Anda di halaman 1dari 9

A DESCRIPTION CHARACTERISTIC RISK FACTOR OF THE KOLELITIASIS

DISEASE IN THE COLOMBIA ASIA MEDAN HOSPITAL 2011


Oleh :
Setiamenda Ginting ,SPd, MSi
Lecture Faculty of Science Nurses University of Darma Agung
ABSTRACT
The risk of kolelitiasis disease : that is gender, age, pregnancy/fertile, overweight,
metabolic syndrome, genetic, fiber low diet or the diagnose with abbreviation 4 F that is :
female, forty, fertile, fat. The purpose of the research doing now to know describe the risk
factor 4 F these conserning a victim of the kolelitiasis diseasein the Colombia Asia Medan
Hospital. Kinds of the study using description design and secondary data only that has
been in status/ victim frles. The populations in the research most of all them that has been
diagnosis are about 82 people of victim them. The using method take away are sampling
totally.
The result of the research that have been doing at Colombia Asia Medan Hospital
these show that most of all them among over weight about 57 people ( 69-51% ), obesitas
about 10 people ( 12,19% ), and then those who female have pregnancy about 54 people (
65,85 % ), mean while,that relate to factor age hacre are many frivety more about 36
people ( 43,90 % ), those who 40-49 age about 24 people ( 29,26 % ), happen the risk
factor kolelitiasis disease which diagnose with obbreviation 4 F that find these are victing
in the Colombia Asia Medan Hospital are high percentage.
Key Word : Risk factor, the kolelitiasis disease
I.

Pendahuluan

1.

Latar Belakang

Penyakit batu kandung empedu


merupakan penyakit yang sudah di kenal
sejak ribuan tahun yang lalu. Pada abad
ke-17 telah dicurigai sebagai penyebab
penyakit pada manusia. Batu empedu
merupakan penyakit yang pada awalnya
sering ditemukan di negara Barat dan
jarang di negara berkembang. Tetapi
dengan membaiknya keadaan sosial
ekonomi, perubahan menu diet ala Barat
serta
perbaikan
sarana
diagnosis
khususnya ultrasonografi, prevalensi
penyakit empedu di negara berkembang
termasuk Indonesia cenderung meningkat

(Sjamsuhidajat, 2002). Penyakit batu


kandung empedu ini sering ditemukan
secara kebetulan saat melakukan USG
perut. Sensitivitas pemeriksaan secara
USG ini terhadap penyakit batu kandung
empedu sekitar 95%.
Prevalensi penyakit batu kandung
empedu pada suku Indian di Amerika
mencapai tingkat yang tinggi yaitu sekitar
40 70%. Di Amerika Serikat, insiden
batu empedu diperkirakan 20 juta orang,
dengan 70% diantaranya didominasi oleh
batu kolesterol dan 30% sisanya terdiri
dari batu pigmen dan komposisi yang
bervariasi (menurut Healthy Lifestyle
Desember 2008). Sedangkan di Asia,
prevalensinya berkisar antara 3 - 15%,
tetapi diAfrika prevalensi rendah yaitu
J-DA | 38

< 5%. Di Indonesia angka kejadian


penyakit batu kandung empedu ini diduga
tidak berbeda jauh dengan angka negara
lain yang ada di Asia Tenggara, hanya
saja baru mendapatkan perhatian secara
klinis, sementara penelitian batu empedu
masih terbatas (Laurentius,2006).. Dari
hasil penelitian mengatakan bahwa di
negara Barat 80 % batu empedu adalah
batu kolesterol. Berdasarkan penelitian di
RSCM Jakarta dari 51 pasien di bagian
Hepatologi ditemukan 73% pasien yang
menderita penyakit batu empedu pigmen
dan batu kolesterol pada 27% pasien
(menurut divisi Hepatology, Departemen
IPD, FKUI/RSCM Jakarta, Mei 2009).
Dan ini sesuai dengan angka di negara
tetangga seperti Singapura, Malaysia,
Thailand, dan Filiphina. Hal ini
menunjukkan bahwa faktor infeksi
empedu oleh kuman gram negatif E.Coli
ikut berperan penting dalam timbulnya
batu pigmen. Di wilayah ini insiden batu
primer saluran empedu adalah 40-50%
dari penyakit batu empedu, sedangkan di
negara Barat sekitar 5% (Sjamsuhidajat,
2002).
Sekitar 80% dari batu empedu
berasal dari batu koleserol dan batu
pigmen terutama terdiri dari kalsium
billiburate dan ini mengandung kolesterol
kurang dari 20%. Batu kandung empedu
dianggap sebagai gangguan pembuangan
kolesterol. Cairan empedu mengandung
sejumlah besar kolesterol yang biasanya
tetap berbentuk cairan. Jika cairan
empedu menjadi jenuh karena kolesterol,
maka kolesterol bisa menjadi tidak larut
dan membentuk endapan di luar
empedu.Akibat dari endapan ini akhirnya
membentuk batu.
Prevalensi penderita penyakit batu
kandung empedu meningkat sehubungan
dengan usia dan dua kali lebih tinggi
pada pada wanita di bandingkan pada
pria. Perbedaan gender ini karena faktor
hormon esterogen yang meningkatkan

sekresi kolesterol empedu. Proses


kehamilan meningkatkan resiko batu
empedu karena terjadinya gangguan pada
proses pengosongan kandung empedu.
Gangguan pada proses ini disebabkan
oleh penggabungan pengaruh antara
hormon
esterogen
dan
hormon
progesteron. Akibat penggabungan ini
meningkatkan hipersekresi kolesterol ke
dalam empedu yang mempengaruhi
pembentukan batu empedu.

2.

Faktor
resiko
terjadinya
penyakit batu kandung empedu

2.1. Jenis Kelamin


Jenis Kelamin, menurut penelitian
penyakit batu kandung empedu lebih
tinggi resikonya dua kali terjadi pada
wanita di bandingkan pada pria. Karena
pada wanita terdapat hormon progesteron
dan esterogen yang apabila bergabung
akan mempengaruhi kolesterol di dalam
empedu sehingga mengalami suatu
proses untuk pembentukan batu empedu.
2.2. Usia
Faktor
usia
mempengaruhi
terjadinya resiko penyakit batu kandung
empedu. Dan menurut penelitian pada
usia 40 tahun keatas penyakit batu
kandung empedu lebih mudah terbentuk
karena tubuh cenderung mengeluarkan
lebih banyak kolesterol ke dalam cairan
tubuh (Mayo Clinic,2008).
2.3. Kehamilan/Kesuburan
Pada saat proses kehamilan terjadi
penggabungan
pengaruh
hormon
progesteron dan esterogen. Akibat
penggabungan
ini
meningkatkan
hipersekresi
kolesterol
yang
mengakibatkan kolesterol di dalam
empedu mengalami proses (predis
proses) untuk pembentukan batu empedu.
Bukan hanya pada masa kehamilan tetapi
J-DA | 39

pada saat terapi sulih hormon atau


penggunaan pil KB juga memudahkan
terbentuknya batu.
2.4. Kegemukan
Perbandingan yang normal antara
lemak tubuh dengan berat badan adalah
sekitar 25 -30% pada wanita dan 18-23%
pada pria. Wanita dengan lemak tubuh
lebih dari 30% dan pria dengan lemak
tubuh lebih dari 25% dianggap
mengalami obesitas.
Seseorang yang memiliki berat
badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah
kisaran berat badannya yang normal
dianggap mengalami obesitas.
Obesitas digolongkan menjadi 3
kelompok:
1. Obesitas ringan : kelebihan berat
badan 20-40%
2. Obesitas sedang : kelebihan berat
badan 41-100%
3. Obesitas berat : kelebihan berat badan
>100% (Obesitas berat ditemukan
sebanyak 5% dari antara orang-orang
yang gemuk).
Seseorang yang lemaknya banyak
tertimbun di perut mungkin akan lebih
mudah mengalami berbagai masalah
kesehatan yang berhubungan dengan
obesitas. Mereka memiliki risiko yang
lebih tinggi.
Obesitas
meningkatkan
risiko
terjadinya sejumlah penyakit menahun
salah satunya adalah penyakit batu
kandung empedu. Mereka lebih bayak
mencerna dan mensintesis kolesterol
sehingga mengeluarkan lebih banyak
kolesterol ke dalam empedu.
2.5. Sindrom metabolik
Sindrom
metabolik
adalah
kombinasi dari gangguan medis yang
meningkatkan resiko suatu penyakit salah
satunya adalah penyakit diabetes. Pada
penderita yang mengalami masalah
sindrom
penyakit
diabetes
pada

umumnya memiliki kadar asam lemak


atau trigliserida yang tinggi, sehingga
resiko menderita penyakit batu kandung
empedu semakin besar.
2.6. Faktor Genetik
Faktor genetik juga terlibat pada
pembentukan batu empedu ini dibuktikan
oleh prevalensi batu empedu yang
tersebar luas diantara berbagai bangsa
dan kelompok etnik tertentu. Dan
penyakit batu kandung empedu ini
seringkali merupakan penyakit keturunan
dalam keluarga dan berhubungan dengan
pola hidup keluarga tersebut.
2.7. Diet rendah serat
Pola makan yang rendah serat tapi
tinggi lemak serta kolesterol dapat
mengakibatkan beberapa penyakit, salah
satunya adalah penyakit batu kandung
empedu. Dengan pola diet yang rendah
serat ini menambah resiko terjadinya
penyakit
batu
kandung
empedu
(PAPD,1996).
3. Manifestasi Klinik
Setengah sampai dua per tiga
penderita batu kandung empedu adalah
asimtomatik. Keluhan yang ada mungkin
berupa dispepsia yang kadang di sertai
intolerans terhadap makanan berlemak.
Pada yang simtomatik, keluhan
utama adalah nyeri di daerah epigastrium,
kuadran atas kanan atau prekordium.
Rasa nyeri lainnya adalah koloikbilier
yang mungkin memanjang lebih dari 15
menit, dan kadang baru menghilang
beberapa jam kemudian. Timbul awal
nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi
pada sepertiga kasus timbul tiba-tiba.
Penyebaran
nyeri
dapat
ke
punggung bagian tengah, skapula, atau ke
puncak bahu, disertai mual dan muntah.
Lebih kurang seperempat penderita
melaporkan bahwa nyeri menghilang
J-DA | 40

setelah makan antasida. Kalau terjadi


kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan
bertambah pada waktu menarik nafas
dalam dan sewaktu kandung empedu
tersentuh ujung jari tangan sehingga
pasien berhenti menarik nafas, yang
merupakan tanda rangsang peritoneum
setempat (Sjamsuhidajat, 2002).
4.

Pemeriksaan Penunjang

4.1. Pemeriksaan Laboratorium


Batu kandung empedu yang
asimptomatik umumnya tidak
menunjukkan kelainan laboratorik.
Apabila terjadi peradangan akut, dapat
terjadi leokositosis.
4.2.
1.
2.
3.
4.
5.

II.

Pemeriksaan radiologi
Foto polos abdomen
Ultrasonografi (USG)
Kolesistografi
Computed Tomografi (CT)
Foto Rontgen dengan endoskopi
redrograd di papila Vater (ERCP)
Metode Penelitian

2.2.2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang
diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi (Notoatmodjo, 2005).
2.3. Teknik Pengambilan Sampel
Tehnik pengambilan sampel ini
disebut teknik total sampling. Sampel
pada penelitian ini adalah pasien yang
datang ke Rumah Sakit Columbia Asia
Medan selama masa penelitian.
III. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Tabel . Distribusi
frekwensi
terjadinya penyakit
batu
kandung empedu berdasarkan
faktor
resiko
jenis
kelamin,usia,
kesuburan/kehamilan,
kegemukan (4F) terhadap
pasien di Rumah Sakit
Columbia Asia Medan
Faktor Resiko
-

2.1. Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan desain
deskriptif yaitu dengan melihat data
sekunder yang ada di status atau file
pasien yang menderita penyakit batu
kandung empedu yang datang ke Rumah
Sakit Columbia Asia Medan.
2. 2. Populasi dan Sampel
2.2.1. Populasi
Populasi adalah seluruh subjek atau
objek dengan karakteristik tertentu yang
akan diteliti (Notoadmodjo, 2005).
Populasi pada penelitian ini adalah semua
pasien yang sudah di diagnose menderita
penyakit batu empedu yang datang ke
Rumah Sakit Columbia Asia Medan.

Jenis kelamin
Pria
Wanita

Frekw
ensi

Persen
tase

28

34,14
%

54
65,85
%
Total

Usia
20 29 tahun
30 39 tahun
40 49 tahun
50 tahun

82

100,00
%

1,21%

21

25,60
%

24
36

29,26
%
43,9 %
J-DA | 41

Total
82
-

Kesuburan/ke
hamilan
Pernah
54
hamil(wanita)
Tidak
28
hamil(pria)
Total
82
Kegemukan
Berat badan
kurang
Normal
Kelebihan
berat badan
15
Gemuk sekali
57

100,00
%

100,00
%
100,00
%

18,29
%
69,51
%

10
12,19
%

pria. Prevalensi penderita batu kandung


empedu di Amerika Serikat yaitu sekitar
7,9 % pada pria dan 16,6 % pada
wanita,di Americans Mexican 8,9 % pada
pria dan wanita 26,7 % , di Africa sekitar
5,3 % pria dan wanita 13,9 % (
Greenberger, 2009 ). Maka dapatlah di
simpulkan bahwa penderita penyakit batu
kandung empedu yang datang ke Rumah
Sakit Columbia Asia Medan yang
berjenis kelamin wanita lebih mayoritas
dibandingkan dengan penderita yang pria.
Dan ini sama dengan penelitian yang
dilakukan NHANES III bahwa penderita
wanita
lebih
tinggi
resikonya
dibandingkan dengan pria. Perbedaan
gender ini karena dipengaruhi oleh
adanya faktor hormon esterogen dan
progesteron pada wanita. Faktor hormon
esterogen ini dapat meningkatkan sekresi
kolesterol empedu. Apalagi pada saat
wanita tersebut sedang mengalami proses
kehamilan. Maka akan terjadi pengg

Total
82

100,00
%

4.2. Pembahasan
4.2.1. Faktor
resiko
terjadinya
penyakit batu kandung empedu
berdasarkan
faktor
jenis
kelamin ( female )
Berdasarkan
hasil
penelitian
menunjukkan bahwa penderita penyakit
batu kandung empedu yang datang ke
Rumah Sakit Columbia Asia Medan yang
totalnya 82 orang tersebut,maka didapati
penderita yang berjenis kelamin wanita
sebanyak 54 orang ( 65,85 % ) dan pria
28 orang ( 34,14 % ). Menurut NHANES
III (National Health and Nutrition
Examination Survey ) penyakit batu
kandung empedu lebih tinggi resikonya
terjadi pada wanita di bandingkan pada

4.2.2.Faktor resiko penyakit batu


kandung empedu berdasarkan
faktor usia
40 tahun keatas
( 40 )
Berdasarkan data yang diperoleh di
Rumah sakit Columbia Asia Medan
bahwa penderita penyakit batu kandung
empedu yang berusia 20 29 tahun yaitu
1 orang (1,21%), yang usia 30 39 tahun
21 orang (25,60 %), yang berusia 40 49
tahun 24 orang (29,26 %) dan 50 keatas
36
orang
(43,90%).
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan NHANES III
secara keseluruhan penyakit batu
kandung empedu di Eropa yaitu pada usia
30 69 tahun. Sedangkan di Asia
Tenggara batu empedu sering ditemukan
pada usia rata rata 40 50 tahun, tapi
banyak juga di usia di bawah 30 tahun.
Sedangkan pada usia 60 tahun lebih
sering terjadi batu saluran empedu. Pada
usia ini lebih mudah terbentuk batu
J-DA | 42

empedu
karena
tubuh
cenderung
mengeluarkan lebih banyak kolesterol ke
dalam cairan tubuh (Greenberger, 2009).
Pada penelitian yang telah dilakukan di
Rumah sakit Columbia Asia Medan,
penderita batu kandung empedu yang ada
yaitu sebanyak 82 orang yang berusia 40
tahun keatas yaitu 60 orang(73,17%).
Jadi tidak berbeda dengan penelitian yang
telah dilakukan NHANES III dan yang di
lakukan di Asia Tenggara.
4.2.3. Faktor resiko penyakit batu
kandung empedu berdasarkan
faktor kehamilan / kesuburan
(fertile)
Hasil penelitian di Rumah Sakit
Columbia Asia Medan bahwa penderita
penyakit batu kandung empedu yang
pernah mengalami proses kehamilan /
kesuburan dari total penderita wanita
yang berjumlah 54 orang, maka didapati
bahwa seluruhnya penderita yang wanita
tersebut pernah mengalami proses
kehamilan yang berarti (100% ). Karena
memang pada masa kehamilan dapat
meningkatkan resiko terjadinya batu
kandung
empedu.Ini
berhubungan
dengan terjadinya gangguan pada proses
penggosongan gallbladder. Hal ini di
sebabkan oleh penggabungan penggaruh
hormon progesteron dan esterogen
sehingga mengakibatkan hipersekresi
kolesterol yang mengakibatkan kolesterol
di dalam empedu mengalami proses
untuk pembentukan batu (Sjamsuhidayat,
2002).
4.2.4. Faktor resiko terjadinya batu
empedu berdasarkan faktor
resiko
kegemukan (Fat)
Untuk penelitian faktor resiko
terjadinya penyakit batu kandung empedu
berdasarkan faktor kegemukan ( Fat )
digunakan metode BMI ( Body Mass
Index ), yaitu dengan cara membagi berat
badan ( kg ) dengan kuadran dari tinggi

badan (meter). Nilai yang di dapat tidak


tergantung pada umur dan jenis kelamin.
Dan ini terbagi atas 4 bagian yaitu
underweight, healthy, overweight dan
obese (wikipedia,obesitas,www.google
com.2008).
Data dari hasil penelitian di Rumah
Sakit Columbia Asia Medan bahwa
penderita yang yang mengalami penyakit
batu kandung empedu berdasarkan faktor
resiko kegemukan dari total penderita 82
orang yang memiliki berat tubuh berlebih
yaitu yang kelebihan berat badan sekitar
57 orang ( 60,97 % ), yang gemuk sekali
sekitar 11 orang (13,41 % ), yang berat
badan normal 21 orang (25,60 % ).
Penderita yang memiliki berat badan
yang
berlebih
atau
kegemukan
mempunyai resiko untuk menderita batu
kandung empedu karena mengeluarkan
lebih banyak kolesterol ke dalam
empedu. Sebab mereka lebih banyak
mencerna dan mensitesis kolesterol.Dari
hasil penelitian mengatakan bahwa batu
empedu itu dominan batu kolesterol ( 80
% di negara Barat ), di Indonesia juga
batu kolesterol lebih umum tetapi
kejadian batu pigmen lebih tinggi
dibanding dengan negara Barat.Batu
pigmen ini terdiri dari kalsium biliburet
yang mengandung kolesterol 20 % (
Sjamsuhidayat, 2002 ). Batu kandung
empedu
dianggap sebagai gangguan
pembuangan kolesterol. Cairan empedu
mengandung sejumlah besar kolesterol
yang biasanya tetap berbentuk cairan.
Jika cairan empedu menjadi jenuh karena
kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi
tidak larut dan membentuk endapan di
luar empedu. Akibat dari endapan ini
akhirnya membentuk batu. Jadi penderita
batu kandung empedu di Rumah Sakit
Columbia Asia Medan yang mayoritas
memiliki berat badan yang berlebih
karena memang mereka lebih banyak
mencerna dan mensintesis kolesterol,
J-DA | 43

sehingga mengeluarkan lebih banyak


kolesterol ke dalam empedu.
5.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Setelah peneliti selesai melakukan
penelitian di Rumah Sakit Columbia Asia
Medan maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan, bahwa faktor resiko
terjadinya penyakit batu kandung empedu
pada pasien yang ada di Rumah Sakit
Columbia Asia Medan yang tertinggi
adalah pada pasien yang memiliki berat
badan yang berlebih atau kegemukan.
disusul dengan yang berjenis kelamin
wanita dan yang pernah mengalami
proses kehamilan, Sedangkan faktor
resiko usia lebih tinggi pada pasien yang
berusia 50 tahun keatas selanjutnya baru
yang berusia 40 tahun keatas. Jadi
keempat faktor resiko tertinggi secara
teori tersebut juga ada pada penderita di
Rumah Sakit Columbia Asia Medan dan
juga memiliki nilai persentase yang
tinggi.
5.2. Saran
1. Setelah mengetahui fakor resiko
tertinggi terjadinya penyakit batu
kandung empedu tersebut maka
diharapkan yang memiliki berat
badan berlebih atau kegemukan
untuk
mengurangi
konsumsi
makanan
yang
berlemak
khususnya yang berjenis kelamin
wanita sehingga dapat mengurangi
resiko terjadinya penyakit batu
kandung empedu.
2. Bagi kita tenaga paramedis yang
ada apabila kita melihat pasien atau
keluarga yang memiliki resiko
faktor 4f tersebut ditambah dengan
seringnya mengalami gejala seperti
sakit maag, maka sebaiknya kita
mengarahkan untuk melakukan
pemeriksaan penyakit batu kandung

empedu dan pemeriksaan yang


paling efisien adalah dengan
melakukan
pemeriksaan
Ultrasonografi
(USG)
yang
ketepatannya mencapai 95%.

DAFTAR PUSTAKA
A.Aziz, 2007. Riset Keperawatan dan
Teknik Penulisan Ilmiah Edisi
Kedua.
Jakarta:
Salemba Medika.
Dosen FIK UDA, 2010. Pedoman
Tatalaksana Skripsi. Medan:
Fakultas Ilmu Keperawatan
UDA.
Greenberger, N.J, 2009. Current
Diagnosis
and
Treatment:
Gatroenterology,
Hepatology
and Endoscopy. USA: McGraw
Hill.
Hidayat, A. A, 2007. Riset Keperawatan
dan Teknik Penulisan Ilmiah
Edisi Kedua. Jakarta: Salemba
Medika.
Lesmana L. 2007. Batu Empedu dalam
Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid
1. Edisi IV. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Mayo Clinic, 2008. Gastroenterology
and Hepatology Board Review
Third Edition. Canada: Mayo
Clinic Scientific Press And
Informa Healthcare USA.
Mardalis. 2009. Metode Penelitian.
Jakarta: Bumi Aksara.
Notoadmodjo,
2005.
Metodologi
Penelitian
Kesehatan
Edisi
Revisi,. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Persatuan
Ahli
Penyakit
Dalam
Indonesia, 1996. Buku Ajar
Ilmu Penyakit DalamJilid I
Edisi Ketiga, Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
J-DA | 44

Persatuan
Ahli
Penyakit
Dalam
Indonesia, 2006. Buku Ajar
Ilmu Penyakit DalamJilid I
Edisi Keempat, Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Schwartzs, 2006. Manual Of Surgery
Eighth Edition. USA: McGraw
Hill.
Syamsuhidajat, M dan Wim De Jong,
2002. Buku Ajar Ilmu Bedah
Edisi Revisi, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Syamsuhidajat, M dan Wim De Jong,
2004. Buku Ajar Ilmu Bedah
Edisi Kedua, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Syaifuddin, 1997. Anatomi Fisiologi


Untuk Siswa Perawat Edisi
Kedua. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Setiadi,2007. Konsep dan Penulisan
Riset
Keperawatan,Jakarta:
Graha Ilmu
Wikipedia.
Obesitas,
2010.
www.google.com. Jakarta.
Wikipedia.
Umur.
2010,
www.google.com. Jakarta.
Wasis,NS, 2008. Pedoman Riset Praktis
Untu Profesi Perawat.Jakarta:
EGC.

J-DA | 45

J-DA | 46

Anda mungkin juga menyukai