Anda di halaman 1dari 5

Ampas tebu adalah suatu residu dari proses penggilingan tanaman tebu (Saccharum oficianarum)

setelah diekstrak atau dikeluarkan niranya pada industri pemurnian gula sehingga diperoleh hasil
samping sejumlah besar produk limbah berserat yang dikenal sebagai ampas tebu (bagasse).
Menurut rumus Pritzelwitz, tiap kilogram ampas dengan kandungan gula sekitar 2.5% (Yuwono.
dkk, 2012).
Bagasse (limbah padat tebu) sebagian besar mengandung ligno-cellulose. Lignoselulosa terutama
tersusun atas lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Kandungannya bervariasi tergantung pada jenis
dan umur tanaman. Bagasse mengandung air 48 - 52%, gula rata-rata 3.3%, dan serat rata-rata
47.7%. Serat bagasse tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari selulosa,
pentosan dan lignin.
Berdasarkan bahan kering, ampas tebu adalah terdiri dari unsur C (carbon) 47 %, H (Hydrogen)
6,5 %, O (Oxygen) 44 % dan abu (Ash) 2,5 %. Menurut rumus Pritzelwitz (Hugot, 1986) tiap
kilogram ampas dengan kandungan gula sekitar 2,5 % akan memiliki kalor sebesar 1825 kkal.
Bagasemengandung air 48 - 52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagase
tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari selulosa, pentosan dan lignin (Husin,
2007).
Menurut Husin (2007) hasil analisis serat bagas adalah seperti dalam Tabel berikut:
Tabel Komposisi kimia ampas tebu

Kandungan

Kadar (%)

Abu

3,82

Lignin

22,09

Selulosa

37,65

Sari

1,81

Pentosan

27,97

SiO2

3,01

Data Awal Pengukuran


Kompos bagase adalah kompos yang dibuat dari ampas tebu (bagase), yaitu limbah
padat sisa penggilingan batang tebu. Kompos ini terutama ditujukan untuk
perkebunan tebu. Pabrik gula rata-rata menghasilkan bagase sekitar 32% bobot
tebu yang digiling. Sebagian besar bagase dimanfaatkan sebagai bahan bakar
boiler, namun selalu ada sisa bagase yang tidak termanfaatkan yang disebabkan
oleh stok bagase yang melebihi kebutuhan pembakaran oleh boiler pabrik. Sisa
bagase ini di masa depan diperkirakan akan bertambah seiring meningkatnya
kemajuan teknologi yang mampu meningkatkan efisiensi pabrik pengolahan tebu,
termasuk boiler pabrik.

Limbah bagase memiliki kadar bahan organik sekitar 90%, kandungan N 0.3%,
P2O5 0.02%, K2O 0.14%, Ca 0.06%, dan Mg 0.04% (Toharisman, 1991). Pemberian
kompos campuran bagase, blotong, dan abu boiler pabrik pengolahan tebu dapat
meningkatkan ketersediaan hara N, P, dan K dalam tanah, kadar bahan organik, pH
tanah, serta kapasitas menahan air (Ismail, 1987). Hasil penelitian Riyanto (1995)
menunjukkan bahwa pemberian kompos bagase 4-6 ton/ha dapat mengurangi
penggunaan pupuk NPK hingga 50%.
Bahan pembuatan kompos bagase yaitu bagase dan kotoran sapi yang
dimanfaatkan sebagai bioaktivator, dengan perbandingan volume 3:1. Penambahan
kotoran sapi selain sebagai bioaktivator juga untuk menurunkan rasio C/N. Bagase
dan kotoran sapi ditumpuk berselingan dengan tebal bagase 30 cm dan tebal
kotoran sapi 10 cm, lalu di tumpukan teratas diberikan jerami sebagai penutup.
Pengomposan dilakukan dengan sistem windrow menggunakan saluran udara yang
terbuat dari bambu yang dipasang secara vertikal dan horizontal. Selama proses
pengomposan, dilakukan penyiraman secara rutin diikuti dengan pemeriksaan suhu
dan kelembaban. Tumpukan bagase dibalik setiap minggu atau ketika kelembaban
melebihi 70%. Proses pengomposan membutuhkan waktu 3 bulan hingga kompos
menunjukkan warna coklat tua hingga hitam.
Hasil analisis kompos bagase dengan starter kotoran sapi.
Sifat kompos Kandungan
Kadar air (%)
pH
4.95
C (%)
20.47
N (%)
1.12
Rasio C/N
18.00
P2O5 (%)
0.08
K2O (ppm) 75.29
SO4 (%)
0.02
Ca (%)
0.08
Mg (ppm)
91.69

64.23

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura


Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase (kompos yang dibuat
dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L)
meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan
pengaplikasian dibandingkan degan yang tanpa kompos, namun tidak ada
peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor, kalium, dan sulfur.

Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak


meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun
diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu.
Satu diantara energi alternatif yang relatif murah ditinjau aspek produksinya dan
relatif ramah lingkungan adalah pengembangan bioetanol dari limbah-limbah
pertanian (biomassa) yang mengandung banyak lignocellulose seperti bagas
(limbah padat industri gula). Indonesia memiliki potensi limbah biomassa yang
sangat melimpah seperti bagas. Industri gula khususnya di luar jawa menghasilkan
bagas yang cukup melimpah.
Potensi bagasse di Indonesia menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia
(P3GI) tahun 2008, cukup besar dengan komposisi rata-rata hasil samping industri
gula di Indonesia terdiri dari limbah cair 52,9 persen, blotong 3,5 persen, ampas
(bagasse) 32,0 persen, tetes 4,5 persen dan gula 7,05 persen serta abu 0,1 persen.
Bagasse tebu (Saccharum officinarum L.) semula banyak dimanfaatkan oleh pabrik
kertas, namun karena tuntutan dari kualitas kertas dan sudah banyak tersedia
bahan baku kertas lain yang lebih berkualitas, sehingga pabrik kertas mulai jarang
menggunakannya. Material bahan organik yang dimiliki pabrik gula cukup banyak,
sebagai contoh adalah limbah hasil proses pasca panen di lapangan, yaitu klaras
dan daun tebu, serta limbah proses pabrik gula, antara lain blotong dan ampas tebu
yang kadar bahan organiknya dapat mencapai di atas 50% (Unus, 2002).
Limbah padat pabrik gula (PG) berpotensi besar sebagai sumber bahan organik
yang berguna untuk kesuburan tanah. Menurut Budiono (2008), ampas (bagasse)
tebu mengandung 52,67% kadar air; 55,89% C-organik; N-total 0,25%; 0,16% P2O5:
dan 0,38% K2O. Kompos adalah hasil dekomposisi biologi dari bahan organik yang
dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba (bakteria,
actinomycetes dan fungi) dalam kondisi lingkungan aerobik atau anaerobic.
Hasil pengomposan campuran blotong, ampas (bagasse) dan abu ketel diinkubasi
dengan bioaktivator mikroba selulolitik selama 1 dan 2 minggu, kemudian
diaplikasikan ke lahan tebu. Pemberian kompos 10 ton/ha mampu meningkatkan
bobot tebu sebanyak 16,8 ton/ha. Bioaktivator adalah inokulum campuran berbagai
jenis mikroorganisme (mikroba lignolitik, selulolitik, proteolitik, lipolitik, amilolitik,
dan mikroba fiksasi nitrogen non simbiotik) untuk mempercepat laju pengomposan
bahan organik .

http://www.duniakompos.co.cc/2010/08/kompos-bagase.html

http://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFAPERTA/article/viewFile/5274/5153

Anda mungkin juga menyukai