TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tekanan Darah
2.1.1.
Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik.
Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat ventrikel beristirahat
dan mengisi ruangannya. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio
tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik (Oxford, 2003).
2.1.2.
Umur
Bayi yang baru lahir memiliki tekanan sistolik rata-rata 73 mmHg.
Tekanan sistolik dan diastolik meningkat secara bertahap sesuai usia
hingga dewasa. Pada orang lanjut usia, arterinya lebih keras dan kurang
fleksibel terhadap darah. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan
sistolik. Tekanan diastolik juga meningkat karena dinding pembuluh
darah tidak lagi retraksi secara fleksibel pada penurunan tekanan darah.
2.
Jenis Kelamin
Berdasarkan Journal of Clinical Hypertension, Oparil menyatakan bahwa
perubahan hormonal yang sering terjadi pada wanita menyebabkan
wanita lebih cenderung memiliki tekanan darah tinggi. Hal ini juga
menyebabkan risiko wanita untuk terkena penyakit jantung menjadi lebih
tinggi (Miller, 2010).
3.
Olahraga
Aktivitas fisik meningkatkan tekanan darah.
4.
Obat-obatan
Banyak obat-obatan yang dapat meningkatkan atau menurunkan tekanan
darah.
5
Universitas Sumatera Utara
5.
Ras
Pria Amerika Afrika berusia di atas 35 tahun memiliki tekanan darah
yang lebih tinggi daripada pria Amerika Eropa dengan usia yang sama.
6.
Obesitas
Obesitas, baik pada masa anak-anak maupun dewasa merupakan faktor
predisposisi hipertensi.
2.1.3.
bergantung kepada isi aliran (flow) dan luas penampang pembuluh (area). Dalam
hal ini, kecepatan yang dimaksud adalah kecepatan linier yang mempunyai rumus
V= Q/A dengan V adalah kecepatan, Q adalah aliran, dan A adalah luas
penampang. Berdasarkan rumus di atas, dapat diketahui bahwa perubahan pada
luas penampang, misalnya penyempitan pembuluh, akan sangat mempengaruhi
kecepatan aliran (Singgih, 1989).
Apabila dikaji lebih jauh, kecepatan aliran berpengaruh pada tekanan sisi
(lateral pressure) pembuluh. Tekanan dalam pipa merupakan jumlah tekanan sisi
ditambah energi kinetik. Energi ini dapat dihitung berdasarkan viskositas cairan
dan kecepatan aliran (1/2 PV2 dengan P adalah viskositas cairan dan V adalah
kecepatan aliran). Kecepatan aliran yang berubah akan mempengaruhi energi
kinetik dan perubahan pada energi ini akan mempengaruhi tekanan sisi pembuluh.
Hal ini dikemukakan karena pada hakikatnya yang diukur pada pengukuran
tekanan darah secara tidak langsung adalah tekanan sisi pembuluh darah (Singgih,
1989).
2.1.4.
tekanan darah secara tidak langsung ialah sfigmomanometer air raksa. Kadangkadang dijumpai sfigmomanometer dengan pipa air raksa yang letaknya miring
terhadap bidang horisontal (permukaan air) dengan maksud untuk memudahkan
pembacaan hasil pengukuran oleh pemeriksa. Untuk sfigmomanometer jenis ini,
perlu dilakukan koreksi skala ukurannya karena seharusnya pipa air raksa tegak
lurus terhadap permukaan air (Singgih, 1989).
Menurut laporan WHO, yang penting ialah lebar kantong udara dalam
manset harus cukup lebar untuk menutupi 2/3 panjang lengan atas. Demikian pula,
panjang manset harus cukup panjang untuk menutupi 2/3 lingkar lengan atas.
Ukuran manset tersebut bertujuan agar tekanan udara dalam manset yang ditera
dengan tinggi kolom air raksa, benar-benar seimbang dengan tekanan sisi
pembuluh darah yang akan diukur (Singgih, 1989).
2.1.5.
Ruang pemeriksaan.
Suhu ruang dan ketenangan ruang periksa yang nyaman harus
diperhatikan. Suhu ruang yang terlalu dingin dapat meningkatkan
tekanan darah.
2.
Alat
Alat yang sebaiknya digunakan adalah sfigmomanometer dengan pipa air
raksa yang tegak lurus dengan bidang horisontal. Hindarkan paralaks
sewaktu membaca permukaan air raksa. Gunakan manset dengan lebar
yang dapat mencakup 2/3 panjang lengan atas serta panjang yang dapat
mencakup 2/3 lingkar lengan. Penggunaan manset yang lebih kecil akan
menghasilkan nilai yang lebih tinggi daripada yang sebenarnya.
3.
Persiapan
Apabila diperlukan dan keadaan pasien memungkinkan, sebaiknya
dipersiapkan dalam keadaan basal karena biasanya hanya diperlukan nilai
tekanan darah sewaktu, maka pengaruh kerja jasmani, makan, merokok
dihilangkan terlebih dahulu sebelum diukur.
4.
Jumlah pengukuran
Apabila memungkinkan, dilakukan pengukuran sebanyak tiga kali untuk
diambil nilai rata-ratanya. Apabila pasien menderita hipertensi,
dianjurkan untuk mengukur dalam 3 hari berturut-turut.
5.
Tempat pengukuran
Pengukuran dilakukan pada lengan kanan dan kiri bila dicurigai terdapat
peningkatan tekanan darah. Kesenjangan nilai lengan kanan dan kiri
dapat ditimbulkan karena coarctatio aorta. Posisi orang yang diperiksa
sebaiknya dalam posisi duduk. Dalam keadaan ini, lengan bawah sedikit
fleksi dan lengan atas setinggi jantung. Hindarkan posisi duduk yang
menekan perut, terutama pada orang yang gemuk. Untuk pasien
hipertensi, terutama yang sedang dalam pengobatan, perlu diukur dalam
posisi berbaring dan pada waktu 1-5 menit setelah berdiri.
6.
2.2.
Hipertensi
2.2.1.
Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang menetap yang penyebabnya
masih tidak diketahui (hipertensi esensial, idiopatik, atau primer) maupun yang
berhubungan dengan penyakit yang lain (hipertensi sekunder) (Dorland, 2009).
Hipertensi juga dapat didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
arteri di atas batas normal yang diharapkan pada kelompok usia tertentu (Oxford,
2003).
2.2.2.
Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1.
menghentikan
obat
yang
bersangkutan
atau
2.
10
3.
1.
mmHg.
Hipertensi tingkat I. Tekanan darahnya dari 140/90 mmHg sampai
2.
159/99 mmHg.
3.
2.2.3.
Etiologi Hipertensi
Berdasarkan Kumar et al (2004), hipertensi memiliki beberapa etiologi,
yaitu :
1.
2.
3.
Faktor lingkungan :
a.
b.
c.
d.
Stres.
Beberapa
penelitian
menunjukkan
bahwa
stres
dapat
11
e.
f.
2.2.4.
1.
Faktor risiko, seperti diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas,
merokok, dan genetik.
2.
3.
4.
12
Patogenesis Hipertensi
Menurut Yusuf (2008), tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung
dan tahanan perifer. Di dalam tubuh, terdapat sistem yang berfungsi mencegah
perubahan tekanan darah secara akut. Sistem tersebut ada yang langsung bereaksi
ketika terjadi perubahan tekanan darah dan ada juga yang bereaksi lebih lama.
Sistem yang cepat tersebut antara lain refleks kardiovaskular melalui baroreseptor,
refleks kemoreseptor, respon iskemia susunan saraf pusat, dan refleks yang
berasal dari atrium, arteri pulmonalis, dan otot polos. Sistem lain yang kurang
cepat merespon perubahan tekanan darah melibatkan respon ginjal dengan
pengaturan hormon angiotensin dan vasopresor.
Pada hipertensi primer terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi
tekanan darah berupa faktor genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal
dan membran sel, aktivitas saraf simpatis, dan sistem renin angiotensin yang
mempengaruhi keadaan hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium
dalam ginjal serta obesitas dan faktor endotel.
Pada tahap awal hipertensi primer, curah jantung meninggi sedangkan
tahanan perifer normal yang disebabkan peningkatan aktivitas simpatis. Pada
tahap selanjutnya, curah jantung menjadi normal sedangkan tahanan perifer yang
meninggi karena refleks autoregulasi melalui mekanisme konstriksi katup
prakapiler. Kelainan hemodinamik ini juga diikuti dengan perubahan struktur
pembuluh darah (hipertrofi pembuluh darah) dan jantung (penebalan dinding
ventrikel).
Stres dengan peninggian aktivitas simpatis dan perubahan fungsi
membran sel dapat menyebabkan konstriksi fungsional dan hipertrofi struktural.
Faktor lain yang berperan adalah endotelin yang bersifat vasokonstriktor.
13
glukosa
pada
tes
toleransi
glukosa
oral.
Pada
keadaan
14
15
Kecemasan
2.3.1.
Definisi Kecemasan
Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa
Jerman dari kata angst yang artinya ketakutan. Secara konseptual, kecemasan
berarti suatu perasaan emosional yang seperti rasa takut (Hamlin et al, 1986).
16
Tingkat Kecemasan
Menurut Dalami et al (2009), tingkat kecemasan dapat dibagi menjadi:
17
1.
Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan adalah perasaannya merasa ada sesuatu yang berbeda
dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan
membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, bertindak,
menyelesaikan masalah, merasakan, dan melindungi dirinya sendiri.
Kecemasan ringan ini berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa
kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini, lahan persepsi melebar dan
individu akan berhati-hati dan waspada.
a.
b.
c.
Respon fisiologis
Respon kognitif
Aktivitas menyendiri
18
2.
Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang merupakan perasaan yang mengganggu dan merasa
ada sesuatu yang benar-benar berbeda. Individu menjadi gugup atau
agitasi, misalnya, seorang wanita mengunjungi ibunya untuk pertama kali
dalam beberapa bulan dan merasa bahwa ada sesuatu yang sangat
berbeda. Ibunya mengatakan bahwa berat badannya turun banyak tanpa
ia berupaya menurunkannya. Pada tingkat ini, lahan persepsi terhadap
lingkungan menurun. Individu lebih memfokuskan pada hal yang penting
saat itu dan menyampingkan hal yang lain.
a.
b.
c.
Respon fisiologis
Respon kognitif
Tidak nyaman
Mudah tersinggung
Tidak sadar
Gembira
19
3.
Kecemasan Berat
Kecemasan berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu yang
berbeda dan ada ancaman. Dia memperlihatkan respon takut dan stres.
Ketika individu mencapai tingkat tertinggi kecemasan dan panik berat,
semua pemikiran rasional berhenti dan individu tersebut mengalami
respon fight, flight atau freeze yakni, kebutuhan untuk pergi secepatnya,
tetap ditempat dan berjuang, atau menjadi beku atau tidak dapat
melakukan sesuatu.
a.
b.
c.
Respon fisiologis
Hiperventilasi
Mondar-mandir, berteriak
Respon kognitif
Sulit berpikir
Egosentris
Sangat cemas
20
2.3.3.
Agitasi
Takut
Bingung
Menarik diri
Penyangkalan
Ingin bebas
menjadi:
1.
Teori Psikoanalitik
Kecemasan
merupakan
konflik
emosional
antara
dua
elemen
kepribadian, yaitu ide, ego dan super ego. Ide melambangkan dorongan
insting dan impuls primitif. Super ego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan oleh norma budaya seseorang. Ego
digambarkan sebagai mediator antara ide dan super ego. Kecemasan
berfungsi untuk memperingatkan ego tentang suatu budaya yang perlu
segera diatasi.
2.
Teori Interpersonal
Kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal ini
juga dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan, seperti
kehilangan dan perpisahan. Individu yang mempunyai harga diri rendah
biasanya sangat mudah mengalami kecemasan yang berat.
3.
Teori Perilaku
Kecemasan merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Teori ini meyakini bahwa manusia yang pada awal
kehidupannya dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan
menunjukkan kemungkinan kecemasan yang berat pada kehidupan
dewasanya.
21
4.
Kajian Biologis
Otak mengandung reseptor spesifik untuk benzodiazepin. Reseptor ini
diduga berperan dalam membuat kecemasan.
2.3.4.
Klasifikasi Kecemasan
Freud dalam Andri et al (2007) mengemukakan tiga klasifikasi
kecemasan yaitu:
1.
Kecemasan Realitas
Kecemasan ini merupakan kecemasan atau rasa takut akan bahayabahaya nyata di dunia luar, seperti banjir, gempa, runtuhnya gedunggedung. Kecemasan realitas ini merupakan yang paling pokok karena
dari kedua kecemasan yang lain, kecemasan neurotis dan moral, berasal
dari kecemasan yang realistis ini. Kecemasan realitas yang dialami oleh
ibu hamil adalah takut mati, trauma kelahiran, perasaan bersalah atau
berdosa, dan sebagainya.
2.
Kecemasan Neurotis.
Kecemasan ini timbul karena pada masa kecil, terjadi konflik antara
pemuasan instingtual dan realitas. Pada masa kecil, terkadang beberapa
kali, seorang anak mengalami hukuman dari orang tua akibat pemenuhan
kebutuhan id yang implusif terutama yang berhubungan dengan
pemenuhan insting seksual atau agresif. Anak biasanya dihukum karena
secara berlebihan mengekspresikan impuls seksual atau agresifnya itu.
Kecemasan atau ketakutan itu berkembang karena adanya harapan untuk
memuaskan impuls id tertentu. Kecemasan neurotik yang muncul adalah
ketakutan akan terkena hukuman karena memperlihatkan perilaku
impulsif yang didominasi oleh id. Hal yang perlu diperhatikan adalah
ketakutan terjadi bukan karena ketakutan terhadap insting tersebut tapi
merupakan ketakutan atas apa yang akan terjadi bila insting tersebut
dipuaskan. Konflik yang terjadi adalah antara id dan ego yang diketahui
mempunyai dasar dalam realitas.
22
3.
Kecemasan Moral
Kecemasan ini merupakan hasil dari konflik antara id dan super ego.
Secara dasar, ini merupakan ketakutan akan suara hati individu sendiri.
Ketika individu termotivasi untuk mengekspresikan impuls instingtual
yang berlawanan dengan nilai moral yang terdapat dalam super ego
individu itu, maka ia akan merasa malu atau bersalah. Pada kehidupan
sehari-hari, ia akan menemukan dirinya sebagai conscience stricken.
Kecemasan moral menjelaskan bagaimana berkembangnya super ego.
Biasanya individu dengan kata hati yang kuat akan mengalami konfllik
yang lebih hebat daripada individu yang mempunyai kondisi toleransi
moral yang lebih longgar. Kecemasan moral juga mempunyai dasar
dalam kehidupan nyata. Anak-anak akan dihukum bila melanggar aturan
yang ditetapkan orang tua mereka. Orang dewasa juga akan mendapatkan
hukuman jika melanggar norma yang ada di masyarakat. Rasa malu dan
perasaan bersalah menyertai kecemasan moral. Dapat dikatakan bahwa
yang menyebabkan kecemasan adalah kata hati individu itu sendiri.
Freud mengatakan bahwa super ego dapat memberikan balasan yang
setimpal jika ada pelanggaran terhadap aturan moral.
2.3.5.
Diagnosis Kecemasan
Menurut Dacey (2000), dalam mengenali gejala kecemasan dapat ditinjau
2.
23
3.
2.4.
Korelasi
Tekanan
Darah
pada
Pasien
Hipertensi
terhadap
Kecemasan
Korelasi tekanan darah pada pasien hipertensi terhadap kecemasan
memang sedikit sulit untuk dijelaskan. Hal ini dikarenakan belum banyaknya
penelitian yang meneliti dan menjelaskan korelasi tekanan darah pada pasien
hipertensi terhadap kecemasan secara jelas. Menurut Feng et al (2012), beberapa
penelitian menunjukkan adanya korelasi tekanan darah pada pasien hipertensi
terhadap kejadian kecemasan. Salah satu mekanismenya adalah melalui
keterlibatan angiotensin II yang dimediasi oleh Hypothalamic Pituitary Adrenal
(HPA) dan sympatho-adrenal axis. Selain diekspresikan oleh ginjal, angiotensin II
ini juga ada di otak. Efek angiotensin II ini ditentukan oleh reseptornya, yaitu
AT1R dan AT2R. AT1R ini diekspresikan di organ subfornical, paraventricular
nucleus, nucleus tractus solitarius, HPA axis, dan amygdala. AT1R inilah yang
memegang peranan penting dalam korelasi tekanan darah pada pasien hipertensi
terhadap kecemasan.
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, pengeluaran renin yang dapat
disebabkan oleh aktivasi saraf simpatis, penurunan tekanan arteri ginjal, dan
penurunan asupan garam ke tubulus distal akan melepaskan angiotensin I yang
selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II oleh angiotensin converting
enzym. Angiotensin II yang terus menerus dihasilkan menyebabkan semakin
meningkatkan tahanan perifer melaui vasokonstriksi dan meningkatnya retensi air
dan garam melalui pengaruh aldosteron sehingga tekanan darah semakin
meninggi.
Pengeluaran angiotensin II ini tidak hanya mempengaruhi tekanan darah
bahkan juga akan mempengaruhi respon kecemasan. Pengeluaran angiotensin II di
otak yang meningkatkan aktivitas HPA axis akan meningkatkan respon stres dan
cemas. Angiotensin II yang ada di perifer juga akan meningkatkan respon cemas
24
akan
semakin
meningkat
tekanan
darahnya
sehingga
akan
Spitzer bersama peneliti lain pada tahun 2006. Skala pengukuran ini dibuat
dilatarbelakangi oleh semakin banyaknya kelainan GAD dan sampai saat itu,
belum ada pengukuran yang sederhana yang bisa mengukur GAD secara cepat.
Pada saat itu, pengukuran kecemasan sangat jarang dilakukan oleh para dokter
25
karena pengukuran yang ada pada saat itu sangatlah panjang sehingga membuang
waktu para dokter, melelahkan dan jarang berguna sebagai pengukuran diagnostik
dan tingkat keparahan kelainan tersebut. Berdasarkan masalah tersebut, Robert
kemudian merancang beberapa pertanyaan dasar yang diambil dari skala GAD
terdahulu sesuai dengan tanda-tanda yang ada pada pasien GAD yang kemudian
diberikan kepada 2740 pasien yang dipilih dari 15 klinik di Amerika Serikat dan
dibandingkan dengan diagnosis yang telah dilakukan oleh dokter. Pada akhirnya,
skala pengukuran ini diakui kesahihannya dan kemampuannya dalam menentukan
diagnostik dan keparahan dari pasien tersebut. Robert memberi nama
kuesionernya dengan nama GAD 7.
Sesuai dengan namanya, kuesioner GAD 7 ini terdiri atas 7 pertanyaan.
Pilihan yang ada pada setiap pertanyaan adalah tidak pernah, beberapa hari,
lebih dari separuh waktu yang dimaksud, dan hampir setiap hari. Skornya
untuk masing-masing pertanyaan adalah 0-3 sehingga rentang skornya adalah dari
0 sampai 21. Pertanyaan yang ada dalam kuesioner tesebut adalah dalam 2
minggu ini, apakah pasien :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
dan jika skornya di atas 8, maka seseorang memiliki kemungkinan untuk memiliki
kelainan kecemasan. Selain itu, kuesioner ini juga bisa mengukur tingkat
keparahan dari kecemasan seseorang dimana jika skornya 0-4, orang tersebut
memiliki kecemasan minimal, skor 5-9 untuk kecemasan ringan, skor 10-14 untuk
kecemasan sedang dan skor 15 ke atas untuk kecemasan berat.