Anda di halaman 1dari 12

TANAH EKSPANSIF

(Mekanika Tanah Lanjut)

Oleh
ANDRIANSYAH
1215011012
DIAH LARASATI
1215011028
RESTU AGUSNI
1215011092
VIDYA ANNISAH P 1215011110

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineralmineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan
dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai
dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikelpartikel padat tersebut. Tanah berguna sebagai bahan konstruksi pada berbagai
macam pekerjaan Teknik Sipil, disamping itu tanah berfungsi juga sebagai
pendukung pondasi dari bangunan. Hal ini menyebabkan fungsi tanah sangatlah
penting.
Banyak daerah di Indonesia yang memiliki jenis tanah lempung ekspansif,
diantaranya ditemukan di daerah barat (meliputi Cikampek, Cikarang, Bandung
dan Serang); daerah tengah selatan (meliputi Ngawi, Caruban, Solo, Sragen,
Wates dan Yogyakarta); dan disekitar pantai utara Jawa (meliputi Semarang,
Purwodadi, Kudus, Cepu dan Gresik). Hal tersebut menghadapkan kita pada
suatu pilihan untuk mendirikan bangunan pada lokasi tanah yang kurang
menguntungkan bila ditinjau dari segi geoteknisnya, seperti pada tanah lempung
ekspansif. Tanah lempung ekspansif memiliki daya dukung tanah yang rendah
pada kondisi muka air yang tinggi, sifat kembang susut (swelling) yang besar dan
plastisitas yang tinggi. Selain itu, kemampuan mengembang yang cukup besar

pada tanah lempung ekspansif mengakibatkan terjadinya penurunan (deformasi)


yang sering kali tidak dapat dipikul oleh kekokohan struktur diatasnya. Kejadian
ini umumnya terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dan secara
terusmenerus. Apabila tanah setempat tidak mempunyai daya dukung yang baik,
maka untuk mengambil tanah dari luar daerah memerlukan biaya yang mahal
serta tidak efisien.
Dengan meningkatkan kualitas tanah baik secara fisik, kimiawi, maupun mekanis
kita dapat mengatasi fluktuasi muka air yang cukup tinggi sebagai akibat dari
pergantian musim. Metode yang digunakan untuk meningkatkan kualitas tanah
lempung ekspansif antara lain dengan cara penggantian material atau mencampur
tanah, pemakaian cerucuk bambu, pengubahan sifat kimiawi, dan penggunaan
geosintesis.

II. PEMBAHASAN

A. Tanah Ekspansif
Tanah ekspansif (expansive soil) adalah material tanah yang mengalami
perubahan volume akibat perubahan kadar air. Tentunya hal ini menimbulkan
masalah yang cukup pelik pada konstruksi karena volume tanahnya berubahubah. Tanah dasar yang bersifat ekspansif akan mengembang dan dapat
menyebabkan bangunan atau struktur lainnya terangkat di saat kondisi kadar
air tinggi. Sebaliknya di saat kadar airnya rendah, tanah ekspansif akan
menyusut dan dapat menyebabkan penurunan bangunan (settlement).
Bagaimana pun, kerusakan parah bisa disebabkan oleh kedua kondisi
tersebut. Tanah ekspansif juga akan memberikan tekanan tambahan yang akan
menyebabkan pergerakan lateral pada dinding/bagian vertikal dari fondasi,
basement, atau pun dinding penahan tanah. Tanah ekspansif yang
mengembang akibat kadar air yang tinggi akan mengalami kehilangan
kekuatan atau daya dukungnya dan akan menyebabkan kerusakan fondasi
atau keruntuhan lereng.

Beberapa mineral yang biasa terdapat pada tanah ekspansif


adalah montmorilonite, kaolinite, dan illite. Dari hasil penelitian
sebelumnya memberikan konfirmasi bahwa masalah terbesar
terjadi pada tanah ekspansif dengan kandungan montmorilonite
tinggi seperti terlihat pada table berikut ini :
Tabel 1 : Hubungan Mineral Tanah dengan Aktifitas
Mineral
Aktivitas
Kaolinite
0.33 0.46
Illite
0.9
Montmorillonite (Ca)
1.5
Montmorillonite (Na)
7.2
Sifat-sifat fisis tanah yang mempengaruhi pengembangan tanah
ekspansif di antaranya yaitu: Kadar Air ; Kepadatan Kering (Dry
Density) dan Index Properties. Adanya korelasi yang baik untuk
menunjukkan sifat tanah ekspansif berdasarkan dari persentase
tanah lempung, batas cair dan tahanan penurunan di lapangan
seperti yang terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. : Hubungan % Lolos Saringan no. 200 terhadap Potensi
Pengembangan

Tabel 3 : Hubungan Indeks Plastisitas dengan Tingkat


Pengembangan

Ada beberapa cara untuk mengetahui apakah tanah tersebut


termasuk kategori tanah ekspansif dan seberapa besar potensial
pengembangan, di antaranya:
Identifikasi Mineralogi dengan cara difraksi sinar-X ; analisa
diferensial termal; analisa kimia dan Mikroskop Elektron.
Cara Tidak Langsung
Tanah ekspansif dapat diidentifikasi berdasarkan nilai indeks
plastisitas seperti terlihat pada table berikut ini.
Tabel 4 : Hubungan antara Indeks Plastisitas terhadap Potensial
Pengembangan

Cara Langsung
Pengukuran pengembangan tanah ekspansif dengan cara
langsung

dapat

dilakukan

dengan

menggunakan

atat

konsolidasi satu dimensi. untuk mengetahui angka prosentase


pengembangan. Untuk mengetahui tingkat pengembangan
suatu tanah ekspansif dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 : Hubungan Persentase Pengembangan terhadap
Tingkat Pengembangan

B. Perbaikan Tanah Ekspansif

Salah satu upaya untuk mendapatkan sifat tanah yang memenuhi syarat-syarat
teknis tertentu adalah dengan metode stabilisasi tanah. Metode stabilisasi
tanah dapat dibagi menjadi 2 klasifikasi utama yaitu berdasarkan sifat
teknisnya dan berdasarkan pada tujuanya, dimana beberapa variasi dapat di
gunakan. Dari sifat teknisnya, stabilisasi dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
stabilisasi mekanis, stabilisasi fisik, dan stabilisasi kimiawi.
1. Stabilisasi Mekanis
Pada prinsipnya stabilisasi tanah secara mekanis dengan penambahan
kekuatan dan daya dukung terhadap tanah yang ada dengan mengatur
gradasi dari butir tanah yang bersangkutan dengan meningkatkan
kepadatannya. Menambah dan mencampur tanah yang ada (naturalsoil)
dengan jenis tanah yang lain sehingga mempunyai gradasi baru yang lebih
baik. Yang perlu diperhatikan dalam stabilisasi tanah secara mekanis

adalah gradasi butir tanah yang memiliki daya ikat (binder soil) dan kadar
air.
Metode ini dilakukan dengan cara mencampur tanah ekspansif dengan
tanah nonekspansif, diharapkan dengan mencampur kedua jenis tanah ini
dapat memperbaiki sifat dari tanah ekspansif. Tinggi dari timbunan tanah
non ekspansif harus tepat agar didapat kekuatan yang diinginkan. Tidak
ada petunjuk yang tepat, berapa tinggi timbunan tersebut. Menurut Chen
(1988) merekomendasikan 1 meter sampai dengan1,30 meter.

2. Stabilisasi Fisik
a. Geomembrane dan Geotextile

Salah satu

pendekatan

yang dapat efektif dalam menangani

pengembangan dan penyusutan tanah ekspansif melibatkan penerapan


langkah-langkah untuk melindungi tanah dari pembasahan dan
pengeringan yang berlebihan (pengendalian kadar air tanah). Tujuan
pengendalian kadar air tanah adalah menjaga kadar air tanah ekspansif
tersebut agar nilainya relatif konstan. Salah satu sistem yang digunakan
untuk memperbaiki tanah ekspansif adalah moisture barrier horizontal

dan vertikal. Pelindung horizontal (horizontal barrier) digunakan untuk


mencegah penguapan air di bagian permukaan, sedangkan pelindung
vertikal (vertical barrier) digunakan di sekeliling bangunan atau
struktur dalam tanah untuk memotong aliran air yang masuk. Sistem ini
akan menjaga kadar air yang seragam pada daerah yang dilindungi
untuk waktu jangka panjang. Pelindung vertikal dipasang sampai
kedalaman yang lebih atau sama dengan kedalaman tanah ekspansif
yang kadar airnya berubah secara berkala.

Pendekatan lain yang dapat dilakukan adalah pemberian prabeban


(surcharge load) di atas tanah ekspansif untuk mengontrol pergerakan
tanah. Bila swelling pressure (tekanan akibat pengembangan tanah) dari
tanah ekspansif sudah diketahui, besarnya pemberian prabeban dapat
dihitung.

3. Stabilisasi Kimiawi

Stabilisasi kimiawi dengan menambahkan bahan kimia tertentu sehingga


terjadi reaksi kimia. Bahan yang biasanya digunakan antara lain portland
cement, kapurtohor dan bahan kimia lainya. Stabilisasi ini dilakukan
dengan dua cara yaitu mencampur tanah dengan bahan kimia kemudian
diaduk dan dipadatkan, cara kedua adalah memasukan bahan kimia
kedalam tanah (grouting).
TABEL 6. Kriteria Pemilihan Bahan Pengikat

a. Stabilisasi Tanah Dengan Kapur


Stabilisasi tanah dengan kapur telah banyak digunakan pada proyekproyek jalan dibanyak negara. Untuk hasil yang optimum kapur yang
digunakan biasanya antara 3% sampai dengan 7%. Thomson (1968)
menemukan bahwa dengan kadar kapur antara 5% sampai dengan 7%
akan menghasilkan kekuatan yang lebih besar dari kadar kapur 3%.
b. Stabilisasi Tanah Dengan Semen
Hasil yang didapat dengan stabilisasi tanah dengan semen hampir sama
stabilisasi tanah dengan kapur. Menurut Chen (1988) dengan

menambahkan semen pada tanah akan dapat meningkatkan shrinkage


limit dan shearstreng tanah.
c. Stabilisasi Tanah Dengan Fly ash.
Flyash dapat juga dipergunakan sebagai stabilizing agents karena
apabila dicampur dengan tanah akan terjadi reaksi pozzolonic. Pada
tanah lunak kapur yang akan dicampur flyash dengan perbandingan satu
banding dua terbukti dapat meningkatkan daya dukung tanah.

III. PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Beberapa parameter umum dapat digunakan sebagai indikator tanah
ekspansif, antara lain :
a. Dari hasil laboratorium tanah, didapati : PI > 25 ; LL > 40 ; dan SL < 11
b. Alluvium berwarna gelap, seperti hitam, biru, atau coklat tua (kadangkadang ada bintik-bintik putihnya).

c. Sangat peka terhadap perubahan kadar air (potensi retak dan


mengembang).
2. Secara umum, sifat-sifat yang menonjol dari tanah ekspansif, adalah :
a. Berdaya dukung sangat rendah pada kondisi basah.
b. Kembang susutnya sangat tinggi, sehingga berakibat sangat buruk
bilamana mengalami perubahan kadar air (timbul retak-retak pada
kondisi kering dan mengembang pada kondisi basah).

Anda mungkin juga menyukai