Batasan:
Berat badan lahir kurang dari 2500 gram, atau
Bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
Kriteria Diagnosis:
1) Subyektif : Pasen mengeluh adanya kontraksi uterus seperti mau melahirkan
sebelum kehamilan aterm.
2) Obyektif :
Adanya kontraksi uterus minimal 2 kali dalam 10 menit, pembukaan
lebih atau sama dengan 2 cm dan penipisan lebih atau sama dengan 50 %
dan ditemukan pembawa tanda (darah campur lendir), atau
Adanya pembukaan serviks yang bermakna yaitu : ada kemajuan
pembukaan yang diperiksa oleh pemeriksa yang sama dalam selang
waktu 2 jam.
Penatalaksanaan:
1) Tirah baring ke satu sisi
2) Monitor kontraksi uterus dan denyut jantung janin.
3) Cari kemungkinan penyebab terjadinya persalinan pre term :
a. Sistitis.
b. Pielonefritis.
c. Bakteriuria asimptomatis.
d. Inkompetensi serviks, dll
4) Tentukan umur kehamilan lebih pasti dengan :
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan klinis
c. Kalau perlu lakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG)
5) Pemberian tokolitik pada prinsipnya diperlukan, tapi dengan berbagai
pertimbangan
a. Tokolitik tidak diberikan pada keadaan-keadaan :
Adanya infeksi intra-uterin
Adanya solusio plasenta.
Adanya lethal fetal malformation
Adanya kematian janin dalam rahim (KJDR).
b. Keputusan pemberian tokolitik pada kasus-kasus Diabetus Militus (DM),
Hipertensi dalam kehamilan, Insufisiensi plasenta dan dugaan adanya
pertumbuhan janin terhambat (PJT) harus dilakukan penilaian
kesejahteraan janin terlebih dahulu atau dikonsultasikan kepada
Supervisor
c. Pemberian Tokolitik dengan memakai :
MgS04 (Magnesium Sulfat).
Ritodrine (lihat protap pemakaian Ritodrine)
d. Pemberian Glukokortikoid pada umur kehamilan kurang dari
35 minggu :
Deksametason 5 mg intra muskular (im), 4 dosis setiap 6 jam yang
dapat diulang 1 minggu kemudian.
Glukokortikoid tidak boleh diberikan apabila ada tanda-tanda infeksi.
Protokol Pemberian Tokolitik Pada Persalinan Pre Term
1) Protokol Pemberian Magnesium Sulfat (MgSO4)
a. Dosis awal 4 gr MgSO4 10% atau 40 ml MgSO4 10% dalam larutan
IGst Agung MAP,S.Ked
1
3)
4)
5)
6)
B.Perawatan Aktif
1) Indikasi:
a. Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek.
b. Adanya keluhan subyektif
c. Adanya sindroma HELLP.
d. Kehamilan aterm (lebih atau sama dengan 37 mg).
e. Apabila perawatan konservatif gagal.
f. Dalam 24 jam setelah pengobatan konservatif di kamar bersalin
tekanan darah tetap lebih atau sama dengan 160/110 mmHg.
2) Pengobatan medisinal:
a. Segera rawat inap.
b. Tirah baring miring ke satu sisi.
c. Infus ringer laktat yang mengandung Dekstrose 5% dengan 60-125
cc/jam.
d. Pemberian anti kejang MgS04
e. Pemberian Anti Hipertensi berupa Clonidin intra vena (iv).
IGst Agung MAP,S.Ked
9
EKLAMPSIA
Batasan:
Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau
masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, di mana sebelumnya
sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklamsia (Hipertensi, edema, proteinuria).
Patogonesis:
Sama dengan pre-eklampsia, dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ
hati, ginjal, otak, paru Jantung, yakni terjadinya nekrosis dan perdarahan pada
organ-organ tersebut.
Gejala Klinis:
1) UKlebih dari20minggu.
2) Tanda-tanda pre-eklamsia (hipertensi, proteinuria).
3) Kejang-kejang dan atau koma, saat persalinan atau sampai 10 hari saat nifas
4) Kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ
Pemeriksaan dan Diagnosis:
1) Pemeriksaan laboratorium.
a. Protein dalam air seni.
b. Fungsi organ hepar, ginjal, jantung.
c. Hemostasis.
2) Konsultasi dengan disiplin lain kalau dipandang perlu.
a. Kardiologi
b. Neurologi
c. Anestesiologi
d. Neonatologi
Diagnosis Banding:
Kehamilan disertai kejang oleh karena sebab-sebab yang lain misalnya :
1) Febril convulsion (panas +).
2) Epilepsi (anamnesa epilepsi +).
3) Tetanus (kejang tonik/kaku kuduk).
4) Meningitis/ensefalitis (pungsi lumbal).
Penatalaksanaan:
Prinsip pengobatan:
1) Menghentikan kejang-kejang yang terjadi dan mencegah kejang-kejang
ulangan.
2) Mencegah dan mengatasi komplikasi.
3) Memperbaiki keadaan umum ibu maupun anak seoptimal mungkin.
4) Pengakhiran kehamilan/persalinan mempertimbangkan keadaan ibu.
A.Obat-obat untuk anti kejang
1) MgSO4, protokol sama dengan pemberian MgSO4 pada Pre Eklampsia
berat, diteruskan sampai 24 jam pasca persalinan atau 6 jam bebas
kejang.
2) Syarat :
a. Refleks patela harus positip
b. Tidak ada tanda-tanda depresi pernapasan (respirasi lebih dari 16
kali/menit)
IGst Agung MAP,S.Ked
11
DM GESTASI (DMG)
Batasan
Adanya intoleransi karbohidrat, baik ringan (Toleransi Glukosa Terganggu =
TGT), maupun berat (Diabetes Mellitus) yang terjadi atau diketahui pertama kali
pada saat kehamilan berlangsung.
Tidak memandang apakah pasen dikelola dengan insulin/perencanaan makan
saja, diabetes mellitus tersebut menetap setelah persalinan atau pasen yang
sudah mengidap diabetes mellitus sebelum hamil.
Cara Penapisan:
a. Sasaran penapisan adalah semua ibu hamil baik yang berisiko/tidak
berisiko.
b. Faktor risiko DMG :
Riwayat Kebidanan:
Beberapa kali keguguran
Riwayat pemah melahirkan anak mati tanpa sebab yang jelas
Riwayat pemah melahirkan bayi dengan cacat bawaan
Pernah pre-eklamsia
Polihidramnion
Riwayat Ibu:
Umur ibu hamil lebih dari 30 tahun
Riwayat DM dalam keluarga
Pemah DMG pada kehamilan sebelumnya
Infeksi saluran kemih berulang-ulang sebelum hamil
c. Waktu penapisan
Untuk ibu hamil yang berisiko penapisan dilakukan pada umur
kehamilan kurang dari 24 minggu (pertemuan pertama dengan ibu
hamil).
Bila hasilnya negatip, pemeriksaan diulang pada umur kehamilan 2426 mg.
Untuk ibu hamil yang tidak berisiko penapisan dilakukan pada umur
kehamilan 24-26 minggu.
d. Cara Penapisan
Pemeriksaan gula darah sewaktu atau dengan tes toleransi glukosa
3) Persiapan Penapisan:
Pasien harus makan yang mengandung cukup karbohidrat minimal 3 hari
sebelumnya kemudian puasa 8-12 jam, baru dilakukan pemeriksaan gula
darah, puasa pada pagi hari setelah itu diberikan beban glukosa 75 gram
dalam 200 ml air, dua jam setelah itu diambil contoh darah vena untuk
dipastikan pemeriksaan gula darah 2 jam.
WANITA HAMIL
Glukosa 75 gram
Deskripsi
Tidak ada keluhan
Bekerja berat-sedang, mengakibatkan sesak, dyspnoe
d'effort
Kerja ringan, mengakibatkan sesak
Sesak terus menerus
PLASENTA PREVIA
Batasan:
Suatu keadaan dimana insersi plasenta di segmen bawah uterus (SBR) sehingga
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum pada kehamilan 28
minggu atau lebih.
Pembagian (Berdasarkan derajat penutupan OUI)
1) Plasenta previa totalis.
2) Plasenta previa partialis.
3) Plasenta previa marginalis.
4) Plasenta letak rendah.
Gejala Klinis:
1) Kehamilan 28 minggu atau lebih dengan perdarahan pervaginam yang
sifatnya tidak nyeri, darah segar
2) Keadaan umum sesuai dengan banyaknya perdarahan terjadi
3) Sering disertai dengan kelainan letak janin
4) Bagian terendah masih tinggi/tidak masuk pintu atas panggul (PAP)
Diagnosis:
1) Anamnesis :
Hamil 28 minggu atau lebih dengan perdarahan pervaginam tanpa nyeri,
berulang, merah segar, berulang.
2) Gejala Klinis (lihat gejala klinis).
3) Menentukan letak plasenta.
a. USG, dilakukan dalam keadaan kantung kencing terisi secukupnya
b. Menentukan asal perdarahan untuk menyingkirkan kemungkinan yang
bukan plasenta previa (inspikulo). Dilakukan bila perdarahan sudah
berhenti.
c. Periksa Dalam
d. Double Set Up (DSU/Examination in theatre) yaitu pemeriksaan dalam
dikamar operasi dengan persiapan seksio sesaria.
Penatalaksanaan
Semua penderita yang datang dengan perdarahan antepartum tidak boleh
dilakukan VT di VK kecuali kemungkinan plasenta previa sudah disingkirkan
dan diagnosis solusio plasenta sudah ditegakkan.
A.
Penanganan Aktif
1) Tujuannya adalah segera melahirkan anak (terminasi)
2) Indikasi :
a. Jika perdarahan merembes dan diagnose sudah ditegakkan Plasenta
Previa langsung seksio sesaria tanpa DSU, dengan memperhatikan
keadaan umum ibu, perbaikan keadaan umum dilakukan dalam
waktu relatif cepat. Lakukan konsultasi dengan anastesi selama
menunggu persiapan operasi sampai memungkinkan untuk dilakukan
operasi,
b. Gawat janin, perdarahan aktif dan banyak dengan evaluasi bertahap
(perdarahan profuse lebih dari 500 cc dalam 30 menit)
3) Double Set Up (DSU)
a. Batasan
Examination in theater
IGst Agung MAP,S.Ked
18
B. Perawatan Konservatif
1) Dilakukan pada bayi prematur (EFW kurang dari 2500 gr dan atau umur
kehamilan kurang dari 37 minggu) dengan syarat bayi hidup dengan
IGst Agung MAP,S.Ked
19
C.
perdarahn sedikit/berhenti
2) Cara perawatan konservatif
a. Observasi di kamar bersalin IRD selama 24 jam
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, berikan transfusi sampai HB lebih
dari 10 gr%
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (menjaga
kemungkinan perawatan konservatif gagal), dengan deksametasone 5
mg, 4 kali tiap 6 jam.
d. Bila perdarahan berhenti penderita dipindahkan ke ruangan setelah
sebelumnya dilakukan USG di IRD
e. Observasi Hb setiap hari, tensi, nadi denyut jantung janin, perdarahan
setiap 6 jam.
f. Perawatan .konservatif gagal bila terjadi perdarahan berulang
(penanganan aktif).
g. Penderita dipulangkan bila tidak terjadi perdarahan ulang setelah
dilakukan mobilisasi.
h. Nasehat waktu pulang :
Istirahat.
Dilarang koitus/manipulasi vagina.
MRS bila terjadi perdarahan lagi.
Periksa ulang (ANC) I minggu kemudian.
Berdasarkan hasil pemeriksaan USG persalinan direncanakan sebagai
berikut :
1) Bila plasenta menutupi OUI, tunggu sampai kehamilan aterm kemudian
USG ulang (dipertimbangkan) bila hasil tetap, persalinan direncanakan
secara seksio sesaria.
2) Bila plasenta letaknya normal, ditunggu inpartu, persalinan diharapkan
normal.
LETAK SUNGSANG
Batasan:
Disebut letak sungsang apabila janin membujur dalam uterus dengan
bokong/kaki pada bagian bawah.
Tergantung dari bagian mana yang terendah, dapat dibedakan menjadi :
1) Presentasi bokong mumi
2) Presentasi bokong kaki
3) Presentasi kaki
Diagnosis:
1) Pemeriksaan Fisik
a. Palpasi
Leopold I
Leopold II
: Kepala/ballotement di fundus.
: Teraba punggung disatu sisi dan bagian kecil disisi
lain.
Leopold III-IV : Bokong teraba di bagian bawah uterus.
b. Pemeriksaan dalam.
2) Pemeriksaan Penunjang:
a. Ultrasonografi, diperlukan untuk :
Konfirmasi letak janin, bila pemeriksaan fisik tidak jelas.
Menentukan letak plasenta.
Menentukan kemungkinan cacat bawaan.
b. Foto Rontgen (bila perlu), untuk :
Menentukan posisi tungkai bawah.
Konfirmasi letak janin serta fleksi kepala.
Menentukan kemungkinan adanya kelainan bawaan anak.
B.
Waktu Persalinan
1) Pada kasus dimana versi luar gagal/janin tetap letak sumgsang, maka
penatalaksanaan persalinan lebih waspada.
2) Persalinan pervaginam diberi kesempatan asal tidak ada hambatan pada
pembukaan. Urutan cara persalinan :
a. Usahakan spontan Bracht.
b. Manual aid/Lovset-Mauriceau.
c. Total ekstraksi (harus dipertimbangkan terlebih dahulu).
3) Persalinan diakhiri dengan seksio sesaria bila :
a. Persalinan pervaginam diperkirakan sukar dan berbahaya
(disproporsi feto pelvik atau Skor Zachtuchni Andros kurang dari 3).
0
Primi
Tidak
> 3650
gr
> 39 mg
< -3
2 cm
Nilai
1
2
Multi
1kali
2kali
3629-3176 > 3176
38 mgg
< 37
mgg
-2
-1 atau >
3 cm
4 cm
Syarat :
ZA hanya berlaku untuk kehamilan aterm atau pbb > 2500
gram
Skor kurang dari 3 : persalinan perabdominal
Skor 4 : perlu evaluasi lebih cermat
Skor 5 atau lebih : persalinan pervaginam
b. Tali pusat menumbung pada primi/multigravida.
c. Didapatkan distosia
d. Umur kehamilan:
Prematur (EFBW kurang dari 2.000 gr)
Post date (umur kehamilan lebih dari: 42 minggu)
e. Nilai anak (hanya sebagai pertimbangan). Riwayat persalinan yang
lalu :
BOH.
HSVB.
f. Komplikasi kehamilan dan persalinan :
Hipertensi dalam kehamilan.
Ketuban Pecah Dini.
PARTUS KASEP
Batasan:
Partus kasep adalah suatu keadaan dimana persalinan mengalami kemacetan dan
berlangsung lama sehingga menimbulkan komplikasi baik pada ibu ataupun
anaknya.
Gcjala Klinis:
1) Komplikasi pada Anak.
a. Kaput suksedanium besar.
b. Fetal Distress.
c. Kematian Janin.
2) Komplikasi pada Ibu
a. Vagina/Vulva edema.
b. Porsio edema.
c. Ruptura Uteri.
d. Febris.
e. Ketuban hijau.
f. Dehidrasi.
3) Tanda-tanda infeksi intrauterin:
Kriteria Gibbs: temperatur rektal lebih dari 37,8C disertai dengan 2 atau
lebih tanda-tanda berikut :
a. Maternal tachycardia (lebih dari 100 kali permenit).
b. Fetal tachycardia (lebih dari 160 kali permenit).
c. Uterine Tenderness
d. Foul Odour of Amniotic Fluid
e. Maternal leucocytosis (lebih dari 15.000 cel / mm3)
4) Tanda-tanda ruptura uteri :
a. Perdarahan melalui OUE.
b. His hilang.
c. Bagian anak mudah teraba dari luar.
d. VT : Bagian terendah janin mudah didorong ke stas.
e. Robekan dapat meluas ke servik dan vagina.
5) Tanda-tanda gawat Janin :
a. Air ketuban bercampur mekonium.
b. Denyut jantung janin bradikardia/takikardia/ireguler.
c. Gerak anak berkurang.
Diagnosis :
Diagnosis ditegakkan berdasarkan ditemukannya partus lama yaitu terdapat
perpanjangan dari fase-fase persalinan ditambah dengan gerak akibat dari partus
lama yaitu :
1) Kelelahan ibu dan dehidrasi.
2) Kaput suksedonium / Vulva edema.
3) Infeksi intra uterin.
4) Ruptura uteri.
5) Gawat janin.
IGst Agung MAP,S.Ked
23
Penatalaksanaan:
1) Perbaikan keadaan umum ibu.
a. Pasang infus & kateter urine.
b. Beri cairan kalori dan elektrolit.
Normal salin, 500 cc.
Dekalitrose 5-10%, 500 cc
c. Koreksi asam basa dengan pemeriksaan gas darah.
d. Pemberian antibiotika berspektrum luas :
Ampicillin 3 kali I gr/hari i.v. dilanjutkan 4 kali 500 mg po selama 3
hari.
Metronidazole 3 x 1 gr supositoria selama 5-7 hari.
e. Pemberian obat penurun panas :
Xylomidon 2 cc im.
2) Terminasi kehamilan:
Pengakhiran kehamilan tergantung syarat dan kontra indikasi saat itu.
Indikasi
Jumlah
Jenis
Komplikasi
Bekas SC
Jenis sayatan
Klasik / korpore
> 2 kali seksio
SC TP
38 minggu
Menetap/Berulang
Indikasi Operasi
Tak berulang
Penyulit Kehamilan (+)
Kehamilan 42 minggu
Tunggu spontan
Kehamilan aterm Inpartu
Distosia/gawat janin
Nilai kemajuan
Persalinan
Baik
SC / Steril
Pervaginam (dengan
Kala II dipercepat)
Faal hemostasis
Donor
Inpartu
Tidak inpartu
Kasep*
Tidak kasep
Pertimbangan
Embriotomi/S
C
Kelola
Partograf WHO
Keadaan Serviks
Matang
Belum Matang
Misoprostol,
Estrogen
Prostin E
Spontan / Embriotomi/SC**
Induks
i
Matang
Belum
Matang
Laminaria
Foley Chateter
Catatan :
Inpartu kasep, misalnya : sisa dukun
Seksio sesaria dapat merupakan pilihan, misalnya : pada letak lintang
KEHAMILAN KEMBAR
Batasan:
Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan lebih dari satu embrio/anak dalam
satu Gestasi.
Fakta:
1) Hukum Helin, kejadian
: identik/monovuler/dizygotik/homolog, 30%
fratemal/biovuler/dizygotik/heterolog, 70%
3) Faktor
: bangsa, umur, paritas
herediter (dizygotik, dari pihak ibu)
4) Kembar monozygot : cenderung lebih kecil,
kemungkinan KJDR,
cacat bawaan,
sering timbul arterio-venous shunt.
5) Cara Membedakan :
2) Ada tipe
Plasenta
Khorion
Amnion
Tali pusat
Seks
Rupa
Sidikjari
Kembar homolog
1 (70%)
2 (30%)
1(70%)
2 (30%)
1(70%)
2 (30%)
2
Sama
Sama
Sama
Kembar heterolog
2 (100%)
2(100%)
2(100%)
2
Bisa lain
Tidak sama
Tidak sama
anemia, preeklampsia
persalinan prematur
inersia/atonia uteri
plasenta previa
solusio plasenta
perdarahan post partum
BBLR
KJDR
Cacat bawaan (kembar siam)
IGst Agung MAP,S.Ked
30
Kedua anak :
1) letak lintang
2) letak bokong
Gawat Janin
Periksa kembar II
dengan segera
Gagal
Seksio
Sesaria
Versi
ekstraksi
Salah letak
Longitudinal (membujur)
Versi luar
berhasil
Persalinan II Pervaginam
Spontan / Vacum / Forcep Bracht
SOLUSIO PLASENTA
Batasan :
Terlepasnya plasenta dari posisinya yang normal pada uterus, sebelum janin
dilahirkan.
Difinisi ini berlaku pada UK diatas 28 minggu atau berat badan janin 1000 gram
Faktor Predisposisi :
1. Trauma
2. Pecah Ketuban
3. Versi luar
4. Abnormalitas plasenta
Gambaran khusus :
1) Gambaran klasik : perdarahan pervaginam,
nyeri perut,
kontraksi uterus
dan perut kaku seperti papan (woodly hard)
2) Ciri perdarahan warna kehitaman.
3) Ciri nyeri perut : tajam,
besar dan
berlangsung tiba-tiba (berbeda dengan his)
4) Keluhan lain
: mual, gerak menurun sampai hilang
5) Bila kehilangan darah banyak, bisa terjadi shock
6) Pemeriksaan palpasi, sulit teraba bagian-bagian janin
7) Pemeriksaan auskultasi, djj sulit didengar
8) Bisa terjadi gangguan hemostasis (35 %)
Diagnosis :
1) Tanda dan gejala yang jelas baru terjadi pada solusio plasenta yang
sedang/berat, pada yang ringan seringkali tidak diketahui ante partum
2) USG tidak sensitif untuk diagnostik solusio plasenta tetapi mampu
menyingkirkan plasenta previa
3) Bila bekuan darah banyak, pada USG akan tampak daerah hiperekoik
dibandingkan dengan daerah plasenta yang lain
Grading Solusio Plasenta
Grade
0
Deskripsi
Asimtomatis, ditemukan secara kebetulan, adanya retro
IGst Agung MAP,S.Ked
33
1
2
3
Penatalaksanan :
1) Pada solusio plasenta grade 0-1 persalinan diusahakan pervaginam dengan
monitoring KTG.
2) Pada grade 2-3 persalinan dilakukan dengan SC.
3) Pada KJDR dilakukan amiotomi dilanjutkan dengan drip oksitosin,
persalinan harus terjadi dalam 6 jam.
KEHAMILAN DENGAN
INFEKSI HUMAN IMUNODEFISIENSI VIRUS (HIV)
Batasan
Infeski sistemik oleh virus HIV yang menyerang sistem kekebalan tubuh,
dengan menginvasi sel limfosit T (T helper), sehingga terjadi kerusakan sistem
kekebalan tubuh secara bertahap. Sekali orang terinfeksi oleh HIV maka selama
hidupnya virus tersebut akan ada di dalam tubuhnya, karena virus HIV akan
bergabung dengan DNA sel.
Orang yang terinfeksi HIV disebut dengan ODHA (Orang dengan HIV/AIDS)
Perjalanan penyakit infeksi HIV berlangsung secara kronik progresif dimana
penyakit berkembang secara bertahap sesuai dengan kerusakan sistem kekebalan
tubuh yang berlangsung bertahap, oleh karena itu gejala penyakit ini bisa tanpa
gejala sampai menimbulkan keluhan dan tanda klinis yang berat.
Gejala infeksi HIV
Gambaran Klinis :
1) Tahap infeksi akut :
Tidak semua infeksi HIV mengalami tanda-tanda infeksi akut, hanya sekitar
20-30 % dari infeksi HIV menimbulkan tanda dan gejala akut, yaitu sakit
pada otot dan sendi, sakit menelan, pembesaran kelenjar getah bening.
Gejala ini muncul pada 6 minggu pertama setelah infeksi HIV, dan biasanya
hilang sendiri.
2) Tahap Asimtomatik (tanda gejala) :
Tahap ini berlangsung tanpa gejala antara 6 minggu sampai 6 bulan setelah
infeksi.
3) Tahap simtomatik ringan :
Tahap ini muncul beberapa tahun kemudian dengan gejala berat badan
menurun, ruam pada kulit/mulut, infeksi jamur pada kuku, sariawan
berulang, ISPA berulang. Aktifitas masih normal, bila makin berat akan
terjadi penurunan berat badan yang makin berat, diare lebih dari 1 bulan,
panas yang tidak diketahui penyebabnya, radang paru dan TBC paru.
4) Tahap AIDS (tahap lanjut) :
Mulai muncul adanya infeksi opurtunistik misalnya, pneumonia pneumonitis
kranii, toksoplasma otak, diare, infeksi virus CMV, herpes, kandisosis,
kanker kelenjar getah bening dan sarkoma kaposi.
Diagnosis :
Diagnostik infiksi HIV/AIDS ditegakkan berdasarkan adanya tanda-tanda klinis
serta pemeriksaan laboratorium
IGst Agung MAP,S.Ked
35
Deteksi infeksi HIV dapat dilakukan dengan pemeriksaan langsung virus HIVnya atau dengan pemeriksaan antibodi HIV.
Cara pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis HIV adalah sbb :
Test konfirmasi
Test negatif
(bukan HIV)
Test positif
(Dx pasti HIV)
Untuk mendeteksi seseorang terinfeksi HIV, dapat dilakukan dengan cara tidak
langsung yaitu dengan menemukan antibodi. Bila seseorang mempunyai anti
terhadap HIV berarti dia terinfeksi HIV. Test lebih murah dan mudah serta
hasilnya akurat bila dibandingkan dengan test langsung terhadap virusnya.
Setiap test yang dilakukan hendaknya disertai dengan konseling pra dan post
test. Dalam hal test konfirmasi tidak tersedia, maka dilakukan ulangan test
inisial dan alternatif.
Cara Penularan HIV
Yang potensial sebagai media penularan adalah : semen, darah, air ketuban dan
cairan vagina. Hingga saat ini cara penularan HIV yang diketahui adalah :
1) Hubungan seksual
2) Darah
3) Perinatal
Penularan HIV Pada Ibu Hamil
Seorang ibu hamil bisa tertular HIVmelalui hubungan seksual dengan
pasangan/suami yang terinfeksi HIV, dan melalui transfusi darah/pengguna obat
bius melalui suntikan (IDU= Injecting drug users).
Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV-nya pada bayi yang
dikandungnya. Penularan HIV terjadi melalui :
1) In utero/transplasental
IGst Agung MAP,S.Ked
36
Robekan (+)
Robekan (-)
Jahit (A)
Pemeriksaan
digital
Kuret/Digital
Perdarahan
berhenti
Masase uterus
Lembek
Reposisi/
Operasi
Uterus berkontraksi/
Perdarahan (-)
KBI
Lembek
Uterus berkontraksi/
Perdarahan (-)
Evaluasi Pembekuan
darah (E)
Perdarahan (+)
Perdarahan
tetap
Lembek
Uterus berkontraksi/Perdarahan
(-)
IGst Agung MAP,S.Ked
39
KBI
Keterangan :
A : Apabila robekan jalan lahir sudah terjahit dengan baik dan perdarahan masih
berlangsung, coba dievaluasi penyebab lainnya, misalnya gangguan pembekuan
darah.
B : Pada perdarahan pasca persalinan primer oleh karena sisa plasenta, pengeluaran sisa
plasenta dengan digital biasanya memadai. Kadangkala kuretase diperlukan seperti
halnya pada perdarahan pasca persalinan sekunder.
C : Perdarahan pasca persalinan yang secara primer disebabkan atonia uteri, ditangani
secara khusus (lihat tabel).
D : Untuk operasi uterus pada kasus-kasus inversio uteri lebih baik memakai narkose
(pasien tidak nyeri dan lebih mudah).
Bila tidak berhasil, pertimbangkan operasi.
E : Perdarahan pasca persalinan karena gangguan faktor pembekuan darah, harus
disiapkan darah segar dan kerja sama dengan Lab. Penyakit Dalam serta Patologi
Klinik.
Jenis uterotonika dan cara pemberiannya untuk atonia uteri
Jenis dan cara
Dosis dan cara
pemberian awal
Oksitosin
Ergometrin
Misoprostol
IM atau IV (secara
perlahan) : 0,2 mg
fisiologik dengan 60
mcg
tetesan permenit
IM: 10 unit
Dosis lanjutan
jam setelah
fisiologik dgn 40
dosis awal
tetes/menit
Dosis maksimal
perhari
Indikasi kontra
Preeklampsia, vitium
Nyeri kontraksi,
atau hati-hati
kordis, hipertensi
asma
atau 3 dosis
(1)
(3)
20
D
BT
0
konfigurasi "Bell Shape" dengan irama yang ritmis.
Komponen dari his adalah : ascending Limb (1) acme (2) dan Descending Limb(3)
Jenis Kelainan His
Kelainan his dibagi 2 yaitu :
1) Inersia uterus hipotonik, yaitu kontraksi uterus yang terkoordinasi, tetapi
tidak adekuat.
2) Inersia uterus hipertonik, yaitu kontraksi uterus yang kuat, tidak
terkoordinasi, dan tidak adekuat.
Etiologi
1) Inersia uterus hipotonik :
a. penggunaan analgesia,
b. peregangan dinding uterus berlebihan,
c. perasaan takut pada ibu.
2) Inersia uterus hipertonik :
a. disproporsi kepala-panggul (Cephalo pelvic disproportion= CPD),
b. dosis oksitosin yang berlebihan.
Macam-macam Kelainan His Menurut Rekaman KTG
1) Kontraksi uterus hipotonus adalah amplitudo kontraksi uterus kurang dari 45
mmHg pada kala I atau kurang dari 80 mmHg pada kala II.
2) Kontraksi uterus hipertonus :
a. Amplitudo kontraksi uterus lebih dari 75 mmHg pada kala I atau tonus
basal lebih dari 20 mmHg. Amplitudo berlebihan (lebih dari100 mmHg)
yang akan menimbulkan gambaran Picket Fence pada konfigurasi
kontraksi.
IGst Agung MAP,S.Ked
41
3)
4)
5)
6)
Inersia uteri
Hipotonik
Hipertonik
Berhasil
Pervaginam
Tidak berhasil
Tanda-tanda
Hiperstimulasi (+)
Seksio Sesaria
Tanda-tanda
Hiperstimulasi (-)
Pemantauan Lanjutan
ADMISSION TEST,
TEST TANPA KONTRAKSI (NST),
TEST DENGAN TEKANAN
ATAU TEST DENGAN OKSITOSIN
DAN RESUSITASI INTRA UTERIN
Admission Test
1) Batasan
Pemeriksaan kesejahteraan janin dengan menggunakan kardiotokografi,
yang dipantau secara singkat yaitu10-30 menit, dibuat segera setelah pasien
masuk rumah sakit. Pemeriksaan ini diutamakan untuk kasus-kasus risiko
tinggi dengan dugaan insufisiensi plasenta.
2) Tujuan
Untuk mengetahui kasus-kasus yang berisiko pada persalinan yaitu:
a. Post date (umur kehamilan lebih atau sama dengan 41 minggu) atau
diduga hamil lewat waktu
b. Ketuban Pecah Dini
c. Hipertensi dalam kehamilan
d. Diabetes melitus
e. Pertumbuhan Janin Terhambat/ Kecurigaan Pertumbuhan Janin
Terhambat (PJT)
f. Dugaan gawat janin
g. Penyakit jantung
h. Astma Bronkhiale (serangan) dan penyakit paru lainnya.
i. Pernah melahirkan dengan KJDK.
3) Prosedur Pelaksanaan
a. Pasien ditidurkan secara santai semi Fowler 450 miring ke kiri.
b. Tekanan darah diukur setiap 10 menit.
c. Dipasang kardiotokografi.
d. Dilakukan pemantauan selama 30 menit
e. Dapat dilakukan kurang dari 30 menit bila terdapat gambaran KTG yang
normal.
f. Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan denyut jantung janin
ataupun kontraksi uterus maka pemantauan dilanjutkan dengan
Intermittent monitoring yaitu pemantauan setiap 2 jam selama 30 menit.
4) Kriteria Pembacaan Hasil
a. Normal :
Garis dasar denyut jantung janin antara 110-150 kali permenit.
Variabilitas antara 10-25 kali permenit.
b. Mencurigakan :
Garis dasar denyut jantung janin lebih dari 150 kali per menit,
kurang dari170 kali permenit atau antara 100-110 kali permenit
Variabilitas antara 5-10 kali permenit,
Terdapat deselerasi variabel
c. Patologis:
Garis dasar denyut jantung janin kurang dari 100, atau lebih dari 170
kali permenit.
Variabilitas kurang dari5 kali permenit atau lebih dari 25 kali
permenit.
Deselerasi Variabel berat, memanjang, dini yang berulang, atau
IGst Agung MAP,S.Ked
43
deselerasi lain.
Terdapat pola sinusoidal .
Ante Partum
Mencurigakan
Admission Test
Patologis
Mencurigakan
OCT
Mencurigakan atau
Patologis
Normal
Lahirkan atau
Pantau dengan KTG
tiap 2 jam selam 30
mnt sampai lahir
Negatip
Rawat
Jalan
Mencurigakan
Tidak memuaskan
Hiperstimulasi
Ulangi esok hari
Positip
Lahirkan
Pemantauan
dihentikan
Bila terdapat kelainan denyut jantung janin (auskultasi dan his dilakukan pemantauan dengan
KTG untuk mendapatkan diagnosis gawat janin dan kelainan his.
Reactive FHR
Qualitative AFV
Normal (Score = 2)
At least one episode pf FBM of least 30 s duration
in 30 min observation
At least three discrete body/limb movements in 30
min (episode of active continuous movement
considered as single movement)
At least one episode of active ekalitension with
return to flekaliion of fetal limb (s) or trunk. Opening
and closing of hand considered normal tone
At least two episodes of FHR acceleration of > 15
beats/min and of at least 15 s duration associated
with fetal movement in 30 min
At least one pocket of AF that measures at least 2
cm in two perpendicular planes
Abnormal (Score = 0)
Absent FBM or no episode of > 30s in
30 min
Two of fewer episodes of body/limb
movements in 30 min
Either slow ekalitension with return to
partial flekaliion or movement of limb
in full ekalitension. Absent fetal
movement.
Less than two episodes of
acceleration of FHR or acceleration of
< beats/min in 30 min
Either no AF pockets or a pocket < 2
cm in two perpendicular planes
FBM, Fetal breathing movement; FHR, fetal heart rate; AFV, amniotic fluid volume; AF, amniotic fluid.
Interpretation
Risk of fetal
asphykaliia
ekalitremely rate
Probable chronic
fetal compromise
Equivocal test,
possible fetal
asphykaliia
Probable fetal
asphykaliia
High probability of
fetal asphykaliia
Fetal asphykaliia
almost certain
Fetal asphykaliia
certain
PNM1 Within
1 wk Without
Intervention
1 per 1000
89 per 10001
Variable
89 per 100011
91 per 10001
125 per 10001
600 per 10001
Management
Intervention only for obstetric and
maternal factors. No indication for
intervention for fetal disease
Determine that there is functioning
renal tissue and for fetal indications
If the fetus is mature, deliver. In the
immature fetus, repeat test within 24
hr. if < 6/10, deliver
Deliver for fetal indications
Deliver for fetal indications
Deliver for fetal indications
Deliver for fetal indications
PARTOGRAF WHO
Batasan:
Partograf WHO, adalah alat sederhana untuk pemantauan ibu bersalin yang
berisi tentang kemajuan persalinan, kondisi ibu dan kondisi anak.
Tujuan : mencegah partus lama dan partus kasep dan juga memberi petunjuk
kapan seharusnya melakukan rujukan/konsultasi atau tindakan.
Indikasi Partograf WHO :
Partograf WHO dipakai untuk :
1) Kasus kehamilan resiko rendah.
2) Pada kasus KRT yang diduga bisa lahir pervaginanm boleh dipantau dengan
partograf WHO dengan persetujuan supervisor.
Ketentuan Pemakaian Partograf WHO :
1) Pengisian kolom-kolom mengenai data tentang ibu dan anak sesuai dengan
cara pengisian partograf WHO .
2) Tidak membedakan primigravida dan multigravida.
3) Kriteria penetapan inpartu bila minimal 2 tanda dibawah ini
a. Minimal ada his 3kali dalam 10 menit.
b. Ada penipisan serviks serta pembukaan.
c. Pembawa tanda : lendir campur darah (+)
4) Tidak ada penggunaan istilah observasi inpartu. Bila tanda-tanda inpartu
seperti (ad.3) tidak ada, maka pasen dipulangkan dengan Komunikasi
Informasi Edukasi kapan seharusnya melakukan pemeriksaan ulang. Untuk
pasien dari luar kota. pasien dipulangkan atas persetujuan chief.
5) Bila grafik/garis pembukaan melewati garis waspada, maka merupakan
kasus patologis dan selanjutnya ditangani oleh peserta PPDS I tingkat patol.
Dan bila garis pembukaan memotong garis tindakan, maka peserta FPDS I
tingkat patol menyerahkan penanganan kepada peserta PPDS I tingkat chief
dan mengambil tindakan/keputusan sesuai dengan indikasi serta syarat yang
ada dengan memperhatikan catatan observasi sebelumnya.
6) Bila terjadi seperti (ad.5) maka penderita harus diobservasi dengan seksama
dan tetap memperhatikan CHPB, temperatur dan tanda-tanda vital lainnya
sampai tindakan dilakukan.
7) Tindakan hanya dilakukan bila grafik memotong garis tindakan. Untuk kasus
KRT yang dievaluasi dengan Partograf maka bila grafik memotong garis
waspada, maka sudah harus dipikirkan untuk mengambil tindakan yang
keputusannya diambil setelah konsultasi dengan supervisor jaga.
8) Penderita dengan rujukan, dengan partograf maupun tidak, ditangani
langsung oleh residen tingkat patol. Rujukan dengan partograf yang diisi
dengan benar akan dilanjutkan evaluasinya dengan tetap memperhitungkan
jam pemeriksaan terdahulu.
9) Pemeriksaan dalam dilakukan setiap 4 jam sekali, kecuali bila ada indikasi
seperti ketuban pecah, gawat janin, RUI, dan ibu ingin mengejan.
10) Partograf dipakai hanya untuk menilai partus kala I dan bila pembukaan
lengkap (kala II), maka tindakan selanjutnya berdasarkan indikasi obstetri
biasa (seperti misal terjadinya : kala II lama, gawat bayi, ruptura uteri
iminens (RUI), Retensio plasenta, HPP dll.
11) Pengawasan harus lebih ditingkatkan, segera dilaporkan bila : ibu panas,
ketuban hijau / berbau / keruh.
IGst Agung MAP,S.Ked
49
Persiapan Operasi
1) Pasen dipasagn infus larutan RL/RD/NaCL 0,9% dan daerah operasi
dibersihkan dengan melakukan pencukuran rambut. Pemasangan kateter
Foley serta kantung penampungan urine.
2) Mengambil contoh darah untuk persiapan donor darah
3) Dipastikan lagi KIE, konseling serta permintaan informed consent pada
pasen dan keluarganya.
4) Penggantian pakaian operasi untuk pasen
5) Persiapan instrumen :OBS kit yang sudah steril
IGst Agung MAP,S.Ked
50
Konsentrasi
Oksitosin
2,5 unit dalam 500 ml
dekstrose atau garam
fisiologik (5 mIU/ml)
sama
sama
sama
sama
sama
5 unit dalam 500 ml
dekstrose atau garam
fisiologik (10 mIU/ml)
sama
sama
sama
10 unit dalam 500 ml
dekstrose atau garam
fisiologik (20 mIU/ml)
sama
sama
sama
sama
Tetes
per
menit
Dosis
(mIU/
menit)
Volume
infuse
Total
volume
infus
10
20
30
40
50
60
5
8
10
13
15
15
30
45
60
75
15
45
90
150
225
30
15
90
315
40
50
60
20
25
30
45
60
75
360
420
495
30
30
90
585
40
50
60
60
40
50
60
60
45
60
75
90
630
690
765
855
Konsentrasi
Oksitosin
2,5 unit dalam 500 ml dekstrose
atau garam fisiologik (5 mIU/ml)
sama
sama
sama
5 unit dalam 500 ml dekstrose
atau garam fisiologik (10 mIU/ml)
sama
sama
10 unit dalam 500 ml dekstrose
atau garam fisiologik (20 mIU/ml)
sama
sama
sama
Tetes
per
menit
Dosis
(mIU/
menit)
Volume
infuse
Total
volume
infus
15
30
45
60
8
11
15
23
45
58
23
68
135
30
15
90
225
45
60
23
30
45
68
270
338
30
30
90
428
45
60
60
45
60
60
45
68
90
473
540
630
4) Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi lebih dari 60 detik) atau lebih dari
4 kali kontraksi dalam 10 menit, hentikan infuse dan kurangi hiperstimulasi
dengan :
a. terbutalin 250 mcg i.v. pelan-pelan selama 5 menit, atau
b. salbutomal 5 mg dalam 500 ml cairan (garam fisiologik atau Ringer
Laktat) 10 tetes per menit.
5) Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama
lebih dari 40 detik) setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit :
IGst Agung MAP,S.Ked
54
AMENORE
Batasan Amenore Primer
1) Sampai umur 14 tahun belum mendapat menstruasi disertai belum
berkembangnya tanda seks sekunder.
2) Sampai umur 16 tahun belum mendapat menstruasi, tanda seks sekunder
berkembang normal.
Batasan Amenore Sekunder
Sudah pernah menstruasi, kemudian tidak mendapat menstruasi selama 3 siklus
atau 6 bulan.
Amenore Primer
Pada amenore primer perlu diperiksa pertumbuhan payudara, ada tidaknya
uterus dan pada keadaan ada tidaknya uterus diperiksa hormon FSH dan LH atau
testosteron atau kariotyping.
GOLONGAN II
GOLONGAN III
GOLONGAN IV
Payudara (-)
Uterus (-)
Payudara (+)
Uterus (+)
FSH & LH
TESTOSTERON
(JARANG)
KARYOTIPING
Evaluasi seperti
Amenore
sekunder
Normal / Rendah
(sentral)
Tinggi
(gonadaldisgenesis)
Rendah
BBT
Foto Sella
Tursica
Tes Anosmia
(S. Kallman)
Tinggi
Kariotyping
XY
FSH/LH Tinggi
Testosteron
(Female)
Kariotyping
XY
RKH
XX
XY
Testikular
Feminisasi
Laparotomi
Gonad (-)
Gonad (+)
Testosteron
(Hanya bila ada
tanda testosteron :
Hirsutism, klitoris
membesar)
Angkat
Testis Angkat
Sesudah puber
HRT
Rendah
Tinggi
LAP
HRT
(Biopsi/angkat)
HRT
VAGINOPLASTI
Terapi
Dengan mengikuti alur di atas maka pengobatan selanjutnya disesuaikan.
Belum Menikah
Sudah Menikah
Medika Mentosa
Dilatasi-Kuretase / Mikro
Kuretase, PA
Simpleks
Atipik
Simpleks Kistik
Adenomato
sa
Kompleks
Atipik
Picu ovulasi
Progesteron 10
mg/hr selama 10 hari
sebelum haid
Tidak Ingin
Anak
EstrogenProgesteron
Dilatasi-Kuretase /
Mikro Kuretase @ 3 bln
Provera Tab 2 X
50 mg selama 36 bln
Dilatasi-Kuretase
/ Mikro Kuretase @
3 bln
Semb
uh
Memb
aik
Semb
uh
Memb
aik
Semb
uh
Tetap
Henti
kan
pengo
batan
Lanjut
kan
pengo
batan
Henti
kan
Peng
obata
n
Lanjut
kan
pengo
batan
Henti
kan
Peng
obata
n
Prover
a
tablet
Dilatasi-Kuretase
/ Mikro Kuretase
@ 3 bln atau bila
perdarahan ulang
Dilatasi-Kuretase
/ Mikro Kuretase
@ 3 bln atau bila
perdarahan ulang
Tetap /
memburuk
Tetap /
memburuk
Dosis dinaikkan
Provera tablet
Dilatasi-Kuretase
/ Mikro Kuretase
@ 3 bln atau bila
perdarahan ulang
Dilatasi-Kuretase
/ Mikro Kuretase
@ 3 bln atau bila
perdarahan ulang
Tetap/ memburuk
Tetap/ memburuk
Dilatasi-Kuretase
/ Mikro Kuretase
@ 3 bln atau bila
perdarahan ulang
Tetap /
memburuk
Membur
uk
Histerek
tomi
b.
Senyawa Antiprostaglandin:
Pemakaian senyawa antiprostaglandin ini terutama diberikan pada
penderita dengan kontraindikasi memberikan estrogen progesteron,
misalnya kegagalan fungsi hati atau keganasan.
B. Mengatur haid
1) Segera setelah perdarahan berhenti, dilanjutkan terapi untuk mengatur
haid.
2) Untuk mengatur haid dapat diberikan:
Pil KB selama 36 bulan.
Progesteron 2 x 1 tablet selama 10 hari, dimulai pada hari ke 16-25
haid.
MENOPAUSE
Batasan
Haid terakhir yang masih dikendalikan oleh fungsi hormon endogen, dipastikan
setelah: amenore 12 bulan dan bila dilakukan pemeriksaan ditandai oleh kadar
FSH dan LH yang tinggi serta kadar estrogen dan progesteron yang rendah.
Menopause iatrogenik adalah pengangkatan kedua ovarium atau kerusakan
ovarium akibat radiasi atau penggunaan obat sitostatika, atau penyebab lainnya.
Gejala
1)
Kulit:
Kering/menipis.
Gatal-gatal.
Keriput.
Kuku rapuh, berwarna kuning.
2) Tulang:
Nyeri tulang/otot.
3) Mata:
Kerato konjungtivitis sicca.
Kesulitan menggunakan kotak lensa.
4) Rambut:
Menipis.
Tumbuh rambut di sekitar bibir, hidung, dan telinga.
5) Metabolisme:
Kolesterol tinggi.
HDL turun, LDL naik.
6) Jangka Panjang:
Osteoporosis.
Penyakit jantung koroner.
Aterosklerosis.
Stroke.
Dimensia tipe Alzheimer (DAT).
Kanker usus berat.
7) Jangka pendek:
Gejolak panas.
Jantung berdebar-debar.
Sakit kepala.
Keringat banyak malam hari.
8) Psikologi:
Perasaan takut, gelisah.
Mudah tersinggung.
Lekas marah.
Tidak konsentrasi.
Perubahan perilaku.
Depresi.
Gangguan libido.
9) Urogenital:
Nyeri sanggama.
Vagina kering.
Keputihan/infeksi.
Perdarahan pasca sanggama.
IGst Agung MAP,S.Ked
62
Diagnosis
1)
2)
3)
4)
5)
2.Tujuan
1. Mengetahui batasan menopause
2. Mengetahui gejala menopause
3. Mampu mendiagnosis menopause
4. Mengetahui penatalaksanaan menopause
3.Kebijakan
-
5. Prosedur
Terapi
1) Tanpa uterus.
Estrogen kontinyu 1 x 0,625 mg (25 hari).
2) Menopause alamiah.
a. Sekuensial: Estrogen konjugasi 1 x 0,625 mg (25 hari), ditambah 10 hari
terakhir MPA 1 x 10 mg.
b. Kontinyu: Estrogen konjugasi 1 x 0,625 mg dan Progesteron. 1 x 10 mg.
Keluhan (+)
Ada sarana
FSH, E2
sitologi Vagina
Densitometer
tulang
USG calcaneus
Rontgen tulang
Keluhan (-)
Tidak ada
sarana
Usia amenore
> 6 bulan
Tidak ada
sarana
Usia amenore
> 6 bulan
Pencegahan
Konsultas
i
Bagian
Lain
FSH & E2
Normal
Osteoporosis (+)
Konsultasi
Bagian Lain
Tidak Ada
Kelainan
HRT
Observasi
Terapi/
Pencegahan
Pencegahan
Terapi
Timbul
Keluhan Atau
Menopause >1
tahun tanpa
keluhan
PENANGANAN INFERTILITAS
Bagan Alir Penanganan Pasutri Dengan Infertilitas
Pasangan Suami-Istri
Dengan Infertilitas
Poliklinik Infertilitas :
Wawancara
Pemeriksaan
Fisik
Umum
Pemeriksaan Genital
Singkirkan :
Amenore
Galaktore
Terapi sesuai
temuan
Normal
Abnormal
Ulang SA 2-3
kali interval 1
bulan
Normal
Usia Ibu
<30 thn
Abnormal
Umur >
30
thn dan
atau
Kawin > 2
thn
Induksi dgn CC 3
siklus
Monitoring Folikel
(TVS)
Senggama
Terjadwal
Ulang 1 Siklus
Dgn Ethinil
Estradiol
Konsultasi
Bagian
Andrologi
Kualitas
Lendir
Serviks Jelek
Laparosko
pi
Diagnosti
k
Tidak Hamil
Tetap
Abnormal
Normal
Konservat
if
Penetrasi
Sperma (-)
Laparosko
pi
Diagnosti
k
Abnormal
Normal
I.U.I.
Siklus
Hamil (-)
Catatan:
PCT
EE
IUI
IVF
Hamil (-)
I V F
1
0,1
2
0,2
3
0,3
<1
1-4
5-8
>8
Tidak
ada
Bentu
k tdk
jelas
Ada cabang
pertama &
kedua
Ada cabang
ketiga dan
keempat
Viskositas
Sangat
kental
Kental
sedang
Kental ringan
Encer
Jumlah sel
radang
> 20
11-20
1-10
Jumlah (ml)
Spinbarkeit
(cm)
Daya
mendaun
pakis (fern
test)
Interpretas Skor 15 :
i:
optimal,
Skor 10-14 :
baik,
Sediaan
Jumla
h
Sperm
a
Kuantit
as
Forniks
posterior
Endoserviks
Kualit
as :
0 : Tidak Bergerak
1
2
3
Motalitas (%)
Kualitas
0
Kuantitas
: 1+2+3
Memuask
an
20 sperma
dengan
: skor 3
: <
10
sperma
: Bergerak ditempat
: bergerak lambat lurus atau Jelek
tidak lurus
: bergerak maju cepat dan
lurus
HCG(malam)
Induksi Ovulasi
1
Support Iuteal I
34-36 Jam
12
Haid hari
Support Iuteal II
14
0
+4
TVS
Lab : LH, FSH,E2, &
PRL
TVS
Lab. : E2 (pagi)
+7
+16
Lab hormon:
hCG, E2
BAYI TABUNG
(IVF = IN VITRO FERTILIZATION)
(ET = EMBRYO TRANSFER)
Indikasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Syarat
1.
2.
3.
4.
5.
Tahapan Pelaksanaan
1. Pemeriksaan penyaring pasutri.
2. Pemilihan protokol stimulasi.
IGst Agung MAP,S.Ked
68
2
ET
Gonadotropin
75-225 mg(1-4 Amp)
2
Haid hari ke-
OPU
Buserelin
0,2 mg (0,2cc)
11
13
8 11 15
+ 34 36 jam
TVS
Lab :
LH, FSH, E2, Prl
MAR Direk, Hb, WBC,
PLT, PVC, UL, BUN/SC,
LFT, HbsAg, HIV (?)
-hCG
dan E2
TVS dan E2
2
ET
Gonadotropin
75-225 mg(1-4 Amp)
Buserelin
0,4 mg (0,4cc)
-2
-21
TVS
Lab :
LH, FSH, E2, Prl
MAR Direk, Hb, WBC,
PLT, PVC, UL, BUN/SC,
LFT, HbsAg, HIV (?)
OPU
Buserelin
0,2 mg (0,2cc)
11
+ 34 36 jam
8 11 15
-hCG
dan E2
TVS dan E2
SUB. BAGIAN
GINEKOLOGI ONKOLOGI
ABORTUS
Batasan
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel, disertai atau tanpa
pengeluaran hasil konsepsi.
Insiden abortus 10-15% kehamilan.
Klasifikasi
1) Menurut mekanisme terjadinya:
a. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya, tanpa
provokasi dan intervensi.
b. Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi karena diprovokasi, yang
dibedakan atas:
Abortus provokatus terapeutikus; yaitu abortus provokatus yang
dilakukan atas indikasi medis dengan alasan bahwa kehamilan
membahayakan ibu dan atau janin.
2) Menurut klinis:
a. Abortus Iminens.
b. Abortus Insipiens.
c. Abortus Inkomplit.
d. Abortus Komplit.
e. Abortus Habitualis.
f. Abortus Infeksiosus.
g. Missed Abortion.
Etiologi
1) Kelainan hasil konsepsi oleh karena kelainan ovum atau spermatozoa:
a. Blighted ova.
b. Kelainan kromosom trisomi atau monosomi.
2) Kelainan Bentuk Uterus:
a. Mioma uterus.
IGst Agung MAP,S.Ked
71
b. Inkompeten serviks.
3) Penyakit-penyakit ibu :
a. Hipertensi.
b. Diabetes mellitus.
c. Infeksi seperti toksoplasma dan sifilis.
d. Kelainan imunologis inkompatibilitas rhesus dan ABO.
e. Gangguan psikologi.
f. Trauma.
g. Malnutrisi.
Patofisiologi
Proses terjadinya adalah berawal dari perdarahan pada desidua basalis yang
menyebabkan nekrosis jaringan diatasnya. Selanjutnya sebagian atau seluruh
hasil konsepsi terlepas dari dinding uterus. Hasil konsepsi yang terlepas menjadi
benda asing terhadap uterus sehingga akan dikeluarkan langsung atau tertahan
untuk beberapa waktu.
Komplikasi
1) Perdarahan ringan sampai berat.
2) Infeksi ringan sampai dengan berat.
3) Kelainan fungsi pembekuan darah.
Gejala Klinis dan Penatalaksanaan
A. Abortus Iminens
1) Gejala klinis:
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginam.
d. Nyeri perut bagian bawah derajat ringan, dan
e. Vaginal toucher didapatkan osteum uteri tertutup dan tinggi fundus
uterus sesuai dengan umur kehamilan.
2) Penatalaksanaan:
a. Rawat jalan.
b. Banyak istirahat, hindari hubungan seksual.
c. Medikamentosa (kalau perlu):
Penenang: Luminal, Diazepam.
Diazepam 3 kali 2 mg, per oral selama 5 hari atau
Luminal 3 kali 30 mg.
Tokolitik: Papaverin, Isoksuprine.
Isoksuprine 3 kali 10 mg per oral selama 5 hari.
Plasentotrofik:
Allylesterenol 10 mg, 3 kali 1 tab.
d. Bila penyebab diketahui maka dilakukan terapi terhadap penyebab.
e. Pada kasus tertentu seperti abortus habitualis dan riwayat infertilitas
dilakukan rawat inap.
B. Abortus Insipiens
1) Gejala Klinis:
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginam banyak.
IGst Agung MAP,S.Ked
72
g. Tinggi fundus uteri sesuai atau lebih kecil umur kehamilan, nyeri
tekan, osteum uteri terbuka atau tertutup, dan flour panas dan atau
berbau.
2) Penatalaksanaan:
a. Perbaikan keadaan umum.
b. Antipiretik injeksi 2 cc i.m.
c. Sulbenisilin 3 kali l g, Gentamisin 2 kali 80 gr, Metronidazol supp 3
kali 1 gr.
d. Kuretase dilakukan dalam tempo 6 jam bebas panas atau dalam
waktu 12-24 jam apabila panas tidak turun.
Hanya dilakukan pada abortus inkomplit hingga usia kehamilan 1214 minggu
(trimester pertama), serta dapat dilakukan tanpa anestesi umum. Dari hasil
beberapa penelitian dikatakan bahwa AVM memberikan risiko yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan kuretase tajam.
Evakuasi sisa hasil konsepsi abortus inkomplit pada usia kehamilan diatas 14
minggu (trimester kedua) dapat dilakukan dengan Dilatasi dan Evakuasi (D&E).
Risiko komplikasi yang dihadapi diantaranya perdarahan yang hebat dan
perforasi. Oleh karena itu tindakan ini harus dilakukan dengan perlindungan
oksitosin drip (200 unit oksitosin dalam500 ml ciran infus, dengan kecepatan
3040
tetes
permenit)
serta
persiapan
transfusi.
Tindakan
evakuasi
Dilatasi serviks jika perlu dilakukan untuk mendapatkan ukuran yang sesuai
dengan diameter kanula yang hendak dimasukkan ke dalam kavum uteri.
Setelah itu hubungkan kanula dengan tabung pengisap (yang telah disiapkan
IGst Agung MAP,S.Ked
74
Buka katup pengatur di bagian depan tabung sehingga tekanan negatif (sekitar
satu atmosfir atau 26 inchi/660 mmHg) mulai mengisap masa sisa hasil konsepsi
di dalam kavum uteri.
Tekanan negatif atau vakum tersebut akan menarik massa kehamilan melalui
kanula ke dalam tabung penghisap.
Setelah dipastikan kavum uteri bersih dari sisa hasil konsepsi, tindakan selesai.
BAGAN
Langkah evaluasi dan penatalaksanaan
Pasien dengan abortus inkomplit yang ditangani dengan AVM
Penampilan
Langkah awal
Anamnesa
Px Fisik
Px Vagina
Lain-lain
PENATALAKSANAAN
Perdarahan ringan
hingga sedang
Kain pembalut
tidak basah setelah
5 menit
Darah segar tanpa
bekuan
Perdarahan hebat
Infeksi/Sepsis
Jumlahnya
banyak,
Segar, dengan atau
tanpa
bekuan
Pembalut, handuk
atau pakaian,
segera basah oleh
darah
Pucat
Perut kembung
Bising usus
melemah
Dinding perut
tegang
Nyeri ulang-lepas
Mual, muntah
Nyeri punggung
Demam
Nyeri perut, kram
Demam, menggigil
Sekret berbau
Riwayat abortus
provokatus
Nyeri perut
Perdarahan lama
Gejala seperti
influenza
Pikirkan
kemungkinan
perforasi uterus
Tunda AVM
Darah campur
lendir
Lakukan AVM
Bila komplikasi
teratasi dan pasien
stabil, lakukan
AVM
LEKORE
Batasan
Adalah setiap pengeluaran cairan pervaginam lebih dari normal dan bukan
darah. Lekore bukanlah penyakit tersendiri tetapi merupakan gejala yang
menunjukkan keadaan fisiologis dan patologis.
Jenis Lekore
Lekore fisiologis
1)
2)
3)
4)
5)
Lekore Patologis
A. Pada infeksi genitalia
1) Trickomonas Vaginalis.
a. Gejala Klinis berupa flour encer sampai kental,.warna
kekuningan, berbau, rasa gatal sampai membakar, dan
disuria.
b. Diagnosis.
Gejala klinis seperti diatas.
Inspekulo lekore seperti diatas, tanda peradangan, dan
bintik-bintik merah pada vagina (fly bitten).
Preparat basah (PZ): parasit lonjong berflagella dengan
gerakan lincah.
c. Terapi.
Ditujukan pada penderita dan pasangan seksualnya.
Perempuan (penderita):
Metronidazole 2 kali 500mg per oral selama 5 hari.
Metronidazole supp pervaginam.
Canesten SD l kali.
Laki-laki pasangan seksual:
Metronidazole 2 kali 500 mg selama 5 hari per oral.
2) Vaginosis bakterial oleh Gardenella. vaginalis.
a. Gejala klinis lekore agak lengket dan terasa gatal, berbau
amis seperti bau ikan tuna.
b. Kriteria diagnosis:
sekret vagina putih homogen dan lengket.
tes amin positip.
Clue-cell positip, dan
pH cairan vagina lebih dari 4,5.
c. Terapi.
Terapi ditujukan kepada penderita dan pasangannya.
Metronidazole 2 kali 500 mg selama 7 hari per oral.
Klindamicin 2 kali 300 mg selama 7 hari per oral.
3) Candida Albicans.
a. Gejala: lekore seperti susu basi, warna kehijauan, berbau
dan gatal, dan terasa panas dan nyeri.
IGst Agung MAP,S.Ked
77
B.
C.
D.
E.
b. Diagnosis.
Gejala klinis.
Sekret vagina seperti susu basi, tanda radang, biten
apparence, dan
mudah berdarah.
Preparat Gram tampak hifa jamur positif.
c. Terapi.
Ketokonazole l50 mg, l kali dosis tunggal per oral.
Trikonazole 2 kali 500 mg selama selama 5 hari per
oral.
4) Nesseria. Gonore.
a. Kriteria diagnosis:
Sekret vagina kuning, nyeri dan panas, disuria, kadang
kala disertai
bartholinitis, servisitis akut.
Preparat Gram diplokokus berpasangan ekstra seluler.
b. Terapi.
Ampisilin 1000 mg dosis tunggal, atau
Thiamfenikol 1000 mg dosis tunggal.
5) C. Trakhomatis.
a. Kriteria diagnosis:
Sekret vagina tidak khas, disuria, lekore, dan ektopi
hiperkeratik pada porsio.
Preparat kultur pengecatan Gram dan Polymerase Chain
Reaction (PCR).
Benda asing pada anak-anak.
Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim.
Degenerasi jinak.
Degenerasi ganas.
KEHAMILAN EKTOPIK
Batasan
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana ovum yang dibuahi berimplantasi
dan tumbuh di tempat yang tidak normal; termasuk kehamilan servikal dan
kehamilan kornual.
Patofisiologi
Kehamilan ektopik terutama akibat gangguan transportasi ovum yang telah
dibuahi dari tuba Fallopii ke rongga rahim, selain akibat kelainan ovum yang
dibuahi itu sendiri adalah predisposisi kehamilan ektopik.
Faktor risiko
1) Gangguan transportasi hasil konsepsi:
a. Radang panggul.
b. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
c. Penyempitan lumen tuba akibat tumor.
d. Tindakan operasi pada tuba pasca bedah mikro, dan
e. Abortus.
2) Kelainan Hormonal:
a. Induksi ovulasi.
b. Invitro fertilisasi (IVF).
c. Ovulasi yang terlambat, dan
d. Trasmigrasi ovum.
3) Penyebab yang masih diperdebatkan:
a. Endometriosis.
b. Cacat bawaan.
c. Kelainan kromosom.
d. Kualitas sperma, dan sebagainya.
Pembagian
Menurut lokasi maka kehamilan ektopik dibagi atas:
1) Kehamilan Tuba (95-98%) yaitu:
a. Kehamilan tuba pars interstitial.
b. Kehamilan tuba pars ismika.
c. Kehamilan tuba pars ampularis.
d. Kehamilan tuba pars infundibularis.
e. Kehamilan tuba pars fimbrialis.
2) Kehamilan Ektopik pada uterus:
a. Kehamilan servikalis dan
b. Kehamilan kornual.
3) Kehamilan Ovarium.
4) Kehamilan Abdominal.
a. Primer dan
b. Sekunder.
5) Kehamilan kombinasi, dimana kehamilan ektopik dan kehamilan intra uterus
didapatkan bersamaan.
Gejala Klinis
1) Bervariasi.
2) Pada Kehamilan Ektopik yang belum terganggu:
Terdapat gejala-gejala seperti kehamilan normal yakni amenore, mual,
muntah, dan lainnya.
IGst Agung MAP,S.Ked
79
KEHAMILAN EKTOPIK
Tidak terganggu
(Observasi KE)
Terganggu
(Curiga KET)
Akut (KET)
Douglas
Punctie
(KP)
Kronik
(Hemato
cele)
GS (+)
Intra Uteri
GS (-) /
PPT (-)
GS (+)
Extra Uteri
GS (-)/
PPT (+)
Bukan KE
Laparotomi/Proof Lap
2)
Vektor.
a. T. Vaginalis dapat menembus barier fisiologik bergerak sampai tuba
Falopii di mana E. Coli dapat melekat pada T. Vaginalis.
b. Spermatozoa dapat sebagai vektor kuman N. Gonorea, U. Urealitika, dan
C Trachomatis.
3)
Faktor risiko.
a. Aktivitas seksual.
Pada saat orgasme terjadi kontraksi uterus yang dapat menarik sperma
dan kuman-kuman yang lain ke dalam kavum uterus melalui kanalis
servikalis.
b) Haid.
Periode paling rawan untuk radang panggul adalah minggu pertama haid.
Jaringan nekrotik merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan
N. Gonorea.
Gejala Klinik
1)
Pemeriksaan Fisik.
a. Suhu meningkat disertai takikardia.
b. Nyeri suprasimfiser biasanya bilateral.
c. Rebound tendernes, dan
d. Dapat disertai menoragia, metroragia, dan ileus paralitik.
2)
Pemeriksaan Ginekologik.
a. Nyeri dan pembengkakan labia sekitar kelenjar Bartholin.
b. Lekore.
c. Perdarahan oleh karena endometritis.
d. Nyeri di daerah para rektum.
e. Di daerah adneksa teraba massa bila terbentuk abses, dan
f. Peradangan akut serviks.
g. Abses pecah memberikan gambaran khas yaitu nyeri mendadak pada
perut bagian bawah, mulai daerah sekitar abses pecah menjalar ke
seluruh dinding perut yang mengakibatkan peritonitis generalisata, dan
h. Anemia dapat dijumpai pada abses pelvik yang telah berlangsung
beberapa minggu.
Diagnosis
Berdasarkan kriteria Infection Disease Society for Obstetric & Gynecology
(USA, 1983):
1) Kriteria mayor:
Nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa rebound.
Nyeri bila serviks uterus digerakkan, dan
Nyeri pada adneksa.
2) Disertai oleh salah satu atau lebih hal di bawah ini:
Mikroorganisme patologi pada sekret endoserviks.
Suhu rektal diatas 38C.
Leukosit lebih dari 10.000/mm3.
Pus dalam kavum peritoneum (dengan kuldosintesis atau laparoskopi).
Abses padat pada pemeriksaan bimanual atau USG.
Klasifikasi
Derajat
Derajat I
Derajat II
Derajat IIII
Deskripsi
Radang panggul tanpa penyulit, terbatas pada tuba dan
ovarium, dengan atau tanpa pelvio-peritonitis
Radang panggul dengan penyulit, didapatkan massa radang
atau abses pada kedua tuba atau ovarium
Radang panggul dengan penyebaran diluar organ-organ
pelvik
Diagnosis Banding
1) Kehamilan Ektopik Terganggu.
2) Abortus septik.
3) Ruptur kista.
4) Apendisitis.
Penyulit
1) Jangka pendek/segera: pembentukan abses, peritonitis, peri-hepatitis, dan
selulitis.
2) Jangka panjang: infeksi berulang, infertilitas, hamil ektopik, dan nyeri kronik.
Penatalaksanaan
A.
B.
1.Pengertian
MIOMA UTERUS
Batasan
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat
kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau
multipel.
Lokasi Tumor
1) Submukus.
2) Intramural.
3) Subserous.
4) Intraligamenter.
5) Pedunculated (bertangkai).
6) Wondering (bebas migrasi sehingga disebut mioma parasitik).
Patofisiologi
Berasal dari sel totipotensial primitif atau Immature Muscle Cell Nest, dalam
miometrium yang berproliferasi akibat rangsangan terus menerus oleh hormon
estrogen. Tumor terdiri atas jaringan otot, jaringan ikat fibrous, dan banyak
pembuluh darah. Mioma uteri sering ditemukan pada masa reproduksi, jarang
ditemukan sebelum menarche dan setelah menopause. Tumor membesar oleh
karena pengaruh estrogen.
Gejala Klinik
1) Tanpa Gejala.
2) Dengan Gejala.
Rasa penuh dan berat pada perut bagian bawah dan teraba benjolan
padat kenyal.
Gangguan haid: menoragia, metroragia,dan dismenorea.
Akibat penekanan: disuria, polakisuria, retensio urine, konstipasi, edema
tungkai, varises, nyeri dan rasa kemeng didaerah pelvis.
Infertilitas dan kehamilan ektopik.
Tanda abdomen akut.
Diagnosis
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Anamnesis.
Palpasi abdomen terdapat masa padat, batas jelas, dan tanpa nyeri.
Pemeriksaan dalam ditemukan tumor menyatu dengan uterus.
USG didapatkan gambaran khusus.
Dilatasi dan kuretasi dengan pemeriksaan PA pada gangguan perdarahan.
PA pasca operatif.
Diagnosis Banding
1) Tumor solid ovarium.
2) Adenomiosis.
3) Kelainan bentuk uterus.
4) Tumor solid non ginekologi.
5) Kehamilan.
6) Miosarkoma.
Komplikasi
1) Perdarahan sampai dengan anemia.
IGst Agung MAP,S.Ked
86
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
Penatalaksanaan
Berdasarkan besar kecilnya tumor, ada tidaknya keluhan, umur dan paritas
penderita.
Mioma
Tanpa keluhan
Konservatif
Dengan keluhan
Operatif
Catatan:
1) Keluhan adalah gangguan haid dan atau keluhan pendesakan.
2) Operatif pada:
Umur lebih dari50 tahun dilakukan TAH-BSO.
Menginginkan anak: miomektomi atau hanya enukleasi mioma.
3) Pada kasus dengan gangguan menstruasi; apabila umur lebih dari 40 tahun
dilakukan D & C + PA untuk melihat kemungkinan keganasan.
LESI PRAKANKER
Batasan
Lesi prakanker adalah Neoplasia Intraepithelial Serviks (NIS) atau Low grade
Squamous Intraepithelial Lesion (L-SIL) dan NIS II-III atau High grade
Squamous Intraepithelial Lesion (H-SIL).
Etiologi
Etiologi pasti belum diketahui; diduga yang berperan penting adalah Human
Papilloma Virus (HPV) onkogenik tinggi yaitu tipe 16, 18, 45, 56. Konsep
multifaktorial masih dianut dimana pajanan HPV adalah faktor risiko mayor.
Faktor Risiko
1) Faktor Epidemiologi:
a. Hubungan seksual usia muda.
b. Hubungan seksual dengan multi partner.
c. Kawin usia muda.
d. Hamil usia muda.
e. Multiparitas.
f. Prostitusi.
g. Suami berisiko.
h. Sosial ekonomi rendah.
i. Infeksi veneral.
2) Faktor lain yang potensial:
a. Status imunitas rendah seperti pada HIV.
b. Kontrasepsi oral.
c. Perokok.
d. Riwayat lesi serviks.
e. Pernah terapi DES.
f. Defisiensi vitamin A dan C.
3) Faktor Infeksi Virus:
a. Human Papilloma Virus (HPV).
b. Herpes Simplex Virus (HSV).
c. Cyto Megalo Virus (CMV).
Gejala Klinis
1) Tanpa gejala.
2) Dengan gejala seperti keputihan/berbau, perdarahan pasca senggama, nek
suprasimfisis.
3) Inspekulo nampak erosi, ektropion, dan servisitis.
Diagnosis
1) Sitologi dengan Pap Smear.
2) Kolposkopi untuk diagnostik dan biopsi terarah.
3) Kuretasi endoserviks (KES).
Penanganan
PAP SMEAR
LESI PRA KANKER (LSIL/H
SIL)
KOLPOSKOPI
Memuaskan
Tidak memuaskan
Normal
Abnormal
Normal
Abnormal
Ulang Pap
Biopsi
KES/ECC
Biopsi +
KES/ECC
Pemeriksaan PA
Normal
L SIL
Ulang Pap
6-12 bulan
Ulang pap
3 bulan
Kanker
H SIL
Kanker
CIN II
H SIL
Kauter
Konisasi
Histerektomi
MOLA HIDATIDOSA
Batasan
Mola hidatidosa adalah neoplasma jinak sel trofoblas di mana terjadi kegagalan
plasentasi atau fekundasi fisiologis yang mengakibatkan vili menggelembung
menyerupai buah anggur.
Etiopatogenesis
Penyebab mola hidatidosa belum diketahui pasti. Beberapa teori menyatakan
beberapa faktor risiko seperti:
1) Umur ibu di bawah 15 tahun atau diatas 40 tahun.
2) Sosial ekonomi rendah yang dihubungkan dengan defisiensi nutrisi.
3) Riwayat kehamilan mola, abortus spontan berulang.
4) Ras, dll.
Pembagian
1) Mola Hidatidosa Risiko Rendah dengan kriteria:
Serum -hCG kurang dari 100.000 IU/ml.
Besar uterus < umur kehamilan, dan
Kista ovarium kurang dari 6 cm.
2) Mola Hidatidosa Risiko Tinggi dengan kriteria:
-hCG > 100.000 IU/ml.
Besar uterus lebih dari umur kehamilan.
Kista ovarium > 6 cm, dan
Terdapat faktor metabolik atau epidemiologik seperti umur lebih dari 40
tahun, toksemia, koagulopati, emboli sel trofoblas, dan hipertiroidisme.
Diagnosis
1) Gejala klinis.
Keluhan dan tanda-tanda klinis mola hidatidosa pada umumnya muncul pada
20 minggu kehamilan, antara lain:
a. Besar uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan (50% kasus
menunjukkan besar uterus lebih dari dari usia kehamilan).
b. Perdarahan pervaginam, biasanya berulang dari bentuk spotting sampai
dengan perdarahan banyak. Pada kasus dengan perdarahan banyak sering
disertai dengan pengeluaran gelembung dan jaringan mola.
c. Tidak ditemukan ballotement dan detak jantung janin.
d. Sering disertai hiperemesis gravidarum, toksemia, dan tirotoksikosis.
2) USG.
a. Complete Mole, tampak gambaran ekogenik merata seperti badai salju
intra uterin dan tidak terlihat sakus gestasional.
b. Partial Mole, tampak gambaran daerah kistik yang disertai "echogenic
chorionic material". Mungkin pula tampak sakus gestasional dengan
fetus hidup seperti kehamilan normal.
3) Kadar -hCG darah atau urine pada umumnya tinggi.
4) Histopatologik.
Gambaran patologik pada mola hidatidosa:
a. Degenerasi hidropik vili korealis.
b. Berkurang atau hilangnya pembuluh darah vili, dan
c. Proliferasi sel-sel trofoblas.
IGst Agung MAP,S.Ked
90
Lain-lain.
Uji sonde Hanifa dan Rontgen abdomino-pelvis apabila pemeriksaan USG
tidak bisa dikerjakan.
Diagnosis Banding
1) Abortus iminens.
2) Kehamilan kembar.
3) Kehamilan dengan mioma uteri.
Komplikasi
1) Perdarahan profus.
2) Perforasi uterus spontan atau iatrogenik.
3) Emboli sel trofoblas.
4) Generasi ganas berupa Penyakit Trofoblas Ganas (PTG).
5) Tirotoksikosis.
Penatalaksanaan
Pada prinsipnya ada 2 hal:
1) Evakuasi mola hidatidosa.
2) Pengawasan lanjut pasca evakuasi.
A.Evakuasi mola hidatidosa.
1) MRS walaupun tanpa perdarahan.
2) Persiapan pre evakuasi terdiri atas:
a. Pemeriksaan fisik.
b. Foto rontgen toraks.
c. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, fungsi ginjal, faal hemostasis,
dan kalau perlu elektrolit, T3, dan T4.
d. Catatan:
Pada kasus abortus mola hidatidosa dengan perdarahan banyak dan
atau keluar jaringan mola, persiapan untuk evakuasi segera. Jenis
pemeriksaan persiapan pre evakuasi hanya yang dianggap perlu.
3) Evakuasi:
a. Besar uterus kurang dari 20 minggu, dilakukan evakuasi satu kali.
b. Besar uterus lebih dari. 20 minggu dilakukan evakuasi dua kali
dengan interval satu minggu.
c. Osteum uterus belum terbuka dan serviks kaku dilakukan
pemasangan stif laminaria selama 12-24 jam.
d. Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan drip oksitosin 10-40
IU/500cc dektrosa 5%:28 tetes/menit dan cairan fisiologis. Evakuasi
dilakukan dengan kuret isap dilanjutkan dengan kuret tumpul,
diakhiri dengan kuret tajam.
e. Diambil spesimen pemeriksaan Patologi Anatomi yang dibagi atas
dua sampel yaitu:
hari
pasca
kuret
B.Pengawasan Lanjut.
1) Kasus mola hidatidosa dengan kuret 2 kali maka yang dimaksud dengan
pasca evakuasi adalah pasca kuret kedua.
2) Pemeriksaan -hCG urine semi kuantitatif:
a. Setiap minggu untuk kasus mola hidatidosa risiko tinggi, setiap 2
minggu untuk kasus mola hidatidosa risiko rendah.
b. Pemeriksaan dimulai dari tes dengan kepekaan paling rendah: PPT
(kepekaan: 1.500 400 SI/L), hCG slide test (kepekaan 800
SI/L),dan test pack (kepekaan 25-50 SI/L).
c. Pemeriksaan -hCG serum kuantitatif dilakukan untuk konfirmasi
diagnostik yaitu mengetahui kadar hCG normal atau sebaliknya
terjadi Penyakit Trofoblas Ganas.
3) Batas akhir penilaian:
a. PPT harus negatif pada minggu ke-4, atau -hCG kurang dari 1.000
m IU/ml).
b. -hCG slide test harus negatip pada minggu ke-8 atau -hCG serum
kurang dan 500 mUl/ml.
c. Test Pack harus negatif pada minggu ke-12 atau kadar -hCG serum
adalah normal (ELISA: 0-15 mlU/ml).
4) Pengawasan lanjut setelah -hCG serum normal, atau Test pack negatif
dua kali berturut-turut dengan interval dua minggu.
a. Pemeriksaan meliputi:
Keluhan.
Fisik dan Ginekologik.
hCG urin dengan Test Pack atau -hCG serum, dan
Lain-lain kalau diperlukan misalnya: foto toraks.
b. Jadwal Pemeriksaan:
Satu tahun pertama setiap bulan.
Satu tahun kedua setiap 3 bulan.
Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan keluhan.
5) Kontrasepsi.
a. Sebelum tercapai -hCG serum normal atau Test Pack 2 kali
berturut-turut interval dua minggu negatif, dianjurkan memakai alat
kontrasepsi kondom.
b. Setelah tercapai -hCG serum normal atau Test Pack negatif,
dianjurkan memakai kontrasepsi dengan ketentuan:
Satu tahun untuk pasien yang belum mempunyai anak.
Dua tahun atau lebih untuk pasien yang sudah mempunyai anak.
Kontap untuk pasien yang tidak menginginkan tambahan anak.
Skema Penanganan
CURIGA
HIDATIDOSA
MOLA
Klinis
USG
hCG
Ab. Imminen
Hamil Kembar
Hamil + Mioma
MOLA HIDATIDOSA
Persiapan komplit
/seperlunya
Umur > 40 th
dan anak cukup
Histerektomi PA
MOLA.
HIDATIDOSA
Korio Karsinoma
Pengawasan lanjut
12 minggu
Mola RR tiap 2
mg
Mola RT tiap 1
mg
Klinis & hCG
urine / serum
TERAPI
Normal/Remisi
hCG serum normal
Test Pack 2x negatif
PTG
Pengawasan lanjut KB
belum punya anak 1
th
sudah punya anak 2
th
Terapi ~ Korio
karsinoma
Diskripsi
Penyakit terbatas pada uterus
Penyakit menyebar ke vagina dan atau pelvis
Penyakit menyebar ke paru dengan atau tanpa adanya
penyakit pada uterus, vagina atau pelvis
Penyakit menyebar ke otak, hati, ginjal, dan atau saluran
cerna
Skor
0
< 39
MH
1
> 39
Abortus
H.aterm
4-6
7-12
12
103
-
103OxA
AxO
103B
AB
103-
3-5
Lien, Ginjal
1-4
5
GI, hati
4-8
1 obat
Otak
8
> 2 obat
Catatan
Skor kurang dari 4
= risiko rendah
5-7 = risiko sedang
>7
= risiko tinggi
Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis.
a. Riwayat pasca evakuasi mola hidatidosa atau kehamilan lain.
b. Perdarahan pervaginam tidak teratur.
c. Batuk darah, sesak nafas, dan nyeri ulu hati.
d. Keluhan sesuai dengan perluasan penyakit ke sistem lainnya.
2) Pemeriksaan Fisik Umum.
Tanda-tanda kelainan fisik adalah sesuai dengan organ yang terkena
penyebaran penyakit misalnya paru-paru, hati, otak dan lain-lain.
3) Pemeriksaan Ginekologi.
a. HBEs (Trias Acostasizon):
H (History) yaitu pasca mola hidatidosa, partus, abortus, dan hamil
ektopik.
B (Bleeding) yaitu perdarahan pervaginam tidak teratur.
Es (Enlargement and softness) yaitu uterus membesar dan lunak.
b. Kista theca lutein unilateral/bilateral.
c. Bintik tumor kebiruan pada dinding/mukosa vagina.
4) Laboratorium.
-hCG serum/urine tinggi atau tidak turun memadai pada pemantauan pasca
evakuasi mola hidatidosa.
5) Pemeriksaan Penunjang.
a. Foto toraks.
b. DL, LFT, RFT.
c. Kalau perlu: USG abdomen/pelvis, CT-scan, fungsi tiroid, dll.
Skema Penatalaksanaan PTG
PENYAKIT
GANAS
TROFOBLAS
Stadium
Sistem skor
Stadium I
Stadium II-III
Stadium
IV
Ingin
Anak
Anak
Cukup
Risiko
rendah
Risiko
tinggi
Histerektomi
MTX
AC D
MCA
MAC
Radiasi +
2.000
3.000 rad
Catatan.
Terapi radiasi dipilih apabila terdapat metastasis ke otak/hati dengan dosis
2.000-3.000 rad.
Sitostatika.
1) Syarat seperti syarat umum pemberian sitostatika/kemoterapi.
2) Diberikan sampai -hCG normal, dilanjutkan 1-3 seri after course.
3) Perubahan regimen apabila:
Titer hCG terus meningkat atau menetap setelah pemberian 2 seri.
Terdapat tanda-tanda metastase.
Resisten apabila 5 seri pemberian -hCG mengalami penurunan tetapi
tidak mencapai normal.
4) Dikatakan remisi apabila -hCG normal 3 kali berturut-turut interval 2
minggu.
MTX
: 20 mg/hari atau 0,4 mg/kgBB/hari im. atau 3 x 5
mg/hari oral selama 5 hari interval 7-10 hari.
Actinomycin D : 0,5 mg/hari atau 10-12 mcg/kgBB iv selama 5 hari
interval 7-10 hari.
MCA
: MTX 15 mg/hari im, Ac.D 0,5 mg/hari iv dan
Chlorambucil 10 mg/hari per oral selama 5 hari
interval 2 minggu.
Pengawasan Lanjut
1) Dilakukan anamnesis/pemeriksaan.
Keluhan.
Pemeriksaan fisik umum.
Pemeriksaan ginekologi dan vaginal toucher (VT).
-hCG, dan
Lain-lain berdasarkan indikasi.
2) Jadwal pengawasan lanjut.
Tiga bulan I
: setiap 2 mmggu.
Tiga bulan II
: setiap 4 minggu.
Enam bulan II
: setiap 8 minggu.
Satu tahun II
: setiap 3 bulan.
Selanjutnya
: setiap 6 bulan.
3) Tidak diijinkan hamil selama 2 tahun.
KANKER SERVIKS
Batasan
Kanker serviks adalah penyakit keganasan yang berasal dari leher rahim.
Etiopatogenesis
1) Penyebab pasti belum ada yang diketahui.
2) Beberapa faktor (multifaktorial) yang diduga:
a. Umur ( 4060 th/ 2030 th).
b. Paritas ( 4).
c. Koitus usia dibawah 16 tahun dan berganti partner seksual;
dihubungkan dengan sifat komplemen histon sperma dan alkalis
semen.
d. Merokok aktif dan atau pasif.
e. Akseptor pil kontrasepsi.
f. Status gizi, sosial ekonomi kultural.
g. Status imunitas seperti penderita HIV-AIDS.
h. Infeksi: Mikoplasma, Klamidia, dan Virus Herpes Simplek tipe 2.
i. Pajanan Virus Human Papilloma onkogenik terutama tipe 16, 18, 33,
35, 45, 58.
3) Kanker serviks berawal dari lesi prakanker yang dalam kurun waktu 5-15
tahun dapat menjadi kanker serviks invasif.
Patologi
Diagnosis kanker serviks ditegakkan berdasarkan histopatologik dimana
dibedakan atas:
1) Tipe Epidermoid (80%).
2) Tipe Adeno (15%).
3) Tipe lain (5%).
Stadium Klinik
Stadiu
m
0
I
Deskripsi
Karsinoma insitu
Karsinoma terbatas pada serviks
IGst Agung MAP,S.Ked
97
Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis.
a. Perhatikan faktor risiko.
b. Tanpa keluhan.
c. Dengan keluhan:
Keputihan.
Perdarahan pervaginam abnormal.
Perdarahan post koital.
Perdarahan pasca menopause.
Gangguan kencing dan defekasi.
Nyeri daerah pelvis, pinggang/punggung, dan tungkai.
penyebaran.
CFS 25-100% : berarti ada penyebaran, tetapi belum
mencapai dinding pelvis.
CFS 0%
: berarti penyebaran mencapai dinding
pelvis.
c. Pemeriksaan VT dan RT untuk menilai penyebaran ke organ sekitar
kolon, rektum dan vesika urinaria.
4) Pemeriksaan Penunjang.
a. Pap smear sebagai skrining.
b. Biopsi dengan/tanpa tuntunan kolposkopi.
c. Konisasi.
d. Tes fungsi ginjal, hati, dll.
e. Pemeriksaan lain sesuai dengan keperluan:
Sistoskopi.
Foto toraks.
CT Scan.
USG ginjal/abdomen.
Rektoskopi.
IVP.
Skema Penalaksanaan Kanker Serviks Uteri
KARSINOMA SERVIKS
UTERI
Stadium 0
Stadium I-IIA
Ingin
Anak
Radikal
Histerektomi
Tidak
Ingin
Anak
Konisa
si
Histerekt
omi
Stadium
IIB
Neo
adjuvant:
Khemot
erapi
Khemo+
radia si
internal
Opera
bel
Non
Pengaw
asan
Radikal
Stadium
IV
Khem
oradia
si
(kemo
radiasi
ekster
nal)
Radia
si
ekster
nal
Operab
el
Adjuvant terapi
Eksternal
radiasi
4.000 5.000 rad
Sitostatika PVB /
BOM
Stadium
III
Paliatif
Radiasi
/operasi
/
sitostati
ka
paliatif
Simpto
matis
Histerek
tomi
Eksternal
Radiasi
IGst Agung MAP,S.Ked
99
lanjut
4.000-5.000 rad
Catatan.
1) Terapi radiasi dapat diberikan pada setiap stadium.
2) Paliatif anti nyeri selain untuk pasien stadium invasif-lanjut juga dapat
diberikan pada setiap stadium sesuai dengan keluhan.
3) Pada kanker serviks stadium Ib ke atas dengan kehamilan diberikan
khemoterapi neo-adjuvant setelah dilakukan KIE kepada pasien, suami,
dan keluarga.
Pengawasan Lanjutan
1) Pemeriksaan.
a. Anamnesis.
b. Pemeriksaan fisik umum.
c. Pemeriksaan ginekologi.
d. Pap Smear:
Tiga bulan I setiap bulan.
Dua tahun II setiap 3 bulan.
Selanjutnya setiap 6 bulan.
2) Kalau perlu pemeriksaan penunjang:
a. Laboratorium: LFT, RFT, HB, Leuko, Trombosit.
b. Foto Toraks, IVP.
Stadium 0
AtermPartus
pervaginam /
SC
Prematur: PAP
Smear
Kolposkopi tiap
bulan
Setelah masa
Nifas
Konisasi Tri II
Stadiu
m Ia
S t a d i u m I b ke atas
Tungg
u
aterm
SC
Operas
IGst Agung MAP,S.Ked
100
Tdk
ingin
anak
lagi
Std. 0
Std
Invasif
Ingin
anak
lagi
i
radikal
pd
Waktu
selesai
masa
nifas
Aterm
Spt / SC
Hister
ek
tomi
UK 20-30
mg
Eks.
Radiasi /
Histerekt
omi
UK > 30
mg
SC
Terapi
sesuai Std.
invasif
Konisa
si
Sesuai
terapi
Ca
Servik
s tdk
hamil
Tunggu
pematan
gan paru,
SC
Pengawas
an
Std. 0
Pengaw
a
san
Std.
invasif
Terapi
sesuai
Std.
invasif
KARSINOMA VULVA
IGst Agung MAP,S.Ked
101
Batasan
Karsinoma vulva adalah keganasan primer pada vulva.
Etiopatogenesis
1) Penyebab belum diketahui dengan pasti.
2) Diduga karena rangsangan kronis berupa iritasi/trauma pada lesi preinvasif
seperti: VIN, Vulvar distrofi, dan Paget's diseases.
3) Dicurigai sebagai faktor predisposisi adalah:
a. Multi partner seksual.
b. Riwayat genital warts oleh HPV, dan
c. Perokok.
Patologi
1) Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi.
2) Jenis histopatologis:
a. Squamous cell carcinoma (90%).
b. Melanoma (4-5%).
c. Verrucous carcinoma (2-3%).
d. Adeno carcinoma, basal cell carcinoma, sarcoma (2-4%).
TNM
-
Ti No Mo
Ti Ni Mo
II
T2 No Mo
T2 Ni Mo
III
T3 No Mo
T3 Ni Mo
T3 M2
Mo
IV
Tx N3 Mo
T4 No Mo
T4 Ni Mo
Tu Nx
Mia
Tx Nx
Mib
Klinik
Karsinoma insitu VIN 3 non invasive Pagets
disease
Tumor terbatas pada vulva diameter kurang dari 2
cm
Tak ada pembesaran kelenjar limfe inguinal yang
mencurigakan
Tumor terbatas pada vulva, diameter > 2 cm
Tidak
ada
pembesaran
kelenjar
yang
mencurigakan
Tumor dengan berbagai ukuran:
1. Penyebaran ke uretra dan/atau vagina,
perineum/anus
2. Secara klinis pembesaran kelenjar inguinal
dicurigai metastase
1. Infiltrasi ke mukosa kandung kencing, mukosa
rektum, 1/3 bagian atau mukosa uretra dan atau
2. Terfiksir ke tulang dan atau
3. Penyebaran jauh
Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis.
IGst Agung MAP,S.Ked
102
Stadium
0
Eksisi
Lokal
Stadium I-II
Vulvektomi
Groin
disection
Limfadenek
tomi
Stadium III - IV
Radiasi
eksternal
2.000-3.000
rad
Non
Opera
bel
Radikal
vulvektomi/
yg lebih
advance
Palia
tif
Opera
bel
Post Operasi
Radiasi eksternal 4.000 5.000 rad
Sel Ganas
(-) pd kel.
Limfe
Pengawasan
lanjutan
Sel Ganas
(+) pd kel.
Limfe
Eksternal
Radiasi
4.000
5.000 rad
Catatan :
Sitostatika biasanya
diberikan untuk
radiosensitisasi
Pengawasan Lanjutan
1) Pemeriksaan.
IGst Agung MAP,S.Ked
103
a. Anamnesis.
b. Fisik Umum.
c. Ginekologi, dan
d. Kalau perlu Pap Smear, kolposkopi atau biopsi.
2) Jadwal.
a. Tiga bulan I
: setiap minggu.
b. Sembilan bulan II : setiap bulan.
c. Satu tahun II
: setiap 3 bulan.
d. Selanjutnya
: setiap 6 bulan.
KARSINOMA ENDOMETRIUM
Batasan
Karsinoma endometrium adalah keganasan yang berasal dari endometrium.
Etiopatogenesis
Penyebab belum diketahui pasti.
Dikemukakan bahwa peranan estrogen sebagai karsinogenik dimana faktor
risiko adalah:
1) Hiperplasia glandulare.
2) Obesitas.
3) Terapi estrogen.
4) Diabetes Melitus.
5) Lain-lain seperti nulipara, late menopause, dan hipertensi.
Patologi
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis.
Jenis histopatologis:
1) Adeno karsinoma (65%).
2) Adenoma akantoma (19%).
3) Lain-lain (16%).
Stadium Klinik
Stadium
Stadium 0
Stadium I
Stadium Ia
Stadium Ib
Deskripsi
Karsinoma insitu
Karsinoma terbatas pada uterus
Kedalaman kavum uteri kurang dari 8 cm
Kedalaman kavum uteri lebih dari 8 cm.
Gl = Well differentiated Adeno Ca
G2 = Moderately differentiated Adeno Ca
G3 = Undifferentiated Adeno Ca
Stadium II
Karsinoma menyebar ke serviks uteri.
Karsinoma menyebar ke luar uterus tapi tidak keluar
Stadium III
dari true pelvic
Stadium IV
Karsinoma menyebar ke luar dari true pelvic
Stadium IVa Pada organ yang berhubungan
Stadium IVb Penyebaran ke organ jauh
IGst Agung MAP,S.Ked
104
Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis.
a. Umur rata-rata 60 tahun.
b. Perdarahan pervaginam.
c. Lekore.
d. Ada masa atau perasaan tidak enak pada perut bagian bawah.
2) Pemeriksaan fisik umum.
a. Kegemukan.
b. Hipertensi.
c. Bila terjadi metastasis.
Asites.
Tanda-tanda lain sesuai dengan organ yang terkena.
3) Pemeriksaan Ginekologi.
a. Perdarahan pervaginam, lekore.
b. Piometra, dan
c. Evaluasi besar dan mobilitas uterus, tanda-tanda penyebaran pada
adneksa, parametrium, dan kavum Douglasi.
4) Pemeriksaan Penunjang.
a. Kuretasi endoserviks dan endometrium.
b. Endometrial aspirasi biopsi.
c. Pap Smear sebagai skrining.
d. Histeroskopi.
e. Pemeriksaan lain sesuai keperluan, misalnya: Ca 125. CEA, reseptor
estrogen, dll.
Skema Penanganan Karsinoma Endometrium
KARSINOMA ENDOMETRIUM
Stadium 0
Stadium
I-G1
Stadium
I-G2-3
TAH BSO
+ Pelvik
& Para
aortik
TAH BSO
Ekstended
+ pelvik &
aortik
Stadium I-II
Radikal
histerektomi /
TAH BSO
Ekstended +
Selektif Pelvik /
Aortik
Limfadenektomi
Radiasi
intrakaviter
3.000 mgh,
setelah 6 mgg
Stadium III-IV
TAH
BSO
Ekstend
ed + Ex.
Radiasi/
Sitostati
ka /
Progrest
eron
Radiasi Intra
kaviter
3.000 mgh
Ex. Radiasi :
Pelvis :
4.0005.000
rad
Abdomen :
2.0003.000
rad
limfa
denektomi
selektif
limfadene
ktomi
selektif
Post
lanjutkan TAH
BSO
Ekstended+selekt
if pelvik & aortik
limfadenektomi
Operasi
Pengawasan
Catatan.
1) Pada waktu laparotomi.
a. Dilakukan sitologi cairan/pencucian kavum peritoneum.
b. Setiap daerah yang mencurigakan penyebaran keganasan dilakukan
biopsi.
c. Setelah uterus terangkat, dibelah dan diperhatikan luas penyebaran/
dalamnya penyakit pada dinding uterus.
2) Sitostatika.
Regimen : CAP (Cyclophoshamide + Adriamicin + Cis. Platinum)
Melphalan + 5 Fluro urasil (5 FU)
Adriamycin + Cyclophosphamide.
3) Progesteron.
a. Megistrol 180 mg - 320 mg/hari per oral.
b. Medroksi progesteron asetat/kaproat 1000 mg/minggu i.m.
c. Medroksi progesteron asetat 150-200 mg/hari per oral.
4) Tamoksifen (anti estrogen): 20-40 mg/hari dan lama pemberian seperti
pada terapi progesteron.
5) Terapi definitif diberikan selama tidak terjadi rekurensi atau bila tidak
progresif.
6) Terapi adjuvant 8-12 minggu.
Pengawasan Lanjutan
1) Komponen yang dievaluasi:
a. Keluhan.
b. Keadaan fisik.
c. Pemeriksaan ginekologi bimanual.
d. Pemeriksaan lain kalau perlu seperti: Pap Smear, foto toraks, CT-Scan,
dan tumor marker.
2) Jadwal pengawasan lanjut:
a. Satu tahun I
: setiap 1 bulan.
b. Satu tahun II
: setiap 3 bulan.
c. Selanjutnya
: setiap 6 bulan.
KANKER OVARIUM
Batasan
Kanker ovarium adalah keganasan pada organ ovarium baik primer maupun
sekunder.
Tumor neoplastik ovarium berasal dari:
1) Coelomic epithelium.
2) Germ cell.
3) Metastatic dari organ lain.
Etiopatogenesis
Etiologi belum diketahui dengan pasti.
Diduga berhubungan dengan faktor:
1) Herediter.
2) Lingkungan fisik dan kimia.
3) Ovulasi.
4) Abnormalitas gonad.
5) Virus.
Patologi
Diagnosis keganasan dan tipe histopatologis berdasarkan atas pemeriksaan
histopatologi.
1) Derajat Keganasan.
a. Borderline/low potential malignancy.
b. Frankly malignant.
IGst Agung MAP,S.Ked
107
2) Tipe Histopatologis.
a. Epithelial (90%).
b. Nonepithelial (10%).
Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis.
a. Dicurigai kanker ovarium usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 60
tahun /menopause dengan:
Tumor kistik atau solid.
Mobile atau terfiksir.
b. Sangat dicurigai kanker ovarium:
Tumor cepat membesar, padat berdungkul, dan terfiksir.
Dapat disertai keadaan umum yang menurun sampai kacheksia,
asites, efusi pleura, gangguan pasase usus, pembesaran kelenjar
limfe supra klavikula dan lain-lain sesuai dengan luas penyebaran
penyakit ke organ lainnya.
2) Pemeriksaan Penunjang.
a. USG (dikerjakan pada setiap kasus tumor ovarium).
b. Tumor marker.
c. Laparoskopi.
d. Sitologi cairan ascites dan pleura.
e. Biopsi kelenjar limfe yang membesar.
f. Foto toraks, rektosigmoidoskopi, CT-scan, dan barium enema.
g. Pemeriksaan lain kalau perlu.
3 ) Stadium klinis kanker ovarium (FIGO), berdasarkan evaluasi klinik dan
atau operatif:
Stadium
Deskripsi
Stadium I Tumor tumbuh terbatas pada ovarium
Stadium Terbatas pada satu ovarium, kapsul intak, tidak ada
Ia
tumor pada permukaan dan sel ganas (-) pada cairan
ascites.
Stadium Terbatas pada kedua ovarium, kapsul intak, tidak
Ib
ada tumor pada permukaan dan sel ganas negatif
pada cairan ascites atau cucian peritoneum
Adalah stadium Ia dan Ib dengan tumor pada
Stadium Ic
permukaan ovarium atau ruptur kapsul atau ascites
dengan sel ganas (+) atau cucian peritoneum sel
ganas (+)
Stadium
Pertumbuhan tumor pada satu atau kedua ovarium
II
dengan penyebaran pada pelvis
Penyebaran ke uterus atau tuba
Stadium Penyebaran ke organ pelvis lainnya
IIa Stadium IIa/IIb dengan tumor pada permukaan
Stadium
ovarium atau ruptur kapsul, atau asites dengan sel
IIb
ganas (+) atau cucian peritoneum sel ganas (+)
IGst Agung MAP,S.Ked
108
Stadium
IIc
Stadium
Tumor pada satu/kedua ovarium dengan implantasi
III
tumor pada peritoneum diluar kavum pelvis
dan/atau pembesaran kelenjar limfe
retroperitoneal/inguinal (+), Metastasis ke bagian
superfisial hati atau tumor terbatas pada rongga
pelvis tetapi pemeriksaan histopatologi terhadap
Stadium perluasan pada usus halus atau omentum.
IIIa Tumor secara makros terbatas pada true pelvis
dengan pembesaran kelenjar limfe (-) tetapi secara
histologi ada perluasan pada peritoneum abdomen.
Stadium Stadium IIIa dan perluasan tumor pada peritoneum
IIIb
abdomen kurang dari 2 cm, pembesaran kelenjar
limfe (-).
Stadium Stadium IIIa + pertumbuhan tumor pada peritoneum
IIIc
abdomen lebih dari 2 cm dan atau pembesaran kel
limfe retroperitoneal/inguinal (+).
Stadium
Tumor pada satu atau kedua ovarium dengan
IV
metastase jauh berupa pleural efusion dengan
sitologi (+) atau penyebaran pada parenkim hati.
Catatan :
Stadium lc apabila stadium Ia terjadi:
a. Kapsul ruptur spontan atau dipecahkan oleh operator.
b. Sitologi (+) dari cairan peritoneum atau ascites.
Penatalaksanaan
A. Tindakan Operatif (Surgical Staging).
1) Insisi pada garis tengah.
2) Setiap cairan bebas di kavum peritoneum diambil untuk pemeriksaan
sitologi terutama di kavum Douglasi.
3) Bila cairan bebas tidak ada, dilakukan pencucian peritoneum dengan
NaCI 0,9% 5-10 cc kemudian dilakukan pemeriksaan sitologi.
4) Eksplorasi terutama kavum Douglasi, parakoloiliakal, dan
subdiafragma.
5) Setiap daerah yang mencurigakan ganas atau perlekatan pada
peritoneum hendaknya dibiopsi.
6) Daerah retroperitoneum yaitu daerah pelvis dan para aorta dievaluasi,
bila pembesaran kelenjar limfe positif maka dilakukan limfadenektomi.
7) Pengangkatan tumor:
a. Diusahakan mengangkat tumor secara utuh.
b. Bila tidak bisa, dilakukan debulking yaitu mengangkat tumor
semaksimalnya.
c. Perhatikan tumor secara makroskopis dengan teliti, bila ada
keraguan dilakukan Frozen Section.
8) Pengangkatan uterus dan ovarium melalui TAH-BSO dilakukan pada
kasus-kasus yang sudah jelas ganas atau usia diatas atau sama dengan
50 tahun.
9) Omentektomi, dilakukan pada kasus yang sudah jelas ganas secara
makros/mikros. Dikerjakan mulai kolon trasversum.
IGst Agung MAP,S.Ked
109
B. Terapi.
Terapi berdasarkan stadium dan tipe histopatologik.
1) Keganasan Boderline.
a. Stadium I
: Salpingoooforektomi Unilateral.
b. Stadium Ic-IV : TAH-BSO/Debulking + Omentektomi +
Kemo/radioterapi.
2) Frankly Malignant.
a. Epithelial.
Stadium la-G1 ingin anak dilakukan SO unilateral dengan
catatan:
Post operasi dapat dilakukan follow-up teratur secara klinis
dan tumor marker.
Setelah anak cukup maka uterus dan ovarium kontralateral
diangkat.
Tidak ada kelainan lain pada pelvis.
Kapsul utuh dan tidak ada perlekatan.
Tidak ada invasi ke kapsul, kelenjar limfe dan omentum.
Stadium Ib-Gl, dilakukan TAH-BSO + Omentektomi.
Stadium Ia, b, c,-G2-3 sampai stadium IV dilakukan TAHBSO/Debulking + Kemo/radioterapi.
b. Nonepithelial .
Stadium Ia-Gl, ingin anak dilakukan SO Unilateral.
Stadium Ia, G2-3- IV dilakukan TAH-BSO + Omentektomi +
Kemo/radioterapi.
3) Sitostatika pilihan utama dan radiasi:
a. Jenis epitelial adalah CAP (Cyclophosphamide, Adriamycine dan
Cis Platinum).
b. Jenis nonepitelial adalah:
PVC (Cis Platinum, Vinblastin dan Bleomycine).
VAC (Vincristin,Actinomycin D. dan Cyclophosphamide).
c. Radiasi Ekstemal:
Pelvis
: 4.000-5.000 rad.
Abdomen/Tempat lain
: 2.000-3.000 rad.
C. Operasi Second Look.
Dilakukan dengan tujuan:
1) Konfirmasi staging, bila pada operasi sebelumnya tidak dilakukan
staging secara lengkap.
2) Reduksi massa tumor, pasca terapi sitostatika dimana telah terjadi
regresi atau progresi tumor.
3) Evaluasi pasca terapi sitostatika, secara klinis penderita bebas dari
penyakit yang dilakukan 4-12 bulan setelah terapi sitostatika.
D. Kasus kanker ovarium dengan kehamilan.
1) Adjuvant kemoterapi dapat diberikan setelah kehamilan 16 minggu.
2) Operasi komplit (TAH-BSO + Omentektomi) dilakukan setelah anak
lahir atau pada waktu SC. Tehnik operasi sama dengan eksplorasi
seperti laparotomi awal.
TUMOR OVARIUM
Kistik
<
7 cm
Obser
vasi
2-3
bulan
Pil
KB
Kistik,
Umur 2060 thn
Usia > 50
thn
TAHBSO
Curiga Ganas
Tumor solid, mobil tidak
berdungkul
Kistik > 7 cm, usia < 20
dan > 60 tahun, menopause
Solid
Lapatomi
Tumor di belah
Kistik
Usia < 50
thn
Usia <
60 thn
Usia > 50
thn/
menopau
se
Usia > 60
thn/ meno
pause
Keganasan
meragukan
Usia >
50
tahun
Keganas
an
meyakin
kan
TAH-BSO
Debulking
Omentek
tomi
Laparotomi Tumor
dibelah
Usia
< 50
tahun
Curiga
Ganas
TAHBSO+
Omentekt
omi
Frozen
Tidak
curiga
ganas
TAH-BSO
ion
Ganas
Tidak Ganas
TAH-BSO+
Omentektomi
SO Unilateral
Pengawasan Lanjutan
1) Pemeriksaan meliputi:
a. Anamnesis.
b. Pemeriksaan fisik umum.
c. Pemeriksaan ginekologi.
d. Tumor marker (kalau perlu).
e. Fungsi hati, ginjal dan sumsum tulang (kalau perlu).
2) Jadwal.
a. Tiga bulan
I:
setiap 2 minggu.
b. Sembilan bulan
II:
setiap 4 minggu.
c. Tahun
II:
setiap 3 bulan.
d. Tahun-tahun berikutnya:
setiap 6 bulan