Anda di halaman 1dari 37

Tugas Mid

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

OLEH:
MUHAMMAD SYAHRIR B1C1 10 065
TOMY ADRIANSYAH
B1C1 10 020
GUSNAWATI
B1C1 10 073
ZUL ASRIANI LA TAHE B1C1 10 063

PROGRAM STUDI AKUTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2013

BAB II
REGULASI KEUANGAN PUBLIK
2.1 DEFINISI REGULASI PUBLIK
Regulasi berasal dari bahasa inggris, yakni regulation atau peraturan. Dalam
kamus bahasa Indonesia (Reality Publisher, 2008), kata peraturan mengandung arti
kaidah yang dibuat untuk mengatur, petunjuk yang dipakai menata sesuatu dengan
aturan, dan ketentuan yang harus dijalankan serta dipatuhi. Jadi, regulasi publik
adalah ketentuan yang harus dijalankan dan dipatuhi dalam proses pengelolaan
organisasi publik, baik pada organisasi pemerintah pusat, pemerintah daerah, partai
politik, yayasan, LSM, organisasi keagamaan/tempat peribadatan, maupun organisasi
masyarakat lainnya.
2.2. TEKNIK PENYUSUNAN REGULASI PUBLIK
Peraturan adalah gambaran tentang kebijakan pengelola organisasi publik.
Peraturan publik disusun dan ditetapkan terkait dengan beberapa hal, dimana yang
pertama,adalah regulasi publik dimulai dengan adanya berbagai isu yang terkait
dengan regulasi tersebut. Kedua, tindakan yang diambil terkait dengan isu yang ada
adalah berbentuk regulasi atau aturan yang dapat diinterpretasikan sebagai wujud
dukungan penuh organisasi publik, ketiga, peraturan adalah hasil dari berbagai aspek
dan kejadian.

Pendahuluan

Mengapa diatur?

Permasalahan dan
Bagaimana
Dengan apa

Diskusi atau

Catatan

PERAGA 2-1

Tahapan dalam Penyusunan Regulasi Publik

Peraga di atas menunjukkan teknik penyusunan regulasi publik yang berupa


rangkaian alur tahapan, sehingga regulasi publik tersebut siap disusun dan kemudian
ditetapkan serta diterapkan.

Pendahuluan
Perancang regulasi publik wajib mampu mendiskripsikan latar belakang
perlunya disusun regulasi publik. Sebuah regulasi publik disusun karena
adanya permasalahan atau tujuan yang ingin dicapai.

Mengapa Diatur
Sebuah Regulasi Publik disusun karena adanya berbagai isu terkait yang
membutuhkan tindakan khusus dari organisasi publik. Hal pertama yang harus

dilakukan adalah mencari jawaban atas pertanyaan mengapa isu tersebut harus
diatur atau mengapa regulasi publik perlu disusun.

Permasalahan dan Misi


Sebuah regulasi publik disusun dan ditetapkan jika solusi alternatif atas suatu
permasalahn telah dapat dirumuskan. Selain itu, penyusunan dan penetapan
regulasi publik juga dilakukan dengan misi tertentu sebagai wujud komitmen
serta langkah organisasi publik menghadapi rumusan solusi permasalahan
yang ada.

Dengan Apa Diatur


Ada berbagai jenjang regulasi publik yang sudah dikenal luas. Sebagai contoh
dalam organisasi pemerintahan, di setiap jenjang struktur pemerintahan
dikenal regulasi tersendiri, seperti peraturan daerah atau keputusan kepala
daerah sebagai aturan didaerah,bentuk aturan lainnya adalah Undang-Undang
Dasar, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden.
Setiap Permasalahan harus dirumuskan dengan jenjang regulasi yang
akan mengaturnya sehingga permasalahan tersebut segera dapat disikapi dan
mencari solusi yang tepat sasaran.

Bagaimana Mengaturnya
Substansi Regulasi publik yang disusun harus dapat menjawab pertanyaan
tentang bagaimana solusi atas permasalahan yang ada akan dilaksanakan.
Dengan Demikian, regulasi publik yang disusun benar-benar merupakan
wujud kebijakan organisasi publik dalam menghadapi berbagai macam
masalah publik yang ada.

Diskusi/Musyawarah
Materi regulasi publik harus disusun dan dibicarakan melalui mekanisme
forum diskusi atau pertemuan khusus publik yang membahas regulasi publik.
Materi tersebut harus dipersiapkan melalui proses penelitian yang

menggambarkan aspirasi publik. Karena itu, materi yang dibahas akan benarbenar menggambarkan permasalahan yang ada dan aspirasi masyarakat.
Forum diskusi penyusunan reguler biasanya telah ditetapkan sebagai bagian
dari proses penyusunan regulasi organisasi publik. Sebagai contoh, di
Pemerintah,
(Musrenbang)

Mekanisme
merupakan

Musyawarah
forum

Perencanaan

diskusi

perumusan

Pembangunan
perencanaan

pembangunan, demikian juga, rapat pembahasan Undang-Undang, sidang


Paripurna di DPR/D, dan lain-lain.

Catatan
Catatan yang dimaksud adalah hasil dari proses diskusi yang dilakukan
sebelumnya. Hasil catatan ini akan menjadi wujud tindak lanjut dari
keputusan organisasi publik yang menyangkut bagaimana regulasi publik akan
dihasilkan dan dilaksanakan.

Dalam istilah teknik, tahapan penyusunan regulasi publik diatur dengan aturan
masing-masing organisasi publik. Aturan tersebut dapat mengatur cara penyusunan
draft regulasi maupun tahapan mulai dari penyusunan, pembahasan, analisis hingga
penetapan regulasi.
2.3 Regulasi Dalam Siklus Akuntansi Sektor Publik
Setiap organisasi publik pasti menghadapi berbagai isu dan permasalahan,
baik yang berasal dari luar (lingkungan) maupun dari dalam organisasi. Oleh karena
itu, setiap organisasi publik pasti mempunyai regulasi publik sebagai wujud kebijakan
organisasi dalam menghadapi isu dan permasalahan tersebut.
Semua proses

tersebut terangkai mulai dari perencanaan, penganggaran,

realisasi anggaran, pengadaan barang dan jasa, pelaporan keuangan, audit, serta
pertanggung jawaban publik. Pada setiap tahapan tersebut, isu dan permasalahan

sering kali melingkupi, baik yang terkait secara fungsional maupun prosedural hingga
pada tataran pelaksanaannya sehingga hasil akhir dari setiap tahap dapat dipengaruhi.
Dalam menghadapinya, organisasi publik pun menggunakan regulasi publik sebagai
alat untuk memperlancar jalannya siklus akuntansi sektor publik agar tujuan
organisasi dapat tercapai.
Regulasi Perencanaan Publik

Regulasi Laporan Pertanggungjawaban Publik Akuntansi


Sektor
Publik

Regulasi Anggaran Publik

Regulasi Pengadaan Barang dan Jasa Publik


Regulasi tentang Pelaksanaan Realisasi Anggran Publik

PERAGA 2.2 Siklus Produk Regulasi dari Akuntansi Sektor Publik


TABEL 2.1 Hasil Regulasi dari Siklus Akuntansi Sektor Publik
Regulasi Tahapan dalam Siklus
Akuntansi Sektor Publik
Regulasi Perencanaan Publik

Contoh Hasil
Regulasi Publik
Peraturan Pemerintah No.7/2005 mengenai
Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Regulasi Anggaran Publik

(RPJM)
Undang-undang

Republik

Indonesia

Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggran


Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggran 2007

Regulasi

tentang

Pelaksanaan

Realisasi Anggran Publik

Peraturan

Presiden

Republik

Indonesia Nomor 93 Tahun 2006


tentang Rincian Anggran Belanja
Pemerintah Pusat Tahun Anggran
-

2007
Otorisasi Kepala Daerah Dokumen

Pelaksanaan Anggran (DPA)


Regulasi Pengadaan Barang dan SK Gubernur tentang Pemenang dalam
Jasa
Regulasi

Pengadaan Barang dan Jasa


Laporan Peraturan Daerah tentang

Pertanggungjawaban Publik

Laporan

Penerimaan

Pertanggungjawaban

Gubernur/Bupati/Walikota
Sebagai Contoh, berikut adalah siklus dan tabel regulasi publik pada masing-

asi Audit Sektor Publikmasing proses akuntansi sektor publik di organisasi pemerintahan.
Regulasi Penganggaran Publik
Regulasi Perencanaan Publik
Regulasi Penganggaran Publik

Regulasi Pertanggungjawaban Publik


Akuntansi
Sektor
Publik

Regulasi Pelaporan Keuangan Sektor


Publik Pengadaan Barang dan Jasa Publik
Regulasi

2.3 Siklus Regulasi yang Mengatur Akuntansi Sektor Publik


TABEL 2.2 Contoh Regulasi Publik Yang Mengatur Akuntansi Sektor Publik

Tahapan dalam Siklus


Akuntansi Sektor
Publik
Perencanaan Publik

Contoh Regulasi Publik


-

UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional


Surat
Edaran
Bersama

no

0295/M.PPN/2005050/166/SJ tentang Tata


cara
Penganggaran Publik

Penyelenggaraan

Musyawarah

Perencanaan Pembangunan tahun 2005


UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Daerah
UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Pusat dan Daerah


Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah


Peemendagri No 59 Tahun 2007 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Realisasi Anggran Publik

Pengelolaan Keuangan Daerah


UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara
Pengadaan Barang dan Peraturan Presiden No 32 Tahun 2005 tentang
Jasa Publik

Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden No 80


Tahun

Pelaporan

2003

tentang

Pedoman

Pelaksanaan

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah


Keungan PP N0.8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan

Sektor Publik
Audit Sektor Publik

dan Kinerja Instansi Pemerintah


- UU No 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan tanggung Jawab Keuangan
-

Daerah
SK BPK No.1 Tahun 2008 tentang Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara

Pertanggungjawaban

Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 2006 tentang

Publik

Pelaporan

Keuangan

dan

Kinerja

Instansi

Pemerintah
Sebagai sebuah siklus, tahapan dalam akuntansi sektor publik saling terkait
dan mempengaruhi satu sama lain. Sebagai contoh, hasil perencanaan yang tidak baik
akan mengakibatkan buruknya tahapan penyusunan anggaran. Karena itu, peran
regulasi publik pada siklus akuntansi sektor publiik ini sangatlah besar. Peran itu akan
menjadi dasar pendukung utama bagi berhasil tidaknya perjalanan siklus akuntansi
sektor publik.
2.4 Penyusunan Regulasi Publik
Regulasi dalam akuntansi sektor publik adalah instrumen aturan yang secara
sah ditetapkan oleh organisasi publik ketika menyelenggarakan pelaporan keuangan,
audit, serta pertanggungjawaban publik.
2.4.1 Perumusan Masalah
Penyusunan regulasi publik diawali dengan merumuskan masalah yang akan
diatur. Untuk itu kita harus menjawab pertanyaan apa masalah publik yang akan
diselesaikan? seorang perancang regulasi publik mampu mendeskripsikan masalah
publik tersebut. Salah satu cara untuk menggali permasalahan ini adalah melakukan
penelitian. Untuk masalah publik yang ada dalam masyarakat, observasi atas objek
permasalahan itu harus dilakukan.
Perumusan masalah publik meliputi hal-hal berikut:
a.
b.
c.
d.
e.

Apa masalah publik yang ada?


Siapa masyarakat yang perilakunya bermasalah?
Siapa aparat pelaksana yang perilakunya bermasalah?
Analisis keuntungan dan kerugian atas penerapan regulasi publik.
Tindakan apa yang diperlukan untuk mengatasi masalah publik?

Terkait dengan akuntansi sektor publik, masalah-masalah yang akan dibahas adalah
sebagai berikut:
TABEL 2.3 Contoh Masalah Publik tentang Akuntansi Sektor Publik
Tahapan Siklus ASP
Perencanaan Publik

Permasalahan
Pihak Terkait
Ketimpangan pelayanan Bagian
Perencanaan,
publik

Penganggaran publik

(keshatan, bagian

pendidikan)
Alokasi

stakeholder
anggaran Bagian anggran, bagian

peleyanan
Realisasi

publik keuangan

minimal
anggaran Jumlah pencairan dana Bagian anggran, bagian

publik

tidak

sesuai

anggran
Pengadaan barang dan Informasi
jasa publik
Pelaporan

program,

dengan keuangan
tidak Bagian

transparan
keuangan Ketidaktepatan

pengadaan,

organisasi

penyedia

layanan barang dan jasa


waktu Bagian keunagan

sektor publik
Audit sektor publik

pelaporan
Kurangnya bukti

Audit

Pertanggungjawaban

Keterbatasan

eksternal
Kepala

publik

pendistribusian informasi

legislatif

internal,

audit

Organisasi,

2.4.2 Perumusan Draft Regulasi Publik


Draft regulasi publik pada dasarnya merupakan kerangka awal yang
dipersiapkan untuk mengatasi masalah publik yang hendak diselesaikan. Terkait
dengan jenis regulasi publik yang akan dibentuk, rancangan regulasi publik tersebut
harus secara jelas mendeskripsikan panataan wewenang bagi lembaga pelaksana dan
perilaku bagi organisasi publik atau masyarakat yang harus mematuhinya.
Secara sederhana, draft regulasi publik harus dapat menjelaskan siapa
organisasi publik pelaksana aturan, kewenangan apa yang diberikan kepadanya, perlu

tidaknya memisahkan antara organ pelaksana peraturan dan organ yang menetapkan
sanksi atas ketidakpatuhan, persyaratan yang mengikat organisasi publik pelaksana,
serta

apa

sanksi

yang

dapat

dijatuhkan

kepada

aparat

pelaksana

jika

menyalahgunakan wewenang. Rumusan permasalahan dalam masyarakat akan


berkisar pada siapa yang berperilaku bermasalah, jenis pengaturan apa yang
proporsional untuk mengendalikan perilaku bermasalah tersebut, dan jenis sanksi
yang akan dipergunakan untuk memaksakan kepatuhan.
Penataan

jenis perilaku itu akan menghasilkan regulasi publik tentang

larangan atau izin dan kewajiban melakukan hal tertentu atau dispensasi. Penyusunan
draft harus menjelaskan pilihan norma kelakuan yang dipilihnya dengan tujuan yang
hendak dicapai. Norma larangan akan menghasilkan bentuk pengaturan yang rinci
tentang perbuatan yang dilarang. Jika menginginkan perkecualia, maka norma juga
harus dirumuskan. Konsekuesinya adalah berupa perumusan sistem dan syarat
perizinannya.

2.4.3 Prosedur Pembahasan


Terdapat tiga tahap penting dalam pembahasan draft regulasi publik, yaitu
dengan lingkup tim teknis pelaksana organisasi publik (eksekutif), lembaga legislatif
(dewan penasehat, dewan penyantun dan lain-lain), dan masyarakat. Pembahasan
pada lingkup teknis adalah yang lebih merepsentsi kepentingan eksekutif
(manajemen). Setelah itu, dilakukan public hearing (pengumpulan pendapat
masyuarakat). Pembahasan dalam lingkup legislatif (DPR/D) dan masyarakat
biasanya sangat sarat dengan kepentingan politis.
2.4.4 Pengesahan dan Pengundangan

Perjalanan terakhir dari perancangan draft regulasi publik adalah tahap


pengesahan yang dilakukan dalam bentuk penandatanganan naskah oleh pihak
organisasi publik (pimpinan organisasi). Dalam konsep hukum waktu, regulasi publik
tersebut mempunyai kekuatan hukum materiil terhadap pihak yang menyetujuinya.
Sejak ditandatangani, rumusan hukum yang ada dalam bentuk regulasi publik sudah
tidak dapat diganti secara sepihak.
Sebagai contoh, dilembaga pemerintah daerah, pengundangan dalam
Lembaran Derah adalah tahapan yang harus dilalui agar rancangan regulasi publik
mempunyai kekuatan hukum yang mengingat kepada publik. Dalam konsep hukum,
draft rancangan regulasi publik sudah menjadi regulasi publik yang berkekuatan
hukum formal. Secara teoritis, semua orang mengetahui regulasi publik mulai
diberlakukan dan seluruh

isi/muatan regulasi akuntansi sektor publik dapat

diterapkan.
Pandangan sosiologi hukum dan psikologi hukum menganjurkan agar tahapan
penyebarluasan (sosialisasi) regulasi publik harus dilakukan. Hal ini diperlukan agar
terjadi komunikasi hukum antara regulasi publik dan masyarakat yang harus patuh.
Pola ini diperlukan agar terjadi internalisasi nilai dan norma yang diatur dalam
regulasi akuntansi sektor publik.

Karena

itu,

ada

tahap

pemahaman

dan

kesadaran untuk mematuhinya.


Perancang regulasi akuntansi sektor publik adalah

orang yang secara

substansial menguasai permasalahan publik didaerah /lokasi tersebut. Permasalahan


yang akan diselesaikan harus dirumuskan dengan jelas agar dapat dipilih instrumen
hukum yang tepat. Selain itu, perancang adalah orang yang juga menguasai sistem
hukum yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar produk hukum regulasi akuntansi
sektor publik tidak bertentangan dengan ketenntuan hukum yang lebih tinggi, atau
bahkan menimbulkan persoalan hukum dalam penerapannya.
2.5. REVIEW REGULASI YANG TERKAIT DENGAN AKUNTANSI SEKTOR
PUBLIK

2.5.1. Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Pra Reformasi


Perjalan akuntansi sektor publik di era pra reformasi didasari pada UndangUndang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintah di Daerah.
Pengertian Daerah dalam era pra reformasi adalah daerah tingkat I yang meliputi
provinsi dan daerah tingkat II yang meliputi kotamadya atau kabupaten. Di samping
itu, ada beberapa peraturan pelaksanaan yang diturunkan dari perundang-undangan,
antara lain:
1. Peraturan Pemerintah Nomor

5 Tahun 1975 tentang Ppengurusan,

Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah.


2. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 TENTANG Penyusunan APBD,
Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, dan penyusunan Perhitungan
APBD.
3. Kepututsan Menteri Dlam Negeri No.900-099 Tahun 1990 tentang Manual
Administrasi Keuangan Daerah.
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.2 Tahun1994 tentang Pelaksanaan
APBD.
5. Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
6. Kepututsan Mendagri Nomor 3 tahun1999 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, karakter pengelolaan keuangan
daerah di era prareformasi dapat di rinci sebagaiberikut:
1. Pengertian Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan DPRD (pasal 13
ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun1975).Artinya tidak terdapat
pemisahan secara konkrit antara eksekutif dan legislatif.
2. Perhitungan APBD berdiri sendiri, terpisah dari pertanggungjawaban Kepala
Daerah (pasal 33 Peraturan Pemerintahan Nomor 6Tahun1975).
3. Bentuk laporan perhitungan APBD terdiri atas:
a. Perhitungan APBD.
b. Nota Perhitungan.

c. Perhitungan Kas dan Pencocokan antar Sisa Kas dan Sisa Perhitungan
di lengkapi dengan lampiran ringkasan perhitungan pendapatan dan
belanja (peraturan pemerintah Nomor 6 tahun1975 dan Keputusan
Mendagri Nomor 3 tahun 1999).
4. Pinjaman, baik pinjaman Pemda maupun BUMD, diperhitungkan sebagai
pendapatan pemerintah daerah, yang dalam sturktur APBD menurut
Kepmendagri NO. 903-057 Tahun 1998 tentang Penyempurnaan Bentuk dan
Susunan Anggaran Pendapatan Daerah masuk dalam pos Penerimaan
Pembangunan.
5. Unsur-Unsur yang terlibat dalam penyusunan APBD adalh Pemerintah Daerah
yang terdiri atas Kepala Daerah dan DPRD saja,

belum melibatkan

masyarakat.
6. Indikator kinerja Pemerintah Daerah mencakup :
a. Perbandingan antara anggaran dengan realisasinya.
b. Perbandingan antara standar biaya dengan realisasinya.
c. Target dan presentase fisik proyek yang tercantum dalam penjabaran
perhitungan APBD (Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 Tentang
Cara Ppenyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, dan
Penyusunan Perhitungan APBD).
7. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah dan Laporan
Perhitungan APBD, baik yang dibahas DPRD maupun yang tidak di bahas
DPRD, tidak mengandung konsekuensi terhadap masa jabatan Kepala Daerah.
2.5.2 Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi
Reformasi

polotik di Indosnesiatelah menugbah system kehidupan

Negara.Tuntutn goodgovernance diterjemhkan sdebagai terbebas dari tindakan


Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Pemisahan kekuasaan antareksekutif, judikatif, dan
legislative dilaksanakan. Selain itu, partisispasi masyarakat akan mendorong praktik
demokrasi dalam pelaksanaan akuntabilitas public yang sesuai dengan otonomi
daerah.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerahdan


Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah adalah 2 (dua) undang-undang yang berupaya mewujudkan otonomi daerah
yang lebih luas. Sebagai penjabaran otonomi tersebut dibidang adminstrasi keuangan
daerah, berbagai peraturan perundangan yang lebih opersional dalam era
reformasipun telah dikeluarkan. Beberapa regulasi yang relevan bias disebut sebagai
berikut:
1. Undang-undang Perbendaharaan Indonesia (Indische comptabiliteitswe,
staatsblad Tahun 1925 Nomor 448), sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lemebaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53);
2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Nnegara
Yang Bersih dan Bebas Dari Kkorupsi\, Kolusi, dan Nnepotisme (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Llembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
3. Pperaturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Propinsi
Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 54, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
4. Peraturan pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 Tentang Dana Perimbangan;
5. Perturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban

Keuangan

Daerah

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Republik


Indonesia Nomor 4022);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban

Keuangan

Daerah

dalam

rangka

Pelaksanaan

Dekonsentrasi dan Tugas Pembantauan;


7. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 Tentang Tatacara
Pertanggungjawaban Kepala Daerah;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan
Daerah;

10. Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan
DPRD;
11. Keputusan Presiden Nnomor 17 Tahun 2000 tentang Pelaksaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaga Negara Republik Indonbesia
Nomor 3930);
12. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tanggal 17
November 2000 Nomor 903/2735/SJ tentang Pedoman Umum Penyusunan
dan Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2001;
13. Keputusan Presiden Nomor 28/M Tahun 2002;
14. Kpemendari Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman dan Pengurusan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah - APBD.
2.6. DASAR HUKUM KEUANGAN PUBLIK DI INDONESIA
Pada Sub bab ini akan dibahas tiga dasar hukum yakni dasar hukum keuangan
negara,dasar hukum keuangan daerah,dan dalm hukum keuangan organisasi publik
lainnya.pada bahasan pertama dan kedua akan lebih banyak membahas regulasi yang
berlaku di organisasi pemerintahan indonesia.sementara itu regulasi organisasi publik
non pemerintah lainnya akan dibahas pada hukum keuagan organisasi lainnya.
Penyelenggaraan pemerintahan ditujukan untuk mengkoordinasi pelaksanaan
hak dan kewajiban warga negara dalam suatu sistem pengelolaan keuangan
negara,baik keuangan negara mupun keuangan daerah,sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar 1945 perlu dilaksanakan secara profesional,terbuka,dan
bertanggung jawab untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
2.6.1 Dasar Hukum Keuangan Negara
Keuangan negara dapat di interpretasikan sebagai pelaksanaan dan kewajiban
warga yang bisa di nilai dengan uang dalam kerangka tata cara penyelengaraan
pemerintahan.Wujud pelaksanaan keuangan negara tersebut dapat diidentifikasi

sebagai segala bentuk kekayaan,hak,dan kewajiban negara yang tercantum dalam


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta laporan pelaksanannya.

TABEL 2.5 Hak dan Kewajiban Negara


Kewajiban Negara adalah berupa

(1) Hak

Hak-hak Negara yang

pelaksanaan

dimaksud,mencakup:

pemerintah

Monopoli

mencetak

tugas-tugas
sesuai

dengan

pembukaan UUD 1945,yaitu:


dan (1) Melindungi
Segenap
bangsa

mengedarkan uang
(2) Hak untuk memungut sumber-sumber

indonesia dan seluruh Tumpah

Darah Indonesia
keuangan,seperti pajak,bea dan cukai.
(2) Memajukan kesejahteraan umum
(3) Hak untuk memproduksi barang dan (3) Mencerdaskan kehidupan bangsa
(4) Ikut melaksanakan ketertiban
jasa yang dapat dinikmati oleh khayalan
dunia
yang
berdasarkan
umum ,yang dalam hal ini pemerintah
kemerdekaan,perdamaian
dapat memperoleh (Kontra prestasi)
abadi,dan keadila sosial
sebagai sumber penerimaan negara
Pelaksanaan kewajiban atau tugas-tugas pemerintah dilakukan dalam bentuk
pengeluaran dan diakui sebagai belanja negara.Dalam UUD 1945 Amandemen III,hal
Keuangan Negara,secara khusus diatur,yaitu pada BAB VIII Pasal 23 yang berbunyi
sebagai berikut:
a

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan


keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang dan

dilaksanakan secara terbuka secara bertanggung jawab untuk sebesar-besar


b

kemakmuran masyarakat.
Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat

dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.


Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang disulkan oleh Presiden,Pemerintah

menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.


Pasal 23 A:
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dengan Undang-Undang.
Pasal 23 B:
Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-Undang.

Pasal 23 C:
Hal-Hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan Undang-Undang

Pasal 23 D:
Negara

memiliki

suatu

bank

susunan,kedudukan,kewenangan,tanggungjawab,dan

sentral

dengan

independensinya

diatur

dengan Undang-Undang.
Berdasarkan

ketentuan

tersebut,Undang-Undang

tentang

Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk tahun anggaran yang bersangkutan
akan ditetapkan.penyusunan APBN bukan hanya untuk memenuhi ketentuan
konstitusional yang dimaksud pada Pasal 23 ayat (1) UUD 1945,tetapi juga sebagai
dasar rencana kerja yang akan dilaksanakan oleh pemerintah dalam tahun anggaran
yang bersangkutan.Karena itu,penyusunannya didasarkan atas Rencana Pembangunan
Jangka Panjang dan rencana Pembangunan jangka Menengah,dan pelaksanannya
dituangkan

dalam

Undang-Undang

yang

dijalankan

oleh

Presiden/Wakil

Presiden.serta para Menteri dan pimpinan Lembaga Tinggi Negara lainnya.setelah


pengesahan Undang-Undang APBN,APBN dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan
dalam bentuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.

Undang-Undang No.17 tahun 2003 (Tentang Keuangan Negara)


Sebelumnya,pelaksanaan pengelolaan keuangan negara masih menggunakan
masih menggunakan ketentuan perundang-undangan yang disusun pada masa
pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Undang-Undang No.17 Tahun 2003 adalah
tonggak sejarah yang penting yang mengawali reformasi keuangan negara menuju
pengelolaan keuangan yang efisien dan modern.Beberapa hal penting yang diatur
dalam Undang-Undang ini adalah:
a. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku Pemerintahan memegang kekuasaan atas pengelolaan
keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.Kekuasaan
tersebut:
- Dikuasakan kepada menteri keuangan,selaku pengelola fiskal dan wakil
-

pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan


Dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran

atau pengguna barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya


Diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku pemerintah kepala
pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili

pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.


Tidak termasuk kewenangan di bidang moneter,yang diantara lainnya

mengeluarkan dan mengedarkan uang yang diatur dengan Undang-Undang.


b. Penyusunan dan Penetapan APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan wujud
pengelolaan keuangan negara yang diterapkan setiap tahun dengan UndangUndang,APBN harus sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara.Hal penting yang
ditekankan dalam Undang-Undang ini adalah penyusunan RAPBN yang harus
berpedoman pada rencana kerja pemerintah dalam rangka mewujudnya
tercapainya tujuan bernegara. Jika anggaran yang diperkirakan akan mengalami

defisit,sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut ditetapkan


dalam undang-undang tentang APBN. Jika anggaran dipekirakan akan mengalami
surlus,pemerintah pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran
kepada DPR.
Undang-Undang ini juga menjabarkan tahapan penting dalam penyusunan
APBN,yang diawali dengan penyampaian pokok-pokok kebijakan fiskal dan
kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada DPR.selambatlambatnya pertengahan bulan Mei taun berjalan.dilanjutkan dengan pembahasan
RUU

tentang

APBN,sementara

nota

keuangan

dan

dokumen-dokumen

pendukungnya diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan agustus.


Pengamilan keputusan oleh DPR menyangkut RUU tentang APBN dilakukan
selambat-lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan.
c. Penyusunan dan Penetapan APBD
Seperti APBN,Undang-Undang ini juga menjabarkan tahapan penting dalam
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),yang diawali
dengan penyampaian kebijakan umum APBD (KUA) sebagai landasan
penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan juni tahun
berjalan.Berdasarkan

Kebijakan

umum,APBD

disepakati

dengan

DPRD.

Pemerintah Daerah bersama DPRD mebahas prioritas dan plafon anggaran yang
dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
d. Hubungan

Keuangan

antara

Pemerintah

Pusat

dan

Bank

Sentral,Pemerintah Daerah,serta Pemerintah atau Lembaga Asing


Pemerintah Pusat dan Bank Sentral berkoordinasi dalam penetapan dan

pelaksanaan kebijakan fiskal serta moneter.


Pemerintahan Pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada Pemerintah
Daerah berdasarkan Undang-Undang Perimbagan keuangan pusat dan daerah.
Pemerintah pusat dapat memberikan pinjaman dan hibah kepada pemerintah

daerah dan sebaliknya. Pemberian Pinjaman dan Hibah tersebut dilakukan


setelah mendapat persetujuan DPR.
e. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah

Pusat

dan

Perusahan

Negara,Perusahaan Daerah,Perusahaan Swasta,Serta Badan Pengelola Dana


Masyarakat.
Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal dan
menerima pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan pinjaman

tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu dalam APBN/APBD


Menteri Keuangan melaukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan

negara.
Gubernur/Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada

perusahaan daerah.
Pemerintah pusat dapat melakukan penjualan dan privatisasi perusahaan

negara setelah mendapat persetujuan DPR


Pemerintah Daerah dapat melakukan penjualan dan privatisasiperusahaan

daerah setelah
mendapat prsetujuan DPRD.

f. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan APBD


Presiden

dan

para

Kepala

Daerah

mempunyai

kewajiban

untuk

menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD kepada


DPR/DPRD berupa:

Laporan Realisasi Anggaran


Neraca
Laporan arus kas
Catatan atas laporan Keuangan
Laporan tersebut dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan

Badan Lainnya (Deddi Nordiawan,2006).


Undang-Undang No.1 Tahun 2004 (tentang perbendaharan Negara)

Penyelengaraan Pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara


akan menimbulkan hak dan kewajiban negara yang harus dikelola dalam sistem
pengelolaan keuangan negara.Pengelolaan Keuangan Negara.pengelolaan keuangan
negara,sebagaimana

dimaksud

dalam

UUD

1945.harus

dilaksanakn

secara

profesional,terbuka,dan bertanggungjawab untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat


yang diwujudkan dalam APBN dan APBD.Sebelum lahir undang-undang tentang
perbendaharaan negara,kaidah-kaidah hukum administrasi keuangan negara masih
didasarkan pada ketetuan dalam Undang-Undang perbendaharaan Indonesia (Indische
Comptabiliteitswet-ICW). Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 sebagaimana telah
beberapa kali diubah,di mana yang terakhir dengan Undang-Undang No.9 tahun 1968
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53,Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2860). Undang-Undang Perbendaharaan Indonesia tersebut tidak
dapat lagi memenuhi kebutuhan pengelolaan keuangan negara yang sesuai tuntunan
perkembangan

demokrasi,ekonomi,dan

teknologi.Karena

itu,Undang-Undang

tersebut harus diganti dengan Undang-Undang baru yang mengatur kembali


ketentuan di bidang perbendaharaan negara,sesuai dengan tuntutan perkembangan
demokrasi,ekonomi,dan teknologi modern.
Di sini yang dimaksud dengan perbendaharaan negara dalam undang-undang ini
adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara,termasuk investasi
serta kekayaan yang dipisahkan yang ditetapkan dalam APBN/APBD. Berdasarkan
pengertian tersebut,dalam Undang-undang No.1 Tahun 2004 ini di atur mengenai:

Ruang lingkup dan asas umum perbendaharaan negara


Kewenangan pejabat perbendaharaan negara
Pelaksanaan pendapatan dan pemerintahan pusatbelanja negara/daerah
Pengelolaan uang negara/daerah
Pengelolaan piutang dan utang negara/daerah
Pengelolaan investasi dan barang mlik negara/daerah
Penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBD
Pengendalian internal pemerintah
Penyelesaian kerugian negara/daerah
Pengelolaan keuangan badan layanan umum

Undang-undang ini, selain menjadi landasan hukum dalam pelaksaan


reformasi pengelelolaan keuangan negara pada tingkat, juga berfugsi untuk
memperkokohlandasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam
kerangkah kesatuan NKRI.
Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 (Tentang Pemeriksaan Pengelolaandan
Tanggung Jawab Keuangan Negara)
Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan
keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara. Badan
pemeriksaan keuangan(BPK) melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan
taggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara. Jika pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan
ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan
kepada BPK dan dipublikasikan.
Pemeriksaan terdiri dari pemeriksaan keuangan (pemeriksaan atas laporan keuangan),
pemeriksaan kinerja (pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas
pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan aspek efektivitas), dan
pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Ketiga jenis pemeriksaan tersebut. Dilaksanakan
berdasarkan standar yang disusun oleh BPK, setelah berkonsultasi dengan
pemerintah.

Pelaksanaan pemeriksaan:
Penentuan objek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan,

penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan
pemeriksaan, dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK. Dalam merencanakan
tugas pemeriksaan, BPK memperhatikan permintaan, saran, dan pendapat lembaga

perwakilan. Dan, untuk melaksanakan hal itu, BPK atau lembaga perwakilan dapat
mengadakan pertemuan konsultasi.
Dalam perencanaan tugas pemeriksaan, BPK dapat mempertimbangkan
informasi dari pemerintah, bank sentral, dan masyarakat. Dalam menyelenggarakan
pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK dapat
memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat penawasan internal pemerintah. Karena itu,
laporan hasil pemeriksaan internal pemerintah wajib disampaikan kepada BPK.
(Deddi Nordiawan, 2006).
Undang-undang No. 25 Tahun 2004 (Tentang Sistem Perencenaan Pembangunan
Nasional)
Sistem Perencenaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan dari tata
cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam
jangka panjang, jangka menegah dan jangka tahunan yang dilaksakan oleh unsur
penyelenggara negara serta masyarakat ditingkat pusat dan daerah. Sistem
Perencenaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk: mendukung koordinasi antar
pelaku pembangunan; menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik
antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antar pusat
dan daerah; menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat; serta
menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif berkedilan, dan
berkelanjutan.
Perencenaan Pembangunan Nasional menghasilkan:
a. Rencana pembangunan jangka panjang;
b. Rencana pembangunan jangka menegah;
c. Rencana pembangunan tahunan.

Proses perencanaan Sistem Perencenaan Pembangunan Nasional dalam


Undang-undang ini mencakup lima pendekatan dari seluruh rangkaian perencanaan,
yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.

Politik;
Teknokratik;
Partisipatif;
Atas-bawah (top-down);
Bawah-atas (botton-up).
Pendekatan politik memandang bahwa pemilihan Presiden/ Kepala Daerah

merupakan proses penyusunan rencana, karena rakyat pemilih menentukan pilihannya


berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan masing-masing calon
Presiden/Kepala Daerah. Karena itu, rencana pembangunan adalah penjabaran dari
agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan calon Presiden/Kepala Daerah pada
saat kampanye kedalam rencana pembangunan jangka menengah. Perencanaan
dengan pendekatanteknokratik,dilaksanakan dengan menggunakan metode dan
kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional
bertugas untuk itu. Perencanaan melalui pendekatan partisipatifdilaksanakan
dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap
pembangunan. Pelibatan

tersebut

adalah

untuk mendapatkan

aspirasi dan

menciptakan rasa memiliki.


Sementara itu, pendekatan atas-bawah dan bawah-atas dalam perencanaan
dilaksanakan menurut jenjang pemerintah. Rencana hasil proses pendekatan atasbawah dan bawah-atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik
ditingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, maupun Desa.
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 32 Tahun 2005 Tentang Perubahan
Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Pengumuman pemilihan penyedia barang/jasa harus dapat memberiakan


informasi yang luas kepada masyarakat dunia usaha, baik pengusaha daerah setempat
maupun pengusaha daerah lainnya. Dalam peraturan Presiden ini, masalah pengadaan
barang dan pendistribusian logistik pemilihan kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah, yang penanganannya memerlukan pelaksanaan secara cepat dalam rangka
penyelengaraan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang
diselenggarakan sampai bulan Juli 2005, juga diatur berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
2.6.2. Dasar Hukum Keuangan Daerah
Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional,
didasarkan pada prinsip otonomi daerah dalam pengelolaan sumber daya. Prinsip
otonomi daerah memberikan kewenangan yang luas dan tanggung jawab yang nyata
kepada pemerintah daerah secara proporsional. Dengan pengaturan, pembagian, dan
pemanfaatan sumber daya nasional, baik yang berupa uang maupun sumber daya
alam, pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan mengembangkan suatu sistem
perimbangan keuangan antar pusat dan daerah yang adil. Sistem ini dilaksanakan
untuk mencerminkan pembagian tugas kewenangan dan tanggung jawab yang jelas
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara transparan. Kriteria
keberhasilan pelaksanaan sistem ini adalah tertampungnya aspirasi semua warga, dan
berkembangnya partisipasi masyarakat dalam proses pertanggungjawaban eksplorasi
sumber daya yang ada serta pengembangan sumber-sumber pembiayaan.
Pada Pasal 18 Undang-undang dasar 1945, disebutkan bahwa negara kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi; selanjutnya, daerah provinsi
itu dibagi lagi atas kabupaten dan kota, dimana setiap provinsi, kabupaten, dan kota
itu mempunyai pemerintah daerah yang diatur dengan Undang-undang. Pemerintah
daerah menjalankan otonomi yang Seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
merupakan urusan pemerintah pusat, berdasarkan undang-undang. Pemerintah daerah

berhak

menetapkan

peraturan

daerah

dan

peraturan-peraturan

lain

untuk

melaksanakan otonomi serta tugas pembantuan.


Dalam rangaka penyelenggaraan daerah otonomi, pasal 18 A (2) Undangundang dasar 1945 menjelaskan bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum,
pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah diatur serta dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan
undang-undang.
2.6.3. Dasar Hukum Keuangan Organisasi Publik lainnya
Di Indonesia, beberapa upaya untuk membuat standar yang relevan dengan
praktek-praktek akuntansi di organisasi sektor publik telah dilakukan baik oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) maupun oleh pemerintah sendiri. Untuk organisasi nirlaba,
IAI menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 45 (PSAK No 45)
tentang organisasi nirlaba. PSAK ini berisi akidah-akidah atau prinsip-prinsip yang
harus diikuti oleh organisasi nirlaba dalam membuat laporan keuanagan. Selain itu,
juga lahir Undang-undang No. 16 Tahun 2001 tentang yayasan yang mengatur
masaalah organisasi publik yang berbentuk yayasan. Juga, ada regulasi publik terkait
dengan partai politik seperti Undang-undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik,
dan peraturan pemerintah No 29 Tahun 2005 Tentang Bantuan Keuangan Kepada
Partai Politik.
2.7. AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK MEMASUKI ERA DESENTRALISASI
Kebijakan desentralisasi telah mengubah sifat hubungan antar pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah, antar BUMN dengan Pemerintah Pusat; antar Pemerintah
dengan masyarakat, dan entitas lain dalam pemerintahan. Peranan pelaporan
keuangan telah berubah dari posisi administrasi semata menjadi posisi akuntabilitas
di tahun 2000. Pergeseran peranaan laporan keuangan ini telah membuka peluang

bagi posisi akuntansi sector public dan manajemen pemerintah dan organisasi sector
public lainnya. Jadi tujuan akuntansi sector public adalah untuk memastikan kualitas
laporan keuangan dalam pertanggungjawaban public.
Sebagai perspektif baru, berbagai prasarana akuntansi sector public perlu di
bangun, seperti:
a. Standar Akuntansi Sector Public untuk Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
dan organisasi sector public lainnya.
b. Account code untuk Ppemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, maupun
organisasi sector public lainnya.
c. Jenis Buku Besar atau Ledger Yang menjadi pusat pencatatan data primer atas
semua transaksi keuangan Pemerintah.
d. Manual Sitem Akuntansi Pemerintah dan Organisasi lainnya yang menjadi
pedoman atas jenin-jenis transaksi dan perlakuan akuntansinya.
Dengan kelengkapan prasarana tersebut, para petugas di bidang akuntansi dapat
melakukan pencatatan, peringkasan, dan pelaporan keuangan, baik secara manual
maupun komputasi. Akibat dan tersediannya prasarana di atas, muncul persepsi
bahwa :
a. Akuntansi adalah sesuatu yang sulit,
b. Akuntansi harus dikerjakan oleh SDM yang terdidik dalam jangka waktu
panjang.
2.8. BARANG DAN JASA PUBLIK
2.8.1.Barang dan Jasa Publik vs Barang dan Jasa Swasta
Barang public adalah barang kolektif yang seharusnya di kuasai oleh Negara
atau pemerintah. Sifatnya tidak ekslusif dan diperuntungkan bagi kepentingan seluruh
warga dalam skala luas, syukur kalau bisa dinikmati warga secara gratis, misalnya
udara bersih, air bersih, dan lingkungan yang aman. Sedangkan barang swasta adalah
barang spesifik yang dimilik oleh swasta. Sifatnya ekslusif dan hanya bisa dinikmati
oleh mereka yang mampu membelinya, Karena harganya di sesuaikan dengan harga

pasar menurut rumus sang penjual, yaiyu harus untung sebesar-besarnya, misalnya
perumahan mewah, villa, dan hotel.
Ada lagi barang setenga kolektif yang dimiliki oleh swasta atau milik
patungan swasta dan pemerintah. Seharusnya barang ini tidak boleh berifat ekslusif,
dan pemerintah harus ikut menentukan Harga penjualannya, yang biasanya tidak
terjangkau oleh rakyat kecil, misalnya sekolah swasta dan rumah sakit swasta. Pada
dasarnya, swasta hanya akan merasa bertanggungjawab atas biaya dan manfaat yang
menunguntungkan dirinya sendiri. Swasta umumnya tidak peduli terhadap biaya dan
manfaat social, misalnya kerusakan lingkungan, baik local maupun dalam skala
wilayah yang lebih luas lagi, yang di akibatkan oleh proses produksi barang swasta
tersebut. Mereka menganggap biaya dan manfaat social akan mengurangi keuntungan
(opportunity cost), apalagi biaya dan manfaat social ini sulit dihitung dan tidak ada
padanan harganya di pasar. Swasta akan bersedia bertanggungjawab terhadap biaya
dan manfaat social yang telah di atur dalam perundang-undangan/peraturan formal.
Dan, dalam hal ini, pelaksanaan hokum dan moral harus didukung dan
diawasi oleh seluruh warga masyarkat.
2.8.2. Konsep-Konsep Pokok Barang dan Jasa Publik
Siapa yang akan membayar suatu pelayanan ( baik sector swasta maupun
pemerintah ) ditentukan oleh apakah barang itu milik swasta atu pemerintah. Barang (
atau pelayanan ) public (public good ) diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat
luas. Oleh karena itu, pemerintah menjamin mutu barang/ pelayanan public yang
diberikan. Barang (atau pekayanan ) swasta ( private good ) biasanya dipergunakan
hanya oleh konsumen, di mana harga pasar consensus yang ditentukan oleh
konsumen dan produsen.
Suatu barang dikategorikan sebagai barang swasta atau publik dalam
kaitanya dengan tingkat excludability dan persaingannya. Tingkat excludability suatu
barang ditentukan dengan kondisi dimana konsumen dan produsen barang atau
pelayanan tersebut. Apabila tingkat excludability rendah, maka penumpng gratis
dapat diidentifikasikan sebagai permasalahan. Sebagai contoh, penyelengaraan
sebuah konser music ditempat terbuka; dengan mengenakan biaya tertentu dalam

penjualan karcis kepada penonton, penumpang gratis tidak terjadi; namun, ketika
suara music melampaui ruangan, maka warga sekitar menjadi penumpang gratis.
Jika suatu barang memiliki daya saing yang tinggi, barang tersebut
dipergunakan

secara perorangan; apabila daya saingnya rendah, barang tersebut

dapat dimanfaatkan secara bersama-sama . Sebagai contoh taman umum daya


saingnya rendah, sedangkan alat walkman daya saingnya tinggi.
Secara umum, barang public memilik tingkat excludability dan daya saing
rendah. Ini berarti bahwa jika barang ini diproduksi, barang tersebut dapat
dipergunakan banyak orang, seperti pertanahan nasional. Barang public dimanfaatkan
oleh banyak orang, sehingga umumnya di biayai dari dana public.
Barang swasta adalah barang-barang yang punya excudability dan daya saing
tinggi. Orang-orang yang memanfaatkannya jelas, sehingga mudah di kenakan biaya,
dan masalah penumpang gratis dapat dihindari,. Pada kenyataannya, sebagian besar
barang termasuk dalam jenis ini.
Barang yang excludable, tetap[I daya saingnya rendah disebut toll goods.
Barang ini bias digunakan bersama-sama, namun orang yang memanfaatkannya tetap
dikenai biaya seperti jalan tol. Banyak orang yang bisa menggunakanya secara
bersamaan, tetapi setiap orang yang melewatinya harus membayara uang tol. Barang
atau

pelayanan

yang

bias

dimanfaatkan

secara

bersama-sama

cenderung

membutuhkan investasi dalam skala besar, sehingga organisasi sector public mampu
berinvestasi pelayanan semacam itu. Dalam kasus system Build-Operate-Transfer,
organisasi sector public melakukan investasi yang diperlukan , dan organisasi swasta
menjalankannya dengan menggunakan biaya pada pemakai.
Barang yang berdaya saing tinggi , tetapi non excludable, disebut common
pool goods. Contohnya adalah pengadaan air di sebuah desa; meskipun termasuk
barang yang non-excludable, namun penggunaan secara berlebihan akan mengurangi
kesempatan bagi orang lain untuk menggunakannya. Air berkarakter non-excludable,
sehingga tidak dapat dipungut bayaran dan dibutuhkan dana public.
TABEL 2.2 Jenis Barang Menurut Excludability dan Persaingan

Persaingan Rendah

Excludability Rendah
Excludability Tinggi
Barang Publik (biaya Barang Toll (campuran

Persaingan Tinggi

sektor publik)
Common pool

biaya publik dan swasta)


goods Barang swasta ( biaya

(biya sektor publik)


swasta )
Untuk meningkatkan peluang pendanaan sector swasta, ada beberapa cara
untuk menaikan tingkat ecludability suatu barang atau pelayanan:
a. Perubahan technology; misalnya: pencegahan penyakit malaria dengan
menggunakan insektisida yang disemprotkan dari udara adalah barang public,
karena jumlah vector secara keseluruhan berkurang untuk semua orang.
b. Diperlakukannya hak milik secara lebih ketat, sehingga penumpang gratis
dapat dikurangi.
PENYEDIAAN PEKAYANAN
Barang atau pelayanan yang dibiayai secara public dapaty dikontrakkan
kepada sector swasta (misalnya, sekolah pemerintah menerima pembayaran dari
orang tua murid dalam bentuk ongkos pemakaian pelayanan). Sektor swasta
mempunyai kecenderungan bekerja lebih efisien dan efektif, karena:
a. Sektor swasta belum memiliki fleksibilitas dalam pengelolaan sumber daya,
sehingga perubahan permintaan pasar dapat di tanggapi.
b. Persaingan pelayanan mendorong lebih baiknya mutu pelayanan dengan harga
yang lebih murah bagi pelanggan.
Kepentingan pelanggan tidak selamanya harus dipenuhi oleh pelayanan swasta.
Ada beberapa pengecualian dalam hal ini yaitu:g
a. Pelanggan tidak mampu menilai mutu pelayanan. Jika hal ini terjadi, sector
public harus menetapkan sejumlah standar mutu untuk melindungi konsumen.
b. Tidak terjadi persaingan antara para pemberi pelayanan .
c. Terdapat factor luar yang negative yang mempengaruhi pelayanan.
Dalam kasus semacam ini, pemerintah haru smenimbang natara biaya relative
dan manfaat dari mengontrol pemberian pelayanan/barang oleh sector swasta atau
langsung diberikan oleh sector public. Misalnya, dalam kasus dimana mutu pelayanan

sulit diukur,kerap kali

akan lebih murah

jika pemerintah memberikan sendiri

pelayaan itu daripada memonitor pengadaannya oloeh sector swasta.


Alternatif lain adalah pelayanan disediakan oleh suatu organisasi kolektif,
seperti system pengamanan lingkungan (Siskamling ). Jika pelayanan di alokasiakn
secara adil demi kepentingan organisasi kolektif,

maka manajemen biasanya

melakukannya sendiri. Pada umumnya, organisasi kolektif akan berperan sesuai


dengan keperluan anggotannya, sehingga tidak dibutuhkan kebijakan eksternal untuk
menjamin dilakukannya distribusi dan persaingan yang adil.
Lembaga-lembaga semacam organisasi kolektif, atau lembaga lain yang
mewakili pihak-pihak yang berkepentingan, memberikan kontribusinnya dengan cara
lain, misalnya menetapkan standard an membuat organisasi public lebih andal dalam
memenuhi kebutuhan pelangggan.
Selayaknya, pemberian pelayanan membutuhkan semacam pengaturan
kemitraan antara swektor swasta, sector public, dan organisasi kolektif. Sifat
hubungan ini tergantung antara lain pada sifat dari monitoring pemberian layanan,
tingkat persaingan dipasar, antara para pemberi pelayanan, dan kekuatan lobi
konsumen.
Salah satu penentu utama dari interrelasi ini adalah sikap orang yang bekerja
di sector public. Agar sebuah lembaga pemerintah terbuka terhadap sarana-sarana
dari lembaga yang mewakili konsumen, atau bersedia mempertimbangkan pengalihan
ke sector swasta, suatu perubahan persepsi atau paradigma baru perlu dilakukan.
Melakukan peran baru dan tidak pasti lbagi lembaga mereka merupakan hal yang
sulit. Ketidak mampuan untuk memahami cara baru dalam mengerjakan sesuatu
disebut kebutuhan paradigma.
Langkah pertama dalam mengatasi kebutaan paradigma adalah mencari apa
yang bisa dilakukan untuk mengubah cara kerja. Selain itu penting membuat visi
yang jelas tentang kemana organisasi diarahkan. Keadaan ini di dorong oleh
lingkungan yang dipimpin oleh seorang pemimpin visioner, dimana terdapat suatu
tim terpadu yang bervisi sama, dan visi itu menyentuh semua orang dalam organisasi

.
2.8.3. Kebijakan Ppengadaan Barang dan Jasa Publik
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) memeberikan prioritas yang tinggi
terhadap berbagai reformasi penyelenggaraan pemerintah secara menyeluruh,
manajemen sektor publik yang lebih mantap, pembinaan kelembagaan, dan
pemberntasan korupsi.
Masyarakat juga memberikan dukungan yang kuat terhadap pelaksanaan
reformasi penyelenggaraan pemerintah. Pemerintah telah mengambil beberapa
inisiatif untuk memperbaiki penyelenggaraan pemerintah, yaitu: (a) reformasi hukum
dan yudikatif, termasuk pembentukan Komisi Ombudsman untuk menanggapi
masalah korupsi dan pembentukan Komisi Reformasi Hukum, (b) perumusan strategi
reformasi pegawai negeri sipil, (c) rancangan undang-undang untuk memantapkan
manajemen keuangan pemerintah, (d) pembentukan Komisi Anti Korupsi, dan (e)
pembentukan Kemitraan bagi pembaruan tata pemertintahan di Indonesia yang di
dukung oleh UNDP, Bank Dunia, dn ADB.
Demikian pula, dalam pengadaan barang dan jasa, pemerintah telah
menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2004 tentang Pedoman
Pelaksanaan

Pengadaan

Barang

dan

Jasa

Instansi

Pemerintah,

sebagai

penyempurnaan dari aturan dan prosedur sebelumnya, yaitu keppres 80 tahun 2003.
Peraturan-peraturan tersebut merupakan implementasi dari UU No.9 Tahun 1999
tentang Usaha Kecil, UU no.5 Tahun 2000 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usahayng Tidak Sehat, UU no.28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan
negara Bersih dan Bersih dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme; semua ditujukan untuk
mengatur pengguna barang/jasa dan penyedia barang/jasa sesuaio dengan tugas,
fungsi, hak dan kewajiban serta peranan masing-masing pihak dalam proses
pengadaan barang/jasa yang dibutuhkan Instansi Pemerintah.
Tujuannnya adalah untuk memperoleh barang/jasa Yng dibutuhkan Instansi
Pemerintah dalam jumlah yang cukup, dengan kualitas dan harga yang dapat

dipertanggungjawabkan, serta dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan
efisien menurut ketentuan dan tata cara yang berlaku.
Keppres No. 61 Tahun 2004 telah mengatur dengan tegas danjelas mengenai
prosedur pengadaan barang/jasa termasuk pembinaan dan pengawasannya. Peranaan
asosiasi dunia usaha yang telah mengenal dan mengerti tentang pentingnya
manajemen usaha yang profesional perlu dioptimalkan. Asosiasi dunia usaha perlu
berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab dalam pembangunan.

2.9. PERMASALAHAN REGULASI KEUANGAN PUBLIK


Permasalahan keuangan regulasi publik di Indonesia dapat disebutkan
sebagai berikut:
2.9.1

Regulasi yang Berfokus pada Manajemen


Organisasi publik didirikan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan

masyarakat. Perwujudan ini dicapai melalui pelayanan publik yang menjadi


muara dari seluruh proses pengelolaan oganisasi publik. Segala proses yang
dilakukan organisasi pyublik, baik keuangan maupun nonkeuangan, diatur
dengan regulasi publik.
Dalam hal ini, salah satu permasalahan yang ada dalam regulasi
keuangan pub likadlah regulasi yang berfous pada manajemen organisasi
publik. Regulasi yang hanya berfokus pada pengaturan wilayah manajemen
sering kali mengaburkan proses pencapaian kesejahteraan masyarakat. Jadi
regulasi publik haru fokus pada tujuan pencapaian organisasi publik yaitu
kesejahteraan publik. Dengan demikian, manajemen akan menata dirinya
dalam segala situsai dan kondisi mengikuti regulasi yang berfokus pada tujuan
kesejahteraan publik tersebut.

2.9.2

Regulasi Belum Bersifat Teknik


Banyak regulasi publik di Indonesia yang tersusun dengan sangat

baik untuk tujuan kesejahteraan publik. Namun, banyak di antaranya tidak


dapat di aplikasikan dalam masyarakat. Hal ini terjadi karen regulasi tersebut
tidak menjelaskan atau tidak disertai dengan regulasi lain yang membahas
secara secara lebih teknis bagaimana mengimplementasikan regulasi tersebut.
Selain itu, di Indonesia juga ada beberapa regulasisetingkat undang-undang
yang tidak di ikuti peraturan pelaksaan di tingkat daerah.
2.9.3 Perbedaan Interpretasi antara Undang-undang dan Regulasi di
Bawahnya
Regulasi di tetapkan untuk dilaksanakan dalam masyarakat. Regulasi
yang baik harus bersifat aplikatif, karena regulasi yang tidak jelas dan tidak
aplikatif akan menimbulkan multiinterpretasi dalam pelaksanaanya.
Multiinterpretasi

ini

selanjutnya

dapat

menimbulkan

berbagai

penyimpangan dari tujuan regulasi semula.


Dalam kasus ini, salah satu permasalahan regulasi di Indonesia
adalah perbedaan interpretasi

antar Undang-undang dan regulasi di

bawahnya. Dalam banyak kajian, beberapa ayat atau pasal dari Undangundang atau regulasi terkait sering menimbulkan berbagai interpretasi
yang berbeda dalam pelaksanaannya. Di tingkat daerah, substansi dari isi
undang-undang terkait tidak dapat diturunkan dalam peraturan daerah.
Kondisi ini membuat tujuan peraturan pemerintah tidak dapat tercapai
sesuai konsep awalnya.
2.9.4

Pelaksanaan Regulasi yang Bersifat Transisi yang Berdampak


Pemborosan Anggaran
Seiring dengan era reformasi yang tengah melanda Indonesia, berbagai

regulasi pun juga mengikuti perubahan yang ada. Sejumlah besar revisi atau
penyusunan regulasi

yang baru telah di lakukan oleh pemerintah atau

organisasi publik lainnya. Sebagai contoh, di bidang keuangan publik,

reformasi di timgkat regulasi dimulai dengan lahirnya UU No. 17 Tahun 2003,


yang di ikuti dengan lahirnya Permendagri No. 13 Tahun 2006, yang direvisi
kembali menjadi Permendagri No. 59 Tahun 2007. Walaupun telah direvisi,
berbagai friksi terkait dengan materi peraturan tersebut tetap masih ada.
Fenomena perbaikan regulasi yang tak kunjung berakhir ini telah membuat
para aparat keuangan di tingkat daerah menjadi bingung. Selain itu, untuk
mengaplikasikan sebuah regulasi, kapasitas tertentu juga harus ada sehingga
wajar jika pergantian regulasi pasti akan diikuti dengan pengeluaran lain
sebagai dampak dari bagian pelaksanaan regulasi tersebut.
Saat ini, banyak regulasi yang bersifat transisi telah dilaksanakn secara
bertahap dan memmbutuhka kapasitas tertentu untuk melaksanakannya. Hal
ini akan mempengaruhi anggaran yang senantiasa meningkat dan cenderung
boros. Pemborosan anggaran akanmenurunkan kapasitas organisasi dalam
menjalankan roda organisasi sehingga pencapaian tujuan organisasi semakin
menurun.
2.9.5

Pelaksaan Regulasi Tanpa Sanksi


Kelemahan lain dari regulasi di Indonesia adalah pelaksanaan regulasi

yang tanpa sanksi. Dalam kasus ini, sanksi yang di maksud adalah hukuman
jika organisasi publik tidak melaksanakan regulasi tersebut. Dengan tidak
adanya sanksi, organisasi akan seenaknya melaksanakan atau tidak
melaksanakan regulasi tersebut.
Sebuah regulasi disusun dan disahkan dengan tujuan tertentu, yang dalam
konteks ini sudah tentu kesejahteraan publik. Jika organisasi tidak
melaksanakan regulasi tersebut, secara otomatis tujuan kesejahteraan publik
tidak akan dapat tercapai. Karena itu, samksi terhadap organisasi yang tidak
melaksanakan regulasi hendaknya dicantumkan dalam rgulasi publik.

DAFTAR PUSTAKA
Bastian, I. 2005. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar. Erlangga. Jakarta.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik, Edisi IV . Penerbit Andi.
Andayani, W. 2007. Akuntansi Sektor Publik. Bayumedia Publishing. Malang.
http://lisnachan.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai