Etika lingkungan hidup dapat dipahami sebagai ilmu yang berbicara mengenai
nilai, norma dan kaedah moral yang mengatur perilaku manusia yang berhubungan
dengan alam serta nilai dan prinsip moral yang menjiwai perilaku manusia dalam
berhubungan dengan alam tersebut. Etika lingkungan hidup memasukkan semua
makhluk selain manusia ke dalam perhatian moral manusia. Albert Schweitzer
menegaskan bahwa kesalahan terbesar pemikir selama ini menganggap etika sebagai
sesuatu yang hanya kaitannya dengan manusia saja dan hanya berbicara mengenai
hubungan antara manusia dengan manusia saja.
Pada konteks luasnya etika lingkungan hidup tidak hanya berbicara mengenai
perilaku manusia terhadap alam. Etika lingkungan hidup juga berbicara mengenai
semua relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan
manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan mkhluk
hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan. Termasuk di dalamnya berbagai
kebijakan politik dan ekonomi yang mempunyai dampak langsung atau tidak langsung
terhadap alam.
Etika lingkungan hidup menawarkan cara pandang atau paradigma baru sekaligus
perilaku baru terhadap lingkungan hidup atau alam, yang bisa dianggap sebagai solusi
terhadap krisis ekologi. Berbagai teori etika lingkungan dapat menjelaskan pola
perilaku manusia dalam kaitan dengan lingkungan. Beberapa teori etika lingkungan ini
merupakan perkembangan pemikiran di bidang etika lingkungan, yaitu Shallow
Environmental Ethic, Intermediate Environmental Ethic, dan Deep Environmental Ethic.
Keempat teori ini dikenal sebagai antroposentrisme, biosentrisme, ekosentrisme, dan
teosentrisme. Ketiga teori ini mempunyai cara pandang yang berbeda tentang manusia,
alam, dan hubungan manusia dengan alam.
Biosentrisme berasal dari gabungan kata Yunani “bios” (hidup) dan kata latin
“centrum” (pusat). Secara harfiah, biosentrisme diartikan sebagai suatu keyakinan
bahwa kehidupan manusia erat hubungannya dengan kehidupan seluruh kosmos.
Manusia dipandang sebagai salah satu organisme hidup dari alam semesta yang
mempunyai rasa saling ketergantungan dengan penghuni alam semesta lainnya.
Biosentrisme merupakan suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yang
mempunyai nilai dalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Dengan
demikian biosentrisme menolak teori antroposentrisme yang menyatakan bahwa hanya
manusialah yang mempunyai nilai dalam dirinya sendiri. Teori biosentrisme
berpandangan bahwa makhluk hidup bukan hanya manusia saja. Ada banyak hal dan
jenis mahluk hidup yang memiliki kehidupan. Hanya saja, hal yang rumit dari
biosentrisme, atau yang disebut juga life-centered ethic, terletak pada cara manusia
menanggapi pertanyaan: ”Apakah hidup itu?” . Pandangan biosentrisme mendasarkan
moralitas pada keluhuran kehidupan, entah pada manusia atau pada mahluk hidupnya.
Karena yang menjadi pusat perhatian dan ingin dibela dalam teori ini adalah kehidupan,
maka secara moral berlaku prisip bahwa setiap kehidupan dimuka bumi ini mempunyai
nilai moral yang sama, sehingga harus dilindungi dan diselamatkan. Oleh karena itu,
kehidupan setiap mahluk hidup pantas diperhitungkan secara serius dalam setiap
keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari pertimbangan untung rugi bagi
kepentingan manusia.
Etika lingkungan Biosentrisme adalah etika lingkungan yang lebih menekankan
kehidupan sebagai standar moral. Salah satu tokoh penganutnya adalah Kenneth
Goodpaster. Menurut Kenneth rasa senang atau menderita bukanlah tujuan pada
dirinya sendiri. Bukan senang atau menderita, akhirnya, melainkan kemampuan untuk
hidup atau kepentingan untuk hidup. Kepentingan untuk hidup yang harus dijadikan
standar moral. Sehingga bukan hanya manusia dan binatang saja yang harus dihargai
secara moral tetapi juga tumbuhan. Menurut Paul Taylor, karenanya tumbuhan dan
binatang secara moral dapat dirugikan dan atau diuntungkan dalam proses perjuangan
untuk hidup mereka sendiri, seperti bertumbuh dan bereproduksi.
Biosentrisme menekankan kewajiban terhadap alam bersumber dari pertimbangan
bahwa kehidupan adalah sesuatu yang bernilai, baik kehidupan manusia maupun
spesies lain dimuka bumi ini. Prinsip atau perintah moral yang berlaku disini dapat
dituliskan sebagai berikut: ”adalah hal yang baik secara moral bahwa kita
mempertahankan dan memacu kehidupan, sebaliknya, buruk kalau kita menghancurkan
kehidupan”.
Biosentrisme melihat alam dan seluruh isinya mempunyai harkat dan nilai dalam
dirinya sendiri. Alam mempunyai nilai justru karena ada kehidupan yang terkandung
didalamnya. Kewajiban terhadap alam tidak harus dikaitkan dengan kewajiban
terhadap sesama manusia. Kewajiban dan tanggung jawab terhadap alam semata-mata
didasarkan pada pertimbangan moral bahwa segala spesies di alam semesta
mempunyai nilai atas dasar bahwa mereka mempunyai kehidupan sendiri, yang harus
dihargai dan dilindungi.
Biosentrisme memandang manusia sebagai mahluk biologis yang sama dengan
mahluk biologis yang lain. Manusia dilihat sebagai salah satu bagian saja dari
keseluruhan kehidupan yang ada dimuka bumi, dan bukan merupakan pusat dari
seluruh alam semesta. Maka secara biologis manusia tidak ada bedanya dengan mahluk
hidup lainnya. Salah satu tokoh yang menghindari penyamaan begitu saja antara
manusia dengan mahluk hidup lainnya adalah Leopold. Menurut dirinya, manusia tidak
memiliki kedudukan yang sama begitu saja dengan mahluk hidup lainnya.
Kelangsungan hidup manusia mendapat tempat yang penting dalam pertimbangan
moral yang serius. Ahanya saja, dalam rangka menjamin kelangsungan hidupnya,
manusia tidak harus melakukannya dengan cara mengorbankan kelangsungan dan
kelestarian komunitas ekologis. Manusia dapat menggunakan alam untuk
kepentingannya, namun dia tetap terikat tanggung jawab untuk tidak mengorbankan
integrity, stability dan beauty dari mahluk hidup lainnya. unjtuk mengatasi berbagai
kritikan atas klaim pertanyaan antara manusia dengan mahluk biologis lainnya, salah
seorang tokoh biosentrisme, Taylor, membuat pembedaan antara pelaku moral (moral
agents) dan subyek moral (moral subjects). Pelaku moral adalah manusia karena dia
memiliki kemampuan untuk bertindak secara moral, berupa kemampuan akal budi dan
kebebasan. Maka hanya manusialah yang memikul kewajiban dan tanggung jawab
moral atas pilihan-pilihan, dan tindakannya. Sebaliknya, subyek moral adalah mahluk
yang bisa diperlakukan secara baik atau buruk, dan itu berarti menyangkut semua
mahluk hidup, termasuk manusia. Dengan demikian semua pelaku moral adalah juga
subyek moral, namun tidak semua subyek moral adalah pelaku moral, di mana pelaku
moral memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap mereka .
Teori biosentrisme, yang disebut juga intermediate environmental ethic, harus
dimengerti dengan baik, khususnya menyangkut kehidupan manusia dan mahluk-
mahluk hidup yang lain di bumi ini. Teori ini memberi bobot dan pertimbangan moral
yang sama kepada semua mahluk hidup. Disini dituntut bahwa alam dan segala
kehidupan yang terkandung didalamnya haruslah masuk dalam pertimbangan dan
kepedulian moral. Manusia tidak mengorbankan kehidupan lainnya begitu saja atas
dasar pemahaman bahwa alam dan segala isinya tidak bernilai dalam dirinya sendiri.
Biosentrisme mengagungkan nilai kehidupan yang ada pada ciptaan, sehingga
komunitas moral tidak lagi dapat dibatasi hanya pada ruang lingkup manusia.
Mencakup alam sebagai ciptaan sebagai satu kesatuan komunitas hidup
(biotic community).
Inti pemikiran biosentrisme adalah bahwa setiap ciptaan mempunyai nilai intrinsik
dan keberadaannya memiliki relevansi moral. Setiap ciptaan (makhluk hidup) pantas
mendapatkan keprihatinan dan tanggung jawab moral karena kehidupan merupakan
inti pokok dari konsern moral. Prinsip moral yang berlaku adalah “mempertahankan
serta memlihara kehidupan adalah baik secara moral, sedangkan merusak dan
menghancurkan kehidupan adalah jahat secara moral”
Biosentrisme memiliki tiga varian, yakni the life centered theory (hidup sebagai
pusat), yang dikemukakan oleh Albert Schweizer dan Paul Taylor ;land ethic (etika
bumi), dikemukakan oleh Aldo Leopold ; dan equal treatment (perlakuan setara),
dikemukakan oleh Peter Singer dan James Rachel.
a. The Life Centered Theory
The life centered theory adalah teori lingkungan yang berpusat pada lingkungan. Teori
yang dikemukakan oleh Albert Schweizer, mengajukan empat prinsip etis pokok, yaitu :
manusia adalah anggota dari komunitas hidup yang ada di bumi ini, bumi adalah suatu
sistem organik dimana manusia dan ciptaan lain saling berkaitan dan bergantung,
setiap ciptaan dipersatukan oleh tujuan bersama demi kebaikan dan keutuhan
keseluruhan, dan menolak superioritas manusia dihadapan makhluk ciptaan lain .
Semua makhluk hidup dalam bionsentrisme adalah anggota dari komunitas hidup,
dalam arti bahwa setiap ciptaan berhak diperlakukan dengan baik secara moral.
Manusia sebagai pelaku atau subjek moral harus memperlakukan dengan baik dan
tangging jawab moral terhadap makhluk lainnya.
Ø Etika lingkungan disebut juga etika ekologi. Etika ekologi dibedakan menjadi etika ekologi
dangkal dan etika ekologi dalam.
Ø Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan yang menekankan bahwa
lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan manusia, sedangkan etika ekologi dalam adalah
pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan
kehidupan.
Ø Prinsip-prinsip lingkungan adalah: sikap hormat terhadap alam, tanggung jawab, solidaritas,
kasih saying dan kepedulian, tidak merugikan alam secara tidak perlu, hidup sederhana dan selaras
dengan alam, keadilan, demokrasi, dan integritas moral.
3. Paradigma Ekosentrisme
ekologis, makluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama
lainnya. Kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makluk
Arne Naess, seorang filsuf asal Norwegia, yang merupakan salah satu
dengan Deep Ecology. Pandangan ini adalah suatu etika baru yang tidak berpusat
pada manusia, tetapi berpusat pada makluk hidup seluruhnya dalam kaitan untuk
8
Paul Taylor, Respect for Nature: A Theory of Environmental Ethicts, (Princeton: Princeton
menyelamatkan lingkungan.
1) Manusia dan kepentingannya bukan lagi ukuran bagi segala sesuatu yang lain.
Manusia bukan pusat dari dunia moral, tetapi memusatkan perhatian pada
praktis, berupa sebuah gerakan yang diterjemahkan dalam aksi nyata dan
konkret. Pemahaman baru tentang relasi etis yang ada dalam alam semesta,
disertai adanya prinsip-prinsip baru sejalan dengan relasi etis tersebut, yang
Deep Ecology memiliki filsafat pokok ecosophy. Eco berarti rumah tangga
dan sophy berarti kearifan. Ecosophy diartikan sebagai bentuk kearifan mengatur
hidup selaras dengan alam sebagai sebuah rumah tangga dalam arti luas.
kearifan (wisdom), berupa cara hidup, pola hidup yang selaras dengan alam. Hal
ini berupa gerakan seluruh penghuni alam semesta untuk menjaga secara arif
lingkungannya sebagai rumah tangga. Gerakan ini juga dikenal sebagai sebuah
krisis ekologi yang kita alami sekarang ini berakar pada perilaku manusia yang
salah satu manifestasinya adalah pola produksi dan pola konsumsi yang sangat
eksesif dan tidak ekologis, tidak ramah lingkungan, serta sangat konsumeristis.
Salah satu kesalahan fatal para ekonom adalah adanya anggapan bahwa
ekonomi sebagai segala-galanya dan bukan sebagai salah satu aspek dari
kehidupan yang begitu kaya. Ini adalah kesalahan reduksionistis yang mereduksi
pertumbuhan ekonomi sebagai hal utama yang harus dikejar. Artinya bahwa akan
9Dalam tulisannya, Arne Naess mengungkapkan bahwa faham dasar deep ecology yaitu
ekologi harus menjadi sebuah gaya hidup dan gerakan dari komunitas. Bahkan ia benar-benar
menghayati hidupnya sebagai seorang pemikir sekaligus aktivis, karena dibawah pengaruh
Spinoza dan Gandhi, maka baginya berpikir dan melakukan aksi nyata terkait satu sama lain.
semakin banyak sumber daya ekonomi yang dieksploitasi, dan semakin banyak
terjadi kerusakan dan pencemaran lingkungan. Hal ini mengakibatkan suatu pola
hidup yang secara psikologis menyebabkan manusia menjadi maniak dan mabuk
harta.
aktivis dan pemerhati lingkungan. Oleh karena itu perubahan gaya hidup harus
mencakup perubahan pola produksi dan pola konsumsi yang eksesif sebagaimana
relasional yang lebih luas dan holistik. Akar permasalahn kerusakan dan
dirinya, alam dan tempat manusia di alam. Oleh karena itu, yang dibutuhkan
diperlukan. Hal ini juga perlu didorong dengan perubahan radikal yang berakar
diikuti oleh perubahan mental dan perilaku, yang tercermin dalam gaya hidup baik
ketergantungan antara manusia, tumbuhan dan hewan serta seluruh alam semesta