Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

FINISHING POLITUR

Dosen Pembimbing:
Ir. H. M. Amarullah
Disusun oleh:
Muhamad Fajar Abrori (21401051013)

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN SIPIL
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai
pengetahuan dan kemampuan yang kami peroleh dari sumber referensi. Kami juga berterima
kasih kepada Ir. H. M. Amarullah atas bimbingan dan pengarahan selaku dosen Mata Kuliah
Teknologi Bahan Konstruksi.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kami. Semoga makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.

Malang, 15 Desemberber 2014

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Bangunan Rumah pada umumnya tidak terlepas dari bahan kayu sebagai pelengkap

bangunan rumah seperti misalnya Pintu, Kusen, Jendela, Jalusi, Roster dan lain sebagainya.
Kayu untuk bahan kusen atau pintu biasanya kayu yang kualitasnya bagus seperti bahan kayu
Jati misalnya. Kayu ini mempunyai serat kayu yang unik dan indah sehingga sangat
disayangkan apabila serat kayunya ditutupi dengan cat yang pastinya serat kayunya akan
ketutup. Untuk itu pemakaian politur kayu adalah solusinya agar serat kayu tetap terlihat
sehingga keindahan serta kealamiannya tetap terjaga.
1.2.
a.
b.
c.
1.3.
1.
2.

Rumusan Masalah
Apa itu politur?
Bagaimana cara pembuatan politur?
Bagaimana cara pengerjaan politur?
Tujuan
Mengetahui apa itu politur.
Mengetahui bagaimana cara pembuatan politur, baik dari bahan baku, pembuatan

adonan, dll.
3. Mampu mengetahui bagaimana cara pengerjaan politur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Pengertian Politur
Shellac (politur) merupakan bahan finishing yang sangat popular dan banyak dipakai
pada abad 19 sampai pada awal abad 20 ketika mulai digantikan oleh nitrocellulose dan
bahan-bahan finishing yang lain. Shellac dibuat dari bahan resin alam yang dihasilkan dari
suatu jenis serangga yang hidup dari tumbuhan yang ada di India. Shellac bisa menghasilkan
lapisan film yang bisa berfungsi untuk melindungi permukaan kayu dibawahnya.
Di Indonesia politur ini merupakan bahan yang sangat popular sebelum pada akhirnya
mulai digantikan dengan bahan finishing modern berupa pintura (coating). Pada jaman dulu
shellac ini merupakan satu-satunya bahan finishing yang bisa digunakan untuk proses
finishing pada kayu yang bisa menghasilkan finishing dengan warna transparan yang bisa
menampilkan keindahan warna dan serat kayu. Bahkan sekarang finishing dengan warna
transparan masih disebut sebagai warna politur.
Shellac banyak tersedia dalam bentuk keping-kepingan yang tipis. Untuk dapat
diaplikasikan, kepingan-kepingan shellac tersebut perlu dilarutkan dalam alcohol atau etanol
sampai semuanya mencair. Shellac yang berbentuk cairan ini disini dinamakan politur dan
merupakan bahan finishing yang banyak digunakan untuk proses finishing pada kayu.
Spiritus merupakan pelarut yang banyak dipakai untuk membuat politur di sini karena
harganya yang lebih murah.
Shellac sebenarnya tersedia juga dalam bentuk cairan, tetapi biasanya cairan shellac
ini tidak banyak tersedia di toko karena tidak tahan lama. Shellac akan dapat tahan lebih lama
apabila disimpan dalam bentuk kepingan dan dilarutkan seperlunya saja pada saat akan
digunakan.
Politur ini secara alami mempunyai warna coklat kekuning-kuningan, karena itu
aplikasi dengan politur ini akan menghasilkan lapisan film yang berwarna coklat kekuningan.
Hal ini tentu saja akan mempengaruhi warna finishing akhir yang dihasilkan. Warna finishing
yang dihasilkan akan merupakan hasil dari perpaduan antara warna coklat kekuningan dari
lapisan politur dengan warna dasar kayu di bawahnya. Warna finishing akhir yang dihasilkan
dari politur akan menjadi semakin kuning apabila lapisan politur yang diaplikasikan semakin
tebal.

Apabila diinginkan politur dengan warna yang lebih kuat maka bisa ditambahkan
pigmen warna ke dalam larutannya. Oker merupakan pigmen yang sering ditambahkan ke
dalam campuran politur karena bahan ini realtif murah dan mudah didapat. Penambahan
warna sebaiknya jangan terlalu banyak. Karena apabila terlalu banyak pigmen didalam
campuran akan dapat mengurangi kekuatan politur. Total pigmen yang ditambahkan ke dalam
campuran sebaiknya tidak boleh lebih dari 10% dari total campuran. Untuk finishing dengan
warna yang lebih tua maka sebaiknya aplikasi politur ini dikombinasikan dengan stain.
Lakukan aplikasi stain pada kayu mentah sesuai dengan warna yang diinginkan, (gunakan
prinsip segitiga warna untuk pemilihan dan pencampuran stain) tunggu kering kemudian baru
lakukan aplikasi politur di atasnya sampai diperoleh ketebalan yang diinginkan.
2.2.Manfaat Politur
Politur bukan sekadar melapisi dan mengkilapkan permukaan kayu, melainkan juga
mempertajam dan memperingan pola serat Kayu, serta yang paling penting menjaga
kestabilan kayu dari pengaruh cuaca di luar lingkungannya.
Pemolituran yang tepat juga rnengurangi reaksi kayu terhadap suhu dan kelembaban
sekitarnya. Zat cair atau uap air dalam udara bebas tidak dapat masuk Ke dalam pori-pori
kayu karena politur yang dilapiskan merupakan film atau lapisan yang membungkus dan
mengisolasi pori-pori pada bidang permukaan luar. Penutupan pori-pori oleh politur,mempersulit jalan uap air keluar atau penguapan air dari dalam kayu. Kayu yang telah
dipolitur seluruh permukaannya akan menjadi stabii baik bentuk ataupun ukurannya.
Sering terjadi selembar papan yang masih mentah (belum dipolitur) cepat
mengembang, menyusut bahkan melengkung bila .ditaruh ditempat bebas dalam keadaan
terlindung maupun diterpa sinar matahari langsung. Namun, papan yang sama akan kurang
menunjukkan reaksi bila telah dipolitur pada keseluruhan permukaannya. Memang kadangkadang ada pelengkungan atau reaksi, tetapi persentase reaksinya tidak sebesar papan yang
masih dalam keadaan mentah.
Guna menunjang keindahan penampilan kayu atau perabot serta kerajinan, dapat juqa
diiakukan pemolituran berwarna. Warna-warna yang dipakai akan menimbulkan kesan
harmonis dengan barang-barang interior di sekitarnya. Kayu yang "dipolitur akan
memberikan Kesan hangat, halus dan anggun Kesan hangat, timbul karena pola Serat masih
tampil. Reka oles politur membentuk lapisan transparan natural atau transparan berwarna.
Ada pula politur yang berwarna kedap hingga menutup gambar pola serat. Namun,

pemolituran hanya dilakukan pada bagian kecil dari bidang perabot, sekadar sebagai aksen
pemanis bentuk, menunjang desain perabot.
Dengan memolitur kayu, kayu menjadi lebih awet meskipun politur sendiri bukan
bahan pengawet. Politur menghambat Kerusakan kayu, kayu terlindung dan cahaya dan panas
yang langsung maupun tak langsung. Kayu tetap terlindung dari sinar ultra violet matahari.
Mungkin lapisan politur benda akan kusam dan menua, sehingga dengan perbaikan lapisan
politurnya saja, keindahan reka oles bisa dikembalikan. Kayu yang dipolitur juga tidak
diserang cendawan atau jarnur serta bebas dari pelapukan Karena kayu itu tetap stabil dan
kering akibat perlindungan yang telah diberikan lapisan selak.
2.3.Bahan Baku Politur
Politur dibuat dari selak dengan pelarut spiritus, menggunakan warna pigmen atau
dyestuff yang larut alcohol atau pewarna larut air. Campuran ini kemudian dioleskan dengan
kuas atau dioleskan dengan kain bal (kaos perca) pada permukaan perabot dan kerajinan.
a. Selak
Selak atau shellac dibuat fari lak, sejenis dammar atau getah hasil sekresi.
Kutu lak ( laccifer kerr ) yang hidupnya parasitis pada tumbuhan tertentu. Hasil
sekresi tersebut dikeluarkan disekeliling badan kutu sebagai proteksi terhadap musuh
dari luar dan keadaan alam sekitarnya. Lak berasal dari kata laksa ( sansekerta )
artinya 100.000 yaitu ungkapan karena begitu banyak jumlah larva yang menetas dan
berkembang biak.
Kutu lak atau laccifer kerr yang dikembangkan di Yogyakarta seluas 1.300 Ha
dan di Probolinggo seluas 3.750 Ha berasal dari India dan dapat dibudidayakan pada
pohon-pohon kesambi ( Schleisbera oleosa Merr ) dan akasia ( Acacia villosa wild ).
Jenis lain yang dapat dipakai sebagai pohon inang adalah ploso ( Butea
monosperma ) , widara ( Ziziphus jujube Lam ).
Ternyata pohon kesambi yang terbaik sebab tahan terhadap musim kering,
mempunyai daya tunas yang baik dan dapat tumbuh bagus ditanah yang trendah
kesuburannya.
Berdasarkan sistematika biologi, kutu lak termasuk kelas Insecta, ordo
Rhynchota, family Coccidea, genus laccifer. Selain species Laccifer Kerr, dikenal
juga species lain yaitu Laccifer javahus Chamo yang hidup di pohon .durian (Durio
Spp) dan Tachardia aurantiaca Cockl yang hidup di pohon kesambi dan sonokeling
(Dalbergia 'latifolia Roxb).

Pembiakan kutu lak berlaku generatif dan secara partenogenesis. Cara


generatif yaitu cara pembiakan dengan pembuahan oleh kutu jantan, sedang cara
partenogenesis adalah produksi telur dari larva oleh kutu lak betina tanpa pembuahan
oleh kutu jantan.
Partenogenesis terjadi pada musim hujan atau kalau kutu jantan mati atau
punah semuanya. Cara partenogenesis akan menghasilkan larva dengan dua jenis
keiamin, jantan dan betina serta dua-.duanya menghasilkan bahan selak.
Partenogenesis merupakan anugerah alam sehingga kutu lak terhindar dari
kemusnahan total.
Kutu lak menetap pada cabang yang masih muda. Kemudian, ditusukkannya
probos-cinya (seperti jarum) ke dalam jaringan phloem dan xylin (Xylem) yang
terdapat dalam jaringan batang tanaman dan dihisapnya cairan makanan.
Pada umumnya koloni lak menetap di sisi bawah cabang. Jumlah larva lak
biasanya 150-200ekortiapjarak2,5 cm dan setelah berumur 5 bulan stoklak (koloni
lak) sudah dapat dipungut, dan dikerok menjadi seedlak atau butiran lak. Dari seedlak
ini kemudian dilakukan metode pelelehan yang lazim dilakukan di India. Cara yang
cedua adalah melarutkan seedlak dalam alkohol dan cara yang terakhir melarutkan
seedlak dalam alkali atau bahan basa, menyaring larutan tadi, kemudian memisahkan
larutan lak dari zat pelarutnya dengan metode presipitasi.
Dengan hasil lebih dari 16 ton per tahun, maka sejak tahun 1956 didirikan
pabrik selak di Probolinggo hingga kini.
Dari seedlak dihasilkan selak (shellac) yang berwarna kuning berbentuk
serpihan .(selak emping) dan dijual di toko besi sebagai resin politur. Hasil
politurannya bernuansa kuning hingga kayu berkesan tua; tidak diperlukan zat
pewarna.
Selain itu, dijual pula selak putih dalam bentuk batangan. Selak putih
didapatkan dengan cara memproses bahan selak kuning menjadi selak putih, sehingga
hasil pemolituran menjadi tetap alami (natural). Bahan ini sangat baik bagi kayu yang
berwarna muda seperti ramin, mahoni, mindi, pinus dan kayu lam yang diinginkan
tetap cerah seperti warna kayu aslinya.
Pemucatan bahan selak kuning melalui proses pencucian, pelelehan dan titrasi
asam, tidak kita bahas secara rinci dalam buku ini. Dapat disebutkan antara lain
bahan-bahannya, adalah soda abu (Na2CO3), kaporit (CaCICX,), asam sulfat
(H2SO<t).
Selak putih dijual di toko besi dalam bentuk batangan, rata-rata beratnya 3
ons, da-pat dilarutkan dalam 3 liter spiritus. Batangan itu harus dibungkus atau

disimpan rdalam tempat yang tertutup, sehingga tidak mudah teroksidasi udara.
Oksidasi ini akan menyebabkan warna selak putih tadi menjadi kemerah-merahan
atau putih agak kotor bahkan kuning sekali, serta dapat pula mati sehingga sulit
dilarutkan dalam alkohol atau spiritus.
b. Spiritus
Spiritus merupakan pelarut selak umumnya berwarna biru. Warna biru
menandakan bahwa spiritus adalah golongan ethyl alcohol (ethanol) sejenis alkohol
yang tidak bisa dimakan ( edible ).
Di beberapa kota di Sumatra, Medan misalnya, orang memolitur dengan
pelarut alkohol putih tanpa dibirukan. Hal itu sebenarnya sangat baik karena tak
berpengaruh pada selak putih, hingga warna kayu yang terang tidak menjadi kebirubiruan.
Dalam perdagangan, spiritus dijual dalam drum berisi 200 liter. Namun, di
toko-toko besi, Alkohol diencerkan pula dalam kemasan 1 liter dan juga kemasan
Kecil 0,5 liter. Yang populer adalah spiritus dari kota Comal karena memang banyak
tetes tebu di sekitar kota itu. Kemudian, produksi kota lain juga memakai nama Comai
untuk memantapkan produksi dan pemasaran spiritusnya.
Hal yang perlu diperhatikan agar mendapatkan larutan politur yang baik ialah
di samping selak yang baik, juga pemilihan spiritus yang baik. Spiritus dikatakan baik
apabila kandungan airnya hanya 5%, selebihnya adalah ethanol atau alkohol (95%).
Kadar alkohol yang rendah menyebabkan spiritus tersebut mempunyai daya
kelarutan atau mendispersi selak rendah, kecepatan menguapnya berkurang, hingga
lapisan film selak tidak dapat mengkilap sempurna. Hal itu akan lebih terlihat pada
pemolituran di musim penghujan, atau di daerah yang berkelembaban tinggi. Di
samping kurang mengkilap, lapisan politur juga akan memutih (ngampo), yang sangat
sulit diperbaiki. Hasil pemoliturannya tidak cemerlang dan serat-serat kayu kusam
mati.
Pemilihan spiritus yang baik, dilakukan dengan cara organoleptik penggunaan
organ atau alat pengindera. Cara yang lain ialah dengan cara instrumentik yaitu
pengamatan dengan peralatan ukur atau cara tera.
c. Pewarna politur
Warna yang dipakai dalam pekerjaan politur ada dua macam, yang pertama
larut dalam air dan lainnya larut dalam pelarut non air misalnya alkohol, thinner,
afdunner, dan minyak.
Pewarna larut air yang dipakai dalam politur, misalnya naphtol, teres
( pewarna makanan ), dan tepung pigmen misalnya jelaga (Carbon lamp) untuk warna
hitam, oker untuk warna kuning kecoklatan, daocu untuk warna merah maroon, dan

banyak lainnya. Pewarna yang larut minyak atau solvent, misalnya tepung cat dengan
berbagai warnanya. Demikian pula migrosin yang berwarna merah, malachite yang
berwarna hijau, serta bahan dyestuff berbahan aniline yang dijual dalam bentuk
cairan.
Bahan pewarna pigmen pada umumnya menutup serat sehingga hasil
pewarnaan politur kedap warna, dan pola serat kayu tidak kelihatan lagi. Adapun
warna aniline atau pewarna tanpa endapan memungkinkan hasil politurannya
menampilKan serat kayu asli walau berwarna sehingga akan kelihatan lebih indah.
2.4.Pembuatan adonan politur
Adonan Politur disiapkan dari pencampuran shellac dan spiritus dalam perbandingan
1 kg shellac : 4,5 liter spiritus. Untuk keperluan yang sedikit dapat dicampurkan antara 125
gram 225 gram : 1 liter spiritus. Pencampuran 1 : 45 adalah cukup kental yang biasanya
dilakukan untuk pekerjaan tangan.
Pencampuran sebaiknya dilakukan pada tempat yang terbuat dari keramik atau gelas /
kaca, untuk menghindari penguapan, tempat harus ditutup dan kedap udara. Politur yang
tersimpan pada botol sering terjadi melekat pada mulut botol karena setiap kali menuang
akan tertinggal padanya, sehingga tutup botol susah dibuka dan harus memecah tutup
tersebut.
Sering kali dilakukan penyaringan politur terutama sekali untuk keperluan kualitas
hasil polituran yang tinggi. Politur disaring dengan kertas saring atau (kertas screem) yang
sejenis, tidak dibenarkan memakai kertas Koran atau yang sejenis karena warna kertas
tersebut akan mencemari warna politur.
Politur yang terbuat dari orange shellac dan white shellac sulit disaring karena
mengandung wax, untuk itu dilakukan dengan pemanasan sehingga wax tersebut meleleh dan
mengapung di permukaan politur yang akan disaring.
2.5.Alat untuk politur
Alat-alat yang lazim dipakai untuk melapisi dan mengoleskan politur yaitu kaus perca
dan kuas lebar dikaleng kosong untuk mencampur selak dengan spiritus pelarutnya.
Kita pilih kuas yang berbulu halus dan lembut supaya kuas itu tidak meninggalkan
garis bekas kuas. Kuas yang baik ujung bulunya bercabang dua atau tiga.

Penggunaan kaus afal atau kaus perca harus dari bahan katun atau benang kapas. Hal
ini sangat penting karena bahan politur dapat terserap dengan awet dan baik. Dengan
penyerapan yang baik, kaus tidak terlalu sering dicelupkan ke dalam politur.
Lain halnya apabila kaus yang dipakai adalah dari bahan halus, misalnya serat
polyester, ni Ion, atau serat-serat sintetik lainnya. Penyerap an politur tidak baik, daya
serapnya tidak awet serta licin dipegang. Kaus pengoles berkali-kali lepas dari pegangan kita.
Karena itu, terjadi bercak tak halus pada permukaan politur, bekas lipatan kaus basah yang
lepas dari tangan.
Hal yang perlu diperhatikan lagi dalam menyiapkan kaus perca untuk memolitur yaitu
memilih kaus yang polos dan berwarna putih atau terang. Hal itu perlu djperhatikan
mengingat adanya pewarna tekstil yang mudah luntur serta menimbulkan warna yang tidak
dikehendaki pada permukaan perabot kita.
2.6.Proses politur kayu
Memolitur benda kerja. kayu, misalnya perabot dan benda kerajinan kayu, sedikit
berbeda dari cara memolitur benda kerja yang terbuat dari bambu maupun rotan, yaitu pada
pengisian pori-pori kayu dengan filler. Benda kerja yang terbuat dari bambu dan rotan tak
memerlukan pengisian pori. Tahapan proses pemolituran, pewarnaan, dan pengkilapan kedua
golongan itu sama.
Memolitur mebel dan benda kerajinan kayu dibagi atas beberapa jenis hasilnya. Hasil
yang pertama adalah politur natural; Kedua, politur warna transparan dan yang terakhir
politur denqan warna yanq Kedap atau warna yang menutup pola serat.
Politur warna alami atau natural tanpa warna dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut.
1. Mengamplas kayu
Pertama-tama kita membersihkan bidang permukaan kayu yang akan dipolitur
dengan kertas gosok atau kertas amplas untuk memotong serat yang berdiri dan kasar.
Di samping itu juga untuk membersihkan noda lem, minyak, garis pensil, yang
mengganggu keindahan permukaan. Pengamplasan atau penggosokan itu dilakukan
dengan kertas amplas nomor 80 - 180, dan harus searah serat kayu.
2. Pengisian pori-pori
Tahap berikutnya, yaitu pengisian pori-pori kayu bagi jenis kayu bertekstur kasar,
misalnya jati, sungkai, kamfer, mahoni, mindi dan lainnya. Sedangkan kayu yang
teksturnya halus seperti pinus, agathis, pulai, jelutung, tidak memerlukan tahapan ini.

Sampai 1965, orang melakukan pengisian pori dengan cara ngarangi, yaitu kayu
di-gosok dengan batu apung yang diimpor dari Cina. Batu apung digosokkan pada
kapur dempul dan oker. Ketiga macam serbuk itu ditekan ke dalam pori kayu.
Sekarang cara kerja ini sangat langka di-lakukan.
Batu apung yang ada di pasaran adalah hasil lokal, yang banyak mengandung
pasir. Pasir ini akan menggores kayu sehingga mengurangi keindahan penampilan
permukaan.
Bahan pengisi pori kayu (wood filler) yang dipakai sekarang adalah bubur filler
yang dapat dibeli di toko besi, baik yang berpelarut air maupun yang berpelarut
solvent atau minyak. Bubur filler tersebut juga dapat dibuat sendiri Kita membuat
adonan kapur dempul putih atau talk halus, ditambah secukupnya dengan tepung
pigmen yang disesuaikan dengan warna kayunya, misalnya kayu jati dengan tepung
oker. Perlu ditambahkan lem perekat sebagai resin atau pengikatnya. Pada pembuatan
filler berpelarut air dapat dipakai lem PVAC atau lem putih sebanyak 5% dari berat
kedua tepung tadi. Kemudian, aduk serta encerkan dengan air hingga adonan kental
seperti bubur, dan siap diusapkan ke kayu.
Pengisian bubur filler ke dalam pori kayu dapat dila-kukan dengan kape atau
sekerap tembok, dengan digosok kain bekas, hingga pori kenyang. Filler kita biarkan
kering dalam beberapa menit.
Pengisian pori-pori pada benda kerja ukiran dapat dilakukan dengan kuas. Namun,
bubur filler harus lebih encer hingga dapat masuk ke celah-celah ukiran.
Setelah dikuaskan, biarkan bubur setengah kering, lalu sikat dengan sikat ijuk
kuat-kuat hingga kering. Pada pengisian pori benda ukiran, sebaiknya digunakan jenis
bubur filler solvent base atau yang larut.
Langkah selanjutnya adalah pembersihan bubur filler kering yang rnasih terdapat
di permukaan kayu dengan amplas nomor 150-180, sehingga permukaan kayu bersih
serta rata. Yang tersisa adalah filler kering yang ada dalam pori saja.
Pengisian pori ini sangat penting karena akan mempercepat dan mempersingkat
pekerjaan politur. Di samping itu, terjadi penghematan bahan politur karena
mengurangi penyerapan bahan politur oleh pori-pori kayu pada jenis kayu bertekstur
kasar.
Di antara kesalahan yang terjadi adalah penggunaan tepung oker yang tidak sesuai
dengan warna kayu sehingga permukaan akan kelihatan buruk. Karena itu, pemilihan
warna tepung harus djlakukan dengan seksama.
3. Pelapisan dasar

Proses ini merupakan tahapan ketiga dari pekerjaan memolitur. Pada tahap ini
lapisan dasar diberikan untuk mengeraskan serat, serta mengikat filler supaya tidak
terangkat lepas dari pori-pori.
Pendasaran dilakukan dengan dikuaskan, selapis demi selapis tipis-rata serta tanpa
meninggalkan bekas kuas. Pendasaran dilakukan dengan politur, yang terbuat dari
selak dilarutkan ke dalam spiritus dengan perbandingan 1 ons selak dengan 1 liter
spiritus. Pemakaian selak putih atau kuning tergantung pada Selera hanya.saja, bila
kita menggunakan selak putih perlu memilih spiritus yang tidak terlalu biru sehingga
warna asli dan alami serat kayu tidak berubah menjadi kebiru-biruan. Selak emping
langsung dapat dilarutkan karena bentuknya yang seperti emping. Selak putih perlu
kita hancurkan dulu dengan ditumbuk atau diserut dengan ketam ka-sar sehingga
menjadi serpihan halus dan mudah larut.
Setelah 15 menit, permukaan bidang hasil pendasaran akan menjadi kering. Akan
terlihat di beberapa tempat tertinggal bekas-bekas penguasan yang tak rata dan seratserat kayu halus yang muncul di permukaan.
Serat-serat itu muncul karena pembasahan oleh spiritus, sering tidak tampak,
namun apabila di-raba dengan tangan akan terasa kasar. Mun-culan serat dan bekas
kuas harus diamplas rata sampai permukaannya terasa halus. Untuk pengamplasan
dipakai kertas amplas nomor 180 - 240.
Baik dan tidaknya hasil pemolituran sangat di-tentukan oleh pengamplasan pada
tahap pendasaran ini.
Selesai tahap pendasaran, pada umumnya dilakukan perbaikan permukaan. Kayu
yang berlubang karena mata kayu busuk atau bekas pukulan dan pecah-pecah
sambungan ditutup dengan dempul yang telah disesuaikan warnanya.
Pembuatan dempul sangat sederhana, yaitu dengan cara merebus sebungkah
parafin atau lilin putih di dalam kaleng yang dipanaskan hingga lilin cair. Bubuhkan
talk serta oker atau tepung pigmen yang sesuai dengan warna kayu dan aduk hingga
campuran homogen betul, kemudian dinginkan. Setelah itu, dempulkan hasil itu pada
cacat lubang bidang politur dengan kape at.au sekerap hingga padat menutup lubang
yang rusak.
Melalui tahap penguasan politur berulang-ulang, maka kerataan permukaan
dempul serta kekilapannya akan sama dengan bidang politur di sekitarnya.
4. Pengolesan lapisan politur
Pengolesan lapisan politur pada permukaan dengan kaus perca merupakan proses
tahap berikutnya. Keuntungan penggunaan kaus pada tahap ini, yaitu bekas garis-garis

usapan politur seperti pada pe-makaian kuas, tidak tampak. Sudut tumpul kaus perca
yang digulung padat, tidak memutus pelapisan atau tidak lepas dari bidang polituran
secara mengejut, hingga bekasnya halus.
Kaus perca untuk peng-uasan ini dilipat sepadat mungkin kemudian oleskan
secara berputar beberapa kali hingga terdapat pelapisan yang menutup.Untuk
meratakan beberapa garis bekas putaran, usap dan oleskan politur berulang-ulang
.searah serat kayu dengan sedikit lebih ditekan.
Yang perlu diperhatikan dalam penguasan dengan kain kaus perca ini yaitu
pemerasan kaus harus apuh, tidak boleh terlalu basah, lembab-lembab saja. Lipatan
kaus, setelah dicelupkan ke kaleng tempat politur, diperas kuat-kuat sampai tidak
menetes. Penguasan dengan kaus sangat basah bisa melunakkan kembali lapisan
sebelumnya. Lapisan itu akan terkelupas mentah (botak), kelihatan kayunya. Cacat ini
sangat sulit diperbaiki. Areal yang terkelupas hanya kecil, maka perbaikannya harus
dilakukan secara khusus pada tempat yang terkelupas itu. Baru setelah hasil perbaikan
itu sama dengan bidang sekitar pemolituran boleh diperlakukan menyeluruh sampai
rata.
5. Pengamplasan
Pada tahap yang kelima kita lakukan pengamplasan secara basah dengan amplas
nomor 180 240, yang tahan terhadap air.
Pengamplasan dilakukan apabila penampilan bidang politur sudah menuti 50%.
Permukaan yang sudah mengkilap cukup tebal, namun pori-pori masih belum tertutup
semua.
Bagi pemula, langkah kelima ini sangat sulit diterima karena lapisan yang sudah
mengkilap harus dikurangi dan diratakan dengan amplas. Pengamplasan base dengan
air ini sangat penting karena akan meratakan bekas usapan putar pada tahap keempat.
Demikian pula dikurangi lapisan politur yang terlalu tebal beberapa tempat, karena
pada bidang yang sama masih ada pori-pori yang belum tertutup.
Tahap pemolituran yang terakhir ini adalah pelapisan denqan memakai kaus
seperti tahap-tahap sebelumnya, namun dengan campuran politur lebih encer.
Pelapisannya harus dilakukan secara apuh serta searah serat, tidak dengan
memutar karena akan meninggalkan kesan kurang halus. Campuran politur akhir ini
harus encer. Campuran yang dipakai untuk pelapisan pendasaran boleh diencerkan
dua setengah kalinya, atau dengan menambahkan spiritus baru sebanyak 150%.
Bila kita harus membuat politur baru, dapat dengan perbandingan selak
spiritusnya 1 ons dengan 2,5 liter spiritus.
Beberapa tukang tradisional sering menutup lapisan akhir politur ini dengan
campuran lama, yang diendapkan satu malam, sehingga endapan terpisah dengan

spiritus jernihnya. Kemudian, yang jernih ditiriskan dan diarnbil sebagai larutan
pelapis akhir. Hasilnya sangat memuaskan.
Pengausan pada tahap akhir ini dilakukan dengan tekanan, hingga hasilnya padat.
Semakin padat lapisan politur dioleskan, reaksi serat-serat kayu semakin berkurang.
Daya hidup serat-serat kayu pada permukaan terhambat oleh lapisan politur yang
semakin padat melapisi permukaan itu. Serat-serat kayu tidak mungkin berdiri lagi.
Dalam pengausan akhir, selain keapuhan kaus, perlu juga diperhatikan lagi bahwa
kaus tidak terlipat terbalik. Kaus kasar harus di bagian dalam. Kalau lipatan kaus
terbalik, bulu-bulu kaus akan terlepas dan menempel di permukaan bidang poiitur
serta berakibat buruk. Hasilnya kasar, tidak mengkilap.
Tebal tipisnya lapisan politur juga mempengaruhi bidang permukaan kayu.
Lapisan yang tipis akan lebih hemat, tetapi sering pori-pori tidak tertutup sama sekali.
Pada lapisan politur yang terlalu tebal, pori-pori akan tertutup dengan baik, namun
penggunaan politur akan lebih banyak dan boros serta waktunya panjang. Lapisan
politur yang ideal adalah tidak terlalu tebal dan juga tidak terlalu tipis. Yang penting
tidak mengubah identitas kayu, namun kayu menjadi lebih indah. Sisi teknik pun
mudah dicapai.
Apabila serat-serat kayu tidak berdiri lagi, pori-pori sudah tertutup rata dan
hasilnya mengkilap, dapat dikatakan tahap ini telah selesai dan pekerjaan memolitur
pun usai.
2.7.Penyimpanan Politur
Politur yang disimpan pada wadah atau container metal akan cepat berubah warna
menjadi gelap karena terjadi korosi, maka dianjurkan untuk menyimpannya pada botol atau
container yang terbuat dari kaca atau plastik.
Pelarutan shellac juga dipengaruhi oleh usia shellac tersimpan. Shellac yang
tersimpan pada waktu yang cukup lama, praktis pelarutannyapun akan lambat dan terjadi
prubahan bentuk berupa agar agar, untuk mempercepat pelarutannya shellac tersebut harus
dipecahkan.

BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Shellac (politur) merupakan bahan finishing yang sangat popular dan banyak dipakai
pada abad 19 sampai pada awal abad 20 ketika mulai digantikan oleh nitrocellulose dan
bahan-bahan finishing yang lain. Shellac dibuat dari bahan resin alam yang dihasilkan dari
suatu jenis serangga yang hidup dari tumbuhan yang ada di India. Shellac bisa menghasilkan
lapisan film yang bisa berfungsi untuk melindungi permukaan kayu dibawahnya.
Politur bukan sekadar melapisi dan mengkilapkan permukaan kayu, melainkan juga
mempertajam dan memperingan pola serat Kayu, serta yang paling penting menjaga
kestabilan kayu dari pengaruh cuaca di luar lingkungannya.
Politur dibuat dari selak dengan pelarut spiritus, menggunakan warna pigmen atau
dyestuff yang larut alcohol atau pewarna larut air. Campuran ini kemudian dioleskan dengan
kuas atau dioleskan dengan kain bal (kaos perca) pada permukaan perabot dan kerajinan.
Adonan Politur disiapkan dari pencampuran shellac dan spiritus dalam perbandingan
1 kg shellac : 4,5 liter spiritus. Untuk keperluan yang sedikit dapat dicampurkan antara 125
gram 225 gram : 1 liter spiritus. Pencampuran 1 : 45 adalah cukup kental yang biasanya
dilakukan untuk pekerjaan tangan.
Alat-alat yang lazim dipakai untuk melapisi dan mengoleskan politur yaitu kaus perca
dan kuas lebar dikaleng kosong untuk mencampur selak dengan spiritus pelarutnya.
Memolitur benda kerja. kayu, misalnya perabot dan benda kerajinan kayu, sedikit
berbeda dari cara memolitur benda kerja yang terbuat dari bambu maupun rotan, yaitu pada
pengisian pori-pori kayu dengan filler. Benda kerja yang terbuat dari bambu dan rotan tak
memerlukan pengisian pori. Tahapan proses pemolituran, pewarnaan, dan pengkilapan kedua
golongan itu sama.
Politur yang disimpan pada wadah atau container metal akan cepat berubah warna
menjadi gelap karena terjadi korosi, maka dianjurkan untuk menyimpannya pada botol atau
container yang terbuat dari kaca atau plastik.

3.2.Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber
yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk
menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan. Untuk bagian
terakhir dari makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain akan saya jelaskan tentang
daftar pustaka makalah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Fatori,

Muhammad.

"Finishing

Konstruksi

Kayu".

Desember

2014.

http://belajar.ditpsmk.net/wp-content/uploads/2014/09/FINISHING-KONSTRUKSIKAYU-XI-3.pdf.
2. Rosa, Geger Perbowo. "Jenis-Jenis Bahan Finishing Furniture Disain Interior". 4
Desember 2014. http://www.scribd.com/doc/131195062/12032-9-885659482862.
3. Karyono, Yono. Cara Pelitur Kayu atau Perabotan Rumah Supaya Mengkilap dan
Kinclong. 4 Desember 2014. http://www.mangyono.com/2014/01/cara-pelitur-kayuatau-perabotan-rumah.html.
4. Wisno.
Finishing

Politur.

http://www.tentangkayu.com/2010/07/finishing-politur.html.

Desember

2014.

Anda mungkin juga menyukai