Jenis-Jenis Kompos
Kompos Bagase
Kompos bagase kompos yang dibuat dari ampas tebu (bagase), yaitu limbah padat
sisa penggilingan batang tebu. Kompos ini terutama ditujukan untuk perkebunan tebu. Bahan
pembuatan kompos bagase yaitu bagase dan kotoran sapi yang dimanfaatkan
sebagai bioaktivator, dengan perbandingan volume 3:1. Penambahan kotoran sapi selain
sebagai bioaktivator juga untuk menurunkan rasio C/N. Bagase dan kotoran sapi ditumpuk
berselingan dengan tebal bagase 30 cm dan tebal kotoran sapi 10 cm, lalu di tumpukan teratas
diberikan jerami sebagai penutup.
Kompos Bokashi
5. Cara Pengomposan
Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan stabilisasi bahan
organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan yang terkendali (terkontrol) dengan
hasil akhir berupa humus dan kompos (Simamora dan Salundik, 2006 dalam Rahmaini,
2008).
Ada beberapa teknik cara pengomposan yang biasa digunakan. Pengomposan sengaja
dilakukan karena di alam jarang sekali terjadi proses pengomposan secara alami dikarenakan
suhu dan cuaca yang fluktuatif menyebabkan kondisi yang suboptimal untuk menunjang
terjadinya pengomposan.
Klasifikasi pengomposan berdasarkan ketersediaan oksigen yang diperlukan pada
proses pembuatannya dapat dikelompokkan menjadi aerobik (dalam prosesnya
menggunakan oksigen atau udara) dan anaerobik (dalam prosesnya tidak memerlukan adanya
oksigen). Pengomposan aerobik lebih banyak dilakukan karena tidak menimbulkan bau,
waktu pengomposan lebih cepat, serta temperatur proses pembuatannya tinggi sehingga dapat
membunuh bakteri patogen dan telur cacing sehingga kompos yang dihasilkan lebih higienis
(Pustaka PU, 2015).
Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai nisbah C/N bahan organik menjadi
sama dengan nisbah C/N tanah. Nisbah C/N adalah hasil perbandingan antara karbohidrat dan
nitrogen yang terkandung di dalam suatu bahan. Nilai nisbah C/N tanah adalah 10-12. Bahan
organik yang memiliki nisbah C/N sama dengan tanah memungkinkan bahan tersebut dapat
diserap oleh tanaman (Djuarnani dkk, 2005 dalam Rahmaini, 2008).
Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti 1) karbohidrat, selulosa,
hemiselulosa, lemak, dan lilin menjadi CO2 dan air, 2) zat putih telur menjadi amonia, CO2,
dan air, 3) peruraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman. Dengan
perubahan tersebut kadar karbohidrat akan hilang atau turun dan senyawa N yang larut
(amonia) meningkat. Dengan demikian C/N semakin rendah dan relatif stabil mendekati C/N
tanah (Indriani, 2007 dalam Rahmaini, 2008).
a. Cara Pengomposan Secara Tradisional
- Siapkan bahan organik yang akan dijadikan kompos lalu dicacah hingga ukuran lebih
kecil
- Campurkan kotoran ternak (lebihkan 1 karung dari jumlah karung bahan organik), top
soil (1/2 karung), dan dolomit (1/2 karung
- Siram dengan air sedikit demi sedikit sambil diaduk merata dengan kadar air 40-60%
- Letakkan tumpukan bahan tersebut diatas semen
- Tancapkan bambu yang sudah dilubangi untuk memberikan sirkulasi udara
- Tumpukan harus dibalik setiap minggu dan disiram apabila bahan teralu kering.
Setelah 1,5-2 bulan kompos sudah matang, keringanginkan kemudian digiling/diayak
lalu dikemas dan kompos siap untuk dijual (Simamora dan Salundik, 2006 dalam
Rahmaini, 2008).
b. Pembuatan Kompos dengan Bantuan Aktivator
Aktivator merupakan bahan yang terdiri dari enzim, asam humat dan mikroorganisme
(kultur bakteri) yang dapat mempercepat proses pengomposan. Contoh aktivator yang
beredar di pasaran ; EM4, Orgadec, dan Stardec. Adapun teknik pembuatannya antara lain ;
-
Bahan Organik
Hasil dari proses pengomposan secara aerobik berupa bahan kering dengan kelembapan 3040%, berwarna cokelat gelap, dan remah. Selama hidupnya mikroorganisme mengambil air
dan oksigen dari udara, makanannya di peroleh dari bahan organik yang akan diubah menjadi
produk metabolisme berupa karbondioksida, air, humus, dan energi. Sebagian dari energi
yang dihasilkan digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan reproduksi, sisanya
akan dibebaskan sebagai panas (Djuarnani dkk, 2005).
b. Pengomposan Secara Anaerobik
Dekomposisi secara anaerobik merupakan modifikasi biologis pada struktur kimia
dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa udara). Proses ini merupakan
proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi temperatur seperti yang terjadi pada proses
pengomposan secara aerobik. Namun, pada proses anaerobik perlu tambahan panas dari luar
sebesar 30 C (Djuarnani dkk, 2005).
Pengomposan anaerobik akan menghasilkan gas metan (CH4), karbondioksida (CO2),
dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah seperti asam asetat, asam propionat,
asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat. Gas metan bisa dimanfaatkan sebagai bahan
bakar alternatif (biogas). Sisanya berupa lumpur yang mengandung bagian padatan dan
cairan. Bagian padatan ini yang disebut kompos. Namun, kadar airnya masih tinggi sehingga
sebelum digunakan harus dikeringkan (Simamora dan Salundik, 2006).
Sisa hasil pengomposan anaerobik berupa lumpur yang mengandung air sebanyak
60% dengan warna cokelat gelap sampai hitam. Hasil ini biasanya terkontaminasi oleh
tanaman phytotoxin yang hadir sebagai asam, metana dan hidrogen sulfida yang bersifat
racun (Djuarnani dkk, 2005).
Daftar Pustaka
Mahsur. 2001. Vermikompos (Kompos Cacing Tanah) Pupuk Organik Berkualitas Dan
Ramah Lingkungan. Mataram; Instalasi Penelitian Dan Pengkajian Teknologi
Pertanian (IPPTP) Mataram Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. (online)
http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/agritek/ntbr0102.pdf.
Rahmaini, Wulan. 2008. Kandungan Co2, Nisbah C/N Dan Temperatur Pada Pengomposan
Jerami Padi Dengan Menggunakan Trichoderma Harzianum Dan Cacing Tanah.
Medan;
Univeritas
Sumatera
Utara.
(online)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25149/4/Chapter%20II.pdf.
Simamora, Suhut, dan Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Jakarta; AgroMedia
Pustaka.
Djuarnani, Nan. dkk. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Agromedia Pustaka; Jakarta
(online)
https://books.google.co.id/books?
id=O46HSApC94IC&pg=PR7&lpg=PR7&dq=cara+pengomposan&source=bl&ots=v
3LGpCeaeU&sig=FmAAVlFz9zzj7uOJbGvVQCTk4tI&hl=id&sa=X&ei=1rD7VPaz
CJSnuQSynoGoDw&redir_esc=y#v=onepage&q=cara%20pengomposan&f=false.
Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif, Cetakan Pertama. AgroMedia Pustaka;
Jakarta.
Isroi dan N. Yuliarti. 2009. Kompos. Penerbit ANDI; Yogyakarta.