Anda di halaman 1dari 5

Teori-teori Etika Lingkungan Hidup

Pengantar bagian pertama

Fokus utama pembahasan buku ini adalah kritik terhadap cara pandang lama yang menjadi
sebab utama dari semua krisis ekologi. Atas dasar kritik ini etika lingkungan hidup lalu
menawarkan cara pandang atau paradigma baru sekaligus perilaku baru terhadap lingkungan
hidup atau alam yang bisa dianggap sebagai solusi terhadap krisis ekologi.

Pada tempat pertama kita dapat membedakan tiga model teori etika lingkungan hidup,
yaitu yang dikenal sebagai shallow environmental ethics ,intermediate environmental ethics ,
deep environmental ethics. Ketiga teori tersebut juga disebut antroposentrisme, biosentrisme,
dan ekosentrisme.ketiganya memiliki cara pandang yang berbeda tentang manusia, alam dan
hubungan manusia dengan alam.

Antroposentrisme
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan hidup yang memandang manusia sebagai
pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling
menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan
alam, baik secara langsung atau tidak langsung. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini
hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia.
Alam pun dilihat hanya sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan
kepentingan manusia.

Antroposentrisme juga dilihat sebagai sebuah teori filsafat yang mengatakan bahwa nilai dan
prinsip moral yang berlaku bagi manusia, dan bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia
mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting. Selaian bersifat antroposentris, etika ini
sangat instrumentalistik, dalam pegertian pola hubungan manusia dan alam dilihat hanya
dalam relasi instrumental. Alam dinilai sebagai alat bagi kepentingan manusia. Kalaupun
manusia mempunyai sikap peduli terhadap alam, itu semata-mata dilakukan untuk menjamin
kebutuhan hidup manusia, bukan karena pertimbangan bahwa alam mempunyai nilai pada
diri sendiri sehingga pantas untuk dilindungi. Sebaliknya, kalau alam itu sendiri tidak
berguna bagi kepentingan manusia, alam akan diabaikan begitu saja. Dalam arti itu
antroposentrisme juga disebut sebagai etika teleologis karena mendasarkan pertimbangan
moral pada akibat dari tindakan tersebut bagi kepentingan manusia. Teori semacam itu juga
bersifat egoistis karena hanya mengutamakan kepentingan manusia.kepentingan makhluk
hidup lain dan alam semesta seluruhnya tidak masuk pertimbangan moral manusia.

Karena berciri instrumentalistik dan egoistis, teori ini dianggap sebagai sebuah etika
lingkungan hidup yang dangkala dan sempit(shallow environmental ethics). Krisis
lingkungan hidup dianggap terjadi karena perilaku manusia yang dipengaruhi oleh cara
pandang antroposentrisme.cara pandang ini menyebabkan manusia mengeksploitatif dan
menguras alam semesta ini demi memenuhi kepentingan dan kebutuhan hidup, tanpa cukup
memberi perhatian kepada kelestarian alam. Untuk memahami teori yang dianggap
mempunyai peran dominan bagi krisis lingkungan hidup dewasa ini, ada dua yaitu pertama,
berbagai teori yang menjustifikasi posisi sentral manusia dalam alam semesta. Kedua hal
yang juga perlu disoroti adalah etika instrumentalistik dari antroposentrisme ini.

1. Argumen antroposentrisme

Pada umumnya agama kristen dan filsafat barat,dan seluruh tradisi pemikiran liberal,
termasuk ilmu pengetahuan modern, dianggap sebagai akar dari etika antroposentrisme.
Selain teologi kristen yang bersumber terutama pada kisah penciptaan dunia sebagaimana
dimuat dalam kitab kejadian. Pemikir-pemikir besar mulai dari aristoteles, thomas aquinas,
rene descartes dan immanuel kant mempunyai pengaruh sangat besar dalam membentuk cara
pandang yang antroposentrisme ini. Secara singkat pemikiran dasar dari teori kristen dan
filsuf-filsuf ini. Pertama, dalam kitab kejadian pasal 1 ayat 26-28, dinyatakan bahwa Allah
menciptakan manusia secitra dengan Allah pada hari keenam sebagai puncak dari seluruh
karya ciptaan-Nya. Selanjutnya Allah menyerahkan alam semesta beserta isinya ( ikan dilaut,
burung-burung di udara, ternak seluruh bumi dan semua binatang yang merayap di atas tanah
serta semua makhluk hidup) kepada manusia untuk dikuasai dan ditaklukan. Selain kitab
kejadian cara pandang yang antroposentrisme dalam teologi kristen juga tampak dari kisah
mengenai pohon pengetahuan di taman firdaus(kitab kejadian pasal 2 ayat 9) sejalan dengan
itu, manusia mulai mengelola tanah untuk memelihara dan mengembangkan budi daya
tanaman dan binatang yang termasuk dalam kategori baik tetapi di pihak lain mulai
membasmi makhluk hidup yang mengganggu eksistensinya sebagai manusia. Hal ini
menimbulkan ggangguan pada ekosistem ciptaan Allah yang sempurna

Kedua, argumen antroposentrisme yang lain kita temukan pada tradisi aristoteles
sebagaimana dikembangkan oleh thomas aquinas dengan fokus utama pada rantai kehidupan
(the great chain of being).dalam rantai kesempurnaan kehidupan tadi, manusia menempati
posisi sebagai yang paling mendekati sempurna. Berdasarkan argumen ini, setiap ciptaan
yang lebih rendah dimaksudkan untuk kepentingan ciptaan yang lebih tinggi.

Ketiga manusia lebih tinggi dan terhormat dibandingkan dengan makhluk ciptaan lain
karena manusia adalah satu-satunya makhluk bebas dan rasional (the free and rational
being)sebagaimana dipahami oleh thomas aquinas, rene descates dan immanuel kant. Dalam
argumen ini adalah manusia merupakan satu-satunya makhluk hidup yang mampu
menggunakan dan memahami bahasa, khususnya bahasa simbol untuk berkomunikasi. Lebih
spesifik lagi dalam pemikiran rene descartes, manusia mempunyai tempat istimewa di antara
semua makhluk hidup, karena manusia mempunyai jiwa yang memungkinkannya untuk
berfikir dan berkomunikasi dengan bahasa. Sebaliknya, binatang adalah makhluk yang paling
rendah dibandingkan dengan manusia. Karena binatang hanya memiliki tubuh yang dianggap
descartes sebagai sekedar mesin yang bergerak secara otomatis.

Menurut immanuel kant, karena hanya manusia yang merupakan makhluk rasional,
manusia diperbolehkan secara moral untuk menggunakan makhluk nonrasional lainnya untuk
mencapai tujuan hidup manusia, yaitu mencapai suatu tatanan dunia yang rasional. Dalam
konteks teori deontologi, terlihat jelas bahwa bagi kant hanya manusia yang perlu mendapat
perlakuan moral sebagai tujuan pada dirinya sendiri. Dengan ini terlihat jelas bahwa etika
khususnya etika barat yang dikenal dalam masyarakat modern hingga sekarang dibatasi
hanya berlaku bagi manusia.

Terlepas dari berbagai kritik terhadap teori antroposentrisme, yang ditudung sebagai
sumber krisis ekologi sekarang ini, teori ini dibela dan dipahami secara lebih kritis dari
perspektif yang agak lain, antara lain oleh W.H Murdy dan F. Frase Darling. Murdy, seorang
ahli botani mengajukan sebuah argumen antroposentrisme yang bagak lunak. Menurut
Murdy, sesungguhnya setiap spesies ada dan hidup sebagai tujuan pada dirinya sendiri.
Murdy justru berpendapat bahwa semua makhluk hidup di dunia ini ada dan hidup sebagai
tujuan pada dirinya sendiri. Dengan argumen ini, Murdy ingin mengatakan bahwa yang
menjadi masalah bukanlah kecenderungan antroposentrisme pada diri manusia yang
memperalat alam semesta untuk kepentingannya. Yang menjadi masalah dan sumber
malapetaka krisis lingkungan hidup adalah tujuan-tujuan tidak pantas dan berlebihan yang
dikejar oleh manusia di luar batas toleransi ekosistem itu sendiri.

Jadi menurut Murdy krisis lingkungan hidup nukan disebabkan oleh pendekatan
antroposentris per se, melainkan oleh pendekatan antroposentris yang berlebihan. Yang salah
bukan pendekatan antroposentris karena antroposentrisme menegaskan teori bahwa manusia
bukanlah entitas yang terpisah dan bertindak lepas daei konteks ekologis. Atas dasar itu
menurut Murdy setiap spesies mempunyai nilai pada dirinya sendiri. Karena kelangsungan
hidup manusia bergantung pada kelangsungan hidup makhluk hidup lain di alam semesta ini,
manusia mempnyai kepentingan untuk menyelamatkan alam semesta serta segera isinya.
Oleh karena itu, “supaya kita bisa bertahan sebagai individu dan sebagai spesies kita harus
memilih melakukan tindakan-tindakan yang mendukung ‘sistem yang mendukung
kehidupan’ kita”.

Argumen yang mirip dikemukkan oleh F. Frase Darling, menurut darling manusia
mempunyai posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan spesies lain sebagai “aristokrat
biologis”. Menurut darling, justru karena manusia adalah aristokrat biologis, ia harus
melayani semua yang ada dibawah kekuasaannya secara baik dan sekaligus mempunyai
tanggung jawab moral untuk menjaga dan melindunginya. Jadi pendekatan antroposentrisme
itu sendiri tidak salah karena dengan menempatkan manusia pada posisi lebih terhormat ia
dituntut untuk mempunyai tanggung jawab khusus terhadap seluruh isi alam semesta ini. Itu
berarti yang salah adalah penerapan antoposentrisme secara keliru dengan hanya melihat
sperioritas posisi manusia seakan dengan itu ia boleh berkuasa menggunakan alam semsta
dan segala isinya secara sewenang-wenang.

2. Etika instrumentalistik
Kendati antroposentrisme dikritik sebagai biang keladi dari krisis ekologi, senagai sebuah
teori etika, antroposentrisme mempunyai posisi moral tertentu yang positif dalam rangka
perlindungan lingkungan hidup. Ada beberapa posisi dan argumen moral yang bisa dijadikan
pegangan bagi perilaku manusia dalam hubungan denagan lingkungan hidup.
Pertama apa yang disebut Richard sylvan dan David bennet sebagai prudential and
instrumental arguments. Prudential argument terutama menekankan bahwa kelangsungan
hidup dan kesejahteraan manusia tergantung dari kelestarian dan kualitas lingkungan hidup.
Dengan demikian manusia mempunyai kepentingan untuk melestarikan lingkungan hidup,
karena dengan melestarikan lingkungan hidup manusia mempertahankan hidupnya sendiri.
Terlepas dari kenyataan bahwa antroposentrisme sangat egoistis, sangat sempit dan dangkal,
pandangan antroposentrisme yang mengutamakan kepentingan manusia, sudah menjadi
sebuah dasar moral yang memadai untuk mendorong dan menggugah manusia untuk
bertindak secara aktif dan bermoral menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. Argumen
semacam ini secara khusus mempunyai relevansi dan daya tarik sangat kuat dalam kaitan
dengan operasi bisnis sektor swasta. Karena kecenderungan umum bisnis bersifat egoistis.
Demikian lingkungan hidup menjadi pertimbangan inheren dalam setiap kebijakan bisnis,
bukan karena pentingnya lingkungan hidup pada dirinya sendiri melainkan karena
kelangsungan bisnis tergantung dari kepeduliannya terhadap kelestarian lingkungan hidup.
Argumen instrumental tidak jauh berbeda dari prudential argument tadi. Argumen
instrumental disini terutama mau mengenalkan nilai tertentu pada alam dan segala isinya,
tetapi nilai alam disini hanya sebatass nilai instrumental.

Kedua, teologi kristen yang terutama dipengaruhi oleh kisah penciptaan dunia di dalam
kitab kejadian, memang sangat kuat antroposentrismenya. Kisah penciptaan manusia dalam
kitab kejadian tadi sekaligus mengisyaratkan sebuah pesan moral yang kuat dalam kaitan
dengan hubungan antara manusia dengan alam. Terlepas dari sifatnya yang antroposentris,
kisah penciptaan dan seluruh teori antroposentrisme tetap mengakui dan menuntut tanggung
jawab dan kewajiban moral dari manusia terhadap alam semesta.

Ketiga, sebagai aristokrat biologis, manusia mempunyai tanggung jawab dan kewajiban
moral untuk melayani, menjaga dan melindungi semua makhluk yang berada di bawah
kekuasaannya. Dengan menggunakan kitab kejadian itu, bisa dikatakan bahwa karena diberi
kewenangan oleh Allah untuk menguasai alam semesta, manusia harus bertanggung jawab
dan mempunyai kewajiban moral untuk menjaga dan memelihara alam.

Sebagai penutup, antroposentrisme merupakan sebuah teori etika yang cukup kontroversial
dan menimbulkan perdebatan seru di antara banyak filsuf hingga sekarang.di satu pihak
antroposentrisme dituduh sebagai biang keladi krisis lingkungan hidup hingga sekarang. Di
pihak lain antroposentrisme juga dibela, pertama, karena validitas argumennya sulit dibantah
dan karena itu yang salah bukanlah antroposentrisme itu sendiri melainkan antroposentrisme
yang berlebihan. Kedua, antroposentrisme menawarkan etika lingkungan hidup yang
mempunyai daya tarik kuat untuk mendorong manusia menjaga lingkungan hidup.

Dalam kaitan denagn etika lingkungan hidup yang ditawarkannya, ada bebrapa kelemahan
yang perlu disinggung. Pertama, model etika ini mengabaikan masalah-masalah lingkungan
hidup yang tidak langsung menyentuh kepentingan manusia. Kedua, kepentingan manusia
selalu berubah-ubah dan berbeda-beda pula kadarnya. Ketiga, yang menjadi perhatian
antroposentrisme adalah urusan (kepentingan manusia) jangka pendek, khususnya
kepentingan ekonomi. Akibatnya, lingkungan hidup selalu dikorbankan demi kepentingan
jangka pendek. Padahal masalah dan dampak lingkungan hidup berdimensi jangka panjang.

Dalam kaitan dengan kepentingan jangka panjang tadi, dan dalam kaitan dengan prudential
argument, masalah yang dihadapi adalah masih banyak orang dan perusahaan yang belum
melihat bahwa menyelamatankan lingkungan hidup adalah soal memilih antara musnah
sebagai manusia atau bertahan hidup secara layak. Dengan ini mau dikatakan bahwa etika
antroposentrisme bisa mendorong manusia dan perusahaan untuk peduli pada lingkungan
hidup demi kepentingannya. Sering kalin argumen etis seperti yang dilontarka oleh
antroposentrisme tidak jalan karena persoalan tadi : kepentingan jangka pendek lebih penting,
kepentingan sempit individu dan kelompok lebih diutamakan daripada kepentingan jangka
panjang.

Anda mungkin juga menyukai