Anda di halaman 1dari 7

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Tanah ekspansif merupakan tanah dengan kondisi yang sangat unik, yakni akan
mengalami kembang susut bila terjadi perubahan kadar air. Tanah akan
mengembang pada musim penghujan dan menyusut saat kering pada musim
kemarau. Kondisi basah (musim penghujan) tanah mengembang dan menjadi
sangat lunak (kekuatan geser tanah berkurang) sehingga tanah mengalami
deformasi arah vertikal maupun horizontal dan mengakibatkan kerusakan
perkerasan yang ada diatasnya. Kondisi kering (musim kemarau) air yang ada
pada tanah akan mengalami penguapan (evaporasi) sehingga tanah akan menyusut
terutama pada lapisan di dekat permukaan. Kondisi ini juga akan menyebabkan
retak-retak dan juga menimbulkan kerusakan perkerasan yang ada diatasnya.
Musim penghujan berikutnya air akan masuk lewat retakan ini sehingga penetrasi
air akan semakin dalam, dan tanah akan mengalami pengembangan yang lebih
besar dan menjadi lunak (Padmono, 2007).

Salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah
menstabilkan tanah dengan meningkatkan daya dukung tanah asli. Stabilisasi
tanah ekspansif yang efektif adalah dengan menambahkan bahan kimia tertentu.
Penambahan bahan kimia dapat mengikat mineral lempung menjadi padat,
sehingga mengurangi kembang susut lempung ekspansif (Sudjianto, 2006).

Hardiyatmo (2014) menyatakan bahwa potensi pengembangan tanah ekspansif


berkurang, jika tanah dicampur dengan semen Portland. Hal- hal yang perlu
dipertimbangkan dalam stabilisasi semen antara lain :

1. Semen Portland sekitar 4 – 6% mereduksi potensi perubahan volume tanah.


Hasilnya mirip dengan pencampuran tanah dengan kapur, tapi penyusutan
tanah lebih sedikit pada semen

commit to user

4
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Metode pelaksanaan pencampuran di tempat mirip dengan pencampuran tanah


dengan kapur, tapi waktu penundaan antara pencampuran dan penghamparan
final lebih pendek pada semen.
3. Semen Portland dapat lebih efektif dalam memperbaiki tanah yang tidak reaktif
terhadap kapur

Kenaikan kekuatan yang lebih tinggi diperoleh dari pencampuran tanah dengan
semen.

Pretty ( 2009) dalam penelitiannya mengenai stabilisasi semen terhadap swelling


tanah ekspansif menyatakan bahwa dari hasil pengujian diperoleh, lempung
ekspansif yang di stabilisasi dengan semen pada variasi 0%, 5%, 10%, 15%, dan
20% menunjukkan adanya peningkatan nilai daya dukung tanah dan penurunan
indeks plastisitas yang cukup signifikan. Campuran semen sebesar 20% terjadi
peningkatan nilai daya dukung yang cukup tinggi yakni 767.01% dari daya
dukung tanah asli, dan pada campuran semen sebesar 20% juga terjadi penurunan
indeks plastisitas sebesar 56.4% dari indeks plastisitas tanah asli. Semakin kecil
indeks plastisitas, nilai daya dukung semakin besar.

Setiawan (2015) dalam penelitiannya menggunakan Sistem Cakar Ayam


Modifikasi (CAM) untuk mereduksi perpindahan vertikal pada tanah dasar
ekspansif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan Sistem
CAM dapat mereduksi perpindahan vertikal akibat tanah dasar ekspansif
mengembang, reduksi berkisar 59,46% hingga 89,64 %. Cakar berfungsi sebagai
angkur (paku) dan pemberat, sehingga pelat akan tertahan pada saat
pengembangan tanah dasarnya.

Penelitian lain mengenai variasi jarak dan panjang kolom stabilisasi tanah
lempung ekspansif dengan 15% fly ash menggunakan metode deep soil mixing.
Nilai pengembangan (swelling) pada tanah asli adalah 4,283 %. Pada saat
diberikan kolom deep soil mix, nilai swelling berkurang. Dengan memberikan
tambahan panjang kolom deep soil mix akan memberikan penurunan nilai
swelling pada tanah lempung ekspansif. Hal ini dikarenakan dengan memberikan
tambahan panjang akan menaikkan volume tanah yang distabilisasi. Adanya fly
ash juga memberikan pengaruhcommit to user
terhadap menurunnya pengembangan tanah

5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

lempung ekspansif karena fly ash memiliki sifat pozzolanic yaitu mengeras ketika
bertemu dengan air, sehingga tanah akan tertahan untuk tidak mengembang
Putranto (2015).

Berdasarkan peninjauan terhadap penelitian yang sudah ada, maka penulis


bermaksud untuk melakukan percobaan untuk mengetahui pencampuran tanah
menggunakan cement slurry dengan metode soil cement mixing sehingga
didapatkan soil cement column. Soil cement column diaplikasikan pada box
berukuran 1m x 0,5m x 0,6m kemudian dilakukan pengujian untuk mendapatkan
perubahan nilai swelling.

2.2 Dasar Teori

2.2.1 Identifikasi Tanah Ekspansif

Tanah ekspansif mempunyai sifat yang berbeda dengan tanah-tanah lain, terutama
kemampuannya dalam menyerap air yang besar sehingga berakibat perubahan
volume besar. Umumnya, bila dalam pembangunan, perubahan volume tanah
menjadi masalah, maka dibutuhkan cara untuk mengidentifikasi, menguji, dan
mengevaluasi potensi pengembangannya (Hardiyatmo, 2015).

Pengidentifikasian tanah ekspansif pada awal penyelidikan tanah, diperlukan


untuk melakukan metode pengujian yang tepat di laboratorium. Klasifikasi yang
didasarkan atas index properties tanah seperti kandungan lempung dan plastisitas,
yang umum dilaksanakan dalam praktek untuk pengidentifikasian tanah ekspansif.

Beberapa metode yang biasanya digunakan untuk pengindentifikasian tanah


lempung ekspansif antara lain sebagai berikut :

1. Cara Van Der Merwe (1964)

Menggunakan Plasticity Index (PI) dan prosen fraksi lempung (CF), tanah dapat
digolongkan dalam aktivitas kelas rendah (low), kelas sedang (medium), dan kelas
tinggi (high).

commit to user

6
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.1 menunjukan grafik hubungan antara Plasticity Index (PI) dengan
prosentase fraksi lempung (CF) yang lebih kecil dari 2 µm.

Gambar 2.1 Hubungan antara plastiscity index dan prosentase fraksi


lempung (Van Der Merwe, 1964)
2. Cara Holz dan Gibbs (1956)

Cara ini menyajikan kriteria untuk memperkirakan potensial pengembangan tanah


tak terganggu dengan pembebanan sebesar 6,9 kPa. Tabel 2.1 menunjukan
hubungan antara pengembangan dengan parameterparameter tanah, antara lain
Plasticity Index, Shrinkage Limit, Colloid Content, dan kemungkinan perubahan
volume.

Tabel 2.1 Korelasi indeks uji dengan tingkat pengembangan (Holz et.al, 1956)
Data dari Indeks Tests Kemungkinan
Colloid Plasticity Shrinkage Pengembangan Tingkat
Content Index Limit (% perubahan Pengembangan
(%) (%) (%) volume)
> 28 > 35 < 11 > 30 Sangat tinggi
20 - 31 25 - 41 7 - 12 20 - 30 Tinggi
13 - 23 15 - 28 10 - 16 10 - 20 Sedang
< 15 < 18 > 15 < 10 Rendah

3. Cara Chen (1988)

Chen mengemukakan dua dalam melakukan identifikasi tanah ekspansif. Cara


pertama mempergunakan indeks tunggal, yaitu Plasticity Index (PI). Sedangkan
commitantara
cara kedua, mempergunakan korelasi to user
fraksi lempung lolos saringan no.

7
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

200, batas cair (LL), dan nilai N dari hasil uji Standart Penetration Test (SPT).
Tabel 2.2 menunjukan hubungan antara harga PI dengan potensi pengembangan
yang dibagi menjadi 4 kategori, yaitu: potensi pengembangan rendah, sedang,
tinggi, dan sangat tinggi. Tanah ekspansif dengan tingkat pengembangan tinggi
sampai sangat tinggi yaitu nilai Plasticity Index > 35%.

Tabel 2.2 Korelasi nilai Indeks Plastisitas (PI) dengan tingkat pengembangan
(Chen, 1998)
Indeks Plastisitas (PI) Potensi Pengembangan
(%)
0 – 15 Rendah
10 – 35 Sedang
20 – 55 Tinggi
> 55 Sangat Tinggi

Sedangkan pada Tabel 2.3 menunjukan korelasi antara tingkat pengembangan


dengan prosentase lolos saringan no. 200, Liquid limit, N hasil uji SPT, dan
kemungkinan pengembangan. Tanah ekspansif dengan tingkat pengembangan
tinggi sampai sangat tinggi dengan nilai Liquid Limit lebih besar dari 40% dan
lebih besar dari 60% lolos saringan no. 200.

Tabel 2.3 Korelasi data lapangan dan laboratorium dengan tingkat pengembangan
(Chen, 1998)
Data lapangan dan laboratorium Kemungkinan
Prosentase Pengembangan Tingkat
LL N
lolos saringan (% perubahan Pengembangan
(%) (pukulan/ft)
no.200 volume)
> 95 > 60 > 30 > 10 Sangat tinggi
60 - 95 40 - 60 20 - 30 3 - 10 Tinggi
30 - 60 30 - 40 10 - 20 1-5 Sedang
< 30 < 30 < 10 <5 Rendah

4. Seed dan kawan-kawan (1962)

Cara ini mempergunakan aktivity Skempton yang dimodifikasi, yaitu dengan


persamaan (2.2) berikut ini :

AC = PI / ( CF – 10 ) (2.2)

commit to user

8
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dimana :
AC : Aktivity
PI : Plasticity Index (%)
CF : Prosentase lolos saringan no. 200 (%)
Angka 10 adalah faktor reduksi

Gambar 2.2 menunjukan grafik hubungan a.,ntara prosentase lempung lolos


saringan no. 200 dan aktivity serta potensial Swelling. Tanah ekspansif dengan
aktivity lebih besar dari 1,25% (very high) dan prosentase lolos saringan no. 200.

Gambar 2.2 Hubungan antara prosentase lempung dan aktivitas (Seed dkk, 1962)

5. Cara Skempton (1953)

Skempton mengidentifikasi tanah ekspansif dengan aktivity, yaitu perbandingan


antara harga Plasticity Index (PI) dengan prosentase fraksi lempung (CF), dengan
persamaan (2.1) berikut ini :

AC = PI / CF (2.1 )

dengan :
AC : Aktivity
PI : Plasticity Index
commit to user
CF : Prosentase lolos saringan no. 200

9
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2.4 menunjukan korelasi antara potensi pengembangan dengan nilai


aktivity. Tanah ekspansif bila nilai aktivity (AC) > 1,25%.

Tabel 2.4 Korelasi nilai aktivity dengan potensi pengembangan (Skempton,


1953)
Nilai Aktivity Tingkat Keaktifan Potensi Pengembangan

< 0,75 Tidak Aktif Rendah


0,75 < AC < 1,25 Normal Sedang
> 1,25 Aktif Tinggi

2.2.2 Metode Deep Soil Mixing

Deep Soil Mixing (DSM) adalah teknologi perbaikan tanah dimana tanah
dicampur dengan bahan seperti semen atau yang lainnya dengan tujuan
meningkatkan profil dari tanah tersebut. Bahan ini ditujukkan kepada bahan
perekat, biasanya dalam bentuk kering maupun basah. Bahan tersebut
dimasukkan ke dalam pipa berongga, diputar dan diaduk dengan suatu alat seperti
alat pemotong (Paul Teng, 2000).

Metode pelaksanaan Deep Soil Mixing (DSM) terdapat beberapa pola yang sering
diterapkan. Pola-pola tersebut diantaranya pola triangular pattern, pola square pola
pattern, pola panels, pola blocks, dan pola grid. Gambar pola deep soil mix dapat
dilihat pada Gambar 2.3 ( Kosche, 2004).

Gambar 2.3 Pola Deep Soil Mixing (DSM)

Gambar 2.3 menunjukan pola-pola yang biasa digunakan pada metode Deep Soil
Mixing. Dalam penelitian kali ini, pola yang akan digunakan pada metode Soil
Cement Column adalah square pattern.
commit to user

10

Anda mungkin juga menyukai