Anda di halaman 1dari 2

Biosentrisme berasal dari gabungan kata Yunani “bios” (hidup) dan kata latin “centrum”

(pusat). Secara harfiah biosentrisme diartikan sebagai suatu keyakinan bahwa kehidupan
manusia erat hubungannya dengan kehidupan seluruh kosmos. Manusia dipandang sebagai
salah satu organisme hidup dari alam semesta yang mempunyai rasa saling ketergantungan
dengan penghuni alam semesta lainnya.

Ada banyak hal dan jenis makhluk yang mempunyai kehidupan. Pandangan biosentrisme
mendasarkan moralitas keluruhan kehidupan, entah pada manusia maupun pada makhluk
hidup lainnya. Karena yang menjadi pusat perhatian dan ingin dibela dalam teori ini adalah
kehidupan, maka secara moral berlaku prinsip bahwa setiap kehidupan di muka bumi
mempunyai nilai moral yang sama, sehingga harus dilindungi dan diselamatkan. Oleh karena
itu, kehidupan setiap makhluk hidup pantas dipertimbangkan secara serius dalam setiap
keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari pertimbangan untung rugi bagi kepentingan
manusia.

Biosentrisme menekankan kewajiban terhadap alam bersumber dari pertimbangan bahwa


kehidupan adalah sesuatu yang bernilai, baik kehidupan manusia maupun makhluk hidup
lainnya di muka bumi ini. Biosentrisme melihat alam dan seluruh isinya mempunyai harkat
dan nilai dalam dirinya sendiri. Alam mempunyai nilai justru karena ada khidupan yang
terkandung di dalamnya. Manusia dilihat sebagai salah satu bagian saja dari seluruh
kehidupan yang ada di muka bumi, dan bukan merupakan pusat dari keseluruhan alam
semesta. Maka secara biologis manusia tidak ada bedanya dengan makhluk hidup lainnya.
Teori biosentrisme disebut juga intermediate environmental ethics, harus dimengerti dengan
baik, khususnya menyangkut kedudukan manusia dan makhluk hidup lain di bumi ini. Pada
intinya teori biosentrisme berpusat pada komunitas biotis dan seluruh kehidupan yang ada di
dalamnya. Manusia tidak mengorbankan kehidupan yang lain begitu saja atas dasar
pemahaman bahwa alam dan segala isinya tidak bernilai bagi dirinya sendiri.

Dalam Biosentrisme, manusia tidak dipandang begitu agung dan berhak mutlak mengatur dan
menguasai alam, namun hanya sebagai bagian alam semesta. Disini manusia terkena hukum-
hukum alam, dan manusia dengan kemampuannya berusaha menandingi alam semesta yang
ganas. Manusia dimengerti sebagai mahluk yang punya keterbatasan seperti hainya dengan
mahkluk hidup lainnya. Manusia sangat tergantung pada lainnya, sehingga menjadi satu
kesatuan dalam kosmos. Pandangan manusia terhadap alam semesta sedapat mungkin
memahami bahkan mengagumi.

Pilar Utama Teori Biosentrisme

1. Teori Lingkungan yang Berpusat pada Kehidupan

Albert Schweitzer seorang dokter dan filsuf, pemenang Nobel tahun 1952 mengajukan teori
etika lingkungan yang berpusat pada kehidupan. Inti teorinya menyatakan hormat yang
sedalam-dalamnya terhadap kehidupan (reverence for life). Menurut Albert, etika lingkungan
bersumber pada kesadaran bahwa kehidupan adalah hal sakral, dan katanya ”Saya menjalani
kehidupan yang menginginkan tetap hidup, di tengah kehidupan yang menginginkan untuk
tetap hidup”. Prinsip atau perintah moral yang berlaku di sini berbunyi ”adalah hal yang baik
secara moral bahwa kita mempertahankan dan memacu kehidupan, sebaliknya buruk secara
moral kalau kita menghancurkan kehidupan”.

2. Etika Bumi
Etika bumi merupakan pilar teori etika biosentrisme yang diajukan oleh Aldo Leopold. Inti
dari Land Ethic Theory atau Teori
Etika Bumi ini terdiri dari dua prinsip. Prinsip pertama dari teori ini adalah perlunya
perubahan cara pandang manusia yang hanya melihat bumi dan segala isinya sekadar alat dan
obyek dalam relasi ekonomis dan hanya mempunyai nilai dan fungsi ekonomis bagi
kepentingan manusia. Atas dasar prinsip ini, Leopold mengklaim bahwa segala sesuatu di
alam semesta ini semacam suatu komunitas biotis yang mempunyai nilai terhadap dirinya
sendiri, terlepas dari apakah berkaitan dengan dan menunjang kepentingan manusia atau
tidak. Bumi dan segala isinya adalah subyek moral yang sama seperti manusia.

Prinsip kedua dari etika bumi adalah perluasan pemberlakuan etika agar mencakup seluruh
makhluk yang ada di bumi ini. Dengan demikian, komunitas moral yang dikenal dalam
kehidupan manusia diperluas mencakup pula alam semesta seluruhnya. Apa yang dilakukan
oleh Lepold ini, merupakan perluasan ketiga dari etika moral. Sebelumnya etika moral hanya
berlaku antara manusia besa dengan manusia bebas, tidak untuk budak atau hamba sahaya.
Dari sini etika diperluas sehingga mencakup seluruh manusia tanpa kecuali yang puncaknya
adalah Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia.

3. Anti Spesiesisme

Anti spesiesisme merupakan salah satu versi lain dari biosentrisme, adalah teori etika yang
menuntut perlakuan sama bagi semua makhluk hidup, dengan alasan bahwa semuanya
memiliki kehidupan. Teori ini antara lain dilontarkan oleh Peter Singer dan James Rachels.

Antispesiesisme adalah sikap yang membela kepentingan dan kelangsungan hidup semua
spesies di muka bumi ini karena mempunyai hak hidup yang sama dan pantas mendapatkan
perhatian dan perlindungan yang sama sama seperti spesies manusia. Termasuk perlakuan
yang sama terutama pada kemampuan merasa sakit, menurut Singer, tidak ada justifikasi
moral apa pun kalau sampai kita tidak mempertimbangkan secara serius perasaan sakit yang
dialami oleh spesies lain di luar manusia.
Rachels juga membela anti spesiesisme, argumennya adalah bahwa aturan moral bersifat
netral, tidak membeda-bedakan spesies dan aturan yang sama yang menjadi pedoman bagi
perlakukan kita terhadap manusia juga menjadi pedoman bagi perlakukan kita terhadap
spesies bukan manusia.

Biosentrisme dan Filsafat Agama

Dalam pandangan filsafat timur yang diwakili hinduisme alam menjadi sesuatu yang
makrokosmos, dimana manusia hidup didalamnya sebagai mikrokosmos. Sedangkan
pandangan Konfuisme, mengajak manusia kembali kepada alam semesta demi memperoleh
kebahagiaan. Dalam aliran Zen di Jepang manusia berusaha mencari keheningan dalam alam
dan menyatu dengan dirinya sendiri.

Dalam pandangan filsafat islam meletakkan pada etika / moral manusia terhadap alam, yakni
mengajak manusia hidup dalam keseimbangan dengan alam dan sebagai makhluk bumi yang
diberi mandat oleh Sang Pencipta untuk tetap memelihara dan menjaga bumi dari segala
ancaman. Sikap memelihara dan menjaga bumi merupakan penerapan tanggung jawab
manusia kepada Sang Pencipta alam dengan segala isinya.

Anda mungkin juga menyukai