LINGKUNGAN HIDUP
OLEH:
SYAIFUL RAMADHAN H, S.Pi, M.Si
Sebuah Telaah Tentang Peranan Perempuan Sebagai Faktor Penentu Kualitas Lingkungan
Hidup Menurut Perspektif Etika dan Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI
TEMBILAHAN
2015
KATA PENGATAR
Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kepada Allah SWT
atas segala karunia-Nya sehingga makalah ini berhasil diselesaikan. Makalah ini
merangkum dan membahas topik yang berkaitan dengan perempuan sebagai agent
of change lingkungan hidup sebagai sebuah telaah tentang peranan perempuan
sebagai faktor penentu kualitas lingkungan hidup menurut perspektif etika dan
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
dan dapat dijadikan tambahan informasi bagi seluruh stakeholder yang berkaitan
dengan pelibatan peran perempuan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGATAR ..........................................................................................
ii
I. PENDAHULUAN ..........................................................................................
1
3
5
6
7
8
8
11
13
18
21
I. PENDAHULUAN
kewenangan
luas
kepada
pemerintah
daerah
dan
lebih
pembangunan,
pemerintah
pun
tidak
mampu
memberikan
Bencana-bencana yang secara beruntun melanda negeri ini, menjadi cermin retak
yang menggambarkan betapa lambannya pemerintah menangani masalah tersebut.
Pada kondisi ini, perempuanlah yang paling dirugikan karena dalam bencana
korban terbesar adalah perempuan dan anak.
Perumusan masalah ini dapat mengidentifikasi adanya beberapa kesamaan
antara isu lingkungan dan isu perempuan yang terjadi di tanah air. Dimana dari
identifikasi yang dirangkum terdapat kesamaan isu yang menjadi fokus
permasalahan yang dialami kaum perempuan dan lingkungan hidup seperti yang
disajikan pada tabel berikut.
Tabel 1. Identifikasi Kesamaan
Lingkungan
Isu/Permasalahan
Perempuan
dan
Identifikasi Isu/Permasalahan
Perempuan
Lingkungan
1. Semakin banyak masalah
Semakin banyak masalah
2. Banyak yang kurang berpendidikan
Banyak yang belum diketahui
3. Masih kurang mendapat perhatian
Masih kurang mendapat perhatian
4. Terus dieksploitasi
Terus dieksploitasi
5. Sering dianggap komoditi atau objek Memang komoditi, selalu menjadi objek
6. Semakin banyak diperjualbelikan
Memang diperjualbelikan, dicuri
7. Mempunyai beban lebih berat
Mempunyai banyak tekanan
8. Mainstream untuk pembangunan
Mainstream untuk pembangunan
nasional yang berkelanjutan
nasional yang berkelanjutan
9. 12 isu pemberdayaan perempuan
12 isu pengelolaan lingkungan
10. Sering dikalahkan dalam pengadilan
Sering dikalahkan dalam pengadilan
11. Harus dijaga dan diperhatikan
Harus dijaga dan diperhatikan
12. Perempuan tiang negara
Lingkungan sumber kekuatan
13. Mempunyai menteri negara
Mempunyai menteri negara
14. Deklarasi Johannesburg a.1 perbaikan Deklarasi Johannesburg a.1 perbaikan
kualitas hidup perempuan
kualitas lingkungan hidup
15. Perempuan banyak mengalami tindak Sering terjadi eksploitasi lingkungan
kekerasan atau penganiayaan
yang berlebihan
Sumber : Irwan (2009).
No
Selama ini, kerusakan lingkungan dan aset alam belum merefleksikan sisi
pandang perempuan. Budaya patriarki yang telah menggeser kedaulatan
perempuan dalam mengelola dan menentukan pangan telah membuat pandangan
perempuan tentang kehidupan menjadi kabur, tidak dipahami oleh laki-laki,
bahkan oleh perempuan sendiri. Perempuan juga masih ditinggalkan dalam proses
pengambilan kebijakan. Jika melihat bahwa persoalan lingkungan hidup dan aset
alam sebagai sebuah proses politik, perempuan banyak ditinggalkan dalam proses
pengambilan
keputusan
politik
untuk
dapat
mengakses
sumber-sumber
kehidupannya.
Padahal, perempuan menjadi garda terdepan dalam upaya pelestarian
lingkungan hidup dimulai dari tingkatan keluarganya, hingga mengambil peran
penting dalam mengelola aset alam. Fenomena isu gender yang muncul dalam
pelaksanaan pembangunan di Indonesia dilatarbelakangi oleh struktur dan budaya
masyarakat yang membuat pembedaan peran antara laki-laki dan perempuan,
yang dalam hal ini perempuan menjadi termarginalkan.
Persoalannya, pembedaan tersebut kemudian cenderung menjadikan lakilaki dan perempuan sebagai korbannya. Beban laki-laki dalam ruang publik
menjadi lebih besar sekaligus lebih berat, sementara potensi yang dimiliki
perempuan tidak mampu berkembang karena perannya di ruang publik menjadi
terbatas. Makalah ini akan menguraikan tentang permasalahan peranan perempuan
dalam pengelolaan lingkungan hidup menurut perspektif etika dan UndangUndang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
II. PEMBAHASAN
B. Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup pada prinsipnya merupakan suatu sistem yang saling
berhubungan satu dengan yang lainnya sehingga pengertian lingkungan hidup
hampir mencakup semua unsur ciptaan Tuhan Yang Mahakuasa di bumi ini.
Itulah sebab lingkungan hidup termasuk manusia dan perilakunya merupakan
unsur lingkungan hidup yang sangat menentukan.
Menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Definisi lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
"Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" (QS. Ar
Ruum:41).
Dalam ayat yang mulia ini Allah SWT menyatakan bahwa semua
kerusakan yang terjadi di muka bumi, dalam berbagai bentuknya, penyebab
utamanya adalah perbuatan buruk dan maksiat yang dilakukan manusia. Maka ini
menunjukkan bahwa perbuatan maksiat adalah inti "kerusakan" yang sebenarnya
dan merupakan sumber utama kerusakan-kerusakan yang tampak di muka bumi.
memiliki
arti
penting
dalam
menjaga
kelangsungan
10
berbagai
kebutuhan
manusia
yang
meningkat
kualitas
dan
11
12
13
imperative norm, takes priority above economic considerations and should, in all
circumstances, be accorded priority; (iv) States and other responsible entities
(corporations or individuals) may be criminally or civilly responsible under
international law for causing serious environmental hazard posing grave risks to
life.
Dalam kerangka pemenuhan dan perlindungan hak perempuan, maka
instrument hukum HAM internasional menjadi pijakan karena hak asasi
perempuan merupakan bagian dari HAM secara umum (CEDAW, 2006).
Keberadaan hak atas lingkungan sebagai salah satu hak sudah tercakup pada pasal
28 Deklarasi Universal HAM dan Pasal 12 (b) Kovenan Hak-Hak Ekonomi,
Sosial, dan Budaya. Meskipun formulasinya terbilang sangat abstract (Kasim,
2004). Untuk itu hak atas lingkungan harus diinterpretasikan secara luas sebagai
hak untuk memperoleh mutu atau kondisi lingkungan yang baik dan sehat, dalam
arti tidak dibatasi hanya menyangkut obyek ruang berupa bumi, air, dan udara.
Namun hak atas lingkungan hidup harus menegaskan pula penjaminan yang
meliputi penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan bagi subyek lingkungan
hidup (Saleh, 2005).
Meskipun hak atas lingkungan hidup dalam instrument hukum HAM
tidak diatur dan diformulasikan secara khusus, namun hukum nasional telah
mengakui hak atas lingkungan hidup secara expressive verbis, malahan telah
menjadi bagian hak konstitusional setiap warga Negara Indonesia. Pasal 28 H
UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat (UU No. 39 Tahun 1999). Karena hak atas lingkungan
telah mendapatkan tempat secara yuridis baik di tingkat internasional maupun
nasional, maka hak atas lingkungan merupakan hak yang justiciable dan
enforceability. Artinya hak ini merupakan hak hukum yang apat dieksaminasi
melalui prosedur institusi peradilan baik di level domestik maupun internasional.
masalah
14
direncanakan,
dilaksanakan,
dimonitoring,
dan
dievaluasi
secara
15
d. menumbuhkembangkan
ketanggapsegeraan
masyarakat
untuk
16
17
18
19
20
dalam turut menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup kita, patut kiranya
diberikan apresiasi.
Tokoh ekofeminisme yang populer lainnya adalah Vandana Shiva, seorang
ahli ilmu fisika dan pertanian organik, asal India. Era 1970-an Vandana Shiva
adalah nama yang tidak asing bagi kelompok pecinta lingkungan di negaranya,
bahkan di dunia. Peluklah pohon-pohon kita. Selamatkan mereka dari
penebangan. Kekayaan bukit-bukit, kita selamatkan dari penjarahan
Demikian Vandana Shiva berseru, seraya memobilisasi perempuan-perempuan
sembari memeluk pohon yang bakal ditebang dan menyanyikan potongan puisi
tersebut. Perjuangannya yang gigih akhirnya berhasil menggagalkan eksploitasi
hutan secara massal di India.
Dalam pandangan Shiva, realitas yang menimpa jutaan perempuan
Indonesia dan belahan dunia ketiga lainnya, sesungguhnya memperlihatkan
dengan jelas betapa skenario globalisasi lewat politik pengelolaan lingkungan
yang patriarkhis meminggirkan dan menyebabkan ketidakadilan bagi kaum
perempuan. Pembangunan tidak lain adalah bentuk dari ideologi (negara-negara
maju) patriarkhis yang mengakibatkan penderitaan kaum perempuan dan merusak
lingkungan di dunia ketiga. Dan karena itu, sangat penting untuk melihat
keterkaitan yang sangat kuat antara perempuan dan lingkungan, serta membangun
kehidupan dengan nilai-nilai ekologis, feminis, dan sosialis (Shiva dalam
Khatimah, 2008).
Shiva juga menggulirkan gagasan demokrasi Bumi yang berasal dari salah
satu pemikiran India kuno, yang dalam bahasa India disebut vasudhaiva
kutumbkam atau keluarga Bumi. Gagasan ini mirip seperti yang dikatakan oleh
Ketua Seattle tentang jaringan di Bumi. Kosmologi orang India tak pernah
memisahkan manusia dari non-manusia - yang merupakan rangkaian kesatuan.
Shiva memperjuangkan kedaulatan terhadap biodiversitas (keanekaragaman
hayati) yang merupakan produk kearifan alam di India, ketika isu tentang
pematenan kehidupan muncul. Dalam aksinya, 200 penduduk desa di India, di
sebuah perdesaan di pegunungan tinggi dekat anak Sungai Gangga berseru:
Kami telah memperoleh tumbuh-tumbuhan obat, benih-benih,
hutan-hutan dari alam melalui nenek moyang kami; kami berhutang
kepada alam untuk memeliharanya demi masa depan. Kami berjanji
21
22
pembagian peran yang dianggap telah melekat, baik pada perempuan maupun
laki-laki.
Gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara
laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat
berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Seks adalah perbedaan jenis
kelamin yang ditentukan secara biologis. Seks melekat secara fisik sebagai alat
reproduksi. Oleh karena itu, seks merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan
sehingga bersifat permanen dan universal.
Dalam upaya mengubah perilaku seseorang terhadap pemahaman gender,
ada beberapa istilah yang perlu diketahui:
a. Buta Gender (gender blind), yaitu kondisi/keadaan seseorang yang tidak
memahami tentang pengertian/konsep gender karena ada perbedaan
kepentingan laki-laki dan perempuan.
b. Sadar Gender (gender awareness), yaitu kondisi/keadaan seseorang yang
sudah menyadari kesamaan hak dan kewajiban antara perempuan dan
laki-laki.
c. Peka/Sensitif Gender (gender sensitive), yaitu kemampuan dan kepekaan
seseorang dalam melihat dan menilai hasil pembangunan dan aspek
kehidupan lainnya dari perspektif gender (disesuaikan kepentingan yang
berbeda antara laki-laki dan perempuan).
d. Mawas Gender (gender perspective), yaitu kemampuan seseorang
memandang suatu keadaan berdasarkan perspektif gender.
e. Peduli/Responsif
Gender
(gender
concern/responcive),
yaitu
23
seseorang,
sehingga
kekerasan
tersebut
tidak
hanya
24
25
III. PENUTUP
26
DAFTAR PUSTAKA