2012
Gambar Sampul
Pilot Project Sumur GMB Lapangan Rambutan, Sumatera Selatan
ISBN : 978-979-8218-26-2
PENGANTAR
PRAKATA
CBM (Coal Bed Methane) atau Gas Metana Batubara merupakan famili
gas alam dengan dominasi gas metana yang dihasilkan selama proses
pembatubaraan dan juga terperangkap dalam batubara. Gas metana
memiliki kadar kalori yang paling rendah dibandingkan gas alam lainnya
dan karena memiliki rantai atom tunggal sehingga menghasilkan gas
buang atau asap yang lebih sedikit. Dengan demikian lebih ramah
lingkungan dibandingkan gas lainnya.
Penelitian potensi GMB di Indonesia diawali dari studi kelayakan
dan potensi di cekungan Sumatera Selatan yang kemudian menjadi
proyek percontohan GMB di Lapangan Rambutan, Kabupaten Muara
Enim, Sumatera Selatan. Dengan jumlah cadangan sebesar 183 Tcf di
Cekungan Sumatera Selatan maka layak untuk dikaji sebagai proyek
percontohan dan unggulan serta diharapkan dapat menjadi inisiator
bisnis pengusahaan GMB di Indonesia. Penelitian kemudian difokuskan
pada penyelesaian sumur dan pelaksanaan dewatering. Kegiatan ini
merupakan pionir pengusahaan pengembangan GMB di Indonesia.
Proyek tersebut terus dilanjutkan dengan melakukan pemboran 5 sumur
uji CBM.
Dengan potensi GMB yang ada, maka produksi GMB dapat dimanfaatkan
menjadi energi listrik. Pada tahun 2010, Pemerintah mengeluarkan satu
kebijakan yang kemudian direspon oleh Dirjen Migas dengan GMB to
Power. Kebijakan ini sejalan dengan tujuan awal, yaitu pengembangan
GMB di Indonesia untuk meningkatkan rasio elektrifikasi nasional.
Pada tahun 2011, Puslitbangtek Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS telah
menguji pemanfaatan gas untuk pembangkit listrik di sumur GMB 3 dan
4 dengan memasang generator berkapasitas 12 KVA dan listrik yang
dihasilkan sementara ini dipergunakan untuk penerangan lokasi. Hal ini
membuktikan juga bahwa GMB sudah siap untuk dimanfaatkan menjadi
energi listrik. Keberhasilan pembuktian gas dari proyek percontohan
GMB telah mendorong bergeraknya industri untuk mengembangkan
sumber daya GMB.
ii
II. Judul.
III. Daru
665.772
iii
PENGARAH
Dra. Yanni Kussuryani, M.Si.
Penyunting
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................
PRAKATA ...................................................................................
ii
iii
PENGARAH ................................................................................
iv
11
15
19
19
21
25
25
26
27
28
31
32
40
43
51
54
61
61
68
77
85
85
88
89
93
95
98
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.4 Jenis dan Orientasi Cleat pada Batu bara ..............
10
12
Gambar 2.6 Tiga Phase Kurva Produksi Air dan Gas .................
13
14
16
17
21
22
31
33
33
35
38
39
41
vii
42
43
44
45
46
48
49
50
53
54
63
64
64
66
66
67
75
79
79
81
81
82
viii
92
93
94
97
98
99
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1
51
Tabel 5.2
52
Tabel 5.3
52
Tabel 5.4
55
Tabel 5.5
56
Tabel 5.6
57
Tabel 5.7
58
Tabel 5.8
58
Tabel 5.9
59
59
60
Tabel 6.1
65
Tabel 6.2
71
Tabel 6.3
73
Tabel 6.4
74
Tabel 6.5
74
Tabel 6.6
76
Tabel 6.7
77
Tabel 6.8
Tabel 8.1
Tabel 8.2
95
94
Tabel 8.3
78
96
BAB 1
PENDAHULUAN
Pengelolaan kekayaan alam yang dimiliki Indonesia khususnya sumber
energi harus dilakukan secara tepat dan efisien untuk kelangsungan
persediaan energi nasional dalam jangka panjang. Minyak, gas bumi
dan batu bara merupakan energi fosil yang tidak terbarukan, oleh sebab
itu pemanfaatannya harus dilakukan secara hemat, sedangkan untuk
potensi energi terbarukan dan energi alternatif perlu dikembangkan dan
dioptimalkan pemanfaatannya. Sumber energi alternatif yang sudah
dikembangkan antara lain panas bumi (geothermal) untuk pembangkit
tenaga listrik dan biofuel yang berasal dari minyak nabati untuk bahan
bakar kendaraan bermotor.
Hingga saat ini, pemakaian energi minyak dan gas bumi masih menjadi
andalan untuk menggerakkan roda ekonomi baik pada skala industri
maupun rumah tangga. Namun demikian tingkat produksi minyak dan
gas bumi di Indonesia secara bertahap sudah mengalami penurunan,
sedangkan eksplorasi yang dilakukan untuk mendapatkan sumber
lapangan baru belum memperoleh hasil yang memuaskan. Sementara
itu, cadangan batu bara sebagai salah satu sumber energi fosil yang
lain masih cukup melimpah, akan tetapi pemakaiannya masih terbatas
di kalangan industri. Di masa mendatang, kiranya tidak diragukan
lagi bahwa peran batu bara sebagai sumberdaya energi akan terus
meningkat sebagai konsekuensi makin meningkatnya pemakaian energi
baik untuk keperluan industri maupun rumah tangga.
Penambangan batu bara oleh perusahaan-perusahaan tambang batu
bara selama ini hanya dilakukan pada lapisan batu bara dipermukaan
(Open Pit Mining), sedangkan lapisan batu bara dalam (sub-surface
coal seams) masih belum termanfaatkan. Hal tersebut disebabkan
karena biaya penambangan batu bara dalam sangat mahal dan beresiko
tinggi. Oleh karena itu, perlu dikembangkan metode lain, yaitu dengan
mengekstrak gas metana yang terkandung di dalamnya yang disebut
Coalbed Methane (CBM) atau Gas Metana Batu bara (GMB) menjadi
sumber energi alternatif dan sebagai bahan baku industri.
BAB 2
GAS METANA BATU BARA SEBAGAI ENERGI BARU
Gambar 2.1
Tahapan Proses Pembentukan Batu bara
bara. Gas tersebut juga disebut dengan sweet gas karena tidak ada
kandungan H2S. GMB tersimpan dalam batuan melalui proses yang
disebut adsorption. Gas metana menempel pada micropore batu
bara (matrix). Fracture atau rekahan pada batu bara (cleats) dapat
juga berisi gas bebas atau gas yang tersaturasi oleh air. Sistem ini
disebut dengan Dual Porosity Reservoirs.
Gambar 2.2
Reservoir Gas Metana Batu bara
Reservoir CBM
Gambar 2.4
Jenis dan Orientasi Cleat pada Batu bara
10
11
Gambar 2.5
Skema Proses Keluarnya Gas Metana dari Batu bara
Gambar 2.6
Tiga Phase Kurva Produksi Air dan Gas
13
Gambar 2.7
Diagram Sumur GMB
14
15
Gambar 2.8
Volume Gas pada Batu bara sebagai fungsi dari Rank Batu bara
16
Gambar 2.9
Mekanisme Aliran Gas pada Reservoir GMB
17
18
BAB 3
PENGEMBANGAN GAS METANA BATU BARA
19
Pengeboran Eksplorasi
Dari kajian geologi dan geofisika dapat dihasilkan lokasi sweetness
untuk menentukan titik pemboran. Kegiatan pengeboran dilakukan
untuk mengetahui data-data parameter reservoir dan karakter batu
bara di wilayah pengembangan GMB. Kegiatan yang dilakukan
pada tahap ini antara lain pengumpulan inti bor, pengukuran
kandungan gas in place, serta analisis karakter batu bara baik
megaskopis maupun mikroskopis (laboratory analysis). Dari hasil
pengeboran eksplorasi dapat diketahui permeabilitas reservoir, gas
compressibility factor, desorbtion-isotherm, initial water saturation
dan ketebalan net batu bara.
Pilot or Feasibility Drilling
Berdasarkan hasil analisis parameter reservoir dan karakter batu
bara dapat dilanjutkan pemboran 4 - 5 sumur dalam pola drainage
untuk melakukan uji produksi lanjutan. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk menentukan potensi produksi gas.
Pilot Production Testing
Pada tahap production testing dilakukan pemboran yang lebih
banyak dibandingan dengan tahap feasibility drilling. Pada awalnya,
10-25 sumur dibuat di sekitar feasibility project dengan beberapa
fasilitas sementara untuk mengevaluasi aspek komersil dan
optimalisasi spasi antar sumur.
Pengembangan produksi komersial
Tahapan terakhir adalah pengembangan produksi secara komersial,
pada tahap ini dilakukan produksi komersial dengan fasilitas
yang permanen. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah
melakukan pengeboran 4 - 8 sumur per 1 mil2 di daerah prospek.
Setidaknya diperlukan 3 - 5 tahun sejak pengeboran sumur evaluasi
pertama sampai dengan produksi dengan kemungkinan project
dapat diterminasi pada setiap tahapannya tergantung pada hasil
setiap tahapan tersebut. Gambaran mengenai kerapatan titik
informasi (bor) untuk setiap tahapan eksplorasi dapat dilihat pada
Gambar 3.1.
20
Gambar 3.1
Kerapatan Titik Sumur pada Setiap Tahapan Pengembangan GMB
21
Gambar 3.2
Bagan Pengukuran Kandungan Gas Metana
Permeability-pore prossure
Permeability test dapat dilakukan di lapangan ataupun di
laboratorium. Pengujian lapangan menggunakan packer test (IFO
Test) yang dilakukan dengan menginjeksikan air pada lapisan batu
bara dalam lubang bor untuk mengetahui sifat kelulusan fluida pada
lapisan batu bara. Permeability itu memegang peran penting dalam
produksi GMB karena akan menentukan kemampuan kandungan
gas yang dapat dikeluarkan dari lapisan batu bara.
22
Komposisi gas
Analisis komposisi gas (Gas Composition) dilakukan untuk
mengetahui komposisi gas batu bara secara kuantitatif. Komposisi
gas dalam batu bara dapat terdiri dari beberapa fraksi, yaitu metana
(CH4), etana (C2H6), nitrogen (N2), carbon monoksida (CO) serta
oksigen (O2). Potensi gas metana dalam batu bara akan bernilai
ekonomis apabila kandungan metana dalam batu bara setidaknya
lebih dari 80% dibandingkan dengan fraksi lainnnya.
Analisis desorbtion-isotherm
Fast desorpt dilakukan dengan cara menghancurkan contoh batu
bara di dalam canister (crushing) dan mengukur kandungan gas
yang dipaksakan terlepas dari batu bara. Pengukuran ini dilakukan
dengan asumsi bahwa gas dalam batu bara bersifat sangat reaktif
sehingga perlu dilakukan pengukuran secara cepat. Metode ini
biasa diterapkan untuk kepentingan bisnis yang memerlukan hasil
yang cepat.
Pengukuran tidak langsung dilakukan sebagai upaya mengukur
kandungan gas batu bara dengan cara simulasi laboratorium.
Pengukuran ini disebut juga Isotherm Analysis. Simulasi
laboratorium ini dilakukan untuk mengetahui kapasitas serapan gas
metana pada batu bara dengan cara menginjeksikan gas metana
pada kondisi tekanan tertentu serta temperatur yang dikondisikan
sama dengan temperatur air formasi.
Permeability test dapat dilakukan di lapangan ataupun di
laboratorium. Pengujian lapangan menggunakan packer test yang
dilakukan dengan menginjeksikan air pada lapisan batu bara
dalam lubang bor untuk mengetahui sifat kelulusan fluida pada
lapisan batu bara. Permeability itu memegang peran penting dalam
produksi GMB karena akan menentukan kemampuan kandungan
gas yang dapat dikeluarkan dari lapisan batu bara.
23
24
BAB 4
PENGEMBANGAN GAS METANA
BATU BARA DI BEBERAPA NEGARA
4.1. Kanada
Kemunculan GMB di Kanada baru dimulai setelah 20 tahun masa
eksplorasi, testing, dan trial production. Menurut Canadian Society
of Unconventional Gas (CSUG), lebih dari 3.000 sumur GMB telah
dibor sepanjang tahun 2005 dan 3.500 sumur lainnya dibor pada
2006 dengan produksi diperkirakan mencapai 700 mmcfd pada
tahun 2007. EIA baru-baru ini mengutip bahwa produksi GMB
Kanada rata-rata diperkirakan mencapai lebih dari 1.400 mmcfd
pada tahun 2010.
Potensi dan aktivitas GMB Kanada saat ini paling banyak berada di
negara bagian Alberta, yang diperkirakan cadangannya mencapai
700 tcf (put in-place). Adanya tambahan 90 tcf diharapkan berada
di negara bagian British Columbia; dan recovery atas cadangan
tersebut paling banyak terdapat di negara bagian Alberta, yaitu
75 tcf.
Produksi GMB non komersial telah dilakukan di negara bagian
British Columbia yang mulai produksi komersial pada tahun
2002 dan telah mempunyai satu proyek GMB. British Columbia
mempunyai cadangan GMB (Projected In Place) terbesar kedua
di Kanada yang diperkirakan mencapai 90 tcf. Melonjaknya harga
minyak membuat pemerintah Kanada lebih fokus pada usaha
pencarian sumber GMB yang baru dan pengembangannya.
Dukungan pemerintah Kanada dalam pengembangan GMB terlihat
dengan diambilnya langkah-langkah untuk mendorong proses
eksplorasi (testing), di antaranya melalui:
1. Tingkat royalti/regime tax credit yang atraktif pada permohonan
konsesi untuk sumur-sumur GMB;
2. Revisi Undang-undang mengenai sumur uji yang memungkinkan
pengujian GMB lebih fleksibel;
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
25
27
29
30
BAB 5
PENGEMBANGAN GAS METANA BATU BARA
DI INDONESIA
Indonesia memiliki potensi Gas Metana Batu bara (GMB) yang signifikan
dengan perkiraan cadangan mencapai 450 tcf (Gambar 5.1). Potensi
tersebut terutama tersebar di daerah Sumatera dan Kalimantan.
Besarnya perkiraan cadangan GMB di Indonesia telah mendorong
beberapa pihak terkait untuk melakukan kegiatan pengembangan
sebagai bahan bakar alternatif. Terkait hal tersebut pemerintah
telah mendorong pelaksanaan pilot project GMB di Indonesia. Pilot
Project GMB di Lapangan Rambutan, Pendopo, Sumatera Selatan
merupakan kerja sama antara Badan Litbang ESDM yang diwakili
oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknolgi Minyak dan Gas
Bumi LEMIGAS dengan Medco Eksplorasi dan Produksi Indonesia
(MEPI).
Gambar 5.1
Potensi Cadangan GMB di Indonesia
31
Gambar 5.2
Peta Geologi Sumatera Selatan
Gambar 5.3
Peta Fisiografi Cekungan Sumatera Selatan
33
34
Gambar 5.4
Peta Struktur Regional Sumatera Selatan
(Hutchinson, 1996; Williams and others, 1995;
Moulds, 1989; an Bemmelen, 1949)
35
37
Gambar 5.5
Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan (Shell Team 1978)
38
Gambar 5.6
Stratigrafi Daerah Muaraenim dan Sekitarnya (Sojitz, 2007)
39
Gambar 5.7
Model Multy Layer Seam Sumur GMB
41
Gambar 5.8
Peta Lokasi Sumur GMB dengan Pola Five Spot
CBM3,4,5
2006
CBM1
2004
CBM2
CBM
2
2005
Gambar 5.9
Pemboran Sumur GMB Lapangan Rambutan
43
Gambar 5.10
Skema Proses Uji Produksi GMB
Gambar 5.11
Fasilitas Produksi Sumur CBM-1
45
2. Sumur CBM-2
Sumur GMB-2 selesai dibor pada tanggal 28 Februari 2006 sampai
kedalaman 3.140 ft. Terletak di lokasi yang sama dan berjarak 15
meter dari sumur RBT#23. Berdasarkan data dari laporan pemboran,
sampai kedalaman 3.100 ft terdapat 3 lapisan batu bara yang
berpotensi menghasilkan gas metana yang cukup besar, yaitu lapisan
2 pada selang kedalaman 1.690 1.720 ft, lapisan 3 pada selang
kedalaman 1.750 1.780 ft dan lapisan P pada 2.940 2.980 ft.
Ketiga lapisan tersebut masih dalam kondisi tertutup oleh casing
(Case Hole).
Sumur CBM-2 ini telah dipasang fasilitas produksi yaitu separator
kecil sederhana dan tanki timbun untuk proses dewatering dengan
kapasitas 300 bbl. Sampai dengan tahun 2008 sumur CBM-2 belum
berproduksi karena menunggu kesiapan peralatan downhole dan
terdapat sedikit masalah dengan kondisi lubang sumurnya. Pada
bulan Maret 2008 dilakukan running Impression Block 3.1 untuk
memverifikasi kondisi downhole dan untuk membuktikan adanya
fish di sumur tersebut dan ditemukan adanya goresan dipermukaan
Impression Block yang mengindikasikan adanya pipa yang jatuh
atau mungkin casing yang mengalami pergesaran di dalam sumur
CBM-2.
Gambar 5.12
Fasilitas Sumur CBM-2
46
3. Sumur CBM-3
Sumur CBM-3 selesai dibor pada tanggal 13 Desember 2006 sampai
kedalaman 2.977 ft. Terletak di lokasi yang sama dan berjarak 15 meter
dari sumur RBT#9. Berdasarkan data laporan pemboran, sampai
kedalaman 2.977 ft terdapat 3 lapisan batu bara yang berpotensi
menghasilkan gas metana yang cukup besar, yaitu seam 2 pada
selang kedalaman 1.6421.670 ft, seam 3 pada selang kedalaman
1.701.732 ft dan seam P pada 2.9472.977 ft. Seam P merupakan
lubang terbuka sedangkan seam 2 dan 3 sudah diperforasi setelah
pemboran sumur selesai dikerjakan. Sumur CBM-3 ini telah terpasang
1 unit pompa PCP dan fasilitas produksi lainnya yaitu Vassel dan
tanki timbun untuk menampung air dari proses dewatering dengan
kapasitas 300 bbl.
Sumur CBM-3 sempat mengeluarkan gas GMB dengan volume yang
masih kecil sekitar 0.5 mscf/hari dan merupakan salah satu sumur
dengan prospek kandungan GMB yang cukup tinggi. Pada sumur
CBM-3 sering dilakukan pengujian tekanan baik dengan electric
memory recorder (EMR) maupun dengan peralatan Acoustic Well
Sounder (AWS). Running EMR dilakukan tahun 2008 dengan run
gauge di depan seam 3 di kedalaman 1.718 ft dengan melakukan
shut in well selama 24 jam (rencana awal 72 jam) tekanan mencapai
290 psi.
Pada pelaksanaan kerja ulang tahun 2010 kembali dilakukan
pengujian terhadap tekanan di masing-masing seam pada sumur
CBM 3 dengan menggunakan EMR. Pelaksanaan pengujiannya
diawali dengan melakukan pengujian injection test terlebih dahulu
baru kemudian sumur ditutup selama 32 jam. Hasil dari pengujian
menunjukkan bahwa tekanan dari masing-masing seam setara
dengan besarnya tekanan hidrostatik dari kolom fluida (air) hingga
di permukaan sumur. Dengan melihat lambatnya penurunan tekanan
injeksi menggambarkan begitu kecilnya permeabilitas dari masingmasing seam yang diuji.
47
Gambar 5.13
Fasilitas Sumur CBM-3
4. Sumur CBM-4
Sumur CBM-4 selesai dibor pada tanggal 12 Desember 2006 sampai
kedalaman 3.072 ft. Terletak di lokasi yang sama dan berjarak 15
meter dari sumur RBT#9. Berdasarkan data laporan pemboran,
sampai kedalaman 3.072 ft terdapat tiga lapisan batu bara yang
berpotensi menghasilkan gas metana yang cukup besar, yaitu seam
2 pada selang kedalaman 1.742 1.770 ft, seam 3 pada selang
kedalaman 1.804 1.834 ft dan seam P pada 3.038 3.072 ft.
Seam P merupakan lubang terbuka sedangkan seam 2 dan 3 sudah
diperforasi setelah pemboran sumur selesai dikerjakan. Sumur
CBM-4 ini telah terpasang 1 unit pompa PCP dan fasilitas produksi
lainnya yaitu Vassel dan tanki timbun untuk menampung air dari
kegiatan proses dewatering dengan kapasitas 300 bbl.
48
Gambar 5.14
Fasilitas Sumur CBM-4
49
5. Sumur CBM-5
Sumur CBM-5 selesai dibor pada tanggal 11 November 2006 sampai
kedalaman 3.100 ft. Terletak di lokasi yang sama dan berjarak 15
meter dari sumur RBT#19. Berdasarkan data laporan pemboran
sampai kedalaman 3.100 ft terdapat 3 lapisan batu bara yang
berpotensi menghasilkan gas metana yang cukup besar, yaitu lapisan
2 pada selang kedalaman 1.754 1.782 ft, lapisan 3 pada selang
kedalaman 1.812 1.838 ft dan lapisan P pada 3.048 3.100 ft.
Seam P merupakan lubang terbuka sedangkan seam 2 dan 3 sudah
diperforasi setelah pemboran sumur selesai dikerjakan. Sumur
CBM-5 ini telah terpasang 1 unit pompa PCP dan fasilitas produksi
lainnya yaitu Vassel dan tanki timbun untuk menampung air dari
kegiatan proses dewatering dengan kapasitas 300 bbl.
Pada pelaksanaan kerja ulang tahun 2010, dilakukan pengujian
terhadap tekanan di masing-masing seam pada sumur CBM-3
dengan menggunakan EMR. Pelaksanaan pengujiannya diawali
dengan melakukan uji injection test terlebih dahulu baru kemudian
sumur ditutup selama 32 jam.
Gambar 5.15
Fasilitas Sumur CBM-5
50
Component
Hydrogen Sulfide
Carbon Dioxide
Nitrogen
Methane
Ethane
Propane
Iso-Butane
n-Butane
Iso-Pentane
n-Pentane
Hexanes
Heptanes plus
Mol Percent
H2S
CO2
N2
CH4
C2H6
C3H8
i-C4H10
n-C4H10
i-C5H12
n-C5H12
C6H14
C7+
GPM
0
0.13
1.39
98.25
0.16
0.04
0.03
0
0
0
0
0
100.00
0.0428
0.0111
0.0096
0
0
0
0
0
0.0635
51
Tabel 5.2
Komposisi Gas dari Seam 3
Component
Hydrogen Sulfide
Carbon Dioxide
Nitrogen
Methane
Ethane
Propane
Iso-Butane
n-Butane
Iso-Pentane
n-Pentane
Hexanes
Heptanes plus
Mol Percent
H2S
CO2
N2
CH4
C2H6
C3H8
i-C4H10
n-C4H10
i-C5H12
n-C5H12
C6H14
C7+
GPM
0
0.03
2.37
96.57
0.75
0.21
0.07
0
0
0
0
0
100.00
0.2007
0.0580
0.0225
0
0
0
0
0
0.2812
Tabel 5.3
Komposisi Gas dari Seam 5
Component
Hydrogen Sulfide
Carbon Dioxide
Nitrogen
Methane
Ethane
Propane
Iso-Butane
n-Butane
Iso-Pentane
n-Pentane
Hexanes
Heptanes plus
52
H2S
CO2
N2
CH4
C2H6
C3H8
i-C4H10
n-C4H10
i-C5H12
n-C5H12
C6H14
C7+
Mol Percent
GPM
0
1.01
0.15
98.26
0.26
0.31
0.01
0
0
0
0
0
0.0696
0.0856
0.0032
0
0
0
0
0
100.00
0.1584
Gambar 5.16
Generator Gas di Sumur CBM-3 dan 4
53
Gambar 5.17
Separator Sederhana di Sumur GMB
54
1. Sumur CBM-1
Pada tahap dewatering yang dilakukan di sumur CBM-1, jumlah air
yang telah diproduksikan dalam kurun waktu bulan November hingga
Desember 2010 berkisar 3.000 bbl, dengan produksi sekitar 35 bbl/
hari. Produksi air yang dihasilkan memperlihatkan adanya penurunan
walaupun belum begitu besar.
Pengamatan terhadap komposisi kimia dari air yang diproduksi
mempelihatkan bahwa kandungan logam berat yang terkandung
di dalam air produksi sumur CBM-1 (As, Ba, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg,
Se, Ag dan Zn) menunjukkan masih di bawah ambang batas yang
dipersyaratkan dalam Permen Lingkungan Hidup No. 85 th 1999.
Sedangkan salinitas air yang diproduksikan masih tergolong dalam
kondisi di bawah payau.
Tabel 5.4
Analisis Kimia Air Sumur CBM-1
WATER PATTERNS - me/l
-
Cl
++
HCO3
++
SO4
Na
Ca
Mg
++
CO3
Fe
1000
100
10
0.1
10
100
1000
DISSOLVED SOLIDS
CATION
+
Sodium, Na (calc.) =
++
=
Calcium, Ca
++
Magnesium, Mg
++
Barium, Ba
++
Iron, Fe
(total)
Strontonium, Sr
++
mg/l
822.8
me/l
35.79
ANION
-
31.28
1.56
Cloride, Cl
=
Sulfate, SO4
5.69
0.47
Carbonate, CO3
0.51
0.004
0.52
0.02
0.43
0.01
me/l
mg/l
260.0
7.33
0.00
0.00
0.00
0.00
1,861.60
30.51
Bicarbonate, HCO3 =
OTHER PROPERTIES
o
Specific Gravity, 60/60 F =
o
=
1.000
7.74
pH @ 77 F
Salinity
0.93
Conductivity
2.19
mS/cm
1,109.00 mg/l
0.49 mg/l
Turbidity
8.9
FTU
Resistivity (ohm-mater)
2.69
DO
CO2
Oil Content
22.20
:meter @ 76.0 F
mg/l
0.00
mg/l
0.00
mg/l
55
2. Sumur CBM-3
Pada tahap awal dimulainya dewatering yang dilakukan di sumur
CBM-3, produksi airnya sekitar 8,55 bbl/hari. Sedangkan produksi
gasnya baru sekitar 5 m3/hari (0.176 mscf/hari) setelah 17 hari dewatering dilakukan.
Pengamatan terhadap komposisi kimia dari air yang diproduksikan
mempelihatkan bahwa kandungan logam berat yang terkandung
di dalam air produksi sumur GMB 3 (As, Ba, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg,
Se, Ag dan Zn) menunjukkan masih di bawah ambang batas yang
dipersyaratkan dalam Permen Lingkungan Hidup No. 85 th 1999.
Sedangkan salinitas dari air yang diproduksikan masih tergolong
dalam kondisi di bawah payau.
Tabel 5.5
Monitoring Produksi Sumur CBM-3
Produksi Air
No.
56
Tanggal
Gas/Liquid
RPM
Pompa
(fluid level)
psi
rpm
ft
Pukul
detik/600cc
bbl/hari
Sonolog
6-Dec-12
17.15
25.00
13.04
57
777.40
7-Dec-12
10.15
29.84
10.93
57
491.63
8-Dec-12
10.40
50.20
6.49
57
639.80
9-Dec-12
10.03
28.00
11.64
58
606.49
10-Dec-12
9.56
33.00
9.88
57
692.96
11-Dec-12
9.35
55.00
5.93
57
675.25
12-Dec-12
9.14
86.00
3.79
57
666.74
13-Dec-12
11.16
44.75
7.29
57
646.88
14-Dec-12
8.40
25.29
12.89
57
540.50
10
15-Dec-12
10.47
25.69
12.69
57
613.24
11
16-Dec-12
9.45
42.35
7.70
57
631.23
12
17-Dec-12
11.26
50.50
6.46
57
645.69
13
18-Dec-12
17.15
42.44
7.68
57
640.84
14
19-Dec-12
9.50
70.00
4.66
5.75
57
688.56
15
20-Dec-12
8.55
24.31
13.41
4.80
57
645.71
16
21-Dec-12
9.35
57.94
5.63
2.15
61
1155.72
17
22-Dec-12
3:36
62.45
5.22
5.12
61
1243.21
Tabel 5.6
Analisis Kimia Air Sumur CBM-3
WATER PATTERNS - me/l
-
Cl
++
HCO3
++
SO4
Na
Ca
Mg
++
CO3
Fe
1000
100
10
0.1
10
100
1000
DISSOLVED SOLIDS
CATION
+
Sodium, Na (calc.) =
++
=
Calcium, Ca
Magnesium, Mg
++
++
Barium, Ba
++
Iron, Fe
(total)
Strontonium, Sr
++
mg/l
1,007.7
me/l
ANION
43.83
20.27
1.01
Cloride, Cl
=
Sulfate, SO4
5.82
0.48
Carbonate, CO3
=
=
1.89
0.014
0.65
0.02
0.33
0.01
=
-
me/l
mg/l
550.0
15.51
0.00
0.00
0.00
0.00
1,821.60
29.85
Bicarbonate, HCO3 =
OTHER PROPERTIES
o
Specific Gravity, 60/60 F =
o
=
1.000
7.75
pH @ 77 F
Salinity
0.75
Conductivity
2.02
mS/cm
1,159.00 mg/l
5.52 mg/l
Turbidity
15.9
FTU
Resistivity (ohm-mater)
2.42
DO
CO2
Oil Content
2.90
:meter @ 76.2 F
mg/l
0.00
mg/l
0.00
mg/l
4. Sumur CBM-4
Pada tahap awal dimulainya dewatering yang dilakukan di sumur
CBM-4, produksi airnya sekitar 9,11 bbl/hari. Sedangkan produksi
gasnya baru mencapai sekitar 5,5 m3/hari (0,194 mscf/hari) setelah
10 hari dewatering.
Pengamatan terhadap komposisi kimia dari air yang diproduksikan
mempelihatkan bahwa kandungan logam berat yang terkandung
di dalam air produksi sumur GMB 4 (As, Ba, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg,
Se, Ag dan Zn) menunjukkan masih di bawah ambang batas yang
dipersyaratkan dalam Permen Lingkungan Hidup No. 85 th 1999.
Sedangkan salinitas dari air yang diproduksikan masih tergolong
dalam kondisi di bawah payau.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
57
Tabel 5.7
Monitoring Produksi Sumur CBM-4
Produksi Air
No.
Tanggal
Gas/Liquid
RPM
Pompa
Sonolog
(fluid level)
psi
rpm
ft
Pukul
detik/600cc
bbl/hari
13-Dec-12
19:43
33.00
9.88
50
14-Dec-12
10.40
36.00
9.06
54
725.43
15-Dec-12
9.45
34.24
9.52
54
692.54
16-Dec-12
8.35
33.00
9.88
56
606.65
17-Dec-12
10.46
25.68
12.70
65
782.29
18-Dec-12
17.05
25.62
12.73
66
840.22
19-Dec-12
9.16
40.03
8.14
61
942.91
20-Dec-12
11.15
32.94
9.90
4.10
61
1082.99
21-Dec-12
14.05
51.41
6.34
4.80
61
1186.55
10
22-Dec-12
10.35
111.00
2.94
0.75
61
1218.43
Tabel 5.8
Analisis Kimia Air Sumur CBM-4
WATER PATTERNS - me/l
-
Cl
++
HCO3
++
SO4
Na
Ca
Mg
++
CO3
Fe
1000
100
10
0.1
10
100
1000
DISSOLVED SOLIDS
CATION
+
Sodium, Na (calc.) =
++
=
Calcium, Ca
++
Magnesium, Mg
++
Barium, Ba
++
Iron, Fe
(total)
Strontonium, Sr
++
mg/l
1,013.2
me/l
ANION
44.07
39.27
1.96
Cloride, Cl
=
Sulfate, SO4
5.62
0.46
Carbonate, CO3
2.88
0.021
0.99
0.04
0.33
0.01
me/l
mg/l
560.0
15.80
0.00
0.00
0.00
0.00
1,877.60
30.77
Bicarbonate, HCO3 =
OTHER PROPERTIES
o
Specific Gravity, 60/60 F =
o
=
pH @ 77 F
58
1.000
7.70
Salinity
0.81
Conductivity
1.95
mS/cm
1,219.00 mg/l
8.52 mg/l
Turbidity
25.9
FTU
Resistivity (ohm-mater)
2.32
DO
CO2
Oil Content
5.90
:meter @ 76.0 F
mg/l
0.00
mg/l
0.00
mg/l
5. Sumur CBM-5
Pada tahap awal dimulainya dewatering yang dilakukan di sumur
CBM-5, produksi airnya sekitar 9,78 bbl/hari.
Tabel 5.9
Monitoring Produksi Sumur CBM-5
Produksi Air
Gas/Liquid
RPM
Pompa
(fluid level)
psi
rpm
ft
Sonolog
No.
Tanggal
Pukul
detik/600cc
bbl/hari
20-Dec-12
19.50
31.69
10.29
54
21-Dec-12
10.20
33.25
9.81
54
756.25
22-Dec-12
09:15
35.23
9.25
54
852.36
Tabel 5.10
Analisis Kimia Air Sumur CBM-5
WATER PATTERNS - me/l
-
Cl
++
HCO3
++
SO4
Na
Ca
Mg
Fe
++
CO3
1000
100
10
0.1
10
100
1000
DISSOLVED SOLIDS
CATION
+
Sodium, Na (calc.) =
++
=
Calcium, Ca
Magnesium, Mg
Barium, Ba
++
Iron, Fe
++
++
(total)
Strontonium, Sr
++
mg/l
933.1
me/l
ANION
40.59
37.27
1.86
Cloride, Cl
=
Sulfate, SO4
5.52
0.45
Carbonate, CO3
1.88
0.014
0.94
0.03
0.23
0.01
me/l
mg/l
490.0
13.82
0.00
0.00
0.00
0.00
1,777.60
29.13
Bicarbonate, HCO3 =
OTHER PROPERTIES
o
Specific Gravity, 60/60 F =
o
=
1.000
7.65
pH @ 77 F
Salinity
0.80
Conductivity
1.94
Turbidity
25.9
FTU
Resistivity (ohm-mater)
2.12
DO
CO2
Oil Content
4.90
:meter @ 76.0 F
mg/l
0.00
mg/l
0.00
mg/l
mS/cm
1,215.00 mg/l
7.52 mg/l
O
59
60
CBM 3
CBM 4
CBM 5
PP No. 85 Th 1999
0.0666
0.3966
0.4066
0.4051
5.0, maksimum
0.5092
1.8892
1.4992
1.4872
100, maksimum
0.8276
0.9176
0.4976
0.9176
1.0, maksimum
0.0000
0.0000
0.0009
0.0009
5.0, maksimum
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.2, maksimum
1.5234
1.9834
1.9885
1.5485
5.0, maksimum
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.2, maksimum
0.0759
0.5659
0.5622
0.6672
1.0, maksimum
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
5.0, maksimum
10
0.0145
0.2545
0.7845
0.5845
50.0, maksimum
BAB 6
KAJIAN KEEKONOMIAN PENGELOLAAN
GAS METANA BATU BARA
Pada prakteknya, biaya operasional produksi GMB pada tahap awal
ternyata sedikit lebih besar dibandingkan dengan biaya operasional
produksi gas konvensional. Hal ini terjadi karena proses produksi GMB
harus melewati dewatering stage yang lebih lama, sementara tahapan
dewatering dalam proses produksi gas konvensional lebih cepat. Sampai
saat ini, biaya puncak produksi GMB diperkirakan memakan waktu
5 - 7 tahun, sedangkan untuk gas konvensional hanya membutuhkan
waktu 1 tahun. Setelah melewati tahap awal tersebut, biaya produksi
GMB diperkirakan lebih murah US$ 0,03 million cubic ft (mmcf) dibanding
biaya produksi gas konvensional.
Biaya eksplorasi satu kepala sumur GMB diperkirakan US$ 400.000,
lebih rendah dari minyak atau gas yang rata-rata 1 - 2 juta US$.
Sementara itu, biaya kompresi dan bahan bakar pembangkit diperkirakan
mencapai sekitar 7 - 13% dari total volume produksi kotor, dengan
rincian hilang yaitu 5% untuk pembangkit dan 2 - 8% karena adanya
kompresi/pemampatan gas, sehingga total volume GMB yang bisa
dijual hanya sekitar 87 - 93% (Gregory C Bank dan Vello A. Kuuskraa,
2006). Sedangkan biaya transportasi dan distribusi merupakan fungsi
dari volume penyaluran atau harga gas dan jarak, sehingga biaya yang
harus ditanggung oleh konsumen akhir (end user) adalah penjumlahan
dari harga gas di kepala sumur ditambah dengan biaya proses, biaya
transportasi dan biaya distribusi (tergantung dari jenis pasar dan volume
penyaluran/harga gas). Dalam menentukan model keekonomian GMB,
harus selalu mengkaitkannya dengan harga GMB di kepala sumur,
royalty, pajak produksi dan faktor lain yang berdampak pada biaya
pengelolaan GMB.
6.1. Model Fiskal
Saat ini bentuk Kontrak Kerja Sama (KKS) GMB secara garis besar
terbagi dalam 2 jenis model kontrak, yaitu model Production Sharing
Contract (PSC) sesuai yang lazim dipakai di sektor minyak dan
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
61
62
40,000
35
35,000
30
30,000
FacilityCost(MUS$)
DrillingCost(MUS$)
25,000
WellNumber
20
20,000
15
15,000
10
10,000
5,000
CAPEX(MUS$)
WellNumber
25
0
1
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Years
Gambar 6.1
Profil Biaya Investasi
63
500,000
30,000
450,000
25,000
400,000
AnnualOPEX(MUS$)
Cumm.OPEX(MUS$)
350,000
300,000
15,000
250,000
200,000
Cumm.OPEX(MUS$)
AnnualOperatingExpenditure
20,000
10,000
150,000
100,000
5,000
50,000
0
1
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Years
35,000
700,000
30,000
600,000
25,000
500,000
20,000
400,000
15,000
300,000
10,000
200,000
5,000
100,000
Prod.Cummulative(MMSCF)
AnnualProd.(MMSCF)
Gambar 6.2
Profil Biaya O&M
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Years
Production,MMSCF
Prod.Cummulative,MMSCF
Gambar 6.3
Profil Produksi GMB
64
Tabel 6.1
Hasil Simulasi pada Beberapa Model Fiskal
PARAMETERS
UNIT
FTP
NetSplit
DMO
DMOFee
Tax
CummulativeProd.
GasPrice
GrossRevenue
Expenditure
Preops.
CapexTangible
CapexIntangible
O&M
Project'sIRR
Rec.ofOp.Cost
ContractorEntitlement
Contractor'sIRR
Contractor'sNPV
Contractor'sNPV(@10%)
Cont.NCFtoGR
GOIEntitlement
Government'sPV
GOIPV(@10%)
GOITaketoGR
%
%
%
%
%
MMSCF
US$/MCF
US$M
FiskalKontrakCBM
PSC(Old)
20%Share
55:45
55:45
25%
25%
25%
100%
44%
44%
612,000
612,000
5
5
3,060,000 3,060,000
FiskalKontrakCBM
PSC(New)
10%NonShare
55:45
55:45
25%
25%
25%
100%
44%
44%
612,000
612,000
5
5
3,060,000 3,060,000
FiskalKontrakCBM
GPSC
0%
30:70
10:90
25%
25%
100%
100%
44%
44%
612,000
612,000
5
5
3,060,000 3,060,000
US$M
US$M
US$M
US$M
%
%
10,000
131,338
116,813
465,000
59%
24%
10,000
131,338
116,813
465,000
59%
24%
10,000
131,338
116,813
465,000
59%
24%
10,000
131,338
116,813
465,000
59%
24%
10,000
131,338
116,813
465,000
59%
24%
10,000
131,338
116,813
465,000
59%
24%
%
US$M
US$M
%
39%
851,750
127,055
28%
42%
1,046,083
156,818
34%
37%
739,236
107,819
24%
39%
908,383
133,511
30%
22%
476,370
48,232
16%
33%
819,090
106,319
27%
US$M
US$M
%
1,485,100
236,506
49%
1,290,768
206,743
42%
1,597,614
255,742
52%
1,428,468
230,049
47%
1,860,480
315,328
61%
1,517,760
257,241
50%
65
Gambar 6.4
Profil NPV terhadap Tingkat Diskonto
Gambar 6.5
Sensitivitas IRR
66
Gambar 6.6
Sensitivitas NPV
67
68
69
Variable Cost:
1. Biaya asuransi
2. Biaya beban pemasaran dan administrasi
3. Biaya tenaga kerja dan operasional kantor
Besarnya biaya operasional pada perhitungan ini adalah sebesar
1.084.495,37 US$ untuk Fixed Cost dan 2.610.182,03 US$ untuk
Variable Cost.
Analisis Keekonomian LNG
Mini LNG Plant direncanakan dibangun dengan kapasitas 18 mmscf
dengan investasi sebesar 73.736.527 US$ dan masa operasi pabrik
selama 17 tahun. Dalam perhitungan ini harga dasar diperoleh dari
perhitungan keekonomian hulu sebesar 3,89 US$/mmbtu.
Data dan asumsi yang digunakan dalam perhitungan keekonomian
LNG adalah sebagai berikut:
Life time: 17 tahun
Lamanya waktu dalam perhitungan keekonomian LNG didasarkan
pada hasil simulasi laju produksi GMB.
Pajak: 30%
Besarnya nilai pajak ini adalah tarif pajak tertinggi yang diatur pada
UU Pajak Penghasilan Pasal 17 Ayat 1(b), 2(a), 3 dan 7, dengan tarif
Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Usaha Dalam Negeri
dan Perusahaan Asing yang mengacu perundangan di Indonesia
dalam bentuk usahanya dikenakan tarif pajak, yaitu tarif tunggal
(28%) dan akan ada ketentuan baru tahun 2010, yaitu 25%. Nilai
tarif tersebut masih dapat berubah lagi dengan tarif pajak tersendiri
atas penghasilan tertentu selama tidak melebihi tarif pajak tertinggi,
yaitu 30%.
Depresiasi: Straight Line
Depresiasi adalah penurunan nilai aset seiring dengan berjalannya
waktu. Salah satu metode perhitungan depresiasi adalah metode
straight line (metode penyusutan garis lurus). Dalam metode garis
lurus ini, lebih melihat aspek waktu daripada aspek kegunaan.
Metode ini paling banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan
70
7.68 US$/mmbtu
6.9 years
20.00%
US$ 64,300,095
1.94
11.57 $/mmbtu
Transportation Fee
POT (PBP)
IRR
NPV
PI (BCR)
Gas Sold Prices
0.50 US$/mmbtu
7.0 years
20.01%
US$ 5,841,614
2.09
12.07 US$/mmbtu
Dari tabel di atas diketahui dengan harga hulu awal sebesar 3,89
US$/mmbtu (dan mengalami eskalasi 3% per tahun) diperoleh
harga LNG sampai ke konsumen sebesar 12,07 US$/mmbtu,
dengan proyeksi cash flow terlihat pada Tabel 6.2 dan Tabel 6.3
2. CNG Plant
Opsi kedua dari pemanfaatan GMB yang berlokasi di lapangan
Rambutan, Palembang, Sumatera Selatan adalah dengan
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
71
Tabel 6.3
Asumsi Perhitungan CNG Plant
ASSUMPTION
Construction Time
Plant Lifetime (18 MMSCFD)
1 year
17 years
Equity
30%
Tax
30%
Depreciation Methode
Loan Period
Straight Line
6 years
Proses
Nilai Capex atau biaya investasi pembangunan proses CNG Plant
adalah sebesar 8,10 MMUS$. Biaya Capex CNG untuk proses
tersebut meliputi investasi komponen total, metering, tanah
dan biaya contingency (biaya tak terduga) sebesar 5%. Biaya
operasionalnya (Opex) adalah sebesar 1,47 MMUS$, mencakup
biaya operasional, pekerja dan perawatan (O&M).
Simulasi model keekonomian bagian proses CNG menghasilkan
processing fee sebesar 1,81 US$/mmbtu, dengan demikian harga
jual gas CNG (keluar dari proses) adalah sebesar 5,70 US$/mmbtu.
Berikut disajikan besaran indikator keekonomian dan harga CNG
saat keluar dari proses (Tabel 6.4).
Transportasi
Nilai Capex atau biaya investasi transportasi CNG melalui jalur darat
(trailer) adalah sebesar 10,20 MMUS$. Biaya investasi transportasi
ini merupakan biaya pembelian trailer-trailer CNG dengan kapasitas 18 mmscfd sehingga besarnya sangat dipengaruhi oleh harga
beli trailer tersebut. Trailer yang digunakan berkapasitas 133 mscf,
sehingga diperlukan kurang lebih 68 trailer dengan asumsi RTD
yang digunakan adalah 12 jam. Biaya operasional (Opex) dari transportasi CNG menggunakan trailer adalah sebesar 0,51 MMUS$,
meliputi biaya operasional dan perawatan (O&M) trailer.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
73
Tabel 6.4
Indikator Keekonomian Proses CNG Plant
ECONOMIC INDICATORS
Processing Fee
1.81 US$/mmbtu
6.0 years
POT (PBP)
IRR
20.02%
US$ 4,827,038
NPV
1.64
PI (BCR)
Gas Sold Prices
5.70 US$/mmbtu
ECONOMIC INDICATORS
Transport Fee
POT (PBP)
IRR
NPV
PI (BCR)
Gas Sold Prices
0.75 US$/mmbtu
7.0 years
20.02 %
US$ 10,345,017
2.09
6.45 US$/mmbtu
Gambar 6.7
Biaya Transportasi Gas Bumi dengan Menggunakan
Pipa dan Tanker LNG
75
ASSUMPTION
Harga Beli Gas (dari hulu)
Construction Time
3.89 US$/mmbtu
1 year
17 years
Equity
30%
Tax
30%
Depreciation Methode
Loan Period
Straight Line
5 years
Setelah harga gas hulu dari GMB diketahui, maka akan dihitung nilai
akhir harga jual gas pipa hingga industri terdekat. Khusus untuk moda
transportasi ini hanya akan digunakan 1 jenis aliran kas saja, yaitu
untuk menghitung processing fee. Sedangkan untuk perhitungan
transport fee akan ditentukan langsung berdasarkan tarif (toll fee).
Proses
Nilai Capex atau biaya investasi untuk gas pipa (pipeline) adalah
sebesar 6,32 MMUS$. Biaya operasionalnya (Opex) adalah sebesar
0,15 MMUS$, mencakup biaya operasional pekerja dan perawatan
(O&M).
76
ECONOMIC INDICATORS
Processing Fee
POT (PBP)
IRR
NPV
PI (BCR)
Gas Sold Prices
1.35 US$/mmbtu
5.3 years
20.01%
US$ 1,172,271
1.20
5.24 US$/mmbtu
Transportasi
Khusus untuk gas pipa, karena telah adanya ruas jaringan transmisi
gas milik PT. Pertagas, maka biaya transportasi pipa dihitung
berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas
Bumi Nomor: 167/Tarif/BPH Migas/Kom/II/2009 tentang Penetapan
Tarif Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa Pada 32 (Tiga Puluh Dua)
Ruas Transmisi Kepada PT. Pertagas. Asumsi yang digunakan adalah
gas pipa ini akan langsung dialirkan ke PT. Pusri Palembang, sehingga
biaya toll fee dari lapangan Rambutan hingga PT. Pusri adalah sebesar
0,72 US$/mmbtu untuk pipa transmisi total sepanjang 159,11 km.
Dengan demikian harga jual gas pipa hingga ke PT. Pusri adalah
sebesar (5.24 + 0.72) US$/mmbtu = 5.96 US$/mmbtu.
6.3. Perbandingan Harga GMB
Dari hasil perhitungan keekonomian ketiga opsi moda transportasi
pemanfaatan GMB, dapat dilihat pada Tabel 6.8 yang berisikan
biaya Capex, Opex serta harga akhir jual gas.
77
Tabel 6.8
Harga Jual Gas Tingkat Konsumen Akhir untuk Masing-masing
Opsi Moda Transportasi Gas
Process
Transportation
Process
Capex(MMUS$)
73.73
5.77
8.09
Opex(US$/year)
30,936,162
(total)
288,470
1,467,946
7.68
0.50
11.57
12.07
Fee(US$/mmbtu)
HargaJualGasEnd
User(US$/mmbtu)
Transportation
Process
Transportation
6.3
*)
510,000
158,070
*)
1.81
0.75
1.35
0.72(sepanjang
159.11km)
5.70
6.45
5.24
5.96
Keterangan: *) Toll Fee untuk Pipeline dihitung dari biaya tiein ke jaringan transmisi PT Pertamina Gas sesuai
keputusan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Nomor: 167/Tarif/BPH
Migas/Kom/II/2009
Dari Tabel tersebut terlihat jelas bahwa harga gas keluaran dari pipa
memiliki tingkat harga yang paling rendah dibandingkan dengan
LNG dan CNG. Hal ini disebabkan bahwa untuk transportasi gas
keluaran pipa dihubungkan ke dalam jaringan pipa transmisi gas
milik PT. Pertagas yang sudah ada, sehingga tidak diperlukan
investasi pembangunan pipa yang baru. Dari ketiga opsi moda
transportasi di atas, biaya proses LNG merupakan biaya yang paling
mahal dibandingkan dengan biaya-biaya lainnya karena mengingat
peralatan-peralatan utama dalam proses LNG lebih kompleks
dibandingkan dengan proses pada CNG maupun pipa.
Analisis Sensitivitas
Analisis Sensitivitas digunakan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh perubahan parameter ekonomi yang telah ditentukan
terhadap nilai salah satu indikator ekonomi (misalnya nilai IRR
atau NPV). Biasanya parameter ekonomi yang ingin diketahui
kesensitivannya adalah biaya investasi (Capex), operasional
(Opex), dan volume produksi. Di bawah ini akan disajikan grafik
sensitivitas dari ketiga parameter ekonomi tersebut untuk masingmasing opsi moda transportasi (hilir GMB).
78
1. LNG
Penentuan harga akhir LNG (hingga industri) diperoleh dari
perhitungan dua macam model keekonomian hilir, yaitu proses
dan transportasinya. Maka dari itu, analisis sensitivitas dilakukan
terhadap kedua macam aliran kas tersebut. Gambar 6.8 dan 6.9 di
bawah berturut-turut menyajikan diagram sensitivitas untuk proses
dan transportasi LNG.
LNGPROCESSSENSITIVITYDIAGRAM
28.00%
26.00%
24.00%
22.00%
I 20.00%
R 18.00%
R 16.00%
14.00%
12.00%
10.00%
8.00%
80
85
90
95
100
105
110
115
120
PercentCase
CAPEX
OPEX
VOLUME
Gambar 6.8
Diargram Sensitivitas untuk Proses LNG
LNGTRANSPORTSENSITIVITYDIAGRAM
26.00%
24.00%
I
R
R
22.00%
20.00%
18.00%
16.00%
14.00%
80
85
90
95
100
105
110
115
120
PercentCase
CAPEX
OPEX
VOLUME
Gambar 6.9
Diagram Sensitivitas untuk Transportasi LNG
79
80
CNGProcessSensitivityDiagram
29.00%
26.00%
I
R
R
23.00%
20.00%
17.00%
14.00%
11.00%
8.00%
80
85
90
95
100
105
110
115
120
PercentCase
CAPEX
OPEX
VOLUME
Gambar 6.10
Diargram Sensitivitas untuk Proses CNG
CNGTransportSensitivityDiagram
25.00%
23.00%
I 21.00%
R
R 19.00%
17.00%
15.00%
80
85
90
95
100
105
110
115
120
PercentCase
CAPEX
OPEX
VOLUME
Gambar 6.11
Diagram Sensitivitas untuk Transportasi CNG
81
PipelineProcessSensitivityDiagram
30.00%
26.00%
I
22.00%
R
R
18.00%
14.00%
10.00%
85
90
95
100
105
110
115
120
PercentCase
CAPEX
OPEX
VOLUME
Gambar 6.12
Diagram Sensitivitas untuk Proses Gas Pipa
82
83
84
BAB 7
REGULASI PENGUSAHAAN GMB
Sampai saat ini pengembangan Gas Metana Batu bara (GMB) di
Indonesia masih dalam tahap inisiasi. Kepastian hukum bagi pemerintah
dalam mengatur pengusahaan GMB dapat menciptakan iklim yang
kondusif bagi para investor yang akan menanamkan modalnya di
Indonesia. Maka berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 36
tahun 2008, Wilayah Kerja GMB adalah daerah tertentu yang diberikan
kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap di Wilayah Hukum
Indonesia untuk melaksanakan pengusahaan GMB yang meliputi
Wilayah Terbuka, Wilayah Kerja Migas, Wilayah Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B), dan atau di wilayah
Kuasa Pertambangan (KP) batu bara. Peraturan Menteri ESDM tersebut
adalah tentang Pelaksanaan Pengusahaan Gas Metana Batu bara yang
berada di Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi dan Wilayah Kerja Batu
bara.
7.1. Peraturan Perundangan Terkait
Berikut Perundang-undangan yang terkait dengan Keputusan
Menteri ESDM mengenai GMB di Indonesia:
(1) UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi
UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi merupakan
induk dari penyusunan perundang-undangan lapangan minyak
dan gas bumi, sehingga semua peraturan perundangan di
bawahnya mengacu pada perundangan induk tersebut.
Sehubungan dengan terbitnya Peraturan Menteri yang
menyatakan bahwa GMB berada dalam lapangan minyak
dan gas bumi, maka peraturan perundangan yang berkaitan
dengan GMB akan mengacu pula pada UU Migas di atas. Halhal umum (lex generalist) mengenai kegiatan hulu maupun
hilir kegiatan migas berlaku pula untuk kegiatan pengusahaan
GMB, sedangkan hal-hal khusus tentang pengusahaan GMB
(lex specialist) akan diatur dalam Rancangan Keputusan Menteri
ESDM tentang Pedoman Pengusahaan Gas Metana Batu
bara.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
85
86
87
(6) Keputusan Menteri ESDM No. 1480 Tahun 2004 Tentang Tata
Cara Penetapan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi.
Penetapan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi sangat
relevan untuk menjadi acuan bagi penetapan Wilayah Kerja
pengusahaan GMB yang merupakan domain kegiatan minyak
dan gas bumi.
7.2. Pengusahaan GMB
Secara umum, pengusahaan GMB di Indonesia mengacu pada rejim
Migas. Karenanya, UU No 22 Tahun 2001 dan PP No.35 Tahun 2004
masih menjadi acuan umum, terutama mengenai bentuk dan pola
PSC, dengan masing-masing blok GMB harus dikelola oleh satu
badan hukum usaha. Hal tata cara penawaran wilayah kerja pun
mengacu pada Peraturan Menteri ESDM No.35 tahun 2008 tentang
tata cara penawaran Wilayah Kerja Migas. Berikut regulasi yang
khusus terkait dengan bisnis GMB di Indonesia:
1. Peraturan Menteri ESDM No. 5 Tahun 2012
2. Peraturan Menteri ESDM No. 36 Tahun 2008
3. Peraturan Menteri ESDM No. 35 Tahun 2008
4. Peraturan Menteri ESDM No. 27 Tahun 2006
5. Peraturan Menteri ESDM No. 28 Tahun 2006
Pada pertengahan tahun 2000, pemerintah Indonesia
mengembangkan kerangka kerja legislatif bagi pembangunan GMB.
Regulasi tersebut dapat berjalan dengan baik dan sebagian besar
didasarkan pada peraturan minyak dan gas bumi yang ada. Peraturan
Menteri ESDM Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pengusahaan Bisnis
GMB, saat ini menjadi peraturan utama bila hendak berurusan
dengan GMB. Salah satu isu kunci dalam pengembangan GMB
adalah adanya pengelolaan hak yang tumpang tindih antara kuasa
pertambangan batu bara, minyak dan gas bumi, serta sumber daya
GMB bila ada di daerah yang sama. Sebelum adanya Peraturan
Menteri Nomor 36 Tahun 2008, penambang minyak dan gas bumi
dan kontraktor batu bara diberikan hak yang sama (gabungan)
88
89
90
BAB 8
PEMANFAATAN GMB UNTUK PEMBANGKIT
LISTRIK RUMAH TANGGA
91
PERKEMBANGANKONSUMSILISTRIKSUMATERASELATAN
1000
900
800
700
GWH
600
RumahTangga
500
Industri
Bisnis
400
Sosial
Lainnya
300
200
100
0
2003
2004
2005
2006
Tahun
Gambar 8.1
Perkembangan Konsumsi Listrik Sumatera Selatan
92
Gambar 8.2
Alur Proses Pembangkitan Listrik dari Gas GMB
: 47.848 US$
Scrubber
: 74.400 US$
Cooler
: 62.698 US$
Compressor
: 312.500 US$
93
Main process
Separator Unit
Scrubber Unit
Cooler Unit
Compressor Unit (1000 - 1500 $/HP; 1250 $/HP)
Dehydration Plant Unit
Microturbine Unit (900 - 1000 $/kW; 925 $/kW)
USD
55,556
Rp.
500,000,000
47,848
74,400
62,698
312,500
1,100,000
2,217,600
430,632,000
669,600,000
564,282,000
2,812,500,000
9,900,000,000
19,958,400,000
TOTAL
C600 600kW Power Package High-pressure Natural Gas
526,222
4,736,000,000
4,396,824
39,571,414,000
1%
12%
EngineeringDesignandKnowHow
36%
PretreatmentUnit
MicroturbineUnit
Transmission
51%
Gambar 8.3
Persentase Biaya ISBL
94
Price
Estimation
(USD)
Price Estimation
(Rp.)
Utilities
Total
Waste Water Treatment Unit
Electrical, Instrument Control & Piping
Total
52,762
474,856,968
35,175
316,571,312
131,905
1,187,142,420
65,952
593,571,210
Engineering Design
16,862
151,756,373
13,432
120,890,670
Contingency 2.5%
7,145
64,303,548
323,233
2,909,092,500
4,396,824
4,720,056
39,571,414,000
42,480,506,500
ISBL
TOTAL (IBL + OBL)
95
mengambil biaya Rp. 4,73 milyar atau 11% dari total biaya investasi.
Dari informasi harga hulu GMB, biaya investasi pengembangan
pembangkit listrik skala kecil GMB dan beberapa parameter
keekonomian yang didasarkan dari sumber Rule of Thumb seperti
asumsi biaya O&M, kurs, discount factor, equity to debt ratio. Maka
keseluruhan informasi tersebut diolah untuk mendapatkan informasi
harga listrik per kWh dan keekonomian pembangkitan tersebut
dalam sebuah model spread sheet keekonomian berbasis macro
excel.
Perhitungan keekonomian dengan harga beli gas hulu sebesar
4,7 US$ dan umur proyek yaitu 15 tahun memberikan hasil bahwa
untuk mencapai keekonomian proyek dengan target IRR 15% maka
harga listrik berada pada level Rp. 1.539 per kWh. Pada level harga
tersebut, NPV yang diperoleh mencapai Rp. 2,65 milyar, masa
pengembalian modal (POT) 6,15 tahun dan Profitability Index (PI)
1,06.
Tabel 8.3
Input Asumsi dan Hasil Simulasi Model Keekonomian
ASSUMPTION
OPERATING HOURS PER DAY
OPERATING DAYS PER YEARS
CAPACITY
Operating Capacity
FINANCING :
Debt Equity Ratio
Interest
- Inves tment
- Working Capital
Re Payment
- Inves tment
- Working Capital
Depreciation
RAW MATERIAL
Raw Gas
OTHER COST
Fixed O&M
PRODUCT PRICE
Electricity
24 hours
365 days
2,127 kW
70%
30.00%
RESULT :
IRR
NPV
POT
PI
96
15.00%
2,657,925,657 Rupiah
6.15 YEAR
1.06
30%
25%
IRR
20%
15%
10%
5%
0%
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
Sensitivitas
CAPEX
OPEX
HARGALISTRIK
HARGAGASCBM
Gambar 8.4
Analisis Sensitivitas terhadap Nilai IRR
Pada kondisi base case dengan harga jual listrik Rp. 1.539 per kWh
memberikan nilai NPV sebesar Rp. 2,63 milyar. Harga jual listrik
juga merupakan parameter yang paling signifikan mempengaruhi
NPV. Setiap perubahan 5% harga listrik mempengaruhi nilai NPV
yang bergeser sebesar Rp. 5,8 milyar. Sebagai contoh pada saat
harga jual listrik Rp. 1.462 per kWh, NPV yang dihasilkan hanya
Rp. 3,19 milyar sudah memberikan nilai (-) NPV, artinya pada harga
jual tersebut keekonomian proyek sudah tidak berjalan. Sedangkan
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
97
jika harga naik 5% terhadap harga basis yaitu dari Rp. 1.539 per
kWh manjadi Rp. 1.616 per kWh maka indikator NPV meningkat
menjadi Rp. 8,45 milyar.
50,000
40,000
30,000
NPV(Juta,Rp)
20,000
10,000
0
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
10,000
Sensitivitas
20,000
30,000
40,000
CAPEX
OPEX
HARGALISTRIK
HARGAGASCBM
Gambar 8.5
Analisis Sensitivitas terhadap Nilai NPV
98
1600
CeilingPrice
1400
1200
Rp/kWh
1000
FloorPrice
800
600
400
200
0
BaseonRegion
BaseonTechnology
Gambar 8.6
Perbandingan Harga Jual Listrik GMB dengan Pasar dan Teknologi Lainnya
99
100
DAFTAR PUSTAKA
101
102
DAFTAR FOTO
103
104
105
Flare GMB
106
107
108
DAFTAR LAMPIRAN
109
110
111
112
11. K o n t r a k t o r P e r j a n j i a n K a r y a P e n g u s a h a a n
Pertambangan Batu bara yang selanjutnya disebut
Kontraktor PKP2B adalah perusahaan swasta yang
melaksanakan pengusahaan pertambangan batu bara
di wilayah PKP2B.
12. Pemegang Kuasa Pertambangan Batu bara yang
selanjutnya disebut Pemegang KP Batu bara adalah
perusahaan swasta nasional atau perorangan yang
diberi Kuasa Pertambangan untuk rnelakukan usaha
pertambangan Batu bara di suatu Wilayah KP Batu
bara.
13. Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk
untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu
di bidang Minyak dan Gas Bumi.
14. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap,
terus-menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, yang berlaku serta bekerja
dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
15. Bentuk Usaha Tetap adalah badan usaha yang
didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik lndonesia yang melakukan
kegiatan di wilayah Kesatuan Republik lndonesia dan
wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Republik Indonesia.
16. Studi Bersama (Joint Study) yang selanjutnya disebut
Studi Bersama adalah kegiatan yang dilakukan bersama antara Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
dengan Direktorat Jenderal dalam rangka Penawaran
Langsung Wilayah Kerja Gas Metana Batu bara untuk
melakukan inventarisasi, pengolahan dari interpretasi
Data di Wilayah Terbuka Gas Metana Batu bara atau
di Wilayah Kerja Available untuk mengetahui potensi
dan keekonomian Gas Metana Batu bara.
113
114
115
116
(2) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memuat paling sedikit ketentuari-ketentuan pokok yaitu:
a. penerimaan negara;
b. Wilayah Kerja Gas Metana Batu bara dan pengembaliannya;
c. kewajiban pengeluaran dana;
d. perpindahan kepemilikan hasil produksi Gas Metana Batu
bara;
e. jangka waktu kontrak dan kondisi perpanjangan kontrak;
f. penyelesaian perselisihan;
g. kewajiban pemasokan Gas Metana Batu bara untuk pemenuhan
kebutuhan dalam negeri;
h. berakhirnya kontrak;
i.
j.
117
BAB Ill
TATA CARA PENETAPAN DAN PENAWARAN WILAYAH KERJA
GAS METAMA BATU BARA
Pasal 7
Pengusahaan Gas Metana Batu bara dapat dilakukan di Wilayah Terbuka
Gas Metana Batu bara, Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi, Wilayah
PKP2B, dan/atau di Wilayah KP Batu bara dengan luas maksimal 3.000
km2 (tiga ribu kilometer persegi).
Pasal 8
Tata cara penyiapan, penetapan dan penawaran Wilayah Kerja
Gas Metana Batu bara di Wilayah Terbuka Gas Metana Batu bara,
Wilayah
Kerja Minyak dan Gas Bumi, Wilayah PKP2B, dan/atau di Wilayah KP
Batu bara berlaku ketentuan Peraturan Perundang-undangan mengenai
Tata Cara Penetapan dan Penawarari Wilayah Kerja Minyak dan Gas
Bumi, kecuali ditetapkan lain dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 9
(1) Untuk penawaran Wilayah Kerja Gas Metana Batu bara dari Wilayah
Terbuka Gas Metana Batu bara, Wilayah Kerja Minyak dan Gas
Bumi, Wilayah PKP2B dan/atau Wilayah KP Batu bara, Menteri
terlebih dahulu menetapkan Wilayah Kerja Gas Metana Batu
bara.
(2) Dalam menetapkan Wilayah Kerja Gas Metana Batu bara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri terlebih dahulu
melakukan konsultasi dengan Gubernur yang wilayah administrasinya
meliput~ Wilayah Kerja Gas Metana Batu bara yang akan
ditetapkan.
(3) Terhadap Wilayah Kerja Gas Metana Batu bara yang telah
ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (I), Direktorat Jenderal
melaksanakan penawaran Wi!ayah Kerja melalui Lelang Wilayah
Kerja atau lelang Penawaran Langsung Wilayah Kerja sesuai
Pasal 10
Gas Metana Batu bara yang terdapat di Wilayah Terbuka Gas Metana
Batu bara atau di Wilayah Kerja Available, dapat diusulkan oleh Badan
Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dengan mengajukan usulan Penawaran
Langsung melalui Studi Bersama kepada Direktur Jenderal sesuai
dengan ketentuan peratul-an perundang-undangan ,mengenai Tata Cara
Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 11
(1) Gas Metana Batu bara yang terdapat di dalam Wilayah Kerja Minyak
dan Gas Bc~mi dapat diusahakan oleh Kontraktor Minyak dan Gas
Bumi yang telah merrlenuhi komitmen pasti 3 (tiga) tahun pertama
masa Eksplorasi di Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi tersebut.
(2) Korrtraktor Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan kesempatan pertama untuk mengajukan usulan
Penawaran Langsung melalui Evaluasi Bersama kepada Direktur
Jenderal.
Pasal 12
(1) Terhadap Kontraktor Minyak dan Gas Bumi, Kontraktor PKP26,
atau Pemegang KP Batu bara yang kontraknya ditandatangani
atau ijinnya dikeluarkan setelah adanya usulan Studi Bersama
yang akanditindaklanjuti dengan pengusahaan Gas Metana Batu
bara, Kontraktor Minyak dan Gas Bumi, Kontraktor PKP2B, atau
Pemegang KP Batu bara tidak mendapatkan hak kesempatan
pertama untuk mengajukan usulan Penawaran Langsung atas
pengusahaan Gas Metana Batu bara pada wilayah tersebut.
(2) Dalam ha1 di wilayah PKP2B atau wilayah KP Batu bara telah
diajukan untuk dilakukan Evaluasi Bersama dan kemudian wilayah
tersebut ditetapkan sebagai Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi,
Kontraktor Minyak dan Gas Bumi pada Wilayah Kerja tersebut tidak
mendapatkan hak atas kesempatan pertama untuk mengajukan
usulan Penawaran Langsung atas pengusahaan Gas Metana Batu
bara pada wilayah tersebut.
119
Pasal 13
(1) Gas Metana Batu bara yang terdapat di Wilayah PKP2B atau
Wilayah KP Batu bara dapat diusahakan oleh Kontraktor PKP2B
atau Pemegang KP Batu bara yang telah melakukan kegiatan
eksploitasi Batu bara paling sedikit 3 (tiga) tahun di Wilayah PKP2B
atau Wilayah KP Batu bara tersebut.
(2) Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu bara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan kesempatan pertama untuk
mengajukan usulan Penawaran Langsung melalui Evaluasi
Bersama kepada Direktur Jenderal.
Pasal 14
(1) Dalam ha1 Gas Metana Batu bara terdapat di Wilayah Kerja Minyak
dan Gas Bumi dan Wilayah PKP2B atau di Wilayah KP Batu bara,
Kontraktor Minyak dan Gas Bumi diberikan kesempatan pertama
untuk mengajukan usulan Penawaran Langsung melalui Evaluasi
Bersama kepada Direktur Jenderal.
(2) Kontraktor Minyak dan Gas Bumi yang berminat mengusahakan
Gas Metana Batu bara di Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), wajib mengajukan usulan pengusahaan Gas Metana
Batu bara kepada Direktur Jenderal.
(3) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Direktur Jenderal memberitahukan kepada Kontraktor PKP2B atau
Pernegang UP Batu bara mengenai rencana pengusahaan Gas
Metana Batu bara oleh Kontraktor Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 15
(1) Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu bara yang berminat
mengusahakan Gas Metana Batu bara di Wilayah Kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), dapat mengajukan
usulan pengusahaan Gas FJletana Batu bara kepada Direktur
Jenderal.
(2) Berdasarkan usulan sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) Direktur
Jenderal memberitahukan kepada Kontraktor Minyak dan Gas
Bumi rencana pengusahaan Gas Metana Batu bara oleh Kontraktor
PKP2B atau Pemegang KP Batu bara, dan meminta klarifikasi
kepada Kontraktor Minyak dan Gas Bumi mengenai minat untuk
mengusahakan Gas Metana Batu bara.
120
(3) Dalam ha1 Kontraktor Minyak dan Gas Bumi tidak mengajukan
usulan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal
pemberitahuan sebagaimaiia dimaksud pada ayat (2), kesempatan
pertama Kontraktor Minyak dan Gas Bumi dinyatakan tidak berlaku
dan usulan Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu bara dapat
diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.
Pasal 16
Direktur Jenderal memberikan persetujuan Studi Bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 atau Evaluasi Bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 13, dan Pasal 14, setelah melakukan
klarifikasi kepada Pemerintah Daerah danlatau unit terkait untuk
rnenginventarisasi titik-titik koordiriat batas Wilayah Kerja Minyak dan
Gas Bumi, Wilayah PKP2B danlatau Wilayah KP Batu bara serta status
pengusahaannya yang berada dalam wilayah usula Studi Bersama atau
Evaluasi Bersama.
Pasal 17
Kontraktor Minyak dan Gas Bumi danlatau Kontraktor PKP2B atau
Pemegang KP Batu bara yang melakukan pengusahaan Gas Metana
Batu bara wajib mendirikan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
tersendiri.
Pasal 18
(1) Dalam hal Pemerintah akan mengembangkan pengusahaan
Gas Metana Batu bara di Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi,
Wilayah PKP2B atau Wilayah KP Batu bara, Direktur Jenderal
memberitahukan rencana pengembangan pengusahaan Gas
Metana Batu bara kepada Kontraktor Minyak dan Gas Bumi,
Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu bara di wilayah yang
bersangkutan.
(2) Kontraktor Minyak dan Gas Bumi, Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu bara yang berminat mengusahakan Gas Metana Batu
bara di wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengajukan usulan Penawaran Langsung melalui Evaluasi Bersama
paling lama 60 (enam puiuh) hari kalender terhitung sejak tanggal
diterimanya surat pemberitahuan dari Direktur Jenderal.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
121
(3) Kontraktor Minyak dan Gas Bumi, Kontraktor PKP2B atau Pemegang
KP Batu bara yang tidak mengajukan usulan Penawaran Langsung
melalui Evaluasi Bersama dalam jangka waktu paling lama 60
(enam puluh) hari kalender sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), dianggap tidak berminat dan kesempatan pertama dinyatakan
tidak berlaku, 'selanjutnya Direktur Jenderal menetapkan kebijakan
pengusahaannya melalui Lelang.
Pasal 19
(1) Dalam hal Pemerintah akan mengembangkan pengusahaan Gas
Metana Batu bara di Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi dan
Wilayah PKP2B, atau Wilayah KP Batu bara, Direktur Jenderal
memberitahukan rencana pengembangan pengusahaan Gas
Metana Batu bara kepada Kontraktor Minyak dan Gas Bumi sebagai
pihak yany diberikan kesempatan pertama untuk mengajukan usulan
Penawaran Langsung melalui Evaluasi Bersama, dengan tembusan
kepada Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu bara di wilayah
yang bersangkutan.
(2) Dalam hal Kontrahtor Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berminat mengusahakan Gas Metana Batu bara
wajib mengajukan usulan Penawaran Langsung melalui Evaluasi
Bersama paling lama 60 (enam puluh) hari kalender terhitung sejak
tanggal diterimanya surat pemberitahuan dari Direktur Jenderal.
(3) Kontraktor Minyak dan Gas Bumi yang tidak mengajukan usulan
Penawaran Langsung melalui Evaluasi Bersama dalam jangka
waktu; paling lama 60 (enam puluh) hari kalender sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dianggap tidak berminat dan kesempatan
pertama dinyatakan tidak berlaku, selanjutnya Direktur Jenderal
memberitahukan Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu
bara.
(4) Dalam hal Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu bara tidak
mengajukan usulan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari
kalender terhitung sejak tanggal pemberitahuan, Kontraktor PKP2B
atau Pemegang KP dianggap tidak berminat atas Wilayah Kerja
tersebut dan selanjutnya Direktur Jenderal menetapkan kebijakan
pengusahaannya melalui Lelang.
122
Pasal 20
(1) Apabila hasil Evaluasi Bersama sebagaimana dilnaksud dalam Pasal
11 , Pasal 13, dan Pasal 14 akan ditindaklanjuti pengusahaannya,
terhadap Wilayah Kerja dimaksud dilakukan lelang Penawaran
Langsung dan pelaksana Evaluasi Bersama diberikan hak untuk
melakukan perubahan penawaran (right to match) dengan ketentuan
sekurang-kurangnya menyamai penawaran tertinggi sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan mengenai Tata Cara
Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi.
(2) Pelaksanaan Evaluasi Bersama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11, Pasal 13 dan Pasal 14 diberikan dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali
paling lama 4 (empat) bulan.
Pasal 21
Ketentuan mengenai Studi Bersama berlaku ketentuan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri mengenai Tata Cara Penetapan dan
Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 22
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dalam jangka waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan
Penawaran Langsung Wilayah Kerja diterbitkan wajib menyerahkan
jaminan pelaksanaan Evaluasi Bersama dari bank utama (Prime Bank)
yang berkedudukan di Jakarta, sebesar US$ 1.000.000 (satu juta Dollar
Amerika Serikat).
Pasal 23
(1) Dalam rangka memperoleh hasil Evaluasi Bersama yang optimal
yang didasarkan atas kaidah keteknikan yang baik dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, Direktorat Jenderal dapat
menyertakan unit di lingkungan Departemen dan pihak lain yang
memiliki kemampuan dan keahlian danlatau Data.
(2) Seluruh biaya dan risiko yang diperlukan dalam pelaksanaan
Evaluasi Bersama menjadi beban dan tanggung jawab Badan Usaha
atau Bentuk Usaha Tetap pelaksana Evaluasi Bersama dan tidak
dapat dibebankan sebagai biaya operasi Kontrak Kerja Sama.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
123
(3) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dan pihak lain yang
melakukan Evaluasi Bersama wajib menjaga kerahasiaan Data
yang dihasilkan dan digunakan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan yang dituangkan dalam surat pernyataan
kerahasiaan.
Pasal 24
(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap pelaksana Evaluasi
Bersama yang tidak dapat menyelesaikan Evaluasi Bersama karena
mengundurkan diri atau tidak dapat memenuhi ketentuan yang
tercantum dalam surat persetujuan Penawaran Langsung Wilayah
Kerja, maka surat persetujuan Penawaran Langsung Wilayah
Kerja yang telah diterbitkan tersebut diriyatakan tidak berlaku
dan Direktorat Jenderal berhak mencairkan jaminan pelaksanaan
Evaluasi Bersama dan wajib disetor ke Kas Negara sebagai
Penerimaan Negara Bukan Pajak.
(2) Dalam pelaksanaan Evaluasi Bersama, Badan Usaha atau Bentuk
Usaha Tetap wajib menyampaikan iaporan secara berkala dan
laporan akhir kepada Direktur Jenderal.
BAB IV
PEMANFAATAN DATA DAN INFORMASI
SERTA PENGGUNAAN SARAWA DAN FASlLlTAS
Pasal 25
Kontraktor yang melakukan pengusahaan Gas Metana Batu bara dalam
melakukan kegiatannya dapat memanfaatkan data dan informasi yang
dikuasai oleh Kontraktor Minyak dan Gas Bumi, Kontraktor PKP2B, dan
Pemegang KP Batu bara sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.
Pasal 26
(1) Kontraktor yang melakukan pengusahaan Gas Metana Batu bara
dapat menggunakan sarana dan fasilitas untuk kegiatan operasional
yang dimiliki oleh Kontraktor Minyak dan Gas Bumi, dengan
tetap mempertimbangkan efisiensi, keselamatan, dan kelancaran
pelaksanaan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
124
125
127
(4) Dalam hal Kontraktor Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor PKP2B
atau Pemegang KP Batu bara belum atau telah menyampaikan
jaminan kesungguhan sebagaimana dimaksud pada-pada ayat
(3) dan masih belum tercapai kesepakatan dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan sejak kewajiban penyampaian jaminan
kesungguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jaminan
kesungguhan tersebut dikembalikan kepada pembayar jaminan
dan Wilayah Kerja dilelang.
(5) Dalam ha1 tercapai kesepakatan pengusahaan antara Kontraktor
Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP
Batu bara, maka jaminan kesungguhan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dikembalikan kepada pembayar jaminan.
Pasal 34
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku terhadap pelaksanaan
penelitian, pengkajian dan pengembangan Gas Metana Batu bara
yang telah dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Institusi Tertentu
sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri irli dapat tetap dilaksanakan
dan wajib melaporkan hasilnya kepada Menteri dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal.
BAB X
KETENTUANPENUTUP
Pasal 35
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral Nomor 033 Tahun 2006 tentang Pengusahaan
Gas Metana Batu bara, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 36
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
129