Anda di halaman 1dari 4

Latar Belakang Terbentuknya Undang-Undang AMDAL

(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)


oleh
Agus Susanto
130301130
Agroekoteknologi 3

AMDAL untuk pertama kalinya lahir dengan dicetuskannya undang-undang mengenai lingkungan
hidup yang disebut National Environmental Policy Act (NEPA) oleh Amerika Serikat pada tahun 1969.
NEPA mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1970. Pasal 102 (2) (C) dalam undang-undang ini menyatakan
bahwa semua usulan legislasi dan aktivitas pemerintah federal yang besar yang diperkirakan akan
mempunyai dampak penting terhadap lingkungan diharuskan disertai laporan Environmental Impact
Assessment (Analisis Dampak Lingkungan).
NEPA 1969 sendiri merupakan suatu reaksi terhadap kerusakan lingkungan oleh aktivitas manusia
yang makin meningkat, sebut saja seperti tercemarnya lingkungan oleh pestisida serta limbah industri dan
transport, rusaknya habitat tumbuhan dan hewan langka, serta menurunnya nilai estetika alam. Kasuskasus yang terjadi akibat aktivitas manusia adalah :
1. Sejak permulaan tahun 1950-an Los Angeles di Negara bagian California, Amerika Serikat,
telah terganggu oleh asap-kabut atau (smog = smoke + fog), yang menyelubungi kota, mengganggu
kesehatan dan merusak tanaman. Asbut berasal dari gas limbah kendaraan dan pabrik yang mengalami
fotooksidasi dan terdiri atas ozon, peroksiatil nitrat (PAN), nitrogenoksida, dan zat-zat lain.
2. Pada tahun 1962 dimana terbit sebuah buku karangan Rachel Carson yang berjudul The Silent
Spring ( Musim Semi Yang Sunyi). Dalam bab 1 bukunya itu Carson antara lain menyatakan: Penyakit
misterius telah menyerang ayam; sapi serta domba sakit dan mati. Dimana-mana terdapat bayangan
kematian. Para petani berbicara tentang banyaknya kematian dalam keluarga mereka. Para dokter
menghadapi teka-teki penyakit baru.
3. Sebelum diterbitkannya buku Carson tersebut di bagian dunia yang lain, yaitu di Jepang, terjadi
malapetakan yang mengerikan. Pada akhir tahun 1953 di antara penduduk nelayan dan keluarganya di
sekitar Teluk Minamata di barat daya Pulau Kyusuhu, yang makanan utamanya terdiri atas ikan, terjadilah
wabah neurologis yang tidak menular. Pada penderita secara progresif mengalami melemahnya otak,
hilangnya penglihatan, terganggunnya fungsi otak dan kelumpuhan yang dalam banyak hal berakhir koma
dan kematian. Penyakit itu belum dikenal oleh dunia kedokteran. Baru pada tahun 1959 dapatlah

ditunjukkan, penyakit tersebut disebabkan oleh konsumsi ikan yang tercemar oleh metilmerkuri. Sumber
metilmerkuri ialah limbah yang mengandung Hg dari beberapa pabrik kimia milik Chisso Co. yang
memproduksi plastic (PVC). Limbah tesebut telah dibuang ke Teluk Minamata selama beberapa tahun
sebelum

1953.

terbentuk

asetalde

Metilmerkuri
dan

air

itu
raksa

anorganik yang digunakan sebagai


katalisator.

Penyakit

ini

akhirnya

dikenal dengan penyakit Minamata,


yang tidak hanya terjadi satu kali
namun hingga 3 kali ledakan kasus
yang memakan korban cukup banyak.

Gambar 1. Gejala Penyakit Minamata

Malapetakan lain yang berkaitan dengan air raksa terjadi di Irak yang menerima benih gandum
dari Meksiko yang telah diperlakukan dengan fungisida air raksa, yaitu etilmerkuri p-toluen sulfonanilida.
Benih tersebut dimaksudkan untuk ditanam dan bukan untuk dikonsumsi. Akan tetapi penduduk yang
melarat telah memakannya, sehingga mengalami keracunan.
Masih banyak lagi kasus-kasus mengerikan terkait pencemaran lingkungan. Ghana dengan kasus
yang serupa. Benih jagung yang diperlakukan dengan fungisida air raksa telah dimakan oleh penduduk
setelah benih tersebut dicuci bersih. Penduduk setempat menyangka, dengan pencucian itu racun tersebut
dapat hilang, padahal hal itu tidak mengurangi dampaknya.
Ada juga kasus pencemaran logam Kadmium (Cd) yang terjadi di Jepang. Sumber pencemaran
tersebut ialah sebuah tambang seng (Zn) milik Makioko Co., di Prefektur Toyama. Limbah tersebut di
buang ke S. Jintsu. Yang menyebabkan dalam fase pertama peracunan terjadilah kuning pada gigi
( Cadmium ring), hilangnya kemampuan mencium bau dan mulut menjadi kering. Kemudian jumlah sel
darah merah menurun dan terjadi kerusakan sumsum tulang.
Menyikapi banyaknya reaksi dari masyarakat terhadap dampak pencemaran lingkungan ditambah
dengan timbulnya kasus demi kasus misterius yang memakan banyak korban yang ternyata penyebabnya
adalah pencemaran-pencemaran bahan berbahaya, sehingga mendorong pemerintah Amerika Serikat untuk
membuat NEPA.
NEPA dengan cepat menyebar di negara-negara maju yang kemudian disusul oleh negara
berkembang dengan banyaknya pihak yang telah merasakan bahwa NEPA adalah alat yang ampuh untuk
menghindari terjadinya kerusakan lingkungan yang lebih parah akibat aktivitas manusia. Dengan mangacu
pada NEPA, maka untuk pertama kalinya pada tahun 1982 Indonesia mencetuskan UULH No. 4 tahun
1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini merupakan
langkah awal Indonesia untuk menjadikan pembangunan berwawasan lingkungan. Pasal 16 UULH No. 4
tahun 1982 menyatakan bahwa setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap
lingkungan hidup wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan yang pelaksanaannya
diatur dengan peraturan pemerintah.

Untuk menindaklanjuti operasionalnya, dikeluarkanlah PP No. 29 Tahun 1986 tentang Analisis


Mengenai Dampak Lingkungan dalam Lembaran Negara Tahun 1986 No. 42 Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3338. Isinya menyatakan bahwa AMDAL dimaksudkan sebagai bagian dari studi kelayakan
pembangunan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. PP No. 29 Tahun 1986 kemudian dicabut dan diganti
dengan PP No. 51 Tahun 1993 yang kemudian diganti lagi dengan PP No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan. Semenjak itulah semakin banyak munculnya peraturan perundangundangan lain mengenai AMDAL, salah satu yang tergolong sangat penting untuk menentukan bentuk
kajian lingkungan yang akan dilakukan adalah Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001
mengenai jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL

Anda mungkin juga menyukai