Anda di halaman 1dari 71

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK

ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI,


KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN
SUKAWENING KABUPATEN GARUT

SKRIPSI
TANTAN KERTANUGRAHA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

RINGKASAN
TANTAN KERTANUGRAHA. D14102025. 2006. Studi Keragaman Fenotipik
dan Jarak Genetik antar Domba Garut di BPPTD Margawati, Kecamatan
Wanaraja dan Kecamatan Sukawening Kabupaten Garut. Skripsi. Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Pembimbing utama : Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.
Pembimbing anggota : Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer
Penelitian ini bertujuan untuk mandapatkan informasi keragaman ukuran
tubuh, jarak genetik, pohon fenogram dan faktor peubah pembeda antar domba Garut
di BPPTD Margawati, Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan Sukawening. Penelitian
lapangan dilakukan selama 3 bulan dari awal bulan Maret sampai dengan akhir Mei
2006. Ternak yang diamati sebanyak 413 ekor domba Garut yang dikelompokkan
berdasarkan umur, jenis kelamin dan kelompok domba. Kelompok domba Margawati
sebanyak 102 ekor yang terdiri dari 29 ekor jantan dan 73 ekor betina, domba
tangkas Wanaraja sebanyak 81 ekor terdiri dari 44 ekor jantan dan 37 ekor betina,
domba pedaging Wanaraja sebanyak 69 ekor terdiri dari 19 ekor jantan dan 50 ekor
betina, domba tangkas Sukawening sebanyak 89 ekor yang terdiri dari 39 ekor jantan
dan 50 ekor betina serta domba pedaging Sukawening sebanyak 72 ekor yang terdiri
dari 32 ekor jantan dan 40 ekor betina.
Peubah yang diukur pada penelitian ini adalah karakteristik fenotipik yang
berkaitan dengan sifat kuantitatif (bobot badan, tinggi pundak, tinggi kelangkang,
panjang badan, panjang kelangkang, lebar dada, lebar pangkal paha, dalam dada,
lingkar dada, lingkar kanon, panjang tengkorak, lebar tengkorak, tinggi tengkorak,
panjang ekor, lebar ekor, panjang tanduk, lingkar pangkal tanduk, jarak antar tanduk,
lebar telinga dan panjang telinga). Data ukuran-ukuran tubuh dianalisis dengan
General Linier Model (GLM), analisis diskriminan dan analisis korelasi kanonik
dengan menggunakan perangkat lunak komputer SAS version 7.0 dan program
MEGA2 untuk mendapatkan pohon fenogram.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam dada, panjang tengkorak, lebar
tengkorak, panjang tanduk domba tangkas Wanaraja jantan berbeda nyata dengan
kelompok domba yang lain saat umur I0. Domba tangkas Wanaraja tidak berbeda
nyata dengan domba Margawati dan domba tangkas Sukawening saat umur I1.
Domba tangkas Wanaraja berbeda nyata dengan domba pedaging pada umur I2.
Karakteristik ukuran tubuh domba betina, sebagian besar tertinggi ditampilkan oleh
domba pedaging Wanaraja umur I0 dan I4, sedangkan saat umur I1, I2 dan I3 tidak
menunjukkan perbedaan ukuran tubuh dari kelima kelompok domba. Keragaman
yang tampak dari setiap kelompok domba pada umur dan jenis kelamin yang berbeda
umumnya ukuran bobot badan, lebar ekor, telinga dan tanduk pada jantan.
Jarak genetik kelompok domba tangkas Wanaraja dengan tangkas
Sukawening merupakan jarak yang paling dekat dibandingkan dengan kelompok
domba yang lain (1,16), sedangkan domba pedaging Wanaraja memiliki jarak
genetik yang paling jauh dengan domba Margawati (6,17). Secara fenogram, domba
Margawati terpisah dari kelompok domba tangkas Wanaraja, tangkas Sukawening,
pedaging Wanaraja dan Sukawening. Namun, jarak genetiknya cenderung lebih
ii

dekat dengan kelompok domba tangkas Wanaraja dan domba tangkas Sukawening.
Peubah yang digunakan sebagai penduga pembeda kelompok maupun tipe domba
Garut berasal dari ukuran panjang dan lebar telinga, lebar ekor serta lebar dada.
Kelompok domba Margawati memiliki kesamaan ukuran tubuh yang besar dalam
kelompoknya, hanya dipengaruhi domba tangkas Wanaraja (10,78%) dan domba
tangkas Sukawening (17,65%).
Kata-kata kunci: domba Garut, jarak genetik, ukuran-ukuran tubuh

iii

ABSTRACT
Study of Fenotipik Variety and Genetic Distance Among Garut Sheep in
BPPTD Margawati, Wanaraja and Sukawening District in Regency of Garut
Kertanugraha T., C. Sumantri, and S.S. Mansjoer
A study to collect informations of body measurements variation, genetic
distance, phylogenetics tree and discriminant variables between Garut sheep were
done at BPPTD Margawati, Wanaraja and Sukawening district in regency of Garut.
A total of 413 heads samples Garut sheep were used in this study. Data obtained
were analyzed by using General Linear Model (GLM), discriminant and canonical
analysis with SAS package program version 7.0 and program MEGA2 to get the
construction of phenograms tree. The results indicated that body measurements of
male fighting sheep at Wanaraja were higher than other sheep at 1 and 2 years, but
body measurements at 1,0-1,5 years were higher from Margawati sheep. Body
measurements of female meat sheep at Wanaraja were higher than other sheep at 1
and 4 years, but body measurements at 1-3 years were not difference from five
groups female sheep. Variety was evident from every group of sheep is body weight,
tail width, ears and horns. The closed genetic distance was between the fighting
sheep at Wanaraja and the fighting sheep at Sukawening (1,16), while the lengths
genetic distance was between the meat sheep at Wanaraja and the sheep at
Margawati (6,17). Phenogram tree showed the sheep at Margawati was outside from
the fighting and meat sheep at Wanaraja and Sukawening, but genetic distance more
closed by the fighting sheep at Wanaraja and Sukawening. The length and width
ears, tail width and chest width was most discriminant variables to determine the
differences of sheep groups.
Keywords: Garut sheep, genetic distance, body measurements

iv

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK


ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI,
KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN
SUKAWENING KABUPATEN GARUT

TANTAN KERTANUGRAHA
D14102025

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
v

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK


ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI,
KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN
SUKAWENING KABUPATEN GARUT

Oleh
TANTAN KERTANUGRAHA
D14102025

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan


Komisi Ujian Lisan pada tanggal 30 Nopember 2006

Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.


NIP. 131 624 187

Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer


NIP. 130 354 159

Dekan Fakultas Peternakan


Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc.


NIP. 131 624 188
vi

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Tantan Kertanugraha lahir pada tanggal 8 Juni 1983 di Desa
Selaawi, Kecamatan Selaawi, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat. Penulis
merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Suparman
(Alm) dan Ibu Yeyeh Satyanah. Penulis memulai sekolah pendidikan di Taman
Kanak-kanak (TK) Sejahtera, Kecamatan Selaawi, Kabupaten Garut pada tahun
1989. Jenjang pendidikan formal dilalui penulis di SD Negeri Selaawi 1 dan selesai
pada tahun 1996. Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 1999
di SLTP Negeri 1 Selaawi dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada
tahun 2002 di SMA Negeri 1 Limbangan.
Penulis melanjutkan studi pada tahun 2002 di Program Studi Teknologi
Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan di
IPB, penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) bidang olahraga bola voli dan
menjadi sekretaris umum pada periode 2003-2004. Penulis sering menyalurkan hobi
dengan mengikuti berbagai kegiatan yang berhubungan dengan olahraga, khususnya
bola voli.

vii

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Skripsi ini berjudul Studi Keragaman Fenotipik dan Jarak Genetik antar
Domba Garut di BPPTD Margawati, Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan
Sukawening Kabupaten Garut dibawah bimbingan Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.
dan Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer. Skripsi ini disusun berdasarkan data yang
diperoleh melalui penelitian lapangan dan wawancara di UPTD BPPTD Margawati,
Kecamatan Wanaraja dan Sukawening selama 3 bulan, dari awal bulan Maret sampai
dengan akhir bulan Mei 2006. Penulis juga melakukan studi pustaka yang
berhubungan dengan penelitian ini dari persiapan penelitian sampai selesainya
Skripsi ini.
Penulis sangat menyadari Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, serta
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap semoga Skripsi
ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca umumnya, serta untuk kemajuan
ilmu pengetahuan terutama kemajuan pembangunan peternakan Indonesia.

Bogor, Nopember 2006

Penulis

viii

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .............................................................................................

ii

ABSTRACT ................................................................................................

iv

RIWAYAT HIDUP ....................................................................................

vii

KATA PENGANTAR ................................................................................

viii

DAFTAR ISI ...............................................................................................

ix

DAFTAR TABEL .......................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

xii

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

xiii

PENDAHULUAN ......................................................................................

Latar Belakang ................................................................................


Tujuan dan Manfaat ........................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................

Domba Garut ...................................................................................


Klasifikasi dan Asal Usul ...................................................
Karakteristik Domba Garut .................................................
Karakteristik Domba Garut Tipe Tangkas ..........................
Karakteristik Domba Garut Tipe Pedaging ........................
Keragaman Fenotipik ......................................................................
Jarak Genetik ..................................................................................
Pohon Filogenetik ...........................................................................
Analisis Kanonikal ..........................................................................

3
3
5
6
7
7
8
9
10

MATERI DAN METODE ..........................................................................

11

Tempat dan Waktu ..........................................................................


Materi ..............................................................................................
Ternak .................................................................................
Bahan ..................................................................................
Alat ......................................................................................
Metode ............................................................................................
Pengumpulan Data ..............................................................
Peubah yang Diukur ............................................................
Analisis Data ...................................................................................
Analisis Statistik Deskriptif ................................................
Uji Rerata ............................................................................
Analisis Diskriminan ..........................................................
Analisis Korelasi Kanonik ..................................................

11
11
11
11
12
12
12
12
15
15
16
16
17

ix

HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................

18

Keadaan Umum Daerah Penelitian .................................................


Letak Geografis ...................................................................
Populasi Ternak Domba ......................................................
Manajemen Beternak Domba .........................................................
Sistem Pemeliharaan dan Perkawinan Ternak Domba .......
Perkandangan ......................................................................
Pemberian Pakan .................................................................
Kesehatan ............................................................................
Seleksi .................................................................................
Karakteristik Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut ........................
Jarak Genetik antar Kelompok Domba Garut .................................
Gambaran Kanonikal dari Kelima Kelompok Domba Garut .........

18
18
21
22
22
22
23
23
24
25
43
45

KESIMPULAN DAN SARAN . .................................................................

51

Kesimpulan .....................................................................................
Saran ...............................................................................................

51
51

UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................

52

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

54

LAMPIRAN ................................................................................................

57

DAFTAR TABEL
Nomor
1.

Halaman
Ukuran-ukuran Tubuh Domba Ekor Tipis Jantan pada Kondisi
Gemuk dan Sedang di Sekitar Daerah Bogor ...................................

2.

Ukuran-ukuran Tubuh Domba Ekor Gemuk ....................................

3.

Standar Domba Garut Dewasa Berdasarkan Rerata Sifat


Kuantitatif .........................................................................................

4.

Jumlah dan Sebaran Contoh Ternak Domba Garut ..........................

11

5.

Kondisi Geografi di Ketiga Lokasi Penelitian ..................................

19

6.

Penggunaan Lahan di Ketiga Lokasi Penelitian ...............................

20

7.

Populasi Ternak Ruminansia di Lokasi Penelitian ...........................

21

8.

Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran


Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I0
(<1 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan Betina ..........................

26

Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran


Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I1
(1,0-1,5 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan Betina ...................

27

Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran


Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I2
(1,5-2,0 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan Betina ...................

28

Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran


Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I3
(2,5-3,0 tahun) dan I4 (3,5-4,0 tahun) untuk Jenis Kelamin
Betina ................................................................................................

29

Koefisien Keragaman Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut


pada setiap Kelompok Domba Umur I0 (< 1 tahun) untuk Jenis
Kelamin Jantan dan Betina ...............................................................

39

Koefisien Keragaman Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut


pada setiap Kelompok Domba Umur I1-14 (1-4 tahun) untuk
Jenis Kelamin Jantan dan Betina ......................................................

40

14.

Matrik Jarak Genetik antar Kelompok Domba Garut .......................

43

15.

Struktur Total Kanonik Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut .........

48

16.

Persentase Nilai Kesamaan dan Campuran di Dalam dan di


Antara Kelompok Domba Garut .......................................................

49

9.

10.

11.

12.

13.

xi

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Cara Pengukuran Ukuran-ukuran Tubuh ...........................................

14

2. Pohon Fenogram dari Kelima Kelompok Domba Garut ....................

44

3. Gambaran Kanonikal dari Kelompok Domba Margawati (M),


Tangkas Wanaraja (T), Pedaging Wanaraja (P), Tangkas
Sukawening (A) dan Pedaging Sukawening (D) ................................

46

xii

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1.

Halaman
Peta Kabupaten Garut ........................................................................

58

xiii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang menjadi salah satu ternak
lokal di Indonesia. Domba memiliki potensi yang cukup besar dalam rangka
meningkatkan produksi daging. Domba yang berkembang di Indonesia antara lain
domba ekor tipis atau domba lokal, domba ekor sedang atau domba Priangan dan
domba ekor gemuk. Populasi domba di Indonesia pada tahun 2005 mencapai
8.306.928 ekor, populasi domba yang paling banyak di Indonesia terdapat di Propinsi
Jawa Barat sebanyak 3.691.458 ekor (Ditjenak, 2005). Populasi domba di Kabupaten
Garut mencapai 337.036 ekor (BPS Kabupaten Garut, 2004).
Domba Garut atau domba Priangan merupakan domba lokal Indonesia yang
banyak tersebar di Jawa Barat, terutama di Kabupaten Garut. Domba Garut memiliki
tingkat kesuburan tinggi (prolifik), memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan
sebagai sumber daging dan dapat dijadikan sebagai daya tarik pariwisata daerah.
Domba Garut banyak dipelihara sebagai domba aduan (tipe tangkas) dan sebagai
sumber pedaging (tipe pedaging). Domba Garut tipe tangkas memiliki telinga yang
pendek dengan tanduk yang kekar dan besar. Domba Garut tipe pedaging banyak
tersebar di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening. Domba ini mempunyai tubuh
yang kompak, telinga yang panjang, memiliki wol yang halus dengan warna dasar
dominan putih, serta memiliki paha belakang yang cukup besar.
Masyarakat peternak di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening banyak
memelihara domba Garut tipe pedaging. Seiring dengan adanya tempat adu
ketangkasan domba Garut di Wanaraja, maka banyak peternak di Wanaraja dan
Sukawening yang memelihara domba Garut tipe tangkas. Hal ini menyebabkan
populasi domba pedaging menurun dan terjadi perkawinan antara domba Garut
pedaging dengan domba Garut tangkas yang diharapkan dapat memperbaiki mutu
genetik domba Garut.
Pemeliharaan domba umumnya bertujuan sebagai tabungan yang sewaktuwaktu dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak, sebagai penghasil
daging dan kotorannya dapat digunakan sebagai pupuk. Pemeliharaan domba Garut
tipe tangkas biasanya sebagai hobi atau kesenangan untuk dijadikan domba adu.
Balai Pengembangan Pembibitan Ternak Domba (BPPTD) Margawati sebagai sentra
1

pembibitan domba Garut, pemeliharaannya diarahkan untuk menghasilkan domba


Garut untuk bibit dan pelestarian domba Garut. Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan
Sukawening sebagai salah satu sentra pengembangan dan penghasil bibit domba
pedaging di Kabupaten Garut.
Domba Garut di Kabupaten Garut merupakan salah satu sumber daya genetik
atau sebagai salah satu plasma nutfah Indonesia, maka perlindungan dan pelestarian
terhadap plasma nutfah domba Garut perlu dilakukan. Untuk itu diperlukan
dukungan dari masyarakat peternak, pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam
upaya pelestarian domba Garut. Sebagai langkah awal dari upaya ini, maka
dilakukan suatu penelitian tentang karakteristik fenotipe untuk sifat kuantitatif pada
domba Garut.
Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi keragaman ukuranukuran tubuh, jarak genetik, pohon fenogram dan faktor peubah pembeda antar
domba Garut di BPPTD Margawati, Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan
Sukawening. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
karakteristik sifat kuantitatif domba Garut dan keragaman genetiknya.

TINJAUAN PUSTAKA
Domba Garut
Klasifikasi dan Asal Usul
Domba termasuk dalam kingdom Animalia (hewan), filum Chordata (hewan
bertulang belakang), kelas

Mammalia (hewan menyusui), ordo Arthiodactyla

(hewan berkuku genap), famili Bovidae (hewan memamah biak), genus Ovis
(domba), spesies Ovis aries (domba yang didomestikasi) (Ensminger, 1991). Pada
mulanya domba didomestikasi di kawasan Eropa dan Asia. Domba-domba domestik
umumnya memiliki komposisi genetik dari berbagai jenis domba lainnya seperti
domba Argali, Ovis ammon, yang hidup di Asia tengah, domba Urial, Ovis vignei,
juga hidup di Asia dan domba Moufflon, Ovis musimon, yang hidup di Asia kecil
dan Eropa (Devendra dan McLeroy, 1982).
Di Indonesia, domba dikelompokkan menjadi domba Ekor Tipis (Javanese
Thin Thailed), domba Ekor Gemuk (Javanese Fat Thailed) dan domba Priangan yang
dikenal dengan domba Garut (Mulyaningsih, 1990). Domba Ekor Tipis banyak
terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah, domba ini memiliki ciri-ciri seperti;
termasuk golongan domba kecil dengan berat potong sekitar 20-30 kg, warna bulu
putih dan biasanya memiliki bercak hitam di sekeliling matanya, ekornya tidak
menunjukkan adanya deposisi lemak, domba jantan memiliki tanduk melingkar,
sedangkan betina biasanya tidak bertanduk, dan bulunya berupa wol yang kasar
(Hardjosubroto, 1994).
Tabel 1. Ukuran-ukuran Tubuh Domba Ekor Tipis Jantan pada Kondisi
Gemuk dan Sedang di Sekitar Daerah Bogor.
Ukuran Tubuh
Bobot badan (kg)
Tinggi pundak (cm)
Panjang badan (cm)
Lingkar dada (cm)
Dalam dada (cm)
Lingkar paha (cm)
Panjang paha (cm)
Lingkar bokong (cm)
Lebar panggul (cm)
Sumber : Pulungan (1981)

Gemuk

Sedang

19,6
57,4
47,0
63,1
24,0
24,9
17,6
16,0
10,4

16,7
56,7
47,0
59,8
22,2
23,6
17,5
15,1
9,8

Domba Ekor Gemuk dikenal karena bentuk ekornya yang gemuk, sehingga
digolongkan ke dalam domba Ekor Gemuk (Mulyaningsih, 1990). Domba Ekor
Gemuk banyak terdapat di Jawa Timur dan Madura, serta pulau-pulau di Nusa
Tenggara, dengan karakteristik khas domba Ekor Gemuk adalah ekor yang besar,
lebar dan panjang. Bagian pangkal ekor membesar sebagai timbunan lemak. Domba
ini merupakan domba tipe pedaging, berat badan jantan dewasa antara 40-60 kg,
sedangkan bobot badan betina dewasa 25-35 kg (Hardjosubroto, 1994).
Tabel 2. Ukuran-ukuran Tubuh Domba Ekor Gemuk
Ukuran Tubuh
Bobot badan (kg)
Panjang badan (cm)
Tinggi (cm)
Lingkar dada (cm)
Lebar ekor (cm)

Jantan

Betina

24,8-34,3
56,3-60,9
59,7-63,8
67,2-79,8
11,0-15,8

25,2-31,4
54,2-59,1
57,9-60,9
65,9-76,7
9,6-15,2

Sumber : Djajanegara et al. (1992)


Menurut Merkens dan Soemirat (1926), domba Garut merupakan domba
yang diduga terbentuk secara spontan melalui populasi awal hasil persilangan antara
domba Lokal, domba Merino dari Australia dan domba Kaapstad dari Afrika Barat
Daya. Persilangan tersebut diperkirakan terjadi sejak tahun 1864, ketika pemerintah
Hindia Belanda mengimpor Merino dari Australia. Merino ini dipelihara oleh K. F.
Holl di tanah pertaniannya di daerah Garut. Kemudian pada tahun 1886, K. F. Holl
menyebarluaskan beberapa ekor miliknya kepada petani-peternak di sekitarnya dan
kepada Bupati Limbangan Van Nispon, para tokoh pribumi di Garut dan Tarogong
serta kepada orang-orang Eropa di Sumedang dan Bandung. Domba dengan tipe
yang cukup seragam diperoleh sekitar tahun 1960-an, terutama domba tipe khusus
sebagai domba adu yang dikembangkan oleh para penggemar domba di daerah Garut
dan sekitarnya.
Domba Garut adalah keturunan dari hasil persilangan antara domba Merino,
Kaapstad dan domba Lokal, sehingga terbentuknya suatu tipe domba Garut yang ada
seperti ini (Triwulaningsih et al., 1981). Menurut Mason (1980), perpaduan ini
sebagaimana tampak dari tinggi badan dan bentuk ekor yang gemuk diperkirakan
berasal dari domba Afrika dan bentuk wool serta tanduk dari domba Merino. Sifat

tangkas diperkirakan dari domba Lokal (Mulliadi, 1996). Sampai seberapa jauh
sebaran perbandingan darah dan pengaruh domba Merino, Kaapstad dan domba
Lokal pada domba Garut belum diketahui dengan jelas (Triwulaningsih et al., 1981)
dan akibat persilangan yang tidak terencana maka di daerah Garut terdapat dua arah
pengembangan yaitu yang mengarah kepada domba tipe daging dan domba tipe
tangkas (Mulyaningsih, 1990).
Karakteristik Domba Garut
Domba Garut yang dilaporkan Budinuryanto (1991), mempunyai ciri-ciri
profil kepala memanjang dan ramping, muka bagian atas lebih lebar, lereng hidung
agak cembung, lubang hidungnya lebar dan tidak berbulu, memiliki bibir yang tebal
dan berbulu pendek. Pada jantan mempunyai tanduk besar dan berat, panjang
mencapai 55 cm, dasar tanduk 21 cm, jarak antara dasar tanduk hampir bersentuhan
satu sama lain, permukaan tanduk kelihatan bersudut tiga dan dijumpai banyak sekali
guratan transversal.
Ciri-ciri domba Garut berdasarkan kekhasannya menurut Heriyadi et al.
(2002) adalah untuk jantan memiliki telinga rumpung (panjang tidak lebih dari 4 cm)
atau ngadaun hiris (panjang 4-8 cm); ekor berbentuk segitiga terbalik, gemuk atau
berlemak pada pangkal ekor dan mengecil ke begian bawah; tanduk kokoh, besar dan
melingkar; dan muka ngabangus kuda, cembung, lebar dan bangus benguk. Domba
Garut betina memiliki telinga pendek (rumpung) atau medium (ngadaun hiris); tidak
bertanduk atau tanduk kecil; ekor kecil berbentuk segitiga terbalik, gemuk atau
berlemak pada pangkal ekor dan mengecil ke bagian bawah; dan muka panjang
ngabenguk.
Tabel 3. Standar Domba Garut Dewasa Berdasarkan Rerata Sifat Kuantitatif
Parameter
Bobot badan (kg)
Panjang badan (cm)
Lingkar dada (cm)
Tinggi pundak (cm)
Lebar dada (cm)
Sumber : Heriyadi et al. (2002)

Domba Jantan

Domba Betina

57,74 11,96
63,41 5,72
88,73 7,58
74,34 5,84
22,08 8,21

36,89 9,35
56,37 4,58
77,41 6,74
65,61 4,85
16,04 2,05

Pengamatan Merkens dan Soemirat (1926) bahwa domba Garut dapat


menghasilkan 50 persen daging dari berat badan, sedangkan untuk domba Eropa
dapat menghasilkan bobot potong 45-48 persen. Domba Garut tergolong dalam
domba tipe berat tetapi termasuk dalam ras ringan. Dengan pemeliharaan yang baik
bobot badannya mencapai 60-80 kg pada jantan dan 30-40 kg untuk betina. Oleh
karena itu, domba Garut mempunayi prestasi keunggulan lebih baik sebagai
penghasil daging (Mulliadi, 1996).
Karakteristik Domba Garut Tipe Tangkas
Morfologi tubuh domba Garut tipe tangkas berbeda dengan tipe domba
lainnya, yaitu bergaris muka cembung, telinga rumpung atau kecil, jantan memiliki
tanduk yang kokoh dan kuat, bergaris punggung cekung, pundak lebih tinggi dari
bagian belakang dan panggul lebih rapat dengan dada berukuran besar, ekor bertipe
sedang sampai gemuk, sedangkan betina bertanduk kecil, garis punggung lurus,
bagian dada tidak tampak mengembang seperti halnya pada jantan dan ekornya
bertipe sedang (Mulliadi, 1996). Ciri-ciri domba Garut tangkas menurut
Budinuryanto (1991) memiliki mata besar, bersih dan bersinar tajam; pembuluh
darah yang besar pada kelopak mata, raut muka kuat dan kencang; mulut lebar atau
besar dengan bibir yang tebal; punggung lurus dengan posisi bagian depan lebih
tinggi dibandingkan bagian belakang; bentuk tubuh panjang dan bulat, bagian
dadanya besar, lebar dan kuat; dan memiliki kaki yang besar, pendek dan kuat.
Penelitian yang dilakukan Anang (1992), pada domba tangkas jantan dewasa
mendapatkan bobot badan antara 51-84 kg atau reratanya 66,787,93 cm, sedangkan
ukuran badan lainnya tinggi pundak antara 66-84 cm, tinggi punggung 62-84 cm,
lingkar dada 81-144 cm, panjang badan 71-89 cm dan lebar dada antara 19-38 cm.
Ukuran tubuh bibit domba Garut betina tipe tangkas menurut hasil penelitian
Ruminah (2003), memiliki bobot badan 42,337,53 kg, panjang badan 70,374,33
cm, lingkar dada 83,445,62 cm, tinggi pundak 70,374,33 cm, lebar dada
16,312,05, dalam dada 34,153,35 cm, panjang kelangkang 22,792,09 cm dan
lebar pangkal paha 18,761,87 cm. Anang (1992) menyatakan bahwa bentuk ekor
pada domba tangkas dikategorikan dalam dua bentuk, yaitu bentuk segitiga dengan
panjang rerata 22,03,88 cm dan lebar 9,333,30 cm serta bentuk pangkal gemuk
dengan panjang rerata 22,403,30 cm dan lebar 11,552,10 cm.
6

Karakteristik Domba Garut Tipe Pedaging


Domba Garut pedaging jantan maupun betina memiliki ciri-ciri garis muka
lurus, bentuk mata normal, bentuk telinga hiris dan rubak, garis punggung lurus,
bentuk bulu lurus dengan warna dasar dominan putih, jantan bertanduk dan betina
kebanyakan tidak bertanduk (Riwantoro, 2005), tipe ekor sedang, panjang telinga
lebih dari 9 cm dengan posisi menggantung ke tanah serta bagian belakang (paha dan
kelangkang) lebih besar (Mulliadi, 1996). Domba pedaging di Garut merupakan
domba sisa hasil seleksi atau domba afkir dari domba tangkas baik jantan maupun
betina, dapat pula sebagai hasil dari perkawinan baik disengaja atau tidak sengaja
dengan pejantan domba tangkas (Mulliadi, 1996).
Domba Garut pedaging jantan umur I1 memiliki rerata ukuran tubuh seperti
bobot badan 31,445,22 kg, tinggi pundak 58,28 cm, panjang badan 71,28 cm,
lingkar dada 60,67 cm, dalam dada 28,89 cm dan lebar dada 16,00 cm (Salamahwati,
2004), sedangkan umur I2 memiliki rerata bobot badan 26,251,77 kg, tinggi pundak
59,25 cm, panjang badan 54,00 cm, lingkar dada 68,00 cm, dalam dada 28,00 cm dan
lebar dada 15,.00 cm (Nurhayati, 2004). Domba Garut pedaging betina pada umur I4
memiliki rerata ukuran tubuh seperti bobot badan 30,17-31,50 kg, tinggi pundak
59,67-61,45 cm, panjang badan 54,33-56,85 cm, lingkar dada 63,33-72,60 cm, dalam
dada 12,89-14,40 cm dan lebar dada 16-18,33 cm (Nurhayati, 2004; Salamahwati,
2004).
Keragaman Fenotipik
Keragaman fenotipik menunjukkan perbedaan penampilan atau ukuran di
antara individu dalam suatu populasi untuk sifat tertentu (Lasley, 1978). Keragaman
fenotipik sifat kuantitatif yang dimiliki setiap individu dikontrol oleh banyak
pasangan gen yang aksinya bersifat aditif dan sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan (Noor, 2000). Mempelajari komponen-komponen keragaman pada ternak
sangat penting artinya, karena akan membantu dalam perencanaan pemuliaan untuk
meningkatkan mutu genetik (Liu dan Makarechian, 1990).
Keragaman fenotipik total merupakan sumbangan keragaman yang
disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan dan interaksi keduanya (Lasley, 1978).
Keragaman fenotipik total dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik
digunakan istilah heritabilitas (Warwick et al., 1983). Heritabilitas dalam arti sempit
7

merupakan dugaan bagian aditif dari ragam keturunan yang sangat penting, karena
dapat menunjukkan perubahan yang dicapai seleksi untuk suatu sifat dalam populasi
(Johansson dan Rendel, 1968). Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
keragaman fenotipik setiap individu ternak dapat berupa lingkungan internal (seks,
umur, pengaruh maternal, kebuntingan) dan dapat pula berupa lingkungan eksternal
(lokasi, musim, klimat, penyakit dan pakan) (Turner dan Young, 1969).
Penanda fenotipik merupakan penanda yang telah banyak digunakan baik
dalam program genetika dasar maupun dalam program praktis pemuliaan, karena
penanda ini paling mudah untuk diamati dan dibedakan (Sarbaini, 2004). Lebih
lanjut Sarbaini (2004) mengemukakan bahwa penanda fenotifik merupakan penciri
yang ditentukan atas dasar ciri-ciri fenotipe yang dapat diamati atau dilihat secara
langsung, seperti; ukuran-ukuran permukaan tubuh, bobot badan, warna dan pola
warna bulu tubuh, bentuk dan perkembangan tanduk dan sebagainya.
Perubahan sifat morfologi pada domba seperti panjang ekor yang digunakan
sebagai tempat penimbunan lemak dan perubahan wol menjadi bulu kasar
merupakan adaptasi terhadap lingkungan. Perbedaan pada bobot badan, struktur
tubuh, pola warna tubuh dan kepadatan wol adalah contoh karakteristik sifat
morfologi yang berlainan antar agroekosistem yang dapat dijadikan sebagai
gambaran spesifikasi bangsa ternak tersebut (Suparyanto et al., 1999).
Jarak Genetik
Jarak genetik adalah tingkat perbedaan gen antar populasi atau spesies yang
diukur oleh beberapa kuantitas numerik (Nei, 1987). Penelitian tentang pendugaan
jarak genetik telah banyak dilakukan dengan pendekatan analisis molekuler seperti
analisis polimorfisme protein darah (Astuti, 1997). Hal ini disebabkan sifat seleksi
pada tingkat molekuler hanya terjadi secara alami, bukan hasil rekayasa manusia
(Hartl, 1988). Menurut Tan (1996), analisis pada tingkat DNA akan memberikan
hasil estimasi jarak genetik yang jauh lebih akurat dibandingkan analisis lokus
biokimia maupun metode lainnya. Namun, analisis molekuler membutuhkan fasilitas
yang memadai dan dana yang besar (Suparyanto et al., 1999). Metode yang lebih
murah dan sederhana dapat dilakukan dengan penentuan pola perbedaan sifat
fenotipik yang dapat ditemui dalam setiap individu ternak (Hartl, 1988).

Pengukuran parameter tubuh bisa digunakan untuk menduga asal usul bangsa
ternak (Sarbaini, 2004). Penggunaan ukuran-ukuran tubuh sebagai penduga terhadap
jarak genetik dan peubah pembeda dari lima kelompok kambing Andalusia dengan
menggunakan analisis diskriminan telah dilaporkan oleh Herera et al. (1996).
Suparyanto et al. (1999) juga telah melakukan penelitian menggunakan beberapa
ukuran tubuh (bobot badan, panjang badan, lingkar dada, tinggi pinggul, lingkar
pinggul, dalam pinggul, panjang ekor, lebar ekor, dan tebal ekor) sebagai penduga
terhadap jarak genetik dan peubah pembeda kelompok domba di Indonesia dengan
pendekatan teknik diskriminan dan canonical dalam analisis morfologi.
Fungsi diskriminan sederhana dapat digunakan untuk penentuan jarak genetik
(Herera et al., 1996). Fungsi diskriminan yang digunakan melalui pendekatan jarak
Mahalanobis seperti yang dijelaskan oleh Nei (1987), dimana matriks ragam
peragam antara peubah dari masing-masing kelompok domba yang diamati
digabungkan menjadi sebuah matriks. Statistik Mahalanobis (D2) merupakan
pengukuran jarak untuk sifat kuantitatif yang paling sering digunakan. Pengukuran
jarak genetik didasarkan pada jarak suatu organisme atau gen yang berhubungan,
sehingga efek polimorfisme dalam populasi diabaikan (Nei, 1987).
Pohon Filogenetik
Pohon filogenetik adalah diagram cabang yang menggambarkan hipotesa
pertalian yang berhubungan dengan silsilah dan pengurutan peristiwa historikal yang
menghubungkan suatu organisme, populasi, atau taksa dari seluruh organisme atau
kelompok-kelompok dari seluruh organisme (Wiley, 1981). Hubungan antara
populasi dengan spesies memberitahukan tentang bagian goegrafik dan hubungan
reproduktif. Pohon filogenetik yang menggambarkan jalur evolusioner dari
kelompok spesies atau populasi diberi nama pohon spesies atau pohon populasi (Nei,
1987).
Pola percabangan pada pohon spesies dinamakan topologi, walaupun pola
pemisahan gen sesuai dengan pola pemisahan spesies, topologi dari pembentukan
pohon gen mungkin masih kurang sesuai dengan pohon spesies jika jumlah
nukleotida atau asam amino yang diperiksa sedikit (Nei, 1987). Pohon filogeni
dikatakan sebagai diagram cabang yang menentukan hubungan secara biologi antar
kelompok dan menafsirkan karakter unik sebagai inovasi evolusioner (Wiley, 1981).
9

Pohon filogenetik dibentuk dengan mempertimbangkan hubungan antara jarak


genetik yang dihitung untuk semua spesies atau populasi (Nei, 1987).
Metode jarak rata-rata (UPGMA) merupakan metode yang paling sederhana
untuk membangun fenogram dan pohon filogenetik, khususnya ketika mengukur
jarak dimana nilai yang diharapkan kira-kira proporsional terhadap waktu
evolusioner yang digunakan (Nei, 1987). Keuntungan yang didapat dari penggunaan
teknik ini adalah bersifat sederhana dan berguna pada kondisi kelompok yang relatif
stabil. Metode UPGMA didasarkan pada asumsi rataan laju evolusi yang konstan
(Kumar et al., 1993).
Analisis Kanonikal
Analisis kanonikal merupakan suatu metode perancangan reduksi data untuk
menjelaskan hubungan antara dua atau lebih karakter serta membagi ragam total dari
semua karakter menjadi variabel baru dalam jumlah terbatas yang tidak berkorelasi
(Wiley, 1981). Menurut Herera et al. (1996), analisis kanonikal dapat digunakan
untuk menentukan peta penyebaran organisme, nilai kesamaan dan nilai campuran di
dalam maupun di antara kelompok organisme. Analisis variat kanonikal digunakan
untuk mendapatkan kombinasi karakter yang membedakan secara keseluruhan dan
dapat digunakan untuk menggambar plot skor guna membandingkan di dalam dan di
antara variabilitas populasi pada dimensi yang kecil (Wiley, 1981).
Analisis kanonikal adalah perluasan dari analisis diskriminan linier dengan
mempertimbangkan kasus dari tiga atau lebih kelompok yang ditandakan secara
teori. Aplikasi lainnya dari teknik analisis kanonikal adalah mengeksplorasi
kumpulan data untuk mendapatkan kejelasan pada tingkat spesies dengan
menggunakan populasi lokal sebagai pengelompokan (Wiley, 1981). Pada analisis
diskriminan parameter fenotipik, dapat ditentukan pula parameter morfometrik yang
menunjukan penanda bangsa dan disebutkan sebagai peubah pembeda bangsa
(Suparyanto et al., 1999). Analisis diskriminan dirancang untuk memaksimalkan
perbedaan antar populasi, maka pada analisis diskriminan akan dicari karakterkarakter yang memberikan pemisahan terbaik (Wiley, 1981).

10

MATERI DAN METODE


Tempat dan Waktu
Penelitian lapangan dilakukan di tiga tempat, yaitu Unit Pelaksana Teknis
Dinas Balai Pengembangan Pembibitan Ternak Domba (UPTD BPPTD) Margawati
Kecamatan Garut Kota, Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan Sukawening
Kabupaten Garut. Penelitian lapangan ini dilakukan selama tiga bulan dimulai dari
awal bulan Maret sampai dengan akhir Mei 2006.
Materi
Ternak
Ternak yang digunakan pada penelitian ini domba Garut tipe tangkas dan tipe
pedaging. Jumlah ternak yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 413 ekor.
Jumlah dan sebaran contoh ternak domba menurut kelompok domba, kelompok umur
dan jenis kelamin yang berbeda pada penelitian ini disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah dan Sebaran Contoh Ternak Domba Garut
Jenis
Kelompok Umur
Kelompok Domba
Jumlah
Kelamin
I0
I1
I2
I3
I4
------------------ (ekor) ----------------Margawati ( M )
Jantan
15
3
0
0
11
29
Betina
15
12
11 10 25
73
Tangkas Wanaraja ( T )

Jantan
Betina

21
6

14
6

4
10

5
8

0
7

44
37

Pedaging Wanaraja ( P )

Jantan
Betina

11
13

6
13

2
10

0
7

0
7

19
50

Tangkas Sukawening ( A )

Jantan
Betina

20
8

12
6

3
8

4
10

0
18

39
50

Pedaging Sukawening ( D )

Jantan
Betina

19
10

10
7

3
5

0
7

0
11

32
40

138

89

56

51

79

413

Jumlah
Keterangan: I0 = umur kurang dari 1 tahun
I1 = umur 1,0-1,5 tahun
I2 = umur 1,5-2,0 tahun

I3 = umur 2,5-3,0 tahun


I4 = umur 3,5-4,0 tahun

Bahan
Penelitian ini dilakukan pada contoh domba Garut milik Dinas Peternakan
Propinsi Jawa Barat (UPTD BPPTD Margawati) dan domba Garut milik masyarakat
yang ada di Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan Sukawening Kabupaten Garut.
11

Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini timbangan gantung kapasitas
100 kg, tongkat ukur satuan cm dengan skala 0,2 cm, pita ukur satuan cm dengan
skala 1 mm, jangka sorong satuan cm dengan skala 1 mm alat-alat tulis, komputer
dan perangkat lunak SAS V.7.0 serta MEGA2.
Metode
Pengumpulan Data
Data penelitian berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari penelitian lapangan untuk memperoleh data ukuran-ukuran tubuh dan
data sekunder berupa data catatan dan populasi domba yang ada di lokasi penelitian
dari peternak, Dinas Peternakan Kabupaten Garut dan Dinas Peternakan Propinsi
Jawa Barat (UPTD BPPTD Margawati). Penetapan lokasi penelitian dilakukan
secara terpilih dengan pertimbangan bahwa UPTD BPPTD Margawati sebagai sentra
pembibitan domba Garut, Kecamatan Wanaraja terkenal dengan domba Garut tipe
pedaging serta di Wanaraja berkembang domba Garut tipe tangkas, dan Kecamatan
Sukawening banyak terdapat domba Garut tipe pedaging serta ada satu kelompok
peternak yang menjadi mitra UPTD BPPTD Margawati.
Contoh domba Garut terdiri dari lima kelompok umur: kurang dari 1 tahun
(I0); umur 1,0-1,5 tahun (I1); umur 1,5-2,0 tahun (I2); umur 2,5-3,0 tahun (I3) dan
umur 3,5-4,0 tahun (I4) untuk jenis kelamin jantan dan betina dari masing-masing
kelompok domba. Penentuan umur contoh domba dilakukan berdasarkan pada
keterangan langsung dari peternak dan berdasarkan pergantian gigi seri tetap yang
diklasifikasikan menurut Devendra dan McLeroy (1982); belum ada gigi seri tetap
(I0), umur kurang dari 1 tahun; sepasang gigi seri tetap (I1), umur 1,0-1,5 tahun; dua
pasang gigi seri tetap (I2), umur 1,5-2,0 tahun; tiga pasang gigi seri tetap (I3), umur
2,5-3,0 tahun dan empat pasang gigi seri tetap (I4), umur 3,5-4,0 tahun.
Peubah yang Diukur
Peubah yang diukur pada penelitian ini adalah karakteristik fenotipik yang
berkaitan dengan sifat kuantitatif (bobot badan, tinggi pundak, tinggi kelangkang,
panjang badan, panjang kelangkang, lebar dada, lebar pangkal paha, dalam dada,
lingkar dada, lingkar kanon, panjang tengkorak, lebar tengkorak, tinggi tengkorak,

12

panjang ekor, lebar ekor, panjang tanduk, lingkar pangkal tanduk, jarak antar tanduk,
lebar telinga dan panjang telinga). Metode pengukuran untuk masing-masing peubah
dilakukan sebagai berikut ini.
1.

Bobot badan (BB), ditimbang pada pagi hari sebelum domba diberi makan atau
digembalakan dengan timbangan gantung kapasitas 100 kg (satuan dalam kg).

2.

Panjang tengkorak (PTR) adalah jarak antara titik tertinggi sampai titik terdepan
tengkorak, diukur menggunakan pita ukur satuan dalam cm.

3.

Lebar tengkorak (LTR) adalah jarak antara titik penonjolan tengkorak kiri dan
kanan, diukur menggunakan jangka sorong satuan dalam cm.

4.

Tinggi tengkorak (TKR) adalah jarak antara titik tertinggi tengkorak sampai titik
terendah rahang bawah, diukur menggunakan jangka sorong satuan dalam cm.

5.

Panjang tanduk (PTD), diukur dari pangkal tanduk sampai ke ujung tanduk
mengikuti alur putaran tanduk sebelah luar dengan pita ukur satuan dalam cm.

6.

Lingkar pangkal tanduk (LPT), diukur melingkar pada pangkal tanduk


menggunakan pita ukur satuan dalam cm.

7.

Jarak antar tanduk (JAT) adalah jarak antar pangkal tanduk sebelah kanan dan
kiri, diukur menggunakan jangka sorong satuan dalam cm.

8.

Lebar telinga (LTL) adalah jarak dua titik terluar daun telinga secara tegak lurus
terhadap panjang telinga diukur menggunakan pita ukur satuan dalam cm.

9.

Panjang telinga (PTL) adalah jarak antara pangkal daun telinga sampai titik
ujung telinga menggunakan pita ukur satuan dalam cm.

10. Tinggi pundak (TP) merupakan jarak tertinggi pundak sampai tanah, diukur
menggunakan tongkat ukur satuan dalam cm.
11. Panjang badan (PB) adalah jarak garis lurus dari tepi depan luar tulang Scapula
sampai benjolan tulang tapis (tulang duduk/ os ischum), diukur menggunakan
tongkat ukur satuan dalam cm.
12. Lebar dada (LED) adalah jarak antara penonjolan sendi bahu (os scapula) kiri
dan kanan, diukur dengan tongkat ukur satuan dalam cm.
13. Dalam dada (DD) adalah jarak antara titik tertinggi pundak dan tulang dada,
diukur menggunakan tongkat ukur satuan dalam cm.
14. Lingkar dada (LID), diukur melingkar rongga dada di belakang sendi bahu (os
scapula) menggunakan pita ukur satuan dalam cm.

13

Keterangan gambar:
1. Tinggi Pundak
2. Tinggi Kelangkang
3. Panjang Badan
4. Panjang Kelangkang
5. Lebar Dada
6. Lebar Pangkal Paha
7. Dalam Dada
8. Lingkar Dada
9. Lingkar Kanon
10. Panjang Tengkorak
11. Lebar Tengkorak
12. Tinggi Tengkorak
13. Panjang Ekor
14. Lebar Ekor
15. Panjang Tanduk
16. Lingkar Pangkal Tanduk
17. Jarak antar Tanduk
18. Lebar Telinga
19. Panjang Telinga

Gambar 1. Cara Pengukuran Ukuran-ukuran Tubuh


14

15. Lingkar kanon (LKK) atau lingkar pipa, diukur melingkar di tengah-tengah
tulang pipa kaki depan sebelah kiri dengan pita ukur satuan dalam cm.
16. Tinggi kelangkang (TK) adalah jarak antara titik tertinggi kelangkang sampai
tanah, diukur menggunakan tongkat ukur satuan dalam cm.
17. Panjang kelangkang (PK) adalah jarak antara muka pangkal paha sampai ke
benjolan tulang tapis, diukur dengan pita ukur satuan dalam cm.
18. Lebar pangkal paha (LPP) adalah jarak antara sisi luar sudut pangkal paha kiri
dan kanan, diukur dengan tongkat ukur satuan dalam cm.
19. Panjang ekor (PEK) adalah jarak dari pangkal ekor sampai ujung ekor, diukur
menggunakan pita ukur satuan dalam cm.
20. Lebar ekor (LEK) adalah jarak antara titik sisi kiri dan kanan pangkal ekor
diukur dengan menggunakan jangka sorong satuan dalam cm.
Analisis Data
Data bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh domba dianalisis dengan statistik
deskriptif, uji rerata, analisis diskriminan, dan analisis korelasi kanonik.
Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif ditujukan untuk memperoleh karakterisasi bobot
badan dan ukuran-ukuran tubuh pada domba Garut. Analisis ini dikerjakan dengan
menghitung nilai rerata ( X ), simpangan baku (s) dan koefisien keragaman (KK)
setiap peubah pada kelompok domba umur I0, I1 dan I2 untuk jantan dan umur I0, I1,
I2, I3 dan I4 untuk betina dengan prosedur statistik berikut (Steel dan Torrie, 1995):
n

X =

Keterangan:

X
i =1

(X
n

s=

i =1

X)

KK =

n 1

100 s
(% )
X

X = nilai rerata,
X i = ukuran ke i dari peubah X ,
n = jumah contoh yang diambil dari populasi,

s = simpangan baku, dan


KK = koefisien keragaman.

15

Uji Rerata
Uji rerata dilakukan untuk melihat perbedaan setiap peubah yang diamati dari
kelompok domba pada kelompok umur dan jenis kelamin yang sama. Analisis yang
digunakan adalah analisis ragam pola searah dengan ulangan yang tidak seimbang.
Model linier untuk analisis ragam pola searah menurut Mattjik dan Sumertajaya
(2000) adalah sebagai berikut:

Yij = + i + ij
Keterangan:

Yij

= pengamatan pada kelompok ke-i, ulangan ke-j,

= rerata umum,

= pengaruh kelompok ke-i (i =1, 2, 3, 4 dan 5), dan

ij

= pengaruh acak kelompok ke-i , ulangan ke-j.

Jika berbeda nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda
Duncan pada taraf nyata = 5% (Mattjik dan Sumertajaya, 2000).
Data yang tersedia umumnya memiliki jumlah contoh yang tidak sama,
sehingga analisisnya dibantu dengan prosedur analisis PROC GLM (General Linier
Model) dengan MEAN PERL / DUNCAN dari SAS versi 7.0.
Analisis Diskriminan
Analisis diskriminan digunakan untuk menentukan jarak genetik (Herera, et
al., 1996). Fungsi diskriminan yang digunakan melalui pendekatan jarak
Mahalanobis sebagai ukuran jarak kuadrat genetik minimum yang digunakan
menurut petunjuk Nei (1987) adalah sebagai berikut :

D 2 (i , j ) = (X i X j )C 1 (X i X j )
Keterangan: D 2 (i , j ) = nilai statistik Mahalanobis sebagai ukuran jarak kuadrat
genetik antar kelompok domba ke-i dan kelompok domba ke-j;
C 1 = kebalikan matrik gabungan ragam peragam antar peubah;

X i = vektor nilai rerata pengamatan dari kelompok domba ke-i pada


masing-masing peubah kuantitatif; dan
X j = vektor nilai rerata pengamatan dari kelompok domba ke-j pada

masing-masing peubah kuantitatif.


16

Analisis statistik Mahalanobis dilakukan dengan menggunakan paket


program statistik SAS versi 7.0 dengan menggunakan PROC DISCRIM. Dari hasil
perhitungan jarak kuadrat tersebut diatas, kemudian dilakukan pengakaran terhadap
hasil kuadrat jarak, agar jarak genetik yang didapat bukan dalam bentuk kuadrat.
Hasil pengakaran dianalisis lebih lanjut dengan program MEGA seperti petunjuk
Kumar et al. (1993) untuk mendapatkan pohon fenogram. Teknik pembuatan pohon
fenogram dilakukan dengan metode UPGMA (Unweighted Pair Group Method with
Arithmetic) dengan asumsi bahwa laju evolusi antar kelompok domba adalah sama.
Beberapa keuntungan yang didapat dari penggunaan teknik ini dikemukakan oleh
Kumar et al. (1993) karena sederhana dan berguna pada kondisi kelompok yang
relatif stabil.
Analisis Korelasi Kanonik
Analisis kanonikal digunakan untuk menentukan gambaran kanonikal dari
kelompok domba, nilai kesamaan dan nilai campuran di dalam maupun di antara
kelompok domba (Herera, et al., 1996). Analisis ini juga dipakai untuk menentukan
beberapa peubah dari ukuran fenotipik yang memiliki pengaruh kuat terhadap
penyebab terjadinya pengelompokan bangsa domba (pembeda bangsa). Prosedur
analisis dengan menggunakan PROC CANDISC dari SAS versi 7.0.

17

HASIL DAN PEMBAHASAN


Keadaan Umum Daerah Penelitian
Letak Geografis
Kabupaten Garut mempunyai luas wilayah sekitar 3.066,88 km2 secara
geografis terletak diantara 60 5734 70 4457 lintang selatan dan 1070 243 1080
2434 bujur timur, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang,
2) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya,
3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, dan
4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur.
Balai Pengembangan Pembibitan Ternak Domba (BPPTD) Margawati
terletak di dua Desa, yaitu Desa Margawati dan Sukanegla, Kecamatan Garut Kota.
Letak BPPTD Margawati kurang lebih 10 km dari kota Garut dan kurang lebih 8 km
dari jalan raya. BPPTD Margawati dibatasi oleh Kampung Pakuwon di sebelah utara,
Desa Margawati di sebelah selatan, gunung Karacak di sebelah barat dan Kelurahan
Sukanegla di sebelah timur.
Kecamatan Wanaraja dibatasi oleh Kecamatan Sucinaraja dan Karangpawitan
pada bagian selatan, Kecamatan Pangatikan pada bagian utara, Kecamatan
Banyuresmi pada bagian barat dan Kabupaten Tasikmalaya pada bagian timur.
Kecamatan Wanaraja terdiri dari 8 Desa, yaitu Desa Wanaraja, Wanamekar,
Cinunuk, Sukamekar, Sindangratu, Wanajaya, Sindangmekar dan Wanasari. Letak
Kecamatan Wanaraja kurang lebih 11 km dari kota Garut. Jarak Kecamatan
Wanaraja dengan BPPTD Margawati kurang lebih 19 km, sedangkan jarak
Kecamatan Wanaraja dengan Sukawening kurang lebih 4 km.
Kecamatan Sukawening dibatasi oleh Kecamatan Cibatu, Malangbong dan
Kersamanah pada bagian utara, Kecamatan Karangtengah pada bagian timur,
Kecamatan Banyuresmi pada bagian barat dan Kecamatan Pangatikan pada bagian
selatan. Kecamatan Sukawening terdiri dari 11 Desa, yaitu Desa Sukawening,
Sukamukti, Mekarluyu, Sukaluyu, Sudalarang, Sukasono, Sukahaji, Pasanggrahan,
Maripari, Mekarwangi dan Mekarhurip. Letak Kecamatan Sukawening kurang lebih
15 km dari Kota Garut. Jarak Kecamatan Sukawening dengan BPPTD Margawati
kurang lebih 23 km.
18

Tabel 5. Kondisi Geografi di Ketiga Lokasi Penelitian.


Lokasi
Uraian
BPPTD
Kecamatan
Margawati
Wanaraja
Luas (ha)
27
3.526
Ketinggian (m dpl)
1000
500-1000
Kemiringan ( )
0-20
0-40
Curah Hujan (mm/tahun)
2020
1800
Temperatur ( C )
21
24
Bentang Lahan (ha)
- Dataran
2
2.465
- Perbukitan/Pegunungan
25
1.061

Kecamatan
Sukawening
3.883
> 1000
> 40
2000
18
374
3.509

Sumber: BPS Kabupaten Garut (2004) dan BPPTD Margawati (2005)

Kecamatan Sukawening mempunyai lahan yang paling luas dibandingkan


Kecamatan Wanaraja, tetapi Kecamatan Wanaraja mempunyai persentase bentang
lahan berupa dataran paling luas dibandingkan Kecamatan Sukawening dan
Margawati. BPPTD Margawati dengan luas 27 ha, terdiri dari dataran seluas 2 ha
yang digunakan untuk perkandangan, kantor dan perumahan, sedangkan perbukitan
dengan luas 25 ha digunakan sebagai kebun rumput.
Kondisi bentang lahan dari ketiga lokasi penelitian (Tabel 5) menunjukkan,
bahwa lokasi yang berbukit mempunyai ketinggian di atas permukaan laut dan
kemiringan yang lebih tinggi dibandingkan daerah dataran. Semakin tinggi lokasi
penelitian dari permukaan laut, maka semakin rendah suhu lingkungannya.
Temperatur lingkungan dari ketiga lokasi penelitian masih dalam kisaran temperatur
optimal untuk domba di daerah tropis yaitu 18-31C (Yousef, 1985), sehingga
perbedaan temperatur lingkungan pada ketiga lokasi penelitian tidak terlalu
berpengaruh terhadap usaha ternak pada masing-masing lokasi penelitian.
Ketinggian tempat akan mempengaruhi iklim, vegetasi tanaman dan
kehidupan sosial budaya masyarakat disuatu daerah. Suhu, kelembaban dan curah
hujan merupakan faktor penting dari iklim karena berpengaruh terhadap
produktivitas ternak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh
langsung terlihat pada saat temperatur tinggi menyebabkan suhu tubuh meningkat,
konsumsi makan menurun dan mempengaruhi reproduksi ternak. Pengaruh iklim
tidak langsung terutama pada persediaan makanan, perkandangan, manajemen, serta
peluang timbulnya penyakit dan parasit (Williamson dan Payne, 1993).
19

Adanaya perbedaan letak ketinggian serta kondisi geografi menyebabkan


perbedaan penggunaan lahan. Pemanfaatan lahan di tiga lokasi penelitian disajikan
pada Tabel 6.
Tabel 6. Penggunaan Lahan di Ketiga Lokasi Penelitian.
Uraian

Perkampungan
Persawahan
Tegalan
Kebun Campuran
Semak Belukar
Hutan
Lain-lain
Luas Lahan

Lokasi
Kecamatan
Kecamatan
BPPTD Margawati
Wanaraja
Sukawening
.............................................. (ha) ...........................................
2
237
216
473
1.483
43
396
23
2.422
389
262
715
87
636
2
2
48
27
3.526
3.883

Sumber: BPS Kabupaten Garut (2004) dan BPPTD Margawati (2005)

Tabel 6 menunjukkan bahwa lahan di Kecamatan Sukawening didominasi


oleh daerah pesawahan, sehingga memiliki komoditi utama berupa beras dan hasil
sampingan berupa dedak padi yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak.
Kecamatan Sukawening memiliki lahan yang berbukit, tetapi air cukup tersedia dari
sumber air yang mengalir dari pegunungan. Kecamatan Wanaraja dan BPPTD
Margawati lahannya didominasi oleh kebun campuran. Kebun campuran di
Kecamatan Wanaraja kebanyakan ditanami bawang putih, bawang merah, kacang
tanah, cabe, kedelai dan jagung yang limbahnya seperti dedaunan bisa dimanfaatkan
sebagai pakan domba. Kebun di BPPTD Margawati kebanyakan digunakan untuk
budidaya pakan hijauan.
Perbedaan penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian sangat berpengaruh
pada kegiatan peternakan. Kebanyakan peternak di Kecamatan Wanaraja dan
Sukawening menggunakan lahan pekarangan rumah untuk lahan peternakan,
sehingga lahan untuk peternakan terbatas dan berada dekat dengan rumah.
Tersedianya lahan terlantar, hutan, semak belukar, kebun dan tegalan yang
jumlahnya cukup luas di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening merupakan potensi
pengembangan lahan peternakan domba dan penyediaan pakan.

20

Populasi Ternak Domba


Populasi ternak domba di Kabupaten Garut pada tahun 2004 meningkat
sebanyak 5% dari 320.987 ekor menjadi 337.036 ekor. Produksi daging domba di
Kabupaten Garut mengalami penurunan dari tahun 2003 sebanyak 399,63 ton
menjadi 167,10 ton pada tahun 2004 (BPS Kabupaten Garut, 2004). Peningkatan
populasi domba yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi daging di
Kabupaten Garut, mungkin disebabkan sentra-sentra produksi domba di Kabupaten
Garut berhasil meningkatkan populasi domba yang disertai dengan banyaknya
penjualan ternak domba keluar Kabupaten Garut.
Tabel 7. Populasi Ternak Ruminansia di Lokasi Penelitian
Uraian

Domba
Kambing
Kerbau
Sapi Perah
Sapi Potong
Total

Lokasi
Kecamatan
Kecamatan
BPPTD Margawati
Wanaraja
Sukawening
............................................ (ekor) .........................................
545
10.687
9.912
2.066
1.955
224
101
52
126
16
545

13.155

11.984

Sumber: BPS Kabupaten Garut (2004) dan BPPTD Margawati (2005)

Dari Tabel 7 menunjukkan bahwa ternak domba merupakan ternak yang


paling banyak ditemui di tiga lokasi penelitian dibandingkan ternak ruminansia
lainnya, seperti sapi perah, sapi potong, kerbau dan kambing. Ternak domba pada
umumnya lebih disukai oleh para peternak di lokasi penelitian dibanding ternak
ruminansia yang lain, karena sudah menjadi tradisi turun temurun, pemeliharaannya
yang mudah, ketersediaan pakan yang memadai dan tersedianya pasar untuk ternak
domba.
BPPTD Margawati sebagai sentra pembibitan dan pelestarian domba,
sehingga pemeliharaannya hanya terpokus pada domba. Kecamatan Wanaraja dan
Sukawening memiliki populasi ternak domba yang hampir sama. Ternak kambing,
kerbau, sapi perah dan sapi potong banyak terdapat di Kecamatan Wanaraja
dibandingkan Sukawening. Hal ini disebabkan Kecamatan Wanaraja sebagai daerah
peternakan terpadu dan banyak terdapat kelompok-kelompok peternak.
21

Manajemen Beternak Domba


Sistem Pemeliharaan dan Perkawinan Ternak Domba
Sistem pemeliharaan ternak domba yang digunakan dari ketiga lokasi
penelitian hampir sama, yaitu ternak domba tidak digembalakan atau diumbar karena
tidak terdapatnya lahan penggembalaan serta akan merusak tanaman pada lahan
pertanian. Sistem pemeliharaan antara domba tangkas dengan domba pedaging
terutama domba jantan memiliki perbedaan, hal ini terlihat dari adanya perbedaan
pakan yang diberikan, penanganan kesehatan dan kandang.
Sistem perkawinan ternak domba di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening
hampir sama, yaitu menggunakan kawin alam dengan bantuan manusia. BPPTD
Margawati menggunakan pola perkawinan secara kawin alam dengan rasio jantan
dan betina 1 : 15-20 selama 2 bulan, tetapi dilakukan juga secara Inseminasi Buatan
dengan semen cair dan semen beku. Pola perkawinan secara Inseminasi Buatan pada
domba kurang disukai oleh peternak karena sangat sulit dan perlu inseminator serta
hasil kawin alam masih lebih baik daripada Inseminasi Buatan.
Perkandangan
Kandang yang dipergunakan oleh peternak di tiga lokasi penelitian secara
umum menggunakan kandang panggung yang berbahan kayu dan bambu. Kecamatan
Wanaraja banyak menggunakan sistem kandang individu, sedangkan Kecamatan
Sukawening banyak menggunkan sistem kandang koloni untuk domba pedaging dan
menggunakan kandang individu untuk domba tangkas. BPPTD Margawati
menggunakan sistem kandang individu untuk domba pejantan dan induk serta sistem
kandang koloni untuk domba kawin, domba lepas sapih dan domba muda.
Lantai kandang terbuat dari belahan-belahan kayu atau bambu yang disusun
jarang, tujuannya agar mempermudah dalam membersihkan kotoran dan urin domba.
Dinding kandang kebanyakan menggunakan kayu untuk domba tangkas jantan,
sedangkan untuk domba pedaging kebanyakan menggunakan bambu. BPPTD
Margawati menggunakan atap kandang dari seng yang bergelombang, sedangkan
pada daerah Wanaraja dan Sukawening menggunakan atap kandang dari genting.
Perbedaan bahan atap kandang yang digunakan akan mempengaruhi suhu di sekitar
kandang.

22

Kandang domba di Kecamatan Wanaraja kebanyakan berada di dekat atau


pekarangan rumah, sedangkan di Kecamatan Sukawening kandang berada di dekat
rumah, di kebun dan di pegunungan. Kandang jantan dibangun dengan kuat dan luas
ruangannya dibatasi, karena domba jantan sering melakukan tingkah laku berkelahi,
memukulkan tanduk, mendengus dan menghentakan kaki. Kandang induk dan anak
membutuhkan ruang kandang yang lebih luas dan tidak membutuhkan kontruksi
kandang yang sangat kokoh.
Pemberian Pakan
Pemberian pakan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu
peternakan, karena pakan sangat berperan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan
hidup suatu ternak. Pemberian pakan pada domba Garut berdasarkan tujuan
pemeliharaan. Domba yang tujuannya untuk menghasilkan domba adu, pemberian
pakannya lebih teratur dan suka diberi makanan tambahan seperti madu, telur, jamu,
dan lain-lain. Domba yang tujuannya untuk menghasilkan domba pedaging,
pemberian pakannya berupa hijauan atau kosentrat saja.
Pemberian pakan di BPPTD Margawati dilakukan 4 kali dalam sehari, yaitu
jam 07.00 WIB berupa pakan hijauan, jam 10.00 WIB berupa kosentrat, jam 13.00
WIB dan jam 17.00 WIB berupa hijauan. Jumlah pakan yang diberikan berdasarkan
bobot badan dan kebutuhan nutrisi harian dari ternak domba. Pemberian pakan di
Kecamatan Wanaraja dan Sukawening dilakukan 2 atau 3 kali sehari, yaitu pada
pagi, siang dan sore hari. Pakan yang diberikan kebanyakan hijauan dengan jumlah
yang tidak ditentukan, tetapi ada juga peternak yang memberikan dedaunan dan
limbah pertanian.
Kesehatan
Kesehatan pada ternak mempengaruhi pertumbuhan dan harga jual dari
ternak domba. Pencegahan penyakit di BPPTD Margawati lebih baik dibandingkan
di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening. Hal ini disebabkan BPPTD Margawati
selalu ditangani atau dikontrol oleh dokter hewan serta selalu melakukan kegiatan
memandikan ternak, sanitasi kandang, pemotongan kuku dan wol yang dilakukan
secara rutin dan terjadwal. Pencegahan penyakit di Wanaraja dan Sukawening
kurang begitu bagus terutama pada domba pedaging, hal ini terlihat dari domba-

23

dombanya yang jarang dimandikan, kandangnya kotor, wolnya tebal serta sanitasi air
yang buruk menyebabkan bawah kandang becek. Peternak tidak terbiasa dan tidak
tahu akan pentingnya pemotongan kuku yang dapat menyebabkan luka dan infeksi.
Pencukuran wol tidak dilakukan peternak untuk memperlihatkan dombanya tidak
kurus waktu dijual.
Penyakit yang umum muncul di tiga lokasi penelitian adalah mencret,
cacingan, sakit mata dan kembung perut. Pengobatan yang dilakukan dengan
menggunakan cara tradisional, mencret diberi daun bambu atau daun jambu muda
serta suka memberikan obat untuk manusia. Peternak suka memberi air abu gosok
hangat, apabila ternaknya terkena penyakit mata. BPPTD Margawati melakukan
pengobatan dengan memberikan obat yang sesuai dengan penyakitnya dan selalu
memberikan obat cacing setiap 3 bulan sekali.
Seleksi
Seleksi yang dilakukan oleh masyarakat umumnya berdasarkan sifat kualitatif
dari ternak. Sifat kualitatif ternak yang banyak diperhatikan oleh peternak adalah
bangsa ternak, bentuk atau warna bulu dan tanduk, seleksi ini lebih banyak mengarah
pada penampilan dari ternak dibandingkan produktivitasnya. Dilihat juga dari tipe
kelahiran, domba tipe tangkas diarahkan pada domba yang mempunyai jumlah anak
perkelahiran 1 ekor, karena bobot badannya besar serta pertumbuhannya cepat.
Domba tipe pedaging diarahkan pada domba yang mempunyai jumlah anak
perkelahiran 2-3 ekor untuk meningkatkan jumlah ternak tersebut.
Seleksi terhadap domba pedaging di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening
berdasarkan bentuk tubuh normal atau kompak, memiliki wol yang halus dan
mengkilat dengan warna dasar wol dominan putih, telinga yang panjang dan rubak,
pertumbuhannya baik, tidak cacat pada bagian tubuh dan mata tidak buta atau rabun.
Seleksi terhadap domba tangkas berdasarkan bentuk tubuh panjang dan besar dengan
tubuh bagian depan yang lebih tinggi; dada dalam dan lebar; kaki kokoh, lurus dan
kuat; mata sehat; pertumbuhannya relatif cepat; memiliki tanduk yang kuat,
mengkilat dan panjang; telinga pendek; memiliki naluri untuk beradu dan berasal
dari keturunan yang bagus. Seleksi domba di BPPTD Margawati diarahkan untuk
mendapatkan domba sesuai standar domba Garut berdasarkan karakteristik fenotipe.

24

Karakteristik Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut


Hasil analisis ukuran-ukuran tubuh pada kelima kelompok domba Garut
jantan dan betina umur kurang dari 1 tahun, 1,0-1,5 tahun dan 1,5-2,0 tahun
diperlihatkan pada Tabel 8, 9 dan 10, serta domba betina umur 2,5-3,0 tahun dan 3,54,0 tahun diperlihatkan pada Tabel 11. Koefisien keragaman ukuran-ukuran tubuh
dari kelima kelompok domba jantan dan betina umur kurang dari satu tahun dan
umur lebih dari satu tahun diperlihatkan pada Tabel 12 dan 13.
Pada kelompok umur kurang dari 1 tahun (I0), dari Tabel 8 menunjukkan
bahwa secara umum rerata ukuran tubuh domba tangkas Wanaraja jantan berbeda
nyata dengan domba Margawati, pedaging Wanaraja, tangkas Sukawening dan
pedaging Sukawening. Domba pedaging Wanaraja betina mempunyai ukuran tubuh
yang paling besar, berbeda nyata dengan domba Margawati. Besarnya ukuran tubuh
pada domba tangkas Wanaraja jantan dan domba pedaging Wanaraja betina
disebabkan domba di bawah umur 1 tahun, fase pertumbuhan yang terjadi pada
domba tangkas Wanaraja jantan dan domba pedaging Wanaraja betina lebih cepat
dibandingkan domba yang lain. Selain itu, adanya faktor genetik serta adanya
perbedaan dalam pemberian pakan maupun pemeliharaannya.
Kelompok domba Margawati umur I0 mempunyai rerata ukuran tubuh paling
kecil, berbeda nyata dengan kelompok domba yang lain. Hal ini disebabkan contoh
domba yang diambil di BPPTD Margawati memiliki umur berkisar antara 3-6 bulan,
sedangkan contoh domba yang diambil pada lokasi lain memiliki umur antara 6-11
bulan. Fase pertumbuhan pada domba umur kurang dari 1 tahun sangat cepat,
sehingga perbedaan umur bisa menyebabkan terjadinya perbedaan ukuran tubuh
domba Margawati dengan domba lainnya. Hasil penelitian Diwyanto (1982)
memperlihatkan rerata perbedaan bobot badan domba jantan dan betina umur 3 bulan
dengan 7 bulan sebesar 10 kg.
Kelompok domba pedaging Wanaraja, tangkas Sukawening dan pedaging
Sukawening sebagian besar rerata ukuran tubuhnya tidak berbeda nyata baik pada
jantan maupun betina. Hal ini disebabkan pertumbuhannya yang relatif sama, tidak
adanya perbedaan dalam pemberian pakan maupun pemeliharaannya. Selain itu,
lokasi yang berdekatan memungkinkan terjadinya mobilitas antar lokasi untuk
domba-domba tersebut.

25

Tabel 8. Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Domba
Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I0 (<1 tahun) untuk Jenis
Kelamin Jantan dan Betina
Ukuran-ukuran Tubuh
Margawati

Kelompok Domba
Tangkas
Pedaging
Tangkas
Wanaraja
Wanaraja Sukawening

Pedaging
Sukawening

Jantan :
Jumlah contoh domba (ekor)
Tinggi pundak (cm)
Panjang badan (cm)
Lebar dada (cm)
Dalam dada (cm)
Lingkar dada (cm)
Tinggi kelangkang (cm)
Panjang kelangkang (cm)
Lebar pangkal paha (cm)
Lingkar kanon (cm)
Panjang tengkorak (cm)
Tinggi tengkorak (cm)
Lebar tengkorak (cm)
Panjang tanduk (cm)
Lingkar pangkal tanduk (cm)
Jarak antar tanduk (cm)
Panjang telinga (cm)
Lebar telinga (cm)
Panjang ekor (cm)
Lebar ekor (cm)
Bobot badan (kg)

(15)
52,2 5,9C
49,4 6,5C
12,3 2,0C
22,5 2,9C
59,9 9,2C
46,3 4,6B
17,7 1,6B
15,0 2,2B
7,2 0,9B
16,0 2,8C
12,1 1,6B
6,4 0,6C
11,2 6,1C
10,9 3,4C
2,8 1,2A
4,4 1,6C
2,0 0,6C
19,0 3,4C
3,0 1,0C
16,1 6,3C

(21)
62,9 7,1A
59,7 6,5A
16,8 2,7AB
28,2 3,1A
77,1 9,3A
54,4 6,2A
19,6 1,8A
18,9 2,8A
7,9 0,8A
21,0 2,5A
14,0 2,7A
7,7 0,7A
28,812,9A
19,3 5,1A
1,5 0,6C
5,9 1,6B
2,6 0,6B
22,0 2,1A
5,5 1,0A
30,1 9,3A

(11)
59,7 6,6AB
54,8 6,4B
19,011,9A
26,0 2,9B
73,211,8AB
53,4 5,9A
19,0 2,1AB
18,4 4,4A
7,6 1,3AB
19,1 2,5B
12,7 2,5AB
7,2 0,5B
19,4 8,9B
14,3 4,3B
2,2 1,1AB
11,9 1,1A
5,3 1,0A
21,7 4,1AB
5,5 1,3A
25,1 8,6AB

(20)
57,6 5,6B
53,8 5,2B
14,7 2,1BC
25,7 2,3B
69,5 4,4B
51,2 4,0A
17,8 1,5B
17,7 2,4A
7,3 0,6AB
18,2 1,5B
12,7 1,3AB
7,1 0,5B
20,2 7,1B
16,4 3,7AB
1,6 0,9BC
5,4 1,9CB
2,3 0,6CB
20,4 3,0ABC
4,3 1,1B
21,8 4,5B

(19)
58,6 5,6AB
56,0 5,5AB
14,9 1,3BC
25,5 2,8B
71,4 6,1AB
52,0 5,3A
18,1 1,9B
17,0 1,6A
7,1 0,7B
18,4 1,9B
12,6 2,5AB
7,1 0,8B
21,1 6,7B
16,4 3,2AB
1,7 1,0BC
12,2 1,2A
4,9 0,6A
19,7 2,8BC
4,2 1,0B
22,6 6,3B

Betina :
Jumlah contoh domba (ekor)
Tinggi pundak (cm)
Panjang badan (cm)
Lebar dada (cm)
Dalam dada (cm)
Lingkar dada (cm)
Tinggi kelangkang (cm)
Panjang kelangkang (cm)
Lebar pangkal paha (cm)
Lingkar kanon (cm)
Panjang tengkorak (cm)
Tinggi tengkorak (cm)
Lebar tengkorak (cm)
Panjang telinga (cm)
Lebar telinga (cm)
Panjang ekor (cm)
Lebar ekor (cm)
Bobot badan (kg)

(15)
52,8 5,0B
50,0 5,9
11,6 2,1C
22,0 2,6B
64,3 7,3
47,6 5,2B
18,9 2,2A
15,3 2,1B
6,7 0,5B
16,9 1,6AB
11,8 1,1
6,4 0,4
4,2 1,0B
1,9 0,4D
19,2 2,6AB
3,1 1,1C
16,8 4,1B

(6)
55,2 4,2AB
51,2 4,5
13,6 1,6B
23,7 2,6AB
68,7 6,3
47,5 5,1B
16,9 1,4AB
15,1 2,6B
6,7 0,6B
16,0 1,2B
11,4 0,4
7,0 0,5
4,7 1,8B
2,7 0,7C
20,8 3,6A
5,0 1,1AB
18,8 3,1B

(13)
59,2 5,0A
55,0 4,4
15,7 1,9A
25,2 3,2A
70,3 5,9
52,9 4,9A
18,6 0,8A
17,9 2,2A
7,5 0,7A
17,8 1,4A
11,8 0,8
6,8 1,0
13,3 1,7A
6,0 0,9A
20,7 4,6A
5,3 0,9A
22,4 3,2A

(8)
56,6 4,3AB
54,9 7,2
13,9 2,2AB
24,7 2,6AB
70,7 6,2
52,0 5,2AB
17,9 1,3AB
16,2 2,7AB
7,1 0,5AB
17,3 2,0AB
11,9 1,3
6,8 0,5
4,9 1,9B
2,4 0,6DC
18,9 2,9AB
3,3 1,2C
18,7 4,2B

(10)
57,0 4,1AB
52,8 4,9
14,0 1,4AB
24,4 2,9AB
67,0 5,9
51,1 5,1AB
17,8 0,9AB
16,9 1,9AB
6,7 0,6B
16,0 1,3B
11,8 1,0
6,9 0,5
12,0 1,4A
4,9 0,6B
17,2 2,8B
4,1 0,6BC
18,3 3,0B

Keterangan: huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata.

26

Tabel 9. Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Domba
Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I1 (1,0-1,5 tahun) untuk Jenis
Kelamin Jantan dan Betina
Ukuran-ukuran Tubuh
Margawati

Kelompok Domba
Tangkas
Pedaging
Tangkas
Wanaraja
Wanaraja Sukawening

Pedaging
Sukawening

Jantan :
Jumlah contoh domba (ekor)
Tinggi pundak (cm)
Panjang badan (cm)
Lebar dada (cm)
Dalam dada (cm)
Lingkar dada (cm)
Tinggi kelangkang (cm)
Panjang kelangkang (cm)
Lebar pangkal paha (cm)
Lingkar kanon (cm)
Panjang tengkorak (cm)
Tinggi tengkorak (cm)
Lebar tengkorak (cm)
Panjang tanduk (cm)
Lingkar pangkal tanduk (cm)
Jarak antar tanduk (cm)
Panjang telinga (cm)
Lebar telinga (cm)
Panjang ekor (cm)
Lebar ekor (cm)
Bobot badan (kg)

(3)
70,2 1,4A
67,1 1,7A
19,2 2,1AB
33,0 2,2A
89,6 3,3A
64,6 1,8A
21,7 1,5A
21,0 1,0A
9,7 0,6A
23,5 0,9A
16,3 0,9A
8,7 0,9A
36,5 8,9AB
24,9 0,9A
1,4 0,3
3,9 0,6B
2,4 0,1B
25,3 0,6
6,2 1,1
46,3 5,5A

(14)
70,8 6,2A
66,6 5,9AB
19,9 3,7A
33,1 4,3A
87,7 6,4A
57,311,6AB
21,0 1,4AB
21,7 3,4A
8,7 0,5B
22,9 2,1AB
16,3 1,9A
8,2 1,1AB
42,1 10,1A
23,7 3,7AB
1,3 0,3
4,7 1,6B
2,2 0,5B
24,7 3,3
6,6 1,4
44,0 13,3A

(6)
63,2 1,5B
59,1 2,8C
15,2 0,4C
27,1 0,6C
74,1 3,7C
52,3 3,7B
19,0 1,1C
17,3 1,3B
7,4 0,3C
19,7 0,9D
13,3 1,0B
7,5 0,7B
26,7 2,7C
18,6 1,5C
1,3 0,3
12,3 1,4A
5,0 0,7A
21,7 1,0
5,0 0,7
27,2 2,0B

(12)
(10)
66,9 6,2AB
65,9 3,8AB
63,8 3,8ABC 61,2 4,9BC
17,8 1,2ABC 16,8 2,0BC
31,0 1,3AB
29,7 1,8BC
B
81,3 4,6
78,4 4,2BC
AB
60,4 5,3
57,6 4,5AB
ABC
20,2 1,5
19,8 0,8BC
AB
19,6 1,0
18,9 2,3AB
B
8,1 0,6
8,1 0,5B
BC
21,5 1,0
20,5 0,9DC
15,5 0,6A
15,1 1,5A
AB
8,2 0,5
7,9 0,6AB
ABC
34,8 6,9
30,7 6,2BC
AB
22,9 2,2
21,5 1,8BC
1,6 0,4
1,2 0,4
5,2 1,6B
12,3 1,5A
2,2 0,6B
4,8 1,0A
23,0 4,5
24,8 2,6
5,9 1,3
5,6 1,3
34,1 4,7B
32,0 5,0B

Betina :
Jumlah contoh domba (ekor)
Tinggi pundak (cm)
Panjang badan (cm)
Lebar dada (cm)
Dalam dada (cm)
Lingkar dada (cm)
Tinggi kelangkang (cm)
Panjang kelangkang (cm)
Lebar pangkal paha (cm)
Lingkar kanon (cm)
Panjang tengkorak (cm)
Tinggi tengkorak (cm)
Lebar tengkorak (cm)
Panjang telinga (cm)
Lebar telinga (cm)
Panjang ekor (cm)
Lebar ekor (cm)
Bobot badan (kg)

(12)
63,1 2,9AB
58,1 4,1AB
14,3 1,9
26,8 1,9
74,5 3,5AB
55,8 2,0AB
19,2 1,0AB
17,3 1,6B
7,3 0,4AB
19,2 1,2AB
13,6 0,4
7,4 0,9AB
4,6 1,2B
2,0 0,4C
21,0 3,3
3,9 1,0B
26,9 1,6

(6)
64,8 4,5A
61,2 1,6A
16,6 1,7
28,9 1,2
79,3 4,9A
57,6 6,1A
20,3 1,2A
19,8 1,4A
7,3 0,5AB
19,8 1,2A
13,2 1,2
7,4 0,8AB
5,8 2,1B
2,8 0,8B
21,9 2,6
5,7 0,8A
29,2 4,6

(13)
63,2 4,8AB
59,0 5,5AB
16,1 3,4
28,1 3,2
77,9 9,7AB
56,6 5,6AB
19,6 1,5AB
20,2 3,4A
7,8 0,9A
20,3 2,1A
13,6 2,2
7,3 1,0AB
13,5 1,9A
5,6 1,0A
21,8 2,6
4,4 1,2B
29,5 12,2

(6)
61,3 5,8AB
59,5 7,8AB
15,6 2,2
27,6 2,1
78,2 6,4AB
54,0 4,4AB
19,9 1,1AB
17,8 0,9AB
7,4 0,7A
19,7 1,1A
13,5 1,3
8,1 0,9A
5,6 1,7B
2,3 0,7CB
21,8 3,0
4,6 1,3AB
27,2 7,9

(7)
58,5 3,5B
54,2 3,3B
14,7 1,9
26,5 2,8
71,0 5,6B
52,3 3,9B
18,8 0,8B
18,0 1,7AB
6,6 0,4B
17,7 0,7B
12,4 1,4
6,8 0,5B
12,9 1,0A
5,4 0,4A
19,6 2,2
4,0 1,2B
23,2 5,4

Keterangan: huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata.

27

Tabel 10. Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Domba
Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I2 (1,5-2,0 tahun) untuk Jenis
Kelamin Jantan dan Betina
Ukuran-ukuran Tubuh
Margawati
Jantan :
Jumlah contoh domba (ekor)
Tinggi pundak (cm)
Panjang badan (cm)
Lebar dada (cm)
Dalam dada (cm)
Lingkar dada (cm)
Tinggi kelangkang (cm)
Panjang kelangkang (cm)
Lebar pangkal paha (cm)
Lingkar kanon (cm)
Panjang tengkorak (cm)
Tinggi tengkorak (cm)
Lebar tengkorak (cm)
Panjang tanduk (cm)
Lingkar pangkal tanduk (cm)
Jarak antar tanduk (cm)
Panjang telinga (cm)
Lebar telinga (cm)
Panjang ekor (cm)
Lebar ekor (cm)
Bobot badan (kg)
Betina :
Jumlah contoh domba (ekor)
Tinggi pundak (cm)
Panjang badan (cm)
Lebar dada (cm)
Dalam dada (cm)
Lingkar dada (cm)
Tinggi kelangkang (cm)
Panjang kelangkang (cm)
Lebar pangkal paha (cm)
Lingkar kanon (cm)
Panjang tengkorak (cm)
Tinggi tengkorak (cm)
Lebar tengkorak (cm)
Panjang telinga (cm)
Lebar telinga (cm)
Panjang ekor (cm)
Lebar ekor (cm)
Bobot badan (kg)

(0)

(11)
64,5 3,1
61,1 4,2
14,4 1,7
29,1 2,3
76,7 3,2
55,4 2,7
19,5 0,5
17,6 2,7
7,6 0,6
19,4 1,5
13,7 0,4
7,9 0,6
4,5 1,3C
2,2 0,3B
20,9 3,2AB
4,61,2
29,13,0

Kelompok Domba
Tangkas
Pedaging
Tangkas
Wanaraja
Wanaraja Sukawening

Pedaging
Sukawening

(4)
74,4 4,8
73,6 0,7A
24,7 2,2A
34,7 4,5
96,7 1,9A
68,2 5,8A
23,7 1,5A
22,3 1,2A
9,8 0,2A
24,9 1,5A
19,5 2,4A
9,1 0,5
49,7 6,0A
26,2 1,6A
1,6 0,7
5,4 1,0B
2,0 0,4B
24,7 3,9
7,2 0,3A
52,5 3,2

(2)
73,9 2,9
62,7 0,7B
19,3 0,1B
31,9 0,8
85,2 3,2B
62,2 1,1AB
20,0 0,0B
18,2 0,3B
8,3 0,4BC
21,3 1,9B
15,8 1,0B
7,6 1,1
35,9 1,3B
20,4 0,1B
1,7 0,5
12,0 0,3A
5,3 1,1A
25,1 5,5
7,4 1,0A
39,0 3,8

(3)
73,2 2,8
68,7 5,9AB
21,3 2,3AB
33,4 1,3
90,9 4,7AB
63,0 2,6AB
20,7 1,5B
21,6 1,9AB
8,8 1,1AB
22,8 2,2AB
16,7 0,6AB
8,1 1,2
37,5 7,0AB
24,3 1,8AB
1,9 0,1
4,6 1,0B
2,2 0,3B
23,6 4,9
6,3 1,6AB
42,7 8,2

(3)
68,6 3,3
65,5 0,6B
17,7 0,8B
32,3 2,0
83,0 7,8B
55,7 1,1B
20,3 1,1B
18,7 2,5B
7,4 0,5C
21,8 1,0AB
14,7 1,4B
8,3 0,9
39,9 7,9AB
22,3 3,2AB
2,0 0,9
11,5 2,3A
4,3 1,0A
21,8 1,3
4,8 1,3B
38,9 9,4

(10)
65,2 3,8
62,1 4,6
15,8 2,2
28,8 2,2
79,3 5,7
55,7 3,4
19,7 1,2
18,7 1,2
7,4 0,5
18,9 1,7
13,5 0,8
8,1 0,4
6,2 1,6B
2,8 0,8B
23,6 1,9A
5,3 1,3
30,7 3,4

(10)
62,1 2,3
59,3 3,3
16,4 2,5
29,4 2,2
79,1 8,6
54,8 2,3
19,2 1,9
19,4 2,6
7,1 0,6
19,4 1,3
13,1 0,7
7,8 1,0
12,3 1,6A
5,4 1,0A
20,1 2,0B
5,3 1,4
30,4 6,9

(8)
64,2 3,4
61,0 3,4
15,5 0,7
30,2 2,4
78,9 3,7
56,2 4,4
19,2 0,9
18,2 0,8
7,2 0,8
19,2 0,7
13,4 0,8
7,9 0,6
4,6 1,5C
2,4 0,4B
22,8 2,9AB
5,1 1,3
27,7 2,9

(5)
65,1 6,2
60,7 5,5
16,3 2,0
29,6 2,3
81,5 6,5
56,2 4,9
20,0 1,6
19,0 2,5
7,3 0,8
19,1 0,7
13,2 1,2
7,9 0,7
12,1 0,7A
5,5 0,9A
21,8 4,3AB
5,1 1,2
29,3 2,4

Keterangan: huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata.

28

Tabel 11. Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Domba
Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I3 (2,5-3,0 tahun) dan I4 (3,0-4,0
tahun) untuk Jenis Kelamin Betina
Kelompok Domba
Tangkas
Pedaging
Tangkas
Wanaraja
Wanaraja Sukawening

Pedaging
Sukawening

(8)
65,9 6,4
61,7 4,4
16,6 2,9
31,5 3,2A
85,4 10,7A
53,7 7,9
20,2 1,5
19,3 2,8AB
7,4 0,7
20,2 1,8A
13,9 2,2
8,6 0,6A
5,7 1,8B
2,6 0,7B
21,5 2,4
5,3 1,6A
32,0 5,7

(7)
63,7 4,0
61,0 5,2
17,5 2,5
29,7 2,5AB
81,3 4,7AB
55,7 4,2
20,0 0,6
19,7 2,2A
7,1 0,9
16,9 3,0B
13,4 0,8
8,2 0,8A
11,7 1,9A
4,9 0,9A
21,7 2,9
5,2 1,3A
31,9 5,6

(10)
62,9 3,4
58,5 5,1
15,2 1,7
27,6 1,7B
76,5 4,9B
54,6 2,7
18,9 1,5
17,2 2,3B
6,8 0,4
19,3 1,0A
13,2 0,8
7,5 0,8B
4,6 1,6B
2,3 0,6B
19,4 2,1
4,1 1,0AB
28,4 3,9

(7)
64,1 6,0
61,3 4,9
15,7 1,4
29,1 1,2B
80,2 3,8AB
56,6 5,3
20,1 1,1
18,8 1,4AB
7,0 0,6
18,8 0,6A
13,1 0,6
8,4 0,4A
12,6 1,7A
5,0 0,9A
21,1 1,9
4,4 0,6AB
29,3 3,8

Kelompok Umur I4 (3,0-4,0 tahun) :


(25)
Jumlah contoh domba (ekor)
(7)
61,5 2,7B
Tinggi pundak (cm)
64,8 5,2AB
59,2 3,1B
64,3 3,1A
Panjang badan (cm)
C
Lebar dada (cm)
13,3 0,8
16,8 1,6A
B
Dalam dada (cm)
27,5 1,3
30,8 2,1A
C
Lingkar dada (cm)
77,3 4,0
82,5 4,5AB
B
Tinggi kelangkang (cm)
53,4 2,8
54,9 3,0AB
Panjang kelangkang (cm)
19,8 1,4
20,6 1,3
Lebar pangkal paha (cm)
20,6 1,9AB
17,2 1,2D
Lingkar kanon (cm)
7,4 0,5
7,5 0,4
Panjang tengkorak (cm)
20,1 1,8A
20,5 1,1A
Tinggi tengkorak (cm)
13,9 0,6A 13,4 1,0AB
Lebar tengkorak (cm)
7,7 0,7B
8,8 0,6A
B
Panjang telinga (cm)
5,1 1,4
5,7 1,6B
C
Lebar telinga (cm)
2,1 0,5
2,2 0,6C
Panjang ekor (cm)
20,1 2,9BC 22,5 2,6AB
Lebar ekor (cm)
3,5 1,0C
5,7 0,9A
BC
Bobot badan (kg)
29,5 2,9
32,0 1,2B

(7)
65,4 3,9A
63,8 4,3A
17,3 2,7A
30,9 2,8A
85,0 8,1A
56,4 3,4A
19,9 1,5
21,5 2,5A
7,6 0,7
20,1 2,3A
13,1 0,9B
8,0 1,0B
12,3 1,5A
5,9 1,3A
23,6 3,4A
5,8 1,5A
38,1 8,2A

(18)
64,9 3,9AB
62,2 3,0AB
16,2 1,7AB
29,8 0,6A
79,7 3,9BC
57,8 2,7A
19,7 1,1
19,5 1,7BC
7,2 0,4
19,5 1,0AB
13,2 0,7AB
8,3 0,5AB
4,9 1,4B
2,3 0,5C
20,2 3,0BC
4,6 0,9B
30,4 4,7BC

(11)
61,7 3,9B
58,9 5,5B
15,1 1,1B
28,2 2,3B
78,4 3,5BC
55,2 4,2AB
19,5 1,1
18,8 1,4C
7,2 0,5
18,8 1,2B
13,1 1,1B
7,7 0,6B
12,4 1,3A
4,9 0,8B
18,7 3,6C
3,5 0,4C
27,8 4,3C

Ukuran-ukuran Tubuh
Margawati
Kelompok Umur I3 (2,5-3,0 tahun) :
(10)
Jumlah contoh domba (ekor)
66,3 3,7
Tinggi pundak (cm)
62,0 3,7
Panjang badan (cm)
15,4 1,7
Lebar dada (cm)
29,9 1,8AB
Dalam dada (cm)
Lingkar dada (cm)
80,6 5,0AB
Tinggi kelangkang (cm)
57,6 3,4
Panjang kelangkang (cm)
19,6 1,1
Lebar pangkal paha (cm)
18,1 1,7AB
Lingkar kanon (cm)
7,3 0,3
Panjang tengkorak (cm)
20,7 1,9A
Tinggi tengkorak (cm)
14,0 0,4
Lebar tengkorak (cm)
8,3 0,6A
Panjang telinga (cm)
4,8 1,2B
Lebar telinga (cm)
1,9 0,5B
Panjang ekor (cm)
20,7 2,5
Lebar ekor (cm)
3,9 1,0B
Bobot badan (kg)
32,4 4,8

Keterangan: huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata.

29

Pada kelompok umur 1,0 sampai 1,5 tahun (I1), dari Tabel 9 menunjukkan
bahwa kelompok domba Margawati jantan memiliki rerata ukuran tubuh yang paling
besar. Kelompok domba Margawati, tangkas Wanaraja dan tangkas Sukawening
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini disebabkan persamaan asal usul
dari domba tersebut, serta adanya persamaan dalam perlakuan dari segi pemberian
pakan maupun pemeliharaannya. Selain itu, domba tangkas sering dilakukan
pengurutan pada badan dan tanduk untuk merangsang pertumbuhannya, domba
dilatih berjalan untuk menguatkan ototnya.
Motivasi para peternak dalam memelihara domba tangkas tidak hanya karena
hobi tetapi karena harga jual yang tinggi. Kecamatan Wanaraja memiliki tempat adu
ketangkasan domba Garut, sehingga peternak lebih termotivasi lagi untuk
membentuk performa domba tangkas yang bagus dan berprestasi baik. Menurut
Triwulaningsih et al. (1981), bahwa adanya unsur seleksi terhadap domba Garut
tidak saja terarah terhadap sifat tangkas tetapi juga terhadap nilai ekonomis.
Ukuran-ukuran tubuh domba padaging Wanaraja jantan sebagian besar tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata dengan domba pedaging Sukawening jantan,
begitu juga dengan kelompok domba tangkas Wanaraja jantan tidak menunjukkan
perbedaan yang

nyata dengan domba tangkas Sukawening. Diwyanto (1982)

menjelaskan bahwa besar kecilnya ukuran tubuh pada domba tergantung pada tujuan
pemeliharaannya. Domba Garut tangkas diarahkan terhadap domba tangkas yang
memiliki tubuh lebih besar, aktif dan mempunyai karakteristik tertentu (Mulliadi,
1996).
Pada kelompok domba tangkas Wanaraja betina umur I1 memiliki rerata
ukuran tubuh paling besar, tetapi sebagian besar ukuran tubuhnya tidak berbeda
nyata dengan kelompok domba yang lain. Hal ini disebabkan karena tidak
berbedanya sistem pemeliharaan domba betina umur I1 dari kelima kelompok domba
dan unsur seleksi pada domba betina tidak begitu ketat dibandingkan pada domba
jantan.
Pada kelompok umur 1,5 sampai 2,0 tahun (I2), dari Tabel 10 ini
menunjukkan bahwa ukuran-ukuran tubuh, kecuali ukuran telinga dan panjang ekor
dari kelompok domba tangkas Wanaraja, tangkas Sukawening, pedaging Wanaraja
dan Sukawening tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada jenis kelamin betina.

30

Pada domba jantan, menunjukkan bahwa kelompok domba tangkas Wanaraja


memiliki ukuran tubuh paling besar. Sebagian besar ukuran tubuh domba tangkas
Wanaraja tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kelompok domba
tangkas Sukawening, tetapi berbeda nyata dengan domba pedaging Wanaraja dan
pedaging Sukawening.
Domba tangkas Sukawening kurang berkembang dengan baik karena masih
beradaptasi terhadap lingkungan yang baru dan cara pemeliharaan yang berbeda.
Apabila ternak sulit beradaptasi dengan lingkungannya maka produktivitas ternak
tersebut akan rendah (Williamson dan Payne, 1993). Lingkungan memiliki pengaruh
terhadap perkembangan domba tangkas Sukawening, dimana kebanyakan domba
tangkas Sukawening merupakan hasil seleksi yang didatangkan dari luar Sukawening
terutama dari Cikajang dan BPPTD Margawati. Ternak yang secara genetik unggul
tidak akan menampilkan keunggulan optimal jika tidak didukung oleh faktor
lingkungan yang baik (Noor, 2000).
Dari Tabel 11 dapat dilihat ukuran-ukuran tubuh dari kelima kelompok
domba betina umur 2,5-3,0 tahun (I3) dan 3,5-4,0 tahun (I4). Pada kelompok umur I3,
sebagian besar ukuran-ukuran tubuh dari kelima kelompok domba betina tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata. Perbedaan ukuran tubuh dari kelima kelompok
domba terlihat pada ukuran dalam dada, lingkar dada, lebar pangkal paha, panjang
tengkorak, lebar tengkorak, panjang dan lebar telinga, serta lebar ekor.
Pada kelompok umur I4 (Tabel 11), menunjukkan bahwa kelompok domba
pedaging Wanaraja betina sebagian besar memiliki rerata ukuran tubuh paling besar,
berbeda nyata dengan kelompok domba pedaging Sukawening. Kelompok domba
pedaging Sukawening memiliki rerata ukuran tubuh paling kecil, tetapi tidak berbeda
nyata dengan kelompok domba tangkas Sukawening. Sebagian besar rerata ukuran
tubuh domba Margawati, domba tangkas Wanaraja dan domba tangkas Sukawening
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Perbedaan dan persamaan ukuran-ukuran tubuh domba betina umur I3 dan I4
dari kelima kelompok domba tersebut, disebabkan adanya perbedaan tipe domba
Garut, adanya persilangan, seleksi, manajemen, faktor lingkunga dan genetik, serta
keluar masuknya domba dari lokasi penelitian terutama domba-domba di Kecamatan
Wanaraja dan Sukawening. Triwulaningsih et al. (1981) menjelaskan bahwa

31

perbedaan karakteristik ukuran tubuh disebabkan oleh adanya seleksi yang terus
menerus dan cara pemeliharaan yang berbeda, diduga juga disebabkan adanya
perbedaan sebaran dari pengaruh domba Merino dan domba Afrikander.
Dilihat dari bobot badan kelima kelompok domba dan umur yang berbeda,
menunjukkan bahwa domba betina lebih kecil dibandingkan dengan domba jantan.
Terlihat kecenderungan bobot badan domba Garut jantan dari masing-masing
kelompok masih terus bertambah besar sampai umur tersebut. Sedangkan pada
betina, setelah berumur I3 cenderung tidak mengalami pertambahan bobot badan.
Cara pemeliharaan domba jantan lebih intensif dan pemberian makanan yang lebih
baik biasanya diberi makanan tambahan, disamping kemungkinan perbedaan faktor
genetik pada domba (Triwulaningsih et al., 1981).
Bobot badan kelompok domba tangkas Wanaraja jantan berbeda nyata
dengan domba Margawati, tangkas Sukawening dan pedaging Sukawening pada
umur I0, serta domba tangkas Wanaraja jantan tidak berbeda dengan domba
Margawati pada umur I1. Bobot badan domba jantan terbesar pada kelompok domba
tangkas Wanaraja saat umur I2 sebesar 52,5 kg dan saat umur I0 sebesar 30,1 kg.
Bobot badan terbesar saat umur I1 adalah sebesar 46,3 kg pada domba Margawati.
Bobot badan domba betina kelompok umur I1, I2 dan I3 tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata dari kelima kelompok domba. Hal ini disebabkan kebanyakan
para peternak kurang melakukan seleksi pada betina dan tidak membedakan
pemeliharaan domba betina tangkas dan pedaging. Pada kelompok umur I0 dan I4
menunjukkan perbedaan yang nyata antara kelompok domba pedaging Wanaraja
dengan kelompok domba yang lain. Bobot badan domba betina terbesar adalah
sebesar 38,1 kg pada domba pedaging Wanaraja saat umur I4.
Pertumbuhan dan bobot badan domba Garut diduga dipengaruhi oleh domba
Merino sebagai salah satu asal dari domba Garut yang mempunyai bobot badan yang
tinggi (Triwulaningsih et al., 1981). Perbedaan bobot badan dari kelima kelompok
domba tersebut, mungkin disebabkan adanya perbedaan struktur genetiknya serta
perbedaan lingkungan dan tatalaksana di masing-masing lokasi penelitian (Diwyanto,
1982).
Hasil penelitian ini menunjukkan bobot badan yang lebih rendah pada domba
jantan dan tidak jauh berbeda pada betina, bila dibandingkan dengan laporan

32

terdahulu yang menunjukkan bahwa bobot badan domba Garut dewasa adalah
sebesar 60-80 kg dan 30-40 kg untuk jantan dan betina (Merkens dan Soemirat,
1926) serta 45- 53 kg dan 29-31 kg untuk jantan dan betina (Diwyanto, 1982).
Dengan demikian terlihat adanya indikasi bahwa rerata bobot badan domba Garut
jantan saat ini telah mengalami kemunduran yang cukup besar dibanding domba
betina, jika dibandingkan dengan domba Garut 80 tahun yang lalu. Bobot badan
domba Garut jantan dan betina tidak mengalami kemunduran yang cukup besar bila
dbandingkan domba Garut 24 tahun yang lalu.
Rerata bobot badan domba Garut jantan terbesar terdapat pada kelompok
tangkas Wanaraja, sedangkan betina terbesar terdapat pada kelompok domba
pedaging Wanaraja. Dengan demikian persilangan antara domba tangkas dan
pedaging diharapkan dapat meningkatkan bobot badan domba Garut, tetapi belum
diketahui hasil dari persilangan domba tersebut terutama komposisi antara daging
dan tulangnya.
Panjang tanduk dan lingkar pangkal tanduk pada kelima kelompok domba
tersebut mengalami pertambahan panjang dan lingkar tanduk seiring dengan
pertambahan umur tanduk tersebut, sehingga jarak antar tanduk dari kelima
kelompok domba mengalami penyempitan saat umur I1. Dari contoh domba yang
diteliti, domba Garut jantan 100% meiliki tanduk, sedangkan domba Garut betina
yang bertanduk sangat sedikit (3%) dan sebagian kecil domba betina memiliki
benjolan tanduk ( kurang dari 10%). Menurut Mulliadi (1996) bahwa tanduk disebut
benjolan apabila panjang tanduk kurang dari 4 cm dan dikatakan bertanduk bila
menampakkan tonjolan tanduk lebih dari 4 cm.
Panjang dan lebar pangkal tanduk domba tangkas Wanaraja umur I0 paling
besar, berbeda nyata dengan kelompok domba yang lain. Sedangkan pada umur I1,
panjang dan lebar pangkal tanduk domba Margawati, tangkas Wanaraja dan tangkas
Sukawening tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Sifat tanduk pada domba
tangkas lebih kokoh, kuat dan berkembang, tampak dari guratan-guratan transversal
yang muncul lebih banyak dan rapat pada tanduk (Mulliadi, 1996). Sifat pertandukan
ini diduga berasal dari domba Ronderib, Namaqua serta Merino, dimana domba yang
jantan bertanduk sedangkan domba betina tidak bertanduk (Triwulaningsih et al.,
1981).

33

Sifat genetik tanduk diketahui tidak bertanduk sebagai gen dominan dan
bertanduk gen resesif (Warwick et al., 1983). Sifat tanduk pada domba dipengaruhi
jenis kelamin walaupun gen pertandukan terletak pada autosom (Lasley, 1978).
Munculnya tanduk pada domba Garut tangkas selain dipengaruhi jenis kelamin, juga
ditentukan oleh tiga alel P, P dan p, sedangkan pada domba lain hanya dipengaruhi
dua alel P dan p. Genotipe jantan bertanduk adalah pp, PP, Pp dan tidak bertanduk
Pp, PP, PP. Genotipe betina bertanduk PP atau Pp dan benjolan pp (Mulliadi,
1996).
Ukuran tanduk yang diperoleh dari umur satu sampai dua tahun, memiliki
rerata panjang tanduk antara 26,7-49,7 cm dengan rerata lingkar pangkal tanduk
antara 18,6-26,2 cm. Hasil penelitian Diwyanto (1982), menyebutkan panjang tanduk
pada domba di Garut berkisar antara 43,22-56,00 cm dan menurut Anang (1992)
pada domba tangkas memiliki rerata panjang tanduk 50,042,33 cm dengan rerata
lingkar pangkal tanduk 24,432,33 cm.
Para peternak memelihara tanduk pada domba untuk bertanding dan
kegagahan dari ternaknya. Domba yang memiliki tanduk yang besar dengan bentuk
tertentu akan mempengaruhi harga jual terutama domba tipe tangkas. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya bentuk tanduk domba Garut, seperti gayor, golong
tambang, leang, ngabendo, sogong, hamin lebe dan japlang. Bentuk gayor
merupakan bentuk tanduk yang dominan sehingga dapat dikatakan merupakan ciri
khas atau karakteristik utama tanduk domba Garut jantan (Heriyadi, 2005).
Rerata panjang dan lebar telinga pada kedua jenis kelamin dan umur yang
berbeda, secara umum menunjukkan ukuran telinga terpanjang dan terlebar
ditampilkan oleh kelompok domba pedaging Wanaraja dan Sukawening, berbeda
nyata dengan kelompok domba Margawati, tangkas Wanaraja dan Sukawening.
Domba pedaging diduga banyak memiliki sifat domba Namaqua dan Ronderib untuk
telinganya yang bertelinga masing-masing 13 cm dan antara 13-15 cm
(Triwulaningsih et al., 1981). Telinga rumpung pada domba tangkas lebih
diutamakan, karena dapat menghindari lecet atau luka dan menahan getaran suara
yang masuk telinga saat beradu (Mulliadi, 1996). Sifat telinga rumpung pada domba
Garut diduga dari domba Merino, domba Transvaal Afrikander dan domba Damara
Afrikander yang bertelinga kecil (Triwulaningsih et al., 1981).

34

Hasil penelitian ini menunjukkan domba Garut tipe tangkas memiliki panjang
telinga yang berkisar antara 3,9-6,2 cm, sedangkan tipe pedaging berkisar antara
11,5-13,5 cm. Domba pedaging mempunyai ukuran telinga yang jauh lebih panjang
dibandingkan domba tangkas (Triwulaningsih et al., 1981). Diwyanto (1982)
mengistilahkan tipe telinga berdasarkan panjang telinga menjadi tiga kategori yaitu
tipe pendek atau rumpung (<4 cm), medium atau daun hiris (5-8 cm) dan tipe
panjang atau rubak (>9 cm). Dengan demikian, domba Garut jantan dan betina pada
kelompok umur berbeda memiliki tipe telinga medium atau daun hiris untuk
kelompok domba Margawati, tangkas Wanaraja dan tangkas Sukawening serta
bertipe panjang atau rubak untuk kelompok domba pedaging Wanaraja dan pedaging
Sukawening.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Mulliadi (1996) yang
menunjukkan bahwa hampir seluruh tipe telinga domba tangkas adalah rumpung
baik jantan maupun betina, sedangkan pada telinga domba pedaging tidak berbeda
yaitu memiliki tipe telinga rubak. Perbedaan tipe telinga pada domba Garut tangkas
ini diperkirakan terjadi karena adanya persilangan antara domba Garut tangkas
dengan domba pedaging untuk meningkatkan mutu genetik domba Garut. Hal ini
didasarkan pada pendapat Diwyanto (1982) yang menyatakan bentuk telinga yang
kecil dipengaruhi oleh sepasang gen resesif homozigot, telinga sedang diakibatkan
gen heterozigot dan telinga rubak dalam keadaan homozigot dominan. Jadi
persilangan antara telinga yang kecil dengan telinga rubak akan menghasilkan telinga
sedang.
Terhadap ukuran-ukuran bagian tubuh seperti tinggi pundak, panjang badan,
lebar dada, dalam dada, lingkar dada, tinggi dan panjang kelangkang dan lebar
pangkal paha, domba tangkas Wanaraja jantan umur I0 paling tinggi dibanding
ukuran tubuh dari kelompok domba yang lain. Pada domba betina umur I0, kelompok
domba pedaging Wanaraja memiliki ukuran tubuh yang paling tinggi. Pada
kelompok umur di atas satu tahun, menunjukkan bahwa domba Margawati jantan
memiliki ukuran tubuh paling tinggi dibandingkan kelompok domba yang lain. Pada
kelompok domba betina, sebagian besar domba pedaging Wanaraja memiliki ukuran
tubuh paling tinggi. Tetapi pada domba betina tidak menunjukkan perbedaan ukuran
bagian tubuh dari kelima kelompok domba. Perbedaan ukuran tubuh pada jantan

35

disebabkan adanya seleksi terhadap ukuran bagian tubuh tersebut berkaitan dengan
pernafasan yang panjang dan kuat serta ukuran tubuh yang tinggi diperlukan pada
saat beradu (Riwantoro, 2005).
Rerata tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada, dalam dada, lebar dada
yang tidak menunjukkan perbedaan bahkan ada yang lebih besar bila dibandingkan
dengan laporan terdahulu yang menunjukkan bahwa tinggi pundak, panjang badan,
lingkar dada, dalam dada dan lebar dada domba Garut jantan yang berumur lebih dari
1 tahun adalah sebesar 50-72 cm untuk tinggi pundak, 54-64 cm untuk panjang
badan, 66-86 cm untuk lingkar dada, 24-32 cm untuk dalam dada dan 13-18 cm
untuk lebar dada (Diwyanto, 1982). Apabila dibandingkan dengan laporan Merkens
dan Soemirat (1926), menunjukkan bahwa untuk domba dewasa jantan tidak ada
yang mencapai tinggi pundak sebesar 75 cm, panjang badan sebesar 76 cm, dalam
dada sebesar 35 cm dan lebar dada sebesar 23 cm.
Domba Garut jantan pada masing-masing kelompok domba cenderung
mempunyai tinggi pundak yang lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi kelangkang.
Rerata tinggi pundak, panjang badan, lebar dada, lingkar pangkal paha, dalam dada
dan lingkar dada pada kelompok domba tangkas umur lebih dari 1 tahun cenderung
lebih besar bila dibandingkan dengan kelompok domba pedaging. Hal ini disebabkan
setelah umur 1 tahun, domba Garut tangkas jantan diperlakukan istimewa dalam
manajemen pemeliharaannya yang lebih intensif, terutama domba tangkas jantan
yang dipersiapkan untuk dipertandingkan. Selain itu, pemberian makanan sehari-hari
sepeti rumput, ampas tahu, kulit kacang, telur dan madu memberikan pengaruh
terhadap pertumbuhan dan kesehatan domba.
Pada kelima kelompok domba betina menunjukkan tinggi pundak, panjang
badan, lingkar dada, dalam dada dan lebar dada yang tidak berbeda bahkan banyak
yang lebih besar bila dibandingkan dengan laporan Diwyanto (1982), yang
menyebutkan bahwa domba Garut betina umur lebih dari 1 tahun adalah sebesar 5863 cm untuk tinggi pundak, 51-58 cm untuk panjang badan, 65-75 cm untuk lingkar
dada, 24-28 cm untuk dalam dada dan 13-16 cm untuk lebar dada. Apabila
dibandingkan dengan laporan Merkens dan Soemirat (1926), menunjukkan bahwa
untuk domba betina dewasa tidak ada yang mencapai tinggi pundak sebesar 72 cm,
panjang badan sebesar 65 cm, dalam dada sebesar 32 dan lebar dada sebesar 18 cm.

36

Domba Garut betina pada masing-masing kelompok domba cenderung


mempunyai tinggi pundak yang lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi kelangkang
dan lebar pangkal paha lebih lebar dibandingkan dengan lebar dada. Rerata semua
ukuran bagian tubuh dari kelima kelompok umur tersebut cenderung tidak
menunjukkan perbedaan antara domba Garut betina tipe tangkas dengan tipe
pedaging. Hal ini disebabkan adanya perlakuan yang sama antara domba betina
tangkas dan pedaging dalam pemeliharaannya, terjadi biak dalam serta kurangnya
seleksi yang dilakukan pada domba betina.
Lingkar kanon pada kelompok domba jantan, menunjukkan bahwa kelompok
domba tangkas Wanaraja umur I2 berbeda nyata dengan kelompok domba pedaging
Sukawening dan pedaging Wanaraja. Kelompok domba Margawati umur I1 berbeda
nyata dengan kelompok domba yang lain. Lingkar kanon pada kelompok betina,
menunjukkan bahwa kelompok domba pedaging Wanaraja berbeda nyata domba
pedaging Sukawening pada umur I0 dan I1, sedangkan pada umur I2, I3 dan I4 tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata antara kelima kelompok domba tersebut.
Lingkar kanon pada penelitian ini menunjukkan ukuran lingkar kanon yang
terbesar pada kelompok domba tangkas Wanaraja jantan sebesar 9,8 cm dan domba
pedaging Wanaraja betina sebesar 7,8 cm. Lingkar kanon ini memiliki ukuran yang
lebih rendah apabila dibandingkan dengan laporan Merkens dan Soemirat (1926)
yang menunjukkan bahwa lingkar kanon domba Garut dewasa adalah sebesar 11 cm
dan 9 cm untuk jantan dan betina, serta menunjukkan lingkar kanon yang cukup
besar apabila dibandingkan dengan hasil laporan Diwyanto (1982) yaitu sebesar 8,5
cm dan 7,2 cm untuk jantan dan betina. Dengan demikian ada indikasi bahwa rerata
lingkar kanon domba Garut jantan dan betina saat ini mengalami peningkatan
dibandingkan domba Garut jantan dan betina 24 tahun yang lalu.
Diwyanto (1982) menyatakan bahwa bentuk ekor dapat dikategorikan ke
dalam tiga tipe berdasarkan lebarnya ekor, yaitu ekor tipis (<4 cm), ekor sedang (5-8
cm) dan ekor gemuk (>9 cm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa domba Garut
tipe tangkas dan pedaging sebagian besar memiliki bentuk ekor sedang pada jantan
dan bentuk ekor tipis sampai sedang untuk betina. Berbeda dengan Mulliadi (1996),
yang menyatakan bahwa ekor domba tangkas jantan banyak ditemukan yang
memiliki pangkal gemuk (61,61%) dan betina lebih banyak yang bertipe ekor sedang

37

(80,11%), sedangkan tipe pedaging banyak memiliki tipe ekor sedang pada jantan
dan betina.
Rerata panjang ekor domba jantan terbesar ditampilkan oleh domba
Margawati (25,3 cm), sedangkan lebar ekor terbesar ditampilkan oleh domba
pedaging Wanaraja (7,4 cm). Rerata panjang ekor domba betina terpanjang
ditampilkan oleh domba tangkas Wanaraja dan pedaging Wanaraja sebesar 23,6 cm
dan rerata lebar ekor domba betina terlebar ditampilkan oleh domba pedaging
Wanaraja sebesar 5,8 cm. Hasil penelitian ini menunjukkan rerata panjang dan lebar
ekor domba Garut yang lebih besar dibandingkan hasil penelitian Riwantoro (2005)
yang menunjukkan panjang ekor berkisar antara 20,2-22,55 cm serta 18,8-19,5 cm
untuk jantan dan betina, sedangkan lebar ekor berkisar antara 3,0-4,6 cm serta 2,93,4 cm untuk jantan dan betina.
Domba-domba di Kecamatan Wanaraja memiliki panjang dan lebar ekor
paling besar dibandingkan domba-domba di Kecamatan Sukawening dan Margawati.
Hal ini disebabkan peternak di Kecamatan Wanaraja memberikan makanan yang
baik pada dombanya, sehingga terjadi penimbunan lemak pada pangkal ekornya.
Merkens dan Soemirat (1926) menyatakan bahwa ciri pengenal domba Garut adalah
sifat pembentukan lemak pada dasar ekor, yang mengakibatkan ekor domba
kelihatan lebar sekali pada domba-domba yang mendapatkan pakan yang baik.
Heriyadi et al. (2002) menyatakan, bahwa domba Garut jantan dan betina memiliki
ekor berbentuk segitiga terbalik, gemuk atau berlemak pada pangkal ekor dan
mengecil ke bagian bawah.
Dilihat dari koefisien keragaman ukuran-ukuran tubuh pada setiap kelompok
domba jantan dan betina umur kurang dari 1 tahun disajikan pada Tabel 12 dan umur
lebih dari 1 tahun disajikan pada Tabel 13. Dari Tabel 12 tampak memperlihatkan
keseragaman ukuran-ukuran tubuh dengan koefisien keragaman antara 3,51-62,63%.
Keseragaman ukuran-ukuran tubuh domba jantan (6,33-62,63%) lebih beragam
dibandingkan domba betina (3,51-38,88%). Hal ini disebabkan pertumbuhan pada
domba jantan lebih cepat dibandingkan domba betina dan akibat seleksi yang
kebanyakan dilakukan pada domba jantan. Keragaman ukuran tubuh domba yang
tinggi pada umur kurang dari 1 tahun, disebabkan adanya perbedaan pertumbuhan
yang cepat terutama pertumbuhan kerangka atau tulang serta daging.

38

Tabel 12. Koefisien Keragaman Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap
Kelompok Domba Umur I0 (<1 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan
Betina
Ukuran-ukuran Tubuh

Kelompok Domba
Pedaging
Tangkas
Wanaraja Sukawening

Margawati

Tangkas
Wanaraja

Pedaging
Sukawening

Jantan :
Jumlah contoh domba (ekor)
Tinggi pundak (%)
Panjang badan (%)
Lebar dada (%)
Dalam dada (%)
Lingkar dada (%)
Tinggi kelangkang (%)
Panjang kelangkang (%)
Lebar pangkal paha (%)
Lingkar kanon (%)
Panjang tengkorak (%)
Tinggi tengkorak (%)
Lebar tengkorak (%)
Panjang tanduk (%)
Lingkar pangkal tanduk (%)
Jarak antar tanduk (%)
Panjang telinga (%)
Lebar telinga (%)
Panjang ekor (%)
Lebar ekor (%)
Bobot badan (%)

(15)
11,30
13,16
16,26
12,89
15,36
9,93
9,04
14,67
12,50
17,50
13,22
9,37
54,46
31,19
42,86
36,36
30,00
17,89
33,33
39,13

(21)
11,29
10,89
16,07
10,99
12,06
11,40
9,18
14,81
10,13
11,90
19,29
9,09
44,79
26,42
40,00
27,12
23,08
9,54
18,18
30,90

(11)
11,05
11,68
62,63
11,15
16,12
11,05
11,05
23,91
17,10
13,09
19,68
6,94
45,88
30,07
50,00
9,24
18,87
18,89
23,64
34,26

(20)
9,72
9,66
14,28
8,95
6,33
7,81
8,43
13,56
8,22
8,24
10,24
7,04
35,15
22,56
56,25
35,18
26,09
14,70
25,58
20,64

(19)
9,56
9,82
8,72
10,98
8,54
10,19
10,50
9,41
9,86
10,33
19,84
11,27
31,75
19,51
58,82
9,84
12,24
14,21
23,81
27,88

Betina :
Jumlah contoh domba (ekor)
Tinggi pundak (%)
Panjang badan (%)
Lebar dada (%)
Dalam dada (%)
Lingkar dada (%)
Tinggi kelangkang (%)
Panjang kelangkang (%)
Lebar pangkal paha (%)
Lingkar kanon (%)
Panjang tengkorak (%)
Tinggi tengkorak (%)
Lebar tengkorak (%)
Panjang telinga (%)
Lebar telinga (%)
Panjang ekor (%)
Lebar ekor (%)
Bobot badan (%)

(15)
9,47
11,80
18,10
11,82
11,35
10,92
11,64
13,72
7,57
9,47
9,32
6,25
23,81
21,05
13,54
35,48
24,40

(6)
7,61
8,79
11,76
10,97
9,17
10,74
8,28
17,22
8,95
7,50
3,51
7,14
38,30
25,92
17,31
22,00
16,49

(13)
8,44
8,00
12,10
12,70
8,39
9,26
4,30
12,29
9,33
7,86
6,78
14,70
12,78
15,00
22,22
16,98
14,28

(8)
7,60
13,11
15,83
10,53
8,77
10,00
7,26
16,67
7,04
11,56
10,92
7,35
38,77
25,00
15,34
36,36
22,46

(10)
7,19
9,28
10,00
12,29
8,80
9,98
5,06
11,24
8,95
8,12
8,47
7,25
11,67
12,24
16,28
14,63
16,39

39

Tabel 13. Koefisien Keragaman Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap
Kelompok Domba Umur I1-I4 (1- 4 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan
Betina
Ukuran-ukuran Tubuh

Kelompok Domba
Pedaging
Tangkas
Wanaraja Sukawening

Margawati

Tangkas
Wanaraja

Pedaging
Sukawening

Jantan :
Jumlah contoh domba (ekor)
Tinggi pundak (%)
Panjang badan (%)
Lebar dada (%)
Dalam dada (%)
Lingkar dada (%)
Tinggi kelangkang (%)
Panjang kelangkang (%)
Lebar pangkal paha (%)
Lingkar kanon (%)
Panjang tengkorak (%)
Tinggi tengkorak (%)
Lebar tengkorak (%)
Panjang tanduk (%)
Lingkar pangkal tanduk (%)
Jarak antar tanduk (%)
Panjang telinga (%)
Lebar telinga (%)
Panjang ekor (%)
Lebar ekor (%)
Bobot badan (%)

(14)
4,44
6,78
11,47
8,22
4,52
5,96
10,80
8,59
8,54
13,71
15,59
11,24
18,50
9,00
27,70
14,54
24,54
12,79
25,42
12,76

(23)
9,00
8,17
17,37
12,43
7,40
18,23
7,73
12,85
7,37
9,02
12,33
11,71
24,35
18,35
30,97
28,63
24,46
13,08
18,89
26,34

(8)
7,97
4,80
11,98
8,15
7,99
10,21
5,38
6,88
6,59
6,32
10,40
9,23
16,73
7,94
28,43
9,64
14,10
12,27
23,17
19,47

(19)
8,92
6,92
14,46
6,84
8,70
8,05
8,31
10,30
8,78
6,38
6,54
9,56
23,91
11,04
23,86
27,10
21,34
19,62
19,74
26,03

(13)
5,67
7,53
10,68
6,94
6,66
7,06
4,33
11,73
7,31
5,00
9,61
8,58
22,73
9,62
45,65
13,70
20,77
10,89
23,27
19,42

Betina :
Jumlah contoh domba (ekor)
Tinggi pundak (%)
Panjang badan (%)
Lebar dada (%)
Dalam dada (%)
Lingkar dada (%)
Tinggi kelangkang (%)
Panjang kelangkang (%)
Lebar pangkal paha (%)
Lingkar kanon (%)
Panjang tengkorak (%)
Tinggi tengkorak (%)
Lebar tengkorak (%)
Panjang telinga (%)
Lebar telinga (%)
Panjang ekor (%)
Lebar ekor (%)
Bobot badan (%)

(33)
5,27
7,07
12,26
8,32
5,93
5,00
4,54
11,48
6,62
8,30
2,99
10,66
26,09
20,62
14,05
26,79
13,37

(31)
7,34
6,09
12,92
8,83
8,79
9,60
6,42
10,08
7,13
8,56
10,04
9,18
28,43
28,81
10,59
21,51
12,91

(37)
6,21
8,03
17,02
9,69
10,52
7,44
7,55
14,05
10,79
12,52
10,68
12,63
14,66
19,81
13,19
27,69
29,61

(42)
6,40
7,56
10,50
6,58
5,78
6,34
6,22
10,28
7,82
4,94
6,39
9,07
30,81
22,97
14,20
23,29
16,68

(30)
8,27
9,18
10,10
8,42
7,60
8,36
5,99
8,75
8,72
5,50
8,22
10,04
10,00
15,64
16,05
23,96
17,28

40

Koefisien keragaman ukuran-ukuran tubuh domba tangkas Wanaraja (3,5144,79%) lebih kecil dibandingkan dengan kelompok domba yang lain, berturut-turut
kelompok domba Margawati (6,25-54,46%), tangkas Sukawening (6,33-56,25%),
pedaging Sukawening (5,06-58,82%) dan pedaging Wanaraja (4,30-62,63%).
Keragaman ukuran-ukuran tubuh ini disebabkan adanya seleksi, terjadi persilangan,
masuknya domba yang berkualitas dan cara pemeliharaan.
Koefisien keragaman ukuran tubuh pada setiap kelompok domba jantan dan
betina umur lebih dari 1 tahun (Tabel 13), menunjukkan keseragaman ukuran-ukuran
tubuh (2,99-45,65%) yang lebih seragam apabila dibandingkan keseragaman ukuran
tubuh umur kurang dari 1 tahun. Hal ini dikarenakan domba yang berumur lebih dari
1 tahun sudah tidak mengalami pertumbuhan yang cepat terutama pertumbuhan
kerangka atau tulang. Selain itu, adanya pengaruh faktor genetik dan lingkungan
yang berbeda serta adanya perlakuan khusus setelah umur 1 tahun untuk membentuk
domba tangkas yang bagus.
Koefisien keragaman ukuran tubuh kelompok domba Margawati umur lebih
dari 1 tahun cukup seragam dibandingkan kelompok domba yang lain. Keseragaman
pada kelompok domba Margawati dikarenakan contoh domba yang berada di
BPPTD Margawati merupakan hasil seleksi yang dilakukan secara rutin, adanya
program pembibitan yang baik serta lokasi balai yang jauh dari keramaian dan jalan
raya, memungkinkan peluang terjadinya mobilitas atau pencampuran domba cukup
kecil.
Keragaman yang tampak dari setiap kelompok domba jantan dan betina pada
berbagai umur umumnya ukuran bobot badan, lebar ekor, telinga dan tanduk pada
jantan. Keragaman yang terjadi pada bobot badan khususnya disebabkan kondisi
pemeliharaan,

pengaruh

pemberian

pakan,

kesehatan

dan

ketelitian

saat

penimbangan terutama banyak contoh domba yang sudah diberi makan dan wolnya
belum dicukur (sangat lebat dan kotor). Keragaman lebar ekor dipengaruhi oleh
penimbunan lemak yang berbeda dari setiap contoh domba karena faktor pemberian
pakan dan ketebalan wol pada ekornya yang ikut terukur. Keragaman pada telinga
dan tanduk disebabkan faktor genetik dari setiap contoh domba dan akibat terjadinya
persilangan atau biak luar. Ukuran telinga dan sifat pertandukan adalah sifat
karakteristik yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Triwulaningsih et al., 1981).

41

Dilihat dari nilai koefisien keragaman ukuran tubuh pada setiap kelompok
domba dan umur yang berbeda, seleksi terhadap ukuran-ukuran tubuh domba Garut
sebaiknya dilakukan pada domba Garut berumur kurang dari 1 tahun. Seleksi pada
domba Garut sebaiknya dilakukan terhadap bobot badan, ukuran telinga, bentuk ekor
dan ukuran tanduk terutama pada jantan. Mulliadi (1996) menyatakan bahwa seleksi
terhadap ukuran tanduk memiliki peluang yang cukup besar, karena memiliki
keragaman ukuran tanduk yang tinggi. Salah satu seleksi domba tangkas dilakukan
pada pertandukan (Mulyaningsih et al., 1990). Seleksi terhadap sifat resesif lebih
efektif daripada sifat dominan, karena hasil persilangan terhadap pasangan
homozigot resesif dengan resesif tidak menampakkan keragaman (Mulliadi, 1996).
Berdasarkan karakteristik ukuran tubuh domba Garut, Kecamatan Wanaraja
memiliki karakteristik ukuran tubuh domba Garut yang lebih baik dibandingkan
Kecamatan Sukawening dan Margawati. Kecamatan Wanaraja memiliki pasar
domba, dilewati jalan raya Kabupaten serta terbukanya daerah Wanaraja terhadap
ternak dari daerah lain, memungkinkan peluang terjadinya mobilitas dan persilangan
domba cukup besar. Hal ini tidak mempengaruhi terhadap kualitas dari domba yang
ada di Wanaraja bahkan masih terdapat domba-domba untuk bibit dan telah
menghasilkan domba tangkas yang berprestasi. Keberhasilan pengembangan domba
Garut di Kecamatan Wanaraja mungkin disebabkan peranan dari Dinas setempat atau
instansi lain dalam memberikan penyuluhan, pelatihan dan pembinaan terhadap
peternak. Selain itu, adanya kebiasaan turun temurun dari peternak dalam
memelihara domba Garut yang telah berlangsung sejak dulu.
Kecamatan Sukawening memiliki kondisi lingkungan yang bagus, sehingga
berpotensi untuk pengembangan dan pembibitan domba Garut. Domba di Kecamatan
Sukawening kurang berkembang dengan baik dibandingkan Wanaraja dan
Margawati. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya pembinaan atau penyuluhan dari
Dinas setempat atau instansi lain terhadap peternak, sehingga pengetahuan beternak
domba berdasarkan pengalaman atau warisan orang tuanya. Selain itu, domba-domba
di Sukawening berasal dari luar daerah Sukawening, sehingga domba perlu
beradaptasi terhadap kondisi lingkungan dan cara pemeliharaan yang berbeda dari
asalnya.

42

Jarak Genetik antar Kelompok Domba Garut


Dari Tabel 14 menunjukkan bahwa jarak genetik terjauh diperlihatkan antara
kelompok domba Margawati dan domba pedaging Wanaraja (6,17), sedangkan jarak
genetik terdekat diperlihatkan antara kelompok domba tangkas Wanaraja dan domba
tangkas Sukawening (1,16). Jarak genetik antara kelompok domba Margawati dan
domba pedaging Sukawening sebesar 5,62, kemudian diikuti oleh kelompok domba
tangkas Sukawening dan domba pedaging Wanaraja sebesar 5,59, domba tangkas
Wanaraja dan domba pedaging Wanaraja sebesar 5,24, domba tangkas Sukawening
dan domba pedaging Sukawening sebesar 5,15, domba tangkas Wanaraja dan domba
pedaging Sukawening sebesar 4,95, serta domba pedaging Wanaraja dan domba
pedaging Sukawening dengan nilai 1,36.
Hasil penelitian ini dilihat dari karakteristik fenotipik kuantitatifnya
menunjukkan bahwa kelompok domba tangkas Wanaraja memiliki hubungan yang
dekat dengan kelompok domba tangkas Sukawening, kemudian kelompok domba
pedaging Wanaraja memiliki hubungan yang dekat dengan kelompok domba
pedaging Sukawening. Kelompok domba Margawati cenderung memiliki hubungan
yang dekat dengan kelompok domba tangkas Wanaraja dan domba tangkas
Sukawening. Hal ini menunjukkan bahwa domba Garut tipe tangkas dengan domba
Garut tipe pedaging memiliki jarak genetik yang cukup jauh, meskipun dalam satu
daerah pemeliharaan yang sama.
Tabel 14. Matrik Jarak Genetik antar Kelompok Domba Garut
Kelompok Domba
Pedaging
Tangkas
Pedaging
Wanaraja Sukawening Sukawening

Kelompok
Domba

Margawati

Tangkas
Wanaraja

Margawati

2,08

6,17

1,57

5,62

5,24

1,16

4,95

5,59

1,36

5,15

Tangkas
Wanaraja
Pedaging
Wanaraja
Tangkas
Sukawening
Pedaging
Sukawening

43

Hasil ini mendukung gambaran kanonikal dari kelima kelompok domba


Garut (Gambar 3), dimana kelompok domba pedaging Wanaraja dan domba
pedaging Sukawening tidak menunjukkan campuran atau pencilan yang masuk ke
dalam kelompok domba tangkas Wanaraja, domba tangkas Sukawening serta domba
Margawati. Hasil ini juga mengindikasikan bahwa ternak domba pada kelompok
domba pedaging Wanaraja dan domba pedaging Sukawening berasal dari keturunan
atau moyang yang sama, begitu juga dengan kelompok domba tangkas Wanaraja,
domba tangkas Sukawening dan domba Margawati berasal dari moyang yang sama.
Dengan demikian, adanya pengelompokan domba Garut menjadi dua kelompok
domba Garut, yaitu domba Garut tipe tangkas dan domba Garut tipe pedaging.
Nilai matrik jarak genetik antara masing-masing kelompok domba yang
tersaji dalam Tabel 14, digunakan untuk membuat pohon fenogram (Gambar 2).
Pohon fenogram menggambarkan jarak genetik dari keseluruhan kelompok.
0,33
1,82

2,0

0,58
0,91
0,68
0,68

2,05
2,5

0,58

1,5

1,0

0,5

Tangkas Sukawening
Tangkas Wanaraja
Margawati
Pedaging Sukawening
Pedaging Wanaraja
0,0

Gambar 2. Pohon Fenogram dari Kelima Kelompok Domba Garut.


Kontruksi pohon fenogram menunjukkan bahwa kelompok domba tangkas
Wanaraja dan domba tangkas Sukawening memiliki ukuran jarak genetik yang
paling dekat yaitu 0,58. Kelompok domba pedaging Wanaraja mempunyai jarak
genetik yang paling dekat dengan kelompok domba pedaging Sukawening (0,68).
Persilangan antara dua kelompok domba yang memiliki ukuran jarak genetik yang
relatif dekat tidak akan memberikan kemajuan ukuran kuantitatif yang signifikan
apabila tidak disertai dengan sistem seleksi yang ketat, hal ini disebabkan karena
sifat heterosis yang didapat hanya berasal dari keragaman dalam bangsa atau
kelompok (Suparyanto et al., 1999). Menurut Riwantoro (2005), menyatakan bahwa
persilangan antara domba Garut tangkas dengan domba Garut pedaging diduga dapat
meningkatkan mutu genetik domba Garut pedaging. Demikian juga persilangan

44

antara domba Garut tangkas dengan domba lokal diduga dapat meningkatkan mutu
genetik domba lokal. Dengan demikian, praktek penggunaan pejantan domba Garut
tangkas untuk meningkatkan mutu Genetik domba Garut pedaging dan domba lokal
banyak dilakukan oleh peternak di Kabupaten Garut.
Kelompok domba Margawati secara genetik terpisah dari kelompok domba
tangkas Wanaraja dan domba tangkas Sukawening, meskipun berasal dari kelompok
atau bangsa yang sama yaitu domba Garut tangkas. Hal ini diduga berdasarkan
cabang kaitan yang tersaji tidak menunjukkan cabang kaitan yang langsung. Hasil ini
disebabkan domba Margawati telah mengalami seleksi yang mengarah pada domba
Garut yang seragam dan menghasilkan domba Garut yang mendekati domba Garut
murni sebagai akibat terjadinya biak dalam atau perkawinan dengan hubungan
kekerabatan yang dekat, sehingga domba Margawati membentuk suatu karakteristik
tersendiri yang berbeda dengan domba yang lain.
Cabang pohon fenogram pada Gambar 2 memperjelas bahwa kelompok
domba Margawati, domba tangkas Wanaraja dan domba tangkas Sukawening tidak
mempunyai kekerabatan langsung dengan kelompok domba pedaging Wanaraja dan
Sukawening. Hal ini jelas karena adanya perbedaan bangsa domba Garut, yaitu
domba Garut tangkas dan domba Garut pedaging. Hasil ini sesuai dengan hasil
penelitian Riwantoro (2005) yang menyebutkan bahwa domba Garut pedaging tidak
mempunyai kekerabatan langsung dengan domba Garut tangkas, meskipun keduanya
merupakan domba asli Kabupaten Garut.
Gambaran Kanonikal dari Kelima Kelompok Domba Garut
Hasil analisis kanonikal seperti terlihat pada Gambar 3 menunjukkan bahwa
secara morfologi terlihat adanya pemisah yang bersinggungan antara kelompok
domba Margawati (M), domba Garut tangkas Wanaraja (T) dan tangkas Sukawening
(A) dengan domba Garut pedaging Wanaraja (P) dan pedaging Sukawening (D),
serta terdapat kecenderungan yang menunjukkan bahwa domba pedaging menyebar
pada sebelah kanan garis axis Y, sedangkan domba tangkas menyebar kesebelah kiri.
Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan ukuran-ukuran tubuhnya terdapat gambaran
kanonikal dari kelompok domba Garut yang membedakan domba Garut tipe tangkas
dengan domba Garut tipe pedaging secara jelas dan terpisah.

45

CAN 2

CAN 1

Gambar 3. Gambaran Kanonikal dari Kelompok Domba Margawati (M),


Tangkas Wanaraja (T), Pedaging Wanaraja (P), Tangkas
Sukawening (A) dan Pedaging Sukawening (D).
Karakteristik kelompok domba pedaging memperlihatkan bahwa domba
pedaging Wanaraja memiliki titik penyebaran paling kanan bergerak ke kiri
menembus hampir ke ujung kelompok domba pedaging Sukawening, dan begitu juga
sebaliknya. Titik penyebaran yang bercampur dari kedua kelompok domba tersebut
mencerminkan bahwa ukuran tubuh diantara kedua kelompok tersebut dekat. Pada
kelompok domba pedaging (Wanaraja dan Sukawening) tidak terjadi adanya
pencilan yang masuk ke dalam kelompok domba Margawati, tangkas Wanaraja dan
Sukawening, dan demikian juga sebaliknya.

46

Pada kelompok domba tangkas, sebaran kelompok domba tangkas Wanaraja


secara morfologis titik penyebarannya sangat dalam dengan kelompok domba
tangkas Sukawening dan cukup dalam terhadap kelompok domba Margawati. Hal ini
menggambarkan bahwa secara morfologis hubungan genetik pada kelompok domba
tangkas Wanaraja dengan tangkas Sukawening sangat dekat, sehingga banyak
kesamaan dari beberapa peubah yang diamati. Berbeda dengan kelompok domba
Margawati, meskipun titik penyebarannya cukup dalam dengan kelompok domba
tangkas Wanaraja dan Sukawening namun titik penyebarannya tidak sedalam yang
terjadi antara tangkas Wanaraja dan Sukawening maupun pedaging Wanaraja dan
Sukawening. Hal tersebut menggambarkan bahwa kelompok domba Margawati
memiliki ukuran fenotipik yang relatif berbeda meskipun lebih mendekati kelompok
domba tangkas Wanaraja dan tangkas Sukawening.
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa hubungan kekerabatan antara domba
Garut tangkas dengan domba Garut pedaging cukup dekat dan dapat dipisahkan
dengan jelas secara kuantitatif. Menurut Mulliadi (1996), diperolehnya domba Garut
tangkas di Kabupaten Garut didukung oleh beberapa hal (1) kebiasaan seni adu
tangkas yang berkembang di Garut sampai saat ini, (2) kebiasaan seleksi untuk
memperoleh domba tangkas yang baik, (3) sistem perkawinan dan pemeliharaan
yang khusus sebagai domba tangkas, (4) faktor lingkungan tidak saja terhadap cara
beternak tetapi terhadap kondisi pakan yang berlimpah. Berdasarkan karakteristik
kuantitatif, domba Garut pedaging memiliki hubungan kekerabatan yang sangat
dekat dengan domba Lokal dan lebih dekat dengan domba Garut tangkas (Riwantoro,
2005).
Ukuran nilai korelasi kanonik pada satu peubah mengindikasikan kekuatan
peranan peubah-peubah tersebut sebagai pembeda antar kelompok (Sarbaini, 2004).
Dari peubah ukuran fenotipik domba yang digunakan maka panjang telinga, lebar
telinga, lebar ekor dan lebar dada memberikan pengaruh yang kuat terhadap
pembedaan kelompok domba dengan nilai total struktur kanonik yang tinggi (Tabel
15). Peubah panjang telinga memiliki perbedaan nilai total struktur antara kanonik
tertinggi pada Kanonik 1 (0,986648) dan terendah pada Kanonik 2 (-0,074638).
Peubah lebar telinga memiliki perbedaan nilai total struktur kanonik terbesar pada
Kanonik 1 yaitu 0,962327, sedangkan nilai terendah terdapat pada Kanonik 3 sebesar

47

- 0,079121. Peubah lebar ekor memiliki perbedaan nilai total struktur antara kanonik
yang relatif tinggi, terutama terdapat pada Kanonik 1 (0,802558) dengan Kanonik
3 (-0,263205). Sementara tingkat perbedaan pada peubah lebar dada tampak bahwa
nilai kanonik terbesar pada Kanonik 2 yaitu 0,530397, sedangkan nilai terendah
terjadi pada Kanonik 3 yaitu 0,110811.
Tabel 15. Struktur Total Kanonik Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut.
Ukuran-ukuran tubuh

Kanonik 1

Kanonik 2

Kanonik 3

Kanonik 4

Tinggi Pundak

-0,082022

0,392652

-0,131718

0,342146

Tinggi Kelangkang

-0,038192

0,278050

0,085713

0,018843

Panjang Badan

-0,125921

0,323063

-0,130821

0,353323

Panjang Kelangkang

-0,139405

0,122211

-0,424007

0,353181

Lebar Dada

0,051516

0,530397

-0,110811

0,108992

Lebar Pangkal Paha

0,045273

0,473594

-0,151673

0,102736

Dalam Dada

-0,101740

0,368550

-0,072145

0,281673

Lingkar Dada

-0,074328

0,426787

-0,163943

0,327349

Lingkar Kanon

-0,140348

0,236542

-0,479248

0,153761

Panjang Tengkorak

-0,181150

0,340156

-0,287665

0,339883

Lebar Tengkorak

-0,140235

0,312409

0,010832

0,342731

Tinggi Tengkorak

-0,210663

0,160491

-0,217997

0,433377

Panjang Ekor

-0,065972

0,382159

-0,303230

0,164919

Lebar Ekor

0,071355

0,802558

-0,263205

0,304181

Lebar Telinga

0,962327

0,011158

-0,079121

-0,188520

Panjang Telinga

0,986648

-0,074638

0,014998

0,065174

Bobot Badan

-0,136850

0,294891

-0,371503

0,312473

Pada Tabel 15 dapat dilihat peubah panjang kelangkang, lingkar kanon,


panjang tengkorak dan tinggi tengkorak kurang dapat digunakan sebagai peubah
pembeda kelompok domba. Dugaan tersebut di atas didasari dari hasil analisis
terhadap total struktur kanonik dengan memberikan angka negatif yang relatif tinggi
yaitu panjang kelangkang -0,424007, lingkar kanon -0,479248, panjang tengkorak 0,287665, dan tinggi tengkorak -0,217997 pada Kanonik 2. Semakin rendah angka
yang diperoleh dari hasil analisis total struktur kanonik, semakin tidak dapat
digunakan sebagai peubah pembeda kelompok domba.

48

Analisis diskriminan dapat digunakan untuk menduga adanya nilai kesamaan


pada suatu kelompok dan kemungkinan besarnya proporsi nilai campuran yang
mempengaruhi kesamaan suatu bangsa dengan bangsa lain yang didasarkan atas
persamaan ukuran tubuh (Suparyanto et al., 1999). Analisis diskriminan yang
dilakukan terhadap ukuran-ukuran tubuh (bobot badan, tinggi pundak, tinggi
kelangkang, panjang badan, panjang kelangkang, lebar dada, lebar pangkal paha,
dalam dada, lingkar dada, lingkar kanon, panjang tengkorak, lebar tengkorak, tinggi
tengkorak, panjang ekor, lebar ekor, lebar telinga dan panjang telinga) pada kedua
jenis kelamin jantan dan betina pada kelima kelompok domba Garut dari Margawati,
Kecamatan Wanaraja dan Sukawening Kabupaten Garut.
Hasil analisis fungsi diskriminan linier terhadap semua ukuran-ukuran tubuh
pada kelompok domba Margawati (M), domba tangkas Wanaraja (T), domba
pedaging Wanaraja (P), domba tangkas Sukawening (A) dan domba pedaging
Sukawening (D) untuk melihat persentase nilai kesamaan dan campuran antara
kelompok domba disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Persentase Nilai Kesamaan dan Campuran di Dalam dan di Antara
Kelompok Domba Garut.
Kelompok Domba

Kelompok
Domba

Total

Margawati (M)

n
(%)

73
71,57

11
10,78

0
0,00

18
17,65

0
0,00

102
100,00

Tangkas
Wanaraja (T)

n
(%)

5
6,17

56
69,14

0
0,00

20
24,69

0
0,00

81
100,00

Pedaging
Wanaraja (P)

n
(%)

0
0,00

0
0,00

48
69,57

0
0,00

21
30,43

69
100,00

Tangkas
n
Sukawening (A) (%)

15
16,85

21
23,60

0
0,00

53
59,55

0
0,00

89
100,00

Pedaging
n
Sukawening (D) (%)

0
0,00

0
0,00

22
30,56

0
0,00

50
69,44

72
100,00

93

88

70

91

71

413

(%)

22,52

21,31

16,95

22,03

17,19

100,00

Total
Keterangan :

n = Jumlah contoh domba; % = Persentase nilai kesamaan dan campuran;


M = Kelompok domba Margawati; T = Kelompok domba tangkas Wanaraja;
P = Kelompok domba pedaging Wanaraja; A = Kelompok domba tangkas
Sukawening; D = Kelompok domba pedaging Sukawening.

49

Berdasarkan Tabel 16, tingkat kesamaan pengelompokan domba Garut di


Margawati, Wanaraja dan Sukawening menurut kelompok domba berkisar antara
59% sampai 71,57%. Kesamaan tertinggi ditemukan pada kelompok domba
Margawati (M) sebesar 71,57%, kemudian diikuti oleh kelompok domba pedaging
Wanaraja (P) sebesar 69,57%, pedaging Sukawening (D) sebesar 69,44%, tangkas
Wanaraja (T) sebesar 69,14% dan terendah dalam kelompok domba tangkas
Sukawening (A) sebesar 59,55%.
Kesamaan ukuran tubuh dalam kelompok domba Margawati, sebagian besar
contoh (71,57%) dari 102 ekor contoh domba Garut memiliki kecocokan dalam
kelompoknya. Ukuran tubuh pada kelompok domba Margawati dipengaruhi oleh
adanya campuran atau masuk ke kelompok domba tangkas Wanaraja dan tangkas
Sukawening masing-masing sebesar 10,78% dan 17,65%. Selebihnya ukuran
tubuhnya tidak dipengaruhi oleh kelompok domba pedaging Wanaraja dan pedaging
Sukawening (0,00%).
Besarnya kesamaan ukuran tubuh yang ada pada kelompok domba Margawati
berkaitan dengan adanya seleksi terhadap ukuran tubuh domba Garut yang dilakukan
oleh BPPTD Margawati untuk mendapatkan keseragaman ukuran tubuh. BPPTD
Margawati mengontrol dalam keluar masuk dombanya dan mengontrol dalam
pembiakannya, sehingga dapat menghindari atau mengontrol terjadinya biak silang
antar lokasi dan antar tipe domba Garut. Adanya pencampuran domba Margawati
dengan domba tangkas Wanaraja dan tangkas Sukawening yang tidak begitu besar.
Hal ini disebabkan bahwa Sukawening dan Wanaraja sebagai salah satu mitra dari
BPPTD Margawati, sehingga memungkinkan adanya domba tangkas Wanaraja dan
Sukawening yang masuk dan keluar dari BPPTD Margawati.
Kelompok domba tangkas Sukawening memiliki persentase nilai kesamaan
ukuran tubuh yang paling kecil dari kelompok domba yang lain dan hampir
setengahnya tercampur domba tangkas Wanaraja. Hal ini disebabkan tidak adanya
program pemuliaan yang baik dan terarah, terbukanya daerah tersebut terhadap
daerah lain serta dekatnya jarak lokasi antara Wanaraja dan Sukawening. Kondisi ini
akan memperbesar terjadinya biak silang antar lokasi maupun dalam lokasi serta
antar tipe domba Garut, sehingga akan memperbesar keragaman ukuran tubuh pada
kelompok domba tangkas Sukawening.

50

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1.

Karakteristik ukuran tubuh domba Garut jantan, sebagian besar tertinggi


ditampilkan oleh domba tangkas Wanaraja umur Io dan I2. Dalam dada, panjang
tengkorak, lebar tengkorak, panjang tanduk domba tangkas Wanaraja jantan
berbeda nyata dengan kelompok domba yang lain saat umur I0. Domba tangkas
Wanaraja tidak berbeda nyata dengan domba Margawati dan domba tangkas
Sukawening saat umur I1. Domba tangkas Wanaraja berbeda nyata dengan
domba Pedaging pada umur I2.

2.

Karakteristik ukuran tubuh domba betina, sebagian besar tertinggi ditampilkan


oleh domba pedaging Wanaraja umur I0 dan I4, sedangkan saat umur I1, I2 dan I3
tidak menunjukkan perbedaan ukuran tubuh dari kelima kelompok domba

3. Keragaman ukuran tubuh yang tampak dari setiap kelompok domba umumnya
pada peubah bobot badan, lebar ekor, telinga dan tanduk pada jantan.
4.

Kelompok domba tangkas Sukawening dengan domba tangkas Wanaraja


memiliki jarak genetik yang paling dekat (1,16), sedangkan kelompok domba
Margawati dengan domba pedaging Wanaraja memiliki jarak genetik yang
paling jauh (6,17).

5.

Secara fenogram, domba Margawati terpisah dari kelompok domba tangkas


Wanaraja, tangkas Sukawening, pedaging Wanaraja dan Sukawening. Namun,
domba Margawati cenderung memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat
dengan domba tangkas Wanaraja dan domba tangkas Sukawening.

6.

Peubah yang digunakan sebagai penduga pembeda kelompok maupun tipe


domba Garut berasal dari ukuran panjang dan lebar telinga, lebar ekor serta lebar
dada.
Saran

1.

Perlu penelitian di bidang molekuler untuk menentukan jarak genetik antar


domba Garut yang lebih akurat.

2.

Kondisi lingkungan di Kecamatan Sukawening memiliki potensi untuk


pengembangan domba Garut, jika disertai adanya pembinaan, penyuluhan dan
pelatihan kepada para peternak yang ada di Kecamatan Sukawening.

51

UCAPAN TERIMA KASIH


Alhamdulillahirrobbilaalamin, Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas curahan rahmat, kasih sayang dan izin-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga
kepada Ayahanda Suparman (Alm) dan Ibunda Yeyeh Satyanah atas doa, nasehat,
pengorbanan, kasih sayang yang tidak pernah berhenti serta telah memberikan
warisan terbaiknya yaitu ilmu pengetahuan (semoga bermanfaat di dunia dan
akhirat).

Kakak-kakak

serta

ponakan-ponakan

tersayang

yang

senantiasa

mendoakan dan memberikan motivasinya kepada penulis.


Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu penulis sejak persiapan penelitian sampai dengan
terwujudnya skripsi ini, yaitu:
1) Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. sebagai pembimbing utama yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi serta telah memberikan
bantuan dana untuk penelitian kepada penulis. Kepada Dr. Ir. Sri Supraptini
Mansjoer sebagai pembimbing anggota atas segala bimbingan, arahan, curahan
tenaga, pikiran dan waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
ini.
2) Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS. sebagai pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan, saran dan masukan kepada penulis selama kuliah di
Fakultas Peternakan, IPB.
3) Ir. Bambang Pangestu, MSi. dan Ir. Didid Diapari, MS. atas kesediaannya
menjadi penguji dan telah memberikan masukan dan saran kepada penulis demi
kesempurnaan penulisan skripsi ini.
4) Kepala Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat dan Dinas Peternakan Kabupaten
Garut beserta staf yang telah memberi izin dan bantuannya selama penelitian.
5) Kepada UPTD BPPTD Margawati beserta staf yang telah memberikan izin,
bantuan dan kerjasamanya selama penelitian.
6) Kepada Bapak Ocin dan keluarga, Pak Rahmat, Pak Beni dan keluarga, Pak
Samsudin beserta keluarga, tim bola voli GMC (Baret, Robi, Agay, Dedeng dan
52

Cucu), dan para peternak domba Garut di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening
yang telah membantu penulis baik moriil maupun materiilnya selama penelitian.
7) Kepada teman-teman satu tim (Umar Fauzi, Alfaro Enstiana, Fida Abdul Aziz,
Rakhmat Ramdan dan Ade Setya Pambudhi) dan teman-teman yang telah
membantu penulis dalam penelitian (Dewi, Lidia, Maman, Jayadi dan Candra)
terima kasih atas kebersamaan, kesabaran, kerjasama dan kekompakkannya.
8) Kepada keluarga besar Balebak 48, juga sahabat-sahabatku Ai, Yayay, Arman,
Afni, Icha, Atih, Meti, Faisal, Trisono, Tamtam, Ifan, Wardi, Sugeng, Purnomo,
TPT39 dan semua pihak yang tidak bisa penulis sampaikan satu persatu, terima
kasih atas semua semangat dan dukungannya kapada penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan, semoga Allah SWT akan membalasnya. Semoga Skripsi ini
bermanfaat dalam dunia pendidikan dan peternakan.

Bogor, Nopember 2006

Penulis

53

DAFTAR PUSTAKA
Anang, A. 1992. Beberapa sifat kualitatif dan kuantitatif domba Priangan jantan tipe
adu. Majalah Ilmiah Universitas Padjadjaran, Bandung. 10: 62-66.
Astuti, M. 1997. Estimasi jarak genetik antar populasi kambing Kacang, kambing
Peranakan Etawah dan kambing Lokal berdasarkan polimorfisme protein
darah. Buletin Peternakan 21 (1): 1-9.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut. 2004. Garut dalam Angka. Badan Pusat
Statistik, Garut.
Budinuryanto, D, C. 1991. Karakteristik domba Priangan adu ditinjau dari segi
eksterior dan kebiasaan peternak dalam pola pemeliharaannya. Tesis.
Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Devendra, C. dan G. B. McLeroy. 1982. Goat and Sheep Production in the Tropics.
1st Edit. Oxford University Press, Oxford.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2005. Statistik Peternakan 2005. Direktorat Jenderal
Peternakan Departemen Pertanian RI. Jakarta.
Diwyanto, K. 1982. Pengamatan fenotip domba priangan serta hubungan antara
beberapa ukuran tubuh dengan bobot badan. Tesis. Program Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Djajanegara, A., Sutama I.K., dan Sabrani M. 1992. Ragam kinerja domba Ekor
Gemuk. Prosiding Agro-Industri Peternakan di Indonesia. BPT-Ciawi,
Bogor. Hlm. 530-535.
Ensminger. 1991. Animal Science. 9th Edit. Interstate Printers and Publishers Inc.,
Illinois.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Hartl, D.L. 1988. A Primer of Population Genetics. Second Edition. Sinauer
Associates, Inc. Publisher.
Herera, M., E. Rodero, M. J. Gutierrez, F. Pena dan J. M. Rodero. 1996. Application
of multifaktorial discriminant analysis in the morphostructural differentiation
of Andalusian caprine breeds. Small. Rum. Res. 22: 39-47.
Heriyadi, D. 2005. Identifikasi sifat-sifat kualitatif domba Garut jantan tipe tangkas.
Jurnal Ilmu Ternak. 5 (2): 47-52.
Heriyadi, D., A. Anang, D. C. Budinuryanto dan M. H. Hadiana. 2002. Standardisasi
Mutu Bibit Domba Garut. Laporan Penelitian. Kerjasama Dinas Peternakan
Propinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran,
Bandung.
Johansson, I. dan J. Rendel. 1968. Genetics and Animal Breeding. W. H. Freeman
and Company. San Francisco.
Kumar, S., K. Tamura dan M. Nei. 1993. MEGA. Molecular Evolutionary Genetics
Analysis. Version 1.01. Institute of Molecular Evolutioner Genetic. The
Pennsylvania University, USA.
54

Lasley, J. F. 1978. Genetics of Livestock Improvement. Third Edition. Prentice-Hall


of India Private Limited, New Delhi.
Liu, M. F. dan Makarechian, M. 1990. Comparison of Phenotypic Variation Within
Paternal Half Sib Families for Weaning Wight in Purebred and Synthetic
Beef Catle Population. Can. Jurnal Animal Sci. 70 : 703-706.
Mason, I. L. 1980. Prolific tripical sheep. Food Agriculture Organization, Animal
Production and Health Paper. Food Agriculture Organization of United
Nations. Rome. 17:65-74.
Mattjik, A. A. dan I. M. Sumertajaya. 2000. Perancangan dan Percobaan dengan
Aplikasi SAS dan Minitab. Cetakan ke-dua. IPB Press, Bogor.
Merkens, J. dan R. Soemirat. 1926. Sumbangan Pengetahuan tentang ternak domba
di Indonesia. Dalam: Domba dan Kambing Terjemahan: R. P. Utojo.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.
Mulliadi, D. 1996. Sifat fenotipe domba Priangan di Kabupaten Pandeglang dan
Garut. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mulyaningsih, N. 1990. Domba Garut sebagai Sumber Plasma Nutfah Ternak.
Plasma Nutfah Hewan Indonesia. Komisi Pelestarian Plasma Nutfah
Indonesia. Bogor. 42-49.
Nei, M. 1987. Molecular Evolutionary Genetics. New York: Columbia University
Press.
Noor, R. R. 2000. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Nurhayati, L. 2004. Penampilan pertumbuhan domba Priangan di Kabupaten Garut.
Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut pertanian Bogor, Bogor.
Pulungan, H. 1981. Pendugaan komposisi karkas dengan bobot hidup dan produksi
daging (lean) dengan ukuran-ukuran bagian badan pada domba jantan lokal.
Thesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Riwantoro. 2005. Konservasi plasma nutfah domba Garut dan strategi
pengembangannya secara berkelanjutan. Disertasi. Program Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ruminah, R. S. S. 2003. Karakteristik ukuran-ukuran tubuh bibit domba Priangan
betina tipe tangkas. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran,
Sumedang.
Salamahwati, S. 2004. Karakteristik fenotip domba Garut tipe tangkas dan tipe
pedaging di Kabupaten Garut. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Sarbaini. 2004. Kajian keragaman karakter eksternal dan DNA mikrosatelit Sapi
Pesisir di Sumatera barat. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan:
Bambang Sumantri. Edit ke-2. Gramedia Pusaka Utama, Jakarta.

55

Suparyanto, A., T. Purwadaria dan Subandriyo. 1999. Pendugaan jarak genetik dan
faktor peubah pembeda bangsa dan kelompok domba di Indonesia melalui
pendekatan analisis morfologi. Jurnal. Ilmu Ternak dan Veteriner. 4 (2):
80-87.
Tan, S. G. 1996. Genetic Relationship Among Livestock Population in Asia. Proc.
Partneship for Sustainable Livestock Production and Human Welfare. The 8th
AAAP Animal Science Congress. Tokyo. 590-597
Triwulaningsih, E., P. Sitorus, L. P. Batubara dan K. Suradisastra. 1981. Performans
domba Garut. Buletin Laporan Penelitian. 28: 1-13.
Turner, H. N. And S. S. Y. Young. 1969. Quantitatif Genetics in Sheep Breeding.
First ed. Cornel University Press. Ithaca. New York.
Warwick, E. J., J. M. Astuti dan W. Hardjosubroto. 1983. Pemulian Tenak. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Wiley, E. O. 1981. Phylogenetics: The Theory and Practice of Phylogenetics
Systematics. University of Kansas, Lawrence. John Wiley and Son. New
York.
Williamson, G dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Edisi Ke-3. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Yousef, M. K. 1985. Stress Physiology in Livestock. Volume I. Basic Principles.
Desert Biology Research Center University of Nevada. Las Vegas. CRC
Press, Inc. Bola Raton, Florida.

56

LAMPIRAN

58

Lampiran 1. Peta Kabupaten Garut

Keterangan lokasi penelitian:


1. UPTD BPPTD Margawati Kecamatan Garut Kota
2. Kecamatan Wanaraja
3. Kecamatan Sukawening

58

Anda mungkin juga menyukai