Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Sinovitis villonodular berpigmen adalah penyakit yang tidak biasa yang ditandai

dengan hiperplasia pada sinovial, efusi yang besar dan erosi tulang. 1 Sinovitis vilonodular
berpigmen adalah tumor jinak, proses hipertrofi sinovial yang ditandai dengan vili,
bernodul, proliferasi vilonodular dan pewarnaan dari hemosiderin. 2 Penyakit ini pertama
kali dijelaskan oleh Chassaignac pada tahun 1852. Sejak saat itu, banyak artikel radiologi,
ortopedi dan reumatologi telah mendiskusikan penyakit ini. Walaupun hanya sedikit
artikel yang dijelaskan dengan presentasi klinis.3
Sinovitis vilonodular berpigmen masih menjadi tantangan diagnostik. Hal ini
dikarenakan penyakit ini sulit dibedakan dengan kondisi seperti reumatoid artritis,
osteoartritis dan peradangan lain serta proses neoplasma dari garis sinovial.
Dokter keluarga memegang peran utama pada diagnosis awal dan terapi sinovitis
vilonodular berpigmen. Karena penderita sering datang dengan keluhan yang samarsamar, untuk mendiagnosis awal penyakit ini membutuhkan pengetahuan tentang gejalagejala awal dan gambaran radiologinya.
1.2.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi fungsional sendi ?


2. Apa definisi Sinovitis Vilonodular Berpigmen?
3. Apa etiologi terjadinya Sinovitis Vilonodular Berpigmen?
4. Bagaimana epidemiologi Sinovitis Vilonodular Berpigmen?
5. Bagaimana patofisiologi terjadinya Sinovitis Vilonodular Berpigmen?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari Sinovitis Vilonodular Berpigmen?
7. Bagaimana cara mendiagnosis Sinovitis Vilonodular Berpigmen?
8. Apa diagnosis banding Sinovitis Vilonodular Berpigmen?
9. Bagaimana tatalaksana Sinovitis Vilonodular Berpigmen?
10. Bagaimana prognosis Sinovitis Vilonodular Berpigmen?
1

1.3.

Tujuan

1. Mengetahui anatomi fungsional sendi.


2. Mengetahui definisi Sinovitis Vilonodular Berpigmen.
3. Mengetahui etiologi terjadinya Sinovitis Vilonodular Berpigmen.
4. Mengetahui epidemiologi Sinovitis Vilonodular Berpigmen.
5. Mengetahui patofisiologi terjadinya Sinovitis Vilonodular Berpigmen.
6. Mengetahui manifestasi klinis dari Sinovitis Vilonodular Berpigmen.
7. Mengetahui cara mendiagnosis Sinovitis Vilonodular Berpigmen.
8. Mengetahui diagnosis banding Sinovitis Vilonodular Berpigmen.
9. Mengetahui tatalaksana Sinovitis Vilonodular Berpigmen.
10. Mengetahui prognosis Sinovitis Vilonodular Berpigmen.
1.4.

Manfaat

1. Memahami anatomi fungsional sendi.


2. Memahami definisi Sinovitis Vilonodular Berpigmen.
3. Memahami etiologi terjadinya Sinovitis Vilonodular Berpigmen.
4. Memahami epidemiologi Sinovitis Vilonodular Berpigmen.
5. Memahami patofisiologi terjadinya Sinovitis Vilonodular Berpigmen.
6. Memahami manifestasi klinis dari Sinovitis Vilonodular Berpigmen.
7. Memahami cara mendiagnosis Sinovitis Vilonodular Berpigmen.
8. Memahami diagnosis banding Sinovitis Vilonodular Berpigmen.
9. Memahami tatalaksana Sinovitis Vilonodular Berpigmen.
10. Memahami prognosis Sinovitis Vilonodular Berpigmen.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Anatomi dan Fisiologi Sendi 4,5
Persambungan tulang atau sendi (artikulasi) adalah pertemuan dua buah tulang
atau beberapa tulang kerangka. Alat gerak dibagi atas dua yaitu anggota gerak pasif
(gerakan yang dilakukan oleh kerangka tulang badan) dan anggota gerak aktif (gerakan
yang dilakukan oleh otot-otot badan).
Stabilitas sendi tergantung pada :
a. Permukaan sendi

: bentuk permukaan tulang memegang peranan penting

pada stabilitas sendi.


b. Ligamentum
: ligamentum fibrosa mencegah pergerakan sendi secara
berlebihan jika terjadi regangan yang berlangsung lama dan terus-menerus maka
ligamentum fibrosa akan teregang.
c. Tonus otot
: pada sebagian besar sendi, tonus otot merupakan faktor
utama yang mengatur stabilitas.

Dilihat dari strukturnya, terdapat tiga tipe sendi yaitu :


1. Sendi Fibrosa (sinartrodial)
Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Sendi ini tidak memiliki tulang rawan,
dan tulang yang satu dengan tulang yang lainnya dihubungkan oleh jaringan ikat
fibrosa. Terdapat dua tipe sendi fibrosa, yaitu sutura (diantara tulang-tulang
tengkorak), dan sindesmosis yang terdiri dari suatu membran interoseus atau suatu

ligament diantara tulang. Contoh dari sendi ini adalah perlekatan tulang tibia dan
fibula di bagian distal.
2. Sendi Kartilaginosa (amfiartrodial)
Sendi kartilaginosa merupakan sendi yang ujung-ujung tulangnya dibungkus oleh
rawan hialin, disokong oleh ligamen dan hanya dapat sedikit bergerak. Ada dua tipe
katilaginosa, yaitu sinkondrosis dan simfisis. Sinkondrosis adalah sendi yang seluruh
persendiannya diliputi oleh rawan hialin. Contohnya adalah sendi kostokondral.
Sedangkan simfisis adalah sendi yang tulang-tulangnya memiliki suatu hubungan
fibrokartilago antara tulang dan selapis tipis rawan hialin yang menyelimuti
permukaan sendi. Contohnya adalah simfisis pubis dan sendi-sendi pada tulang
punggung.
3. Sendi Sinovial (diartrodial)
Merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan bebas. Sendi ini memiliki rongga
sendi dan diperkokoh dengan kapsul dan ligament artikular yang membungkusnya.
Jenis-jenis sendi diartrodial diantaranya :
a. Sendi peluru, misal pada persendian panggul dan bahu, memungkinkan
gerakan bebas penuh.
b. Sendi engsel memungkinkan gerakan melipat hanya pada satu arah dan
contohnya adalah siku dan lutut.
c. Sendi pelana memungkinkan gerakan pada dua bidang yang saling tegak
lurus. Sendi pada dasar ibu jari adalah sendi pelana dua sumbu.
d. Sendi pivot contohnya adalah sendi antara radius dan ulna, memungkinkan
rotasi untuk melakukan aktivitas seperti memutar pegangan pintu.
e. Sendi kondiloid memungkinkan gerakan terbatas ke semua arah dan
contohnya adalah sendi-sendi tulang karpalia di pergelangan tangan

Gambar Contoh Sendi Fibrosa, Kartilaginosa dan Sinovial

2. 2.

Sinovitis Vilonodular Berpigmen


Sinovitis Vilonodular Berpigmen (Pigmented Villonodular Synovitis/PVNS)

adalah penyakt pada sendi membran sinovial yang ditandai dengan proliferasi sel
mononuklear, yang mungkin berasal dari hisitositik, hingga kedalam lapisan sel-sel
sinovial. Hal ini juga disertai dengan sel giant multinuklear, sel foam dan hemosiderofag
dengan berbagai jumlah. Hasilnya, membran sinovial menebal disertai dengan nodul
coklat dan memiliki vili yang panjang.7
Sinovitis villonodular berpigmen adalah penyakit yang tidak biasa yang ditandai
dengan hiperplasia pada sinovial, efusi yang besar dan erosi tulang.1
Sinovitis vilonodular berpigmen adalah tumor jinak, proses hiperplasia sinovial
yang ditandai dengan vili, bernodul, proliferasi vilonodular dan pewarnaan dari
hemosiderin.2
2.3.

Etiologi
Etiologi dari penyakit ini masih kontroversial. Teori yang paling dipercaya saat ini

adalah reaksi inflamasi sinovium. Walaupun beberapa bukti yang ada menunjukkan
adanya proses neoplasma jinak karena abnormalitas sitogenetiknya serta berpotensial
untuk berkembang secara autonomi.1,2
2.4.

Epidemiologi 2
Angka kejadian penyakt ini adalah 1,8 kasus per satu juta orang per tahun, tanpa

predileksi lingkungan, genetik, etnis dan pekerjaan. Banyak studi menunjukkan angka
kejadian yang sama antara laki-laki dan perempuan, walaupun beberapa studi
menunjukkan lebih banyak terjadi pada laki-laki. Sinovitis vilonodular berpigmen
biasanya terjadi pada usia 20 sampai 45 tahun, tetapi telah ditemukan pada penderita usia
11 tahun dan 70 tahun.
Kebanyakan penderita sinovitis vilonodular berpigmen memiliki keluhan nyeri
dan bengkak pada satu sendi. Hanya yang sedikit melaporkan keterlibatan banyak sendi.
Pada tipe terlokalisasi dan difus, sendi lutut adalah yang paling banyak ditemukan

(sekitar 80 % penderita), diikuti panggul, ankle, sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki,
bahu dan siku.
2.5.

Patofisiologi
Patofisiologi PVNS masih belum jelas, walaupun beberapa literatur percaya

bahwa penyebabnya adalah peradangan kronis. Namun beberapa orang percaya bahwa
penyebabnya adalah kelainan neoplasma seperti sarkoma sel giant yang tumbuh didekat
atau didalam rongga sinovial atau selubung tendon. Adapun teori lain yaitu monoklonal
dan abnormalitas kromosom. Walaupun metabolisme, trauma dan perdarahan mungkin
menjadi etiologinya.8
Secara kasat mata, sinovitis villonodular berpigmen terjadi akibat proses
proliferasi sinovial dengan pecoklatan villonodular pada sendi yang terkena penyakit.
Berdasarkan aspek histologi, penyakit difus ini ditandai dengan infilrat sel stroma
mononuklear pada membran sinovial. Endapan hemosiderin memberi pewarnaan coklat.
Adapun sel tambahan termasuk foam sel dan sel giant multinuklear.1
2.6.

Manifestasi Klinis 2
Gejala klinisnya dapat bervariasi, antara lain nyeri (79%-90% kasus),

pembengkakan (72%-79% kasus) namun jarang terjadi disfungsi sendi (22%-26% kasus)
dan massa jaringan lunak (6%-19%). Durasi terjadinya gejala klinis juga sangat
bervariasi, dari satu hingga 120 bulan dengan rerata durasi adalah 15 bulan. Gejalanya
dapat hilang timbul, fluktuatif dengan kemajuan yang lambat. Riwayat trauma ditemukan
pada 44%-53% penderita. Lesi seringkali terjadi pada saru sendi dan jarang terjadi pada
banyak sendi.
Sinovitis vilonodular berpigmen biasnaya mengenai sendi-sendi besar, yaitu lutut
(66%-80% kasus) dan panggul (4%-16% kasus). Namun hal ini juga dapat terjadi pada
ankle, bahu dan siku.

2.7.

Diagnosis

2.7.1

Anamnesis
Pada anmnesis akann didapatkan keluhan nyeri dan bengkak pada sendi. Gejala

ini merupakan intermiten dengan durasi mulai dari bulan hingga tahunan dengan
progresifitas yang lambat.
2.7.2

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri pada sendi yang terkena PVNS. Bengkak

juga dapat terjadi pada sendi, namun jarang sampai terjadi disfungsi sendi. Kadangkadang teraba massa jaringan lunak pada sendi.
Sendi yang terkena biasanya sendi-sendi yang besar seperti lutut dan panggul.
Namun tidak menutup kemungkinan pada sendi-sendi besar yang lain. Sendi yang
terkenan PVNS kebanyakan hanya satu sendi saja, sangat jarang sekali PVNS mengenai
banyak sendi.
Pada sendi lutut dengan PVNS difusa terdapat distensi kantung supratella dan
efusi yang besar. Sebanyak 40% penderita memiliki massa sinovial yang teraba.
Kemampuan fleksi dan ekstensi menurun.
2.7.3

Pemeriksaan Penunjang
Foto polos lutut sering menunjukkan tampilan normal. Namun apabila terdapat

kelainan akan ada bengkak, massa kecokelatan pada lokasi lemak Hoffa serta erosi pada
tulang. Pada tampilan MRI akan menunjukkan efusi yang besar, hiperplasia sinovium,
erosi tulang dan intensitas rendah pada gambaran T1 dan T2 (akibat endapan
hemosiderin).
PVNS pada panggul menunjukkan foto erosi kepada dan leher femur beserta
acetabullum. Sekitar 95% penderita mengalami hal ini. Tampak pula struktur kistik pada
foto AP. Penampakan MRI pada panggul kurang lebih sama seperti MRI lutut.
Pada pemeriksaan histologis, terdapat foam sel pada lesi perifer dan fibroblas
proliferasi sinovial serta histiositik-like yang mempunyai fungsi fagositosis.

Gambar foto lateral lutut yang


menunjukkan erosi kistik pada patella
bawah

Gambar MRI T2 potongan sagital


menunjukkan lesi kistik pada proksimal
fibulla dan sinovitis ploriferatif.

Gambar foto AP pelvis yang


menunjukkan erosi kistik pada inferior
medial leher femur kanan, medial
kepala femur dan acetabulum.

2.8.

Diagnosis Banding
1.

Osteoartritis
Osteoartritis merupakan gangguan sendi yang bersifat kronis disertai kerusakan
tulang rawan sendi berupa disintegrasi dan perlunakan progresif, diikuti
pertambahan pertumbuhan pada tepi tulang dan tulang rawan sendi yang disebut
osteofit, diikuti dengan fibrosis pada kapsul sendi. Hal ini dapat timbul akibat
adanya proses penuaan, trauma ataupun kelainan lain yang menyebabkan
kerusakan tulang rawan sendi. Manifestasi kelainan ini adalah terjadi perlunakan
dan dan iregulitas pada tulang rawan sendi serta permukaan sendi menjadi kasar.
Pada tulang, terjadi peningkatan vaskularisasi serta pembentukan ostoefit pada
ujung sendi. Pada membrana sinovial mengalami hipertrofi vilus serta fibrosis dan
kontraktur pada kapsula sendi. Pembengkakan, gangguan pergerakan, deformitas,
nyeri dan kekakuan adalah gejala yang paling sering ditemui.9

2.

Artritis Psoriatik
Psoriatik artritis adalah suatu bentuk artritis yang menjangkit penderita yang
punya riwayat psoriasis (suatu kondisi dimana ada noda merah pada kulit dengan
sisik abu-abu). Kebanyakan orang didiagnosis sebagai psoriasi dan selanjutnya
didiagnosis sebagai psoriatik artritis. Nyeri sendi, kaku dan bengkak merupakan
gejala utama psoriatik artritis. Penyakit ini dapat mengenai beberapa organ tubuh
termasuk jari-jari tangan dan tulang belakang dengan skala nyeri ringan hingga
berat. Baik psoriasis maupun psoriatik artritis memiliki periode bebas.10

3.

Artritis Septik 11
Artritis septik karena infeksi bakterial merupakan penyakit serius yang cepat
merusak kartilago hyalin artikular dan kehilangan fungsi sendi. Hal ini merupakan
suatu kondisi kegawatdaruratan dalam ilmu reumatologi. Sumber infeksi pada
kelainan ini dapat melalui hematogen, inokulasi langsung bakteri ke ruang sendi
dan infeksi pada jaringan muskuloskeletal sekitar sendi. Diagnosis ditegakkan bila

10

ditemukan adanya sendi yang nyeri, pembengkakan, demam secara akut dan
ditemukan leukosit >50.00 sel/mm3 serta kuman patogen dalam cairan sendi.
4.

Kondromatosis Sinovial 11
Kondromatosis sinovial dapat bermanifestasi pada erosi tekanan sama seperti
PVNS, tetapi kelainan ini dapat dibedakan dengan adanya keterlibatan banyak
sendi, terkalsifikasi maupun tidak.

2.9.

Penatalaksanaan 1,2
Tatalaksana pada PVNS dibutuhkan untuk mencegah hilangnya fungsi secara

progresif dan kerusakan pada sendi, tendon ataupun bursa. Pilihan terapi adalah operasi,
radiasi, medikamentosa atau kombinasi ketiganya. Operasi eksisi adalah terapi yang
dianjurkan untuk semua bentuk PVNS.Tulang dengan lesi harus dikuretase secara hatihati dan bone graft juga harus dilakukan.
Terapi radiasi masih menjadi kontroversial. Radioterapi dapat dilakukan pada
tatalaksana primer untuk PVNS difusa. Radioterapi dapat diperhitungkan pada pasien
dengan reseksi yang adekuat sebelumnya namun mengalami relaps dan pasien dengan
penyakit yang sudah besar yang mana tidak memungkinkan untuk di operasi.
Sinovektomi mungkin tidak meredakan semua gejala pada penderita dengan sendi
yang sudah destruksi secara signifikan. Pada situasi ini, artrodesis atau pengantian sendi
harus dilakukan.
2.10.

Prognosis 2
Tingkat kesembuhan pada PVNS tipe lokal umumnya lebih rendah daripada

PVNS intraartikular difusa. Banyak laporan menunjukkan tingkat kesembuhan 100%


pada PVNS lokal dengan cara reseksi total. Jangka waktu yang dibutuhkan dari awal
tatalksana hingga sembuh antara 2-63 bulan. Tingkat kesembuhan PVNS difusa antara
8%-65%, walaupun angka sebenarnya dapat lebih tinggi jinka foto MRI digunakan untuk
mendeteksi penyakit ini.

11

DAFTAR PUSTAKA
1. Fransisca, Frank J. dkk. 1999. Pigmented Villonodular Synovitis of the Hip and
Knee.

American

Family

Physician

http://www.aafp.org/afp/1999/1001/p1404.html#abstract

(diakses
pada

dari

tanggal

10

September 2015)
2. Murphey, Mark dkk. 2008. PVNS : Radiologic-Pathologic Correlation.
Radiological

Society

of

North

America

(Diakses

dari

http://pubs.rsna.org/doi/full/10.1148/rg.285085134 pada tanggal 11 September


2015)
3. Schajowicz, Fritz. 2012. Tumors and Tumorlike Lesions of Bones and Joint.
Springer Media: New York, Amerika Serikat.
4. Snell,Richard S, . 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih
bahasa Liliana Sugiharto; Ed 6. EGC : Jakarta.
5. Price & Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC
6. Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : EGC
7. Neubauer, P. dkk. 2007. PVNS in Children : A Report of Six Cases and Review
of the Literature. Amerika Serikat: Iowa Orthop Journal (Diakses dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2150657/

pada

tanggal

12

September 2015)
8. Nassar, Wael, dkk. 2009. Treatment of Diffuse PVNS of the Knee wit Combined
Surgical andy Radiosynovectomy. Amerika Serikat: HSS Journal (Diakses dari :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2642543/

pada

tanggal

12

September 2015)
9. Rasjad, Chairuddin. 2008.Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsif
Watampone
10. Mayo Clinic Staff. 2014. Psoriatic Arthritis. Mayo Clinic (diakses dari:
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/psoriaticarthritis/basics/definition/con-20015006 pada tanggal 12 September 2015)

12

11. Greenspan, A., Jundt, G., Remagen, W.. 2007.Differential Diagnosis in


Orthopaedic Oncology. Lippincot William & Wilkins : Philadelphia, Amerika
Serikat.

13

Anda mungkin juga menyukai