A. PENDAHULUAN
Artikel kali ini membahas tentang Reklamasi Teluk Jakarta, Sengketa
kewenangan Pemprov DKI dan Pemerintah Pusat. Alasan menulis artikel ini
dikarenakan perlunya menekankan aspek dalam program-program pembangunan
yang selama ini dilakukan khususnya pembangunan yang dilakukan diatas lautan.
Pentingnya penelitian ini melihat persoalan Reklamasi Teluk Jakarta dikarenakan
penulis ingin memberi infomarsi dan masukan terkait kebijakan Reklamasi Teluk
Jakarta, hal ini ditunjukan supaya pembangunan jangan hanya terkonsentrasi pada
persoalan ekonomi semata, namun harus dapat mewujudkan pembangunan yang
perkelanjutan.
Melihat persoalan Teluk Jakarta inipenulis mencoba untuk memberikan gambaran
terkait hubungan antar manusia, alam, dan ekosistem lainnya serta cara manusia
memperlakukan alam dalam kebijakan reklamasi Teluk Jakarta. Sehingga kita akan
memperoleh gambaran secara menyeluruh bagaimana dampak dari reklamasi teluk
Jakarta tersebut baik bagi perempuan, lingkungan, serta relasi antara para pembuat
kebijakan dengan stakeholders dan masyarakat.
Perspektif ekofeminisme digunakan dalam melihat persoalan Reklamasi Teluk
Jakarta dikarenakan ada kecenderungan dalam kebijakan pengembangan reklamasi
teluk Jakarta bersifat patriarkhi. Budaya patriarkhi menyebabkan adanya dominasi
terhadap alam, perempuan serta menempatkan mereka semua sebagai subordinat
dibawa laki-laki yang cenderung mempunyai sifat yang unggul, netral, pengelola
yang sah dibumi dan seluruh isinya.
Terkait pelaksaan Reklamasi Teluk Jakarta menggambarkan adanya sengketa
rencana proyek reklamasi 17(tujuh belas) pulau yang terdapat diteluk Jakarta. Luas
pulau yang akan dikembangkan yakni 5.113 hektar(ha). Rencana tersebut akan
membawa ancaman bagi kelestarian ekosistem dan juga biota laut yang
menghuninya. Kepulauan seribu dan banten, merupakan wilayah yang kemungkinan
besar akan terkena dampak dri proyek tersebut. Kementrian kelautan dan perikanan
melalui Lembaga penelitian dan pengembangan, berupaya melakukan analisis
pemotretan menggunakan citra optic, system radar dan juga satelit AIS. Proyek
Tersebut akan melaksanakan Reklamasi Membentuk 17 pulau baru diwilayah Jakarta
Utara.Nampak pada gambar A hingga Q.
Tujuan dan sasaran ni adalah dapat mengetahui tentang kebijakan Reklamasi
Teluk Jakarta dilihat dari Perpektif ekofeminisme, dapat mengetahu relavansi
perspektif ekofenisme apabila digunakan untuk dalam kebijakan Reklamasi Teluk
Jakarta bagi pelestarian lingkungan dimasa yang akan datangn dan penelitian ini juga
dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam membuat
Kebijakan Reklamasi.
B. Kajian Pustaka
1. Perspektif Ekofeminisme
Perpektif Ekofeminisme adalah suatu tekana atau penghancuran terhadap
lingkungan dan perempuan akibat pembangunan yang salah sasaran. Prinsip
patriarkhi yang eksploitatif dan tidak toleran teerhadap lingkungan yang telah
menghancurka produktivitas perempuan, pengendalian dan pengelolaan lahan air,
hutan, serta merusak ekologi system lahan, air, hutan, dan tumbuh-tumbungan
sehingga telah menurunkan produktivitas dan daya alam untuk memulihkan diri. Oleh
karena itu, dalam hal ini alam disimbolkan sebagai pengejawatahan prinsip feminime.
2. Kebijakan Publik
Kebijakan public memiliki definisi tidak hanya sekedar apa yang telah diusulkan
oleh pemerintah semata. Tetapi kebijakan public juga adalah apa yang telah dilakukan
oleh pemerintahan Sahya.A (2004)
Pengaruh teknologi informasi dan media sebagai bagian yang penting dalam
memberikan jalan integrasi keseluruh system dunia dalam berbagai aspek. Dari
sistem-sistem kecil lokal dan nasional, proses globalisasi dalam tahun-tahun terajhir
ini bergerak cepat, bahlan terlalu cepat menuju suatu integrasi semua system-sistem
kecil tersebut menjadi satu, yakni system global. Kondisi dan suati yang begitu cepat
memberiakn pengaruh dalam melakukan suatu kebijakan. Keadaan seperti ini tentu
membutuhkan pengangan dan perhatian lebih dari pemerintah.
Kebijakan public beberapa ahli kemudia mendefinisikan secara beragam dimulai
bebijakan public menurut :
Robert Eyostone adalah adanya hubungan suatu unit pemerintahan dengan
lingkunganya.
Thomas R. Dye memberikan Batasan lain mengenai kebijakan
publikmengatakan bahwa kebijakan public adalam apa yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan ataupun tidak dilakukan. Walaupun Batasan
yang diberikan oleh Dye ini dianggap agak tepat, namun Batasan ini tidak
cukup memberikan perbedaan yang jelas antara apa yang diputuskan oleh
pemerintah untuk dilakukan dan apa yang sebenernya dilakukan oleh
pemerintahan.
Thohah (2012), Pada hakikatnya kebijakan public dipahami sebagai
kebijakan public dengan serangkaian kegiatan, dan proses untuk
mengarahkan dan memutuskan sebuah kepentingan yang lebih besar
melalui dampak yang ditimbulkan secara umum pada khalayak.
Islamy (2010), Kebijakan yang baik juga harus dilandasi dengan maksud
dan tujuan tertentu. Begitupun halnya dengan pemenuhan kepentingan
senantiasa ditunjuk kepada seluruh anggota masyarakatnya
Riant Nugroho, mengemukakan bahwa kebijaka public berkenan dengan
aturan main dalam kehidupan bersama, baik yang bekenan dengan
hubungan antar warga maupun antar warga dan pemerintah. Jadi yang
membuat kebijakan public adalah pemerintahan
Ramdhani A. dan Ramdhani M (2017), Kebijakan public juga diartikan
sebagai kemunculan keputusan-keputusan berkenaan dengan kepentingan
public, munculnya secara sadar, terarah, serta terukur, yang dilakukan
pemerintah bersama dengan pihak-pihak yang terkait, dengan tujuan
bersama. Pelaksanaan sebuah kebijakan adalah proses atau kegiatan
berbentuk program, yang dilaksanakan berdasarkan kebijakan atau
keputusan kemudia dilaksanakan oleh individua tau pejabat, kelompok
pemerintah, masyarakat dan/swasta, untuk mecapai tujuan tertentu.
Uraian diatas menjelaskan jika kebijakan public memiliki tujuan yang dapat
dilihat dari sisi sumber daya, disini kemudian terdapat aktivitas yang memadukan
antara pemanfaat sumberdaya kebijakan public itu sendiri dengan mendistribusikan
sumber daya negara dengan maksud supaya dapat menyerap sumberdaya yang
dimiliki negara. Berkat dari pemahan tersebut, Nugroho menjelaskan jika kebijakan
public bertujuan untuk : a). melakukan distribusi sumber daya Negaea kepada
masyarakat. b). Regulative versus deregulating. c).dinamisasi versus tebilisasi.
d).memperkuat negara bersus memperkuat masyarakat/pasar.
Hakikatnya sebuah kebijaka punlik bertujuan untuk memenuhi aspek keadilan,
keseimbangan dan juga mengarahkn kepada kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Pada tahap perumusan kebijakan adlaah kunci yang penting dalam pebuatan sebuah
kebijakan bagi pemerintah dan masyarakat, tahap tersebut meliputi : perumusan,
implemtasi dan evaluasi kebijakan. Poin penting dari tahapan awal yakni terpenuhi
nilai-nilai, kebutuhan, serta kesempatan yang dapat dipetakan lalu kemudian
diperbaiki atu diselsaikan mealui Tindakan public. Termasuk dalam pada
kepentingannya membangun kebijakan dalam pelayanan public untuk kepentingan
public sebagai bentuk untuk melihat penerimaan masyarakat. ( Firman dkk, 2007).
Perumusah masalah jadi sangat penting dalam melihat sejauh mana kebijakan
yang nanti disulkan mempunya dampak yang besar bagi masyarakat. Tidak hanya
sekedar melakukan kebijakan yang justru dapat merugikan public. Keberpihakan
kebijakan dapat dilihat setelah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah telah putuskan.
Seringkali kebijakan yang dihasilkan dari rumusan kebijakan seringkali tidak
memberi rasa keadilan bahkan cenderung merugikan masyarakat. Seperti misalnya
pembanguna yang dilakukan dengan mengabaikan aspek lingkungan, pembangunan
yang dilakukan hanya menguntungkan pihak swasta karena pemerintah cenderung ke
swasta/pengusaha, apalaho ditambah dengan iplementasi kebijaka, yang banuak
melahirkan masalah karena tidak sesuai dengan rumusan kebijakan.
3. Reklamasi
Praktik penimbun didaerah pantai atau yang sering disebut sebagai proses
reklamasi pantai dan juga laut, secara teknis masih merupakan hal baru di Indonesia,
karena ini wilaya pantai yang telah melaksana reklamasi pantai, kisaran waktunya
sendiri berada pada dua puluh tahun kebelakang. (Kalalo, F.P 2009). Proses reklamasi
adalah “the proccea of re claiming something from loss or form less useful
condition”. Menurut hukum positif Indonesia, istilah ini ditemukan pada undang-
undang No.27 tahun 2007 tentang pengelolaa wilayan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pada butir 23 memberikan definisi bahwa reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan
oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari
sudut lingkungan dan social ekonomi dengan cara pengurungan, pengeringan lahan
atau drainase.
Praktik reklamasi di Indonesia sudah ada sejak tahun 1979, dan terus berlangsung
hingga kini. Lembaga Reklamasi Pantai sendiri mulai dikenal dalam rana hukum
sejak tahun 1995 melalu 2(dua) keputusan presiden, yakni : Kepres Nomor. 52 tahun
1995 tentang Reklamasi Pantai Kapuknaga, Tanggerang. Dua produk hukum menjadi
landasan yuridis muculnya aktifitas dan kelembagaan praktik reklamasi, khususnya
bagi aktifitas reklamasi pantai, hanya saja jika kita perhatikan, kepres tersebut hanya
berlaku khusus, tidak mengatur praktik reklamasi secara global. Dalam 1 huruf b
keputusan Direktur Jendral Pertambangan Umum No.336k. tahun 1996 memberikan
definisi bahwa reklamasi bahwa reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan
memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang tergangu sebagai akibat kegiatan
usaha pertambangan umur agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai
peruntukannya
4. Metode
Miles and Huberman menyatakan bahwa tiga kompenen dalam metode analisis ini
yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data adalah
proses pemilihan dan pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan
transfirmasi data kasar yang muncul dicatatan tertulis lapangan. Reduksi data
merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data. Sedangkan penyajian data
diartikan sebagai pemaparan informasi yang tersusun yang memberikan peluang
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan Tindakan. Selanjutnya, penarikan
kesimpulan merupakan proses yang telah mencapai tahap final, yaitu mencari arti,
mencatat keteraturan, pola-pola penjelasan, alur sebab akibat dan proposi serta
kemudian mengikat lebih rinci dan mengatur dengan kokoh. Ketiga kompenen tersbut
saling berkaitan dengan satu samalain dan terjalin alam sebuah siklus yang berlanjut
secara terus menerus hingga akhirnya sampai pada suatu siklus.
C. Pembahasan
Merujuk pada sejarah munculnya reklamasi teluk Jakarta yang begitu Panjang dan
sara kepentingan, maka perlu kiranya kebijakan reklamasi teluk Jakarta dikaji dari
perspeksi ekofeminisme guna melibat dampak adanya kebijakan reklamasi teluk
Jakarta tersebut terhadap alam dan perempuan. Mengapa alam dan perempuan?
Karena manusia (perempuan) merupakan bagian dari alam. Dari perspektif inilah kita
akan mengetahui perlu tidak pembangunan teklamasi teluk Jakarta dilanjutkan.
Secara konsep alam diperlakukan seperti ibu, oleh karena itu menjadi ibu
(wanita/perempuan) dengan banyak jasa, dan memberikan kehidupan bagi alam
semesta, oleh sebab itu alam bukan untuk dikuasai atau ditaklukan, sehingga asumsi-
asumsi ini dari konsep ini, harus dimanfaatkan terhadap perempuan.
Vanda shiva, Maria Mies, Carolyn Merchant, Ariel salleh, dan Bina Agarwal
berpendapat bahwan Sebagian besar wanita petani dan orang pribumi telah terlibat
dalam mempertahankan kegiatan subsisten. Karena itu mereka adalah produsen yng
secara langsung peduli dengan produksi dan pemeliharan makanan dan kehidupan,
dan mereka memperoleh mata pencaharian langsung dari akses bebas ketanah, air dan
hutan. Dengan peristiwa ini dam pembangunan yang menggangu, mereka secara
berangsur-angsur dipaksa untuk menggunakan uang untuk dapat mempertahanka
hidup.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa jika ditinjau dari perspektif ekofeminisme
maka kebijakan reklamasi teluk Jakarta masih merupakan suatu kebijakan yang
mementingkan pemilik modal sehingga pembangunannya cenderung bersifat
patriarkhi dan belum berpihak kepada alam dan perempuan sehingga mengakibatkan
rusaknya alam dan masa depan perempuan akibat pembangunan reklamasi tersebut.
Merujuk pada hasil penelitian ini maka diharapkan pemerinah DKI Jakarta mengkaji
ulang kebijakan reklamasi teluk Jakarta mengingat pembangunan reklamasi belum
memperhatikan alam/lingkungan dan perempuan. Misalnya dari segi penyusun andal
belum melibatkan masyarakat, zonasi belum diperhatikan dengan baik sehingga
nekayan yang berimbas kepada penurunan produktivitas perempuan. Sebuah
pembangunan idealnya harus mencerminkan keberlanjutan bukan hanya untuk
kepentingan ekonomi semata.