Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tekanan darah adalah kekuatan yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap
satuan luas dinding pembuluh darah yang dinyatakan dalam milimeter air raksa
(mmHg) (Guyton & Hall, 2006). Pengukurannya menggunakan alat yang dinamakan
sphygmomanometer atau tensimeter. Sphygmomanometer terbagi atas tiga macam,
yaitu

sphygmomanometer

air

raksa,

sphygmomanometer

aneroid,

dan

sphygmomanometer electronic, namun yang paling sering digunakan adalah


sphygmomanometer air raksa (Susilo & Wulandari, 2011). Pengukuran tekanan darah
bebas dilaksanakan pada posisi duduk ataupun berbaring, namun yang terpenting
lengan tangan harus dapat diletakan dengan santai. Peningkatan tekanan darah
disebabkan peningkatan volume darah atau elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya,
penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah. (Ronny et al., 2010)
Hasil dari pengukuran tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
aktivitas yang akan dilakukan sebelum pengukuran, tekanan atau stress yang akan
dialami, posisi saat pengukuran berdiri atau duduk, serta waktu pengukuran
(Yasmine, 2007). Banyak informasi mengenai posisi lengan terhadap tekanan darah
namun sedikit sekali informasi yang diberikan dari literatur mengenai pengaruh
posisi tubuh terhadap hasil pengukuran tekanan darah (Eser, 2007). Pengukuran
darah juga sebaiknya dilakukan pada kedua lengan yakni kanan dan kiri karena
apabila ada perbedaan yang sangat mencolok, dikhawatirkan adanya gangguan
vaskuler maupun organis aliran darah. Perbedaan tekanan darah juga ditemukan pada
pria dan wanita dikarenakan hormon-hormon tertentu.
I.2

Tujuan
Tujuan dari dilaksanakannya percobaan pengukuran tekanan darah ini adalah

untuk:
1. Mengetahui cara pengukuran tekanan darah dan denyut nadi dengan berbagai
metode pengukuran
2. Mengetahui perbedaan pengukuran tekanan darah antara tangan kanan dan
kiri
1

3. Mengetahui cara pengukuran tekanan darah dengan berbagai macam


sphygmomanometer
4. Mengetahui pengaruh posisi tubuh terhadap tekanan darah dan denyut nadi
5. Mengetahui pengaruh latihan terhadap tekanan darah dan denyut nadi
6. Mengetahui pengaruh stress terhadap tekanan darah dan denyut nadi

BAB II
DASAR TEORI
II.1

Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap

satuan luas dinding pembuluh darah yang dinyatakan dalam milimeter air raksa
(mmHg) (Guyton & Hall, 2006). Pengukurannya menggunakan alat yang dinamakan
sphygmomanometer atau tensimeter. Sphygmomanometer terbagi atas tiga macam,
yaitu

sphygmomanometer

air

raksa,

sphygmomanometer

aneroid,

dan

sphygmomanometer electronic, namun yang paling sering digunakan adalah


sphygmomanometer air raksa (Susilo & Wulandari, 2011)
Menurut Hayens (2003), tekanan darah timbul ketika bersikulasi di dalam
pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam proses
ini dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan untuk
menggerakkan darah, dan pembuluh darah yang memiliki dinding yang elastis dan
ketahanan yang kuat. Jantung adalah pompa otot beruang empat yang mendorong
darah mengelilingi sirkulasi. Jantung terutama tersusun dari jaringan otot jantung.
Kedua atria mempunyai dinding yang relatif tipis dan berfungsi sebagai ruangan
penampungan bagi darah yang kembali ke jantung, dan hanya memompa darah
dalam jarak yang sangat dekat menuju ventrikel. Ventrikel mempunyai dinding yang
lebih tebal dan jauh lebih kuat dibandingkan dengan atrium, khususnya ventrikel kiri,
yang harus memompa darah keluar ke seluruh organ tubuh melalui sirkuit sistemik.
Empat katub dalam jantung berfungsi untuk mencegah aliran balik darah (Campbell
dkk, 2000:47).
Tekanan darah dapat digolongkan menjadi tekanan sistolik dan diastolik.
Tekanan darah sistole adalah tekanan darah yang direkam selama kontraksi
ventrikuler. Tekanan darah diastole adalah tekanan darah yang direkam selama
relaksasi ventricular. Tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg. Tekanan denyutan
adalah perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan denyutan normal
kira-kira 40 mmHg yang memberikan informasi tentang kondisi arteri (Soewolo dkk,
2005: 261-265).

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa


Kategori
Hipotensi
Optimal
Normal
Normal Tinggi
Stadium 1

Sistole
< 90 mmHg
< 120 mmHg
< 130 mmHg
130 - 139 mmHg
140 159 mmHg

Diastole
< 60 mmHg
< 80 mmHg
< 85 mmHg
85 89 mmHg
90 99 mmHg

(Hipertensi Ringan)
Stadium 2

160 179 mmHg

100 109 mmHg

(Hipertensi Sedang)
Stadium 3

180 209 mmHg

110 119 mmHg

(Hipertensi Berat)
Stadium 4

210 mmHg

120

mmHg

(Hipertensi Emergensi)
Sumber: WHO International, European & British Hypertension Society (2004)
Tekanan sistolik adalah tekanan darah tertinggi yang dicapai pada saat
kontraksi ventrikel. Puncak tekanan sistolik di dalam aorta ditentukan oleh volume
sekuncup ventrikel kiri, kecepatan ejeksi dan elastisitas dinding aorta. Tekanan ini
dapat meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Tekanan diastolik adalah tekanan
darah terendah yang dicapai saat ventrikel relaksasi maksimum. Tekanan darah
sebagian tergantung kepada kekuatan dan volume darah yang dipompa oleh jantung
dan sebagian lagi kepada kontraksi otot dalam dinding arteriole. Kontraksi ini
dipertahankan oleh saraf vasokonstriktor dan dikendalikan oleh pusat vasomotorik
dalam medula oblongata. Pusat vasomotorik berfungsi untuk mengatur bagian
periferi mempertahankan agar tekanan darah relatif konstan.
Denyut nadi (pulse rate) menggambarkan frekuensi kontraksi jantung
seseorang. Pemeriksaan denyut nadi sederhana, biasanya dilakukan secara palpasi.
Palpasi adalah cara pemeriksaan dengan meraba, menyentuh, atau merasakan
struktur dengan ujung-ujung jari. Sedangkan pemeriksaan dikatakan auskultasi,
apabila pemeriksaan dilakukan dengan mendengarkan suara-suara dari dalam tubuh
dengan bantuan stetoskop. Pada umumnya, pengukuran denyut nadi dapat dilakukan
pada sembilan titik yaitu arteri radialis, arteri brakhialis, arteri carotis communis,
arteri femoralis, arteri dorsalis pedis, arteri popolitea, arteri temporalis, arteri apical,
arteri tibialis posterior (Saladin, 2003: 94).

II.2

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah


Tekanan darah dapat mengalami perubahan bersamaan dengan perubahan-

perubahan gerakan yang fisiologis, seperti saat latihan jasmani, waktu adanya
perubahan mental karena kecemasan dan emosi, sewaktu tidur dan sewaktu makan.
Karena itu sebaiknya tekanan darah diukur saat orang dalam keadaan tenang,
istirahat dan sebaiknya dalam sikap rebahan (Pearce, 1995: 151).
Menurut Kozier et al (2009), ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi
tekanan darah, diantaranya adalah:
1. Umur
Bayi yang baru lahir memiliki tekanan sistolik rata-rata 73 mmHg. Tekanan
sistolik dan diastolik meningkat secara bertahap sesuai usia hingga dewasa. Pada
orang lanjut usia, arterinya lebih keras dan kurang fleksibel terhadap darah. Hal ini
mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik. Tekanan diastolik juga meningkat
karena dinding pembuluh darah tidak lagi retraksi secara fleksibel pada penurunan
tekanan darah.
2. Jenis Kelamin
3. Olahraga
Aktivitas fisik meningkatkan tekanan darah.
4. Obat-obatan
Banyak obat-obatan yang dapat meningkatkan atau menurunkan tekanan
darah.

II.3

Cara Mengukur Tekanan Darah


Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung atau tidak

langsung. Pada metode langsung, kateter arteri dimasukkan ke dalam arteri.


Walaupun hasilnya sangat tepat, akan tetapi metode pengukuran ini sangat berbahaya
dan dapat menimbulkan masalah kesehatan lain (Smeltzer & Bare, 2001). Bahaya
yang dapat ditimbulkan saat pemasangan kateter arteri yaitu nyeri inflamasi pada
lokasi penusukkan, adanya bekuan darah karena tertekuknya kateter, perdarahan:
ekimosis bila jarum lepas dan tromboplebitis. Sedangkan pengukuran tidak langsung
dapat dilakukan dengan

menggunakan

sphygmomanometer

dan stetoskop.

Sphgmomanometer tersusun atas manset yang dapat dikembangkan dan alat


pengukur tekanan yang berhubungan dengan ringga dalam manset. Alat ini
dikalibrasi sedemikian rupa sehingga tekanan yang terbaca pada manometer seseuai
dengan tekanan dalam milimeter air raksa yang dihantarkan oleh arteri brakialis
(Smeltzer & Bare, 2001).
Tanda-tanda vital utama yang termasuk dalam pengukuran tekanan darah
meliputi empat tanda utama, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.

Tekanan Darah
Denyut Nadi (kecepatan, irama, kualitas)
Suhu Tubuh
Pernafasan (kecepatan, kedalaman, irama)
Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB)
Cara pengukuran tekanan darah dimulai dengan membalutkan manset dengan

kencang dan lembut pada lengan atas, sejajar jantung dan 2 mm diatas fovea cubity,
kemudian pompa udara ditekan-tekan hingga manset mengembang. Tekanan dalam
manset dinaikkan sampai denyut radial atau brachial menghilang sekitar 20 mmHg
diatas normal tekanan sistolik. Kemudian manset dikempiskan perlahan dengan
melepaskan klep pada pompa udara secara perlahan, dan dilakukan pembacaan
secara auskultasi maupun palpasi. Dengan palpasi kita hanya dapat mengukur
tekanan sistolik. Sedangkan dengan auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik
dan diastolik dengan lebih akurat (Smeltzer & Bare, 2001). Untuk mengauskultasi
tekanan darah, bagian stetoskop yang berbentuk membran cekung diletakkan pada,
yang merupakan titik dimana arteri brakialis muncul. Bunyi yang pertama kali
terdengar, menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai Bunyi
Korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar
6

dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun di bawah tekanan diastolik
dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang (Smeltzer & Bare, 2001). Bunyi
Korotkoff ini terdiri 5 tahap:
1.
2.
3.
4.
5.

K-1 yakni saat bising nadi mulai terdengar (Tekanan Sistole)


K-2 yakni saat bising nadi mulai melemah dan memanjang
K-3 yakni saat bising nadi mulai terdengar kembali
K-4 yakni saat bising nadi mulai menjauh (Tekanan Diastole)
K-5 yakni saat bising nadi mulai menghilang
Manset dilonggarkan lagi sampai darah mengalir secara bebas melalui arteri,

dan suara di bawah ikatan menjadi tidak terdengar lagi. Tekanan pada titik ini disebut
tekanan diastolik yang masih tersisa dalam arteri ketika jantung berelaksasi.

BAB III
METODE PRAKTIKUM
III.1

Waktu dan Tempat


Hari : Kamis, 29 Oktober 2015
Waktu : 12.20 15.05
Tempat: Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas
Jember

III.2

Alat dan Bahan


1. Stetoskop
2. Metronom
3. Stopwatch
4. Bangku step-test Harvard (wanita 17 inchi, pria 19 inchi)
5. Bak untuk tempat es
6. Sphygmomanometer / tensimeter air raksa, aneroid dan digital

III.3

Prosedur Percobaan

III.3.1 Pengukuran Tekanan Darah


Tahap pemeriksaan:
1. Istirahatkan dulu orang coba selama 5 menit
2. Lakukan pengukuran tekanan darah 2 kali dengan sphygmomanometer
terbuka. Jika berdasar hasil pengukuran tekanan darah terdapat selisih
tekanan darah >10 mmHg pada pengukuran ke-1 dan ke-2 pada sistolik dan
atau pada diastolik, lakukan pengukuran ke-3
3. Naikkan tekanan sampai kira-kira 20 mmHg di atas tekanan sistole normal,
jaga samai nadi A. Brachialis di lengan kanan tidak teraba pada cara palpasi
atau hilangnya suara pada cara auskultasi
4. Ukurlah tekanan sistole dan diastole dengan cara palpasi dan auskultasi.
Turunkan tekanan menset dengan membuka klep pompa secara perlahan.
Perhatikan dengan seksama suara bising nadi (K-1) dan tentukan tingkattingkat suara dari Korotkoff sampai suara melemah/menghilang (K-4 / K-5)
5. Catat hasil percobaan Anda

Gambar II.1
Pengukuran Tekanan Darah
III.3.2 Pengukuran Tekanan Darah pada Lengan Kiri
1. Ulangi percobaan butir 1 sampai 4 pada 2.3.1 di atas dengan lengan tangan
kiri
2. Catat hasil percobaan Anda
III.3.3 Pengukuran Tekanan Darah dengan Berbagai Tensimeter
1. Ulangi percobaan butir 1 sampai 4 menggunakan tensimeter aneroid da
digital (pada lengan kanan)
2. Catat hasil percobaan Anda
III.3.4 Pengaruh Posisi Tubuh pada Tekanan Darah dan Denyut Nadi
Setiap anggota kelompok memilih satu orang untuk percobaan ini, sesuai
dengan urutan tahap pemeriksaan di atas.
1. Berbaring terlentang,
Ukurlah secara palpasi dan auskultasi tekanan darah dan denyut nadi orang
coba sampai 3 kali berturut-turut dan ambillah nilai rata-ratanya
2. Duduk,
Perintahkan orang coba duduk tenang selama 5 menit, kemudian ukurlah
secara palpasi dan auskultasi tekanan darah dan denyut nadinya 3 kali
berturut-turut dan ambillah nilai rata-ratanya
3. Berdiri,

Perintahkan orang coba berdiri dengan tenang dalam sikap bersiap selama
5 menit, kemudian ukurlah tekanan darah dan denyut nadinya 3 kali berturutturut dan ambillah nilai rata-ratanya
4. Catat hasil pengukuran
III.3.5 Pengaruh Latihan pada Tekanan Darah dan Denyut Nadi
Pilih salah satu orang coba untuk masing-masing kelompok.
1. Menset tensimeter aneroid dipasang dan tekanan darahnya diukur dalam
keadaan duduk dan mencatat denyut nadinya dengan tensimeter aneroid.
2. Dengan manset tetap terpasang, orang coba melakukan aktivitas naik turun
bangku dengan kecepatan 10 kali per menit selama 2 menit.
3. Segera setelah naik turun bangku berakhir, ukur tekanan darah dan catat
frekuensi nadinya.
4. Teruskan mengukur tekanan darah dengan interval 3 menit sampai menjadi
normal kembali.
5. Ukur tekanan darah dan denyut nadi sebelum dilakukan percobaan
berikutnya.
6. Dengan manset tetap terpasang, orang coba melakukan aktivitas naik turun
bangku dengan kecepatan 15 kali per menit selama 2 menit.
7. Segera setelah naik turun bangku berakhir, ukur dan catat tekanan darah
denyut nadinya kembali.
8. Teruskan mengukur tekanan darah dengan interval 3 menit sampai dengan
normal kembali.
9. Dengan manset tetap terpasang, orang coba melakukan aktivitas naik turun
bangku dengan kecepatan 20 kali per menit selam 2 menit.
10. Masukkan hasil yang diperoleh ke dalam tabel berikut yang meliputi tekanan
sistole dan diastole.
11. Lakukan percobaan 1-10 dengan tensimeter aneroid dan digital.
12. Masukkan hasil yang diperoleh ke dalam tabel berikut yang meliputi tekanan
sistole dan diastole dan denyut nadi.
13. Gambarkan dalam kertas milimeter grafik hasil pengukuran frekuensi nadi
dengar tekanan sistole dan diastole, masing-masing pada absis dan ordinat.
III.3.6 Pengaruh Stress : Cold Pressure Test
Masukkan satu tangan ke dalam panci selama waktu tertentu, maka akan
terlihat bahwa suhu berpengaruh terhadap tekanan darah dan denyut nadi. Test ini
merupakan suatu test yang baik untuk menentukan labilitas tekanan darah.
Pilihlah orang coba untuk masing-masing kelompok.

10

(1) Perintahkan orang coba untuk duduk tenang selama 5 menit, kemudian ukur
tekanan darah dan denyut nadinya dengan tensimeter air raksa sampai
didapatkan hasil yang sama 2 kali berturut-turut.
(2) Perintahkan orang coba memasukkan tangan kirinya ke dalam bak air es
(4oC) sampai 15 cm diatas fovea decubitus, selama 60 detik.
(3) Ukurlah tekanan darah pada detik ke-60 di dalam air es.
(4) Ukurlah tekanan darah dan denyut nadi setelah perendaman dengan interval 2
menit sampai tekanan darah dan denyut nadi menjadi kembali normal.
(5) Catat hasilnya.

11

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. HASIL PENGUKURAN
IV.1.1 Pengukuran Tekanan Darah
Manometer Air Raksa
Rerat

Paramat

Orang

er

Ke-1
(Pria)

I
110/8

II
112/7

III
110/8

a
111/8

I
120/9

II
122/9

III
122/9

a
121/8

kanan
Tangan

0
114/7

8
113/7

2
115/7

0
114/7

0
122/8

0
122/9

2
120/8

7
121/8

80/62

80/60

80/61

91/70

90/70

90/70

90/70

90/70

92/72

91/71

90/70

90/70

90/70

90/70

Tangan

79//6

Kanan
(Wanita
Tangan
)
Kiri

Oran

Param

ater
Tanga

Ke-1
(Pria)

2
90/70

Digital
Rera
I

II

III

ta

100/

102/

103/

102/

kanan
Tanga

78

64

56

66

112/

104/

108/

108/

n Kiri

94

70

89

84

90/5

88/5

88/5

87/5

80/5

80/5

82/5

81/5

Tanga
Ke-2

Rerat

Tangan

Kiri
Ke-2

Aneroid

(Wani Kanan
Tanga
ta)
n Kiri

12

IV.1.2 Pengaruh Posisi Tubuh


Berbaring

Duduk
Rerat

Orang

Rerat

Ke-1

I
110/

II
110/

III
110/

a
110/

I
110/

II
110/

III
110/

a
110/

(Pria)

75

75

75

75

81

81

81

81

90/6

90/6

90/6

90/6

90/7

90/7

90/7

90/7

Ke-2
(Wanit
a)

Orang
Ke-1
(Pria)

I
110/83

Berdiri
II
III
110/8 110/8
3

82/54

82/54

Ke-2
(Wanita
)

80/54

Rerata
110/8
3

100/8
0

13

IV.1.3 Pengaruh Latihan


Kecepatan 10 kali/menit
Diastol

Nadi

Sistole

(kali/mn

(mmHg

t)

Pra-test
Post-test
3 menit
6 menit

93
102
93
92

116
122
112
112

)
78
75
72
69

Pra-test
Post-test
(Wanita
3 menit
)
6 menit

105
113
113
106

93
102
90
93

53
63
57
55

Orang

Ke-1
(Pria)

Paramet
er

Ke-2

e
(mmHg

Kecepatan 15 kali/menit

Orang

Ke-1
(Pria)

Ke-2
(Wanita
)

Diastol

Nadi

Sistole

(kali/mnt

(mmHg

Pra-test
Post-test
3 menit
6 menit

93
109
92
93

116
136
107
123

)
78
86
74
97

Pra-test
Post-test
3 menit
6 menit

105
113
113
106

93
102
90
93

53
107
94
52

Parameter

14

e
(mmHg

IV.1.4 Pengaruh Stress : Cold Pressure Test


Sistole
Orang

Parameter

(mmHg
)

Pra-stress
Ke-1
(Pria)

dingin
Post-stress
dingin
2 menit
4 menit
Pra-stress

Ke-2
(Wanita
)

dingin
Post-stress
dingin
2 menit
4 menit

Diastol
e
(mmHg
)

108

80

109

65

92
93

75
74

102

68

116

74

97
99

62
63

15

IV.2

JAWABAN PERTANYAAN PERCOBAAN


1. Apakah ada perbedaan hasil pengukuran darah dilakukan dengan
tensimeter konvensional dan digital?
Ada perbedaan hasil pengukuran tekanan darah antara termometer
konvensional dan digital karena tensimeter digital lebih akurat
dibandingkan termometer konvensional. Hal ini disebabkan karena
pada tensimeter konvensional masih menggunakan stetoskop untuk
menentukan sistole dan diastole yang masih memungkinkan
terjadinya kekurang telitian selama pengukuran.
2. Apakah ada perbedaan hasil pengukuran darah dilakukan pada lengan
kanan dan kiri?
Ada sedikit perbedaan hasil pengukuran tekanan darah antara
lengan kiri dan lengan kanan. Menurut Bruney dan Mc. Glynn
perbedaan hasil pengukuran antara lengan kiri dan lengan kanan
disebabkan oleh faktor usia, adanya oklusi pembuluh darah,
penyakit pembuluh darah perifer dan adanya gangguan pada
jantung. Pada hasil pengamatan kami perbedaan hasil pengukuran
tekanan darah antara lengan kanan dan lengan kiri sedikit karena
usia orang coba yang masih muda dan tidak adanya oklusi
pembuluh darah, penyakit pembuluh darah perifer maupun
gangguan jantung pada orang coba
3. Apakah ada perbedaan hasil pengukuran darah dilakukan dengan
tensimeter konvensional dan digital?
perbedaan hasil pengukuran tekanan darah antara termometer
konvensional dan digital karena tensimeter digital lebih akurat
dibandingkan termometer konvensional. Hal ini disebabkan karena
pada tensimeter konvensional masih menggunakan stetoskop untuk
menentukan sistole dan diastole yang masih memungkinkan
terjadinya kekurang telitian selama pengukuran.
4. Apakah ada perbedaan hasil pengukuran A. Radialis dan A. Brachialis?

Ada. Terdapat perbedaan hasil pengukuran pada Arteri Radialis dan


Arteri brakialis. Hal ini disebabkan karena kenaikan tekanan sistole
pada arteri distal lebih tinggi sedangkan kenaikan tekanan

16

diastolenya lebih rendah. Tekanan arteri dari aorta ke arteri perifer


mengalami penurunan 1 sampai 2 mmhg.
5. Apakah ada perbedaan tekanan darah yang diukur dengan perbedaan
posisi? Jelaskan mengapa?
Ada. Karena saat melakukan pengukuran darah dalam posisi yang
berbeda-beda, kerja darah kembali ke jantung juga mengalami
perbedaan, seperti contohnya melawan gravitasi pada saat berdiri
yang menyebabkan tekanan darah menjadi lebih rendah.
6. Sebutkan faktor apa saja yang mempengaruhi tekanan darah?
Menurut Kozier et al (2009). Tekanan darah akan meningkat
seiring dengan penambahan usia. Pada orang yang lanjut usia
peningkatan sistole disebabkan karena arteri lebih keras dan kurang
fleksibel

terhadap

darah

sedangkan

peningkatan

diastole

disebabkan karena dinding pembuluh darah tidak lagi retraksi


secara

fleksibel

a)

Jenis kelamin

b)

Olahraga

pada

penurunan

tekanan

darah.

Pergerakan fisik bisa menyebabkan kenaikan tekanan darah


c)

Obat-obatan
Banyak obat-obatan yang bisa menaikkan atau menurunkan

tekanan darah.
d) Ras
Pria Amerika Afrika yang berusia di atas 35 tahun memiliki
tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan pria Eropa di usia

7.

yang sama.
e) Obesitas
Obesitas merupakan predisposisi hipertensi.
Jelaskan kemungkinan yang dapat terjadi di bidang kedokteran gigi jika
pada penderita tidak dilakukan pengukuran tanda-tanda vital terlebih
dahulu?
Akan timbul komplikasi.
a. Jika pasien ternyata mengalami hipertensi dan dilakukan
pencabutan gigi maka akan terjadi peningkatan tekanan darah yang
disebabkan

oleh

obat

anestesi

lokal

yang

menyebabkan

vasokonstriktor,sedangkan hipotensi bisa mengakibatkan sinkop.


b.

Demam merupakan tanda terjadinya inflamasi. Jika terjadi

17

inflamasi di jaringan sekitar gigi disertai tanda-tanda infeksi


sistemik maka sebaiknya inflamasi tersebut ditangani dulu sebelum
dilakukan pencabutan gigi. Dokter gigi tidak bisa mengetahui
adanya
c.

demam

Takikardi

jika

tidak

merupakan

dilakukan
salah

satu

pengukuran
tanda

suhu.

penyakit

hipertiroidisme. Penderita hipertiroidisme rentan terhadap penyakit


kardiovaskuler sehingga perlu dikonsultasikan riwayat penyakit
jantung pada dokter yang merawatnya dan tindakan perawatan gigi
ditunda selama 6 bulan sampai 1 tahun. Dokter gigi tidak bisa
mengetahui kemungkinan adanya hipertiroidisme tanpa mengukur
frekuensi nadi.
d. Selain itu penting juga mengukur respirasi untuk mengetahui
apakah pasien menderita asma. Selain dengan pemeriksaan dapat
juga ditanyakan kepada pasien apakah pernah memiliki riwayat
penyakit asma atau tidak. Hal ini penting dilakukan karena
prosedur dental umumnya menimbulkan kecemasan yang bisa
memicu kekambuhan penyakit asma.
8. Mengapa mahasiswa kedokteran gigi harus mengukur denyut nadi sebelum
melakukan tindakan operatif?
Untuk mengetahui adanya kemungkinan pasien menderita penyakit
hipertiroidisme yang merupakan kontraindikasi dalam tindakan
operatif. Hipertiroidisme ditandai dengan takikardia.
9. Faktor apa saja yang mempengaruhi denyut nadi?
Jenis kelamin, usia, berat badan, psikis, aktifitas fisik, sikap tubuh
saat diukur denyut nadinya, suhu, konsumsi obat saat diukur.
10. Apakah ada perbedaan pengukuran denyut nadi pada berbagai posisi
tubuh? Jelaskan mengapa
Karena saat berbagai posisi tubuh, seperti berbaring, duduk dan
berdiri, kerja jantung berbeda dalam melawan gravitasi maupun
memenuhi oksigen yang diperlukan otot.
11. Mengapa saat bekerja denyut nadi meningkat?
Karena saat melakukan aktifitas, kerja jantung memompa darah
lebih cepat untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang telah banyak
terpakai.
12. Bagaimana cara menentukan denyut nadi maksimal dan optimal?
Denyut nadi maksimal: 220 umur
18

Denyut nadi optimal: 60 100/menit

19

IV.3

PEMBAHASAN

IV.3.1 Pengukuran Tekanan Darah


Pada rata-rata hasil pengukuran, ditemukan bahwa pengukuran menunjukkan
hasil yang berbeda-beda dengan berbagai tensimeter yakni tensimeter air raksa,
aneroid dan digital. Pada hasil praktikum didapatkan bahwa pengukuran tekanan
darah pada orang coba pertama dengan menggunakan tensimeter aneroid hasilnya
lebih tinggi daripada dengan tensimeter air raksa dan digital. Sedangkan pada orang
coba kedua, pengukuran tekanan darah menunjukkan hasil terendah dan tertinggi
dengan menggunakan tensimeter air raksa. Perbedaan pengukuran dengan
menggunakan beberapa tensimeter ini bisa diakibatkan oleh penggunaan yang salah
ataupun pemasangan menset yang kurang tepat, juga bisa diakibatkan oleh kondisi
psikis maupun fisiologis orang coba.
Tekanan darah pada orang coba pertama dan kedua berbeda. Hal ini
disebabkan karena perbedaan jenis kelamin. Jenis kelamin laki-laki (orang coba
pertama) tekanan darahnya lebih besar daripada orang coba kedua (jenis kelamin
perempuan). Sesuai dengan pendapat Evelyn C. Pearce didalam bukunya, dimana
pada wanita tekanan darahnya ialah 5 sampai 10 mmHg lebih rendah daripada pria
(Pearce, 2006). Tekanan darah pada perempuan cenderung lebih rendah karena
dipengaruhi oleh aktivitas hormon, diantaranya hormon estrogen yang berperan
sebagai protektor peningkatan tekanan darah (Khomsan, 2004).
Dan pada parameter tangan kiri dan kanan juga didapatkan hasil tekanan
darah yang berbeda. Menurut Potter & Perry, variasi tekanan darah dapat ditemukan
pada arteri yang berbeda. Variasi normal sering ditemukan pada kedua lengan, tetapi
biasanya 5-10 mmHg. Perbedaan yang lebih dari 10 mmHg merupakan indikasi
terjadinya gangguan vaskuler, dan bila lebih dari 20-30 mmHg pada kedua lengan
tangan, menunjukkan kecurigaan terhadap adanya gangguan organis aliran darah
pada daerah yang tekanan darahnya rendah. Variasi tekanan darah bertambah seiring
dengan bertambahnya tingkat tekanan darah dan usia (Arwani, 2005). Pada orang
coba pertama, dari keseluruhan hasil pengukuran, ditemukan bahwa lengan kanannya
cenderung memiliki tekanan darah yang lebih rendah dibandingkan lengan kirinya.
Ditemukan pula perbedaan pada orang coba pertama, sekitar 0-11 poin pada tekanan
sistolik di hasil pengukuran pada semua jenis tensimeter. Sedangkan pada tekanan

20

diastolik orang coba pertama yakni pria dengan menggunakan tensimeter digital,
ditemukan perbedaan 18 poin lebih tinggi pada rata-rata tekanan darah lengan kiri
terhadap lengan kanan.
Pada orang coba pertama (pria) didapatkan hasil keseluruhan rata-rata
tekanan darahnya adalah 113/80 mmHg yang menunjukkan bahwa tekanan darahnya
optimal. Sedangkan pada orang coba kedua (wanita) didapatkan hasil rata-rata
tekanan darahnya adalah 85/64 mmHg hingga dapat dikatakan orang coba kedua
mengalami hipotensi.
IV.1.2 Pengaruh Posisi Tubuh
Pada praktikum yang telah dilakukan, pengukuran tekanan darah dalam
berbagai posisi yakni tidur terlentang, duduk dan berdiri menunjukkan perbedaan.
Perubahan sikap akan mempengaruhi tekanan darah. Hal ini dapat kita lihat pada
praktikum ini, pada hasil percobaan diketahui bahwa rata-rata tekanan darah sistolik
dan diastolik pada orang coba pertama yakni wanita saat berbaring adalah 90/62
mmHg, pada keadaan duduk adalah 90/70 mmHg, pada saat berdiri menunjukkan
tekanan darah yang tertinggi yakni 100/80 mmHg. Pada orang coba kedua yakni pria,
rata-rata tekanan darah pada keadaan berbaring ialah 110/75 mmHg, pada keadaan
duduk sebesar 110/81 mmHg dan pada keadaan berdiri adalah 110/83 mmHg.

Berbaring Terlentang
Pada saat tubuh berbaring terlentang, kerja darah kembali ke jantung tidak
melawan gravitasi sehingga makin lancar aliran darah yang terjadi, intensitas kerja
jantung pun makin besar. Sehingga tekanan darah dapat meningkat. Namun terjadi
perbedaan antara teori dengan hasil percobaan yang telah didapatkan dimana dalam
posisi berbaring, hasil yang diperoleh yakni tekanan darah paling rendah yang
didapat. Pada orang coba pertama yang berjenis kelamin wanita, hasil pengukuran
rata-rata tekanan darah saat berbaring adalah 90/62 mmHg paling rendah dibanding
hasil pengukuran saat tubuh dalam kondisi berdiri (100/80 mmHg). Pada orang coba
kedua yang berjenis kelamin pria pun ditemukan adanya ketidakcocokan teori
dengan data yang diperoleh, hasil rata-rata pengukuran tekanan darah saat berbaring
adalah 110/75 mmHg, lebih rendah dibanding pada saat berdiri (110/83 mmHg).
Kesalahan dalam tahap praktikum maupun kesalahan dalam melaksanakan
pengukuran tekanan darah mungkin menjadi penyebab dalam ketidakcocokan data
dengan teori yang ada dimana dalam posisi duduk adalah terjadi tekanan darah yang
21

lebih tinggi dibandingkan berbaring, sementara saat berdiri memiliki tekanan darah
yang lebih rendah dibanding berbaring.

Duduk
Pada pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan memberikan angka
yang agak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi berbaring, meskipun selisihnya
relatif kecil (Gunawan, 2001). Sikap atau posisi duduk membuat tekanan darah
cenderung stabil. Hal ini dikarenakan pada saat duduk sistem vasokonstraktor
simpatis terangsang dan sinyal-sinyal saraf pun dijalarkan secara serentak melalui
saraf rangka menuju ke otot-otot rangka tubuh, terutama otot-otot abdomen. Keadaan
ini akan meningkatkan tonus dasar otot-otot tersebut yang menekan seluruh vena
cadangan abdomen, membantu mengeluarkan darah dari cadangan vaskuler abdomen
ke jantung. Hal ini membuat jumlah darah yang tersedia bagi jantung untuk dipompa
menjadi meningkat. Keseluruhan respon ini disebut refleks kompresi abdomen
(Guyton dan Hall, 2006). Kedua teori ini menunjukkan kecocokan dengan data yang
diperoleh dimana rata-rata tekanan darah pada saat duduk didapat pada orang coba
wanita yakni sebesar 90/70 mmHg dibandingkan saat berbaring 90/62 mmHg. Pada
orang coba kedua, pria, didapatkan hasil rata-rata tekanan darah saat duduk adalah
110/81 mmHg, sedangkan pada saat berbaring 110/75 mmHg.

Berdiri
Tekanan darah tertinggi ditunjukkan saat tubuh dalam keadaan berdiri. Hal ini
bertentangan dengan konsep yang ada, dimana seharusnya tekanan darah saat berdiri
akan berkurang karena kerja jantung melawan gravitasi, tekanan darah yang
berkurang akan menentukan kecepatan darah sampai ke bagian tubuh yang dituju.
Pada posisi berdiri, pengumpulan darah di vena lebih banyak. Dengan demikian
selisih volume total dan volume darah yang ditampung dalam vena kecil, berarti
volume darah yang kembali ke jantung sedikit, isi sekuncup berkurang, curah jantung
berkurang, dan kemungkinan tekanan darah akan turun. Ketika berdiri darah yang
kembali ke jantung sedikit. Volume jantung berkurang maka darah yang ke luar dan
tekanan menjadi berkurang (Guyton dan Hall, 2006). Perbedaan data hasil percobaan
dengan teori ini bisa disebabkan oleh pengukuran yang salah atau terjadi kesalahan
prosedur saat melakukan praktikum.
IV.1.3 Pengaruh Latihan
22

Pada hasil praktikum, didapatkan data orang coba pertama yang berjenis
kelamin perempuan memiliki tekanan darah 93/53 mmHg dan denyut nadi 105
kali/menit dan terus meningkat selama menjalani latihan hingga pada post test
menjadi 102/63 mmHg dan denyut nadi menjadi 113 kali/menit, hasil ini berdasarkan
latihan naik turun bangku post-test Harvard dengan kecepatan 10 kali/menit selama
2 menit, 6 menit setelahnya tekanan darah cenderung kembali ke normal yakni 93/55
mmHg dengan denyut nadi 106 kali/menit. Sedangkan saat melakukan latihan
dengan kecepatan 15 kali/menit selama 2 menit, hasil post test menunjukkan bahwa
tekanan darahnya adalah 143/107 mmHg sedangkan denyut nadinya menjadi 65
kali/menit, lalu setelah 6 menit, tekanan darah menjadi 88/52 mmHg dengan denyut
nadi menjadi 72 kali/menit yang menunjukkan adanya penurunan dibanding pre-test.
Pada orang coba kedua, yakni pria, hasil pre-test menunjukkan bahwa
tekanan darahnya saat pre-test adalah 116/78 mmHg dengan denyut nadi 93
kali/menit, saat mulai menjalani latihan dengan kecepatan 10 kali/menit dalam 2
menit, tekanan darahnya saat post test berubah menjadi 122/75 mmHg dengan
denyut nadi 102 kali/menit, setelah 6 menit, tekanan darah menurun menjadi 112/69
mmHg dengan denyut nadi 92 kali/menit. Saat menjalani latihan dengan kecepatan
15 kali/menit dalam 2 menit, tekanan darahnya saat post test berubah menjadi 136/86
mmHg dengan denyut nadi 109 kali/menit, setelah 6 menit, tekanan darah menurun
menjadi 123/97 mmHg dan denyut nadi menjadi 93 kali/menit.
Percobaan yang telah dilakukan sesuai dengan konsep bahwa respon tubuh
terhadap olahraga yang melibatkan kontraksi otot dapat berupa peningkatan
kecepatan denyut jantung, selain itu terjadi penurunan retensi perifer total akibat
vasodilatasi dalam otototot yang berolahraga. Akibatnya, tekanan darah sistolik juga
meningkat meskipun hanya dalam peningkatan yang sedang, sementara diastolik
biasanya cenderung tidak berubah atau turun. Selama melakukan latihan-latihan fisik
yang keras, tekanan darah sistolik dapat naik jauh melebihi tekanan sistolik normal.
Sebaliknya, segera setelah latihan selesai, tekanan darah akan turun sampai dibawah
normal. Penurunan ini terjadi karena pembuluh darah mengalami pelebaran dan
relaksasi. Penurunan ini akan tampak jelas pada penderita hipertensi. Itulah sebabnya
latihan

olahraga

secara

teratur

akan

(Kamaruzaman, 2010).

23

dapat

menurunkan

tekanan

darah

IV.3.4 Pengaruh Stress : Cold Pressure Test


Percobaan pengaruh stress yang dilakukan dengan menggunakan air es
bersuhu kurang lebih 4 derajat celcius ini membuktikan bahwa stress atau
ketegangan emosional dapat mempengaruhi sistem kardiovaskuler, khususnya
hipertensi, dan stres dipercaya sebagai faktor psikologis yang dapat meningkatkan
tekanan darah. Didalam dinding jantung dan beberapa pembuluh darah terdapat suatu
reseptor yang selalu memantau perubahan reseptor ini akan mengirim sinyal ke otak
agar tekanan darah kembali normal, otak menanggapi sinyal tersebut dengan
dilepaskanya hormon dan enzim yang mempengaruhi kerja jantung, pembuluh darah
dan ginjal (Marliani, 2007). Hubungan antara stres dengan hipertensi di duga melalui
saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila
stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang
menetap (Suyono, 2004).

24

BAB V
KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dan telah memperoleh hasil berupa datadata pengukuran, maka dapat disimpulkan bahwa:

Cara-cara yang dilakukan untuk pengukuran tekanan darah dan denyut nadi:
a) Cara palpasi yaitu dengan cara meraba denyut nadi menggunakan jari.
b) Cara auskultasi yaitu dengan cara mendengarkan suara arteri dengan
menggunakan stetoskop.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah diantaranya:


a) Umur
b) Jenis Kelamin
c) Olahraga
d) Obat-obatan

Tekanan darah pria dan wanita memiliki perbedaan, dimana wanita cenderung
memiliki tekanan darah yang rendah sekitar 5-10 mmHg akibat aktifitas

hormon estrogen.
Tekanan darah dan denyut nadi akan meningkat saat melakukan aktifitas
karena jantung berusaha memompa darah yang kaya akan oksigen yang

diperlukan oleh otot-otot selama berkontraksi.


Stress berpengaruh terhadap tekanan darah dimana saraf simpatis
mengirimkan sinyal ke otak saat terjadi stress dan menyebabkan tekanan

darah meningkat.
Pengukuran tekanan darah yang dilakukan di dua lengan yakni kanan dan kiri
bertujuan untuk mendeteksi adanya gangguan vaskuler darah maupun
gangguan organis aliran darah. Selisih yang normal terjadi adalah 5-10
mmHg, apabila selisih yang didapatkan lebih dari 10 mmHg diindikasikan
terjadi gangguan vaskuler darah, lalu apabila lebih dari 20 mmHg
diindikasikan terjadi gangguan organis aliran darah pada bagian yang tekanan

darahnya rendah.
Posisi tubuh juga mempengaruhi tekanan darah, dimana saat duduk tekanan
darah cenderung paling tinggi karena sikap atau posisi duduk membuat
tekanan darah cenderung stabil. Hal ini dikarenakan pada saat duduk sistem

25

vasokonstraktor simpatis terangsang dan sinyal-sinyal saraf pun dijalarkan


secara serentak melalui saraf rangka menuju ke otot-otot rangka tubuh,
terutama otot-otot abdomen. Sedangkan pada posisi berdiri, pengumpulan
darah di vena lebih banyak. Dengan demikian selisih volume total dan
volume darah yang ditampung dalam vena kecil, berarti volume darah yang
kembali ke jantung sedikit, isi sekuncup berkurang, curah jantung berkurang,
dan kemungkinan tekanan darah akan turun. Ketika berdiri darah yang
kembali ke jantung sedikit. Volume jantung berkurang maka darah yang ke
luar dan tekanan menjadi berkurang. Sedangkan pada saat tubuh berbaring
terlentang, kerja darah kembali ke jantung tidak melawan gravitasi sehingga
makin lancar aliran darah yang terjadi, intensitas kerja jantung pun makin
besar. Sehingga tekanan darah dapat meningkat, namun dibawah tekanan
darah saat duduk.

26

Anda mungkin juga menyukai