PENDAHULUAN
Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura yang
diakibatkan oleh transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi
pleura merupakan keadaan
tergantung pada studi populasi. Penelitian yang pernah dilakukan di rumah sakit
Persahabatan, dari 229 kasus efusi pleura pada bulan Juli 1994-Juni 1997, keganasan
merupakan penyebab utama diikuti oleh tuberkulosis, empiema toraks dankelainan ekstra
pulmoner Penyakit jantung kongesti dan sirosis hepatis merupakan penyebab tersering
efusi transudatif sedangkan keganasan dan tuberculosis (TB) merupakan penyebab
tersering efusi eksudatif. Mengetahui karakteristik efusi pleura merupakan hal penting
untuk dapat menegakkan penyebab efusi pleura sehingga efusi pleura dapat ditatalaksana
dengan baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Pleura viseral dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi. Pleura
viseral diinervasi saraf-saraf otonom da mendapat aliran darah dari sirkulasi pulmoner
sementara pleura parietal diinervasi saraf-saraf interkostalis dan nervus frenikus serta
mendapat aliran darah sistemik. Pleura visera dan pleura parietal terpisah oleh rongga
pleura yang mengandung sejumlah tertentu cairan pleura.
Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua pleura
karena biasanya hanya terdapat sekitar 1-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis
serosa yang selalu bergerak secara teratur (Soeparman, 1990, 785). Setiap saat jumlah
cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua
pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang
membuka secara langsung) dari rongga pleura ke dalam mediastinum. Permukaan
superior dari diafragma dan permukaan lateral dari pleura parietalis disamping adanya
keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis .
Oleh karena itu ruang pleura disebut sebagai ruang potensial. Karena ruang ini normalnya
begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas. (Guyton dan Hall,
Ege,1997, 607).5
Cairan Pleura
Cairan pleura mengandung 1.500 4.500 sel/mL, terdiri dari makrofag (75%),
limfosit (23%), sel darah merah dan mesotel bebas. Cairan pleura normal mengandung
protein 1 2 g/100 mL. Elektroforesis protein cairan pleura menunjukkan bahwa kadar
protein cairan pleura setara dengan kadar protein serum, namun kadar protein berat
molekul rendah seperti albumin, lebih tinggi dalam cairan pleura. Kadar molekul
bikarbonat cairan pleura 20 25% lebih tinggi dibandingkan kadar bikarbonat plasma,
sedangkan kadar ion natrium lebih rendah 3 5% dan kadar ion klorida lebih rendah 6
9% sehingga pH cairan pleura lebih tinggi dibandingkan pH plasma. Keseimbangan ionik
ini diatur melalui transpor aktif mesotel. Kadar glukosa dan ion kalium cairan pleura
setara dengan plasma.
Struktur Makroskopis Pleura
dan
pleura
mediastinal
yang
membungkus
organ-organ
mediastinum. Bagian inferior pleura parietal dorsal dan ventral mediastinum tertarik
menuju rongga toraks seiring perkembanga organ paru dan bertahan hingga dewasa
sebagai jaringan ligamentum pulmoner menyusur vertikal dari hilus menuju diafragma
membagi rongga pleura menjadi rongga anterior dan posterior. Ligamentum pulmoner
memiliki pembuluh limfatik besar yang merupakan potensi penyebab efusi pada kasus
traumatik. Pleura kostalis mendapat sirkulasi darah dari arteri mammaria interkostalis dan
internalis. Pleura mediastinal mendapat sirkulasi darah dari arteri bronkialis, diafragmatik
superior, mammaria interna dan mediastinum. Pleura servikalis mendapat sirkulasi darah
dari arteri subklavia. Pleura diafragmatik mendapat sirkulasi darah dari cabang-cabang
arteri mammaria interna serta aorta toraksika dan abdominis. Vena pleura parietal
mengikut jalur arteri dan kembali menuju vena kava superior melalui vena azigos. Pleura
visceral mendapat sirkulasi darah dari arteri bronkialis menuju vena pulmonaris.2,3
Ujung saraf sensorik berada di pleura parietal kostalis dan diafragmatika. Pleura kostalis
diinervasi oleh saraf interkostalis, bagian tengah pleura diafragmatika oleh saraf frenikus.
Stimulasi oleh infl amasi dan iritasi pleura parietal menimbulkan sensasi nyeri dinding
dada dan nyeri tumpul pada bahu ipsilateral. Tidak ada jaras nyeri pada pleura viseral
walaupun secara luas diinervasi oleh nervus vagus dan trunkus simpatikus. Eliminasi
akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik sistemik di pleura parietal.
Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui arteriol interkostalis pleura parietal
melewati mesotel dan kembali ke sirkulasi melalui stoma pada pleura parietal yang
terbuka langsung menuju sistem limfatik. Pleksus limfatikus superfi sialis terletak pada
jaringan ikat di lapisan subpleura viseral dan bermuara di pembuluh limfe septa lobularis
dan lobaris. Jaringan limfatikus ini dari pleura kostalis menyusur ventral menuju nodus
limfatik sepanjang arteri mammaria interna atau dorsal menuju ujung sendi kostosternal,
dari pleura mediastinal menuju nodus limfatikus trakeobronkial dan mediastinum dan
dari pleura diafragmatik menuju nodus parasternal, frenikus medialis dan mediastinum
superior Cairan pleura tidak masuk ke dalam pleksus limfatikus di pleura viseral karena
pleura viseral lebih tebal dibandingkan pleura parietal sehingga tidak terjadi pergerakan
cairan dari rongga pleura ke pleura viseral. Gangguan duktus torasikus karena limfoma
maupun trauma menyebabkan akumulasi cairan limfe di rongga pleura menyebabkan
chylothorax.
II.3 Fisiologi pleura
Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang ditimbulkan
oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas akan menimbulkan
tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan memengaruhi pengembangan paru dalam
proses respirasi. Pengembangan paru terjadi bila kerja otot dan tekanan transpulmoner
berhasil mengatasi recoil elastik (elastic recoil) paru dan dinding dada sehingga terjadi
proses respirasi. Jumlah cairan rongga pleura diatur keseimbangan Starling yang
ditimbulkan oleh tekanan pleura dan kapiler, kemampuan sistem pengaliran limfatik
pleura serta keseimbangan elektrolit. Ketidakseimbangan komponen-komponen gaya ini
menyebabkan penumpukan cairan sehingga terjadi efusi pleura.
Fisiologi tekanan pleura
Pleura viseral dan parietal saling tertolak oleh gaya potensial molekul fosfolipid
yang diabsorpsi permukaan masing-masing pleura oleh mikrovili mesotel sehingga
terbentuk lubrikasi untuk mengurangi friksi saat respirasi. Proses tersebut bersama
tekanan permukaan pleura, keseimbangan tekanan oleh gaya Starling dan tekanan elastik
rekoil paru mencegah kontak antar pleura viseral dan parietal walaupun jarak antar pleura
hanya 10 m. Proses respirasi melibatkan tekanan pleura dan tekanan jalan napas. Udara
mengalir melalui jalan napas dipengaruhi tekanan pengembangan jalan napas yang
mempertahankan saluran napas tetap terbuka serta tekanan luar jaringan paru (tekanan
pleura) yang melingkupi dan menekan saluran napas. Perbedaan antara kedua tekanan
(tekanan jalan napas dikurangi tekanan pleura) disebut tekana transpulmoner. Tekanan
transpulmoner memengaruhi pengembangan paru sehingga memengaruhi jumlah udara
paru saat respirasi.
Peningkatan cairan interstitial paru : Gagal jantung kiri, pneumonia, emboli paru
Peningkatan tekanan intravaskular pleura : Gagal jantung kanan atau kiri, sindrom
VEGF
Peningkatan kadar protein cairan pleura
Penurunan tekanan pleura : Atelektasis, peningkatan rekoil elastik paru
Peningkatan akumulasi cairan peritoneum : Asites, dialisis peritoneum
Disrupsi duktus torasikus
Disrupsi pembuluh darah rongga dada
Penurunan eliminasi cairan pleura
Dalam keadaan normal hanya terdapat 1-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah
cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm
H2O. Terkumpulnya cairan di rongga pleura (efusi pleura) terjadi bila keseimbangan antara
produksi dan absorpsi terganggu, dimana akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan
osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya
permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan
hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis
paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).
Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai
peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatik tekanan osmotik koloid yang menurun.
Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari
kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak
sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat
jenisnya rendah.
Infeksi tuberkulosis pleura biasanya disebabkan oleh efek primer sehingga berkembang
pleuritis eksudativa tuberkulosa. Pergeseran antara kedua pleura yang meradang akan
menyebabkan nyeri. Suhu badan mungkin hanya sub febris, kadang ada demam. 5
Posisi lateral
Bila cairan kurang dari 250 ml (100-200 ml), dapat ditemukan
pengisian cairan di sudut costofrenikus posterior pada foto thorak
lateral tegak. Pada penelitian mengenai model roentgen patologi
Collins menunjukkan bahwa sedikitnya 25 ml dari cairan pleura
(cairan saline yang disuntikkan) pada radiogram dada lateral tegak
lurus dapat dideteksi sebagai akumulasi cairan subpulmonic di
posterior
sulcus
costophrenic,
tetapi
hanya
dengan
adanya
Gambar 11. CT Scan thorax pada pria 50-tahun dengan limfoma nonHodgkin menunjukkan daerah tergantung dengan redaman yang
sama dengan air dan margin atas lengkung (E). Temuan khas dari
cairan
cenderung
akan
terakumulasi
dalam
pleura
menunjukkan
adanya
eksudat.
Cairan
pleura
yang
berwarna
ultrasonografi
dapat
membantu
dalam
II.12
Gambaran radiologi efusi pleura
Pada pemeriksaan foto toraks rutin tegak, cairan pleura tampak berupa
perselubungan homogeny menutupi struktur paru bawah yang biasanya relative
radioopak dengan permukaan atas cekung yang berjalan dari lateral atas kea rah medial
bawah. Jaringan paru akan terdorong kea rah sentral/hilus,karena cairan mengisi ruang
hemitoraks dan kadang kadang mendorong mediastinum ke arah kontralateral.
Jumlah cairan yang dapat dilihat ppada foto toraks tegak adalah 250-300 ml. Bila
cairan urang dari 250 ml(100-200ml), dapat ditemukan pengisian cairan di sinus
kostofrenikus posterior pada foto thoraks lateral tegak. Cairan yang kurang dari 100 ml
(50-100ml), dapat diperlihatkan dengan posisi dekubitus dan arah sinar horizontal dimana
cairan akan berkumpul di sisi samping bawah (cari gambar)
Gambaran radiologi tidak dapat membedakan jenis cairan, jengan tambahan
keterangan-keterangan klinis atau kelainan lain yang ikut serta terlihat dapat diperkirakan
jenis kelainan tersebut.
Kadang-kadang sejumlah cairan terkumpul setempat ddaerah pleura atau fissure
interlobar (loculated/encapsulated) yang sering disebabkan oleh empyema dengan
perlekatan pleura.
II.13
II.14
II.15
BAB III
ILUSTRASI KASUS
III.1 Identitas pasien
Nama
: Ny. R
Jenis kelamin : Perempuan
Usia
: 56 tahun
Alamat
: Jl. Sei Siak No.29
Pekerjaan
: IRT
Agama
: Islam
No RM
: 22.19.00
Tanggal masuk
: 28-10-2015
III.2 Anamnesis
1. Keluhan utama
Sesak nafas
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah di rawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dumai sebanyak dua
kali, terakhir klipasien di rawat tanggal 8 oktober 2015 dengan diagnosis
pleural efusi bilateral dengan CHF ec CAD NYHA II-III, dan DM tipe II
4. Riwayat penyakit keluarga
Tidak diketahui secara pasti
5. Riwayat kebiasaan, sosial, dan ekonomi
Tidak didapatkan data secara lengkap
6. Riwayat pengobatan
Pasien tdak pernah mengkonsumsi OAT, tidak ada data pasti tentang
penggunaan obat lain
III.3 Pemeriksaan fisik
1. Status Generalisata
a. Keadaan umum : Pasien tampak sakit ringan
b. Kesadaran
: Compos Mentis
GCS : 15 E4V5M6
c. Tanda vital
:
Tekanan darah
: 150/80mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Nafas
: 26 x/ menit
Suhu
: 36,60C
d. Keadaan gizi
: Baik
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Konjungtiva anemis : -/ Sklera ikterik
: -/ Mukosa Mulut
: Dalam batas normal
b. Leher
Pembesaran KGB : -
massa (-), hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae, tepi tajam, rata,
III.4
III.5
III.6
III.7
III.8