ARTIKEL
Dibuat sebagai Ujian Akhir Semester mata kuliah Hukum Lingkungan Reguler A
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM SARJANA
JAKARTA
2021
PERAN ORGANISASI NON PEMERINTAH/ORGANISASI MASYARAKAT
SEBAGAI LEMBAGA PENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA
Abstrak
Penulisan artikel ini dilatarbelakangi oleh adanya gerakan yang ditunjukan oleh
Organisasi Non Pemerintah yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup, dimana
untuk Indonesia mempunyai jumlah sebaran yang tidak bisa dibilang sedikit. Organisasi
Non Pemerintah bidang lingkungan hidup yang ada di Indonesia bergerak dalam
berbagai jaringan, mulai dari tingkat lokal, nasional sampai internasional. Dalam
penulisan artikel ini akan menjelaskan mengenai peran dan kontribusi Organisasi Non
Pemerintah atau Organisasi Masyarakat yang bergerak dalam pengelolaan lingkungan
hidup di Indonesia serta problematika yang dihadapi.
Abstract
The background for writing this article is the existence of a movement shown by a non-
governmental organization engaged in the environmental sector, which for Indonesia
has a relatively small number of distributions. Non-Governmental Organizations in the
field of environment in Indonesia operate in various networks, starting from the local,
national to international levels. In writing this article, we will explain the role and
contribution of Non-Governmental Organizations or Community Organizations
engaged in environmental management in Indonesia and the problems they face.
II. PEMBAHASAN
A. KONTRIBUSI ORGANISASI NON PEMERINTAH ATAU
ORGANISASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA
2
M.Fakih. 1996. Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial: Pergolakan Ideologi di Dunia
ORNOP Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal.34.
yang berfungsi sebagai sarana untuk mencegah pencemaran dari pertambangan,
antara lain:
1. Baku Mutu Lingkungan (BML),
2. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL),
3. Izin Lingkungan, dan
4. Instrumen Ekonomi dan Inspeksi Lingkungan.
Dalam praktiknya, instrumen langsung yang ada tidak dapat
mengendalikan polusi secara efektif. Keberadaan instrumen ekonomi
melengkapi instrumen pengaturan langsung yang belum dimanfaatkan untuk
memperkuat perlindungan lingkungan.
Salah satu instrumen yang tepat adalah undang-undang dengan bentuk
perundang-undangan yang berbeda. Dalam hal ini, instrumen hukum yang dicari
adalah hukum yang responsif secara sosial, sensitif secara politik, dikerahkan
untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat, fleksibel untuk menghadapi segala
upaya penyalahgunaan kekuasaan yang biasa dilakukan oleh mesin birokrasi,
dan siap melindungi berbagai hak-hak yang terdapat di Indonesia.3
Transparansi pemerintah terkait adalah transparansi dalam prosedur,
yang mencakup 3 (tiga) aspek penting:
a. Pemerintah memiliki kewajiban dalam memberi informasi;
b. Memberikan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan dan
c. Pengumuman keputusan pemerintah.
Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan komprehensif
untuk berpartisipasi aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan.
Masyarakat juga berhak mengajukan class action untuk kepentingannya sendiri
dan/atau kepentingan Masyarakat apabila menderita kerugian akibat pencemaran
dan/atau perusakan berdasarkan Pasal 91 UU PPLH.
Mengenai kontribusi masyarakat, Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 8
Tahun 1990 tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat Lembaga
swadaya masyarakat adalah organisasi atau lembaga yang didirikan secara
sukarela oleh masyarakat. Lembaga swadaya masyarakat merujuk pada
3
Gani. Aboel. 1990. Politik Dan Hukum, Sebuah Catatan. Sebagaimana disebut dalam Padmo
Wahjono. Hukum Tata Negara. Jakarta; Ghalia Indonesia. Hal.87.
organisasi atau lembaga yang didirikan oleh masyarakat atau Warga negara
Indonesia secara sukarela mendirikan lembaga swadaya masyarakat atas
kemauan sendiri dengan memiliki keinginan dan berminat serta aktif dalam
bidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi atau lembaga sebagai
bentuk partisipasi atau keikutsertaan masyarakat dalam meningkatkan taraf
hidup dan kesejahteraan masyarakat yang berorientasi dengan cara swadaya.
Seperti di negara berkembang lainnya, masalah pencemaran lingkungan
sebagai gangguan terhadap kehidupan masyarakat di Indonesia terutama
disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang cepat, eksploitasi sumber daya
alam yang berlebihan dan penggunaan teknologi yang tidak sesuai. Kondisi alam
yang ada dan pola perilaku manusia terhadap alam, dalam konteks ini peran
masyarakat dan pemerintah sangat penting untuk menyeimbangkan pemanfaatan
alam dan perbaikan alam. Masalah yang lebih memiliki pengaruh adalah
perilaku manusia yang tidak lagi menghargai alam, padahal manusia merupakan
bagian dari alam dan kondisi nyata di masyarakat dicontohkan dengan
pembuatan tempat pembuangan limbah industri dan pembuangan limbah
domestik secara bebas tanpa mengkhawatirkan akibat dari tindakan tersebut.
Melakukan pencarian terhadap siapa yang harus disalahkan dan siapa yang harus
bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan bukanlah cara yang cerdas dan
bijak.
Lingkungan hidup merupakan isu kolektif yang sangat membutuhkan
partisipasi seluruh komponen bangsa, seperti pemerintah, tokoh masyarakat,
lembaga swadaya masyarakat (LSM), seluruh warga negara dan komponen
bangsa lainnya yang perlu memiliki “kemauan politik” ketika bekerja sama
menjaga lingkungan dari tangan-tangan preman dan penjahat lingkungan yang
tidak bertanggung jawab.4
Karena berbagai faktor tersebut di atas, maka harus juga dibarengi
dengan tindakan hukum yang tegas terhadap para pelaku kejahatan lingkungan
yang terbukti merugikan banyak orang. Setiap orang adalah bagian dari
masyarakat dan masyarakat mempunyai hak, tugas dan peran yang sama dalam
melakukan perlindungan terhadap lingkungan hidup, tidak terkecuali
4
Rohmijati, 2010. Kearifan Lingkungan Hidup Sehat, Waspada, Yogyakarta. Hlm.35.
masyarakat desa, terpencil dan perkotaan, karena perluasan lingkungan hidup
tidak hanya terbatas pada tempat tertentu tetapi juga pada seluruh wilayah
negara Republik Indonesia. Keberadaan berbagai organisasi masyarakat dapat
dikatakan efektif apabila berperan dalam pengelolaan kebijakan perlindungan
lingkungan yang sudah dibuat oleh pemerintah. Adapun Hak-hak dalam
masyarakat diantaranya:
a. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai
bagian dari hak asasi manusia;
b. Setiap orang berhak atas pendidikan lingkungan, akses informasi,
partisipasi, dan perlindungan hukum untuk memenuhi haknya atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat;
c. Setiap orang berhak mengajukan saran dan/atau keberatan terhadap
rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan akan menimbulkan
dampak terhadap lingkungan hidup;
d. Setiap orang berhak untuk bertindak sesuai dengan ketentuan hukum
dalam melakukan perlindungan terhadap lingkungan hidup; dan
e. Setiap orang berhak mengadukan dugaan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup.
Kontribusi masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan lingkungan, menurut sifatnya terbagi menjadi 2 (dua) sifat,
yaitu konsultatif dan kemitraan. Pemerintah biasanya menggunakan model
partisipasi konsultatif ini sebagai strategi untuk mendapatkan dukungan publik
(Public Support).
Meskipun warga negara yang berkepentingan memiliki hak untuk
didengar dan diberitahukan dalam pendekatan konsultatif ini, keputusan akhir
tetap berada di tangan kelompok pembuat keputusan. Dalam sifat konsultatif,
Opini publik bukanlah faktor penentu dalam pengambilan keputusan di sini,
kecuali sebagai strategi untuk mendapatkan dukungan dan legitimasi publik. 5
Pada saat yang sama, pendekatan inklusif, yaitu kemitraan, lebih menghargai
masyarakat lokal dengan memberikan status atau posisi yang sama dengan
kelompok pengambil keputusan. Dengan demikian, keputusan tidak lagi
5
Samsul. Wahidin.2008. Dimensi Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.Hlm.8.
menjadi monopoli pemerintah dan pengusaha, akan tetapi menjadi milik
masyarakat bersama. Kontribusi masyarakat terhadap perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi. Sifat sejati dari hak partisipasi terletak pada proses pengambilan
keputusan untuk izin lingkungan.
Mengenai kontribusi masyarakat dalam keterlibatan di sektor lingkungan
Hidup, Koesnadi Hardjasoemantri menjelaskan:
“Keterlibatan masyarakat dalam menangani masalah lingkungan
memiliki dimensi yang luas. Partisipasi tersebut tidak hanya mencakup
keterlibatan individu dalam berbagai tata cara atau keputusan administratif,
tetapi juga mencakup keterlibatan kelompok dan organisasi dalam masyarakat.
Partisipasi yang efektif mungkin berada di luar kemampuan individu, baik
dalam hal keuangan maupun pengetahuan, sehingga keterlibatan kelompok dan
organisasi sangat diperlukan, terutama yang bekerja dengan lingkungan. dalam
industri.”
Ketika Kontribusi masyarakat dianggap penting dalam prosedur
administrasi pengelolaan lingkungan Hidup, seperti perizinan, analisis dampak
lingkungan, dan berbagai pengelolaan lainnya. Namun, masih ada kekhawatiran
tentang prinsip keterbukaan dan partisipasi masyarakat dalam menangani
masalah Lingkungan Hidup.
Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan lingkungan hidup, Pasal 70 ayat (1) mengatakan: “Masyarakat
mempunyai hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan
aktif dalam perlindungan dan perlindungan lingkungan hidup”. Menurut Pasal
70 ayat (2), kontribusi Masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dapat berupa:
1. Pengawasan sosial;
2. Pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan;
3. Penyampaian informasi dan/atau laporan. Sedangkan pasal 70 ayat (3)
disebutkan bahwa peran masyarakat dilakukan untuk:
4. Meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
5. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
6. Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
7. Menumbuhkembangkan ketanggapan masyarakat dalam melakukan
pengawasan sosial;
8. Mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal untuk
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
6
Rohmijati. 2010. Kearifan Lingkungan Menuju Hidup Sehat. Waspada. Yogyakarta.Hlm.54.
6. Menyimpan sampah yang dihasilkan dalam wadah khusus dan kemudian
membuangnya ke tempat sampah yang sesuai atau membuangnya ke luar
hutan atau menghancurkannya. Namun lebih baik lagi jika sampah yang
ditemukan di hutan juga dibawa pergi;
7. Gunakan dahan atau daun yang patah atau tumbang saat membuat api.
Karena tindakan penebangan pohon untuk menyalakan api dapat merusak
hutan;
8. Padamkan api unggun hingga benar-benar padam ketika sudah selesai
digunakan, termasuk sisa bara api; dan
9. Dilarang membawa pulang tumbuhan atau hewan dari hutan. Abadikan
kenangan manis Anda di hutan sebagai kenang-kenangan dengan kamera
foto atau video.
Sikap dan perilaku bijak di hutan ini tampaknya sederhana dan kecil,
namun hal tersebut membawa manfaat besar bagi alam dan perlindungan hutan.
Dengan melakukan perilaku bijak seperti itu, kita bisa menikmati Lingkungan
Hidup dengan nyaman dan aman.
7
Indonesia, Undang-Undang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup, UU No. 32
Tahun 2009, TLN 5059, Ps. 66
dan dapat menjadi tameng ini nyatanya dinilai tidak dapat menjamin
perlindungan bagi aktivis atau anggota ORNOP terhadap kriminalisasi dan
kekerasan dari penguasa yakni pemerintah.
Sebagai contoh kasus, pada 29 Januari 2013 aparat kepolisian
menangkap seorang aktivis yang merupakan Direktur Eksekutif dari organisasi
non pemerintah WALHI bernama Anwar Sadat ketika sedang melakukan aksi
unjuk rasa di Palembang. Bersama dengan 25 orang aktivis dan beberapa petani
dari Kabupaten Ogan Ilir ia ditangkap oleh aparat kepolisian daerah setempat
ketika terjadi kericuhan pada aksi unjuk rasa tersebut. Tujuan mereka melakukan
aksi unjuk rasa ialah untuk memperjuangkan hak-hak petani Ogan Ilir agar
kembali mendapatkan lahan pertanian yang telah digunakan oleh PT Perkebunan
Nusantara (PTPN) VII. Berdasarkan keterangan Hadi Jatmiko selaku rekan dari
Anwar Sadat, menjelaskan bahwa kondisi Direktur Eksekutif WALHI Sumatera
Selatan itu yang masih ditahan Mapolda Sumatera Selatan mengalami luka pada
bagian kepala, diduga karena terkena pukulan.8
Kemudian, pada 6 Oktober 2019 malapetaka kembali menimpa aktivis
bernama Golfrid Siregar, yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas dan diduga
sebelum kematiannya ia mengalami penganiayaan.9
Selang setahun kemudian, dengan disahkan dan diundangkannya
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) menjadi
ancaman baru bagi upaya perlindungan lingkungan hidup. Pasal-pasal dalam
Undang-Undang tersebut dinilai kontroversial dan lebih memihak pada
pengusaha atau investor asing dalam hal penyederhanaan izin untuk berusaha
atau membuka lahan dan mengesampingkan AMDAL. Tidak hanya dapat
mengancam lingkungan, ternyata Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) juga
berpotensi mengancam para aktivis lingkungan baik dengan membungkam suara
dan membahayakan keselamatan nyawa mereka.
Setelah disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK),
perlindungan terhadap aktivis lingkungan semakin melemah, dikarenakan oleh
8
A. Syalaby Ichsan, “Direktur Walhi Ditangkap Polisi, Ada
Apa?”https://nasional.republika.co.id/berita/mhee6w/direktur-walhi-ditangkap-polisi-ada-apa , diakses 22
Desember 2022
9
Adam Maulana Sarja “Walhi: Usut Tuntas Kematian Aktivis, Golfrid Siregar”
https://nasional.republika.co.id/berita/pz81cj335/walhi-usut-tuntas-kematian-aktivis-golfrid-siregar,
diakses 22 Desember 2022
beberapa hal. Pertama, menguatnya impunitas pelaku usaha atau perusahaan.
Dengan dirancang dan disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) maka
pelaku usaha atau perusahaan akan mendapatkan impunitas, artinya perusahaan
atau badan hukum yang terlibat dalam pencemaran lingkungan akan sulit untuk
dituntut pertanggungjawabannya di hadapan hukum. Kedua, hilangnya peran
dan partisipasi publik. Pada Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), metode
AMDAL sudah tidak lagi menjadi dasar perizinan lingkungan melainkan hanya
sekedar dokumen administratif. Kemudian, peran kalangan masyarakat
setempat, organisasi lingkungan, dan akademisi juga tidak dilibatkan menjadi
penguji kelayakan dalam Komisi Penilai AMDAL. Dengan hilangnya peran dan
partisipasi publik maka akan menimbulkan konflik baru yang akan berpotensi
meningkatnya risiko kriminalisasi, intimidasi, bahkan kekerasan bagi pihak
masyarakat yang menjadi korban. Ketiga, terbatasnya lembaga perlindungan
bagi aktivis. Lembaga seperti LPSK dan Komnas HAM akan menjalankan
fungsinya sebagai pengawas kekuasaan secara terbatas, disebabkan karena tidak
leluasanya kedua lembaga tersebut dalam menggunakan wewenang hukum dan
terbatasnya pendanaan bagi kedua lembaga tersebut untuk dapat menjalankan
fungsinya dengan maksimal.10
10
Herlambang P. Wiratman “3 Ancaman UU Ciptaker bagi para Pembela Lingkungan dan
HAM” https://theconversation.com/3-ancaman-uu-ciptaker-bagi-para-pembela-lingkungan-dan-ham-
148988, diakses 22 Desember 2022
III. PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian yang diatas dapat disimpulkan bahwa masalah lingkungan
hidup merupakan kewajiban manusia untuk mengatasinya dengan baik sesuai
dengan perintah Tuhan Yang Maha Esa, sehingga setiap manusia secara
langsung maupun tidak langsung bertanggung jawab atas kelangsungan
lingkungan hidup. Oleh karena itu, keikutsertaan Organisasi Non Pemerintah
(ORNOP) dan lembaga swadaya masyarakat LSM) atau organisasi masyarakat
dalam pembentukan lingkungan juga terkait erat dengan kewajiban menjaga
lingkungan itu sendiri.
Dalam hal ini, berbagai kontribusi LSM atau organisasi kemasyarakatan
menjadi sangat diperlukan dalam rangka menciptakan lingkungan hidup yang
sehat. Secara umum, semua orang adalah bagian dari masyarakat yang memiliki
hak, tugas dan peran yang sama dalam pengelolaan lingkungan hidup, karena
lingkungan hidup tidak hanya terbatas pada tempat tertentu, tetapi juga di
seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Kehadiran masyarakat sangat
efektif ketika pengendalian pengelolaan lingkungan yang ada dapat
dilaksanakan. Namun, untuk melindungi dan mengelola lingkungan, LSM
masih menghadapi masalah seperti kriminalisasi dan kekerasan oleh otoritas
dan lembaga terhadap aktivis dan anggota LSM. Tanggung jawab pemerintah
untuk mengatasi masalah ini dengan melakukan reformasi terhadap lembaga
yang mengkriminalisasi aktivis lingkungan dan anggota LSM.
B. SARAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ps. 28H
BUKU
M.Fakih. 1996. Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial: Pergolakan Ideologi di
Dunia ORNOP Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gani, Aboel. 1990. Politik Dan Hukum, Sebuah Catatan. Sebagaimana disebut dalam
Padmo Wahjono. Hukum Tata Negara. Jakarta; Ghalia Indonesia.
Rohmijati. 2010. Kearifan Lingkungan Menuju Hidup Sehat. Waspada. Yogyakarta
Samsul. Wahidin.2008. Dimensi Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Indonesia, Undang-Undang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup, UU No.
32 Tahun 2009, TLN 5059
INTERNET
A. Syalaby Ichsan, “Direktur Walhi Ditangkap Polisi, Ada
Apa?”https://nasional.republika.co.id/berita/mhee6w/direktur-walhi-ditangkap-
polisi-ada-apa. Diakses 22 Desember 2022
Adam Maulana Sarja https://nasional.republika.co.id/berita/pz81cj335/walhi-usut-
tuntas-kematian-aktivis-golfrid-siregar. Diakses 22 Desember 2022