Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI
DEXAMETHASONE

DWI JULIANSYAH
MEGA NABILLA
MITA MIRASASTI
NITA HERLIANI
NUR AMALIA
KELOMPOK : 7

PRODI FARMASI
STIKes BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2015

I.
II.
III.

Tanggal praktikum : 11 Mei 2015


Tujuan praktikum
Untuk mengetahui toksisitas obat dexamethasone terhadap hewan percobaan
Dasar teori

Obat anti-inflamasi nonstreoid (OAINS) merupakan kelompok obat yang paling banyak
dikonsumsi di seluruh dunia untuk mendapatkan efek analgetika, antipiretika, dan anti-inflamasi.
OAINS merupakan pengobatan dasar untuk mengatasi peradangan-peradangan di dalam dan
sekitar sendi seperti lumbago, artralgia, osteoartritis, artritis reumatoid, dan gout artritis.
Disamping itu, OAINS juga banyak pada penyakit-penyakit non-rematik, seperti kolik empedu
dan saluran kemih, trombosis serebri, infark miokardium, dan dismenorea.
Obat anti-inflamasi nonstreoid (OAINS) merupakan suatu kelompok obat yang heterogen,
bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian, obat-obat ini
mempunyai banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototip obat golongan
ini adalah aspirin, karena itu OAINS sering juga disebut sebagai obat-obat mirip aspirin (aspirinlike drug). Aspirin-like drugs dibagi dalam lima golongan, yaitu:
a. Salisilat dan salisilamid, derivatnya yaitu asetosal (aspirin), salisilamid, diflunisal
b. Para aminofenol, derivatnya yaitu asetaminofen dan fenasetin
c. Pirazolon, derivatnya yaitu antipirin (fenazon), aminopirin (amidopirin), fenilbutazon dan
turunannya
d. Antirematik nonsteroid dan analgetik lainnya, yaitu asam mefenamat dan meklofenamat,
ketoprofen, ibuprofen, naproksen, indometasin, piroksikam, dan glafenin
e. Obat pirai, dibagi menjadi dua, yaitu (1) obat yang menghentikan proses inflamasi akut,
misalnya kolkisin, fenilbutazon, oksifenbutazon, dan (2) obat yang mempengaruhi kadar
asam urat, misalnya probenesid, alupurinol, dan sulfinpirazon.
A. Efek Analgesik
Sebagai analgesik, OAINS hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai
sedang, misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia, dismenorea dan juga efektif terhadap nyeri
yang berkaitan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan. Efek analgesiknya jauh lebih lemah
daripada efek analgesik opioat, tetapi OAINS tidak menimbulkan ketagihan dan tidak
menimbulkan efek samping sentral yang merugikan. Untuk menimbulkan efek analgesik,
OAINS bekerja pada hipotalamus, menghambat pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya
radang, dan mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi.

Nyeri timbul jika rangsangan mekanik, termal, kimia atau listrik melampaui suatu nilai
ambang tertentu (nilai ambang nyeri) karena itu menyebabkan kerusakan jaringan (Gemy nastity,
dkk, 2011 : 23)
Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer seperti paracetamiol, acetosal, asam
mefenamat, profepenapzon. Begitu pula rasa nyeri dengan demam. Untuk nyeri sedang dapat
ditambahkan kofein atau kodein. Nyeri hebat perlu ditanggulangi dengan morfin.( Tan Hoan Tjay
2001:313)
B. Efek Antipiretik
Temperatur tubuh secara normal diregulasi oleh hipotalamus. Demam terjadi bila terdapat
gangguan pada sistem thermostat hipotalamus. Sebagai antipiretik, OAINS akan menurunkan
suhu badan hanya dalam keadaan demam. Penurunan suhu badan berhubungan dengan
peningkatan pengeluaran panas karena pelebaran pembuluh darah superfisial. Antipiresis
mungkin disertai dengan pembentukan banyak keringat. Demam yang menyertai infeksi
dianggap timbul akibat dua mekanisme kerja, yaitu pembentukan prostaglandin di dalam susunan
syaraf pusat sebagai respon terhadap bakteri pirogen dan adanya efek interleukin-1 pada
hipotalamus. Aspirin dan OAINS lainnya menghambat baik pirogen yang diinduksi oleh
pembentukan prostaglandin maupun respon susunan syaraf pusat terhadap interleukin-1 sehingga
dapat mengatur kembali thermostat di hipotalamus dan memudahkan pelepasan panas dengan
jalan vasodilatasi.
Demam, yang berarti suhu tubuh di atas batas normal biasa, dapat disebabkan oleh kelainan
dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakitpenyakit bakteri, tumor otak, atau dehidrasi. Banyak protein, pemecahan protein, dan zat-zat
tertentu lain, seperti toksin lipopolisakarida yang disekresi oleh bakteri dapat menyebabkan titik
setel termostat hipotalamus meningkat. Zat-zat yang menyebabkan efek ini dinamakan pirogen.
Terdapat pirogen yang disekresikan oleh bakteri toksik atau pirogen yang dikeluarkan dari
degenerasi jaringan tubuh yng menyebabkan demam selama sakit. Bila titik setel termostat
hipotalamus meningkat lebih tinggi dari normal, semua mekanisme untuk meningkatkan suhu
tubuh bekerja, termasuk konservasi panas dan peningkatan pem bentukan panas. Dalam beberapa
jam setelah termostat diubah ke tingkat yang lebih tinggi, suhu tubuh juga mencapai tingkat
tersebut (Guyton, 1997)
C. Efek Anti-inflamasi

Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak.
Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin, serotonin,
bradikinin, prostaglandin dan lainnya yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri,
merah, bengkak, dan disertai gangguan fungsi. Kebanyakan OAINS lebih dimanfaatkan pada
pengobatan muskuloskeletal seperti artritis rheumatoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa.
Namun, OAINS hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan
penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki, atau mencegah kerusakan
jaringan pada kelainan muskuloskeletal.
Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau. Tanda-tanda
radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama sesudah Masehi,
sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda radang ini masih digunakan
hingga saat ini. Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa
sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir
yaitu functio laesa (perubahan fungsi) (Rukmono, 1973)
Umumnya, rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang
mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi
lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut
hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Kalor terjadi
bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi
darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37 oC disalurkan ke permukaan tubuh
yang mengalami radang lebih banyak daripada ke daerah normal (Abrams, 1995; Rukmono,
1973).
Meskipun semua OAINS memiliki sifat analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi, namun
terdapat perbedaan aktivitas di antara obat-obat tersebut. Hal ini dapat dilihat dari diagram
perombakan asam arachidonat.

IV.

Alat dan Bahan :


a. Mencit
b. Tablet dexamethasone
c. Larutan PGA

d. Disposable 1mL
e. Disposable 3mL
f. Disposable 5mL

g. Toples
h. Kapas
i. Aqua Pro Injeksi

j. Sarung tangan
k. Sonde
l. Glukometer

m.
Dosis uji
1. Dexamethason pada manusia : 50 mg
2. Dexamethason pada manusia : 100 mg
3. Dexamethason pada manusia : 150 mg
4. Dexamethason pada manusia : 200 mg
5. Dexamethason pada manusia : 250 mg
n.
Prosedur kerja
1. Tiap kelompok menggunakan 2 ekor mencit (dibuat 4 kelompok)
2. Tiap masing-masing mencit diberikan tablet dexamethasone dosis uji 1,2,3dan 4
3. Perhatikan dan catat gejala yang terjadi pada tiap-tiap mencit bila sudah terlihat

V.

VI.

ada tanda-tanda keracunan (intoksikasi). Berikan obat-obatan pada dosis konversi


yang sesuai dengan gejala yang timbul dan perhatikan efeknya.
4. Data-data tersebut masukkan dalam tabel data
5. Bandingkan data dari ketiga dosis tersebut.
o.
VII.

Perhitungan dan Hasil pengamatan


p. 50 mg x 0,0026=0,13mg /20 g BB mencit
q.

0,13mg
x 123 mg=31,98 mg/20 g BB mencit
0,5 mg

r.
Stok = 31,98 mg/0,2mL
s.
1599 mg/10mL
Bobot mencit
1. Mencit 1 = 16,32
2. Mencit 2 = 14,15
Pemberian dosis obat pada mencit
16,32

x 0,2 mL=0,1632mL
1. Mencit 1
20
2. Mencit 2

14,15
x 0,2 mL=0,1415 mL
20

Hasil pengamatan
t.
v.

Hewan uji
Mencit I

y.

Mencit II

w.
x.
z.

u.
Pengamatan
Normal, tidak menimbulkan efek toksik
(hanya terjadi grooming)
Normal, tidak menimbulkan efek toksik

aa.

(hanya terjadi grooming)

ab.
VIII. Dokumentasi
ac.
ad.
IX.
Pembahasan
ae. Praktikum pada percobaan ini mengenai efek toksisitas dari obat dexamethason..
Dimana tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu untuk mengetahui efek toksik atau
keracunan dari suatu obat dexamethason yang merupakan golongan dari obat glukokortikoid
dengan pemberian dosis yang bertahap. Dimana obat asetosal ini merupakan golongan obat
anti-inflamasi nonstreoid (OAINS) obat golongan ini adalah kelompok obat yang paling
banyak dikonsumsi untuk penggunaan antiinflamasi steroid, antiemetik, antineoplastik,
hormonal, glukokortikoid sintetik, dan glukokortikoid topikal.
af. Pada praktikum ini digunakan hewan uji yaitu mencit jantan, hal ini disebabkan
karena mencit betina mengalami fase estrus dimana pada fase ini terjadi peningkatan hormone
estrogen dan hormone pertumbuhan yang akan mempengaruhi sekresi insulin. Langkah
pertama yang dilakukan dalam percobaan ini yaitu proses penimbangan dari setiap hewan uji
terlebih dahulu dengan tujuan untuk mengetahui bobot badan dari hewan uji yang akan
digunakan dimana bobot badan dari hewan uji tersebut akan berpengaruh pada banyaknya
sediaan yang diberikan pada hewan uji tersebut.
ag. Setelah dilakukan proses penimbangan kemudian dilanjutkan pada proses
pemberian sediaan uji. Dimana untuk pemberian sediaan uji ini dilakukan secara oral. Tujuan
dilakukan secara oral untuk memudahkan proses absorpsi dari suatu obat tersebut sehinnga
menghasilkan efek yang diinginkan. Dimana waktu paruh dari asetosal yaitu 15-20 menit
tergantung dari besar dosis yang diberikan. Setelah dilakukan proses pemberian sediaan uji
dari masing-masing mencit kemudian dilakukan proses pengamatan. Dimana pengamatan ini
dilakukan selama kurang lebih 1 jam dengan berbagai variasi dosis dimulai dari dosis 1 yaitu

8 gram sampai dengan dosis 5 yaitu 17 gram. Namun yang akan dibahas pada percobaan ini
yaitu mengenai dosis 5 sebesar 17 gram. Dari pengamatan dapat diketahui bahwa pada 30
menit pertama untuk mencit 2 sudah mengalami gejala toksisitas atau keracunan dengan
terjadinya kelemahan otot dan tubuh bergetar yang menandakan reaksi atau efek toksisitas
yang disebabkan oleh obat tersebut sedangkan untuk mencit 1 tidak menandakan adanya
gejala keracunan tetapi hanya terjadi grooming dan tubuh bergetar, hal ini disebabkan karena
pada saat proses pemberian sediaan terjadi kesalahan sehingga sediaan yang diberikan tidak
masuk dan tidak terabsorpsi secara sempurna yang mengakibatkan mencit tersebut normal.
Sedangkan setelah satu jam pengamatan diperoleh hasil bahwa untuk kedua mencit tersebut
dengan pemberian dosis sebesar 17 gram tidak menimbulkan efek kematian yang seharusnya
pada dosis tersebut terjadi kematian karena dosis toksis dari asetosal yaitu lebih besar dari 900
mg yang dapat menimbulkan efek toksisitas yang parah 6 jam setelah dicerna. Hal tersebut
bisa terjadi mungkin karena terbatasnya waktu pengamatan dan proses pemberian sediaan uji
yang salah sehingga obat tersebut tidak masuk.
ah. Dimana toksisitas terberat yang disebabkan oleh asetosal ini diantaranya
penurunan pendengaran, gangguan saluran cerna, dan pendarahan spontan sering terjadi,
dengan perdarahan akut dari erosi lambung juga mungkin terjadi Seperti dengan obat
antiinflamasi nonsteroid lainnya, asetosal dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal,
khususnya pada mereka yang sudah ada penyakit ginjal atau gagal jantung kronis (Anderson,
2001).
ai. Mekanisme kerja dari obat asetosal ini yaitu Mengasetilasi enzim siklooksigenase
dan menghambat pembentukan enzim cyclic endoperoxides, Menghambat sintesa tromboksan
A-2 (TXA-2) di dalarn trombosit, sehingga akhirnya menghambat agregasi trombosit,
Menginaktivasi enzim-enzim pada trombosit tersebut secara permanen serta Pada endotel

pembuluh darah, menghambat pembentukan prostasiklin. Hal ini membantu mengurangi


agregasi trombosit pada pembuluh darah yang rusak.
aj.
ak.
al.
am.
an.
ao.
ap.
aq.
ar.
as.
at.
au.
av.
aw.
ax.
ay.
az.
ba.
bb.
bc.
bd.
be. Pada praktikum farmakologi toksikologi kali ini yaitu tentang toksisitas obat
dexamethasone terhadap mencit jantan putih, dimana dexamethasone merupakan obat
anti-inflamasi nonstreoid (OAINS) obat golongan ini adalah kelompok obat yang paling
banyak dikonsumsi di seluruh dunia untuk mendapatkan efek analgetika, antipiretika, dan
anti-inflamasi. Analgetik merupakan obat yang mengurangi bahkan mungkin
menghilangkan rasa sakit tanpa diikuti hilangnya kesadaran. Antipiretik adalah obat yang
digunakan untuk menurunkan demam. Antiinflamasi adalah obat yang dapat
menghilangkan radang yang disebabkan bukan karena mikroorganisme
bf. Obat analgetik, antipiretik serta obat antiinflamasi non steroid (AINS) merupakan
salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter.
Obat-obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, secara kimia. Walaupun
demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek samping
bg. Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan
dengan kerusakan jaringan. Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi
stimuli akibat kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivlin C ke kornu

dorsalisitas listrik kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan
saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus dan korteks serebri,
implus listrik tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai katalis dan kuantitas
nyeri setelah mengalami modulasisepanjang saraf perifer dan disusunan saraf pusat.
Rangsangan yang dapat mengakibatkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu,
dan agen kimiawi yang dilepaskan karena trauma/inflamasi.
bh. Demam atau febris merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan suhu
tubuh, dimana suhu tersebut melebihi dari suhu normal. Proses perubahan suhu yang
terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk
kedalam tubuh. Umumnya, perasaan keadaan sakit terjadi karena adanya peradangan.
Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh
terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan
diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh yang dikenal
sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya mikroorganisme tersebut, tubuh berusaha
melawan dan mencegahnya dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh berupa
leukosit, makrofag dan limfosit untuk memakan (fagositosit) dimana tentara tubuh akan
mengeluarkan senjata berupa zat kimia

yang dikenal sebagai pirogen endogen

(khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai antiinfeksi dan selanjutnya akan merangsang
sel-sel indotel hipotalamus untuk mengeluarkan suhu substansi yaitu asam arachidonat
dimana asam ini dapat keluar dengan adanya bantuan enxim fossolopase A2 dan asam
tersebut akan memeacu pengeluaran prostaglandin (PEG 2) yang dibantu oleh enzim
siklooksigenase (COX). Prostaglandin ini mempengaruhi kerja termostat hipotalamus dan
hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (diatas suhu normal).
Peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostal tubuh (hipotalamus) merasa bahwa
tubuh sekarang dibawah batas normal akibatnya terjadilah respon dingin atau menggil
dan ditujukan menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak dan terjadilah demam.

X.

XI.

bi.
bj.
Kesimpulan
bk. Dari hasil pangamatan dapat disimpulkan bahwa:
bl. Dexamethason merupakan efek dominan sebagai antiinflamasi
bm.
Daftar pustaka

bn.

Myceck J Mary,

Farmakologi Ulasan Bergambar, Widya Medika,

bo.

Jakarta,2002.p.259-261
Dirjen POM. Farmakope Indonesia ed. III, Depkes RI. Jakarta, 1979.p.

bp.

96,401
Hoan, Tan Tjay. & Rahardja, Kirana., Obat Obat Penting Khasiat,
Penggunaan, Dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit PT.

bq.

Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia. 2007


Nastity, Gemy, dkk. Penuntun Praktikum Farmakologi dan Tolsikologi.

br.
bs.

Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar : UIN-press, 2011


Malole, M.B.M.Penanganan hewan percobaan. Bandung: ITB.1989.p.97
Departemen
Farmakologi
dan
Terapeutik.
Farmakologi
dan

bt.

Terapied.V.Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. 2007. p. 490.

Anda mungkin juga menyukai