Anda di halaman 1dari 7

Nama

: Khairunnisa Manurung

Nim

: 1301110607

Mata Kuliah : Teori Politik Kelas A


Tanggal

: Senin, 05 Januari 2016

:
GREEN THEORY
Green Politics muncul sebagai kekuatan politik yang penting di banyak
negara sejak 1970, dan posisinya lebih sering berkarakter global. Isu yang
diangkat dalam pandangan ini ialah isu lingkungan. Adanya krisis lingkungan
yang marak terjadi menjadikan politik hijau memakainya menjadi sebuah objek
yang perlu diuji dan dikaji. Selain itu, politik hijau muncul dikarenakan adanya
pengetahuan dan kewaspadaan manusia akan pentingnya lingkungan dan adanya
hubungan anatara manusia dan alam yang perlu diperhatikan. Walaupun teori
politik hijau dipandang sebagai teori Hubungan Internasional yang paling tidak
berkembang namun teori ini tetap memberikan kontribusinya dalam Hubungan
Internasional. Teori politik hijau merupakan teori yang memiliki

keunikan

tersendiri dalam memandang fenomena dalam Hubungan Internasional. Teori


politik hijau merupakan perspektif alternatif dalam Hubungan Internasional yang
mengkritik perspektif tradiosional ketika menghadapi isu-isu spesifik seperti isu
lingkungan yang menjadi fokusnya. Isu-isu kosmopolitan yang diangkat oleh
perspektif alternatif seperti teori politik hijau merupakan sebuah hal yang
melanggar kedaulatan yang tidak pernah diperhatikan oleh pandangan
tradisionalis Disinilah pandangan politik hijau dapat masuk kedalam teori
Hubungan Internasional, yakni karena politik hijau dapat mengangkat isu tertentu
yakni isu lingkungan yang dibahas dalam ranah internasional dan karena
perspektif ini fokusnya dapat menyentuh konsep main perspective yang ada.
Tiga definisi karakter green political theory:
1. Eckersley : karekter Green Politics adalah ekosentrisme. Ekosentrisme
adalah penolakan pandangan dunia antroposentrisme yang menempatkan

nilai moral hanya pada manusia, dan mendukung pandangan yang


menempatkan nilai bebas juga pada ekosistem dan semua makhluk hidup.
2. Goodin: karakter Green Politics adalah etika sebagai inti Green Politics,
dan nilai menjadi inti teori Green Politics. Sumber nilai adalah dalam
benda adalah fakta bahwa mereka memiliki sejarah pernah diciptakan oleh
proses alam, bukan diciptakan manusia.
3. Dobson: dua karakter Green Politics adalah:
Penolakan antroposentrisme, seperti yang dikemukakan Eckersley, dan
Batas untuk pertumbuhan, hasil telaahan para pakar dunia terkemuka,
analisis pada tataran global, & menggunakan modelling & simulation.
Memprediksi dooms day atau kiamat yang akan tiba akibat ulah manusia
sendiri.
Dapat disimpulkan bahwa dua konsep dasar dalam Green Politics adalah
ekosentrisme dan batas-batas pertumbuhan, asumsi dasar ini lahir dari kritik
Green Politic terhadap tradisionalis. Dalam ekosentrisme Teori politik hijau
mengkritik adanya etika antroposentris yang menempatkan kepentingan materi
manusia lebih dahulu daripada kelangsungan ekosistem atau lingkungan.
1. Antroposentrisme:

teori

etika

ini

memandang

manusia

dan

kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan


ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam,
baik secara langsung atau tidak. Teori etika ini memandang manusia dan
kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan
ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam,
baik secara langsung atau tidak.
Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang
mempunyai nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan
manusia. Cara pandang ini menyebabkan manusia mengekploitasi dan
menguras alam semesta demi memenuhi kepentingan dan kebutuhan
hidupnya, tanpa cukup memberi perhatian kepada kelestarian alam.
Argumen antroposentrisme:
a) Agama Kristen dan Filsafat Barat dan tradisi pemikiran Liberal dianggap
sebagai akar dari etika antoposentrisme.

b) Tradisi Aristotelian: The Great Chain of Being (Thomas Aquinas) :


semua kehidupan di bumi membentuk dan berada dalam sebuah rantai
kesempurnaan kehidupan, mulai dari yang paling sederhana sampai
kepada yang paling sempurna, Yaitu Tuhan. Dalam rantai kehidupan tadi
posisi manusia berada paling mendekati Maha Sempurna. Sehingga
manusia superior terhadap ciptaan lainnya.
c) Manusia lebih tinggi dan terhormat dibandingan dengan makhluk ciptaan
lain; karena manusia satu-satunya makhluk bebas dan rasional (Rene
Descartes, Thomas Aquinas dan Immanuel Kant)
2. Biosentrisme: Inti teori ini adalah manusia mempunyai kewajiban moral
terhadap alam. Kewajiban ini tidak bersumber dari kewajiban manusia
terhadap

sesama,

sebagaimana

Antroposentrisme.

Kewajiban

ini

bersumber dan berdasarkan pada pertimbangan bahwa kehidupan adalah


sesuatu yang bernilai, entah kehidupan manusia atau kehidupan spesies
lain.
Etika ini didasarkan pada 4 keyakinan:
a) Keyakinan bahwa manusia adalah anggota komunitas kehidupan di bumi
dalam arti yang sama dan dalam kerangka yang sama dimana makhluk
hidup yang lain juga anggota komunitas yang sama.
b) Keyakinan bahwa spesies manusia, bersama dengan semua spesies lain,
adalah bagian dari sistem yang saling tergantung sedemikian rupa.
Sehingga kelangsungan hidup serta peluangnya untuk berkembang biak
tidak ditentukan oleh kondisi fisik lingkungan melainkan oleh relasinya
satu sama lain.
c) Keyakinan bahwa semua organisme adalah pusat kehidupan yang
mempunyai tujuan sendiri. Artinya, setiap organisme adalah unik dalam
mengejar kepentingan sendiri sesuai dengan caranya sendiri.
d) Keyakinan bahwa manusia pada dirinya sendiri tidak lebih unggul dari
makhluk hidup lainnya.
3. Ekosentrisme : Merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan
biosentrisme. Seringkali disamakan. Kedua teori ini mendobrak cara
pandang antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada

komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika untuk


mencakup komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, etika diperluas
untuk mencakup komunitas biosentrisme. Sementara pada ekosentrisme,
etika diperluas untuk mencakup komunitas ekologis seluruhnya
4. Limit to Growth : Argumen tentang sifat krisis lingkungan. Green Politics
menjelaskan bahwa pembangunan

ekonomi dua dekade terakhir

merupakan akar krisis lingkungan.


Oleh karena itu alam menjadi obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan
kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam sebagai alat pencapaian tujuan
manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
Sedangkan

dalam

batas-batas

untuk

pertumbuhan

politik

hijau

berpandangan bahwa terdapat batas-batas tertentu bagi manusia untuk


mengadakan perkembangan dan pertumbuhan. Politik hijau fokus pada ekonomi
politik dan ketidakadilan struktural yang melekat dalam ekonomi kapitalis modern
juga berfokus pada teori marxis dan teori ketergantungan.
Selain asumsi diatas, terdapat pula kritik politik hijau terhadap negara.
Politik hijau menganggap bahwa negara merupakan bagian dari dinamika
masyarakat modern yang menyebabkan krisis lingkungan saat ini (dalam
Burchill&Linklater 2009, 345). Politik hijau mengusulkan untuk meninggalkan
sistem praktek kedaulatan tradisional menuju suatu otoritas yang beragam. Jika
demikian, aktor dalam politik hijau bukanlah negara. Aktor yang dalam
pandangan ini adalah organisasi-organisasi non-negara seperti gerakan lingkungan
Greenpeace, WWF, dll. Organisasi tersebut memakai pandangan politik hijau
untuk menghadapi krisis lingkungan yang terjadi. Tidak terbatas pada isu
lingkungan, politik hijau juga memiliki tujuan atas ketidakadilan yang terjadi.
Teori politik hijau juga memiliki fokus mengenai menciptakan sebuah keadilan.
Keadilan yang dimaksudkan adalah yakni melalui adanya perhatian krisis
lingkungan yang tidak merata di dunia. Dengan mengekspos wilayah-wilayah
yang tidak memiliki kebutuhan sumber daya yang cukup untuk memenuhi
kebutuhannya

diharapkan

menyadarkan

manusia

ketimpangan sumber daya bagi masyarakat lainnya.

bahwa

masih

terdapat

Tema yang paling penting dari Green Politics untuk hubungan


internasional adalah slogan think globally, act locally. Artinya adalah sementara
masalah-masalah sosial ekonomi dan lingkungan global terjadi dalam skala
global, masalah-masalah ini hanya bisa direspon dengan baik dengan cara
menghancurkan struktur kekuasaan global dengan menggerakkannya melalui
tindakan lokal dan konstruksi komunitas politik berskala lebih kecil dan ekonomi
mandiri. Inilah yang disebut John Dryzek dalam Rational Ecology (1987) sebagai
desentralisasi. Menurutnya, keuntungan desentralisasi adalah komunitas berskala
lebih kecil lebih mampu memberi dukungan terhadap lingkungan dalam
lokalitasnya, dan lebih responsif terhadap kerusakan lingkungan tersebut.
Ada empat pilar Green Politics:
a. Tanggung jawab pada alam/ekologi (ecological responsibility)
b. Demokrasi akar rumput (grass roots democracy)
c. Keadilan sosial (social justice)
d. Tanpa kekerasan (non violence
Perbedaan Green Politics dengan Enviromentalism:
Environmentalism menerima struktur politik, ekonomi, sosial dan normatif
yang ada dari politik dunia dan berusaha menyelesaikan masalah-masalah
lingkungan dalam struktur tersebut. Pendekatan ini mendukung sistem negara dan
mengambil posisi sebagai institusionalis liberal. Fokusnya adalah kemunculan
rejim lingkungan internasional, dengan asumsi bahwa sistem negara dapat
merespon secara efektif masalah-masalah lingkungan.
Sebaliknya Green Politics justru beranggapan struktur-struktur tersebutlah
yang menyebabkan krisis lingkungan sehingga struktur tersebut harus diubah.
Green Politics menolak sistem negara dan struktur politik dunia lainnya.
Green Politics dan sistem politik negara:
a) Green Politics dapat berkembang subur pada iklim politik yang
demokratis, sistem ekonomi yang adil, & hukum yang tidak berpihak.
b) Konteks Indonesia: demokrasi baru sampai pada tataran institusi. Di
masyarakat adat, demokrasi substantif yang menjadi spirit & tindakan
sehari-hari sudah banyak pudar.

c) Konteks Indonesia: pluralisme hukum. Di masyarakat bawah jauh dari


pusat kekuasaan, hukum adat lebih efektif ketimbang hukum positif.
d) Kalau bukan satu-satunya syarat, devolusi penguasaan & pengelolaan
sumberdaya alam menjadi penentu keberhasilan pengelolaan kolaboratif
sumberdaya alam.
Produksi massal industri pun ditengarai dapat menjadi pemicu bagi terjadinya
degradasi lingkungan hidup serta terancamnya eksistensi sumberdaya material dan
energi, terutama yang tidak terbarukan seperti minyak bumi dan batu bara yang
cenderung eksploitatif dalam pemanfaatannya. Padahal gas sisa atau residu sisa
penggunaan energi tersebut juga ternyata dapat mengancam keamanan lingkungan
hidup mengingat gas-gas sisa hasil pembakaran seperti karbon dioksida (CO 2),
karbon monoksida (CO), atau gas yang dihasilkan dari terbakarnya sampah yakni
metana (CH4) dapat menimbulkan fenomena pemanasan global bahkan justru
sekarang ini memperparah terjadinya pemanasan global. Belum ditambah dengan
produksi gas Chlorofluorocarbon (CFC) yang digunakan untuk mesin pendingin,
penyejuk ruangan, bahan kimia, dan produk industri lainnya yang merupakan
ancaman besar bagi lapisan ozon (Jackson dan Sorensen, 2005). Dua contoh kasus
di atas berupa suplai makanan dan produksi massal industri cukup membuktikan
bahwa dampak yang terjadi dari adanya kedua problem tersebut pun meluas
sampai ke permasalahan krisis energi, krisis pangan, tentunya juga degradasi
lingkungan. Klimaks dari permasalahan tersebut yang kemudian menjadikan
adanya fenomena pemanasan global dan perubahan iklim (global warming and
climate change).
Apabila sebelumnya kita mengetahui bahwa keamanan internasional dan
ekonomi global adalah dua issue area utama tradisional dalam politik dunia, maka
sebagian penstudi sekarang menyatakan bahwa lingkungan hidup telah muncul
sebagai issue area utama ketiga (Porter dan Brown, 1996: 1). Itulah mengapa
sekarang ini isu tentang lingkungan menjadi cukup krusial karena seakan telah
menjadi masalah global, masalah yang dialami oleh seluruh negara-negara yang
harus diatasi dan disikapi melalui collective action dan hal tersebut tidak terlepas
dari peran negara mengingat perannya sebagai aktor yang tergolong paling

penting dalam hubungan internasional sehingga secara politik pun akhirnya green
politics menjadi salah satu elemen yang turut mengintervensi. Menurut dari
argumen kaum ekoradikal sebagai kaum ekstrimis dalam green politics yang
mengkritisi pendapat dari kaum modernis, menurut mereka negara lebih
merupakan masalah daripada sebagai solusi bagi problem lingkungan hidup.
Karena negara adalah bagian dari masyarakat modern yang notabene adalah sebab
dari krisis lingkungan hidup (Carter, 1993). Usaha untuk mengantisipasi
meluasnya dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global oleh negara-negara
dalam suatu forum internasional salah satunya telah tergagas melalui pencanangan
Protokol Kyoto tahun 1997 yang telah diratifikasi negara-negara yang hadir
kecuali Amerika Serikat, yang ironisnya justru sebagai salah satu negara
penyumbang emisi terbesar di dunia sejumlah 5,8 miliar ton per tahun (Suara
Merdeka, April 2011).
Jika merujuk pada masalah lingkungan hidup yang telah dipaparkan
sebelumnya, pada dasarnya konsep keamanan yang ada saat ini tidak lagi bersifat
militerisme, tetapi seolah telah mengalami perluasan makna menjadi keamanan
manusia (human security) dan keamanan lingkungan (environmental security).
Keterkaitan manusia dengan lingkungan sangat penting dalam menciptakan
keamanan dan perdamaian dunia. Tentunya, kedua elemen tersebut harus dapat
dimasukkan ke dalam pembuat kebijakan dan kekuasaan antar negara yang biasa
disebut green politics. Terkait dengan terancamnya keamanan manusia karena
masalah lingkungan hidup ini, sebenarnya kemudian telah mendorong
terselenggaranya banyak kerjasama internasional dan terbentuknya lebih banyak
rezim internasional yang mencoba menyuguhkan solusi untuk mengantisipasi
persoalan yang ditimbulkan oleh adanya fenomena pemanasan global. Namun
pada kenyataannya beberapa rezim tersebut terbukti kurang berhasil disebabkan
karena kurangnya komitmen dan kerjasama yang nyata dari negara-negara yang
tergabung dalam keanggotaan rezim tersebut. Sehingga pada akhirnya teori green
politics mencoba memberikan kritik sekaligus solusi supaya masalah lingkungan
hidup

ini

kemudian

tidak

mengganggu

menyelenggarakan kehidupannya secara normal.

kontinuitas

manusia

dalam

Anda mungkin juga menyukai