Anda di halaman 1dari 47

POTENSI GAS COAL BED METHANE (CBM) SEBAGAI

SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI INDONESIA

MAKALAH MPI

Oleh

FERNANDO L. LOWAY

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2012
POTENSI GAS COAL BED METHANE (CBM) SEBAGAI

SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI INDONESIA

MAKALAH MPI

Dibuat Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Metode Penulisan Ilmiah Pada

Program Studi Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi

Kebumian Dan Energi Universitas Trisakti

Oleh

FERNANDO L. LOWAY

NIM 07110105

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2012
POTENSI GAS COAL BED METHANE (CBM) SEBAGAI

SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI INDONESIA

MAKALAH MPI

DISETUJUI UNTUK PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

Pembimbing II Pembimbing I

Ir. Andri Halim, MM Ir. Andang Kustamsi, PhD.


PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : FERNANDO LOWAY

NIM : 071.10.105

Konsentrasi : Produksi

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa

Makalah dengan judul:

“POTENSI GAS COAL BED METHANE (CBM) SEBAGAI

SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI INDONESIA “

Yang saya buat ini adalah hasil karya saya sendiri, dan bukan merupakan

duplikasi, serta tidak mengutip sebagian atau seluruhnya karya orang lain, kecuali

yang telah disebutkan sumbernya dan sesuai dengan batasan serta tata cara

pengutipan. Apabila didapati pelanggaran atas pernyataan saya ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Jakarta, 8 Mei 2012

(materai)

Fernando Loway
RINGKASAN

Batubara memiliki kemampuan menyimpan gas dalam jumlah yang banyak,

karena permukaannya mempunyai kemampuan mengadsorpsi gas. Meskipun

batubara berupa benda padat dan terlihat seperti batu yang keras, tapi di dalamnya

banyak sekali terdapat pori-pori yang berukuran lebih kecil dari skala mikron,

sehingga batubara ibarat sebuah spon. Kondisi inilah yang menyebabkan

permukaan batubara menjadi sedemikian luas sehingga mampu menyerap gas

dalam jumlah yang besar. Jika tekanan gas semakin tinggi, maka kemampuan

batubara untuk mengadsorpsi gas juga semakin besar.

Gas yang terperangkap pada batubara sebagian besar terdiri dari gas metana,

sehingga secara umum gas ini disebut dengan Coal Bed Methane atau disingkat

CBM. Dalam klasifikasi energi, CBM termasuk unconventional energy (peringkat

3), bersama-sama dengan tight sand gas, devonian shale gas, dan gas hydrate.

Di Indonesia telah ditemukan banyak potensi untuk lapangan CBM. Dari studi

awal diperoleh sekitar 213 TCF CBM gas in place dimana ini merupakan CBM

berpoternsi ke-7 di dunia. Studi paling mutakhir terdapat 337 TCF potensial CBM

tersebar di 11 cekungan coal di Indonesia. Jadi, sudah sepatutnya Indonesia mulai

mengembangkan CBM ini sebagai energi alternatif kita.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

rahmat dan karunianya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini

diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Mata Kuliah Metode Penulisan Ilmiah

Semester IV/2012.

Makalah ini berisi informasi tentang Coal Bed Methane dan potensinya sebagai

energi alternatif di Indonesia yang penulis harapkan dapat memperluas wawasan

pembaca dan memberikan informasi kepada para pembaca tentang Coal Bed

Methane. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik

dari segi materi maupun cara penulisannya, oleh karena itu kritik dan saran dari

semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan

makalah ini.

Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang berperan

serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Dan semoga makalah

ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 8 Mei 2012

Fernando Loway

ii
DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ............................................................................................ i

KATA PENGANTAR ............................................................................... ii

DAFTAR ISI ............................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. v

DAFTAR TABEL ..................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

BAB II DEFINISI DAN TEKNOLOGI PRODUKSI CBM .................... 3

2.1 Definisi Coal Bed Methane ................................................................... 3

2.2 Teknologi Untuk Memproduksikan CBM ............................................. 7

2.3 ECBM................................................................................................... 11

2.4 Dampak CBM Di Lingkungan............................................................... 13

BAB III POTENSI DAN PROSPEK CBM DI INDONESIA .................. 15

3.1 Potensi CBM di Indonesia ..................................................................... 15

3.2 Prospek Ekonomi .................................................................................. 18

3.3 Prospek Teknologi ................................................................................ 22

BAB IV KESIMPULAN ........................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 28

DAFTAR SIMBOL ................................................................................... 29


iii
DAFTAR ISI

( Lanjutan)

Halaman

LAMPIRAN ............................................................................................. 30

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Pembentukan CBM ......................................................................... 4

2.2 Prinsip Produksi CBM ..................................................................... 7

2.3 Teknik Produksi CBM ..................................................................... 8

2.4 Produksi CBM Dengan Sumur Kombinasi ....................................... 9

2.5 Pengontrolan Arah Bor .................................................................... 10

2.6 ECBM dengan N dan CO2 ............................................................... 12

2.7 Tingkat Adsorpsi Gas ...................................................................... 13

A.1 Perkiraan Produksi Minyak Indonesia Sampai Tahun 2050 .............. 32

A.2 Perkiraan Kebutuhan Minyak di Indonesia Tahun 2025 ................... 33

B.1 Peta Potensi CBM di Indonesia........................................................ 35

B.2 Grafik Potensi CBM Dunia .............................................................. 36

v
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Perkiraan Potensi CBM di Indonesia ........................................... 16

A.1 Cadangan Dan Produksi Energi Indonesia Tahun 2007 ............... 31

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A CADANGAN, PERKIRAAN PRODUKSI DAN

KEBUTUHAN MINYAK INDONESIA ........................ 30

B PETA POTENSI CBM DI INDONESIA DAN GRAFIK

POTENSI CBM DUNIA ................................................... 34

vii
BAB I

PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan manusia akan energi

semakin meningkat, sedangkan ketersediaan energi tidak terbarukan saat ini

semakin menipis. Indonesia termasuk negara yang mengalami krisis energi

akibat penggunaan energi berbasis fosil (energi tidak terbarukan) yang masih

sangat tinggi. Padahal Indonesia memiliki potensi energi alternatif yang

melimpah ruah. Coal Bed Methane atau lebih dikenal dengan istilah CBM

merupakan salah satu sumber energi alternatif yang relatif masih baru

terutama di Indonesia. Sumber energi ini dapat diperbaharui penggunaannya.

Melihat hal ini, penulis merasa tertarik untuk membahas mengenai CBM ini.

Cukup banyak artikel di internet dan buku yang sudah dibaca penulis yang

juga membahas hal serupa seperti Jurnal Energi dan Indonesian Coal. Namun

disini penulis akan membahas masalah ini secara lebih rinci lagi.

Penulis akan membahas mengenai apa itu Coal Bed Methane dan bagaimana

potensinya di Indonesia sebagai sumber energi alternatif.

1
2

Sehubungan dengan topik yang dibicarakan dalam makalah ini, maka hal-hal

yang akan dibahas adalah

a. Apa itu Coal Bed Methane?

b. Bagaimana CBM terbentuk?

c. Teknologi apa dan bagaimana untuk memproduksi CBM?

d. Bagaimana dampak penambangan CBM bagi lingkungan?

e. Bagaimana potensi CBM di Indonesia?

Jika dilihat dari perumusan masalah pada, tujuan penelitian ini yaitu

a. Ingin menggambarkan apa itu CBM.

b. Ingin menjelaskan bagaimana CBM terbentuk.

c. Ingin mendeskripsikan cara memproduksi CBM.

d. Ingin memaparkan dampak CBM bagi lingkungan.

e. Ingin menggambarkan potensi CBM di Indonesia.

Sumber data yang digunakan penulis adalah berbagai macam buku, majalah,

koran dan artikel internet.

Dalam pembuatannya karya ilmiah ini, penulis menggunakan metode

kepustakaan dan metode analisis isi yaitu dengan cara mengumpulkan

beberapa data dari berbagai buku, majalah, koran maupun internet dan

menganalisis isinya untuk menjadi sebuah karya ilmiah.


BAB II

DEFINISI DAN TEKNOLOGI PRODUKSI

COAL BED METHANE

Batubara merupakan salah satu sumber energi tak terbarukan yang banyak

terdapat di dunia, termasuk Indonesia. Batubara memiliki lapisan-lapisan berisi

gas alam dengan kandungan utamanya metana atau methane (CH4) yang disebut

CBM.

2.1 Definisi Coal Bed Methane

CBM adalah gas alam (gas metana) yang banyak ditemukan di dalam Coal

(Batubara). CBM terbentuk melalui proses pembatubaraan dan penggambutan,

dimana proses ini berlangsung selama berjuta-juta tahun lamanya. Gas metana

terbentuk di dalam batu bara melalui dua proses yaitu thermogenic gas dan

biogenic gas sekunder. Dalam hal ini CBM yang paling dicari untuk eksplorasi

adalah yang terbentuk secara thermogenic. 3

______________
3
Angka menunjukkan nomor urut unit daftar pustaka

3
4

Thermogenic gas terbentuk secara alami melalui proses pembatubaraan

(coalification process) yang merubah humic organic material menjadi batubara.

Gas tersebut termasuk metana, carbon dioksida dan bisa juga etana dan propana.

Sedangkan biogenik gas sekunder terbentuk pada masa geologi saat ini melalui

mikroorganisme anaerobik yang terbawa dalam sistem air bawah tanah yang aktif

setelah proses pembatubaraan selesai.

Gambar 2.1

Pembentukan CBM
5

Baik thermogenic maupun biogenis metana secara fisik diabsorbsi sebagai lapisan

monomolekular pada lapisan permukaan dari pori-pori di dalam matriks batubara.

Metana tertahan di dalam oleh tekanan hidrostatik air dalam batubara. Rekahan

alami di dalam batubara selain berisi air juga memiliki permeabilitas atau

kemampuan untuk mengalirkan fluida.3

Dalam sumur CBM, air biasanya terproduksi di awal yang menghasilkan

penurunan tekana reservoir. Proses ini dinamakan de-watering phase dalam suatu

sumur CBM. Sejalan dengan penurunan tekanan, gas metana secara difusi keluar

dari matriks batubara melalui rekahan batubara yang saling terhubung. Batubara

ini merupakan reservoir yang sangat unik karena terdapat source rock, reservoir

dan juga trap di dalamnya.

Batubara merupakan reservoir yang paling baik karena luas permukaan dalamnya

dapat mencapai satu miliar persergi kaki kubik per ton batubara. Kandungan gas

dalam batubara berkisar dari 200 sampai 500 standar kaki kubik per satu ton

batubara. Cadangan dapat berkisar dari 1 sampai 5 BCF per 160 acre blok. Pada

tekanan reservoir di bawah 1,600 psi, batubara dapat meyimpan gas hampir tiga

kali lipat dari reservoir sandstones dengan porositas 20% dan saturasi air 30%. 6

CBM merupakan sumber bahan bakar yang bersih dan lebih ramah terhadap

lingkungan daripada minyak, batubara dan bahkan gas alam konvesional lainnya.
6

CBM mempunyai potensi yang tinggi secara ekonomi. Akan tetapi CBM di

bawah kedalaman 5,000 kaki kurang mempunyai potensi ekonomi.

Proyek CBM harus mempertimbangkan seperti ketebalan lapisan batubara,

kandungan gas, permebilitas, hydrodynamic, kualitas gas, kualitas air dan opsi

pembuangan air, kedalaman dan teknik penyelesaiaannya (completion). Dengan

perencanaan yang baik dan evaluasi proyek dengan mempertimbangkan hal-hal

tersebut, maka tingkat keberhasilan proyek CBM akan sangat tinggi dan

menguntungkan.

Beberapa karakteristik batubara yang cocok untuk CBM adalah sebagai berikut:

a. Kandungan gas yang tinggi: 15 m3 – 30m3 per ton

b. Permeabilitas (k) yang bagus: 30 mD – 50 mD

c. Dangkal: Coal seams h= kurang dari 1,000 m (3,300 kaki). Tekanan pada

kedalaman yang lebih dalam, pada umumnya terlalu tinggi untuk

mengalirkan gas bahkan ketika coal seams-nya sudah selesai de-watering.

Hal ini terjadi karena tekanan tinggi yang menyebabkan berkurangnya

permeabilitas batubara.

d. Jenis batubara: Umumnya proyek CBM memproduksi gas dari Bituminous

coals, akan tetapi bisa juga gas yang dihasilkan dari Anthracite.
7

2.2 Teknologi Untuk Memproduksi CBM

Teknologi CBM telah mengalami banyak perkembangan dalam 2 dekade ini, akan

tetapi apapun yang telah didapatkan dan dipelajari pada masa eksplorasi,

karakteristik dan managemen reservoir dalam konteks sumber cadangan tetap

harus menjadi pertimbangan utama.

Gambar 2.2

Prinsip Produksi CBM


8

Lapangan CBM memiliki karakter yang berbeda-beda dan begitu pula

pengelolaannya. Teknik pemboran konvensional untuk gas alam umumnya bisa

diaplikasikan untuk hampir semua CBM. Sebelum pada tahap komersial, CBM

dapat diproduksikan dimana pengetesan sumur dapat dilakukan pada 4 atau 5

sumur pertama. Pemboran CBM umumnya hampir sama dengan pemboran untuk

minyak dan gas. Bahkan dalam beberapa daerah, peralatan pemboran yang

dipakai hampir sama dengan pemboran untuk sumur air. Bahkan di beberapa

tempat pemboran berarah (directional drilling) dan pemboran horisontal

diterapkan untuk mengoptimalkan produksi dan juga tergantung daerah atau

lapangan CBM-nya.

Gambar 2.3

Teknik Produksi CBM


9

Pemboran horisontal sekarang ini sedang dirintis untuk pemboran CBM.

Pemboran horisontal ini dilakukan dengan cra membor beberapa ratus kaki secara

vertikal kemudian dibelokkan secara horisontal sampai kurang lebih 4000 kaki.

Gambar 2.4

Produksi CBM Dengan Sumur Kombinasi

Hydraulic fracturing atau lebih dikenal sebagai “Fracing” adalah suatu teknik

untuk meningkatkan luas area permukaan dari batubara. Sistem fluida dan aditif

yang biasa digunakan pada sumur-sumur konvensional tidak cocok digunakan


10

untuk sumur-sumur CBM. Hal ini dikarenakan lapisan batubara mempunyai

karakteristik yang unik dan oleh karenanya dibutuhkan material yang spesial.

Gambar 2.5

Pengontrolan Arah Bor

Secara umum banyak cara untuk mengembangkan CBM gas. Teknologi produksi

termasuk pemboran konvensional, pemboran sebelum penambangan dan

pemboran horisontal seperti yang telah dibahas sebelumnya. Beberapa

keberhasilan dalam mengembangkan CBM telah dicapai ketika suatu pemboran

dikoordinasikan dengan pertambangan batubara. Dimana sumur-sumur dibor

sampai lapisan batubara (coal bed) atau sedikit di atasnya dimana mungkin gas
11

akan terproduksi saat pemboran berlangsung. Batubara kemudian ditambang dan

kemungkinan lapisan atasnya akan runtuh yang membuat lubang besar dinamakan

“gob” yang mungkin akan berhubungan dengan lapisan batubara di atas lapisan

utamanya. Gas yang terakumulasi di gob kemudian dipompa melalui sumur-

sumur yang ada.

2.3 ECBM

ECBM (Enhanced Coal Bed Methane Recovery) adalah teknik untuk

meningkatkan keterambilan CBM. Pada teknik ini, gas injeksi yang umum

digunakan adalah N dan CO2. Disini, hasil yang diperoleh sangat berbeda

tergantung dari gas injeksi mana yang digunakan. Gambar di bawah ini

menunjukkan produksi CBM dengan menggunakan gas injeksi N dan CO2.

Bila N yang digunakan, hasilnya segera muncul sehingga volume produksi juga

meningkat. Akan tetapi, karena N dapat mencapai sumur produksi dengan cepat,

maka volume produksi secara keseluruhan justru menjadi berkurang.

Ketika N diinjeksikan ke dalam rekahan (cleat), maka kadar N di dalamnya akan

meningkat. Dan karena konsentrasi N di dalam matriks adalah rendah, maka N

akan mengalir masuk ke matriks tersebut. Sebagian N yang masuk ke dalam


12

matriks akan menempel pada pori-pori. Oleh karena jumlah adsorpsi N lebih

sedikit bila dibandingkan dengan gas metana, maka matriks akan berada dalam

kondisi jenuh (saturated) dengan sedikit N saja.

Gambar 2.6

ECBM dengan N dan CO2

Namun tidak demikian dengan CO2. Gas ini lebih mudah menempel bila

dibandingkan dengan gas metana, sehingga CO2 akan menghalau gas metana

yang menempel pada pori-pori. CO2 kemudian segera saja banyak menempel di

tempat tersebut. Dengan demikian, di dalam matriks akan banyak terdapat CO2

sehingga volume gas itu yang mengalir melalui cleat lebih sedikit bila

dibandingkan dengan N. Akibatnya, CO2 memerlukan waktu yang lebih lama


13

untuk mencapai sumur produksi. Selain itu, karena CO2 lebih banyak

mensubstitusi gas metana yang berada di dalam matriks, maka tingkat

keterambilan (recovery) CBM juga meningkat.

Gambar 2.7

Tingkat Adsorpsi Gas

2.4 Dampak CBM di Lingkungan

Setiap kegiatan pemanfaatan bumi, bahkan hanya untuk rumah tinggal selalu

memiliki dampak. Untuk memanfaatkan CBM juga tidak lepas dari dampak itu.
14

Yang paling sering menjadi tantangan pemeliharaan lingkungan antara lain

banyaknya air yang terproduksi, serta bagaimana dengan metana ini.

Batubara terbentuk di daerah rawa yang berupa air tawar. Demikian juga air yang

terperangkap ini juga berupa air tawar yang tentu saja akan bercampur dengan

garam-garaman. Dengan demikian diperkirakan air yang terproduksi berupa air

yang memiliki salinitas rendah dibanding air laut.

Beberapa metode digunakan untuk membuang air sumur, yang paling umum

adalah untuk mengembalikan dengan menginjeksikan air ke dalam formasi batuan

bawah permukaan.
15

BAB III

COAL BED METHANE DI INDONESIA

Potensi Coalbed Methane (CBM) di Indonesia, termasuk di Kalimantan Selatan,

cukup melimpah. Namun, potensi tersebut belum banyak dimanfaatkan. CBM

merupakan energi pilihan guna memenuhi kebutuhan energi masa depan

Indonesia. Cadangan CBM begitu melimpah dan belum banyak dimanfaatkan.

Tinggal bagaimana mengelola bahan tersebut menjadi energi masa depan.

3.1 Potensi CBM di Indonesia

Di Indonesia telah ditemukan banyak potensi untuk lapangan CBM. Dari studi

awal diperoleh sekitar 213 TCF CBM gas in place dimana ini merupakan CBM

berpoternsi ke-7 di dunia. Studi paling mutakhir terdapat 337 TCF potensial CBM

tersebar di 11 cekungan coal di Indonesia. 2

Potensi CBM di Indonesia memiliki keunggulan teknis untuk dikembangkan,

terutama berada di tempat yang dangkal (500 m-1500m dibawah permukaan).


16

Dengan biaya pengeboran murah, karena tidak membutuhkan eksplorasi maupun

infrastruktur khusus tetapi bisa menggunakan data dan infrastruktur migas yang

sudah ada, sebagai keuntungan awal sebelum penambangan batubara serta

lokasinya yang ada di daratan serta memiliki pasar yang bagus.

Tabel 3.1

Perkiraan Potensi CBM di Indonesia

Daerah CBM Resource


Provinsi Cekungan
Prospektif (km2) (Tcf)
Sumatera Sumatera Tengah 15,000 50
Sumatera Selatan 20,000 120
Bengkulu 3,000 5
Ombilin 130 1
Jawa Barat Jatibarang 500 1
Kalimantan Barito 16,000 75
Berau 2,000 10
Kutai 10,000 50
Tarakan Utara 6,500 20
Pasir/Asem asem 1,000 3
Sulawesi Sengkang 1,000 2
Total 74,000 337
17

Indonesia memiliki potensi sumber daya Coal Bed Methane (CBM) sekitar 300

hingga 450 Triliun Cubic Feet (TCF). Cadangan CBM sebesar itu tersebar pada

sebelas areal cekungan (basin) batubara di berbagai lokasi di Indonesia, baik di

Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Program diversifikasi energi antara

lain dengan mengembangan dan memanfaatkan CBM serta biofuel.

Ke sebelas basin lokasi CBM itu adalah Sumatera Selatan (183 TCF), Barito

(101,6 TCF), Kutei (89,4 TCF) dan Sumatera Tengah (52,5 TCF) untuk kategori

high prospective. Basin Tarakan Utara (17,5 TCF), Berau (8,4 TCF), Ombilin (0,5

TCF), Pasir/Asam-Asam (3,0 TCF) dan Jatibarang (0,8) memiliki kategori

modarate. Sedang basin Sulawesi (2,0 TCF) dan Bengkulu (3,6 TCF) berkategori

low prospective.

Cadangan CBM, berdasarkan Data Bank Dunia, diperkirakan mencapai 453 TSCF

dengan konsentrasi potensi terbesar terletak pada dua pulau yaitu Kalimantan dan

Sumatera. Di Kalimanan antara lain di Kalimantan Timur (Berau 8,4 TSCF ,

Pasir/Asem 3 TSCF, Tarakan 17,5 TSCF, dan Kutai 80,4 TSCF), Kalimantan

Tengah Kabupaten Barito 101,6 TSCF, dan Sumatera Tengah 52,5 TSCF,

Sumatera Selatan 183 TSCF; dan Bengkulu 3,6 TSCF, sisanya terletak di

Jatibarang (Jawa Barat) 0,8 TSCF dan Sulawesi 2 TSCF.


18

Sedangkan berdasar data Departemen ESDM, potensi cadangan CBM yang

berada di Indonesia mencapai 453,3 trillion cubic feet (TCF) yang berada di

Sumatera Selatan dengan cadangan sebesar 183 TCF, Barito dengan cadangan

101,6 TCF, Kutai sebesar 80,4 TCF, Sumatera bagian tengah sebesar 52,5 TCF,

Tarakan Utara sebesar 17,5 TCF, Berau sebesar 8,4 TCF, Ombilin sebesar 0,5

TCF, Pasir/Asem sebesar 3,0 TCF, Jatibarang sebesar 0,8 TCF, Sulawesi bagian

barat daya sebesar 2 TCF, Bengkulu sebesar 3,6 TCF.

3.2 Prospek Ekonomi

Pada saat ini Indonesia belum pernah memproduksi CBM, sehingga belum bisa

dipastikan berapa biaya produksinya. Sementara itu, CBM telah banyak

dikembangkan, umumnya digunakan untuk menggerakan turbin pembangkit

listrik. Beberapa negara telah memanfaatkan CBM seperti Amerika, Rusia, China

dan Australia.

Dibandingkan gas alam, CBM memiliki periode produksi lebih lambat. Umumnya

produksi terbesar atau puncak produksi terjadi pada periode tahun produksi ke 2

hingga ke 7. Sedang lama periode produksi pada kisaran 10 hingga 20 tahun.


19

Lebih pendek dibandingkan dengan gas alam yang bisa mencapai 30 hingga 40

tahun.4

Pengembangan energi alternatif ini membutuhkan insentif, seperti pola bagi hasil

yang atraktif. Tujuannya, agar banyak investor yang berminat mengembangkan

salah satu energi alternatif pengganti gas bumi ini. Ini adalah proyek baru dan

diharapkan kontrak term-nya sangat atraktif sehingga dapat mencapai

keekonomian pengembangan CBM.

Bentuk insentif yang diinginkan adalah bagi hasil yang lebih baik dari bagi hasil

minyak dan gas. Paling tidak, bagi hasil CBM sama dengan bagi hasil minyak di

daerah pedalaman atau frontier. Di daerah pedalaman, bagi hasilnya selama ini 65

persen untuk pemerintah, sedangkan 45 persen bagian kontraktor. Padahal bagi

hasil biasanya, 85 persen bagian pemerintah, sedangkan kontraktor hanya 15

persen.

Permintaan bagi hasil tinggi kepada investor dikarenakan kegiatan ekplorasi CBM

memiliki resiko tinggi. Apalagi pada tahun awal produksi yang dihasilkan hanya

air, yang secara bertahap baru menghasilkan CBM. Juga sumur yang dibutuhkan

untuk memproduksi CBM lebih banyak.


20

Perhitungannya, biaya eksplorasi satu sumur CBM sekitar US$ 400 ribu, lebih

rendah dari minyak atau gas yang rata-rata US$ 1 juta. Namun karena jumlah

sumurnya lebih banyak, sehingga total investasinya tetap tinggi.

Soal insentif, memang salah satunya bisa melalui bagi hasil. Yang lainnya bisa

berupa kredit investasi CBM seperti yang terjadi di Amerika Serikat. Di sana,

semula dunia usaha enggan memproduksi CBM. Namun, setelah pemerintah

memberikan kredit pengembang CBM, dunia usaha jadi berminat. Saat ini

pemanfaatan CBM mencapai 12 persen dari total energi Amerika Serikat.

Hal lainnya, sebaiknya pemerintah membuat regulasi yang mengatur soal CBM.

Sejak April sedang dirancang peraturan mengenai aturan kontrak dan fiskal

pemanfaatan CBM. Kalau 2010 CBM sudah dimanfaatkan, dari sekarang sudah

dimulai. Sebab memproduki CBM harus dilakukan proses dewatering selama 3-4

tahun pertama.

Status industri CBM saat ini sudah ada 3 kontrak yang ditandatangani, sedangkan

53 perusahaan tengah dalam proses menuju penandatanganan kontrak. Tiga

kontrak yang sudah ditandatangani adalah Blok Sekayu, Blok Bentian Besar, dan
21

Blok Indragiri Hulu. Sedangkan dua blok CBM yang akan ditandatangani 13

November nanti adalah Blok Barito I dan Blok Barito II.

Selain itu masih ada tiga blok yang juga akan ditandatangani, yakni Blok Ogan,

Blok Kutai, dan Blok Sangatta. Total komitmen investasi delapan blok CBM

tersebut mencapai 37,35 juta dolar AS.

Sementara itu status blok CBM yang masih dalam status on going sebanyak 8

perusahaan yang kini tengah dalam proses joint evaluation dan satu perusahaan

lain tengah melakukan melakukan joint study, sedangkan surat aplikasi yang

diterima oleh pemerintah berasal dari 39 perusahaan. Besarnya minat investasi

menunjukkan bisnis CBM memang prospektif.

Usaha CBM diatur UU No. 21 Tahun 2001 Tentang Migas, Permen No. 40 tahun

2006 Tentang Penetapan dan Penawaran wilayah Kerja Migas (Permen ini

disempurnakan Permen No. 35 Tahun 2008), dan Permen No. 33 Tahun 2006

Tentan Pengusahaan Gas Metana Batubara (disempurnakan dengan Permen No.

36 Tahun 2008).
22

3.3 Prospek Teknologi

Besarnya perkiraan cadangan CBM telah mendorong beberapa pihak terkait untuk

mengembangkannya sebagai bahan bakar alternatif, melalui pemboran sumur

pertama, yang dilakukan pada tahun 2005, pada kedalaman 600 meter di

Lapangan Rambutan, Pendopo, Sumatera Selatan.

Pengeboran itu merupakan kelanjutan kerjasama Balitbang ESDM yang diwakili

oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas

(Lemigas) dengan Medco Eksplorasi dan Produksi Indonesia (MEPI). Berikutnya,

tahun 2006 dilakukan pemboran 3 sumur dan pada tahun 2007 direncanakan

pemboran sebanyak 5 sumur untuk mengetahui cadangan pasti CBM di Lapangan

Rambutan.

Keseriusan pemerintah dalam pengembangan CBM ini terlihat dari usahanya

mendorong PGN untuk bekerjasama dengan Sojitz Corporation dalam

pengembangan CBM di areal pertambangan batubara Musi Banyuasin, Sumatera

Selatan. Dengan kerjasama komersialisasi antara PGN dengan Sojitz, diharapkan

PGN dapat memenuhi kebutuhan gas domestik dengan CBM di Sumatera Selatan

yang dialirkan melalui pipa South Sumatra-West Java (SSWJ).


23

Penyediaan listrik yang berkelanjutan dapat dilakukan dengan cara diversifikasi

energi. Provinsi Kalsel sebagai salah satu lumbung energi nasional memiliki peran

penting dalam usaha diversifikasi energy. Diversifikasi energi menitik-beratkan

pada usaha mencari alternatif sumber daya energi selain minyak dan gas.

Saat ini, pasokan listrik di wilayah Kalsel dan Kalteng berasal dari batubara

(dengan dua unit PLTU), tenaga air (3 unit PLTA), dan minyak bumi dan gas (29

unit PLTD/gas). Dari berbagai unit pembangkit ini, masih terjadi defisit listrik

terutama saat beban puncak antara 20 hingga 70 Mega Watt. Untuk mengatasi hal

ini, Pemerintah mengambil kebijakan untuk membangun Pembangkit Listrik

Tenaga Uap (PLTU) di mulut tambang dengan pertimbangan ketersediaan sumber

daya batubara yang cukup melimpah di wilayah Kalimantan. Namun demikian,

karena batubara bukanlah termasuk dalam kategori clean energy maka

pembangunan CBM di masa mendatang menjadi sangat strategis dalam

penyediaan energi karena CBM termasuk clean energy dan potensinya cukup

besar.

Penggunaan CBM untuk pembangkit listrik atau coalbed methane-fueled power

plant akan menghasilkan „clean electrity‟ atau „green electric city‟ (energi listrik

yang bersih dan ramah lingkungan).


24

Dikatakan, pemanfaatan CBM memang terutama sebagai pembangkit listrik yang

ramah lingkungan. Namun, negara-negara tertentu seperti Cina, telah melangkah

lebih jauh dalam pemanfaatan CBM. Misalnya, sebagai pengganti bahan bakar

minyak bagi kendaraan bermotor.

Di Jincheng, Cina, penggunaan CBM untuk kendaraan bermotor menunjukkan

lebih irit 50 persen dibanding bensin. Selain itu, CBM lebih ramah lingkungan

karena menghasilkan sedikit emisi karbondioksida, tidak menghasilkan timbal,

tidak mengandung oksida sulfur dan 40 persen lebih rendah kandungan oksida

nitrogen.

Peningkatan kebutuhan energi di masa mendatang, seperti minyak bumi, gas, dan

batubara, akan terus terjadi seiring dengan pertumbuhan ekonomi baik di tingkat

regional, nasional, dan dunia.

Indonesia tidak bisa lagi mengandalkan minyak bumi sebagai sumber energi

utama dalam memenuhi kebutuhan energi nasionalnya karena dua hal. Pertama,

beban impor minyak bumi akan terus memberatkan APBN karena Indonesia telah

menjadi negara net-importer minyak bumi. Kedua, rasio cadangan produksi

minyak bumi saat ini menunjukkan cadangannya hanya cukup untuk 18 tahun.
25

Menyadari kenyataan tersebut, kebijakan pembangunan energi nasional diarahkan

untuk diversifikasi energi dengan beralih dari minyak bumi ke gas bumi dan

batubara yang memiliki rasio cadangan produksi masing-masing hingga 60 dan

240 tahun.
BAB IV

KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya maka dapat

disimpulkan:

1. CBM adalah gas alam dengan dominan gas metana dan disertai oleh

sedikit hidrokarbon lainnya dan gas non-hidrokarbon dalam batubara

hasil dari beberapa proses kimia dan fisika. CBM sama seperti gas alam

konvensional yang kita kenal saat ini, namun perbedaannya adalah CBM

berasosiasi dengan batubara sebagai source rock dan reservoirnya.

Sedangkan gas alam yang kita kenal saat ini, walaupun sebagian ada

yang bersumber dari batubara, diproduksikan dari reservoir pasir,

gamping maupun rekahan batuan beku.

2. Jika menilik besarnya sumber daya batubara Indonesia, sesungguhnya

sangat logis jika batubara dijadikan sebagai sumber energi utama

nasional di masa mendatang. Namun demikian dengan semakin ketatnya

regulasi yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan utamanya

terkait dengan isu pemanasan global, maka batubara di masa mendatang

menjadi kurang kompetitif dari aspek lingkungan dibanding energi lain

yang termasuk kategori clean energy, seperti gas bumi.

26
27

3. Cadangan gas minyak bumi tidak bisa digunakan untuk jangka panjang,

maka perlu dicari alternatif energi lain yang termasuk kategori clean

energy namun potensinya cukup melimpah. Jawabannya adalah Coal

bed Methane atau CBM.

4. CBM dapat dijual langsung sebagai gas alam, dijadikan energi dan

sebagai bahan baku industri. Eksploitasi CBM tidak akan merubah

kualitas matrik batu bara dan menguntungkan para penambang batu

bara, karena gas emisinya telah dimanfaatkan sehingga lapisan batu bara

tersebut menjadi aman untuk ditambang. CBM juga merupakan sumber

energi yang ramah lingkungan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Apriansyah, Iwan, “Mempertanyakan Kebijakan Energi Nasional”,

Dalam Jawapos 19 Juli, Jakarta, 2007

2. Aryanto, Pungki, “Menggali Potensi Coal Bed Methane Sebagai

Energi Terbarukan”. Dalam Jurnal Energi No. 2 (April, II), PT

Nuansa Teguh Insani, Jakarta, 2010

3. Putrohari, Rovicky Dwi, “Sumber Daya Gas Alam”, Dalam Jurnal

Energi No. 4 (November, II). PT Nuansa Teguh Insani, Jakarta, 2010

4. Saputra, Nurdin, “Saatnya Serius Dengan Energi Terbarukan”, Dalam

Jurnal Energi No. 1 (Desember, I), PT Nuansa Teguh Insani, Jakarta,

2010

5. Wiromartono, Wiranto, “Data Dan Informasi Minyak Dan Gas

Bumi”, Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi, Jakarta, 2000

6. http://cbm-indonesia.blogspot.com/ 8/11/2012

7. http://ppsdms.org/diversifikasi-energi-di-era-krisis-bbm.htm 8/5/2012

8. http://ibrahimlubis.wordpress.com/2009/03/10/potensi-coal-bed-

methane-cbm-sebagai-energi-alternatif-di-indonesia/ , Lubis, Ibrahim,

8/5/2012

9. http://www.lemigas.esdm.go.id/id/node/371 8/5/2012

28
DAFTAR SIMBOL

h = Height/ ketinggian (m atau ft)

k = Permeabilitas (mD)

29
LAMPIRAN A

CADANGAN, PERKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN

MINYAK INDONESIA

30
31

Tabel A.1

Cadangan Dan Produksi Energi Indonesia Tahun 2007


32

Gambar A.1

Perkiraan Produksi Minyak Indonesia Sampai Tahun 2050


Gambar A.2

Perkiraan Kebutuhan Minyak di Indonesia Tahun 2025


33
LAMPIRAN B

PETA POTENSI CBM DI INDONESIA DAN GRAFIK POTENSI CBM DUNIA

34
Gambar B.1

Peta Potensi CBM di Indonesia


35
36

Gambar B.2

Grafik Potensi CBM Dunia (Tcm)

Anda mungkin juga menyukai