Anda di halaman 1dari 25

AKONDROPLASIA

I. PENDAHULUAN
Akondroplasia adalah salah satu bentuk kekerdilan tubuh yang sering
dijumpai. Nama lain dari Akondroplasia ini diantaranya adalah Achondroplastic
dwarfism, Chondrodystrophia fetalis, Chondrodystrophy syndrome, dan Congenital
osteosclerosis. Walaupun akondroplasia secara harafiah berarti tidak adanya
pembentukan kartilago, masalah yang mendasari keadaan ini bukan pembentukan
kartilago, melainkan konversi kartilago menjadi tulang.1,2
Penyakit ini merupakan kelainan kongenital tulang rawan. Gangguan terutama
pada pertumbuhan tulang-tulang panjang, paling sering pada tulang lengan dan
tungkai. Penyakit ini merupakan displasia skeleton murni yang diturunkan secara
autosomal dominan. 1,2,3
Penyakit ini memberikan gambaran perawakan pendek pada tubuh dan
anggota gerak yang tidak proporsional. Pemendekan anggota gerak terutama pada
segmen proksimal yang disebut rhizomelia.1
II. INSIDEN
Ini merupakan suatu bentuk yang cukup umum dari dwarfisme. Sekitar 8590% kasus merupakan mutasi genetik. Akondroplasia pertama kali ditemukan oleh
Parrot (1878). Angka kejadian kelainan ini adalah 1/25.000 kelahiran.1
Sumber lain mengatakan bahwa di Amerika Serikat, akondroplasia merupakan
penyakit herediter yang paling umum terjadi menyangkut perawakan pendek yang
tidak seimbang. Kasus ini terjadi 1 dalam 15.000-40.000 kelahiran hidup. 2,3,4,5

III. EPIDEMIOLOGI
Tidak ada hubungan antara ras dengan kasus akondroplasia. Ditemukan lebih
banyak penderita akondroplasia pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki.
Akondroplasia dapat dideteksi saat antenatal. Akondroplasia diturunkan secara
autosomal dominan. Jika salah satu orang tua menderita akondroplasia, 50%
kemungkinan akan diturunkan kepada anaknya. Jika kedua orang tua memiliki
kelainan ini, kemungkinannya akan meningkat 75%. 1,3,4,5,6
Walaupun demikian, kira-kira 80% dari orang dengan akondroplasia memiliki
orang tua yang berperawakan sedang atau rata-rata. Hal ini disebabkan oleh mutasi
baru dari gen FGFR3. Komplikasi dari akondroplasia mempengaruhi seluruh
kelompok usia. Pasien dengan tipe homozigot dari akondroplasia jarang yang mampu
bertahan hidup karena dapat mengalami masalah serius yang berkaitan dengan
pertumbuhan tulang dan biasanya akan meninggal pada saat lahir atau beberapa lama
setelah lahir oleh karena kegagalan napas. 2,4,5

IV.

ETIOLOGI
Akondroplasia termasuk dalam kelompok penyakit osteokondrodisplasia

(gangguan pertumbuhan tulang dan kartilago) yang paling sering terjadi, mencakup
beragam kelompok penyakit yang ditandai dengan abnormalitas intrinsik dari
kartilago atau tulang atau keduanya. 2,4,5,8,9
Keadaan ini memberikan ciri-ciri berikut : 7
1. Transmisi genetik
2. Abnormalitas dalam ukuran dan bentuk dari tulang anggota gerak, vertebra dan
atau kranium

Akondroplasia disebabkan oleh mutasi dari gen reseptor faktor 3 pertumbuhan


fibroblast (fibroblast growth factor receptor 3/ FGFR3 gene). Gen FGFR3
menyediakan perintah untuk membuat protein yang terlibat dalam perkembangan dan
pemeliharaan tulang dan jaringan otak. Protein ini membatasi pembentukan tulang
dari kartilago (proses yang disebut osifikasi), terutama pada tulang-tulang panjang.
Dua jenis mutasi spesifik pada gen FGFR3 bertanggung jawab untuk sekitar 99%
kasus akondroplasia. Sisa 1% disebabkan oleh mutasi yang berbeda pada gen yang
sama. Para peneliti yakin bahwa mutasi-mutasi ini menyebabkan protein menjadi
lebih overaktif sehingga mempengaruhi perkembangan tulang dan terjadi gangguan
pertumbuhan tulang seperti yang terlihat pada penyakit ini. 2,5,7
Kerusakan primer adalah proliferasi kondrosit yang abnormal pada lempeng
pertumbuhan tulang yang menyebabkan pemendekan tulang-tulang panjang, tetapi
ketebalan tulang tetap sesuai/tidak berubah. Bagian yang lain dari tulang panjang ini
mungkin tidak dipengaruhi. Manifestasi dari gangguan ini adalah pendeknya anggota
gerak (khususnya bagian proksimal), tulang belakang yang normal, pembesaran
kepala, saddle nose/jembatan hidung rata, dan lordosis lumbal yang berlebihan.
Penyakit ini diturunkan secara genetik. Walaupun demikian, banyak kasus
akondroplasia terjadi karena mutasi gen (perubahan gen). 2,4,5
V. ANATOMI DAN FISIOLOGI TULANG
Akondroplasia merupakan salah satu dari penyakit kondrodistrofi atau
osteokondrodisplasia dimana perkembangan kartilago dan tulang terganggu,
mencakup beragam kelompok penyakit yang ditandai dengan abnormalitas intrinsik
dari kartilago atau tulang atau keduanya. 5,7,8,10
Tulang-tulang panjang memendek tetapi ukurannya menjadi lebar karena
pertumbuhan tambahan tulang tidak dipengaruhi. Tulang tengkorak juga ikut
membesar. Kolumna spinalis memiliki panjang yang relatif normal, tetapi menjadi
bentuk kifosis karena kelainan dari vertebra dan bentuk tubuh. 5,11

1. Tulang
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat
untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Pembentuk jaringan
tulang terdiri atas sel-sel tulang (sel osteoprogenitor, osteoblast, osteosit, dan
osteoklas) dan matriks tulang. Komponen-komponen nonselular utama dari tulang
adalah mineral-mineral dan matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan
kristal membentuk suatu garam kristal (hidroksiapatit) yang merupakan matriks non
organik, yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini
memadatkan kekuatan tulang. Matriks organik tulang disebut juga osteoid. Sekitar
70% dari osteoid adalah kolagen tipe 1 yang kaku. Materi organik lain yang
menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat. 12
Secara makroskopik, tulang terdiri atas spongiosa (kanselosa) dan kompak
(padat). Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum). Lapis tipis
jaringan ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum dan meluas ke dalam kanalikuli
tulang kompak. 12
Secara mikroskopik, tulang terdiri atas : 12
1. Sistem Havers yaitu saluran Havers (saraf, pembuluh darah, aliran limfe)
2. Lamella (lempeng tulang yang tersusun konsentris).
3. Lakuna (ruangan kecil yang terdapat di antara lempenganlempengan yang
mengandung sel tulang).
4. Kanalikuli (memancar di antara lakuna dan tempat difusi makanan sampai ke
osteon).
Tulang panjang utamanya memiliki bagian-bagian yang khas meliputi diafisis,
metafisis dan epifisis. Diafisis atau batang merupakan bagian tengah tulang yang
berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan
yang besar. Metafisis merupakan bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir
batang. Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa
yang mengandung sel-sel hematopoetik. Lempeng epifisis merupakan daerah

pertumbuhan longitudinal pada anak-anak dan bagian ini akan menghilang pada
tulang dewasa. Bagian ini langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang yang
bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruh
tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum yang mengandung sel-sel
yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang
panjang. 12
Lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan ini memiliki 4 lapisan. Lapisan
sel yang letaknya paling atas dekat dengan epifisis disebut daerah sel istirahat.
Lapisan berikutnya adalah zona proliferasi, dimana pada zona ini terjadi pembelahan
aktif sel, dan di sini dimulainya suatu pertumbuhan tulang panjang. Sel-sel yang aktif
ini didorong ke arah batang tulang ke dalam zona hipertrofi, suatu tempat di mana
sel-sel membengkak menjadi lemah dan secara metabolik menjadi tidak aktif. 12
Di dalam daerah kalsifikasi tambahan inilah sel-sel tulang mulai menjadi
keras karena mineral disimpan dalam kolagen dan proteoglikan. Kerusakan pada
daerah proliferasi dapat menyebabkan pertumbuhan terhenti dengan retardasi
pertumbuhan longitudinal anggota gerak tersebut atau terjadi deformitas progresif
bila hanya sebagian dari lempeng tulang yang mengalami kerusakan berat. 12

Gambar 1. Proses perkembangan tulang 8

Pembagian tulang menurut bentuknya adalah: 12

1. Ossa longa (tulang panjang) yaitu tulang yang ukuran panjangnya terbesar,
contoh: os humerus.
2. Ossa brevia (tulang pendek) yaitu tulang yang ketiga ukurannya (panjang,
lebar, dan tebal) kira-kira sama besar, contoh: ossa carpi
3. Ossa plana (tulang gepeng/pipih): tulang yang ukuran lebarnya terbesar,
contoh: os parietal
4. Ossa irregular (tulang tak beraturan), contoh: os sphenoidale
5. Ossa pneumatica (tulang berongga udara), contoh: os maxilla.
2. Tulang Rawan/Kartilago
Tulang rawan berkembang dari mesenkim membentuk sel yang disebut kondrosit .
Kondrosit menempati rongga kecil (lakuna) di dalam matriks dengan substansi
dasar seperti gel (berupa proteoglikans) yang basofilik. Kalsifikasi menyebabkan
tulang rawan tumbuh menjadi tulang keras. Pertumbuhan tulang rawan berakhir
selama periode dewasa. 12
Berdasarkan jenis dan jumlah serat di dalam matriks, ada 3 macam tulang
rawan: 12
1. Tulang rawan hialin: matriks mengandung serat kolagen. Kartilago jenis ini
yang paling banyak dijumpai
2. Tulang rawan elastin: serupa dengan tulang rawan hialin tetapi lebih banyak
serat elastin yang mengumpul pada dinding lakuna yang mengelilingi
kondrosit
3. Fibrokartilago: tidak pernah berdiri sendiri tetapi secara berangsur menyatu
dengan tulang rawan hialin atau jaringan ikat fibrosa yang berdekatan.
Ada dua cara pertumbuhan tulang rawan, yaitu : 12
1. Appositional growth yaitu pertumbuhan tulang rawan dari luar. Sel pembentuk
kartilago di dalam perikondrium menyekresi matriks baru ke permukaan luar
kartilago yang sudah ada.

2. Interstisial growth yaitu pertumbuhan dari dalam. Kondrosit yang berikatan


dengan lakuna di dalam kartilago membelah dan menyekresi matriks baru dan
memperluas kartilago dari dalam.
VI.

PATOFISIOLOGI
Pertumbuhan tulang yang normal tergantung pada produksi kartilago (suatu

jaringan penyambung tipe fibrosa yang bertindak sebagai dasar pembentukan tulang).
Kalsium didepositkan dalam kartilago, akan menyebabkannya menjadi keras dan
berubah menjadi tulang. Pada akondroplasia, kelainan dari proses ini menghalangi
tulang-tulang (utamanya tulang pada anggota gerak) untuk dapat bertumbuh panjang
sebagaimana yang seharusnya, tetapi pada saat yang sama justru tulang menebal
secara abnormal. Tulang-tulang pada trunkus dan kranium kebanyakan tidak
dipengaruhi, walaupun foramen magnum sering menyempit dibandingkan dengan
yang normal, dan kanalis spinalis mengecil. 6,13
Akondroplasia merupakan penyakit genetik yang disebabkan oleh mutasi pada
gen

FGFR3

yang

menghambat

pertumbuhan

kartilago

pada

lempeng

pertumbuhannya. FGFR3 mengkode suatu protein yang disebut Fibroblast Growth


Factor Receptor 3. Protein ini merupakan tempat bekerjanya faktor pertumbuhan
utama yang bertanggung jawab terhadap proses pemanjangan tulang. Ketika faktor
pertumbuhan ini tidak dapat bekerja dengan baik karena hilangnya reseptor tersebut,
pertumbuhan tulang pada kartilago lempeng pertumbuhan akan mengalami
perlambatan. Hal ini mengakibatkan pemendekan tulang, bentuk tulang yang
abnormal dan perawakan pendek. 2,5,6

VII.
DIAGNOSIS
A. Diagnosis Klinik

Akondroplasia dapat didiagnosis berdasarkan karakteristik klinis dan


gambaran radiologi. Pada bayi, dimana diagnosis mungkin sulit dilakukan, dan pada
seseorang dengan gejala yang tidak khas, tes molekul genetik dapat digunakan untuk
mendeteksi mutasi dari gen FGFR3 (lokus 4p16.3). 2,4
Diagnosis akondroplasia ditegakkan berdasarkan gejala klinik yaitu
perawakan tubuh dan anggota gerak yang pendek, tidak proporsional, disertai kepala
yang besar (brakisefal) dengan penonjolan frontal, penonjolan tulang mandibula dan
hidung pesek. 1
Gibbus pada daerah lumbal merupakan tanda umum akondroplasia dan akan
menghilang pada tahun pertama. Selanjutnya punggung akan menjadi lurus dan
berganti dengan lordosis lumbal. Pada kasus ini ditemukan adanya lordosis setinggi
vertebra torakal 12 sampai lumbal 5.1
Batang tubuh dan tungkai pendek. Tungkai bengkok dan segmen tungkai
proksimal lebih pendek (rhizomelia). Diameter kranium biasanya lebih besar daripada
persentil ke-97 dengan penonjolan dahi (frontal bossing), bagian tengah wajah sering
mengecil, nostril menyempit dan jembatan hidung rata (saddle nose). Biasanya ada
brakidaktili dan menyerupai trident. Siku mungkin terbatas dalam ekstensi dan
pronasi. 3
Ciri-ciri dari akondroplasia selalu nyata saat lahir. Kebanyakan dari individu
yang menderita kelainan ini memiliki intelegensi yang normal. Pada bayi, hipotoni
ringan sampai sedang, dan kemampuan perkembangan motorik sering terlambat. Bayi
kesulitan menegakkan kepalanya karena hipotonia dan besarnya ukuran kepala. 1,4
Masalah respirasi dapat terjadi pada anak dan bayi. Obstruksi dari jalan napas
dapat berasal dari pusat pernapasan karena kompresi dari foramen magnum atau yang
berasal dari obstruksi karena penyempitan rongga hidung. Gejala dari obstruksi jalan
napas termasuk stridor dan apnu saat tidur. Individu yang mengalami hal ini sering

tidur dengan posisi hiperekstensi leher. Dwarfisme dengan akondroplasia merupakan


sebab primer dari pemendekan anggota gerak. tungkai biasanya lurus pada bayi,
tetapi lutut menjadi bentuk valgus saat anak-anak mulai berjalan. Pada anak yang
sudah mampu berjalan, lutut berubah menjadi bentuk varus. Jari tangan dan kaki
memendek. 4
Infeksi telinga bagian tengah sering terjadi pada bayi dan anak karena
kecilnya ukuran dari saluran hidung dan karena disfungsi pada tuba eustachius.
Infeksi telinga yang menetap dapat menyebabkan penurunan pendengaran.
Mandibula juga dapat membesar. Hal ini mengakibatkan gigi berdesak-desakan.3,4
Manifestasi klinik dari akondroplasia dapat dirangkum sebagai berikut : 3,4,13

Pemendekan anggota gerak (terutama lengan dan tungkai bagian proksimal)


atau rhizomelia yang dapat dikenali pada saat lahir

Pembesaran kepala dengan penonjolan dahi (frontal bossing)

Hipoplasi bagian tengah wajah/bentuk wajah kurang berkembang, saddle


nose (jembatan hidung menjadi rata/hidung berbentuk seperti pelana)

Tangan berbentuk trident, dimana antara jari tengah dan jari manis terdapat
jarak sehingga tangan seperti garpu bersusuk tiga

Pembatasan ekstensi siku, tetapi tidak mempengaruhi penderita akondroplasia


untuk dapat beraktivitas secara normal

Gibus di regio torakolumbal pada bayi. Tulang belakang membengkok dengan


penonjolan bokong pada anak dan orang dewasa, waddling gait.

Genu varum

B. Gambaran Radiologi
Gambaran radiologik menunjang diagnosis yaitu ditemukannya basis kranium
yang kecil, kepala relatif lebih lebar dari wajah dengan penonjolan frontal dan

hipoplasia mandibula, pemendekan tulang-tulang panjang dan pelvis yang sempit.


Riwayat adanya akondroplasia dalam keluarga semakin memperkuat diagnosis ini. 4
1. Foto Polos X-Ray
a. Vertebra
Roentgenogram menampakkan diameter anteroposterior dari korpus vertebra
pendek, tetapi tinggi dari tulang vertebra tidak berkurang secara signifikan. Pada
regio torakolumbal (vertebra torakalis bawah atau vertebra lumbalis atas), satu atau
dua dari korpus vertebra dapat tampak seperti baji anterior atau menonjol seperti
moncong peluru (bullet-nosed). Korpus vertebra torakolumbal mungkin mirip seperti
yang ditemukan pada sindrom Hurler. Lekuk-lekuk dari bagian posterior tulang
vertebra dapat terlihat, utamanya vertebra lumbalis. 3,6

Gambar 2

Gambar 3

Gambar 2. Stenosis spinalis. Korpus vertebra posterior


berlekuk-lekuk di antara daerah distal, di atas teka yang
opak. 6
Gambar 3. Penyempitan progresif dari kanalis vertebralis
daerah lumbal, bullet-nose vertebra, dan lordosis lumbalis.
Tulang-tulang iga memendek.4

10

Kanalis spinalis pada daerah lumbal meruncing ke arah kaudal sehingga jarak
interpedinkulus berkurang dari L1 sampai L5 (pedikel tampak pendek), berlawanan
dengan pelebaran kaudal pada normalnya. Ini merupakan tanda yang membedakan
akondroplasia, walaupun tidak tampak pada bayi baru lahir. Ruang diskus bertambah
karena pada penampakan lateral akan menunjukkan pengecilan dari kanalis spinalis.
Gejala yang berat dari protrusi diskus intervertebralis kemungkinan besar akan
berkembang pada masa mendatang. Stenosis spinalis pada regio lumbosakral
merupakan faktor predisposisi yang penting dan dapat dikonfirmasi dengan
pemeriksaan radikulografi, CT atau MRI. 3,6
b. Pelvis
Pelvis menjadi pendek, kecil dan diameternya berkurang. Sayap iliaka
menjadi lebih lebar dan sedikit memberikan gambaran batu nisan (tombstone
appereance). Asetabulum letak posterior dan atap asetebulum menjadi horizontal. L5
letak lebih dalam dan kemiringan pelvis berlebihan menyebabkan penonjolan dari
gluteus dan bentuk punggung lordosis. Lekukan sakroiskiadika yang sempit dan
dalam (champagne glass appereance). 3,6

Gambar 4.
Sayap iliaka melebar dengan atap
asetabulum menjadi horizontal.
Penyempitan jarak interpedikel pada
daerah lumbosakral dan kerusakan
pada metafisis femur bagian distal. 6

11

Gambar 5.
Penyempitan
progresif
jarak
interpedikel dengan gambaran
pelvis champagne-glass. Kedua
tungkai lurus pada bayi. 4

c. Tulang-tulang Panjang
Tulang panjang, panjangnya berkurang, terutama pada segmen tungkai
proksimal, tampak agak lebar dan pendek gemuk. Pemendekan paling besar pada
falang. Tubulus tulang memendek, tampak melebar dan memiliki insersi otot yang
jelas. Humerus dan femur lebih dipengaruhi dibandingkan dengan tulang-tulang distal
(rhizomelia). Fibula memanjang dan membengkok. Celah sendi mengalami pelebaran
ke arah proksimal epifisis dan metafisis dan dapat tampak berbentuk V (tanda
sirkumfleksi).

Keterlambatan

proses

osifikasi

dan

pengurangan

diameter

anteroposterior menyebabkan ujung tulang femur, misalnya pada bayi menampakkan


densitas radiolusen. Defek yang terjadi pada anak yang lebih tua berada di epifisis

12

dari tuberkulum tibia karena kelebihan kartilago yang tidak terkalsifikasi pada usia
ini. 3,6

Gambar 6.

Gambar 7

Gambar 6. Humerus membengkok ke posterior, menyebabkan ekstensi lengan


berkurang. Dislokasi kaput radius ke arah posterior juga dapat menjadi salah
satu penyebab.4
Gambar 7. Tanda sirkumfleksi
(inverted V configuration), yang
mengakibatkan gaya berjalan waddling gait.4

d.

Perubahan Tulang Tengkorak


Perubahan-perubahan ini penting untuk diagnosis dari akondroplasia. Tulang

kalvaria (atap tengkorak) relatif membesar dibandingkan dengan wajah disertai


dengan penonjolan frontal dan hipoplasia maksila, tetapi basis krani memendek. Sela

13

tursika dapat mengecil. Foramen magnum mengecil dan berbentuk corong (funnelshapped) yang tidak teratur. 3,6
Hidrosefalus dapat terjadi dan telah dihubungkan oleh penyebab mekanik ini.

Gambar 8.
Pembesaran kalvaria kranii (atap
tengkorak). Perhatikan adanya
pembesaran
mandibula
dan
penonjolan
frontal
(frontal
bossing). 4

e. Dada
Diameter anteroposterior dada berkurang disertai pemendekan iga anterior.
Gambaran radiologis akondroplasia serupa dengan pseudoakondroplasia, tapi pada
pseudoakondroplasia kelainannya di epifisis, sedangkan akondroplasia terletak di
metafisis. Dengan foto lateral tulang belakang pada pseudoakondroplasia terlihat
penonjolan di pusat vertebra yang berasal dari permukaan depan, sedang pada
akondroplasia kelainan pada arkus bagian belakang. 3,6
Tulang-tulang iga menjadi pendek, ujung anterior costa melebar, sternum
pendek dan lebar/besar. Skapula memiliki bentuk ganjil/aneh, di mana skapula akan

14
Gambar 9
Pemendekan tulang-tulang iga.4

kehilangan sudutnya yang tajam. Fossa glenoid kecil dalam hubungannya dengan
kaput humerus. 3,6
f. Tangan dan Kaki
Tubulus tulang dari tangan dan kaki terlihat pendek dan melebar, tetapi
tulang-tulang karpal dan tarsal sedikit dipengaruhi. Pemendekan paling besar pada
falang. Tangan berbentuk trident sering ditemukan, di mana semua jari hampir
memiliki panjang yang sama, berpasangan ditambah dengan ibu jari dan menjauh
satu dengan yang lain.3,6

Gambar 10.
Tangan berbentuk trident (Trident hands).
Jari-jari melebar dengan panjang yang
hampir sama.4

15

2. CT-Scan
CT-Scan menunjukkan bahwa anak-anak dengan akondroplasia memiliki
beberapa derajat penekanan foramen magnum. Sekitar 96% anak-anak, foramen
magnum kurang dari 3 standar deviasi. CT-Scan dan atau MRI dapat menggambarkan
perubahan ini. 4
Kanalis spinalis yang kecil terjadi pada servikal sejak lahir, tetapi gejala dari
stenosis kanalis servikalis secara umum tidak timbul sampai usia pertengahan atau
lebih. Pencitraan preoperatif dengan CT, CT mielografi dan atau MRI penting untuk
suatu operasi. 4
Sensitivitas CT mielografi lebih besar daripada mielografi konvensional. CT
menggambarkan tulang lebih mendetail daripada MRI. MRI memiliki keuntungan
bebas dari radiasi, tetapi banyak klinikus yang menganggap bahwa derajat stenosis
biasanya paling baik dilihat dengan menggunakan mielografi. 4
Fossa posterior dari otak dan sumsum tulang lebih baik terlihat pada MRI
daripada CT. Edema sumsum tulang dan perubahan-perubahan yang menyertai
myelomalacia biasanya tidak dapat dilihat dengan CT. CT-Scan juga hanya
memberikan kelainan yang menyertai secara tidak langsung, seperti syringomyelia,
sedangkan MRI menunjukkan karakteristik secara langsung dan lebih jelas. 4

3. MRI
Pada kanalis spinalis, kelainan yang menyertai akondroplasia seperti
syringomyelia dan perubahan myelomalacia dapat dicitrakan dengan baik oleh MRI.
Pada syringomyelia, MRI akan memperlihatkan cairan sentral yang mengisi
kavitas.4,15

16

Pada stenosis spinalis, MRI juga dapat mendemonstrasikan protrusi diskus


intervertebralis dan osteofit yang menyebabkan penekanan tulang belakang serta
hidrosefalus. MRI merupakan teknik nonivasif yang ideal untuk anak-anak karena
tidak menggunakan radiasi ionisasi. MRI memiliki keuntungan lebih daripada CTscan untuk menampilkan secara mendetail mengenai sumsum tulang bagian fossa
kranialis posterior. 4
Pemeriksaan klinis dan MRI yang lebih dini perlu dilakukan untuk
menentukan apakah bayi dengan akondroplasia mengalami kompresi medula bagian
servikal. Dengan diagnosis yang lebih cepat, dekompresi sedang pun dapat ditangani
dengan baik untuk menghindari komplikasi serius yang sering menyertai kompresi
ini, termasuk kematian mendadak. 4
CT menggambarkan secara mendetail tentang tulang dan tingkatan stenosis
spinalis lebih baik dibandingkan dengan MRI. 4

Gambar 11.
Potongan sagital vertebra bagian
servikal.
MRI
menunjukkan
penyempitan foramen magnum pada
level C1, ruang subarachnoid tidak
terlihat jelas. Pasien berumur 6 tahun
dengan tanda defisit neurologi.4

4. Ultrasonografi

17

Ultrasonografi dapat dilakukan pada pemeriksaan antenatal terhadap wanita


yang memiliki risiko akondroplasia. Ultrasonografi merupakan suatu modalitas yang
noninvasif dan baik untuk menilai keadaan ventrikel pada bayi sebelum fontanela
menutup. USG mungkin dapat ditambah dengan CT dan atau MRI kepala untuk
memonitor kompresi dari foramen magnum. 4
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Patel dan Filly pada 15 fetus
dengan risiko akondroplasia tipe homozigot, disimpulkan bahwa pembentukan
lengkung pertumbuhan femoral pada trimester kedua dengan sonogram serial
memungkinkan kita untuk membedakan tipe homozigot, heterozigot dan fetus normal
dari kedua orang tua yang menderita akondroplasia tipe heterozigot. 4

C. Tes Molekul Genetik


Tes molekul genetik dapat digunakan untuk mendeteksi mutasi gen FGFR3.
Beberapa tes 99% sensitif dan tersedia pada laboratorium klinik. Seorang dokter
dapat mendiagnosis penyakit ini sejak neonatus berdasarkan gejala-gejala fisik yang
didapatkan. Untuk mengkonfirmasi dwarfisme yang disebabkan oleh akondroplasia
ini dapat digunakan foto polos X-ray. 4,13
VIII.

DIAGNOSIS BANDING
Walaupun lebih dari 100 displasia tulang yang menyebabkan perawakan

pendek telah diketahui, banyak di antaranya yang jarang ditemukan, dan semuanya
memiliki gambaran klinik dan radiologi yang membedakannya dengan akondroplasia.
Berbeda dengan displasia skeletal lainnya, tanda-tanda klinik dari akondroplasia
terlihat saat lahir, tetapi tidak disertai dengan insufisiensi napas. 4
1. Hipokondroplasia sering sukar untuk dibedakan dari keadaan-keadaan perawakan
pendek yang lain. Namun, dapat disimpulkan bahwa vertebra lumbal dan tungkai

18

merupakan daerah yang paling sering menjadi fokus diagnosis untuk penyakit ini.
Untuk mengurangi risiko kesalahan diagnosis, evaluasi radiologi dan pemeriksaan
fisis diperlukan terutama untuk pasien yang tidak memiliki kelainan genetik. 4
2. Pseudoakondroplasia merupakan displasia spondiloepimetafisis yang ditandai
dengan perawakan pendek yang tidak seimbang, kelemahan ligamen dan
osteoarthritis prekoks. Pada kebanyakan keluarga, penyakit ini dapat pula
diturunkan secara autosomal dominan. 4
3. Akondrogenesis merupakan dwarfisme letal yang diturunkan secara autosomal
resesif. Kedua osifikasi endokondral dan membranosa dipengaruhi. Kalvaria,
tulang belakang, dan tulang-tulang panjang dapat dipengaruhi dan sering terjadi
fraktur iga yang berulang. Pemendekan anggota-anggota gerak sangat buruk.
Kranium dan tulang-tulang kurang terosifikasi. Penyempitan rongga dada juga
menyertai kondisi ini, tetapi kepala tidak membesar relatif terhadap postur tubuh.
Polihidramnion juga selalu terjadi. 4
4. Chondroectodermal dysplasia atau Ellis-van Creveld syndrome merupakan
penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif dengan tampilan yang
bermacam-macam. Tulang-tulang iga sangat pendek. Penyakit ini disertai dengan
pemendekan tulang anggota-anggota gerak, penyempitan rongga toraks,
polidaktili, dan penyakit jantung bawaan. Kira-kira 50% pasien memiliki defek
septum atrial (ASD) yang besar. Ukuran dari rongga toraks sangat menyolok
ketika dibandingkan dengan ukuran abdomen dan kepala. 4
5. Osteogenesis imperfekta tipe IIa merupakan keadaan letal yang diturunkan secara
autosomal dominan. Kalvaria kranii penderita menjadi tipis yang mungkin dapat
kolaps dan pasien ini juga mempunyai anggota-anggota gerak yang pendek,
menebal dan membengkok oleh karena terjadi fraktur multipel. 4,14

19

6. Displasia diastrofik merupakan suatu penyakit autosomal resesif dengan


kontraktur multipel dan ibu jari yang melengkung ke dalam (hitchhikers thumb).4
7. Displasia tanatoforik terjadi secara sporadik dan merupakan displasia skeletal
yang bersifat letal terbanyak. Sekitar 14% pasien memiliki kepala berbentuk daun
semanggi (cloverleaf skull). Penyakit ini mungkin diturunkan pula secara
autosomal resesif. Displasia tanatoforik ditandai dengan penyempitan rongga
toraks dan mikromelia. Pembesaran ukuran kepala dengan dahi yang menonjol,
kadang-kadang hidrosefalus dan polihidramnion pada masa fetus. Jaringanjaringan lunak pada anggota gerak mungkin menebal. Displasia tanatoforik ini
lebih sering terjadi pada fetus laki-laki daripada fetus perempuan. 4
8. Fibrokondrogenesis merupakan suatu penyakit autosomal resesif yang disertai
dengan kalvaria krani yang tipis. Sering pula terjadi kolaps sutura. Tulang-tulang
anggota gerak menjadi pendek dan tipis, tulang-tulang iga tipis dan sulit untuk
divisualisasikan pada foto thoraks. Tulang belakang tidak termineralisasi dengan
baik dan metafisis menjadi lebar. 4

IX. PENANGANAN
Salah satu komplikasi dari akondroplasia adalah hidrosefalus yang biasanya
diakibatkan dari obstruksi foramen magnum dan karena sindrom kompresi medula
spinalis segmen lumbalis dan akar saraf, maloklusi gigi, gangguan pendengaran
karena otitis media berulang dan strabismus (akibat dismorfisme kraniofasial).
Pembengkokan kaki dan kifosis menetap dapat juga memerlukan perhatian. Di
samping pengenalan segera dan pengobatan yang tepat, manajemen masalah
psikologis pada masa kanak-kanak harus diperhatikan. Terapi segera dan tepat
terutama diperlukan pada setiap episode otitis media akut. Hidrosefalus tidak lazim
tetapi harus dikenali seawal mungkin. Ada beberapa sumber mengatakan bahwa

20

fisioterapi dan penahan selama masa anak-anak dan dapat memperbaiki komplikasi
kifosis infantil yang lama atau lordosis berat yang dapat memperjelek stenosis
lumbalis pada umur dewasa. Osteotomi dapat terindikasi tepat sebelum atau selama
remaja untuk mengoreksi pembengkokan kaki progresif berat. 3
X. PROGNOSIS
Harapan hidup pada akondroplasia adalah normal, kecuali untuk sedikit
(jarang) penderita dengan hidrosefalus atau dengan komplikasi berat kompresi
medula spinalis servikalis atau lumbalis. Rata-rata tinggi orang dewasa pada
akondroplasia sekitar 131,5 cm pada pria dan 125cm pada wanita. 3
Bayi yang homozigot pada akondroplasia jarang yang bertahan hidup lebih
dari beberapa bulan. Akondroplasia yang bersifat homozigotik disebabkan oleh
adanya 2 alel yang mutan pada nukleotida 1138 dari gen FGFR3, merupakan penyakit
yang serius sehubungan dengan perubahan-perubahan radiologi yang secara kualitatif
berbeda dari kebanyakan kasus akondroplasia. Kematian dini terjadi karena
insufisiensi pernapasan yang berhubungan dengan kecilnya kavum toraks dan defisit
neurologis karena stenosis medula spinalis daerah servikal. Kematian karena penyakit
jantung yang terjadi pada umur 25-35 tahun, sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan
dengan kematian pada populasi umum. 4

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Hartiono, V dan Satriono, R. Sub.Bagian Endokrinologi BIKA FK - Unhas
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Akondroplasia. [online]. Available from:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15_Akonroplasia.pdf/15_Akonroplasia.
html [diunduh pada tanggal 16/02/2010]
2. Best, M.A, MD, MPH, MBA, FCAP,FASCP.Achondroplasia.[online].
Availablefrom:http://www.accessdna.com/condition/Achondroplasia/15?gclid
=
COXav5fRiqACFdRR6wodJ2bFcA
URL
:
www.freemedicaljournals.com
[diunduh pada tanggal 16/02/2010]

3. Hall, B.D. Akondroplasia. Gangguan Tulang dan Sendi. In: Nelson Ilmu
Kesehatan Anak (Nelson Textbook of Pediatrics) Edisi 15 Vol.3. Nelson, MD
et.al. Trans: Wahab, Prof.DR.dr.SpA. EGC. Jakarta. 2000; 2397-2398
4. Khan, A.N. MBBS, FRCS, FRCP, FRCR. Achondroplasia. [online]. Available
from : http://emedicine.medscape.com/article/415494-overview [diunduh
pada tanggal 25/02/2010]

22

5. Favus, M.J and Vokes, T.J. Achondroplasia. Paget Disease and Other
Dysplasias of The Bone. In : Harrisons Principles of Internal Medicine. 15 th
Ed. Braunwald et.al. Mc.Graw Hill. India. 2003; 2244
6. Renton, P and Green, R. Achondroplasia. Congenital Skeletal Anomalies :
Skeletal Dysplasias, Chromosomal Disorders. In : Textbook of Radiology and
Imaging. Volume II. 7th Edition. Sutton D. (Editor). Elsevier Churchill
Livingstone. Philadelphia. 2003; 1062, 1138-1141
7. Reiter, E.O and Rosenfeld, R.G. Achondroplasia. Normal and Aberrant
Growth. In : Williams Textbook of Endocrinology. 10 th Ed. Larsen, et.al.
Saunders. Philadelphia. 2003; 1034-1035
8. Murray, J.R.D, Holmes, E.J, Misra, R.R. Dysplasia:Developmental Disorders.
In: A-Z of Musculoskeletal and Trauma Radiology. Misra, R.R. Cambridge
University Press. Cambridge. 2008; 55
9. Bracchman. Skeletal Dysplasias. Scoliosis and Kyphosis. In: Campbells
Operative Orthopaedics. Vol2. 10th Ed. Canale, S.T.

Mosby.

Toronto.

2003;1931-1933
10. Helms, C.A. Achondroplasia. Miscellaneous Bone Lesions. In: Fundamental
of Diagnostic In Radiology. 2nd Ed. Brant, W.E, Helms, C.A. Lippincott
Williams and Wilkins. Virginia. 2007; 1183-1185
11. Carter, M.A. Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi. Gangguan Sistem
Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat. In: Patofisiologi Konsep-Konsep Klinis
Penyakit. Vol.2. Ed.6. Price, S.A, Wilson, L.M. Trans: Pendit,dkk. EGC.
Jakarta. 2006; 1357-1363
12. DeWitt, R.C, MD. Achondroplasia. [online]. Available from:
http://healthtools.aarp.org/galecontent/achondroplasia-2/3
URL:www.freemedicaljournals.com [diunduh pada tanggal 25/02/2010]
13.
Anonym. Achondroplasia. [online]. Available from:
http://www.lifescript.com/Health/A-Z/Conditions_AZ/Conditions/A/Achondroplasia.aspx?
gclid=CPrZ6JzPiqACFclA6wodQHCsdA&trans=1&du=1&ef_id=
1350:3:s_09ca01afe9b7cdae46cf140e563f6a96_2630480431:

23

S4TrldBbriUAAHamMm4AAABA:20100224090421
URL :www.freemedicaljournals.com
14. Eastman, G.W, MD. Generalized Bone Diseases. Disease of The Bone. In:
Getting Started in Clinical Radiology, From Image to Diagnosis. Eastman,
G.W, Wald, C, Crossin, J, MD. Thieme. Germany. 2006; 135-137
15. Patel, P.R. Siringomielia. Neuroradiologi. In: Lecture Notes Radiologi Ed.2.
Patel, P.R. Trans: Umami, V, dr. Erlangga. Jakarta; 286

24

25

Anda mungkin juga menyukai