Anda di halaman 1dari 18

PERKEMBANGAN PASAR MODAL DI INDONESIA

Pasar Modal pada hakekatnya adalah pasar yang tidak berbeda jauh dengan pasar tradisional
yang selama ini kita kenal, di mana ada pedagang, pembeli, dan juga tawar menawar harga. Pasar
modal dapat juga diartikan sebagai sebuah wahana yang mempertemukan pihak yang
membutuhkan dana dengan pihak yang menyediakan dana sesuai dengan aturan yang ditetapkan
oleh lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal telah menggariskan bahwa Pasar Modal mempunyai posisi yang strategis
dalam pembangunan ekonomi nasional. Pertumbuhan suatu Pasar Modal sangat tergantung dari
kinerja perusahaan efek. Untuk mengkoordinasikan modal, dukungan teknis, dan sumber daya
manusia dalam pengembangan Pasar Modal diperlukan suatu kepemimpinan yang efektif.
Perusahaan-perusahaan harus menjalin kerja sama yang erat untuk menciptakan pasar yang
mampu menyediakan berbagai jenis produk dan alternatif investasi bagi masyarakat.
Untuk mengembangkan prasarana industri Efek diperlukan investasi yang besar. Investasi
tersebut tergantung pada keuntungan ekonomis yang dapat diperoleh para usahawan. Faktorfaktor yang dapat mengurangi jumlah investasi yang dapat diperlukan untuk membangun
prasarana dan mengurangi biaya operasi perusahaan efek, akan mendorong perkembangan Pasar
Modal melalui peningkatan kelangsungan hidup Perusahaan Efek. Perkembangan dimaksud
dapat dicapai apabila faktor-faktor tersebut juga mampu menghasilkan layanan dan alternatif
investasi yang aman dan berkualitas tinggi terutama dalam memberikan pelayanan yang optimal
kepada para investor sehingga perkembangannya nanti akan sangat mempengaruhi minat dari
para calon investor baru yang ingin coba-coba berinvestasi di Pasar Modal.
Bursa Efek terus berkembang seiring dengan bertambahnya usia, dan keadaanpun semakin
menunjukkan bahwa efek semakin banyak peminatnya. Ramainya tanggapan publik dan selalu
bertambahnya perusahaan yang Go Public adalah wujud dari kemajuan Bursa Efek.
Perkembangan Bursa Efek yang terjadi kini adalah berkat perjuangan BAPEPAM, perusahaan
yang memasyarakatkan sahamnya, Pemerintah, Lembaga Penunjang, dan masyarakat yang turut
meramaikan perdagangan saham dan turut berpartisipasi menginvestasikan kelebihan dananya.
Dibandingkan dengan situasi bursa efek pada dekade yang lalu, keadaan saat ini memang telah
jauh berbeda. Perkembangan yang terjadi cukup pesat dan diluar dugaan. Tetapi bukan berarti
bursa efek berjalan terus dengan mulus tanpa rintangan. Banyak hal yang terjadi yang mewarnai

pasang surut kehidupan bursa efek di Indonesia. Jika keadaan sosial, politik atau ekonomi bangsa
kita sedang terganggu dan tidak stabil, tentu saja kondisi bursa efek amat terpengaruh.
Bangsa Indonesia sedang membangun, jelas bahwa berbagai tantangan untuk membenahi kondisi
masyarakat akan turut membawa dampak terhadap pasar uang. Dahulu situasi intern di bursabursa di Indonesia dinilai masih sangat lemah, kapitalisasi bursa-bursa di negara kita termasuk
kecil karena terbatasnya mobilisasi dana domestik yang dilakukan manajer investasi. Ini jika
diukur dari perbandingannya dengan bursa-bursa lain di kawasan Asia Pasifik. Kondisi demikian
terjadi akibat sistem kerja yang kurang mendukung, juga tujuan yang belum jelas terlebih
dukungan publik sendiri yang kelihatan masih setengah-setengah akibat informasi yang tidak
akurat dan pengetahuan tentang bursa efek belum memasyarakat. Semua itu akhirnya terus
dibenahi sehingga terciptalah bursa efek dengan perkembangan yang pesat. Di masa perjalanan
pesatnya pasar saham, terkadang diwarnai oleh keadaan bullish dan bearish. Kondisi bursa
disebut bullish yaitu indeks harga saham naik terus dalam jangka waktu tertentu, dan ini dapat
timbul seiring dengan situasi perekonomian yang sehat, pendapatan meningkat, industri dan
perdagangan tumbuh dengan baik. Sedangkan kondisi bursa disebut bearish jika indeks harga
saham terus menerus mengalami penurunan. Semua ini juga akibat dari situasi perekonomian
yang lesu dan kebijakan moneter yang mengakibatkan adanya krisis moneter, peredaran uang
menjadi tersendat-sendat.
Sejarah perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa periode.
Pembagian tersebut dimaksudkan karena ada hal-hal khusus yang terjadi dalam periode
perkembangannya baik dilihat dai sisi peraturan maupun dari sisi ekonomi, bahkan juga dari sisi
politik dan keamanan. Adapun periode yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.

Periode Permulaan (1878-1912)

2.

Periode Pembentukan Bursa (1912-1925)

3.

Periode Awal Kemerdekaan (1925-1952)

4.

Periode Kebangkitan (1952-1977)

5.

Periode Pengaktifan Kembali (1977-1987)

6.

Periode Deregulasi (1987-1995)

7.

Periode Kepastian Hukum (1995-sekarang)

8.

Periode Menyonsong Independensi Bapepam (1995-2010)

9.

Periode Otoritas Jasa Keuangan (2010-sekarang)

Untuk lebih jelas perkembangan dinamika pasar modal Indonesia akan ditinjau pada masingmasing periode:
1.

Periode Permulaan (1878-1992)

Di Indonesia, kegiatan transaksi saham dan obligasi dimulai pada abad ke-19. Menurut
buku Effectengids yang dikeluarkan Vereniging voor den Effectenhandel pada tahun 1939,
transaksi efek telah berlangsung sejak 1880. Berhubung bursa belum dikenal, maka perdagangan
saham dan obligasi dilakukan tanpa organisasi resmi sehingga catatan resmi tentang transaksi
tersebut tidak lengkap.
Menurut perkiraan, bahwa yang diperjualbelikan waktu itu adalah saham atau obligasi
yang listing di bursa Amsterdam yang dimiliki oleh investor yang ada di Batavia, Surabaya, dan
Semarang. Dengan demikian, karena belum ada bursa resmi, dapat dikatakan bahwa periode ini
adalah periode permulaan sejarah pasar modal Indonesia.
2.

Periode Pembentukan Bursa (1912-1925)

Perkembangan transaksi efek semakin meningkat, tetapi bursa yang resmi belum ada. Akhirnya,
pada tanggal 14 Desember 1912, Amserdamse Effectenbueurs mendirikan cabang bursa di
Batavia. Bursa ini merupakan bursa tertua keempat di Asia, setelah Bombay, Hongkong dan
Tokyo. Bursa yang dinamakan Vereniging voor de Effectenhandel, memperjualbelikan saham dan
obligasi perusahaan/perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan
pemerintah (propinsi dan kotapraja), sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang
diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda lainnya.
Pada saat awal terdapat 13 anggota bursa yang aktif (makelar) yaitu : Fa. Dunlop & Kolf; Fa.
Gijselman & Steup; Fa. Monod & Co.; Fa. Adree Witansi & Co.; Fa. A.W. Deeleman; Fa. H. Jul
Joostensz; Fa. Jeannette Walen; Fa. Wiekert & V.D. Linden; Fa. Walbrink & Co; Wieckert &
V.D. Linden; Fa. Vermeys & Co; Fa. Cruyff dan Fa. Gebroeders. Setelah berdirinya Bursa Efek
Batavia, maka periode ini pada tanggal 11 Januari 1925 terbentuk Bursa Efek Surabaya. Pada
tanggal 1 Agustus 1925 terbentuk Bursa Efek Semarang.
3.

Periode Awal Kemerdekaan (1925-1952)

Perkembangan perdagangan efek pada periode ini berlangsung marak, namun tidak bertahan
lama karena dihadapkan pada resesi ekonomi pada tahun 1929 dan pecahnya Perang Dunia II
(PD II). Pada saat PD II, bursa efek di negeri Belanda tidak aktif karena sebagian saham-saham
milik orang Belanda dirampas oleh Jerman. Hal ini sangat berpengaruh terhadap bursa efek di

Indonesia. Keadaaan makin memburuk dan tidak memungkinkan lagi Bursa Efek Jakarta untuk
beroperasi, sehingga pada tanggal 10 Mei 1940, Bursa Efek Jakarta resmi ditutup. Bursa Efek
Surabaya dan Semarang telah lebih dulu ditutup. Setelah tujuh bulan ditutup, pada tanggal 23
Desember 1940 Bursa Efek Jakarta kembali diaktifkan, karena selama PD II Bursa Efek Paris
tetap berjalan, demikian pula halnya dengan Bursa Efek London yang hanya ditutup beberapa
hari saja. Akan tetapi, aktifnya Bursa Efek Jakarta tidak berlangsung lama, karena Jepang masuk
ke Indonesia pada tahun 1942, Bursa Efek Jakarta kembali ditutup.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan ke seluruh
pelosok negeri, tetapi keadaan ekonomi begitu buruk. Republik Indonesia yang baru merdeka
berada dalam kondisi keuangan yang amat memprihatinkan, sementara di sisi lain,
operasionalisasi pemerintahan tidak dapat ditunda. Kesulitan itu masih ditambah dengan
persoalan moneter. Di tengah-tengah masyarakat beredar tiga jenis mata uang yaitu, mata uang
Republik, mata uang penjajahan Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Supaya roda
pemerintahan dapat berjalan, pemerintah RI meminta persetujuan Badan Pekerja Komite
Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) untuk melakukan pencarian pinjaman nasional. Dengan
Undang-Undang No. 4 Tahun 1946, pinjaman dari masyarakat mulai dihimpun.
Berdasarkan alasan itu, pada tahun 1947 pemerintah berencana untuk membuka kembali Bursa
Efek Jakarta. Akan tetapi, rencana ini tertunda karena terhambat oleh situasi ekonomi yang
memburuk. Sejak penyerahan kedaulatan kepada pemerintah RI oleh pemerintah Belanda pada
tahun 1949, beban utang luar negeri dan dalam negeri kian membengkak sehingga menyebabkan
defisit yang sangat besar. Keadaan tersebut membuat pemerintah Indonesia pembukaan kembali
Bursa Efek Jakarta dalam program kerjanya, agar masyarakat tidak dirugikan. Untuk menunjang
maksud itu, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Darurat No 13. Tahun 1953
yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 15 Tahun 1952 yang mengatur tentang
Bursa Efek. Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 289737/UU tanggal 1
November 1951 penyelenggaraan bursa diserahkan kepada Perserikatan Uang dan Efek-efek
(PPUE). Bank Indonesia (BI) ditunjuk sebagai penasihat dan selanjutnya dipilih pengurus.
4.

Periode Kebangkitan (1952-1976)

Tanggal 3 Juni 1952 seperti yang telah diputuskan oleh rapat umum PPUE, Bursa Efek Jakarta
kembali dibuka secara resmi oleh Menteri Keuangan, Sumitro Djojohadikusumo.48 Selanjutnya,
pada tanggal 26 September 1952 merupakan salah satu tonggak sejarah pasar modal Indonesia,

ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Darurat yang kemudian ditetapkan menjadi


Undang-Undang Bursa. Memasuki tahun 1958 keadaan perdagangan efek menjadi lesu karena
beberapa hal:
1.

Banyaknya warga Belanda yang meninggalkan Indonesia.

2.

Adanya nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda oleh pemerintah RI sesuai dengan


undang-Undang No. 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi.

3.

Tahun 1960 Badan Nasionalisasi Persuahaan Belanda (BANAS) melakukan larangan


memperdagangkan efek-efek yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di
Indonesia termasuk efek-efek dengan nilai mata uang Belanda (Nf).

Kemudian kondisi ini diperparah dengan adanya sengketa Irian Barat dengan Belanda (1962) dan
tingginya inflasi menjelang akhir pemerintahan Orde Lama (1966) yang mencapai 650%.
Keadaan itu mengguncangkan sendi perekonomian dan kepercayaan masyarakat menjadi
berkurang terhadap pasar modal. Akibatnya, Bursa Efek Jakarta ditutup dengan sendirinya.
Kondisi ini berlangsung sampai tahun 1977.
5.

Periode Pengaktifan Kembali (1977-1987)

Pasar modal tidak menjalankan aktivitasnya sampai tahun 1977. Penutupan pasar modal
Indonesia tersebut tidak lepas dari orientasi politik pemerintah Orde Lama yang menolak modal
asing dalam kebijakan nasionalisasi. Setelah pemerintahan berganti kepada Pemerintahan Orde
Baru, kebijakan politik dan ekonomi Indonesia tidak lagi konfrontatif dengan dunia Barat.
Pemerintahan Orde Baru segera mencanangkan pembangunan ekonomi secara sistematis dengan
pola target lima tahunan. Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Barat untuk membangun.
Pertumbuhan mulai, perekonomian bergerak. Pemerintah pun berencana mengaktifkan kembali
pasar modal.
Dengan surat keputusan direksi BI No. 4/16 Kep-Dir tanggal 26 Juli 1968, di BI di bentuk tim
persiapan (PU) Pasar Uang dan (PM) Pasar Modal. Hasil penelitian tim menyatakan bahwa benih
dari pasar modal di Indonesia sebenarnya sudah ditanam pemerintah sejak tahun 1952, tetapi
karena situasi politik dan masyarakat masih awam tentang pasar modal, maka pertumbuhan
Bursa Efek di Indonesia sejak tahun 1958 s/d 1976 mengalami kemunduran. Setelah tim
menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka dengan surat keputusan Kep-Menkeu No. Kep25/MK/IV/1/72 tanggal 13 Januari 1972 tim dibubarkan, dan pada tahun 1976 dibentuk
Bapepam (Badan Pembina Pasar Modal) dan PT Danareksa. Bapepam bertugas membantu

Menteri Keuangan yang diketuai oleh Gubernur Bank Sentral. Dengan terbentuknya Bapepam,
maka terlihat kesungguhan dan intensitas untuk membentuk kembali pasar uang dan pasar
modal. Selain sebagai pembantu Menteri Keuangan, Bapepam juga menjalankan fungsi ganda
yaitu sebagai pengawas dan pengelola bursa efek. Akhirnya, pada tanggal 10 Agustus 1977,
Presiden Soeharto meresmikan pasar modal di zaman Orde Baru.
Namun demikian, pengaktifan kembali pasar modal, tidak menyebabkan kegiatan di bidang
pasar modal menjadi marak. Yang terjadi, justru munculnya sejumlah kendala di dalam kegiatan
di bidang pasar modal. Perjalanan pasar modal Indonesia ternyata masih menentukan waktu dan
proses yang cukup panjang untuk mencapai pasar modal yang maju dan modern. Berdasarkan
catatan paling tidak ada lima persyaratan yang menghambat minat para pemilik perusahaan
untuk masuk ke pasar modal, yaitu :
1.

Persyaratan laba minimum sebesar 10 % dari modal sendiri bagi perusahaan yang
ingin go public. Keuntungan itu harus diperoleh perusahaan selama dua tahun sebelum
melakukan penawaran umum kepada masyarakat. Tentunya, persyaratan ini memberatkan
perusahaan yang ingin go public.

2.

Investor asing tidak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemilikan saham
perusahaan yang ditawarkan di pasar modal Indonesia. Padahal, kalau melihat kondisi bangsa
Indonesia yang saat itu berpendapatan pada kisaran US$ 1,000 per kapita, potensi investor
asing lebih besar. Akibatnya, jumlah investor tidak berkembang dan volume serta nilai
transaksi boleh dikatakan tidak beranjak maju.

3.

Adanya batasan maksimum fluktuasi harga saham sebesar 4 % dari harga awal saham
dalam setiap hari perdagangan di bursa. Batasan ini menjadikan pasar modal kita kurang
menarik. Padahal kalau kita cermati bursa-bursa di dunia, dinamikanya begitu tajam dan
cepat. Dengan demikian, harga saham yang terbentuk bukan karena mekanisme pasar, karena
ada batas pagu (plafond) fluktuasi harga saham.

4.

Tidak adanya perlakuan yang sama untuk pajak atas penghasilan dari bunga deposito dan
dividen. Akibatnya, menanamkan uang dalam bentuk deposito jauh lebih menarik ketimbang
berinvestasi di pasar modal.

5.

Belum dibukanya kesempatan bagi perusahaan untuk mencatatkan seluruh saham yang
ditempatkan dan disetor penuh di bursa.

6.

Periode Deregulasi (1987-1995)

Hambatan-hambatan yang merintangi perkembangan pasar modal telah disadari pemerintah.


Pemerintah melakukan perombakan peraturan yang nyata-nyata menghambat minat perusahaan
untuk masuk pasar modal dan investor untuk melakukan investasi pada pasar modal Indonesia.
Untuk mengatasi masalah itu pemerintah mengeluarkan berbagai deregulasi yang berkaitan
dengan perkembangan pasar modal, yaitu :
Paket Kebijaksanaan Desember 1987 (Pakdes 1987)
Pakdes 1987 merupakan penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi,
dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut oleh Bapepam, seperti biaya pendaftaran emisi
efek. Selain itu dibuka pula kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek maksimal 49%
dari total emisi. Pakdes 87 juga menghapus batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan
memperkenalkan bursa paralel. Sebagai pilihan bagi emiten yang belum memenuhi syarat untuk
memasuki bursa efek.
1. Paket Kebijaksanaan Oktober 1988 (Pakto 88)
Pakto 88 ditujukan pada sektor perbankan, namun mempunyai dampak terhadap perkembangan
pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang ketentuan 3 L (Legal, Lending, Limit), dan pengenaan
pajak atas bunga deposito. Pengenaan pajak ini berdampak positif terhadap perkembangan pasar
modal. Sebab dengan keluarnya kebijaksanaan ini berarti pemerintah memberi perlakuan yang
sama antara sektor perbankan dan sektor pasar modal.
2. Paket Kebijaksanaan Desember 1988 (Pakdes 88)
Pakdes 88 pada dasarnya memberikan dorongan yang lebih jauh pada pasar modal dengan
membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan bursa.
Deregulasi pada intinya adalah melakukan penyederhanaan dan merangsang minat perusahaan
untuk masuk ke bursa serta menyediakan kemudahan-kemudahan bagi investor.
Jika selama masa 1984-1988 tidak satu pun perusahaan yang go public, tahun 1999 sejak
deregulasi dilancarkan, pasar modal Indonesia benar-benar booming. Selama tahun 1989 terdapat
37 perusahaan go public dan sahamnya tercatat (listed) di BEJ. Sedemikian banyaknya
perusahaan-perusahaan yang mencari dana lewat pasar modal, sehingga pada masa itu
masyarakat luas pun berduyun-duyun untuk menjadi investor. Pasar modal mengalami kemajuan
yang pesat. Perkembangan yang menggembirakan ini terus berlanjut dengan swastanisasi bursa.
1.

16 Juni 1989, berdiri PT Bursa Efek Surabaya (BES).

2.

2 April 1991, berdiri Bursa Paralel Indonesia (BPI).

3.

13 Juli 1992, berdiri PT Bursa Efek Jakarta (BEJ), yang menggantikan peran Bapepam
sebagai pelaksana bursa.

4.
7.

22 Juli 1995, penggabungan Bursa Paralel dengan PT BES.


Periode Kepastian Hukum (1995-sekarang)

Dampak postitif dari kebijakan deregulasi telah menebalkan kepercayaan investor dan
perusahaan terhadap pasar modal Indonesia. Puncak kepercayaan itu ditandai dengan lahirnya
Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang berlaku efektif sejak tanggal 1
Januari 1996. Undang-undang ini dapat dikatakan sebagai undang-undang yang cukup
komprehensif, karena mengacu pada aturan-aturan yang berlaku secara internasional.
Undang-undang ini dilengkapi dengan PP No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan
di Bidang Pasar Modal dan PP No. 46 Tahun 1995 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang
Pasar Modal. Kemudian ada beberapa keputusan menteri dan seperangkat peraturan yang
dikeluarkan oleh Bapepam yang jumlahnya lebih dari 150 buah peraturan.
Salah satu hal yang perlu dicermati dalam Undang-Undang Pasar Modal adalah diberikannya
kewenangan yang cukup besar dan luas kepada Bapepam selaku badan pengawas. Undangundang ini dengan tegas mengamanatkan kepada Bapepam untuk melakukan penyelidikan,
pemeriksaan, dan penyidikan terhadap kejahatan yang terjadi di bidang pasar modal. Selain itu,
Bapepam merupakan Self Regulation Organization (SRO) yang menjadikan Bapepam mudah
untuk bergerak dan menegakkan hukum, sehingga menjamin kepastian hukum.
8.

Periode Menyongsong Independensi Bapepam

Menurut UUPM, Bapepam bertugas untuk mencipatakan pasar modal yang teratur, wajar, dan
efisien, serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Bapepam mempunyai 17
kewenangan yang diberikan UUPM yang secara sederhana dikategorikan ke dalam tiga macam,
yaitu kewenangan untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan. Untuk
mengekefktifkan independensi Bapepam menjadi suatu hal yang amat penting untuk
menegakkan hukum secara konsisten, imparsial, dan adil. Posisi struktural Bapepam sebagai
badan yang berada di bawah Departemen Keuangan menjadi titik perhatian.
Saat ini posisi struktural Bapepam membuka peluang pihak-pihak lain untuk melakukan
intervensi demi kepentingan lain di luar soal penegakan hukum yang konsisten, tegas, adil dan
imparsial. Dengan demikian kinerja dan wibawa Bapepam akan lebih terjaga lagi. Persiapan

menuju independensi Bapepam harus segera dilaksanakan, karena dasar hukum untuk
mengimplementasikannya sudah ada, yaitu:
A. Amanat GBHN (1999-2004) Bab IV huruf b angka 8
Mengembangkan pasar modal yang sehat, transparan, efisien, dan meningkatkan penerapan
peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan standar internasional yang diawasi oleh
lembaga independen.
B. UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Penjelasan Pasal 34.
Lembaga pengawasan jasa keuangan yang akan dibentuk melakukan pengawasan terhadap bank
dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya, yaitu asuransi, dana pensiun, sekuritas,
perusahaan pembiayaan, dan badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana
masyarakat. Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya, kedudukannya
berada di luar kendali pemerintah serta berkewajiban menyampaikan laporan kepada BPK dan
DPR.
C. Amandemen UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia telah diselesaikan oleh
Panitia Khusus DPR RI. Hasil amandemen tersebut menyatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) harus sudah terbentuk selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 2010.
9.

Periode Otoritas Jasa Keuangan

Perkembangan terbaru berkaitan dengan independensi Bapepam yaitu mengenai pembentukan


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seperti yang tersebut dalam poin huruf c di atas. UU No. 23
Tahun 1999 dan kemudian disempurnakan melalui UU No. 3 Tahun 2004 yang mengamanatkan
fungsi pengawasan perbankan dan keuangan lainnya akan dialihkan ke Lembaga Pengawas Jasa
Keuangan (LPJK) independen atau sering disebut dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sesuai
dengan UU Nomor 3 Tahun 2004, OJK harus terbentuk selambat-lambatnya 31 Desember 2010
sebagai lembaga independen yang mengawasi lembaga keuangan, baik bank maupun bukan
bank, seperti perusahaan sekuritas, anjak piutang, sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan
pembiayaan, reksa dana, asuransi, dan dana pensiun serta lembaga lain yang berkegiatan
mengumpulkan dana masyarakat.
Salah satu embrio OJK adalah Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK) yang sekarang masih di bawah Kementerian Keuangan. Dengan adanya OJK
maka Bapepam-LK akan lepas dari Kementerian Keuangan. Ide pembentukan OJK berasal dari
pengalaman Indonesia dalam menghadapi krisis keuangan. Alhasil, setelah munculnya krisis

keuangan global dan ditambah dengan isu panas Bank Century maka pembentukan OJK semakin
ramai dibicarakan. Bahkan UU No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia mengamanatkan
bahwa sebelum 31 Desember 2010, OJK sudah harus terbentuk. Oleh karena OJK merupakan hal
yang baru dan berkembang dalam pasar modal Indonesia maka pembahasan mengenai OJK ini
akan dibahas pada bagian selanjutnya yaitu Bab II bagian b mengenai Pengembangan Pasar
Modal Indonesia.
Penggabungan Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Burse Efek Surabaya (BES) menjadi Bursa
Efek Indonesia (BEI)
Sebelum tahun 2007 di Indonesia terdapat dua bursa efek yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan
Bursa Efek Surabaya (BES). BEJ berawal dengan dibukanya sebuah bursa saham oleh
pemerintah Hindia Belanda pada 1912 di Batavia. Setelah sempat tutup beberapa kali karena
terjadinya perang, BEJ kembali dibuka pada 1977 di bawah pengawasan Bapepam. Pada 13 Juli
1992, BEJ diprivatisasi dengan dibentuknya PT. Bursa Efek Jakarta. Sedangkan BES sendiri
merupakan bursa efek swasta pertama di Indonesia, yang didirikan pada tanggal 16 Juni 1989
berdasarkan SK Menteri Keuangan Nomor 645/KMK.010/1989, oleh Menteri Keuangan waktu
itu JB Sumarlin. Pendirian BES dimaksudkan untuk mendukung perkembangan ekonomi
wilayah Indonesia bagian timur, dengan mengembangkan industri pasar modal di Surabaya dan
Jawa Timur.
Pada tahun 2007 BES melakukan merger dengan melebur ke dalam Bursa Efek Jakarta yang
selanjutnya berganti nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Penggabungan ini menjadikan
Indonesia hanya memilki satu pasar modal. Langkah merger PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan
PT Bursa Efek Surabaya (BES) adalah upaya untuk meningkatkan efisiensi pasar modal guna
bersaing dengan bursa luar negeri. Hal ini dikarenakan bahwa perkembangan pasar modal di
Indonesia pada saat itu dapat dikatakan lamban dan cenderung tertinggal dari kawasan Asia
lainnya, baik dari segi jumlah emiten, produk investasi, minimnya investor lokal dan persaingan
antar bursa di dalam negeri. Untuk itu dengan langkah merger yang dilakukan BEJ-BES ini
untuk meningkatkan efisensi pasar modal nasional yang diharapkan dapat mendorong
peningkatan daya tarik dan daya saing industri di tingkat internasional.
Dengan penggabungan Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya menjadi Bursa Efek
Indonesia (BEI) akan memudahkan investor sehingga investor tidak harus datang ke beberapa
bursa untuk menentukan pilihan investasinya. Hal ini dikarenakan bahwa sebelum penggabungan

BEJ-BES, produk-produk acuan pasar modal berada di BEJ sedangkan produk-produk


derivatifnya berada di BES. Dari aspek operasional penghematan biaya operasional yang timbul
akibat merger, meliputi biaya penyediaan sistem dan sarana perdagangan, biaya penyediaan
sistem internal, biaya penyediaan jaringan dan sarana komunikasi, biaya penyediaan band width,
serta biaya data center. Selain itu, dari aspek pelaku, penggabungan bursa efek akan menghemat
biaya emiten dan investor. Merger ini juga akan mempermudah untuk melakukan pengembangan
produk yang akan diluncurkan di pasar. Jika ditinjau dari aspek bisnis, sasaran penggabungan
BEJ dan BES adalah bursa hasil merger diharapkan mampu mengembangkan berbagai instrumen
bursa, baik yang pada saat itu diperdagangkan maupun yang akan diperdagangkan, yakni
meningkatnya jumlah emiten tercatat, maupun berkembangnya instrumen yang sudah mulai
diperdagangkan

saat

itu

dan

menumbuhkan

instrumen-instrumen

baru

yang

dapat

diperdagangkan di bursa hasil merger.


Dalam merger tersebut, BEI meningkatkan sistem komputerisasi dengan menggunakan teknologi
yang modern dan yang sangat diperlukan, karena industri pasar modal adalah industri yang
sangat cepat perubahannya, baik dari segi sistem dan teknologi, organisasi maupun variasi
produk yang diperdagangkan. Kondisi tersebut mendorong industri pasar modal untuk selalu
berinovasi dalam meningkatkan efisiensinya agar dapat bersaing di tingkat internasional. Tingkat
efisiensi industri ini akan meningkatkan daya tarik dan daya saing industri di mata para pelaku
pasar, baik lokal maupun internasional.
Komputerisasi merupakan upaya memodernisasi bursa. Dengan komputerisasi, papan
perdagangan tunggal terpecah menjadi ratusan atau miliaran data perdagangan yang masuk ke
layar monitor yang bisa diakses secaraonline dalam satu jaringan. Antrian pialang lenyap dari
pandangan karena kemungkinan mengakses secara bersamaan ke papan perdagangan. Lantai
bursa tidak lagi dipadati oleh para pialang, kecepatan perdagangan atau transaksi berlipat ganda,
kecepatan transaksi berdurasi singkat.
Pada tanggal 1 September 2010, Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi menghapus lantai
perdagangan (trading floor). Dewasa ini, perdagangan di BEI sudah beralih ke remote
trading yang telah dicanangkan sebagai pengganti darifloor trading. Dulunya sebelum terjadi
komputerisasi, eksekusi transaksi bursa masih menggunakan spidol dan papan di lantai
perdagangan. Akan tetapi, lantai perdagangan yang selama ini menjadi simbol tersebut dinilai
mubazir dan tidak efektif lagi dewasa ini. Hal ini dikarenakan para Anggota Bursa (AB) lebih

menikmati transaksi lewat remote trading (perdagangan jarak jauh) daripada berjejal di lantai
bursa. Selain itu, penggunaan lantai perdagangan sudah tidak efisien. Pasalnya, transaksi tersebut
memakan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan remote trading. Hal ini dikarenakan semua
transaksi yang lewat floor harus diproses lagi di back office AB (anggota bursa) dulu sehingga
prosesnya lama. Dengan adanya remote trading, transaksi bursa dapat diselesaikan hanya dalam
beberapa detik saja.

http://akuntansiterapan.com/2013/11/01/pasar-modal-indonesia/

Pengaruh pasar modal terhadap perkembangan ekonomi di indonesia


Pengaruh pasar modal terhadap perkembangan ekonomi di indonesia
Perkembangan pasar modal di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat pesat terutama
setelah pemerintahan melakukan berbagai regulasi di didang keuangan dan perbankkan termasuk
pasar modal. Para pelaku di pasar modal telah menyadari bahwa perdagangan efek dapat
memberikan return yang cukup baik bagi mereka, dan sekaligus memberikan konsribusi yang
besar bagi perkembangan perekonomian negara kita
Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan
efek, perusahaan go public yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta lembaga dan
profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal menyediakan berbagai alternatif investasi bagi
para investor selain alternatif lainnya yaitu menabung di bank, membeli emas, asuransi, tanah
dan bangunan. Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan
perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrument keuangan jangka
panjang seperti obligasi, saham.
Pasar modal berbeda dengan pasar uang, dimana perbedaan terletak pada jangka waktu atau jatuh
tempo produknya. Pasar uang dikenal sebagai pasar yang menyediakan sarana peminjaman dana
dalam jangka pendek (jatuh tempo kurang atau sama dengan satu tahun). Pasar modal
mempunyai jangka waktu panjang atau lebih dari satu tahun.
Perbedaan lainya terletak pada fungsinya, di mana pasar uang melakukan kegiatan
mengalokasikan dana secara efektif dan efesien dari pihak yang mempunyai kelebihan dana
kepada pihak yang kekurangan sehingga terjadi keseimbangan antara penawaran dan permintaan
dana.
Surat berharga yang diperdagangkan dalam pasar uang terdiri dari surat berharga jangka panjang,
menengah, dan pendek, namun transaksi yang dilakukan tetap jangka waktu pendek. Jenis surat
berharga yang umumnya diperdagangkan dalam pasar uang meliputi antara lain surat promes,
surat pembendaharaan Negara, surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah, surat wesel yang
diaskep oleh bank, sertifikat deposito, dan sertifikat yang dikeluarkan oleh bank sentral atau
sertifikat Bank Indonesia.
Dasar hukum pasar modal adalah UU No.8/1995 tentang Pasar Modal kemudian PP No. 45/1995
tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.
Pelaku pasar modal adalah pembeli dan penjual dana atau modal baik perorangan maupun badan
usaha yang sebagian dari mereka malakukan penyisihan dananya untuk kegiatan produktif dan
sebagian lain memerlukan tambahan dana/modal untuk mengembangkan usahanya.

Komoditas adalah barang atau produk yang diperjual belikan di pasar modal. Yang termasuk
komoditas antara lain bursa uang, modal, timah, karet, tembakau, minyak, emas, perkapalan,
asuransi, perbankan, dan lainnya.
Peran dan manfaat pasar modal antara lain :
1. Pasar modal merupakan wahana pengalokasian dana secara efisien. Di mana investor
dapat melakukan investasi pada beberapa perusahaan melalui pembelian efek-efek yang
diperdagangkan di pasar modal. Sebaliknya perusahaan dapat memperoleh dana yang
dibutuhkan dengan menawarkan instrument keuangan jangka panjang melalui pasar
modal tersebut.
2. Pasar modal memberikan altrenatif investasi. Di mana pasar modal memudahkan
alternatif berinvestasi yang memberikan keuntungan dengan sejumlah resiko tertentu.
3. Pasar modal memungkinkan para investor memiliki perusahaan yang sehat dan
berprospek baik. Di mana perusahaan yang sehat dan memiliki prospek yang baik tidak
hanya dimiliki oleh sejumlah orang tertentu saja. Penyebaran kepemilikan secara luas
dapat mendorong perkembangan perusahaan menjadi lebih transparan.
4. Pelaksanaan manajemen perusahaan secara profesional dan transparan. Keikutsertaan
masyarakat dalam kepemilikan perusahaan mendorong perusahaan untuk menerapkan
manajemen secara lebih profesional, efisien dan berorientasi pada keuntungan sehingga
tercipta kondisi good corporate governance. BAPEPAM menganjurkan setiap
perusahaan publik memiliki suatu komite audit.
5. Peningkatan aktivitas ekonomi nasional. Dengan adanya pasar modal perusahaan akan
lebih mudah memperoleh dana sehingga akan mendorong perekonomian nasional
menjadi lebih maju dan menciptakan kesempatan kerja yang luas serta meningkatkan
pendapatan pajak bagi pemerintah.
Pasar modal di Indonesia dikelola oleh Badan Pengawasan Pasar Modal (BAPEPAM) yang
struktur organisasinya berada di bawah Dapartemen Keuangan. Memiliki kewenangan
melakukan pembinaan, pengaturan, pengawasan pasar modal di Indonesia. BAPEPAM berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.

Tugas dan Fungsi BAPEPAM :

Melakukan pembinaan, membuat peraturan, dan mengawasi kegitan pasar modal sehari
hari.
Mewujudkan terciptanya kegitan pasar modal yang teratur, wajar dan efesien dengan
tujuan melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat.
Melaksanakan pembinaan terhadap semua pelaku dan lembaga yang berkaitan dengan
pasar modal.

Mempertanggungjawabkan seluruh aktivitasnya ke Mentri Keuangan. BAPEPAM juga


dapat memberikan pendapat ke Mentri Keuangan berkaitan dengan keputusan-keputusan
yang berhubungan dengan pasar modal.

Kewenangan BAPEPAM :

Memberikan izin usaha, izin perorangan, persetujuan kepada pelaku pasar modal.
Menetapkan persyaratan dan tata cara menjadi peserta pasar modal serta dapat
menyatakan penundaan atau pembatalan terhadap efektifnya pernyataan pendaftaran.
Mengadakan pemeriksaan dan penyelidikan apabila diduga terjadi peristiwa/aktivitas
yang merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dan ketentuan pelaksanaan pasar
modal.
Melakukan pemeriksaan terhadap emiten, perusahaan publik, pihak-pihak yang memiliki
izin usaha, izin perorangan, pendaftaran dari pasar modal.
Melakukan penunjukan ke pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam
rangkapelaksanaan wewenang BAPEPAM.
Membatalkan atau membekukan pencatatan efek tertentu pada bursa efek atau
menghentikan transaksi bursa atau efek tertentu.
Menetapkan instrumen tertentu sebagai efek.

PT E-Traiding merupakan perusahaan yang berada pada peringkat 1 dalam memberikan benefit
besar pada pasar modal dan investor. Hal dapat dilihat dari perputaran modal yang cukup besar
dalam perusahaan tersebut. Sebenarnya jaman sekarang melakukan investasi di pasar modal
lebih menguntungkan dari pada sekedar menabung di bank, jika menabung di bank keuntungan
yang didapat selama setahun hanya berkisar 6% saja. Sedangkan lembaga keuangan tempat
masyarakat menyimpan uangnya bisa mendapatkan keuntungan sebesar 50% sehari dari
perputaran modal yang mereka lakukan di pasar modal. Mungkin banyak orang yang
berpendapat bahwa untuk berurusan atau mengetahui dan terjerumus dalam pasar modal sulit
karena kurangnya informasi, namun udah banyak teknologi yang bisa digunakan untuk melihat
secara lebih jelas mengenai laporan keuangan real time. Bisa menggunakan mobile handphone
ataupun online PC.
Indonesia baru memulai aktivitas online traiding sekitar tahun 2005, yang udah terlebih dahulu
dilakukan oleh negara Korea. Pasar modal bisa dijadikan trendcenter masyarakat untuk memulai
jenjang karirnya, walaupun masih banyak masyarakat yang berkecimpung dalam dunia
perbankan sekitar 110 juta masyarakat di Indonesia. Pertumbuhan industri berpengaruh pada
profit perusahaan sehingga dalam memilih jenjang karir pilihlah perusahaan yang kira-kira 5
tahun lagi akan booming ke depannya. Di negara Singapura 3 juta dari 5 juta penduduknya
merupakan investor aktif, begitu juga di Amerika 98% masyarakatnya memiliki rekening di
pasar modal. Urutan industri yang paling banyak di Indonesia yang pertama adalah Perbankan,
kemudian disusul oleh Pasar Modal dan Finance.

Jika masyarakat memiliki sumber dana yang terbatas sebaiknya jangan mengalokasikannya pada
produk yang bisa mengurangi asset masyarakat. Alternatif lain bisa dialokasikan pada pasar
modal yang bisa memberikan keuntungan dalam waktu relatif singkat. Apabila sejak awal kita
berkarir dalam dunia pasar modal maka jika udah pensiun kita bisa menjadi investor yang
canggih karena udah mengetahui dengan jelas analisis-analisis dalam pasar modal.
Dari hasil penelitian jumlah investor seluruh Indonesia belum mencapai 1 juta orang. Hanya
sekitar 40.000 investor yang ada yaitu sekitar 4% yang terdapat pada E-Traiding. Ada sekitar 119
perusahaan yang terlibat dalam pasar modal. Bagi perusahaan yang go public maka asset
minimum yang harus dimiliki sekitar Rp. 5 milyar. Setiap investor yang terlibat dalam pasar
modal apabila ingin memperjualbelikan saham yang dimilikinya akan dikenakan biaya transaksi.
Untuk biaya transaksi penjualan saham sekitar 0.1% dan untuk biaya transaksi pembelian saham
sekitar 0.3%. Besarnya jumlah transaksi yang ada dari 119 perusahaan di Indonesia sekitar Rp.
4.8 triliyun, sedangkan pajak yang harus disetor pada pemerintah yaitu sebesar 0.1% dari Rp. 4.8
triliyun yang ada.
Bursa Efek Indonesia adalah perusahaan swasta yang dimiliki oleh 119 perusahaan
pialang/broker saham. Di mana BEI bukan perusahaan milik pemerintah. Saham yang disimpan
dalam BEI berupa rekening. Namun sekarang sekitar 60% saham di BEI pemiliknya merupakan
para investor asing.
Perkembangan pasar modal di indonesia di lihat dari beberapa indikator menunjukkan
perkembangan yang peasat dalam beberapa tahun terahir. Dari sudut pandang perusahaan,
keberadaan pasar modal membantu kebutuhan pendanaan jangka panjang melalui penerbitan
perdana baik saham maupun obligasi. Walaupun begitu, dalam 10 tahun trakhir pemanfaatan
pasar modal sebagai sumber pendapan bagi perusaan relatif tertinggal dibanding perbankan.
Perkembangan Produk Pasar Modal
Produk pasar modal selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan infrastruktur
pasar. Secara tradisional, dikenal adanya dua instrumen yaitu saham dan obligasi. Dalam
perkembangannya, dengan adanya tuntutan untuk melakukan manajemen atas risiko portofolio,
maka diciptakanlah produk-produk derivatif yaitu kontrak keuangan yang penilaiannya
berdasarkan nilai aset induk(underlying asset). Disamping digunakan untuk melakukan
manajemen risiko investasi, produk derivatif juga digunakan untuk
memperoleh keuntungan. Produk derivatif dapat digolongkan dalam jenis option, futures,
forwards, swap dan repurchase agreement (repo). Keempat jenis produk derivatif tersebut dapat
bervariasi tergantung dari aset induknya yang berupa efek, tingkat suku bunga, mata uang dan
kurs mata uang. Perkembangan produk lain yang cukup signifikan adalah produk pasar modal
dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah. Produk pasar modal berbasis syariah yang
telahberkembang adalah saham, obligasi, efek beragun aset (EBA) dan reksa dana. Beberapa

negara di kawasan Timur Tengah, Asia, Eropa, dan Amerika telah secara intensif
mengembangkan produk tersebut. Walaupun produkproduk tersebut berkembang dengan skala
yang berbeda pada masing-masing negara, namun produk tersebut banyak diminati dan akan
terus berkembang. Produk lain yang berkembang di pasar modal global adalah EBA sebagai hasil
sekuritisasi aset. Produk ini timbul karena adanya kebutuhan pendanaan bagi perusahaan namun
terdapat keterbatasan untuk mendapatkan sumber pendanaan lain di luar perusahaan. Sekuritisasi
aset sendiri adalah suatu cara untuk merestrukturisasi keuangan di mana suatu entitas
mengumpulkan arus kas masuk yang
teridentifikasi di masa datang dan kemudian mentransfer kumpulan arus kas tersebut kepada
investor dengan atau tanpa jaminan. Sekuritisasi aset muncul pertama kali di Amerika Serikat
dengan diperkenalkannya mortgage backed securities dan kemudian berkembang dengan pesat.
Dalam perkembangannya arus kas yang disekuritisasi semakin bervariasi antara lain EBA
berbasis tagihan seperti kartu kredit maupun kredit mobil. Berkembangnya kebutuhan alternatif
investasi pemodal yang sesuai dengan tujuan dan tingkat penerimaan risiko masing-masing
pemodal telah mendorong bertambahnya jenis produk reksa dana. Beberapa jenis produk reksa
dana telah berkembang cukup lama, antara lain index funds, sector funds, foreign
funds, dan global/international funds. Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan pemodal
terhadap alternatif investasi yang relatif tidak berfluktuasi dan berisiko rendah, maka konsep
reksa dana dengan struktur khusus (structured funds) mulai diperkenalkan seperti capital
protected funds dan guaranteed funds. Kecenderungan lain yang berkembang berkaitan dengan
produk reksa dana adalah proses transaksi secara elektronik yang dilakukan melalui central fund
hub yang melibatkan manajer investasi, agen penjual efek reksa dana, bank kustodian dan bank
penerima. Central fund hub ini sudah diterapkan di Amerika, Kanada, Eropa, Australia, dan
Singapura, dalam rangka menciptakan standarisasi mekanisme transaksi reksa dana.
Pasar Obligasi
Pasar obligasi mengalami beban berat dan sangat terpukul dengan adanya krisis ekonomi yang
melanda Asia dan Indonesia pada tahun 1997. Disamping tidak adanya emiten baru yang
menerbitkan obligasi pada tahun 1998, kesulitan juga dihadapi oleh banyak emiten obligasi
dalam membayar bunga dan bahkan nilai pokok dari obligasi yang jatuh tempo. Namun
demikian, pasar obligasi kembali tumbuh pada tahun 1999 dan mengalami puncak
pertumbuhannya pada tahun 2003. Pada tahun 2003 tersebut, nilai emisi obligasi tumbuh sebesar
67,9% dari tahun sebelumnya dan jumlah emiten bertambah 34 emiten (34%). Selanjutnya,
peningkatan tersebut berlangsung terus hingga pertengahan tahun 2005, sehingga secara
kumulatif jumlah emiten mencapai 155 perusahaan dengan total nilai emisi obligasi mencapai
Rp88,83 triliun. Perkembangan tersebut di atas menunjukkan peningkatan peran pasar obligasi
sebagai alternatif pembiayaan bagi perusahaan (lihat grafik 4).

https://zain99.wordpress.com/2012/10/16/pengaruh-pasar-modal-terhadap-perkembanganekonomi-di-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai