Anda di halaman 1dari 20

I.

PENDAHULUAN

A. Judul Percobaan
Spektrofotometri
B. Tujuan Praktikum
1. Membuat grafik standar
2. Menentukan konsentrasi larutan berwarna
3. Menentukan panjang gelombang

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Spektrofotometri adalah pengukuran absorbsi energi cahaya oleh suatu


molekul pada suatu panjang gelombang tertentu untuk tujuan analisis kualitatif
dan kuantitatif. Spektrofotometri sinar tampak mempunyai panjang gelombang
400-750 nm (Rohman, 2007). Spektrofotometri digambarkan sebagai lanjutan dari
penelitian visual, yaitu ketika penyerapan energi cahaya oleh senyawa kimia
dirinci lebih dalam. Spektrofotometri merupakan pengukuran energi cahaya yang
diserap oleh suatu spesimen kimia yang dipengaruhi oleh panjang gelombang
radiasi. Pengukuran penyerapan juga ditentukan berdasarkan panjang gelombang
yang digunakan (Day, 1996).
Alat yang digunakan dalam spektrofotometri adalah spektrofotometer.
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Jadi, spektrofotometer
digunakan

untuk

mengukur

energi

secara

relatif jika

energi

tersebut

ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang


gelombang (Khopkar, 2003).

Gambar 1. Proses spektrofotometri (Saputra, 2009)

Pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi


dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma.
Spektrofotometer merupakan bagian dari fotometer dan dapat dibedakan dari filter
fotometer sebagai berikut (Khopkar, 1990):
1. Daerah jangkauan spektrum
Filter fotometer hanya dapat digunakan untuk mengukur serapan sinar tampak
(400-750 nm), sedangkan spektrofotometer dapat mengukur serapan di daerah
tampak UV (200-300 nm) maupun IR (>750 nm).
2. Sumber sinar
Sesuai dengan daerah jangkauan spektrumnya, spektrofotometer menggunakan
sinar yang berbeda pada setiap daerah (sinar tampak, UV, IR), sedangkan
sumber sinar filter fotometer hanya untuk daerah tampak.
3. Monokromator
Filter fotometer menggunakan filter sebagai monokromator, tetapi pada
spektrofotometer menggunakan prisma yang memiliki daya resolusi lebih baik.
4. Detektor
Filter fotometer menggunakan detektor foto sel, sedangkan spektrofotometer
menggunakan tabung penggandaan foto.
Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang
kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blanko dan
suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blanko ataupun
pembanding. Sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorbsi adalah
lampu wolfram, yaitu lampu pijar dengan kawat rambut yang terbuat dari
wolfram. Kelebihan lampu wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak
bervariasi pada berbagai panjang gelombang. Transformator dapat digunakan
untuk menghasilkan tegangan yang stabil (Khopkar, 2003).
Monokromator

berfungsi

untuk

memperoleh

sumber

sinar

yang

monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma maupun grating. Celah dapat


digunakan untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil
penguraian. Jika celah posisinya tetap, prisma atau grating yang dirotasikan untuk

mendapatkan yang diinginkan. Ada dua tipe prisma yaitu, tipe Cornu
menggunakan sudut 60o dan tipe Litrow dengan sudut 30o (Khopkar, 2003).
Pada pengukuran di daerah tampak, sel absorbsi dipakai dari bahan silika,
kuvet (kuvet yang digunakan adalah kuvet kaca atau kuvet kaca corex), dan
plastik. Pada daerah UV, kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak
tembus cahaya pada daerah ini. Sel yang baik adalah kuarsa atau gelas hasil
leburan serta seragam keseluruhannya (Khopkar, 2003). Kualitas data absorbans
sangat tergantung pada cara pemakaian dan pemeliharaan sel. Sidik jari, lemak
atau pengendapan zat pengotor pada dinding sel akan mengurangi transmisi
(Skoog, 1971).
Pada komponen spektrofotometer, terdapat juga detektor penerima.
Detektor penerima akan memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai
panjang gelombang. Dalam sebuah detektor untuk suatu spektrofotometer, kita
menginginkan kepekaan yang tinggi dalam daerah spektral yang diminati, respon
linier terhadap daya radiasi, waktu respon yang cepat, dapat digandakan dan
kestabilan tinggi atau tingkat kebisingan yang rendah. Macam-macam deteksi
yang paling meluas, didasarkan pada perubahan fotokimia (terutama fotografi),
efek fotolistrik, dan efek termolistrik (Day, 1996). Terdapat juga rekorder yang
berfungsi untuk mencatat data hasil pengukuran dari detektor, yang dinyatakan
dengan angka (Triyati, 1985).
Menurut Day (1996), komponen yang penting sekali dari suatu
spektrofotometer adalah :
1. Suatu sumber energi cahaya yang berkesinambungan yang meliputi daerah
spektrum yang mana instrumen itu dirancang untuk beroperasi.
2. Suatu monokromator, yakni suatu piranti untuk memencilkan pita sempit
panjang-panjang gelombang dari spektrum lebar yang dipancarkan leh sumber
cahaya .
3. Suatu wadah untuk sampel.
4. Suatu detektor yang berupa transduser yang mengubah energi cahaya menjadi
suatu isyarat listrik.

5. Suatu pengganda (amplifier) dan rangkaian yang berkaitan yang membuat


isyarat listrik memadai untuk dibaca.
6. Suatu sistem baca untuk memeragakan besarnya isyarat listrik.

Cara kerja alat spektrofotometer yaitu, tempatkan larutan pembanding,


misalnya blanko dalam sel pertama, sedangkan larutan yang dianalisis pada sel
yang kedua. Setelah itu, pilih fotosel yang cocok 200 nm-650 nm agar daerah
yang diperlukan dapat terliputi. Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel
yang akan dianalisis. Skala absorbansi menunjukkan absorbansi larutan sampel
(Khopkar, 1990).
Menurut Triyati (1985), prinsip kerja alat spektrofotometer, yaitu suatu
sumber cahaya dipancarkan melalui monokromator. Monokromator menguraikan
sinar yang masuk dari sumber cahaya tersebut menjadi pita-pita panjang
gelombang yang diinginkan untuk pengukuran suatu zat tertentu. Dari
monokromator, cahaya/energi radiasi diteruskan dan diserap oleh suatu larutan
yang akan diperiksa di dalam kuvet. Jumlah cahaya yang diserap oleh larutan
akan menghasilkan signal elektrik yang sebanding dengan cahaya yang diserap
oleh larutan tersebut. Besarnya signal elektrik yang dialirkan ke pencatat dapat
dilihat sebagai angka.

Keterangan: A = sumber cahaya, B= monokromator, C= sel absorbsi (tempat


larutan), D= detektor, dan E= meter/rekorder.
Gambar 2. Bagan susunan alat spektrofotometer ultra-violet dan
sinar tampak (Triyati, 1985).

Prinsip dasar spektrofotometri yaitu jika suatu sinar dilewatkan ke sebuah


larutan tertentu dengan panjang gelombang tertentu, maka senyawa itu akan
menyerap sinar itu dengan panjang gelombang tertentu. Hal ini dapat

menyebabkan intensitas sinar itu berkurang. Sinar itu tidak hanya diserap tetapi
juga dipantulkan dan dihamburkan (Riawan, 1990).
Pada umumnya terdapat beberapa tipe instrument spektrofotometer, yaitu
single-beam , double-beam, dan Gilford spektrofotometri.
1. Single-beam instrument dapat digunakan untuk pengukuran kuantitatif dengan
mengukur absorbsi pada panjang gelombang tunggal. Single-beam instrument
mempunyai beberapa keuntungan yaitu sederhana, harganya murah, dan
mengurangi biaya yang ada. Beberapa instrumen menghasilkan single-beam
instrument untuk pengukuran sinar ultra violet dan sinar tampak. Panjang
gelombang paling rendah adalah 190 sampai 210 nm dan paling tinggi adalah 800
sampai 1000 nm (Skoog, 1996).
2. Double-beam instrument digunakan pada panjang gelombang 190-750 nm.
Double-beam instrument mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh potongan
cermin yang berbentuk V yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama melewati
larutan blanko dan sinar kedua secara serentak melewati sampel. Dalam
pengukuran absorbansi tidak perlu bergantian antara sampel dan larutan blanko,
tetapi dapat dilakukan secara paralel (Skoog, 1996).
3. Gilford spektrofotometri banyak dipakai di laboratorium biokimia dan
mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan spektrofotometri biasa karena
mampu membaca absorbansi sampai satuan 3 (spektrofotometri biasa 0,1-1,0).
Menurut Day (1996), hukum yang mendasari dalam penerapan
spektrofotometer adalah :
1. Hukum Bouguer
. Bila sebuah medium penyerap yang homogen seperti larutan kimia dibagi
menjadi lapisan-lapisan maya masing-masing dengan ketebalan sama, maka tiaptiap lapisan akan menyerap bagian yang sama dari suatu sinar radiasi
monokromatik yang diarahkan melewati medium tersebut atau tiap lapisan
mengurangi tenaga radiasi sinar dengan bagian yang sama. Penemuan Bouguer
dapat dirumuskan secara matematik sebagai berikut :
-dP/db = k 1P

Bila persamaan tersebut diintegrasikan antara batas-batas p0 dan p dan 0 dan b


akan menghasilkan persamaan :
log P0/P = k 2b
2. Hukum Beer
Hukum Beer analog dengan hukum Buoguer dalam menguraikan
pengurangan eksponensial dalam tenaga transmisi dengan suatu peningkatan
aritmatik dalam konsentrasi. Rumus matematiknya adalah:
-dP/db = k 3P
log P0/P = k 4c
3. Hukum Bouguer dan Beer
Hukum Bouguer dan Beer bila digabungkan akan menghasilkan suatu
persamaan:
log P0/P = f(c)b = Kbc
log P0/P = f(b)c = Kbc
Istilah log (P0/P) dinamakan absorbansi dan diberi tanda A, sedangkan b,
c, k berturut-turut merupakan panjang jalan lewat medium penyerap. Konsentrasi
zat penyerap dan tetapan. Bila konsentrasi (c) dalam satuan gram per liter, tetapan
disebut absorptivitas molar dengan tanda . Maka, sistem yang disarankan
pada hukum Bouguer Beer dapat berupa dua bentuk :
A = a b c atau A= b c
Keterangan:
A = absorbansia = absorpsivitas
b = panjang jalan sinar
c = konsentrasi
a dan b tetap maka terdapat hubungan yang linear antara A (absorbans) versus c
(konsentrasi).
Metode spektrofotometri ultra-violet dan sinar tampak berdasarkan pada
hukum Lambert-Beer. Hukum tersebut menyatakan bahwa jumlah radiasi cahaya
tampak, ultra-violet, dan cahaya-cahaya lain yang diserap atau ditransmisikan
oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal
larutan.

Hukum ini dapat dinyatakan dalam rumus berikut:

(Triyati, 1985)
Keuntungan

utama

metode

spektrofotometri

adalah

metode

ini

memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil,
dapat digunakan untuk banyak zat organik dan anorganik (terdapat beberapa zat
yang harus diubah dahulu menjadi senyawa berwarna sebelum dianalisis),
selektif, mempunyai ketelitian tinggi dan dapat dilakukan dengan cepat (Triyati,
1985).
Larutan standar adalah larutan yang sudah diketahui konsentrasinya secara
pasti. Dalam proses pembuatannya digunakan metode titrasi. Terdapat dua jenis
larutan standar yaitu larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan
standar primer dapat digunakan langsung dalam percobaan, sedangkan larutan
standar sekunder harus distandardisasi lagi (Chang, 2005). Larutan cuplikan
adalah larutan yang belum diketahui konsentrasinya sehingga bisa ditetapkan
konsentrasinya menggunakan larutan standar (Mulyono, 2006).
Larutan blanko adalah larutan yang tidak menyerap atau pelarut yang
belum ditambahkan kompleks warna. Larutan blanko berfungsi sebagai
pengoreksi absorbansi suatu senyawa kimia yang akan diteliti dan sebagai
pengontrol absorbansi dari larutan sampel. Larutan blanko atau pelarut murni
yang biasanya digunakan adalah aquades. Larutan blanko dapat dibagi menjadi 3,
yaitu kalibrasi blanko, reagen blanko, dan metode blanko (Day, 1996).
Panjang gelombang yang digunakan pada CuSO4 adalah 590 nm. Pada
panjang gelombang tersebut, CuSO4 akan mengalami absorbansi maksimal.
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang
gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Bila absorbansi A dialurkan

terhadap konsentrasi c untuk contoh yang tebalnya b cm, akan menghasilkan suatu
garis lurus dengan lereng AB dalam daerah di mana hukum Lamber-Beert berlaku
(Skoog, 1971).

Gambar 3. Pengaluran absorbansi terhadap konsentrasi (Triyati, 1985)

Warna

Warna pelengkap

ungu
biru
biru hijau
hijau biru
hijau
hijau kuning
kuning
oranye
merah

hijau kuning
kuning
oranye
merah
merah lembayung
ungu
biru
biru hijau
hijau biru

Panjang gelombang
(mm)
400 - 435
435 - 480
480 - 490
490 - 500
500 - 560
560 - 580
580 - 595
595 - 610
610 - 750

Gambar 4. Perkiraan panjang gelombang warna-warna dalam daerah cahaya tampak (Skoog, 1971).

III. METODE

A. Alat dan bahan


Alat:

Bahan:

1.

Tabung reaksi

1. Larutan CuSO4 0,1 M

2.

Rak tabung reaksi

3.

Spektrofotometer

3. Larutan CuSO4 0,06 M

4.

Kuvet

4. Larutan CuSO4 0,04 M

5.

Pro pipet

5. Larutan CuSO4 0,02 M

6.

Pipet ukur

6. Larutan Blanko (Aquades)

7.

Labu ukur

7. Larutan Cuplikan A

8.

Kertas label

8. Larutan Cuplikan B

9.

Gelas beker

2. Larutan CuSO4 0,08 M

B. Cara Kerja
1. Pembuatan larutan CuSO4
Larutan CuSO4 diambil dan ditimbang 0,798 gram dan dimasukkan
ke labu ukur 50 mL. Larutan tersebut ditambahkan aquades hingga
mencapai tanda batas pada labu ukur. Setelah itu, diperoleh konsentrasi
larutan CuSO4 sebesar 0,1 N.
2. Pembuatan larutan standar
Larutan CuSO4 dibuat konsentrasi 0,02 M; 0,04 M; 0,06 M; 0,08
M; dan 0,1 M dengan memakai rumus pengenceran (V1 x N1 = V2 x N2)
(V1= volume awal, V2= volume akhir, N1= normalitas awal, dan N2=
normalitas akhir) dan dimasukkan ke tiap tabung reaksi. Volume akhir
tiap-tiap tabung reaksi adalah 5 ml. Setelah itu, aquades disiapkan
sebagai larutan blanko. Larutan standar dan larutan blanko diukur
absorbansinya

dengan

menggunakan

spektrofotometer.

Panjang

gelombang yang digunakan adalah 590 nm. Hasil dicatat dalam tabel
dan dibuat kurva standar.

3. Penentuan konsentrasi larutan


Larutan cuplikan A dan B diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan
ke

kuvet.

Larutan

kemudian

diukur

absorbansinya

dengan

spektrofotometer dan konsentrasinya dihitung dengan menggunakan


rumus:

y = a + bx

a=

Hasil perhitungan dicatat dalam tabel.

b=

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Berdasarkan percobaan kelompok, maka diperoleh hasil dalam dua
tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Absorbansi larutan CuSO4
Konsentrasi
(X)

() Absorbansi
(Y)

X2

X.Y

0,02

0,008 A

0,0004 M2

0,00016

0,04

0,018 A

0,0016 M2

0,00072

0,06

0,030 A

0,0036 M2

0,0018

0,08

0,052 A

0,0064 M2

0,00416

0,1

0,055 A

0,01 M2

0,0055

= 0,163 A

= 0,022 M2

= 0,01234

= 0,3 M

Keterangan: X = Konsentrasi
Y = Absorbansi

Tabel 2. Hasil Absorbansi larutan cuplikan


Larutan

Absorbansi (Y)

Konsentrasi X

0,048 A

0, 084 M

0,023 A

0,045 M

Cuplikan

B. Pembahasan
Spektrofotometri merupakan metode yang digunakan untuk mengukur
energi cahaya yang diserap oleh suatu spesimen kimia yang dipengaruhi oleh
panjang gelombang radiasi. Alat yang digunakan dalam spektrofotometri
adalah spektrofotometer. Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi
secara relatif jika energi ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai
fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer tersusun dari beberapa
bagian, yaitu sumber cahaya, monokromator, sel absorbsi berupa kuvet, dan
detektor sebagai penerima cahaya. Spektrofotometer terdiri dari dua
komponen yaitu spektrometer adalah bagian yang menghasilkan cahaya
dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah bagian yang
mengukur intensitas cahaya yang diserap oleh larutan berwarna.
Prinsip dasar spektrofotometri yaitu jika suatu sinar dilewatkan ke
sebuah larutan tertentu dengan panjang gelombang tertentu, senyawa itu akan
menyerap sinar tersebut dengan panjang gelombang tertentu. Hal ini
menyebabkan intensitas sinar berkurang karena sebagian sinar diserap,
dipantulkan dan dihamburkan.
Larutan blanko adalah pelarut yang belum ditambahkan kompleks
warna. Larutan blanko akan berfungsi sebagai pengoreksi absorbansi suatu
senyawa kimia dan sebagai pengontrol absorbansi dari larutan sampel. Pada
percobaan ini, aquades berfungsi sebagai larutan blanko. Aquades digunakan
karena tidak berwarna sehingga tidak menimbulkan energi pantul pada
spektrofotometer. Panjang gelombang aquades harus 0 nm karena fungsinya
sebagai pengontrol absorbansi larutan sampel. Larutan yang semakin banyak
ditambahkan aquades akan semakin encer (konsentrasi kecil) sehingga
absorbansinya semakin kecil.
Larutan standar adalah larutan yang sudah diketahui konsentrasinya
dan digunakan sebagai pembanding terhadap intensitas serapan sinar pada
larutan cuplikan sehingga larutan cuplikan dapat ditentukan konsentrasinya.
Pada praktikum ini, larutan standar yang digunakan adalah larutan CuSO4.

Larutan CuSO4 adalah larutan standar yang terdapat logam. Pada semua
kompleks transfer muatan, logam bertindak sebagai akseptor elektron yang
berguna untuk mendapatkan nilai absorbansinya (Khopkar, 1990).
Pada pembuatan larutan CuSO4, CuSO4 diambil sebanyak 0,798 gram
dan dimasukkan ke labu ukur. Setelah itu, aquades ditambahkan ke labu ukur
sampai tanda batas (50 ml) agar terbentuk larutan CuSO4 dengan konsentrasi
0,1 M. Larutan standar yang dipakai sebagai pembanding pada larutan
cuplikan adalah CuSO4 0,02 M; 0,04 M; 0,06 M; 0,08 M dan 0,1 M. Oleh
karena hanya terdapat larutan CuSO4 0,1 M, maka untuk mendapatkan
konsentrasi-konsentrasi tersebut dilakukan metode pengenceran dengan
menambahkan aquades pada larutan berdasarkan rumus V1 N1 = V2 N2.
Keterangan: V1= volume awal, V2= volume akhir, N1= normalitas awal, dan
N2= normalitas akhir.
Setelah memperoleh larutan standar dengan berbagai konsentrasi di
atas, tiap larutan dihitung nilai absorbansinya pada spektrofotometer. Pada
larutan dengan konsentrasi 0,02 M dihasilkan absorbansi sebesar 0,008 A,
pada larutan dengan konsentrasi 0,04 M dihasilkan absorbansi sebesar 0,018
A, pada larutan dengan konsentrasi 0,06 M dihasilkan absorbansi sebesar
0,030 A, pada larutan dengan konsentrasi 0,08 M dihasilkan absorbansi
sebesar 0,052 A, dan pada larutan dengan konsentrasi 0,1 M dihasilkan
absorbansi sebesar 0,055 A. Berdasarkan hasil absorbansi yang didapat,
semakin besar konsentrasi larutan, maka absorbansi yang dihasilkan semakin
besar. Dengan kata lain, nilai konsentrasi suatu larutan berbanding lurus
dengan nilai absorbansi. Hal ini dikarenakan prinsip kerja spektrofotometer,
apabila sinar polikromatis maupun monokromatis mengenai suatu media,
intensitas sinar akan berkurang. Semakin pekat larutan atau tebal media,
semakin besar intensitas sinar yang berkurang sehingga larutan menyerap
sinar yang semakin besar pula dan menghasilkan nilai absorbansi yang besar.
Pada larutan cuplikan A, absorbansi yang diperoleh adalah 0,048 A
dan pada larutan cuplikan B, absorbansi yang diperoleh adalah 0,023 A.

Konsentrasi larutan dicari dengan menggunakan rumus:

a=

b=

dan persamaan y= a + bx. Persamaan yang diperoleh berdasarkan rumus


adalah y = - 0,0058 + 0,64 x. Dengan menggunakan persamaan tersebut,
diperoleh konsentrasi dari larutan cuplikan A sebesar 0,084 M dan konsentrasi
larutan cuplikan B sebesar 0,045 M. Hasil ini kembali menunjukkan bahwa
nilai absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi larutan.
Berdasarkan grafik standar yang dibuat, yaitu grafik perbandingan
konsentrasi dan absorbansi menunjukkan garis lurus naik. Hasil yang
diperoleh yaitu larutan cuplikan A dengan absorbansi 0,048 A memiliki
konsentrasi sebesar 0,084 M dan larutan cuplikan B dengan absorbansi 0,023
A memiliki konsentrasi sebesar 0,043 M. Hal ini menunjukkan bahwa hasil
antara grafik/kurva standar dan perhitungan, tidak jauh berbeda. Kurva standar
merupakan standar dari sampel yang dapat digunakan sebagai acuan untuk
sampel tersebut pada percobaan. Pembuatan kurva standar bertujuan
mengetahui hubungan antara konsentrasi larutan dengan nilai absorbansinya
sehingga konsentrasi sampel dapat diketahui. Terdapat dua metode unuk
membuat kurva standar, yaitu metode grafik dan metode least square (Day,
1996).
Terdapat dua faktor yang bisa mempengaruhi absorbansi larutan, yaitu
faktor fisika dan kimia. Faktor fisika disebabkan oleh keadaan alatnya sendiri,
misalnya sumber cahaya yang dipakai, lebar celah, dan kepekaan rekorder,
tetapi kesalahan ini relatif kecil karena alat yang dipakai sebelum dikeluarkan
telah diuji ketelitiannya. Faktor kimia disebabkan oleh perbedaan pH larutan,
konsentrasi, suhu dan terjadinya reaksi kimia dalam larutan, misalnya
oksidasi, disosiasi, polimerisasi, dan pembentukan kompleks (Skoog, 1971).

Pada praktikum ini, dilakukan proses pembilasan kuvet yang bertujuan


agar larutan yang telah masuk ke kuvet tidak tercampur dengan senyawa yang
masih tertinggal di kuvet sehingga diperoleh nilai absorbansi yang tepat.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan

hasil

percobaan

spektrofotometri,

diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:


1. Absorbansi larutan standar CuSO4 0,02 M adalah 0,008 A, larutan
CuSO4 0,04 M adalah 0,018 A, larutan standar CuSO4 0,06 M adalah
0,030 A, larutan CuSO4 0,08 M adalah 0,052 A, dan larutan CuSO4 0,1
M adalah 0,055 A.
2. Berdasarkan hasil perhitungan, larutan cuplikan A dengan absorbansi
0,048 A memiliki konsentrasi sebesar 0,084 M dan larutan cuplikan B
dengan absorbansi 0,023 A memiliki konsentrasi sebesar 0,045 M.
3. Berdasarkan grafik/kurva standar, konsentrasi larutan cuplikan A
adalah 0,084 A dan konsentrasi larutan cuplikan B adalah 0,043.
4. Semakin tinggi konsentrasi larutan, semakin tinggi nilai absorbansi
larutan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A. dan Underwood, A.L. 1996. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga,
Jakarta.
Mulyono, HAM. 2006. Membuat Reagen Kimia. Bumi Aksara, Jakarta.
Khopkar, S.M. 1990. Basic Concepts of Analytical Chemistry diterjemahkan oleh
Saptorahardjo dalam Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia,
Jakarta.
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik.UI Press, Jakarta.
Riawan, S. 1990. Kimia Organik, Edisi Pertama. Binarupa Aksara, Jakarta.
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analis.Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Saputra, Y.E. 2009. Spektrofotometri. http://www.chem-istry .org/ artikel _kimia/
kimia_analisis/spektrofotometri/. 10 Mei 2015.
Skoog, D. A. dan D. M. West. 1971. Principles of instrumental analysis. Holt,
Rinehart and Winston, Inc., New York.
Skoog, D.A. 1996. Fundamental of Analytical Chemistry,Seventh Edition.
Saunders College Publishing, USA.
Triyati, E. 1985. Spektrofotometer Ultra-Violet dan Sinar Tampak Serta
Aplikasinya Dalam Oseanologi. Oseana 10 (1): 39-47.

LAMPIRAN

Spektrofotometer yang digunakan ketika praktikum

Pembuatan larutan standar


V1xN1 = V2xN2
V1 x 0,1 = 5 x 0,02
V1 x 0,1 = 0,1
V1 = 1 mL
(Aquades 4 mL)

V1xN1 = V2xN2
V1 x 0,1 = 5 x 0,04
V1 x 0,1 = 0,2
V1 = 2 mL
(Aquades 3 mL)

V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 0,1 = 5 x 0,08
V1 x 0,1 = 0,4
V1 = 4 mL
(Aquades 1 mL)

V1xN1 = V2xN2
V1 x 0,1 = 5 x 0,10
V1 x 0,1 = 0,5
V1 = 5 mL
(Aquades 0 mL)

Penentuan konsentrasi larutan

a=

. ,

V1xN1 = V2xN2
V1 x 0,1 = 5 x 0,06
V1 x 0,1 = 0,3
V1 = 3 mL
(Aquades 2 mL)

=
= - 0,0058
.

b=

. ,

=
=

,
,

= 0,64
y= a + bx
y= - 0,0058 + 0,64x

Cuplikan A
YA = a + bx
0,048 = -0,0058 + 0,64 . x
x = 0,0538
0,64
x = 0,084 M

Cuplikan II
YB = a + bx
0,023 = -0,0058 + 0,64 . x
x = 0,0288
0,64
x = 0,045 M

Anda mungkin juga menyukai