Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Pleura
Pleura merupakan membran serosa yang berasal dari jaringan selom
intraembrional dan bersifat memungkinkan organ yang diliputinya mampu
berkembang, mengalami retraksi atau deformasi. Pleura terdiri dari dua
bagian yaitu pleura parietal yang membatasi dinding dada serta pleura viseral
yang membatasi permukaan luar parenkim paru termasuk fisura interlobaris.
Kedua bagian pleura ini memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi.
Pleura parietal diinervasi saraf-saraf interkostalis dan nervus frenikus serta
mendapat aliran darah sistemik. Sedangkan pleura viseralis diinervasi sarafsaraf otonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi pulmoner. Pleura
viseral dan pleura parietal dipisahkan olehrongga pleura yang mengandung
sejumlah cairan pleura.

Gambar 2.1. Gambaran Pleura Viseral dan Pleura Parietal


Pleura terdiri dari lima lapisan yaitu lapisan mesotel selapis, lamina
basalis,lapisan elastik superfisial, lapisan jaringan ikat longgar dan lapisan
jaringan fibroelastik dalam. Lapisan mesotel terdiri atas sel mesotel yang

berbentuk gepeng, berbenjol-benjol dan berukuran sekitar 4 m. Mesotel


mempunyai retikulum endoplasma kasar dan halus, mitokondria dan beberapa
jenis vesikel mikropinositotik terikat membran sehingga memiliki fungsi
fagositik dan eritrofagositik saat terlepas dari tautan antarsel. Mesotel saling
terhubung oleh desmosom di tautan antarsel bagian basal. Bentuk komunikasi
antar mesotel adalah tautan antar sel bagian apikal dan tautan tipe ZO-1.
Mesotel mempunyai mikrovili berdiameter sekitar 0,1 m dan panjang sekitar
1 3 m dengan kepadatan 2 3 sel/m2 yang meningkatkan luas
permukaan sel sehingga meningkatkan fungsi-fungsi fisiologis membran dan
sekresi asam hialuronat. Lapisan jaringan ikat memproduksi kolagen tipe I
dan III yang merupakan komponen utama penyusun matriks ekstraseluler dan
merupakan 80% berat kering pleura. Lapisan jaringan ikat longgar tersusun
atas jaringan adiposit, fibroblas, monosit, pembuluh darah, saraf dan limfatik.
Lapisan jaringan fibroelastik dalam menempel pada iga, otot-otot dinding
dada, diafragma, mediastinum dan paru-paru.
Cairan pleura mengandung 1.500 4.500 sel/mL, terdiri atas makrofag
(75%), limfosit (23%), eritrosit dan mesotel bebas. Cairan pleura normal
mengandung protein sebanyak 1 2 g/100 mL. Elektroforesis protein cairan
pleura menunjukkan bahwa kadar protein cairan pleura setara dengan kadar
protein serum, tetapi kadar protein berat molekul rendah seperti albumin,
lebih tinggi di dalam cairan pleura. Kadar molekul bikarbonat cairan pleura
20 25% lebih tinggi dibandingkan kadar bikarbonat plasma, sedangkan
kadar ion natrium lebih rendah 3 5% dan kadar ion klorida lebih rendah 6
9% sehingga pH cairan pleura lebih tinggi dibandingkan pH plasma.
Keseimbangan ionik ini diatur melalui transpor aktif mesotel. Kadar glukosa
dan ion kalium cairan pleura setara dengan plasma.
Jumlah cairan pleura tergantung mekanisme gaya Starling (laju filtrasi
kapiler di pleura parietal) dan sistem penyaliran limfatik melalui stoma di
pleura parietal. Senyawa-senyawa protein, sel-sel dan zat-zat partikulat
dieliminasi dari rongga pleura melalui penyaliran limfatik ini. Menurut
Stewart (1963), nilai rerata aliran limfatik dari satu sisi rongga pleura adalah
0,4 mL/kg berat badan/jam pada tujuh orang normal. Dalam kedua penelitian
4

ini, variabilitas yang mencolok dijumpai antar-pasien. Peningkatan volume


tidal maupun frekuensi napas meningkatkan eliminasi limfatik pleura.
Kapasitas eliminasi limfatik pleura secara umum 20 28 kali lebih besar
dibandingkan pembentukan cairan pleura.
Akumulasi berlebih cairan pleura hingga 300 mL disebut sebagai efusi
pleura, terjadi akibat pembentukan cairan pleura melebihi kemampuan
eliminasi cairan pleura. Efusi pleura umumnya dibagi menjadi cairan
transudat dan eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi saat faktor sistemik
berperan dalam perubahan pembentukan atau eliminasi cairan pleura. Efusi
pleura eksudatif terjadi saat faktor permukaan pleura atau pembuluh kapiler
di pleura mengalami perubahan.
Kriteria Light menyatakan bahwa efusi pleura eksudatif bila minimal satu
hal berikut terpenuhi: perbandingan kadar protein cairan pleura dengan kadar
protein serum > 0,5, perbandingan kadar laktat dehidrogenase (LDH) cairan
pleura dengan kadar LDH serum > 0,6 dan/atau kadar LDH cairan pleura >
0,6 atau lebih tinggi 2/3 kali dibandingkan nilai ambang atas kadar LDH
serum.
Langkah diagnostik selanjutnya lebih ditekankan pada efusi cairan
eksudatif. Efusi pleura menyebabkan perubahan parameter spirometri.
Penelitian Spyratos dkk. yang melibatkan 21 pasien efusi pleura yang
menjalani spirometri sebelum dan sesudah pungsi pleura (cairan pleura
dikeluarkan sebanyak 1.581 585 mL) mendapatkan peningkatan kapasitas
vital paksa (KVP), volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan
kapasitas inspirasi (KI) setelah pungsi pleura. Jumlah cairan yang dikeluarkan
tidak berkorelasi dengan peningkatan volume paru dan aliran udara paru.
B. Definisi Efusi Pleura
Efusi pleura adalah suatu keadaan terdapatnya cairan patologis didalam
rongga pleura. Cairan biasanya berasal dari pembuluh darah atau pembuluh
limfa yang berada di sekitar pleura, tetapi sebuah abses atau lesi lain bisa juga
masuk ke rongga pleura. Karena pleura berupa membran permeabel relatif,

cairan yang berakumulasi di paru-paru bisa menembus dan masuk ke dalam


rongga pleura.
C. Etiologi
Efusi pleura bisa berupa transudat atau eksudat. Transudat terjadi pada
peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal jantung kongestif.
Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari
pembuluh darah. Transudat juga bisa terjadi pada hipoproteinemia, seperti
pada penyakit hati dan ginjal.
Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi.
Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura dan
akibat peningkatan permeabilitas atau gangguan absorbs getah bening.
Eksudat dibandingkan dari transudat dari kadar protein yang dikandungnya dan
berat jenis. Transudat memiliki berat jenis sekitar 1015 dan kadar proteinnya
kurang dari 3% eksudat memiliki berat jenis dan kadar protein lebih tinggi
karena banyak mengandung sel.
a Pleuritis eksudatif
Pada umumnya kelainan ini didasari atas adanya suatu proses
radang yang dapat akut maupun yang kronis, disamping itu bisa juga
sebagai manifestasi suatu kelainan sistemik. Kadang-kadang suatu
pneumoni akut yang disebabkan oleh virus dapat pula disertai dengan suatu
efusi pleura yang bersifat eksudatif.

Suatu proses spesifik (TB) pada

bagian paru atau iga atau kelenjar getah bening paru yang dekat pleura akan
dapat merangsang pleura tersebut untruk mengahasilkan cairan yang
disebut eksudat.

Keadaan ini dapat juga diakibatkan bersarangnya M.

tuberculosis yang telah mengalami penyebaran secara hematogen (misalnya


pada tuberculosis miliaris) atau limfogen.

Kadar proteinnya tinggi

sehingga bila diperiksa dengan reagens rivalta akan mengahasilkan


kekeruhan atau disebut tes Rivalta +. Dengan demikian eksudat ini cukup
kental, warnanya juga kekuning-kuningan, dan jernih serta cukup banyak
mengandung sel-sel limfosit dan mononuclear. Dalam hal ini penyakitnya
disebut pleuritis eksudatif. Walaupun etiologi pada umumnya adalah basil
TB (dan memang hasil pengobatan spesifik selalu memuaskan), tapi
6

penemuan basil TB pada cairan pleura dengan cara konvensional


(pemeiksaan mikroskopis dan perbenihan) lebih sering negative daripada
positif.

Biasanya pleuritis eksudatif akrena TB hanya unilateral saja

(kecuali pada TB miliaris yang bisa bilateral mengingat adanya penyebaran


hematogen). Puncak produksi eksudat tercapai dalam minggu ke-3 yang
dapat melampaui sela iga ke 5-4.

Selama di Indonesia TB masih

merupakan penyakit rakyat, maka selama itu pula perlu dicurigai sebagai
etiologi pada setiap kasus pleuritis eksudatif, sampai pemeriksaan lengkap
menunjukkan dengan pasti bahwa etiologinya adalah penyakit lain.
SLE (Systemic Lupus Eritomatosus) dapat pula menjadi penyebabnya,
tetapi dalam hal ini biasanya bersifat bilateral dan hamper selalu disertai
dengan pembesaran bayangan jantung (berkisar dari minimal sampai
sedang). Juga rheumatoid arthritis (kebanyakan pada pria, tertama bila
ditemukan nodul-nodul periartikuler) dapat pula menyebabkan pleuritis
b

eksudatif.
Hidrotoraks
Pada keadaan hipoproteinemi berat (sindroma nefrotik, ankilostomiasis
berat, kekuarangan kalori-protein berat) bisa timbul transudsasi (cairannya
encer dengan warna dan konsistensi seperti serum, dan tidak mengandung
protein sehingga tes Rivalta juga akan negatif). Dalam hal ini penyakitnya
disebut hidrothoraks dan biasanya ditemukan bilateral. Sebab-sebab lain
yang mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis hati dengan asites,
serta sebagai salah satu trias dari sindroma meig (fibroma ovarii, asites, dan

hidrothoraks).
Hematotoraks
Bila karena suatu trauma thoraks timbul perdarahan dalam rongga
pleura, keadaan ini disebut hematothoraks. Trauma ini bisa karena ledakan
dahsyat didekat penderita (blast-injury) atau trauma tajam (tusukan pisau)
maupun traumatumpul (tendangan karate/tae kwon do), kecelakan lalu

lintas dengan benturan keras pada thoraks.


Piotoraks atau empiema
Jika karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura
patologis berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piotoraks atau

empiema.
e

Pada setiap kasus pneumoni perlu diingat kemungkinan

timbulnya piotoraks sebagi komplikasinya.


Chylothoraks
Jika karena suatu proses keganasan dalam mediastinum terjadi erosi
dari duktus thoracicus disertai fistulasi ke dalam rongga pleura, maka akan
timbul chylothoraks, dimana cairannya adalah cairan limfa (putih
kekuning-kuningan seperti susu). Keadaan ini juga akan dapat timbul pada
trauma thoraks yang berat. Kelainan ini jarang ditemukan, namun dapat
terjadi bersama kasus sirosis hati dengan chyilous ascites, dimana cairan

ini akan menembus diafragma dan masuk kedalam rongga pleura.


Hidropenumotoraks dan piopneumotoraks
Jika pada suatu piotoraks didapatkan juga udara di atas pus ini, maka

disebut piopneumothoraks.
Cairan pleura Hemato-sanguinis
Jika cairan patologis ini dihasilkan proses maligna pada pleura, baik
primer maupun sekunder, maka cairan akan berwarna kemerah-merahan
sampai coklat.

D. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan
antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan
pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.
Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan
interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam
rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar
pleura. Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/
nanah, sehingga terjadi empiema/ piotoraks. Bila proses ini mengenai
pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain,
bukan primer paru, seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, syndrome
nefrotik, dialysis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan,
perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan pneumotoraks.
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial
8

berubah menjadi bulat atau kuboid dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam
rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudatif yang paling sering adalah karena
M. tuberculosis, dan dikenal sebagai pleuritis eksudatif tuberkulosa. Sebab lain
seperti parapneumonia, parasit, jamur, pneumonia atipik, keganasan paru,
proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis,
radang sebab lain seperti pancreatitis, absestosis, pleuritis uremia dan akibat
radiasi.

PARAMETER
WarnaBJ
Jumlah set
Jenis set
Rivalta
Glukosa
Protein
Rasio protein T-E/plasma
LDH
Rasio LDH T-E/plasma

TRANSUDAT

EKSUDAT

Jernih
< 1,016
Sedikit
PMN < 50%
Negatif
60 mg/dl (= GD plasma)
< 2,5 g/dl
< 0,5
< 200 IU/dl
< 0,6

Jernih, keruh, berdarah


< 1,016
Banyak (> 500 sel/mm2)
PMN > 50%
Positif
> 60 mg/dl (bervariasi)
> 2,5 g/dl
> 0,5
> 200 IU/dl
> 0,6

Akumulasi cairan pleura dapat terjadi jika:


1. Meningkatnya
pembentukan

tekanan
cairan

intravaskuler
pleura

melalui

dari

pleura

pengaruh

meningkatkan

terhadap

hukum

Starling.Keadaan ini dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal jantung
kiri dan sindroma vena kava superior.
2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis,
baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis
3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih
banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura

4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan


transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara
pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan
menghambat pengosongan cairan limfe.
E. Manifestasi Klinis
Kelainan-kelainan yang ditemukan dapat dikelompokan dalam 2 bagian
besar, yaitu yang disebabkan adanya timbunan cairan dalam rongga pleura di
satu pihak dan yang diakibatkan penyakit primernya di lain pihak. Pada
kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau memberikan

demam,

ringan dan berat badan yang menurun seperti pada efusi yang lain.
Keluhan berat badan menurun dapat dikaitkan dengan neoplasma dan
tuberkulosis, batuk berdarah dikaitkan dengan neoplasma, emboli paru dan
tuberkulosa yang berat. Demam subfebris pada tuberkulosis, demam
menggigil pada empiema, ascites pada sirosis hepatis.
Nyeri dada
Dapat menjalar ke daerah permukaan karena inervasi syaraf interkostalis
dan segmen torakalis atau dapat menyebar ke lengan. Nyerinya terutama pada
waktu bernafas dalam, sehingga pernafasan penderita menjadi dangkal dan
cepat dan pergerakan pernapasan pada hemithorak yang sakit menjadi
tertinggal.
Sesak napas
Terjadi pada waktu permulaan pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya
dan apabila jumlah cairan efusinya meningkat, terutama kalau cairannya
penuh.
Batuk
Pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai dengan
proses tuberkulosis di parunya.
F. Diagnosis
Diagnosis efusi pleura dapat ditegakkan melalui anamnesis serta
pemeriksaan fisik yang teliti, diagnosis yang pasti melalui pungsi percobaan,
biopsi dan analisis cairan pleura.

10

1 Anamnesis dan gejala klinis


Keluhan utama penderita adalah timbulnya nyeri dada sehingga penderita
membatasi pergerakan rongga dada dengan bernapas pendek atau tidur miring
ke sisi yang sakit. Selain itu sesak napas terutama bila berbaring ke sisi yang
sehat disertai batuk-batuk dengan atau tanpa dahak. Berat ringannya sesak
napas ini ditentukan oleh jumlah cairan efusi. Keluhan yang lain adalah sesuai
dengan penyakit yang mendasarinya.
2 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena cembung
selain melebar dan kurang bergerak pada pernapasan. Fremitus vokal
melemah, redup sampai pekak pada perkusi, dan suara napas lemah atau
menghilang. Jantung dan mediastinum terdorong ke sisi yang sehat. Bila tidak
ada pendorongan, sangat mungkin disebabkan oleh keganasan. Sekitar 25%
penderita efusi pleura keganasan tidak mengalami keluhan apapun pada saat
diagnosis ditegakkan.
3

Foto Toraks
Permukaan cairan yang ada dalam rongga pleura akan membentuk

bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi


daripada daerah medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial,
pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau
dalam paru-paru sendiri. Foto toraks dengan posisi Posterior Anterior akan
memperjelas kemungkinan adanya efusi pleura. Pada sisi yang sakit tampak
perselubungan masif dengan pendorongan jantung dan mediastinum ke sisi
yang sehat.
Pada foto toraks terlihat perselubungan homogen dengan batas atas yang
cekung atau datar, dan sudut kostofrenikus yang tumpul; cairan dengan
jumlah yang sedikit hanya akan memberikan gambaran berupa penumpulan
sudut kostofrenikus. Cairan berjumlah kurang dari 100 ml tidak akan terlihat
pada foto toraks yang dibuat dengan teknik biasa. Bayangan homogen baru
dapat terlihat jelas apabila cairan efusi lebih dari 300 ml.
4

Warna Cairan

11

Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan (serous


santokrom), bila berwarna kemerahan dapat terjadi trauma, infark paru,
keganasan, dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan
dan agak purulen ini menunjukkan adanya empiema, bila merah coklat ini
menunjukkan adanya abses karena amoeba.
5 Biokimia
Secara biokimia cairan pleura dibagi atas transudat dan eksudat. Perbedaan
keduanya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.1. Perbedaan Cairan Pleura Transudat dan Eksudat
Parameter
Kadar protein dalam efusi (g/dl)
Kadar protein dalam efusi
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam efusi
Kadar LDH dalam efusi
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan efusi
Rivalta

Transudat
<3
<0,5

Eksudat
>3
>0,5

<200
<0,5

>200
>0,5

<1016
Negatif

>1016
Positif

Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler
hidrostatik dan kolid osmotik manjadi terganggu sehingga

terbentuknya

cairan pada salah satu sisi pleura akan melebihi resorbsi oleh pleura lainnya.
Biasanya hal ini terdapat pada meningkatnya tekanan kapiler sistemik,
meningkatnya tekanan kapiler pulmonal, menurunnya tekanan koloid osmotik
dalam pleura, dan menurunnya tekanan intra pleura.

Adapun penyakit-

penyakit yang mneyertai transudat adalah gagal jantung kiri (terbanyak),


sindrom nefrotik, obstruksi vena cava superior, asites pada sirosis hati,
sindrom meig, efek tindakan dialisis peritoneal, dan ex vacuo effusion, karena
pada pneumotoraks , tekanman intra pleural menjadi sub atmosfir sehingga
terdapat pembentukan dan penumpukan transudat.
Eksudat
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler yang
permeabilitasnya

abnormal

dan

berisi

dibandingkan protein transudat.

protein

berkonsentrasi

tinggi

Terjadinya perubahan permeabilitas

12

membran adalah karena peradangan pada pleura: infeksi, infark, paru,


neoplasma, protein yang terdapat pada cairan oleura kebnaykan berasal dari
saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini, misalnya
pada pleuritis TB akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan
pleura, sehingga menimbulkan eksudat.
Di samping pemeriksaan di atas diperiksa juga kadar pH (normal 7,64). pH
< 7,30 dapat dijumpai pada penyakit TBC, infeksi non TBC, penyakit
kolagen, dan neoplasma. Kadar glukosa yang rendah (40 mg%) ditemukan
karena proses infeksi dan keganasan.
Akhir-akhir ini diperkenalkan pemeriksaan biokimia diagnostik antara lain
pemeriksaan Cytokine yang meliputi Interleukin-1 (IL-1), Interleukin-2 (IL-2)
serta gamma Interferon (IFN-Y) dan pemeriksaan Adenosine Deaminase
(ADA).
6 Torakosentesis
Tujuan torakosentesis (punksi pleura) di samping sebagai diagnostik juga
sebagai terapeutik. Cairan yang sudah diambil dapat diperiksa untuk
menentukan penyebab efusi pleura yang terjadi. airan efusi berwarna serous
(jarang serohemoragis), ini biasanya karena infeksi tuberkulosis, bila keruh
kekuning-kuningan akibat infeksi non tuberkulosis, keruh susu dengan
endapan di dasar karena empiema, keruh susu dengan krim di bagian atas
karena chylotoraks, keruh kehijau-hijauan karena arthritis rematoid, kental
karena mesothelioma, merah tengguli karena sindrom hepatopulmonal,
hemoragis karena karsinoma, trauma dan infark paru dan bau busuk
umumnya karena infeksi anaerobik. umpulan lebih kurang 10 ml, cairan
untuk pemeriksaan mikroskopik. Jika ditemukan dominan neutrofil polimorf
menunjukkan suatu inflamasi bakterial dan bila jumlahnya sangat banyak
menunjukkan empiema. Efusi dengan sel limfosit per dominan merupakan
tanda khas untuk tuberkulosis tapi dapat juga dijumpai pada efusi pleura
kronis dengan sebab apapun. Einofil yang banyak sekali biasanya
menunjukkan adanya perdarahan dalam rongga pleura, karena keganasan
atau penyakit jaringan penyokong. Jika pada pemeriksaan pertama tidak dapat
ditegakkan diagnosis, pemeriksaan sitologi sebaiknya diulang sampai dengan
13

tiga kali. Untuk menentukan etiologi cairan pleura, biopsi pleura memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan sitologi cairan. Biopsi dapat dilakukan
dengan jarum Cope, Vim Silverman atau Abrams. Biopsi yang berulang
sebanyak 2-3 kali akan memberikan angka positif yang lebih tinggi.
7 Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura sangat penting untuk diagnostik
penyakit pleura, terutama jika ditemukan sel-sel patologis atau dominasi selsel tertentu.

Sel neutrofil : menunjukkan adanya infeksi akut

Sel limfosit : menunjukkan adanya infeksi kronik seperti

pleuritis TB atau limfoma maligna.


Sel mesotel : bila jumlahnya meningkat, ini mennujukkan adanya

infark paru

Sel mesotel maligna (pada mesotelium)

Sel LE

Sel maligna: pada paru atau metastase


8 Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tpi kadang-kadang dapat megandung
mikroorganisme.

Apalagi jika cairannya purulen, menunjukkan adanya

empiema. Efusi yang purulen dapat mengandung kuman yang aerob atau
anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleur adalah
Pneumococcus, e. colli, klebsiela, pseudomonas, enterobacter. Pleuritis
tuberkulosa, biakan kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif
20-30%.
h Tata Laksana
1 Pungsi untuk Tujuan Terapi
Pungsi ini bertujuan untuk mengeluarkan sebanyak mungkin

cairan

patologis yang tertimbun dalam rongga pleura. Sehingga dengan demikian


diharapkan paru pada sisi yang sakit dapat mengembang lagi dengan baik
dan jantung dan mediastinum tak lagi terdensak ke sisi yang sehat
sehingga pasien dapat bernapas dengan lega kembali.

Hal ini sangat

pentingpada keganasan pleura dimana timbunan cairan akan sampai


puncak paru serta mendorong jantung semikian rupa sehingga timbul
gangguan hemodinamik.

Juga pada pleuritis eksudatif serta pada


14

hematotoraks hal ini adalahg pentinguntuk dilakukan bila cairan sudah


cukup banyak, yaitu untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder
(piotoraks) serta schwarte di kemudian hari, disamping mengurangi
kompresi paru.
2 Terapi untuk masing-masing etiologi
- Pleuritis Eksudatif
Begitu diagnose ditentukan hendaknya segera dimulai dengan program
penyembuhan TB, walupun tidak dapat dibuktikan secara bakteriologis.
Bila cairan mencapai paru ke atas, maka sebaiknya dilakukan pungsi
untuk tujuan terapi. Biasanya dalam 1 bulan sudah tidak akan adan cairan
atau kalau masih ada akan sedikit sekali dan yang akan menyebabkan sinus
costofrenicus setempat tampak tumpul pada pemeriksaan foto polos toraks
posisi PA maupun lateral.

Hendaknya program penyembuhan TB

dilakukan sampai selesai (6-9) bulan untuk memberikan kesembuhan


sempurna. Sehingga dikemudian hari tak akan terjadi kekambuhan.
- Hidrotoraks
Dalam hal ini yang penting adalah pengobatan penyakit primer yang
menyebabkan hidrotoraks ini.

Megingat asal cairannya, maka bila

dikehendaki untuk mengevakuasi cairan keluar dari rongga pleura,


sebaiknya dipakai diuretika dan bukan dilakukan pungsi.
- Hematotoraks
Tentunya penanganan trauma itu sendiri adalah terapi utama, namun tak
boleh dilupakan, bahwa pungsi untuk tujuan terapi tetap penting
mengingat adanya darah dalam rongga pleura cepat sekali akan
menimbulkan schwarte, belum lagi resiko infeksi sekunder menjadi
piotoraks.
- Piotoraks
Pengeluaran pus, dan pengobatan dengan antibiotika serat penanganan
yang tepat dari penyebab promernya adalah sama-sama pentingnya.
Belakangan ini juga mulai dipakai obat-obat fibrinolitik (streptokinase,
urokinase) secara intrapleura dengan hasil yang memuaskan.
- Keganasan
Bila hal ini yang menyebabkan timbulnya efusi pleura, maka bila
fasilitasnya tersedia, maka dapat dicba dengan melektakan pleura viseralis
dengan pleura parietalis.

Maksudnya ialah meniadakan rongga pleura


15

sehingga tak ada lagi tempat terbentuknya cairan pleura yang


hematosanguinus tersebut. Tetapi tak selalu prosedur ini berhasil, dan bila
cairan sudah terlalu banyak hingga pasien mengalami sesak nafas, maka
perlu dengan segera cairan dikeluarkan sebanyak mungkin. Perlu diingat
bahwa pungsi ini juga akan mengakibatkan juga anemia (Karena akan
terikut banyak eritrosit dan protein), dan mungkin pula shock vaskuler
Karena cairan yang dikeluarkan bisa banyak sekali.

Oleh karena itu

hendaklah semua itu diantisipasi dengan baik dengan pemberian transfusi


darah ataupun infus seperlunya. Perlu diingat pula bahwa keadaan ini
dapat berlangsung beberapa kali sebelum akhirnya pasien meninggal
akibat proses keganasan itu sendiri.

16

Anda mungkin juga menyukai