam 10 menit terdapat 3-5 kali kontraksi, lamanya 45-90
detik, dengan amplitudo 50-75 mmHg
Pada kala II, amplitudo lebih dari 80 mmHg pada kala II,
F
(2)

(1)

(3)

A
20
D

BT

konfigurasi "Bell Shape" dengan irama yang ritmis.


Komponen dari his adalah : ascending Limb (1) acme (2) dan Descending Limb(3)

58

Jenis Kelainan His


Kelainan his dibagi 2 yaitu :
1) Inersia uterus hipotonik, yaitu kontraksi uterus yang terkoordinasi, tetapi tidak
adekuat.
2) Inersia uterus hipertonik, yaitu kontraksi uterus yang kuat, tidak terkoordinasi,
dan tidak adekuat.
Etiologi
1) Inersia uterus hipotonik :
a. penggunaan analgesia,
b. peregangan dinding uterus berlebihan,
c. perasaan takut pada ibu.
2) Inersia uterus hipertonik :
a. disproporsi kepala-panggul (Cephalo pelvic disproportion= CPD),
b. dosis oksitosin yang berlebihan.
Macam-macam Kelainan His Menurut Rekaman KTG
1) Kontraksi uterus hipotonus adalah amplitudo kontraksi uterus kurang dari 45
mmHg pada kala I atau kurang dari 80 mmHg pada kala II.
2) Kontraksi uterus hipertonus :
a. Amplitudo kontraksi uterus lebih dari 75 mmHg pada kala I atau tonus
basal lebih dari 20 mmHg. Amplitudo berlebihan (lebih dari100 mmHg)
yang akan menimbulkan gambaran Picket Fence pada konfigurasi
kontraksi.
b. Durasi kontraksi yang lamanya lebih dari 90 detik.
3) Takisistol adalah jumlah kontraksi utarus lebih dari 5 kali /10 menit
4) Doubling, tripling dan Quadripling adalah bila timbul kontraksi-kontraksi
prematur segera setelah descending limb dari setiap kontraksi. Bila timbul
satu kontraksi prematur disebut Doubling/coupling, dua kontraksi disebut
tripling, dan tiga kontraksi disebut quadripling
5) Hiperstimulasi adalah suatu sindroma yang ditandai dengan perubahan garis
dasar denyut jantung janin. akibat adanya kontraksi hipertonus.
6) Patterns of hipertonus adalah suatu gambaran kontraksi uterus yang terdiri
dari kontraksi hipertonus, takisistole "coupling" dan peningkatan durasi.
Akibat Kelainan His Terhadap Kemajuan Persalinan :
Setiap kelainan his dapat mengakibatkan perubahan perjalanan persalinan.
1) Kontraksi hipotonus, dapat menyebabkan inersia uteri primer (bila terjadi
sejak awal persalinan), sedangkan inersia uteri sekunder (bila terjadi setelah
kontraksi yang adekuat).
Inersia uteri mengakibatkan melambatnya
persalinan.
2) Kontraksi hipertonus, dapat mengakibatkan partus presipitatus bila sifat
kontraksinya Coordinated (Coordinated uterine action), persalinan tidak
maju atau distosia bila sifat kontraksinya Uncoordinated (Uncoordinated
uterine action).
2.Tujuan
1. Mengetahui gejala dan tanda ibu hamil dengan kelainan His (inersia uteri)
59

2. Mampu menangani persalinan ibu hamil dengan kelainan His (inersia uteri)
3. Mencegah terjadinya komplikasi pada ibu dan bayi
3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Feto Maternal

4.Prosedur
Skema Penatalaksanaan Kelainan His
Kelainan His
Inersia uteri

Kriteria
KTG
Kemajuan persalinan
Kaput suksedaneum

Hipotonik

Hipertonik

Amniotomi + Tetes Oksitosin

Resusitasi intraUterine 30 menit

Berhasil

Tidak berhasil

Pervaginam

Tanda-tanda
Hiperstimulasi (+)

Seksio Sesaria

Tanda-tanda
Hiperstimulasi (-)
Pemantauan Lanjutan

5.Unit Terkait
1. Divisi Neonatologi

60

RSUD Prof. Dr.


W.Z.
Johann
es
Kupan
g

ADMISSION TEST,
TEST TANPA KONTRAKSI (NST),
TEST DENGAN TEKANAN
ATAU TEST DENGAN OKSITOSIN
DAN RESUSITASI INTRA UTERIN
No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10286

Prosedur Tetap

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/7
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
Pengertian
Admission Test
1) Batasan
Pemeriksaan kesejahteraan janin dengan menggunakan kardiotokografi, yang
dipantau secara singkat yaitu10-30 menit, dibuat segera setelah pasien masuk
rumah sakit. Pemeriksaan ini diutamakan untuk kasus-kasus risiko tinggi
dengan dugaan insufisiensi plasenta.
2) Tujuan
Untuk mengetahui kasus-kasus yang berisiko pada persalinan yaitu:
a. Post date (umur kehamilan lebih atau sama dengan 41 minggu) atau
diduga hamil lewat waktu
b. Ketuban Pecah Dini
c. Hipertensi dalam kehamilan
d. Diabetes melitus
e. Pertumbuhan Janin Terhambat/ Kecurigaan Pertumbuhan Janin Terhambat
(PJT)
f. Dugaan gawat janin
g. Penyakit jantung
h. Astma Bronkhiale (serangan) dan penyakit paru lainnya.
i. Pernah melahirkan dengan KJDK.
3) Prosedur Pelaksanaan
a. Pasien ditidurkan secara santai semi Fowler 450 miring ke kiri.
b. Tekanan darah diukur setiap 10 menit.
c. Dipasang kardiotokografi.
61

d. Dilakukan pemantauan selama 30 menit


e. Dapat dilakukan kurang dari 30 menit bila terdapat gambaran KTG yang
normal.
f. Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan denyut jantung janin ataupun
kontraksi uterus maka pemantauan dilanjutkan dengan Intermittent
monitoring yaitu pemantauan setiap 2 jam selama 30 menit.
4) Kriteria Pembacaan Hasil
a. Normal :
Garis dasar denyut jantung janin antara 110-150 kali permenit.
Variabilitas antara 10-25 kali permenit.
b. Mencurigakan :
Garis dasar denyut jantung janin lebih dari 150 kali per menit, kurang
dari170 kali permenit atau antara 100-110 kali permenit
Variabilitas antara 5-10 kali permenit,
Terdapat deselerasi variabel
c. Patologis:
Garis dasar denyut jantung janin kurang dari 100, atau lebih dari 170
kali permenit.
Variabilitas kurang dari5 kali permenit atau lebih dari 25 kali permenit.
Deselerasi Variabel berat, memanjang, dini yang berulang, atau
deselerasi lain.
Terdapat pola sinusoidal .
Test Tanpa Kontraksi (Non Stress Test=NST)
1) Batasan
Cara pemeriksaan kesejahteraan janin dengan menggunakan kardiotokograf
untuk melihat hubungan antara perubahan denyut jantung janin dengan
gerakan janin. Pra syarat test ini dikerjakan pada umur kehamilan 34
minggu.
2) Indikasi
Dugaan insufisiensi plasenta, dan bila akan dlilakukan perubahan
penatalaksanaan antenatal.
3) Prosedur pelaksanaan
a. Pemeriksaan dilakukan sebaiknya pada pagi hari 2 jam setelah makan, dan
tidak boleh diberikan sedativa, kecuali dalam keadaan darurat dengan
konsultasi.
b. Pasien secara santai dengan posisi tidur terlentang semi Fowler miring ke
kiri. 45
c. Tekanan darah diukur setiap 10 menit.
d. Dipasang kardiotokograf.
e. Dilakukan pemantauan selama 30 menit.
f. Bila hasil rekaman selama 10 menit pertama menunjukkan hal yang
mencurigakan atau patologis, maka perhatikan posisi pasien, posisi
transducer dan goyangkan fundus uteri untuk membangunkan bayi.
g. Bila hasil rekaman tetap mencurigakan atau patologis maka pemantauan
62

dihentikan.
h. Bila hasil rekaman normal, maka pemantauan dilanjutkan selama 30 menit
4) Kriteria pembacaan hasil
a. Normal :
Garis dasar denyut jantung janin 110-150 kali permenit
Garis dasar variabilitas 10-25 kali permenit
Tidak ada deselerasi, kecuali ringan, sangat pendek dan sporadis
Terdapat dua atau lebih akselerasi.
b. Mencurigakan :
Bila terdapat salah satu dari kriteria berikut :
Garis dasar denyut jantung janin : 150-170 kali permenit atau 110-100
kali permenit
Garis dasar Variabilitas : 5-10 kali permenit, dalam waktu lebih dari
40 menit, atau meningkat di atas 25 kali permenit.
Tidak ada akselerasi dalam waktu lebih dari 30 menit.
1.
Patologis:
Garis dasar denyut jantung janin kurang dari 100 kali permenit, lebih
dari 170 kali permenit
Garis dasar Variabilitas : kurang dari 5 kali permenit dalam waktu
lebih dari 40 menit
Terdapat deselerasi berulang dalam berbagai tipe
Terdapat deselerasi variabel berat, memanjang atau deselerasi lambat.
Pola sinusoidal (kurang dari6 siklus/menit,amplitudo lebih dari 10 kali
permenit, lama lebih dari 20 menit).
Test Dengan Tekanan (Stress Test) Atau Test Dengan Oksitosin (Oxytocin Challenge
Test=OCT)
1) Batasan
Cara pemeriksaan kesejahteraan janin dengan menggunakan kardiotokografi,
untukmelihat hubungan antara perubahan denyut jantung janin dengan
kontraksi uterus (ekstrinsik).
2) Indikasi
Ada gambaran NST yang mencurigakan atau patologis
3) Indikasi Kontra
a. Bekas seksio
b. Kehamilan ganda
c. Disproporsi Kepala-Panggul (DKP)
d. Perdarahan ante partum
e. Inkompetensi serviks/pasca operasi serviks

63

4) Komplikasi
Persalinan preterm.
5) Prosedur Pelaksanaan:
a. Prinsipnya adalah mengusahakan terbentuknya kontraksi uterus 3 kali
dalam 10 menit dengan menggunakan titrasi oksitosin sintetik.

Pasien ditidurkan secara semi Fowler, miring ke kiri 45

Tekanan darah diukur setiap 10 menit

Dipasang alat kardiotokografi

Selama 10 menit pertama supaya dicatat data dasar seperti frekuensi,


akselerasi, variabilitas,
gerakan janin dan kontraksi uterus yang spontan.

c.
d.
e.
f.

g.

Pemberian titrasi oksitosin


Bila belum ada kontraksi uterus, tetesan oksitosin dimulai 8 tetes/menit,
dan dinaikkan 4 tetes setiap 15 menit sampai didapatkan kontraksi uterus 3
kali per10 menit.
Bila sudah ada kontraksi uterus, tetapi frekuensinya kurang dari 3-kali / 10
menit, maka tetesan oksitosin di mulai dari 4 tetes dan dinaikkan 4 tetes
setiap 15 menit sampai didapatkan kontraksi uterus 3 kali/10 menit.
Bila kontraksi uterus yang diinginkan belum tercapai, maka tetesan
oksitosin dinaikkan sampai maksimal 40 tetes/menit.
Tetesan oksitosin dihentikan bila terjadi :
Tiga kali kontraksi dalam 10 menit lama 60 detik
Kontraksi uterus hipertonus (tonus basal lebih dari 20 mmHg)
Deselerasi lambat
Deselerasi memanjang
Selama satu jam hasilnya tetap mencurigakan (suspisious)
Bila hasil yang diperoleh negatif, mencurigakan, tidak memuaskan, dan
hiperstimulasi maka pasien tetap diawasi selama dua jam setelah tetesan
oksitosin dihentikan.

6) Kriteria pembacaan hasil


a. Negatif :
Tidak terdapat deselerasi lambat
Garis dasar denyut jantung janin normal
Garis dasar variabilitas denyut jantung janin normal
Terjadi akselerasi pada gerakan janin
Bila hasil OCT negatif maka kehamilan dapat diteruskan sampai 7 hari lagi, selanjutnya dilakukan OCT
ulangan.

b. Positif :
Terjadi deselerasi lambat menetap dari sebagian besar kontraksi uterus
(lebih dari2/3 kontraksi) meskipun variabilitas normal dan terdapat
akselerasi.
64

OCT positif menandakan adanya insufisiensi utero plasenta.


Kehamilan harus segera diakhiri
c. Mencurigakan :
Terjadi deselerasi lambat, yang tidak menetap/hanya terjadi bila ada
kontraksi yang hipertonus (basal tonelebih dari20mmHg/
Amplitudolebih dari80mmHg /menit)
Bila dalam pemantauan 10 menit meragukan kearah positif atau
negatif
Takikardia positif
OCT mencurigakan maka harus dilakukan pemeriksaan ulangan 1-2 hari
kemudian
d. Tidak memuaskan:
Kontraksi uterus kurang dari 3x/10 menit
Pencatatan tidak sempuma, terutama pada akhir kontraksi uterus
Pemeriksaan harus diulang pada hari berikutnya.
e. Hipertimulasi:
Terjadi lebih dari 5 kontraksi uterus dalam 10 menit
Lama kontraksi lebih dari 90 detik
Tonus basal uterus meningkat lebih dari20mmHg/menit
Tetesan oksitosin harus distop atau dikurangi.
Resusitasi Intra Uterin
1) Batasan:
Suatu tindakan sementara pada keadaan hipoksia janin akut, sebagai usaha
untuk mengurangi stres yang timbul pada persalinan.
Prosedur ini dilakukan sambil menunggu tindakan yang sesuai.
2) Tatacara
a. Memperbaiki sirkulasi darah intra uterin
Posisi ibu : miring ke kiri
Pemberian cairan : Infus Dektrose 5%, RL atau NaCI 0,9% 28
tetes/menit
Relaksasi uterus dengan cara : hentikan oksitosin, berikan tokolitik
Magnesium Sulfat.
b. Memperbaiki oksigenasi janin dengan pemberian Oksigen 5-7 l / menit

65

Bagan Pemeriksaan Kesejahteraan Janin Ante Dan Intra Partum Dengan


Menggunakan Kardiotokografi
PASEN RISIKO TINGGI
(Dengan dugaan Insufisiensi Plasenta)
Intra Partum
Pasien masuk
Kamar bersalin

Ante Partum
Non Stress Test
Normal

Mencurigakan

Admission Test
Patologis

Ulangi esok hari

Mencurigakan

OCT

Mencurigakan atau
Patologis

Normal

Lahirkan atau
Pantau dengan KTG
tiap 2 jam selam 30
mnt sampai lahir

Negatip

Rawat
Jalan

Mencurigakan
Tidak memuaskan
Hiperstimulasi
Ulangi esok hari

Positip

Lahirkan

Pemantauan
dihentikan

Bila terdapat kelainan denyut jantung janin (auskultasi dan his dilakukan pemantauan dengan
KTG untuk mendapatkan diagnosis gawat janin dan kelainan his.

Biophysical Profile Scoring : Technique And Interpretation


Biophysical Variable
FBM
Gross body
movement
Fetal Tone

Reactive FHR
Qualitative AFV

Normal (Score = 2)
At least one episode pf FBM of least 30 s duration
in 30 min observation
At least three discrete body/limb movements in 30
min (episode of active continuous movement
considered as single movement)
At least one episode of active ekalitension with
return to flekaliion of fetal limb (s) or trunk. Opening
and closing of hand considered normal tone
At least two episodes of FHR acceleration of > 15
beats/min and of at least 15 s duration associated
with fetal movement in 30 min
At least one pocket of AF that measures at least 2
cm in two perpendicular planes

Abnormal (Score = 0)
Absent FBM or no episode of > 30s in
30 min
Two of fewer episodes of body/limb
movements in 30 min
Either slow ekalitension with return to
partial flekaliion or movement of limb
in full ekalitension. Absent fetal
movement.
Less than two episodes of
acceleration of FHR or acceleration of
< beats/min in 30 min
Either no AF pockets or a pocket < 2
cm in two perpendicular planes

66

FBM, Fetal breathing movement; FHR, fetal heart rate; AFV, amniotic fluid volume; AF, amniotic fluid.

Interpretation Of Fetal Biophysical Profile Score


Clinical Management
Test Score Result
10 of 10,
8 of 10 (normal fluid)
8 of 8 (NST not done)
8 of 10 (abnormal
fluid)
6 of 10 (normal fluid)
6 of 10 (abnormal
fluid)
4 0f 10
2 of 10
0 of 10

Interpretation
Risk of fetal
asphykaliia
ekalitremely rate
Probable chronic
fetal compromise
Equivocal test,
possible fetal
asphykaliia
Probable fetal
asphykaliia
High probability of
fetal asphykaliia
Fetal asphykaliia
almost certain
Fetal asphykaliia
certain

PNM1 Within
1 wk Without
Intervention
1 per 1000
89 per 10001
Variable
89 per 100011
91 per 10001
125 per 10001
600 per 10001

Results And Recommended

Management
Intervention only for obstetric and
maternal factors. No indication for
intervention for fetal disease
Determine that there is functioning
renal tissue and for fetal indications
If the fetus is mature, deliver. In the
immature fetus, repeat test within 24
hr. if < 6/10, deliver
Deliver for fetal indications
Deliver for fetal indications
Deliver for fetal indications
Deliver for fetal indications

PNM, Perinatal mortality; NST, nonstress test.

67

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

PARTOGRAF WHO
No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10287

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman

Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
Pengertian
Batasan:
Partograf WHO, adalah alat sederhana untuk pemantauan ibu bersalin yang berisi
tentang kemajuan persalinan, kondisi ibu dan kondisi anak.
Tujuan : mencegah partus lama dan partus kasep dan juga memberi petunjuk
kapan seharusnya melakukan rujukan/konsultasi atau tindakan.
Indikasi Partograf WHO :
Partograf WHO dipakai untuk :
1)
Kasus kehamilan resiko rendah.
2)
Pada kasus KRT yang diduga bisa lahir pervaginanm boleh dipantau
dengan partograf WHO dengan persetujuan supervisor.
Ketentuan Pemakaian Partograf WHO :
1) Pengisian kolom-kolom mengenai data tentang ibu dan anak sesuai dengan
cara pengisian partograf WHO .
2) Tidak membedakan primigravida dan multigravida.
3) Kriteria penetapan inpartu bila minimal 2 tanda dibawah ini
a. Minimal ada his 3 kali dalam 10 menit.
b. Ada penipisan serviks serta pembukaan.
c. Pembawa tanda : lendir campur darah (+)
4) Tidak ada penggunaan istilah observasi inpartu. Bila tanda-tanda inpartu
seperti (ad.3) tidak ada, maka pasen dipulangkan dengan Komunikasi
Informasi Edukasi kapan seharusnya melakukan pemeriksaan ulang.
5) Bila grafik/garis pembukaan melewati garis waspada, maka merupakan kasus
patologis dan selanjutnya ditangani oleh SpOG dan mengambil
tindakan/keputusan sesuai dengan indikasi serta syarat yang ada dengan
68

memperhatikan catatan observasi sebelumnya.


6) Bila terjadi seperti (ad.5) maka penderita harus diobservasi dengan seksama
dan tetap memperhatikan CHPB, temperatur dan tanda-tanda vital lainnya
sampai tindakan dilakukan.
7) Tindakan hanya dilakukan bila grafik memotong garis tindakan. Untuk kasus
KRT yang dievaluasi dengan Partograf maka bila grafik memotong garis
waspada, maka sudah harus dipikirkan untuk mengambil tindakan yang
keputusannya diambil setelah konsultasi dengan supervisor jaga.
8) Penderita dengan rujukan, dengan partograf maupun tidak, ditangani langsung
oleh SpOG. Rujukan dengan partograf yang diisi dengan benar akan
dilanjutkan evaluasinya dengan tetap memperhitungkan jam pemeriksaan
terdahulu.
9) Pemeriksaan dalam dilakukan setiap 4 jam sekali, kecuali bila ada indikasi
seperti ketuban pecah, gawat janin, RUI, dan ibu ingin mengejan.
10) Partograf dipakai hanya untuk menilai partus kala I dan bila pembukaan
lengkap (kala II), maka tindakan selanjutnya berdasarkan indikasi obstetri
biasa (seperti misal terjadinya : kala II lama, gawat bayi, ruptura uteri
iminens (RUI), Retensio plasenta, HPP dll.
11) Pengawasan harus lebih ditingkatkan, segera dilaporkan bila : ibu panas,
ketuban hijau / berbau / keruh.

69

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

KETENTUAN TENTANG PELAKSANAAN


OPERASI BEDAH SESAR (OBS)
No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10288

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman

Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
Pengertian
Definisi
Operasi bedah sesar (OBS) adalah cara melahirkan anak dengan cara melakukan
pembedahan / operasi lewat dinding perut dan dinding uterus untuk melahirkan
anak yang tidak bisa dilakukan pervaginam atau oleh karena keadaan lain yang
mengancam ibu dan atau bayi yang mengharuskan kelahiran dengan cara segera
sedangkan persyaratan pervaginam tidak memungkinkan.
Pegangan dasar
1) Persalinan terbaik adalah yang alamiah,pervaginam dan non trauma baik
untuk ibu dan bayinya.
2) Bila cara tersebut gagal barulah dipikirkan untuk melakukan tindakan operatif.
3) OBS dilakukan berdasarkan indikasi tertentu.
4) Dilakukan di kamar operasi IRD atau IBS oleh SpOG
5) Tim operasi terdiri dari minimal: seorang operator,seorang staf anastesi,
seorang asisten , seorang perawat instrumen, staf terampil dari unit neonatal
dan paramedis pembantu.
6) Pilihan operasi utama adalah yang tipe irisan melintang di segmen bawah
uterus sedangkan OBS tipe klasik menjadi pilihan yang kedua.
7) Operasi dapat bersifat primer,elektif atau darurat cito.
8) OBS yang ketiga diusulkan pada pasen untuk melakukan sterilisasi/
tubektomi.
Indikasi
1) Plasenta previa totalis
70

2)
3)
4)
5)

CPD,distosia oleh karena bayi dan panggul


Kesempitan panggul
Bayi letak lintang
Ruptura uteri iminens dan atau gawat bayi sedang persyaratan lahir
pervaginam tidak memungkinkan.
6) Distosia servikalis
7) Distosia karena tumor jalan lahir
8) Distosia pada letak sungsang
9) Distosia pada kehamilan pasca OBS
10) Kasus infertilitas dan atau anak mahal
11) Insufisiensi utero plasenta dengan skor pelvis yang buruk
12) Dan lain-lain persalinan dengan distosia setelah dilakukan konsultasi.
Persiapan Operasi
1) Pasen dipasagn infus larutan RL/RD/NaCL 0,9% dan daerah operasi
dibersihkan dengan melakukan pencukuran rambut. Pemasangan kateter Foley
serta kantung penampungan urine.
2) Mengambil contoh darah untuk persiapan donor darah
3) Dipastikan lagi KIE, konseling serta permintaan informed consent pada pasen
dan keluarganya.
4) Penggantian pakaian operasi untuk pasen
5) Persiapan instrumen :OBS kit yang sudah steril
6) Persiapan operator & asisten memakai pelindung plastik, masker dan penutup
kepala serta mencuci tangan dengan hibiscrub dan selanjutnya memakai jas
operasi steril.
Peralatan operasi:
1) Di ruang operasi IBS dan IRD memang sudah ada pertolongan
gawat/emergency saat operasi berlangsung. Peralatan anestesi, tabung gas N 20
serta Oksigen.
2) Alat-alat untuk OBS biasa dilakukan persiapan dan kemungkinan dilengkapi
dengan persiapan bila ada komplikasi operasi.
Alat-alat yang disiapkan:
1) Duk steril, pakaian steril operator, asisten, instrumen dan penerima bayi
2) Klem untuk duk sebanyak 6 buah
3) Pisau bedah tajam 1 buah
4) Arteri klem 6 buah
5) Hack fascia kecil I buah.
6) Hack/retractor abdomen 2 buah
7) Klemp Mickulik 4 buah
8) Kasa abdomen dua rol
9) Gunting tajam 2 buah
10) Pemegang jarum 2 buah, panjang dan pendek, serta satu set jarum tajam dan
tumpul dan cat gut bermacam ukuran
11) Alat kuret, untuk persediaan
12) Klem Kromp 4 buah
13) Klem Kocher 4 buah
71

14) Alat isap dan kanulnya


15) Spuit steril serta obat-obatan : methergin, oksitosin sinietis, bethadine, alkohol
dll
Protokol Operasi
1) Protokol Umum
a. Jenis anestesi yang dilakukan tergantung pertimbangan saat itu, dan bisa
berupa anestesi umum (general) atau memakai lumbal block anestesi
sesuai dengan keperluannya.
b. Daerah operasi, vulva dan perut bagian bawah sampai daerah dada
pasen dilakukan tindakan asepsis dengan memakai larutan Bethadine atau
memakai larutan iodium dan alkohol 90%.
c. Pasen ditutup dengan kain steril untuk mempersempit lapangan operasi
d. Irisan pada dinding perut linea mediana membujur (pilihan pertama) atau
memilih cara insisi Pfannenstil, sepanjang 10-12 cm, diperdalam sampai
peritonium, sambil merawat perdarahan yang ada.
e. Setelah masuk ruang peritonium dimasukkan kasa steril dibasahkan
dengan larutan garam fisiologis untuk menyisihkan usus ke arah atas.
f. Uterus diidentifikasi dan dicari segmen bawah uterus (SBR) dan dilakukan
insisi melintang dengan pisau tajam dan diperlebar kesamping dengan
gunting dengan perlindungan tangan yang satunya. Insisi diperdalam
sampai tembus dan kantong ketuban kelihatan.
g. Kantong ketuban dipecahkan dan bagian terendah anak diluksir dan
dikeluarkan dibantu tangan asisten mendorong fundus uteri sampai anal:
lahir. Tali pusat segera di klem dan dipisahkan bersamaan dengan
membersihkanjalan nafas anak dan segera menyerahkan pada Tim
Neonatus yang sudah siap menerimanya.
h. Sumber perdarahan di klem, suntikan oksitosin smtetis satu ampul pada
komu dekstra uterus, dan bersamaan petugas anestesi memberikan
suntikan methergin secara intra muskuler dan oksitosin drip per infus.
i. Plasenta dikeluarkan secara manual dan diyakinkan bersih dan komplit.
j. Jahitan dilakukan lapis demi tapis dengan cat gut atau monocryl
(tergantung mana yang tersedia) dan dilakukan retro-peritonialisasi.
Sambil memeriksa kedua adneksa maka pada kasus yang membutuhkan
dilakukan tubektomi bilateral secara Pomeroy.
k. Setelah diyakini tidak ada perdarahan lagi maka kasa steril dikeluarkan
dan rongga abdornen dicuci dan dibersihkan dengan cairan NaCI 0.9%
sambil meraba fundus uteri agar berkontraksi kuat.
l. Selanjutnya dinding luka operasi dijahit lapis demi lapis, pilihan antara cat
gut, monocryl dan vicryl.
m. Luka operasi ditutup dengan bethadine, kasa steril serta plester
secukupnya.
n. Operasi selesai, sambil dibersihkan dari darah serta air ketuban, diperiksa
tanda-tanda vital seperti : tensi, nadi, pemafasan serta perfusi akral.
2) Protokol Khusus
a. Tindakan yang lain dari prosedur diatas dapat diambil setelah melakukan
jalur konsultasi dengan konsultan diatasnya.
72

b. Kesulitan dan kedaruratan saat operasi yang perlu diantisipasi :


c. Bila waktu melahirkan bayi, robekan meluas kelateral dan merobek arteri
uterina, perdarahan harus segera dikuasai dengan klem danjahitan.
d. Bila segmen bawah ada perlekatan hebat, varises berat, anak letak lintang
dan SBR yang belum terbentuk dipertimbangkan OBS korpore.
e. Bila kesulitan melahirkan anak pada irisan profunda dimungkinkan untuk
melakukan insisi T terbalik.

73

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

INDUKSI DAN AKSELERASI PERSALINAN


SERTA PROTAP OKSITOSIN INFUS
No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10289

Prosedur Tetap

Revisi
00

Halaman

Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

Tanggal Terbit
3 November 2009

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
Pengertian
Induksi Dan Akselerasi Persalinan
1) Sebelum dimulai PASTIKAN apakah tidak ada KONTRA INDIKASI
(kelainan letak dan penempatan , plasenta previa , bekas seksio dll)
2) Induksi : merangsang uterus untuk memulai persalinan
3) Akselerasi : meningkatkan frekwensi , lama serta kekuatan his dalam
persalinan
4) Lebih berhasil bila skor pelvic (Bishops score) lebih dari/ 6
Bishop score for status of the cerviks
SCORE
0
Dilation
0
Length of cerviks (cm)
3
Station
-3
Consistency
firm
Position
posterior

1
1-2
2
-2
medium
mid

2
3-4
1
-1
soft
anterior

3
5+
0
+1, +2

Score each component, then add scores for total Bishop score
5) Pada umumnya untuk akselerasi dibutuhkan jumlah tetesan infuse yang lebih
sedikit , oleh karena itu setiap mau menambah tetesan harus memperhatikan
his yang sudah timbul.
6) Bisa terjadi hiperstimulasi , timbulnya gawat bayi atau rupture uteri iminen
7) Ibu dengan infuse oksitosin tidak boleh ditinggal sendirian tanpa
pengawasan
74

Protap Oksitosin Infus


1) Dengan adanya Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal yang menjadi pegangan nasional serta akan menjadi bahan yang
akan diujikan pada ujian residen nasional maka dilakukan perubahan tata cara
oksitosin infuse yang mengacu pada buku tersebut.
2) Infus oksitosin 2,5 unit dalam 500 cc dekstrose (atau garam fisiologik) mulai
dengan 10 tetes per menit (Tabel 36.2 dan Tabel 36.3).
3) Naikkan kecepatan infuse 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai kontraksi
adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik) dan
pertahankan sampai terjadi kelahiran.

75

Tabel 36.2. Kecepatan infuse oksitosin untuk induksi persalinan


Waktu
sejak
Induksi
(jam)
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0

Konsentrasi
Oksitosin
2,5 unit dalam 500 ml
dekstrose atau garam
fisiologik (5 mIU/ml)
sama
sama
sama
sama
sama
5 unit dalam 500 ml
dekstrose atau garam
fisiologik (10 mIU/ml)
sama
sama
sama
10 unit dalam 500 ml
dekstrose atau garam
fisiologik (20 mIU/ml)
sama
sama
sama
sama

Tetes
per
menit

Dosis
(mIU/
menit)

Volume
infuse

Total
volume
infus

10

20
30
40
50
60

5
8
10
13
15

15
30
45
60
75

15
45
90
150
225

30

15

90

315

40
50
60

20
25
30

45
60
75

360
420
495

30

30

90

585

40
50
60
60

40
50
60
60

45
60
75
90

630
690
765
855

Tabel 36.3. Eskalasi cepat pada primigravida. Kecepatan infus


oksitosin untuk induksi persalinan
Waktu
sejak
Induksi
(jam)
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0

Konsentrasi
Oksitosin
2,5 unit dalam 500 ml dekstrose
atau garam fisiologik (5 mIU/ml)
sama
sama
sama
5 unit dalam 500 ml dekstrose
atau garam fisiologik (10 mIU/ml)
sama
sama
10 unit dalam 500 ml dekstrose
atau garam fisiologik (20 mIU/ml)
sama
sama
sama

Tetes
per
menit

Dosis
(mIU/
menit)

Volume
infuse

Total
volume
infus

15

30
45
60

8
11
15

23
45
58

23
68
135

30

15

90

225

45
60

23
30

45
68

270
338

30

30

90

428

45
60
60

45
60
60

45
68
90

473
540
630

4) Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi lebih dari 60 detik) atau lebih dari 4
kali kontraksi dalam 10 menit, hentikan infuse dan kurangi hiperstimulasi
dengan :
a. terbutalin 250 mcg i.v. pelan-pelan selama 5 menit, atau
76

b. salbutomal 5 mg dalam 500 ml cairan (garam fisiologik atau Ringer


Laktat) 10 tetes per menit.
5) Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama
lebih dari 40 detik) setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit :
a. Naikkan konsetrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml dekstrose (atau
garam fisiologik) dan sesuaikan kecepatan infus sampai 30 tetes per menit
(15 mIU/menit);
b. Naikkan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai kontraksi
adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik) atau setelah
infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit.
1.
Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan kontraksi yang
lebih tinggi :
Pada multigravida, induksi dianggap gagal, lakukan seksio sesaria.
Pada primigravida, infus oksitosin bisa dinaikkan konsentrasinya yaitu:
10 unit dalam 500 ml dekstrose (atau garam fisiologik) 30 tetes per
menit.
Naikkan 10 tetes tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat
Jika kontraksi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes per unit (60 mIU per
menit), lakukan seksio sesaria
Jangan berikan oksitosin 10 unit dalam 500 ml pada multigravida dan
pada bekas seksio sesarea
Unit Terkait
1. Sub.Bagian Feto Maternal
2. Divisi Neonatologi

77

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

AMENORE
No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10290

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/3
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian
Batasan Amenore Primer
1) Sampai umur 14 tahun belum mendapat menstruasi disertai belum
berkembangnya tanda seks sekunder.
2) Sampai umur 16 tahun belum mendapat menstruasi, tanda seks sekunder
berkembang normal.
Batasan Amenore Sekunder
Sudah pernah menstruasi, kemudian tidak mendapat menstruasi selama 3 siklus
atau 6 bulan.
Amenore Primer
Pada amenore primer perlu diperiksa pertumbuhan payudara, ada tidaknya uterus
dan pada keadaan ada tidaknya uterus diperiksa hormon FSH dan LH atau
testosteron atau kariotyping.
2.Tujuan
1. Mengetahui batasan amenore
2. Mengetahui penanganan amenore
3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG.


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian FER

4.Prosedur
78

Bagan Penanganan Amenore


GOLONGAN I

GOLONGAN II

GOLONGAN III

GOLONGAN IV

Buah dada (-)


Uterus (+)

Buah dada (+)


Uterus (-)

Payudara (-)
Uterus (-)

Payudara (+)
Uterus (+)

FSH & LH

TESTOSTERON

(JARANG)
KARYOTIPING

Evaluasi seperti
Amenore
sekunder

Normal / Rendah
(sentral)

Tinggi
(gonadaldisgenesis)

Rendah

BBT
Foto Sella
Tursica
Tes Anosmia
(S. Kallman)

Tinggi

Kariotyping

XY
FSH/LH Tinggi
Testosteron
(Female)

Kariotyping
XY

RKH
XX

XY

Testikular
Feminisasi

Laparotomi

Gonad (-)

Gonad (+)

Testosteron
(Hanya bila ada
tanda testosteron :
Hirsutism, klitoris
membesar)

Angkat

Testis Angkat
Sesudah puber

HRT
Rendah

Tinggi

LAP

HRT

(Biopsi/angkat)
HRT

VAGINOPLASTI

Skema Penanganan Amenore Sekunder


79

Singkirkan kehamilan, galaktorea, hirsutisme


Periksa TSH, Prolaktin
Normal :
Progesteron (MPA 10mg/hari 5 hari ditunggu s/d 7 hari

Perdarahan Lucut (+)

Disfungsi Ovulasi

Perdarahan Lucut (-)


Estrogen-progesteron (E-P)
EE 2 x 0,05 mg 21 hari
MPA 1 x 10 mg 5 hari terakhir
Tunggu sampai dengan 7 hari obat
terakhir

Perdarahan Lucut (+)


Tunggu 1 minggu post E-P
Periksa FSH & LH

Normal

Rendah

Foto sela tursika, CT-Scan

Normal

Tidak
Normal

Kelainan
Hipotala
mus

Kelainan
Hipofise

Perdarahan Lucut (-)


Faktor Uterus

Tinggi
Kegagalan Gonad

Terapi
Dengan mengikuti alur di atas maka pengobatan selanjutnya disesuaikan.
5.Unit Terkait
1. Sub.Bagian FER
2. Bagian Radiologi

80

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL


No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10291

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/5
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian
Batasan
Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan abnormal yang terjadi
di dalam atau di luar siklus haid, oleh karena gangguan mekanisme kerja poros
hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium tanpa disertai kelainan organik baik
dari genital maupun ekstragenital.
Patofisiologi
PUD dapat terjadi pada siklus ovulatorik, anavulatorik maupun pada keadaan
dengan folikel persisten.
1) Pada siklus ovulatorik.
a. Perdarahan pada pertengahan siklus haid atau bersamaan dengan haid.
b. Kadar estrogen rendah.
c. Progesteron terus terbentuk.
Endometrium yang tebal dan rapuh.
Pelepasan endometrium tidak bersamaan.
Tidak terjadi kontraksi yang ritmis.
Tidak ada kolaps jaringan.
2) Pada folikel persisten.
a. Sering pada masa perimenopause.
b. Jarang pada masa reproduksi.
c. Kadar estrogen tinggi.
d. Hiperplasia endometrium:
Jenis simplek.
Jenis kistik.
81

Jenis adenomatus.
Jenis atipik.

Gambaran klinik
1) Perdarahan dapat terjadi setiap waktu dalam siklus haid.
2) Perdarahan dapat bersifat sedikit-sedikit, terus menerus atau banyak dan
berulang-ulang.
3) Paling sering dijumpai pada usia menarche atau perimenopause.
Etiologi
1) Sulit diketahui dengan pasti.
2) Sering dijumpai pada:
a. Sindroma polikistik ovarii.
b. Obesitas.
c. Imaturitas dari poros hipotalamik-hipofisis-ovarium, misalnya: pada
menarche.
d. Gangguan kejiwaan, dll.
Diagnosis
1) Anamnesa.
a. Anamnesa yang cermat sangat penting.
b. Tanyakan usia menarche, siklus haid setelah menarche, lama dan jumlah
darah haid, latar belakang keluarga dan latar belakang emosionalnya.
2) Pemeriksaan umum:

a. Pemeriksaan umum untuk mengetahui kemungkinan adanya kelainan yang


menjadi penyebab perdarahan.
b. Pada gadis tidak dilakukan kuretase.
c. Pada wanita yang sudah menikah, sebaiknya dilakukan kuretase untuk
menegakkan diagnosis.
d. Pada pemeriksaan histopatologi, biasanya didapatkan endometrium yang
hiperplasia.
3) Diagnosis banding.
Semua perdarahan yang dapat menimbulkan perdarahan abnormal dari uterus.
2.Tujuan
1. Mengetahui batasan perdarahan uterus disfungsional
2. Mengetahui gambaran klinik perdarahan uterus disfungsional
3. Mampu mendiagnosis perdarahan uterus disfungsional
4. Mampu menangani perdarahan uterus disfungsional
3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG.


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian FER

82

4.Prosedur
Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan.
1) membuat diagnosis PUD, dengan menyingkirkan kemungkinan kelainan
organik.
2) Menghentikan perdarahan.
3) Memperbaiki keadaan umum penderita, bila anemis diberi tranfusi dan haid
diatur.
A. Menghentikan perdarahan.
1) Kuretase, dilakukan untuk penderita yang sudah kawin.
2) Obat-obatan: (prioritas pilihan menurut urutan).
a. Estrogen:
Biasanya dipilih estrogen alamiah seperti estrogen konyugasi. Jenis
estrogen yang lain adalah Etinil estradiol.
Dosis: 25 mg i.v., diulang setiap 3-4 jam maksimal 4 kali
pemberian (bila perdarahan banyak).
b. Pregesteron:
Tujuan adalah untuk memberikan keseimbangan pengaruh
pemberian estrogen.
Progesteron yang dipilih adalah jenis progesteron yang molekulnya
mempunyai progesteron alamiah. Termasuk dalam jenis ini adalah
medroksi progesteron asetat (MPA) dan progesteron.
Dosis: 10-20 mg per hari (MPA) selama 7-10 hari, atau
Norethisteron 3 x 1 tablet, 7-10 hari.
a. Pil Kombinasi:
Tujuan adalah: merubah endometrium menjadi reaksi
psudodesidual.
Dosis: bila perdarahan banyak dapat diberikan 4 x 1 selama 7-10
hari kemudian dilanjutkan 1 x 1 selama 3-6 siklus.

83

Skema Penatalaksanaan PUD


PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Belum Menikah

Sudah Menikah

Medika Mentosa

Dilatasi-Kuretase / Mikro Kuretase, PA

Simpleks Kistik

Simpleks Atipik

Adenomatosa

Kompleks Atipik

Umur < 35 thn


Umur > 35
thn
Ingin Anak

Tidak Ingin Anak

Picu ovulasi
Progesteron 10 mg/hr selama
10 hari sebelum haid

Estrogen-Progesteron
Dilatasi-Kuretase / Mikro
Kuretase @ 3 bln

Provera Tab 2 X 50 mg
selama 3-6 bln
Dilatasi-Kuretase / Mikro
Kuretase @ 3 bln

Sembuh

Membaik

Sembuh

Membaik

Sembuh

Tetap

Hentikan
pengo
batan

Lanjutkan
pengo
batan

Hentikan
Peng
obatan

Lanjutkan
pengo
batan

Hentikan
Peng
obatan

Provera
tablet

Dilatasi-Kuretase / Mikro
Kuretase @ 3 bln atau
bila perdarahan ulang

Dilatasi-Kuretase / Mikro
Kuretase @ 3 bln atau
bila perdarahan ulang

Tetap / memburuk

Tetap / memburuk

Dosis dinaikkan

Provera tablet

Dilatasi-Kuretase / Mikro
Kuretase @ 3 bln atau
bila perdarahan ulang

Dilatasi-Kuretase / Mikro
Kuretase @ 3 bln atau
bila perdarahan ulang

Dilatasi-Kuretase / Mikro
Kuretase @ 3 bln atau
bila perdarahan ulang
Tetap / memburuk
Memburuk

84

Tetap/ memburuk

Tetap/ memburuk

Histerektomi

b. Senyawa Antiprostaglandin:
Pemakaian senyawa antiprostaglandin ini terutama diberikan pada
penderita dengan kontraindikasi memberikan estrogen progesteron,
misalnya kegagalan fungsi hati atau keganasan.
B. Mengatur haid
1) Segera setelah perdarahan berhenti, dilanjutkan terapi untuk mengatur
haid.
2) Untuk mengatur haid dapat diberikan:
Pil KB selama 36 bulan.
Progesteron 2 x 1 tablet selama 10 hari, dimulai pada hari ke 16-25
haid.
5.Unit Terkait
1. Sub.Bagian FER
2. Bagian/SMF penyakit dalam

85

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

MENOPAUSE
No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10292

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/3
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian
Batasan
Haid terakhir yang masih dikendalikan oleh fungsi hormon endogen, dipastikan
setelah: amenore 12 bulan dan bila dilakukan pemeriksaan ditandai oleh kadar
FSH dan LH yang tinggi serta kadar estrogen dan progesteron yang rendah.
Menopause iatrogenik adalah pengangkatan kedua ovarium atau kerusakan
ovarium akibat radiasi atau penggunaan obat sitostatika, atau penyebab lainnya.
Gejala
7) Jangka pendek:
1) Kulit:
Gejolak panas.
Kering/menipis.
Jantung berdebar-debar.
Gatal-gatal.
Sakit kepala.
Keriput.
Keringat banyak malam hari.
Kuku rapuh, berwarna kuning.
8) Psikologi:
2) Tulang:
Perasaan takut, gelisah.
Nyeri tulang/otot.
3) Mata:
Mudah tersinggung.
Kerato konjungtivitis sicca.
Lekas marah.
Kesulitan menggunakan kotak lensa.
Tidak konsentrasi.
4) Rambut:
Perubahan perilaku.
Menipis.
Depresi.
Tumbuh rambut di sekitar bibir, hidung, dan
Gangguan libido.
telinga.
9) Urogenital:
5)
Metabolisme:
Nyeri sanggama.
Kolesterol tinggi.
Vagina kering.
HDL turun, LDL naik.
Keputihan/infeksi.
6) Jangka Panjang:
Perdarahan pasca sanggama.
Osteoporosis.
Infeksi saluran kemih.
Penyakit jantung koroner.
Gatal pada vagina/vulva.
Aterosklerosis.
Iritasi.
Stroke.
86
Prolaps uteri/vagina.
Dimensia tipe Alzheimer (DAT).
Nyeri berkemih.
Kanker usus berat.
Inkontinensia urine.

Diagnosis
1)
2)
3)
4)
5)

Usia 40-65 tahun.


Keluhan sesuai gejala klinis.
Amenore lebih dari 6 bulan.
Lab : FSH lebih dari 20 IU/ml.
E2 kurang dari 50 pg/ml.

2.Tujuan
1. Mengetahui batasan menopause
2. Mengetahui gejala menopause
3. Mampu mendiagnosis menopause
4. Mengetahui penatalaksanaan menopause
3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG.


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian FER

4.Prosedur
Terapi
1) Tanpa uterus.
Estrogen kontinyu 1 x 0,625 mg (25 hari).
2) Menopause alamiah.
a. Sekuensial: Estrogen konjugasi 1 x 0,625 mg (25 hari), ditambah 10 hari
terakhir MPA 1 x 10 mg.
b. Kontinyu: Estrogen konjugasi 1 x 0,625 mg dan Progesteron. 1 x 10 mg.

87

Skema Penatalaksanaan Menopause


Menopause
Usia > 40 tahun dan < 40 tahun
Keluhan (+)

Ada sarana

Keluhan (-)

Tidak ada sarana


Usia amenore
> 6 bulan

FSH, E2
sitologi Vagina
Densitometer
tulang
USG calcaneus
Rontgen tulang

Tidak ada sarana


Usia amenore
> 6 bulan
Pencegahan

Konsultasi
Bagian Lain

FSH > 40 IU/ml


E2 < 30 pg/ml
Sitologi : atrofi
Osteoporosis (+)

FSH & E2 Normal


Osteoporosis (+)

Konsultasi
Bagian Lain
Tidak Ada
Kelainan

HRT

Observasi
Terapi/
Pencegahan
Pencegahan

Terapi

Timbul Keluhan
Atau Menopause
>1 tahun tanpa
keluhan

5.Unit Terkait
1. Sub.Bagian FER
2. Bagian/SMF penyakit dalam

88

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

PENANGANAN INFERTILITAS
No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10293

Prosedur Tetap

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/3
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
Prosedur

89

Bagan Alir Penanganan Pasutri Dengan Infertilitas


Pasangan Suami-Istri
Dengan Infertilitas

Poliklinik Infertilitas :
Wawancara
Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan Genital

Singkirkan :
Amenore
Galaktore
Terapi sesuai
temuan

Siklus Haid Spontan


Sperma Analisa

Normal

Abnormal

Post Coital Test Terjadwal

Ulang SA 2-3 kali


interval 1 bulan

Normal

Usia Ibu
<30 thn

Abnormal
Ulang 1 Siklus Dgn
Ethinil Estradiol

Umur > 30
thn dan atau
Kawin > 2 thn

Induksi dgn CC 3 siklus


Monitoring Folikel (TVS)
Senggama Terjadwal

Normal

Catatan:
PCT
EE
IUI
IVF

Penetrasi
Sperma (-)

Laparoskopi
Diagnostik
Abnormal

Konservatif
Hamil (-)

Konsultasi
Bagian Andrologi

Kualitas Lendir
Serviks Jelek
Laparoskopi
Diagnostik

Tidak Hamil

Tetap
Abnormal

Normal
I.U.I. 6 Siklus

I V F

Hamil (-)

: Post Coital Test


: Etinyl Estradiol
: Intra Uterine Insemination
: In Vitro Fertilization
90

Uji Mukus Serviks Dan Uji Pasca Sanggama(Post Coital Test/PCT)


1) Tujuannya adalah mengevaluasi faktor serviks pada pasangan infertil dengan
haid spontan, tanpa galaktore.
2) Prosedur:
a. Pasangan diminta tidak bersanggama 3 hari sebelum pemeriksaan.
b. Sanggama pada hari pemeriksaan dilakukan pada dini hari/pagi-pagi dan
pemeriksaan dilakukan 28 jam setelah sanggama, pada hari XII
menstruasi.
c. Istri dibaringkan pada meja ginekologi.
d. Mulut rahim ditampakkan dengan menggunakan spekulum yang kering.
e. Dengan spuit tuberculin + abbocath sediaan diambil dari forniks posterior,
dan ditaruh di gelas objek, ditutup dengan gelas penutup (sediaan UPS I).
f. Mulut rahim dibersihkan dengan kapas kering.
g. Dengan spuit tuberculin lain lendir serviks diambil dari kedalaman 1-2,5
cm, dilihat jumlah lendir (ml), dan ditaruh di gelas objek kemudian ditutup
dengan gelas penutup.
h. Gelas penutup diangkat untuk menilai pembenangan (senti meter).
i. Selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 x.
j. Setelah pemeriksaan UPS selesai dilanjutkan dengan melihat apakah
terdapat sel-sel radang kuman atau parasit.
k. Selanjutnya gelas objek dikeringkan perlahan-lahan pada nyala api
alkohol, dan diperiksa sekali lagi di bawah mikroskop, untuk menilai daya
mendaun pakis.
3) Penilaian:
a. Uji Mukus Serviks.
Skor
0
1
2
3
Jumlah (ml)
0
0,1
0,2
0,3
Spinbarkeit (cm)
<1
1-4
5-8
>8
Daya mendaun
Tidak
Bentuk
Ada cabang
Ada cabang ketiga
pakis (fern test)
ada
tdk jelas
pertama & kedua
dan keempat
Sangat
Kental
Viskositas
Kental ringan
Encer
kental
sedang
Jumlah sel radang
> 20
11-20
1-10
0
Interpretasi :
Skor 15 : optimal,
Skor 10-14 : baik,
Skor < 10 : jelek

b. Uji Pasca Sanggama (UPS/PCT)


Sediaan

Jumlah
Sperma

Kuantitas

Forniks posterior
Endoserviks
Kualitas :
0 : Tidak Bergerak
1 : Bergerak ditempat
2 : bergerak lambat lurus atau tidak lurus
3 : bergerak maju cepat dan lurus

Motalitas (%)
Kualitas
0
1
2
Kuantitas
Memuaskan
Jelek

: 1+2+3
20 sperma
: dengan skor 3
: < 10 sperma

91

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

ABORTUS
No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10296

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/6
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian
Batasan
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel, disertai atau tanpa
pengeluaran hasil konsepsi.
Insiden abortus 10-15% kehamilan.
Klasifikasi
1) Menurut mekanisme terjadinya:
a. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya, tanpa
provokasi dan intervensi.
b. Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi karena diprovokasi, yang
dibedakan atas:
Abortus provokatus terapeutikus; yaitu abortus provokatus yang
dilakukan atas indikasi medis dengan alasan bahwa kehamilan
membahayakan ibu dan atau janin.

Abortus provokatus kriminalis; yaitu abortus provokatus yang


dilakukan tanpa indikasi medis.

2) Menurut klinis:
a. Abortus Iminens.
b. Abortus Insipiens.
c. Abortus Inkomplit.
d. Abortus Komplit.
e. Abortus Habitualis.
f. Abortus Infeksiosus.
g. Missed Abortion.
92

Etiologi
1) Kelainan hasil konsepsi oleh karena kelainan ovum atau
spermatozoa:
a. Blighted ova.
b. Kelainan kromosom trisomi atau monosomi.
2) Kelainan Bentuk Uterus:
a. Mioma uterus.
b. Inkompeten serviks.
3) Penyakit-penyakit ibu :
a. Hipertensi.
b. Diabetes mellitus.
c. Infeksi seperti toksoplasma dan sifilis.
d. Kelainan imunologis inkompatibilitas rhesus dan ABO.
e. Gangguan psikologi.
f. Trauma.
g. Malnutrisi.
Patofisiologi
Proses terjadinya adalah berawal dari perdarahan pada desidua basalis yang
menyebabkan nekrosis jaringan diatasnya. Selanjutnya sebagian atau seluruh hasil
konsepsi terlepas dari dinding uterus. Hasil konsepsi yang terlepas menjadi benda
asing terhadap uterus sehingga akan dikeluarkan langsung atau tertahan untuk
beberapa waktu.
Komplikasi
1) Perdarahan ringan sampai berat.
2) Infeksi ringan sampai dengan berat.
3) Kelainan fungsi pembekuan darah.
Gejala Klinis dan Penatalaksanaan
A. Abortus Iminens
1) Gejala klinis:
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginam.
d. Nyeri perut bagian bawah derajat ringan, dan
e. Vaginal toucher didapatkan osteum uteri tertutup dan tinggi fundus
uterus sesuai dengan umur kehamilan.
2) Penatalaksanaan:
a. Rawat jalan.
b. Banyak istirahat, hindari hubungan seksual.
c. Medikamentosa (kalau perlu):
Penenang: Luminal, Diazepam.
Diazepam 3 kali 2 mg, per oral selama 5 hari atau
Luminal 3 kali 30 mg.
Tokolitik: Papaverin, Isoksuprine.
93

Isoksuprine 3 kali 10 mg per oral selama 5 hari.


Plasentotrofik:
Allylesterenol 10 mg, 3 kali 1 tab.
1. Bila penyebab diketahui maka dilakukan terapi terhadap penyebab.
2. Pada kasus tertentu seperti abortus habitualis dan riwayat infertilitas
dilakukan rawat inap.
B. Abortus Insipiens
1) Gejala Klinis:
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginam banyak.
d. Nyeri perut bagian bawah derajat sedang- berat, dan
e. Vaginal toucher didapatkan osteum uteri terbuka, ketuban utuh, dan
tinggi fundus uterus sesuai dengan umur kehamilan.
2) Penatalaksanaan:
a. Perbaikan keadaan umum.
b. Umur kehamilan kurang dari 12 minggu dilakukan kuretasi, lebih
dari12 minggu dilakukan oksitosin titrasi dan kuretase.
c. Medikamentosa.
Metil ergometrin 3 kali 5 mg per oral selama 5 hari.
Amoksisilin 3 kali 500 mg per oral selama 5 hari.
C. Abortus inkomplit
1) Gejala Klinis:
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginam banyak.
d. Nyeri perut bagian bawah derajat berat, dan
e. Vaginal toucher didapatkan osteum uteri terbuka teraba jaringan
kehamilan dan tinggi fundus uterus lebih kecil dari umur kehamilan.
2) Penatalaksanaan:
a. Perbaikan keadaan umum.
b. Kuretase dengan atau tanpa digital plasenta pre kuretase.
c. Medikamentosa.
Metilergometrin 3 kali 5 mg per oral selama 5 hari.
Amoksisilin 3 kali 500 mg per oral selama 5 hari.
D. Missed Abortion
1) Gejala Klinis:
a. Tanda-tanda kehamilan.
b. Perdarahan atau tanpa perdarahan pervaginam, dan
c. Tinggi fundus uterus sesuai/ lebih kecil dari umur kehamilan.
2) Penatalaksanaan:
a. Persiapan evakuasi poliklinis dan periksa faal hemostasis.
94

b. Evakuasi tergantung umur kehamilan:


Umur kehamilan kurang dari 12 minggu dilakukan kuretase
langsung.
Umur kehamilan lebih dari 12 minggu diberikan:
Rawat inap; dipasang stiff laminaria 12-24 jam, dan
Titrasi oksitosin atau misoprostol tablet
E. Abortus infeksiosus
1) Gejala Klinis:
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Sering diawali oleh abortus provokatus.
d. Febris.
e. Perdarahan pervaginam.
f. Nyeri supra pubik, dan
g. Tinggi fundus uteri sesuai atau lebih kecil umur kehamilan, nyeri
tekan, osteum uteri terbuka atau tertutup, dan flour panas dan atau
berbau.
2) Penatalaksanaan:
a. Perbaikan keadaan umum.
b. Antipiretik injeksi 2 cc i.m.
c. Sulbenisilin 3 kali l g, Gentamisin 2 kali 80 gr, Metronidazol supp 3
kali 1 gr.
d. Kuretase dilakukan dalam tempo 6 jam bebas panas atau dalam waktu
12-24 jam apabila panas tidak turun.

5. Tujuan
1. Mengetahui Batasan abortus
2. Menegetahui klasifikasi abortus
3 Mengetahui gejala klinis dan penatalaksanaan abortus
4 Mengetahui komplikasi abortus
6. Kebijakan
- Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG
- Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Ginekologi dan Onkologi.

4. Prosedur
95

ASPIRASI VAKUM MANUAL (AVM) PADA ABORTUS INKOMPLIT


Batasan
Aspirasi Vakum Manual (AVM) adalah merupakan salah satu cara efektif untuk
tindakan penanganan terhadap abortus inkomplit. Dilakukan dengan cara
mengisap sisa hasil konsepsi dari kavum uteri dengan tekanan negatif (vakum).
Prinsip-prinsip dalam teknik melakukan AVM
-

Hanya dilakukan pada abortus inkomplit hingga usia kehamilan 1214 minggu
(trimester pertama), serta dapat dilakukan tanpa anestesi umum. Dari hasil
beberapa penelitian dikatakan bahwa AVM memberikan risiko yang lebih rendah
jika dibandingkan dengan kuretase tajam.

Evakuasi sisa hasil konsepsi abortus inkomplit pada usia kehamilan diatas 14
minggu (trimester kedua) dapat dilakukan dengan Dilatasi dan Evakuasi (D&E).
Risiko komplikasi yang dihadapi diantaranya perdarahan yang hebat dan
perforasi. Oleh karena itu tindakan ini harus dilakukan dengan perlindungan
oksitosin drip (20 unit oksitosin dalam500 ml ciran infus, dengan kecepatan 30
40 tetes permenit) serta persiapan transfusi. Tindakan evakuasi menggunakan
kanula dan tabung AVM, sebaiknya dikombinasi dengan penggunaan klem ovum
(klem Fenster/Foerster) sebagai upaya pembersihan pendahuluan.

Dilatasi serviks jika perlu dilakukan untuk mendapatkan ukuran yang sesuai
dengan diameter kanula yang hendak dimasukkan ke dalam kavum uteri.

Mula-mula dimasukkan kanula (yang sesuai dengan bukaan serviks) ke dalam


kavum uteri.

Setelah itu hubungkan kanula dengan tabung pengisap (yang telah disiapkan
tekanan negatifnya) melalui adaptor.

Buka katup pengatur di bagian depan tabung sehingga tekanan negatif (sekitar
satu atmosfir atau 26 inchi/660 mmHg) mulai mengisap masa sisa hasil konsepsi
di dalam kavum uteri.

Kanula digerakkan maju-mundur sambil dirotasikan ke kanan dan ke kiri


sehingga meliputi semua permukaan dalam dinding uterus.

Tekanan negatif atau vakum tersebut akan menarik massa kehamilan melalui

96

kanula ke dalam tabung penghisap.


-

Setelah dipastikan kavum uteri bersih dari sisa hasil konsepsi, tindakan selesai.

7. Unit Terkait
1. Sub.Bagian Ginekologi Onkologi
2. Bagian/SMF Anestesi

97

BAGAN
Langkah evaluasi dan penatalaksanaan
Pasien dengan abortus inkomplit yang ditangani dengan AVM

Penampilan

Langkah awal

Wanita usia reproduksi :


Terlambat haid
Perdarahan
Kram atau nyeri perut
bawah
Keluar massa kehamilan
Demam, mengigil

Nilai tanda syok


Nadi cepat, lemah
Hipotensi
Pucat, berkeringat
Gelisah, apatis atau tidak
sadar
Temperatur > 38 C

Bila ditemui syok,segera


Lakukan stabilisasi
( penatalaksanaan syok )
Setelah syok teratasi,
lanjutkan evaluasi klinis

EVALUASI KLINIS
Anamnesa

HPHT, terlambat haid, lama, jumlah perdarahan, lama/intensitas kram,


kontrasepsi yang digunakan, nyeri perut/punggung, alergi, gangguan
perdarahan/pembekuan

Px Fisik

Tanda vital, pemeriksaan jantung, paru abdomen dan ekstremitas

Px Vagina

Tanda-tanda gangguan sistemik ( sepsis, perdarahan intra abdomen )


Trauma vagina/serviks, pus, nyeri tekan/goyang, besar/arah/konsistensi uterus,
dinding perut tegang, derajat abortus
Bersihkan massa kehamilan, konfirmasi Rh negatif dan pemberian TT

Lain-lain

PENATALAKSANAAN

Perdarahan ringan
hingga sedang

Kain pembalut
tidak basah setelah
5 menit
Darah segar tanpa
bekuan
Darah campur
lendir

Lakukan AVM

Perdarahan hebat

Trauma intra abdomen

Infeksi/Sepsis

Jumlahnya
banyak,
Segar, dengan atau
tanpa
bekuan
Pembalut, handuk
atau pakaian,
segera basah oleh
darah
Pucat

Perut kembung
Bising usus
melemah
Dinding perut
tegang
Nyeri ulang-lepas
Mual, muntah
Nyeri punggung
Demam
Nyeri perut, kram

Demam, menggigil
Sekret berbau
Riwayat abortus
provokatus
Nyeri perut
Perdarahan lama
Gejala seperti
influenza

Pikirkan
kemungkinan
perforasi uterus
Tunda AVM

Tangani sesuai abortus


infeksiosus

Bila komplikasi
teratasi dan pasien
stabil, lakukan
AVM

Setelah itu lakukan AVM

98

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

LEKORE
No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10297

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/3
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1. Pengertian
Batasan
Adalah setiap pengeluaran cairan pervaginam lebih dari normal dan bukan darah.
Lekore bukanlah penyakit tersendiri tetapi merupakan gejala yang menunjukkan
keadaan fisiologis dan patologis.
Jenis Lekore
Lekore fisiologis
1)
2)
3)
4)
5)

Bayi baru lahir.


Sekitar menarche.
Keinginan seks meningkat.
Sekitar ovulasi, dan
Kehamilan.

Lekore Patologis
A. Pada infeksi genitalia
1) Trickomonas Vaginalis.
a. Gejala Klinis berupa flour encer sampai kental,.warna
kekuningan, berbau, rasa gatal sampai membakar, dan
disuria.
b. Diagnosis.
Gejala klinis seperti diatas.
Inspekulo lekore seperti diatas, tanda peradangan, dan
bintik-bintik merah pada vagina (fly bitten).
Preparat basah (PZ): parasit lonjong berflagella dengan
gerakan lincah.
99

2)

3)

4)

5)

c. Terapi.
Ditujukan pada penderita dan pasangan seksualnya.
Perempuan (penderita):
Metronidazole 2 kali 500mg per oral selama 5 hari.
Metronidazole supp pervaginam.
Laki-laki pasangan seksual:
Metronidazole 2 kali 500 mg selama 5 hari per oral.
Vaginosis bakterial oleh Gardenella. vaginalis.
a. Gejala klinis lekore agak lengket dan terasa gatal, berbau
amis seperti bau ikan tuna.
b. Kriteria diagnosis:
sekret vagina putih homogen dan lengket.
tes amin positip.
Clue-cell positip, dan
pH cairan vagina lebih dari 4,5.
c. Terapi.
Terapi ditujukan kepada penderita dan pasangannya.
Metronidazole 2 kali 500 mg selama 7 hari per oral.
Klindamicin 2 kali 300 mg selama 7 hari per oral.
Candida Albicans.
a. Gejala: lekore seperti susu basi, warna kehijauan, berbau dan
gatal, dan terasa panas dan nyeri.
b. Diagnosis.
Gejala klinis.
Sekret vagina seperti susu basi, tanda radang, biten
apparence, dan
mudah berdarah.
Preparat Gram tampak hifa jamur positif.
c. Terapi.
Ketokonazole l50 mg, l kali dosis tunggal per oral.
Trikonazole 2 kali 500 mg selama selama 5 hari per oral.
Nesseria. Gonore.
a. Kriteria diagnosis:
Sekret vagina kuning, nyeri dan panas, disuria, kadang
kala disertai
bartholinitis, servisitis akut.
Preparat Gram diplokokus berpasangan ekstra seluler.
b. Terapi.
Ampisilin 1000 mg dosis tunggal, atau
Thiamfenikol 1000 mg dosis tunggal.
C. Trakhomatis.
a. Kriteria diagnosis:
Sekret vagina tidak khas, disuria, lekore, dan ektopi
100

B.
C.
D.
E.

hiperkeratik pada porsio.


Preparat kultur pengecatan Gram dan Polymerase Chain
Reaction (PCR).
Benda asing pada anak-anak.
Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim.
Degenerasi jinak.
Degenerasi ganas.

2. Tujuan
1. Mengetahui batasan Leukore
2. Mengetahui jenis dan penatalaksanaan leukore
3. Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG.


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Ginekologi Onkologi.

4. Prosedur
5. Unit terkait
1. Sub.bagian Ginekologi dan Onkologi

101

RSUD Prof. Dr.


W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

KEHAMILAN EKTOPIK
No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10298

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/3
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1. Pengertian
Batasan
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana ovum yang dibuahi berimplantasi
dan tumbuh di tempat yang tidak normal; termasuk kehamilan servikal dan
kehamilan kornual.
Patofisiologi
Kehamilan ektopik terutama akibat gangguan transportasi ovum yang telah
dibuahi dari tuba Fallopii ke rongga rahim, selain akibat kelainan ovum yang
dibuahi itu sendiri adalah predisposisi kehamilan ektopik.
Faktor risiko
1) Gangguan transportasi hasil konsepsi:
a. Radang panggul.
b. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
c. Penyempitan lumen tuba akibat tumor.
d. Tindakan operasi pada tuba pasca bedah mikro, dan
e. Abortus.
2) Kelainan Hormonal:
a. Induksi ovulasi.
b. Invitro fertilisasi (IVF).
c. Ovulasi yang terlambat, dan
d. Trasmigrasi ovum.
3) Penyebab yang masih diperdebatkan:
a. Endometriosis.
b. Cacat bawaan.
c. Kelainan kromosom.
102

d. Kualitas sperma, dan sebagainya.


Pembagian
Menurut lokasi maka kehamilan ektopik dibagi atas:
1) Kehamilan Tuba (95-98%) yaitu:
a. Kehamilan tuba pars interstitial.
b. Kehamilan tuba pars ismika.
c. Kehamilan tuba pars ampularis.
d. Kehamilan tuba pars infundibularis.
e. Kehamilan tuba pars fimbrialis.
2) Kehamilan Ektopik pada uterus:
a. Kehamilan servikalis dan
b. Kehamilan kornual.
3) Kehamilan Ovarium.
4) Kehamilan Abdominal.
a. Primer dan
b. Sekunder.
5) Kehamilan kombinasi, dimana kehamilan ektopik dan kehamilan intra uterus
didapatkan bersamaan.
Gejala Klinis
1) Bervariasi.
2) Pada Kehamilan Ektopik yang belum terganggu:
Terdapat gejala-gejala seperti kehamilan normal yakni amenore, mual,
muntah, dan lainnya.
Pada pemeriksaaan fisik didapatkan rahim membesar dan tumor di daerah
adneksa.
Trias klasik yang sering didapatkan adalah amenore, perdarahan, dan nyeri
abdomen.
3) Kehamilan Ektopik Terganggu.
Disamping gejala-gejala di atas, didapatkan gejala-gejala akut abdomen akibat
pecahnya kehamilan ektopik dan gangguan hemodinamik berupa hipovolemik
akibat perdarahan.
2. Tujuan
1. Mengetahui batasan kehamilan ektopik
2. Mengetahui faktor risiko kehamilan ektopik
3. Mampu mediagnosis dan menangani kehamilan ektopik
3. Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG.


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Ginekologi dan Onkologi.

103

4. Prosedur
Diagnosis dan Penatalaksanaan

KEHAMILAN EKTOPIK

Tidak terganggu
(Observasi KE)

Terganggu
(Curiga KET)

MRS, Rapid Test, USG Transvaginal


Obs 24 jam T/N/R/ Keluhan / Hb

Akut (KET)
Douglas
Punctie
(KP)

Kronik
(Hemato
cele)

GS (+)
Intra Uteri
GS (-) /
PPT (-)

GS (+)
Extra Uteri
GS (-)/
PPT (+)

Bukan KE

Laparotomi/Proof Lap

5. Unit Terkait
1. Sub.Bagian Ginekologi Onkologi
2. Bagian /SMFAnastesi
3. Bagian /SMF Bedah

104

PENYAKIT RADANG PANGGUL


RSUD Prof. Dr.
W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10299

Revisi
00

Halaman
1/4
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

Tanggal Terbit
3 November 2009

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Prosedur
Batasan
Adalah penyakit peradangan organ genitalia diatas niveu orifisium uteri internum;
termasuk endometritis, miometritis, pelvik selulitis, salpingitis, salpingooovoritis, pelvioperitonitis, dan abses (abses tubo-ovarial dan abses kavum
Douglasi).
Klasifikasi
1) Penyakit Radang Panggul.
2) Infeksi yang berhubungan dengan abortus.
3) Infeksi pada masa nifas.
4) Infeksi pasca operasi.
5) Sekunder dari organ lain.
Patofisiologi
1)

Gangguan barier fisiologis.


Secara fisiologis kuman mengalami hambatan mekanik, biokemik, dan
imunologik pada:
a. Vagina.
b. Ostium uteri eksternum.
c. Kavum uterus (deskuamasi endometrium), dan
d. Lumen tuba uterina Fallopii.
Barier fisiologis terganggu pada keadaan-keadaan perdarahan, abortus,
instrumentasi kanalis servikalis, dan abortus.

105

2)

Vektor.
a. T. Vaginalis dapat menembus barier fisiologik bergerak sampai tuba
Falopii di mana E. Coli dapat melekat pada T. Vaginalis.
b. Spermatozoa dapat sebagai vektor kuman N. Gonorea, U. Urealitika, dan
C Trachomatis.

3)

Faktor risiko.
a. Aktivitas seksual.
Pada saat orgasme terjadi kontraksi uterus yang dapat menarik sperma dan
kuman-kuman yang lain ke dalam kavum uterus melalui kanalis servikalis.
b) Haid.
Periode paling rawan untuk radang panggul adalah minggu pertama haid.
Jaringan nekrotik merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan
N. Gonorea.

Gejala Klinik
1)

Pemeriksaan Fisik.
a. Suhu meningkat disertai takikardia.
b. Nyeri suprasimfiser biasanya bilateral.
c. Rebound tendernes, dan
d. Dapat disertai menoragia, metroragia, dan ileus paralitik.

2)

Pemeriksaan Ginekologik.
a. Nyeri dan pembengkakan labia sekitar kelenjar Bartholin.
b. Lekore.
c. Perdarahan oleh karena endometritis.
d. Nyeri di daerah para rektum.
e. Di daerah adneksa teraba massa bila terbentuk abses, dan
f. Peradangan akut serviks.
g. Abses pecah memberikan gambaran khas yaitu nyeri mendadak pada perut
bagian bawah, mulai daerah sekitar abses pecah menjalar ke seluruh
dinding perut yang mengakibatkan peritonitis generalisata, dan
h. Anemia dapat dijumpai pada abses pelvik yang telah berlangsung
beberapa minggu.

Diagnosis
Berdasarkan kriteria Infection Disease Society for Obstetric & Gynecology (USA,
1983):
1) Kriteria mayor:
Nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa rebound.
Nyeri bila serviks uterus digerakkan, dan
Nyeri pada adneksa.
2) Disertai oleh salah satu atau lebih hal di bawah ini:
106

Mikroorganisme patologi pada sekret endoserviks.


Suhu rektal diatas 38C.
Leukosit lebih dari 10.000/mm3.
Pus dalam kavum peritoneum (dengan kuldosintesis atau laparoskopi).
Abses padat pada pemeriksaan bimanual atau USG.

Klasifikasi
Derajat
Derajat I
Derajat II
Derajat IIII

Deskripsi
Radang panggul tanpa penyulit, terbatas pada tuba dan
ovarium, dengan atau tanpa pelvio-peritonitis
Radang panggul dengan penyulit, didapatkan massa radang
atau abses pada kedua tuba atau ovarium
Radang panggul dengan penyebaran diluar organ-organ
pelvik

Diagnosis Banding
1) Kehamilan Ektopik Terganggu.
2) Abortus septik.
3) Ruptur kista.
4) Apendisitis.
Penyulit
1) Jangka pendek/segera: pembentukan abses, peritonitis, peri-hepatitis, dan selulitis.
2) Jangka panjang: infeksi berulang, infertilitas, hamil ektopik, dan nyeri kronik.

2.Tujuan
1.
2.
3.
4.

Mengetahui batasan penyakit radang panggul


Mengetahui gejala klinik penyakit radang panggul
Mampu mendiagnosis penyakit radang panggul
Mengetahui penatalaksanaan penyakit radang panggul

3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG.


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Ginekologi dan Onkologi.

4.Prosedur
Penatalaksanaan
A.

Rawat jalan untuk Penyakit Radang Panggul Derajat I.


1) Antibiotika:
a. Amoksisilin 3 gr x/hari selama 1 hari.
b. Thiamfenikol: 3,5 gr per oral pada hari pertama.
107

c. Dilanjutkan dengan 4 x 500 mg/hari/per oral selama 7-10 hari.


d. Eritromisin: 4x 500 mg/hari/per oral selama 7-10 hari.
2) Analgetik.
B.

Rawat Inap untuk Penyakit Radang Panggul Derajat II dan III.


1) Antibiotika.
a. Kombinasi I.
Ampisilin 4 x 1-2 gr/hari iv selama 5-7 hari.
Gentamisin 5 mg/Kg BB/hari im/iv 2 x /hari selama 5-7 hari.
Metronidazole 1 g rektal supp 2 x/hari selama 5-7 hari.
b. Kombinasi II.
Sefalosporin generasi III, 2-3 x l g/hari selama7 hari.
Metronidazole 1 g rektal supp, 2 x/hari selama 5-7 hari.
2) Analgetik.

5.Unit Terkait
1. Sub.Bagian Ginekologi dan Onkologi
2. Bagian/SMF Bedah

108

ABSES TUBO OVARIAL


RSUD Prof. Dr.
W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10300

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/3
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian
Batasan
Abses Tubo Ovarial (ATO) adalah radang bernanah yang terjadi pada ovarium dan
atau tuba fallopii unilateral/bilateral.
Patofisiologi
Bakteri menyebar dari vagina ke uterus, tuba fallopii (salpingitis), ovarium
(oovoritis) secara tersendiri atau bersama-sama. Mekanisme pembentukan ATO
belum jelas, pada permulaan proses lumen tuba masih terbuka, eksudat menyebar
dari fimbria dan menyebabkan peritonitis; ovarium terkena dan mengalami
peradangan di daerah tempat ovulasi. Proses ini dapat hanya mengenai tuba dan
ovarium; dapat pula mengenai organ-organ yang lain misalnya kandung kemih.
Gejala Klinik
Gejala klinis bervariasi:
1) Ringan tanpa keluhan.
2) Berat dengan keluhan.
a. Suhu badan naik, akut abdomen sampai syok septik.
b. Nyeri panggul dan nyeri perut bagian bawah.
c. Febris pada 60-80% kasus.
d. Takikardia.
e. Ileus, dan
f. Pembentukan massa.
Diagnosis
1) Gejala klinis seperti diatas.
2) Leukositosis lebih dari 12.000 dan peningkatan LED.
3) Tanda-tanda ileus (Rontgen BOF).
4) Massa di adneksa (USG), dan
5) Pus positif pada punksi kavum Douglasi.
109

Diagnosis Banding
1) ATO utuh tanpa keluhan:
a. Tumor ovarium.
b. Kehamilan ektopik.
c. Abses periapendiks.
d. Hidrosalping.
e. Mioma uteri.
2) ATO dengan keluhan:
a. Perforasi appendisitis.
b. Perforasi divertikel.
c. Perforasi ulkus peptikum.
d. Kista ovarium terinfeksi/terpeluntir.
Komplikasi
1) ATO utuh:
a. Pecah sampai sepsis (jangka pendek).
b. Ileus, infertil, kehamilan ektopik dan nyeri (jangka panjang).
2) ATO pecah :
a. Syok septik.
b. Abses (intra abdominal, subprenikus, paru, dan otak).
2.Tujuan
1.
2.
3.
4.

Mengetahui batasan abses tubo ovarial


Mengetahui gejala klinis abses tubo ovarial
Mampu mendiagnosis dan menangani abses tubo ovarial
mengetahui komplikasi abses tubo ovarial

3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG .


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Ginekologi dan Onkologi.

4.Prosedur
Penatalaksanaan
1) ATO utuh.
a. Konservatif.
b. MRS kalau perlu IVFD.
c. Tirah baring semi Fowler.
d. Observasi tanda vital dan produksi urine.
e. Antibiotika.
Kombinasi I:
110

Ampisilin 4 x 1-2 g/hari iv selama 5-7 hari.


Gentamisin 5 mg/kg BB im/iv 2 x/hari selama 5-7 hari.
Metronidazole 1 gr rektal supp 2 x/hari selama 5-7 hari.
Kombinasi II:
Sefalosporin generasi III 2-3x1 g/hari selama 5-7 hari.
Metronidazole 1 gr rektal supp 2 x/hari selama 5-7 hari.
f. Operatif laparotomi.
2) ATO Pecah.
a. Laparotomi (salpingoooforektomi), kultur pus, dan pasang drainase.
b. Antibiotika:
Sefalosporin generasi III, 2-3 x 1 g l /hari selama 5-7 hari.
Metronidazole I gr rektal supp 2 x/hari selama 5-7 hari.
5.Unit Terkait
1. Sub.Bagian Ginekologi dan Onkologi
2. Bagian /SMFAnestesi
3. Bagian/SMF Bedah

111

MIOMA UTERUS
RSUD Prof. Dr.
W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10301

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/3
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian
Batasan
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat
kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau
multipel.
Lokasi Tumor
1) Submukus.
2) Intramural.
3) Subserous.
4) Intraligamenter.
5) Pedunculated (bertangkai).
6) Wondering (bebas migrasi sehingga disebut mioma parasitik).
Patofisiologi
Berasal dari sel totipotensial primitif atau Immature Muscle Cell Nest, dalam
miometrium yang berproliferasi akibat rangsangan terus menerus oleh hormon
estrogen. Tumor terdiri atas jaringan otot, jaringan ikat fibrous, dan banyak
pembuluh darah. Mioma uteri sering ditemukan pada masa reproduksi, jarang
ditemukan sebelum menarche dan setelah menopause. Tumor membesar oleh
karena pengaruh estrogen.
Gejala Klinik
1)
Tanpa Gejala.
2)
Dengan Gejala.
Rasa penuh dan berat pada perut bagian bawah dan teraba benjolan padat
112

Diagnosis
1)
2)
3)
4)
5)
6)

kenyal.
Gangguan haid: menoragia, metroragia,dan dismenorea.
Akibat penekanan: disuria, polakisuria, retensio urine, konstipasi, edema
tungkai, varises, nyeri dan rasa kemeng didaerah pelvis.
Infertilitas dan kehamilan ektopik.
Tanda abdomen akut.

Anamnesis.
Palpasi abdomen terdapat masa padat, batas jelas, dan tanpa nyeri.
Pemeriksaan dalam ditemukan tumor menyatu dengan uterus.
USG didapatkan gambaran khusus.
Dilatasi dan kuretasi dengan pemeriksaan PA pada gangguan perdarahan.
PA pasca operatif.

Diagnosis Banding
1) Tumor solid ovarium.
2) Adenomiosis.
3) Kelainan bentuk uterus.
4) Tumor solid non ginekologi.
5) Kehamilan.
6) Miosarkoma.
Komplikasi
1) Perdarahan sampai dengan anemia.
2) Torsi pada mioma yang bertangkai.
3) Infeksi.
4) Degenerasi merah sampai nekrosis.
5) Degenerasi ganas miosarkoma.
6) Degenerasi hialin.
7) Degenerasi kistik.
8) Infertilitas.
2.Tujuan
1 .Mengetahui batasan mioma uteri
2. Mengetahui gejala dan tanda mioma uteri
3. Mampu mendiagnosis mioma uteri
4. Mampu menangani mioma uteri
3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG.


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Gonekologi Onkologi.

113

4.Prosedur
Penatalaksanaan
Berdasarkan besar kecilnya tumor, ada tidaknya keluhan, umur dan paritas
penderita.
Mioma

Besar < 14 mgg

Tanpa keluhan

Besar > 14 mgg

Dengan keluhan

Konservatif

Operatif

Catatan:
1) Keluhan adalah gangguan haid dan atau keluhan pendesakan.
2) Operatif pada:
Umur lebih dari50 tahun dilakukan TAH-BSO.
Menginginkan anak: miomektomi atau hanya enukleasi mioma.
3) Pada kasus dengan gangguan menstruasi; apabila umur lebih dari 40 tahun
dilakukan D & C + PA untuk melihat kemungkinan keganasan.
5.Unit Terkait
1. Sub.Bagian Ginekologi Onkologi
2. Bagian /SMFAnestesi
3. Bagian/SMF Bedah

114

LESI PRAKANKER
RSUD Prof. Dr.
W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10302

Revisi
00

Halaman
1/3
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

Tanggal Terbit
3 November 2009

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian
Batasan
Lesi prakanker adalah Neoplasia Intraepithelial Serviks (NIS) atau Low grade
Squamous Intraepithelial Lesion (L-SIL) dan NIS II-III atau High grade
Squamous Intraepithelial Lesion (H-SIL).
Etiologi
Etiologi pasti belum diketahui; diduga yang berperan penting adalah Human
Papilloma Virus (HPV) onkogenik tinggi yaitu tipe 16, 18, 45, 56. Konsep
multifaktorial masih dianut dimana pajanan HPV adalah faktor risiko mayor.
Faktor Risiko
1) Faktor Epidemiologi:
a. Hubungan seksual usia muda.
b. Hubungan seksual dengan multi partner.
c. Kawin usia muda.
d. Hamil usia muda.
e. Multiparitas.
f. Prostitusi.
g. Suami berisiko.
h. Sosial ekonomi rendah.
i. Infeksi veneral.
2) Faktor lain yang potensial:
a. Status imunitas rendah seperti pada HIV.
b. Kontrasepsi oral.
c. Perokok.
115

d. Riwayat lesi serviks.


e. Pernah terapi DES.
f. Defisiensi vitamin A dan C.
3) Faktor Infeksi Virus:
a. Human Papilloma Virus (HPV).
b. Herpes Simplex Virus (HSV).
c. Cyto Megalo Virus (CMV).
Gejala Klinis
1) Tanpa gejala.
2) Dengan gejala seperti keputihan/berbau, perdarahan pasca senggama, nek
suprasimfisis.
3) Inspekulo nampak erosi, ektropion, dan servisitis.
Diagnosis
1) Sitologi dengan Pap Smear.
2) Kolposkopi untuk diagnostik dan biopsi terarah.
3) Kuretasi endoserviks (KES).
2.Tujuan
1.Mengetahui batasan lesi pra kanker
2.Mengetahui factor resiko lesi pra kanker
3.Mengetahui gejala klinis lesi pra kanker
4.Mengetahui diagnosis dan penanganan lesi pra kanker
3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG.


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.Bagian Ginekologi dan Onkologi.

116

4.Prosedur
Penanganan
PAP SMEAR
LESI PRA KANKER (LSIL/H SIL)

KOLPOSKOPI

Memuaskan

Tidak memuaskan

Normal

Abnormal

Normal

Abnormal

Ulang Pap

Biopsi

KES/ECC

Biopsi +
KES/ECC

Pemeriksaan PA

Normal

Lesi pra kanker

L SIL

Ulang Pap
6-12 bulan

Ulang pap
3 bulan

Kanker

H SIL

Kanker

CIN II

H SIL

Kauter

Konisasi
Histerektomi

5.Unit Terkait
1. Sub.Bagian Ginekologi Onkologi
2. Bagian/SMF Anestesi
3. Bagian Patologi Anatomi

117

MOLA HIDATIDOSA
RSUD Prof. Dr.
W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10303

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/5
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian
Batasan
Mola hidatidosa adalah neoplasma jinak sel trofoblas di mana terjadi kegagalan
plasentasi atau fekundasi fisiologis yang mengakibatkan vili menggelembung
menyerupai buah anggur.
Etiopatogenesis
Penyebab mola hidatidosa belum diketahui pasti. Beberapa teori menyatakan
beberapa faktor risiko seperti:
1) Umur ibu di bawah 15 tahun atau diatas 40 tahun.
2) Sosial ekonomi rendah yang dihubungkan dengan defisiensi nutrisi.
3) Riwayat kehamilan mola, abortus spontan berulang.
4) Ras, dll.
Pembagian
1) Mola Hidatidosa Risiko Rendah dengan kriteria:
Serum -hCG kurang dari 100.000 IU/ml.
Besar uterus < umur kehamilan, dan
Kista ovarium kurang dari 6 cm.
2) Mola Hidatidosa Risiko Tinggi dengan kriteria:
-hCG > 100.000 IU/ml.
Besar uterus lebih dari umur kehamilan.
Kista ovarium > 6 cm, dan
Terdapat faktor metabolik atau epidemiologik seperti umur lebih dari 40
tahun, toksemia, koagulopati, emboli sel trofoblas, dan hipertiroidisme.

118

Diagnosis
1) Gejala klinis.
Keluhan dan tanda-tanda klinis mola hidatidosa pada umumnya muncul pada
20 minggu kehamilan, antara lain:
a. Besar uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan (50% kasus menunjukkan
besar uterus lebih dari dari usia kehamilan).
b. Perdarahan pervaginam, biasanya berulang dari bentuk spotting sampai
dengan perdarahan banyak. Pada kasus dengan perdarahan banyak sering
disertai dengan pengeluaran gelembung dan jaringan mola.
c. Tidak ditemukan ballotement dan detak jantung janin.
d. Sering disertai hiperemesis gravidarum, toksemia, dan tirotoksikosis.
2) USG.

a. Complete Mole, tampak gambaran ekogenik merata seperti badai salju


intra uterin dan tidak terlihat sakus gestasional.
b. Partial Mole, tampak gambaran daerah kistik yang disertai "echogenic
chorionic material". Mungkin pula tampak sakus gestasional dengan fetus
hidup seperti kehamilan normal.
3) Kadar -hCG darah atau urine pada umumnya tinggi.
4) Histopatologik.
Gambaran patologik pada mola hidatidosa:
a. Degenerasi hidropik vili korealis.
b. Berkurang atau hilangnya pembuluh darah vili, dan
c. Proliferasi sel-sel trofoblas.
5 Lain-lain.
Uji sonde Hanifa dan Rontgen abdomino-pelvis apabila pemeriksaan USG
tidak bisa dikerjakan.
Diagnosis Banding
1) Abortus iminens.
2) Kehamilan kembar.
3) Kehamilan dengan mioma uteri.
Komplikasi
1) Perdarahan profus.
2) Perforasi uterus spontan atau iatrogenik.
3) Emboli sel trofoblas.
4) Generasi ganas berupa Penyakit Trofoblas Ganas (PTG).
5) Tirotoksikosis.
2.Tujuan
1.
2.
3.

Mengetahui batasan mola hidatidosa


Mengetahui Diagnosis dan penatalaksanaan Mola hidatidosa
Mengetahui komplikasi mola hidatidosa

119

3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG.


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Ginekologi dan Onkologi.

4.Prosedur
Penatalaksanaan
Pada prinsipnya ada 2 hal:
1) Evakuasi mola hidatidosa.
2) Pengawasan lanjut pasca evakuasi.
A.Evakuasi mola hidatidosa.
1)
MRS walaupun tanpa perdarahan.
2)
Persiapan pre evakuasi terdiri atas:
a. Pemeriksaan fisik.
b. Foto rontgen toraks.
c. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, fungsi ginjal, faal hemostasis, dan
kalau perlu elektrolit, T3, dan T4.
d. Catatan:
Pada kasus abortus mola hidatidosa dengan perdarahan banyak dan
atau keluar jaringan mola, persiapan untuk evakuasi segera. Jenis
pemeriksaan persiapan pre evakuasi hanya yang dianggap perlu.
3)
Evakuasi:
a. Besar uterus kurang dari 20 minggu, dilakukan evakuasi satu kali.
b. Besar uterus lebih dari. 20 minggu dilakukan evakuasi dua kali
dengan interval satu minggu dengan pemantauan USG
c. Osteum uterus belum terbuka dan serviks kaku dilakukan pemasangan
stif laminaria selama 12-24 jam.
d. Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan drip oksitosin 10-40
IU/500cc dektrosa 5%:28 tetes/menit dan cairan fisiologis. Evakuasi
dilakukan dengan kuret isap dilanjutkan dengan kuret tumpul, diakhiri
dengan kuret tajam.
e. Diambil spesimen pemeriksaan Patologi Anatomi yang dibagi atas dua
sampel yaitu:

PA1 adalah jaringan dan gelembung mola.


PA2 adalah kerokan endometrial uterus yaitu jaringan mola
hidatidosa yang melekat pada dinding uterus.
f. Penderita dipulangkan satu hari pasca evakuasi, kecuali diperlukan
perbaikan keadaan umum.
g. Evakuasi yang kedua dilakukan dengan kuret tajam dan dilakukan
pemeriksaan Patologi Anatomi.
h. Histerektomi:
Indikasi umur > 40 tahun dan anak cukup.
120

Dapat dilakukan langsung atau 7-10 hari pasca kuret pertama/satu.

B.Pengawasan Lanjut.
1)
Kasus mola hidatidosa dengan kuret 2 kali maka yang dimaksud
dengan pasca evakuasi adalah pasca kuret kedua.
2)
Pemeriksaan -hCG urine semi kuantitatif:
a. Setiap minggu untuk kasus mola hidatidosa risiko tinggi, setiap 2
minggu untuk kasus mola hidatidosa risiko rendah.
b. Pemeriksaan dimulai dari tes dengan kepekaan paling rendah: PPT
(kepekaan: 1.500 400 SI/L), hCG slide test (kepekaan 800
SI/L),dan test pack (kepekaan 25-50 SI/L).
c. Pemeriksaan -hCG serum kuantitatif dilakukan untuk konfirmasi
diagnostik yaitu mengetahui kadar hCG normal atau sebaliknya terjadi
Penyakit Trofoblas Ganas.
3) Batas akhir penilaian:
a. PPT harus negatif pada minggu ke-4, atau -hCG kurang dari 1.000 m
IU/ml).
b. -hCG slide test harus negatip pada minggu ke-8 atau -hCG serum
kurang dan 500 mUl/ml.
c. Test Pack harus negatif pada minggu ke-12 atau kadar -hCG serum
adalah normal (ELISA: 0-15 mlU/ml).
4) Pengawasan lanjut setelah -hCG serum normal, atau Test pack negatif
dua kali berturut-turut dengan interval dua minggu.
a. Pemeriksaan meliputi:
Keluhan.
Fisik dan Ginekologik.
hCG urin dengan Test Pack atau -hCG serum, dan
Lain-lain kalau diperlukan misalnya: foto toraks.
b. Jadwal Pemeriksaan:
Satu tahun pertama setiap bulan.
Satu tahun kedua setiap 3 bulan.
Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan keluhan.
5) Kontrasepsi.
b. Sebelum tercapai -hCG serum normal atau Test Pack 2 kali berturutturut interval dua minggu negatif, dianjurkan memakai alat kontrasepsi
kondom.
c. Setelah tercapai -hCG serum normal atau Test Pack negatif,
dianjurkan memakai kontrasepsi dengan ketentuan:
Satu tahun untuk pasien yang belum mempunyai anak.
Dua tahun atau lebih untuk pasien yang sudah mempunyai anak.
Kontap untuk pasien yang tidak menginginkan tambahan anak.

121

Skema Penanganan
CURIGA MOLA HIDATIDOSA
Klinis
USG
hCG
Ab. Imminen
Hamil Kembar
Hamil + Mioma

MOLA HIDATIDOSA
Persiapan komplit
/seperlunya

Umur > 40 th
dan anak cukup

Belum Punya anak


/ ingin anak lagi

Histerektomi PA

Evakuasi Kuret siap


1 atau 2 kali PA

MOLA. HIDATIDOSA

Korio Karsinoma

Pengawasan lanjut
12 minggu
Mola RR tiap 2 mg
Mola RT tiap 1 mg
Klinis & hCG urine
/ serum

Normal/Remisi
hCG serum normal
Test Pack 2x negatif
Pengawasan lanjut KB
belum punya anak 1
th
sudah punya anak 2
th

TERAPI

PTG

Terapi ~ Korio karsinoma

3. Unit Terkait
1. Sub.Bagian Ginekologi Onkologi
2. Bagian Patologi Anatomi
122

PENYAKIT TROFOBLAS GANAS


RSUD Prof. Dr.
W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10304

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/4
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian
Batasan
Penyakit trofoblastik ganas (PTG) adalah penyakit trofoblas yang mempunyai
tendensi neoplastik, termasuk: mola invasif, karsinoma korion dan plasental site
trophoblastic tumor.
Diperkirakan 80% mola hidatidosa akan mengalami remisi pasca evakuasi dan
20% akan berkembang menjadi PTG.
Klasifikasi
Berdasarkan perluasan di luar uterus maka PTG dapat dibedakan atas:
1) PTG Non Metastatik.
PTG terbatas pada uterus. Secara patologik dapat berupa gambaran mola
hidatidosa atau karsinoma korion yang terdiri atas sel anaplastik sito dan
sinsitio trofoblas tanpa pembentukan vili korealis. Dapat pula dalam bentuk
lain yaitu Plasental site trophoblastic tumor di mana pada PA ditemukan
predominan sel-sel trofoblas intermediet.
2) PTG Metastatik.
Terjadi perluasan penyakit ke luar uterus. Umumnya, bentuk ini adalah
karsinoma korion yang sejak awal mempunyai tendensi untuk menginvasi
pembuluh darah sehingga terjadi penyebaran jauh.

123

Stadium
Berdasarkan Anatomik maka stadium PTG dibedakan atas (FIGO):
Stadium
Stadium I
Stadium II
Stadium III

Diskripsi
Penyakit terbatas pada uterus
Penyakit menyebar ke vagina dan atau pelvis
Penyakit menyebar ke paru dengan atau tanpa adanya penyakit
pada uterus, vagina atau pelvis
Penyakit menyebar ke otak, hati, ginjal, dan atau saluran cerna

Stadium IV

Sistem Skor risiko WHO


Skor

Faktor Prognosis
Umur (tahun)
Antaseden
Bulan dari Kehamilan
sebelumnya
hCG (IU/L)
ABO (laki x perempuan)

0
< 39
MH

1
> 39
Abortus

H.aterm

4-6

7-12

12

103
-

103OxA
AxO
3-5
Lien, Ginjal
1-4

103B
AB
5
GI, hati
4-8
1 obat

103-

Besar tumor (cm)


Tempat
Jumlah Metastasis
Khemoterapi sebelumnya

Catatan
Skor kurang dari

4
5-7
>7

Otak
8
> 2 obat

= risiko rendah
= risiko sedang
= risiko tinggi

Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis.
a. Riwayat pasca evakuasi mola hidatidosa atau kehamilan lain.
b. Perdarahan pervaginam tidak teratur.
c. Batuk darah, sesak nafas, dan nyeri ulu hati.
d. Keluhan sesuai dengan perluasan penyakit ke sistem lainnya.
2) Pemeriksaan Fisik Umum.
Tanda-tanda kelainan fisik adalah sesuai dengan organ yang terkena
penyebaran penyakit misalnya paru-paru, hati, otak dan lain-lain.
3) Pemeriksaan Ginekologi.
a. HBEs (Trias Acostasizon):
H (History) yaitu pasca mola hidatidosa, partus, abortus, dan hamil
ektopik.
B (Bleeding) yaitu perdarahan pervaginam tidak teratur.
Es (Enlargement and softness) yaitu uterus membesar dan lunak.
b. Kista theca lutein unilateral/bilateral.
c. Bintik tumor kebiruan pada dinding/mukosa vagina.
124

4) Laboratorium.
-hCG serum/urine tinggi atau tidak turun memadai pada pemantauan pasca
evakuasi mola hidatidosa.
5) Pemeriksaan Penunjang.
a. Foto toraks.
b. DL, LFT, RFT.
c. Kalau perlu: USG abdomen/pelvis, CT-scan, fungsi tiroid, dll.
2.Tujuan
1. Mengetahui batasan penyakit trofoblas ganas
2. Mengathui klasifikasi dan stadium penyakit trofoblas ganas
3. Mampu mendiagnosis dan menangani penyakit trofoblas ganas
3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG.


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Ginekologi dan Onkologi.

4.Prosedur
Skema Penatalaksanaan PTG
PENYAKIT TROFOBLAS GANAS
Stadium
Sistem skor

Stadium I

Ingin Anak

Stadium II-III

Anak
Cukup

Risiko
rendah

Stadium IV

Risiko
tinggi

Histerektomi

MTX

AC D

MCA

MAC Radiasi
+ 2.000
3.000 rad

Catatan.
Terapi radiasi dipilih apabila terdapat metastasis ke otak/hati dengan dosis
125

2.000-3.000 rad.
Sitostatika.
1) Syarat seperti syarat umum pemberian sitostatika/kemoterapi.
2) Diberikan sampai -hCG normal, dilanjutkan 1-3 seri after course.
3) Perubahan regimen apabila:
Titer hCG terus meningkat atau menetap setelah pemberian 2 seri.
Terdapat tanda-tanda metastase.
Resisten apabila 5 seri pemberian -hCG mengalami penurunan tetapi
tidak mencapai normal.
4) Dikatakan remisi apabila -hCG normal 3 kali berturut-turut interval 2
minggu.
MTX
: 20 mg/hari atau 0,4 mg/kgBB/hari im. atau 3 x 5
mg/hari oral selama 5 hari interval 7-10 hari.
Actinomycin D : 0,5 mg/hari atau 10-12 mcg/kgBB iv selama 5 hari
interval 7-10 hari.
MCA
: MTX 15 mg/hari im, Ac.D 0,5 mg/hari iv dan
Chlorambucil 10 mg/hari per oral selama 5 hari
interval 2 minggu.
Pengawasan Lanjut
1) Dilakukan anamnesis/pemeriksaan.
Keluhan.
Pemeriksaan fisik umum.
Pemeriksaan ginekologi dan vaginal toucher (VT).
-hCG, dan
Lain-lain berdasarkan indikasi.
2) Jadwal pengawasan lanjut.
Tiga bulan I
: setiap 2 mmggu.
Tiga bulan II
: setiap 4 minggu.
Enam bulan II
: setiap 8 minggu.
Satu tahun II
: setiap 3 bulan.
Selanjutnya
: setiap 6 bulan.
3) Tidak diijinkan hamil selama 2 tahun.

5.Unit Terkait
1. Sub.Bagian Ginekologi Onkologi
2. Bagian /SMFAnestesi
3. Bagian Patologi Anatomi

126

KANKER SERVIKS
RSUD Prof. Dr.
W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10305

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/5
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian
Batasan
Kanker serviks adalah penyakit keganasan yang berasal dari leher rahim.
Etiopatogenesis
1) Penyebab pasti belum ada yang diketahui.
2) Beberapa faktor (multifaktorial) yang diduga:
a. Umur ( 4060 th/ 2030 th).
b. Paritas ( 4).
c. Koitus usia dibawah 16 tahun dan berganti partner seksual; dihubungkan
dengan sifat komplemen histon sperma dan alkalis semen.
d. Merokok aktif dan atau pasif.
e. Akseptor pil kontrasepsi.
f. Status gizi, sosial ekonomi kultural.
g. Status imunitas seperti penderita HIV-AIDS.
h. Infeksi: Mikoplasma, Klamidia, dan Virus Herpes Simplek tipe 2.
i. Pajanan Virus Human Papilloma onkogenik terutama tipe 16, 18, 33,
35, 45, 58.
3) Kanker serviks berawal dari lesi prakanker yang dalam kurun waktu 5-15
tahun dapat menjadi kanker serviks invasif.
Patologi
Diagnosis kanker serviks ditegakkan berdasarkan histopatologik dimana
dibedakan atas:
1) Tipe Epidermoid (80%).
127

2) Tipe Adeno (15%).


3) Tipe lain (5%).
Stadium Klinik
Stadium
0
I
Ia
Ib
II
II a
II b
III
III a
III b
IV
IV a
IV b

Deskripsi
Karsinoma insitu
Karsinoma terbatas pada serviks
Tampak serviks tidak mencurigakan
Tampak serviks mencurigakan
Karsinoma menyebar ke Vagina dan atau Parametrium
Menyebar ke Vagina 2/3 proksimal
Menyebar ke Parametrium tetapi tidak sampai ke dinding pelvis
Karsinoma menyebar ke Vagina 1/3 distal, mencapai dinding pelvis,
atau terjadi gangguan fungsi ginjal tanpa penyebab yang jelas
Penyebaran sampai ke vagina 1/3 distal
Sampai ke dinding pelvis atau karsinoma dengan gangguan fungsi
ginjal tanpa penyebab yang jelas
Karsinoma serviks menyebar ke organ sekitar atau jauh
Penyebaran ke organ sekitar di daerah pelvis
Penyebaran jauh

Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis.
a. Perhatikan faktor risiko.
b. Tanpa keluhan.
c. Dengan keluhan:
Keputihan.
Perdarahan pervaginam abnormal.
Perdarahan post koital.
Perdarahan pasca menopause.
Gangguan kencing dan defekasi.
Nyeri daerah pelvis, pinggang/punggung, dan tungkai.

Keluhan-keluhan lain sesuai dengan lokasi penyebaran penyakit.


2) Pemeriksaan Fisik Umum.
a. Pembesaran kelenjar limfe supra klavikula dan inguinal.
b. Pembesaran lever, ascites, dan atau lain-lain sesuai dengan organ yang
terkena.
3) Pemeriksaan Ginekologi.
a. Vaginal toucher.
Vagina: fluor, fluksus, dan tanda-tanda penyebaran/infiltrasi pada
vagina.
Porsio: berdungkul, padat, rapuh, dengan ukuran bervariasi, eksofitik
128

atau endofitik.
Korpus uteri: normal atau lebih besar, kalau perlu dilakukan sondase
untuk konfirmasi besar dan arah uterus dan apakah terjadi piometra
dan hematometra.
Adneksa/parametrium: tanda-tanda penyebaran, teraba kaku/ padat,
apakah terdapat tumor.
b. Rectal Toucher.
Menilai penyebaran penyakit kearah dinding pelvis yaitu Cancer Free
Space (CFS) merupakan daerah bebas antara tepi lateral serviks dengan
dinding pelvis.
Kriteria : CFS 100%
: berarti
belum
ada
tanda-tanda
penyebaran.
CFS 25-100% : berarti ada penyebaran, tetapi belum
mencapai dinding pelvis.
CFS 0%
: berarti penyebaran mencapai dinding
pelvis.
c. Pemeriksaan VT dan RT untuk menilai penyebaran ke organ sekitar
kolon, rektum dan vesika urinaria.
4) Pemeriksaan Penunjang.
a. Pap smear sebagai skrining.
b. Biopsi dengan/tanpa tuntunan kolposkopi.
c. Konisasi.
d. Tes fungsi ginjal, hati, dll.
e. Pemeriksaan lain sesuai dengan keperluan:
Sistoskopi.
Foto toraks.
CT Scan.
USG ginjal/abdomen.
Rektoskopi.
IVP.

2.Tujuan
1. Mengetahui batasan kanker serviks
2. Mengetahui stadium klinik kanker serviks
3. Mampu mendiagnosis dan menangani kanker serviks
3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG.


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Ginekologi dan Onkologi.

129

4.Prosedur
Skema Penalaksanaan Kanker Serviks Uteri
KARSINOMA SERVIKS UTERI

Stadium 0
Ingin Anak

Stadium I-IIA
Radikal Histerektomi

Tidak Ingin
Anak
Konisasi
Histerektomi

Sel ganas (+)


Pd kel. Limfe / limfe
vaskuler inolvement (+)
Sel ganas (-) Pd kel.
Limfe/ limfe vaskuler
inolvement (-)

Adjuvant terapi

Eksternal radiasi 4.000


5.000 rad

Sitostatika PVB / BOM


Pengawasan
lanjut

Stadium IIB
Neo adjuvant:
Khemoterapi
Khemo+radia
si internal
Operabel

Stadium III

Khemoradi
asi (kemoradiasi
eksternal)
Radiasi
eksternal

Non
Operabel
Radikal

Stadium IV

Paliatif
Radiasi
/operasi /
sitostatika
paliatif
Simptomatis

Histerektomi
Eksternal Radiasi
4.000-5.000 rad

Catatan.
1) Terapi radiasi dapat diberikan pada setiap stadium.
2) Paliatif anti nyeri selain untuk pasien stadium invasif-lanjut juga dapat
diberikan pada setiap stadium sesuai dengan keluhan.
3) Pada kanker serviks stadium Ib ke atas dengan kehamilan diberikan
khemoterapi neo-adjuvant setelah dilakukan KIE kepada pasien, suami, dan
keluarga.
Pengawasan Lanjutan
1) Pemeriksaan.
a. Anamnesis.
b. Pemeriksaan fisik umum.
c. Pemeriksaan ginekologi.
d. Pap Smear:
Tiga bulan I setiap bulan.
Dua tahun II setiap 3 bulan.
Selanjutnya setiap 6 bulan.
2) Kalau perlu pemeriksaan penunjang:
a. Laboratorium: LFT, RFT, HB, Leuko, Trombosit.
b. Foto Toraks, IVP.

130

Skema Penalaksanaan Kanker Serviks Uteri Dengan Kehamilan


KARSINOMA SERVIKS UTERI DENGAN KEHAMILAN

Stadium 0

AtermPartus
pervaginam / SC

Prematur: PAP Smear


Kolposkopi tiap bulan

Setelah masa Nifas

Konisasi Tri II
Std. 0

Tdk ingin
anak lagi

Std Invasif
Ingin anak
lagi

Stadium Ia

S t a d i u m I b ke atas

Tunggu
aterm SC

Terapi sesuai karsinoma serviks


tanpa kehamilan
UK 20 mg

Operasi
radikal pd
Waktu
selesai
masa
nifas

Aterm Spt / SC

Histerek
tomi

Terapi sesuai
Std. invasif
Konisasi

UK 20-30 mg
UK > 30 mg

Eks. Radiasi /
Histerektomi
SC

Sesuai
terapi Ca
Serviks
tdk hamil

Tunggu
pematangan
paru, SC

Pengawasan
Std. 0

Std. invasif

Pengawa
san

Terapi
sesuai
Std. invasif

Operasi radikal dan atau khemoradiasi

5.Unit Terkait
1. Sub.Bagian Ginekologi Onkologi
2. Bagian/SMF Anestesi
3. Bagian Patologi Anatomi
4. Bagian Paliatif

131

KARSINOMA VULVA
RSUD Prof. Dr.
W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10306

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/3
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian
Batasan
Karsinoma vulva adalah keganasan primer pada vulva.
Etiopatogenesis
1) Penyebab belum diketahui dengan pasti.
2) Diduga karena rangsangan kronis berupa iritasi/trauma pada lesi preinvasif
seperti: VIN, Vulvar distrofi, dan Paget's diseases.
3) Dicurigai sebagai faktor predisposisi adalah:
a. Multi partner seksual.
b. Riwayat genital warts oleh HPV, dan
c. Perokok.
Patologi
1) Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi.
2) Jenis histopatologis:
a. Squamous cell carcinoma (90%).
b. Melanoma (4-5%).
c. Verrucous carcinoma (2-3%).
d. Adeno carcinoma, basal cell carcinoma, sarcoma (2-4%).

132

Penentuan Stadium Klinis


Stadium
0
I

TNM
Ti No Mo
Ti Ni Mo

II

T2 No Mo
T2 Ni Mo
T3 No Mo
T3 Ni Mo
T3 M2 Mo

III

IV

Tx N3 Mo
T4 No Mo
T4 Ni Mo
Tu Nx Mia
Tx Nx Mib

Klinik
Karsinoma insitu VIN 3 non invasive Pagets disease
Tumor terbatas pada vulva diameter kurang dari 2 cm
Tak ada pembesaran kelenjar limfe inguinal yang
mencurigakan
Tumor terbatas pada vulva, diameter > 2 cm
Tidak ada pembesaran kelenjar yang mencurigakan
Tumor dengan berbagai ukuran:
1. Penyebaran ke uretra dan/atau vagina, perineum/anus
2. Secara klinis pembesaran kelenjar inguinal dicurigai
metastase
1. Infiltrasi ke mukosa kandung kencing, mukosa rektum,
1/3 bagian atau mukosa uretra dan atau
2. Terfiksir ke tulang dan atau
3. Penyebaran jauh

Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis.
a. Sering ditemukan pada masa menopause, rata-rata umur 65 tahun.
b. Keluhan yang sering adalah pruritus dan massa di daerah vulva.
c. Kadang-kadang disertai perdarahan.
d. Keluhan yang lain sesuai dengan organ yang terkena perluasan penyakit.
2) Pemeriksaan fisik dan Ginekologi.
a. Pembesaran kelenjar inguinal berupa masa padat atau ulkus.
b. Tumor berdungkul seperti bloom kol atau bentuk ulkus di daerah vulva.
c. Tanda-tanda lain sesuai luasnya penyakit.
3) Pemeriksaan Penunjang.
a. Pap Smear.
b. Kolposkopi.
c. Biopsi.
2.Tujuan
1. Mengetahui batasan karsinoma vulva
2. Mengetahui stadium klinik karsinoma vulva
3. Mampu mendiagnosis dan menangani karsinoma vulva
3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG.


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Ginekologi dan Onkologi.

133

4.Prosedur
Skema Penatalaksanaan Karsinoma Vulva
KARSINOMA VULVA

Stadium 0

Eksisi Lokal

Stadium I-II

Vulvektomi
Groin disection
Limfadenektomi

Stadium III - IV

Radiasi eksternal
2.000-3.000 rad

Non
Operabel

Radikal vulvektomi/
yg lebih advance

Paliatif

Operabel

Post Operasi
Radiasi eksternal 4.000 5.000 rad
Sel Ganas (-)
pd kel. Limfe

Pengawasan lanjutan

Sel Ganas (+) pd


kel. Limfe

Eksternal
Radiasi 4.000
5.000 rad

Catatan :
Sitostatika biasanya diberikan
untuk radiosensitisasi

Pengawasan Lanjutan
1) Pemeriksaan.
a. Anamnesis.
b. Fisik Umum.
c. Ginekologi, dan
d. Kalau perlu Pap Smear, kolposkopi atau biopsi.
2) Jadwal.
a. Tiga bulan I
: setiap minggu.
b. Sembilan bulan II : setiap bulan.
c. Satu tahun II
: setiap 3 bulan.
d. Selanjutnya
: setiap 6 bulan.
5.Unit Terkait
1. Sub.Bagian Ginekologi Onkologi
2. Bagian Patologi Anatomi
3. Bagian/SMF Anestesi

134

KARSINOMA ENDOMETRIUM
RSUD Prof. Dr.
W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10307

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/4
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian
Batasan
Karsinoma endometrium adalah keganasan yang berasal dari endometrium.
Etiopatogenesis
Penyebab belum diketahui pasti.
Dikemukakan bahwa peranan estrogen sebagai karsinogenik dimana faktor
risiko adalah:
1) Hiperplasia glandulare.
2) Obesitas.
3) Terapi estrogen.
4) Diabetes Melitus.
5) Lain-lain seperti nulipara, late menopause, dan hipertensi.
Patologi
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis.
Jenis histopatologis:
1) Adeno karsinoma (65%).
2) Adenoma akantoma (19%).
3) Lain-lain (16%).

135

Stadium Klinik
Stadium
Stadium 0
Stadium I
Stadium Ia
Stadium Ib

Deskripsi

Karsinoma insitu
Karsinoma terbatas pada uterus
Kedalaman kavum uteri kurang dari 8 cm
Kedalaman kavum uteri lebih dari 8 cm.
Gl = Well differentiated Adeno Ca
G2 = Moderately differentiated Adeno Ca
G3 = Undifferentiated Adeno Ca
Stadium II
Karsinoma menyebar ke serviks uteri.
Karsinoma menyebar ke luar uterus tapi tidak keluar
Stadium III
dari true pelvic
Stadium IV
Karsinoma menyebar ke luar dari true pelvic
Stadium IVa Pada organ yang berhubungan
Stadium IVb Penyebaran ke organ jauh
Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis.
a. Umur rata-rata 60 tahun.
b. Perdarahan pervaginam.
c. Lekore.
d. Ada masa atau perasaan tidak enak pada perut bagian bawah.
2) Pemeriksaan fisik umum.
a. Kegemukan.
b. Hipertensi.
c. Bila terjadi metastasis.
Asites.
Tanda-tanda lain sesuai dengan organ yang terkena.
3) Pemeriksaan Ginekologi.
a. Perdarahan pervaginam, lekore.
b. Piometra, dan
c. Evaluasi besar dan mobilitas uterus, tanda-tanda penyebaran pada
adneksa, parametrium, dan kavum Douglasi.
4) Pemeriksaan Penunjang.
a. Kuretasi endoserviks dan endometrium.
b. Endometrial aspirasi biopsi.
c. Pap Smear sebagai skrining.
d. Histeroskopi.
e. Pemeriksaan lain sesuai keperluan, misalnya: Ca 125. CEA, reseptor
estrogen, dll.

136

2.Tujuan
1. Mengetahui batasan karsinoma endometrium
2. Mengetahui stadium klinis karsinoma endometrium
3. Mampu mendiagnosis dan menangani karsinoma endometrium
3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG.


Pada kasus-kasus yang khusus, perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Ginekologi dan Onkologi.

4.Prosedur
Skema Penanganan Karsinoma Endometrium
KARSINOMA ENDOMETRIUM

Stadium 0

Stadium I-II

Stadium
I-G1

Stadium
I-G2-3

TAH BSO +
Pelvik & Para
aortik limfa
denektomi
selektif

TAH BSO
Ekstended +
pelvik & aortik
limfadenektomi
selektif

Post

Radikal histerektomi /
TAH BSO Ekstended +
Selektif Pelvik / Aortik
Limfadenektomi
Radiasi intrakaviter
3.000 mgh, setelah 6
mgg lanjutkan TAH BSO
Ekstended+selektif pelvik
& aortik limfadenektomi

Operasi

Sel ganas (+) pd kel. Limfe

Sel ganas (-) pd kel. Limfe

Ex. Rad pelvik (4.000-5.000 rad)/


Sitostatika / progesteron

Pengawasan

Stadium III-IV

TAH BSO
Ekstended +
Ex. Radiasi/
Sitostatika /
Progresteron

Radiasi Intra
kaviter 3.000 mgh
Ex. Radiasi : Pelvis
:
4.000
5.000 rad
Abdomen :
2.0003.000 rad

Radiasi intra kaviter 3.000 mgh


+ TAH BSO Ekstended +
Radiasi Eksterna pelvik &
abd./Sitostatika/ progresteron

Catatan.
137

1) Pada waktu laparotomi.


a. Dilakukan sitologi cairan/pencucian kavum peritoneum.
b. Setiap daerah yang mencurigakan penyebaran keganasan dilakukan
biopsi.
c. Setelah uterus terangkat, dibelah dan diperhatikan luas penyebaran/
dalamnya penyakit pada dinding uterus.
2) Sitostatika.
Regimen : CAP (Cyclophoshamide + Adriamicin + Cis. Platinum)
Melphalan + 5 Fluro urasil (5 FU)
Adriamycin + Cyclophosphamide.
3) Progesteron.
a. Megistrol 180 mg - 320 mg/hari per oral.
b. Medroksi progesteron asetat/kaproat 1000 mg/minggu i.m.
c. Medroksi progesteron asetat 150-200 mg/hari per oral.
4) Tamoksifen (anti estrogen): 20-40 mg/hari dan lama pemberian seperti pada
terapi progesteron.
5) Terapi definitif diberikan selama tidak terjadi rekurensi atau bila tidak
progresif.
6) Terapi adjuvant 8-12 minggu.
Pengawasan Lanjutan
1) Komponen yang dievaluasi:
a. Keluhan.
b. Keadaan fisik.
c. Pemeriksaan ginekologi bimanual.
d. Pemeriksaan lain kalau perlu seperti: Pap Smear, foto toraks, CT-Scan,
dan tumor marker.
2) Jadwal pengawasan lanjut:
a. Satu tahun I
: setiap 1 bulan.
b. Satu tahun II
: setiap 3 bulan.
c. Selanjutnya
: setiap 6 bulan.

5.Unit Terkait
1. Sub.Bagian Ginekologi Onkologi
2. Bagian Patologi Anatomi
3. Bagian/SMF Anestesi
4. Paliatif

138

KANKER OVARIUM
RSUD Prof. Dr.
W.Z. Johannes
Kupang

Prosedur Tetap

No. Dokumen
AK.00.06.A.10
10308

Tanggal Terbit
3 November 2009

Revisi
00

Halaman
1/7
Disahkan oleh :
a.n Direksi,
Direktur Utama

dr. Alphonsius Anapaku,SpOG


NIP. 19580827 198703 1 014
1.Pengertian
Batasan
Kanker ovarium adalah keganasan pada organ ovarium baik primer maupun
sekunder.
Tumor neoplastik ovarium berasal dari:
1) Coelomic epithelium.
2) Germ cell.
3) Metastatic dari organ lain.
Etiopatogenesis
Etiologi belum diketahui dengan pasti.
Diduga berhubungan dengan faktor:
1) Herediter.
2) Lingkungan fisik dan kimia.
3) Ovulasi.
4) Abnormalitas gonad.
5) Virus.
Patologi
Diagnosis keganasan dan tipe histopatologis berdasarkan atas pemeriksaan
histopatologi.
1) Derajat Keganasan.
a. Borderline/low potential malignancy.
b. Frankly malignant.
2) Tipe Histopatologis.
a. Epithelial (90%).
b. Nonepithelial (10%).

139

Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis.
a. Dicurigai kanker ovarium usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 60
tahun /menopause dengan:
Tumor kistik atau solid.
Mobile atau terfiksir.
b. Sangat dicurigai kanker ovarium:
Tumor cepat membesar, padat berdungkul, dan terfiksir.
Dapat disertai keadaan umum yang menurun sampai kacheksia,
asites, efusi pleura, gangguan pasase usus, pembesaran kelenjar
limfe supra klavikula dan lain-lain sesuai dengan luas penyebaran
penyakit ke organ lainnya.
2) Pemeriksaan Penunjang.
a. USG (dikerjakan pada setiap kasus tumor ovarium).
b. Tumor marker (Ca-125)
c. Laparoskopi.
d. Sitologi cairan ascites dan pleura.
e. Biopsi kelenjar limfe yang membesar.
f. Foto toraks, rektosigmoidoskopi, CT-scan, dan barium enema.
g. Pemeriksaan lain kalau perlu.
3 ) Stadium klinis kanker ovarium (FIGO), berdasarkan evaluasi klinik dan
atau operatif:

140

Stadium
Stadium I
Stadium Ia
Stadium Ib
Stadium Ic

Stadium II
Stadium IIa
Stadium IIb
Stadium IIc

Stadium III

Stadium IIIa
Stadium IIIb
Stadium IIIc
Stadium IV

Deskripsi
Tumor tumbuh terbatas pada ovarium
Terbatas pada satu ovarium, kapsul intak, tidak ada tumor pada
permukaan dan sel ganas (-) pada cairan ascites.
Terbatas pada kedua ovarium, kapsul intak, tidak ada tumor pada
permukaan dan sel ganas negatif pada cairan ascites atau cucian
peritoneum
Adalah stadium Ia dan Ib dengan tumor pada permukaan ovarium
atau ruptur kapsul atau ascites dengan sel ganas (+) atau cucian
peritoneum sel ganas (+)
Pertumbuhan tumor pada satu atau kedua ovarium dengan
penyebaran pada pelvis
Penyebaran ke uterus atau tuba
Penyebaran ke organ pelvis lainnya
Stadium IIa/IIb dengan tumor pada permukaan ovarium atau ruptur
kapsul, atau asites dengan sel ganas (+) atau cucian peritoneum sel
ganas (+)
Tumor pada satu/kedua ovarium dengan implantasi tumor pada
peritoneum diluar kavum pelvis dan/atau pembesaran kelenjar limfe
retroperitoneal/inguinal (+), Metastasis ke bagian superfisial hati
atau tumor terbatas pada rongga pelvis tetapi pemeriksaan
histopatologi terhadap perluasan pada usus halus atau omentum.
Tumor secara makros terbatas pada true pelvis dengan pembesaran
kelenjar limfe (-) tetapi secara histologi ada perluasan pada
peritoneum abdomen.
Stadium IIIa dan perluasan tumor pada peritoneum abdomen kurang
dari 2 cm, pembesaran kelenjar limfe (-).
Stadium IIIa + pertumbuhan tumor pada peritoneum abdomen lebih
dari 2 cm dan atau pembesaran kel limfe retroperitoneal/inguinal (+).
Tumor pada satu atau kedua ovarium dengan metastase jauh berupa
pleural efusion dengan sitologi (+) atau penyebaran pada parenkim
hati.

Catatan :
Stadium lc apabila stadium Ia terjadi:
a. Kapsul ruptur spontan atau dipecahkan oleh operator.
b. Sitologi (+) dari cairan peritoneum atau ascites.

2.Tujuan
1. Mengetahui batasan karsinoma ovarium
2. Mengetahui kriteria diagnosis dan penatalaksanaan karsinoma ovarium
3.Kebijakan
-

Pelayanan dilaksanakan oleh SpOG.


Pada kasus-kasus yang khusus ,perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian Ginekologi dan Onkologi.

141

4.Prosedur
Penatalaksanaan
A. Tindakan Operatif (Surgical Staging).
1) Insisi pada garis tengah.
2) Setiap cairan bebas di kavum peritoneum diambil untuk pemeriksaan
sitologi terutama di kavum Douglasi.
3) Bila cairan bebas tidak ada, dilakukan pencucian peritoneum dengan
NaCI 0,9% 5-10 cc kemudian dilakukan pemeriksaan sitologi.
4) Eksplorasi terutama kavum Douglasi, parakoloiliakal, dan subdiafragma.
5) Setiap daerah yang mencurigakan ganas atau perlekatan pada
peritoneum hendaknya dibiopsi.
6) Daerah retroperitoneum yaitu daerah pelvis dan para aorta dievaluasi,
bila pembesaran kelenjar limfe positif maka dilakukan limfadenektomi.
7) Pengangkatan tumor:
a. Diusahakan mengangkat tumor secara utuh.
b. Bila tidak bisa, dilakukan debulking yaitu mengangkat tumor
semaksimalnya.
c. Perhatikan tumor secara makroskopis dengan teliti, bila ada
keraguan dilakukan Frozen Section.
8) Pengangkatan uterus dan ovarium melalui TAH-BSO dilakukan pada
kasus-kasus yang sudah jelas ganas atau usia diatas atau sama dengan
50 tahun.
9) Omentektomi, dilakukan pada kasus yang sudah jelas ganas secara
makros/mikros. Dikerjakan mulai kolon trasversum.
B. Terapi.
Terapi berdasarkan stadium dan tipe histopatologik.
1) Keganasan Boderline.
a. Stadium I
: Salpingoooforektomi Unilateral.
b. Stadium Ic-IV : TAH-BSO/Debulking
+
Omentektomi
+
Kemo/radioterapi.
2) Frankly Malignant.
a. Epithelial.
Stadium la-G1 ingin anak dilakukan SO unilateral dengan
catatan:
Post operasi dapat dilakukan follow-up teratur secara klinis
dan tumor marker.
Setelah anak cukup maka uterus dan ovarium kontralateral
diangkat.
Tidak ada kelainan lain pada pelvis.
Kapsul utuh dan tidak ada perlekatan.
Tidak ada invasi ke kapsul, kelenjar limfe dan omentum.
Stadium Ib-Gl, dilakukan TAH-BSO + Omentektomi.
Stadium Ia, b, c,-G2-3 sampai stadium IV dilakukan TAHBSO/Debulking + Kemo/radioterapi.
142

b. Nonepithelial .
Stadium Ia-Gl, ingin anak dilakukan SO Unilateral.
Stadium Ia, G2-3- IV dilakukan TAH-BSO + Omentektomi +
Kemo/radioterapi.
3) Sitostatika pilihan utama dan radiasi:
a. Jenis epitelial adalah CAP (Cyclophosphamide, Adriamycine dan Cis
Platinum).
b. Jenis nonepitelial adalah:
PVC (Cis Platinum, Vinblastin dan Bleomycine).
VAC (Vincristin,Actinomycin D. dan Cyclophosphamide).
c. Radiasi Ekstemal:
Pelvis
: 4.000-5.000 rad.
Abdomen/Tempat lain
: 2.000-3.000 rad.
C. Operasi Second Look.
Dilakukan dengan tujuan:
1) Konfirmasi staging, bila pada operasi sebelumnya tidak dilakukan
staging secara lengkap.
2) Reduksi massa tumor, pasca terapi sitostatika dimana telah terjadi
regresi atau progresi tumor.
3) Evaluasi pasca terapi sitostatika, secara klinis penderita bebas dari
penyakit yang dilakukan 4-12 bulan setelah terapi sitostatika.
D. Kasus kanker ovarium dengan kehamilan.
1) Adjuvant kemoterapi dapat diberikan setelah kehamilan 16 minggu.
2) Operasi komplit (TAH-BSO + Omentektomi) dilakukan setelah anak
lahir atau pada waktu SC. Tehnik operasi sama dengan eksplorasi seperti
laparotomi awal.

143

Skema Penatalaksanaan Tumor Ovarium


TUMOR OVARIUM

Tidak Curiga Ganas

Tumor Kistik < 7 cm

Tumor Kistik > 7 cm,


usia 20-60 tahun

Kistik
< 7 cm

Kistik,
Umur 20-60 thn

Observa
si 2-3
bulan
Pil KB

Usia > 50 thn


TAH-BSO

Usia 20-50 tahun

Kistektomi

Ooforektomi

SO Unilateral

Curiga Ganas

Tumor solid, mobil tidak berdungkul


Kistik > 7 cm, usia < 20 dan > 60 tahun,
menopause

Solid

Lapatomi
Tumor di belah

Kistik

Usia < 50 thn

Usia > 50 thn/


menopause

Sangat Curiga Ganas

Usia < 60 thn

Keganasan
meragukan

Keganasan
meyakinkan

Usia > 60 thn/


meno pause

Usia > 50
tahun

TAH-BSO
Debulking
Omentek tomi

Laparotomi Tumor dibelah


Usia
< 50 tahun
Curiga Ganas

TAH-BSO+
Omentektomi

Tidak curiga
ganas

TAH-BSO

144

Frozen Section/Cito Frozen Section

Ganas

Tidak Ganas

TAH-BSO+ Omentektomi

SO Unilateral

145

Pengawasan Lanjutan
1) Pemeriksaan meliputi:
a. Anamnesis.
b. Pemeriksaan fisik umum.
c. Pemeriksaan ginekologi.
d. Tumor marker : Ca-125 (kalau perlu).
e. Fungsi hati, ginjal dan sumsum tulang (kalau perlu).
2) Jadwal.
a. Tiga bulan
I:
setiap 2 minggu.
b. Sembilan bulan
II:
setiap 4 minggu.
c. Tahun
II:
setiap 3 bulan.
d. Tahun-tahun berikutnya:
setiap 6 bulan.
5.Unit Terkait
1. Bagian Patologi Anatomi
2. Bagian /SMFAnestesi
3. Paliatif.

146

Anda mungkin juga menyukai