Anda di halaman 1dari 3

Dewan Pers: Ada Pelanggaran Kode Etik

Jurnalistik
Liputan6.com, Jakarta: Dewan Pers menyatakan ada pelanggaran kode etik jurnalistik
dalam peliputan kasus video porno mirip artis, khususnya saat meliput pemeriksaan Ariel dan
Luna Maya di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, beberapa waktu silam. "Dari tayangan
beberapa stasiun televisi dapat dilihat dalam proses peliputan itu terjadi pelanggaran kode
etik dan prinsip perlindungan privasi," kata Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan
Penegakan Etika Dewan Pers, Agus Sudibyo, di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Jumat (25/6).
Agus memaparkan, dalam proses peliputan itu tampak jurnalis dan beberapa media
mendorong serta memegang bagian tubuh sumber berita. Selain itu, lanjut Agus, terlihat pula
jurnalis yang membenturkan kamera ke bagian tubuh dan menghalangi narasumber masuk ke
mobil pribadi. "Bahkan terjadi tindakan memaksa sumber berita untuk berbicara dan
mengeluarkan kata makian ketika sumber berita tetap tidak mau berbicara," ucap Agus.
Dewan Pers menegaskan, jurnalis Indonesia harus secara konsisten menegakkan dan menaati
kode etik jurnalistik dalam segala situasi serta semua kasus. Termasuk dalam memberitakan
dan meliput kasus video porno yang dimaksud. Selain itu, pemberitaan dan proses peliputan
juga mutlak dilakukan dengan menghormati hak privasi serta pengalaman traumatik si
narasumber. Caranya dengan bersikap menahan diri dan berhati-hati (Pasal 2 dan Pasal 9
KEJ).
"Semua pihak boleh berharap ketiga artis (Ariel, Luna Maya, Cut Tari) itu berbicara. Tetapi
semua pihak tidak mempunyai hak untuk memaksa mereka berbicara atau mengakui sesuatu
yang bersifat privat," ujar Agus. "Apalagi, jika hal itu diharapkan dilakukan di ruang publik
media."
Dewan Pers juga menyatakan, para pemimpin redaksi media massa harus memeriksa juga
memastikan reporter serta kameramen di lapangan secara komprehensif memahami kode etik
jurnalistik dan sanggup menerapkannya dalam proses-proses peliputan.

Analisis
Alasan

jurnalis dan beberapa media mendorong serta memegang bagian tubuh sumber berita,
terlihat pula jurnalis yang membenturkan kamera ke bagian tubuh dan menghalangi
narasumber masuk ke mobil pribadi. Bahkan terjadi tindakan memaksa sumber berita
untuk berbicara dan mengeluarkan kata makian ketika sumber berita tetap tidak mau
berbicara.
( Pemaksaan oleh pers untuk mendapatkan sumber informasi).

Melanggar Pasal 42 UU No.32 Tahun 2002 tentang penyiaran, wartawan penyiaran


dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik media elektronik tunduk kepada kode Etik
Jurnalistik (KEJ) dan peraturan perundangan yang berlaku, dan
Pasal 7 ayat 2 UU tentang Pers, Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik
Jurnalistik.
(Pasal 2 dan Pasal 9 KEJ, sikap menahan diri dan berhati-hati)

Dampak

Narasumber dari kasus terlihat semakin kehilangan hak mereka yang padahal
memiliki hak untuk melindungi privasi atau tidak berbicara dan tidak mengakui
sesuatu yang bersifat privat.

Solusi

Narasumber dan masyarakat juga harus dibekali oleh pengetahuan tentang kode Etik
Jurnalistik sehingga dapat melawan/ menuntut bila adanya pemaksaan serta
pelanggaran lain nya yang di lakukan oleh pers di bidang privasi.

Setiap reporter harus dibekali dengan pengetahuan dan pemahaman tentang kode etik
jurnalistik yang harus di patuh setiap pers.

Setiap reporter dan petugas yang berada di lapangan juga harus diseleksi lebih lanjut
untuk medapatkan anggota yang benar benar berkompeten dan dapat menjalani

tugas nya dengan baik (tidak ada udang di balik batu/ akal busuk) sehingga
memperkecil kemungkinan setiap reporter dan petugas lapangan dalam menyalahi
undang- undang serta kode etik jurnalistik.

Anda mungkin juga menyukai