SULASMI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Sulasmi
NPM D151140221
RINGKASAN
Sapi pasundan merupakan ternak lokal Jawa barat yang telah ditetapkan
sebagai rumpun ternak lokal Indonesia berdasarkan SK Menteri Pertanian
Republik Indonesia Nomor 1051/Kpts/RI/SR.10/2014. Sapi pasundan merupakan
ternak penghasil daging dengan kualitas reproduksi yang baik. Informasi tentang
karakteristik ukuran tubuh dan asal-usul sapi pasundan masih terbatas.
Karakterisasi sapi pasundan dan perbandingannya dengan sapi lokal lainnya di
Indonesia perlu dikaji.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik ukuran tubuh dan
asal-usul sapi pasundan dengan sapi bali, madura dan peranakan ongole. Ternak
yang diukur adalah sapi jantan dan betina kondisi dewasa tubuh pada kisaran 2– 3
tahun (I2). Jumlah ternak yang diukur adalah 142 ekor sapi jantan dan 328 ekor
sapi betina. Variabel ukuran tubuh yang diukur diantaranya tinggi pundak,
panjang badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, tinggi pinggang, lebar
pinggul dan panjang kelangkang sedangkan bobot badan diestimasi menggunakan
pendekatan model regresi. Nilai indeks morfometrik didapatkan menggunakan
rasio dari beberapa ukuran tubuh. Variabel ukuran kranium yang diukur meliputi
Profile length, median frontal length, length of the nasals, foramen gums length,
condilo basal length, greatest breath of the skull, least breadth between the basses
of the horn cores, least frontal breadth, least breadth between supraorbital
foramina, least breadth between the orbits dan breadth between supraorbital
foramina.
Ukuran tubuh dan kranium sapi pasundan di wilayah subpopulasi maupun
jika dibandingkan dengan sapi bali, madura dan PO relatif lebih beragam. Nilai
indeks sapi pasundan terlihat lebih kecil dibandingkan dengan sapi bali, madura
dan PO dengan nilai 2.64 pada sapi pasundan jantan dan 2.73 pada sapi pasundan
betina. Penciri ukuran tubuh sapi pasundan adalah panjang badan sedangkan
penciri bentuk adalah lingkar dada. Penciri kranium sapi pasundan yaitu least
breadth between the orbits (penciri ukuran) dan profile length serta candilo bassal
length (penciri bentuk). Jarak genetik sapi pasundan berdasarkan ukuran tubuh
memiliki hubungan kekerabatan lebih dekat dengan sapi PO sedangkan
berdasarkan ukuran kranium terlihat lebih dekat dengan sapi madura.
Kata kunci: sapi pasundan, karakteristik penciri ukuran tubuh dan kranium, jarak
genetik
SUMMARY
Pasundan cattle is a local livestock western Java which has been designated
as the local livestock clumps Indonesia based on the Minister of Agriculture of the
Republic of Indonesia No. 1051/Kpts/RI/SR.10/2014. Pasundan cattle is a meat
producer local livestock in west Java. Information about characterizatics of body
measurements and origin of pasundan cattle is very limited. Characterizations
between pasundan cattle and comparing with local cattle in Indonesian need to be
studied.
This research aims to study the characteristics of pasundan cattle as the
identifier of body size and shapes and compered by bali, madura and peranakan
ongole cattle. As many as 470 adult of cattle at 2–3 year (I2) awere used which 72
bulls and 242 cows of pasundan cattle, 30 bulls and 30 cows of bali cattle, 30
bulls and 30 cows of madura cattle and 10 cows and 30 of peranakan ongole
cattle. Eigth body measurements namely height at withers, rumpt heigth, body
length, hearth girth, chest width, rumpt heigth, hip width and crotch length. Body
weight estimation using regression model approach. Morphometric index values
obtained using ratios of some body size. Variable size cranium measured include
Profile length, median frontal length, length of the nasals, foramen gums length,
condilo basal length, greatest breath of the skull, the least breadth between the
basses of the horn cores, least frontal breadth, least breadth between supraorbital
foramina, least breadth between the orbits and breadth between supraorbital
foramina.
The statistical analysis used descriptive analysis statistics, analysis of
variance, tukey test, Principal Component Analysis (PCA) and discriminant
analysis. The body size and cranium of pasundan cattles in subpopulation are
diverse. The diversity of body sizes and cranium sizes in pasundan is higher and
have lower body weight along the morphometric index value is smaller than bali,
madura and PO cattle. The indentifier of pasundan cattle have a longer body size
and shape higher and the identifier of cranium are longer resembles of PO cattle
and greater than bali and madura cattle. The results of genetic distance analysis
showed that pasundan cattle have a closer distance with madura cattle.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KARAKTERISTIK SAPI PASUNDAN BERDASARKAN
STUDI MORFOMETRIK DAN KRANIOMETRIK
SULASMI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Sri Darwati, MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga Tesis dengan judul “Karakteristik Sapi Pasundan
berdasarkan Studi Morfometrik dan Kraniometrik” ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tesis. Ucapan terima kasih
yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Dr agr Asep Gunawan SPt MSc, Dr
Ir Rudi Priyanto dan Prof Dr Ir Cece Sumantri selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam penyusunan Tesis ini. Kepada Johar Arifin SPt MP,
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk ikut dalam penelitian
Konservasi Sapi Pasundan di Jawa Barat, sehingga sebagian data dapat penulis
jadikan sebagai bahan penulisan Tesis.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang
tua yang sangat penulis cintai, papa Kisman Minggu SP MSi, mama yang
tersayang Kasehati P Nittisastro terimakasih atas segalanya. Doa terbaik untuk
kalian sepanjang hayat. Kepada adik-adik yang tersayang Zamrud M Sangaji, Eny
Anggraeni Kisman, Dinda, Isah, Masida, Hasna, Hasni dan segenap keluarga serta
Rajif Duchlun terimakasih atas motivasi yang telah diberikan kepada penulis
selama melangsungkan studi.
Kepada Bapak Dr Ir Salundik MSi selaku Ketua Program Studi Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan dan Dr Ir Niken Ulupi MSi selaku Sekretaris
Program Studi serta seluruh staf Dosen Pengajar di Pascasarjana di Program Studi
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan IPB. Dr. Ir Sri Darwati MSi selaku
penguji pada ujian tesis, terimakasih atas kritik dan saran serta arahan yang sangat
konstruktif. Kepada Prof Muladno dan Dr Ir Jakaria MSi serta seluruh staf Dosen
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan IPB. Tenaga
Administrasi di Prodi IPTP, terimakasih Bu Ade dan Mba Okta atas pelayanan
terbaik dan kebaikannya selama ini.
Segenap Dosen di Fakultas Pertanian Universitas Khairun khususnya Prodi
Peternakan Universitas Khairun. Teman-teman Dosen Muda Universitas Khairun
dan Staf Pegawai Birokrat serta Laboran Lingkup Universitas Khairun. Dinas
Peternakan Provinsi Jawa Barat, BP3IPTEK Jawa Barat, Dinas Peternakan di 11
Kabupaten Jawa Barat, BPPT Sapi Potong Ciamis, Dinas Peternakan Denpasar
Bali, Dinas Peternakan Kabupaten Pamekasan dan Kelompok-kelompok Ternak
di VBC (Village Breeding Center) Pengembangan Sapi Pasundan di Jawa Barat
serta Tim Penelitian yang solid. Teman-teman seperjuangan Pascasarjana IPTP
Angkatan 51, ABG Sci-IPB (Animal Breeding and Genetics Student Community
IPB), HIMAWIPA-IPB (Himpuan Mahasiswa Pascasarjana IPB) dan FORPAS-
MU (Forum Mahasiswa Pascasarjana Maluku Utara).
Semoga Tesis ini dapat memberikan kebermanfaatan.
Sulasmi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 3
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 4
2 METODE 4
Waktu dan Lokasi 4
Prosedur Penelitian 5
Analisis Data 8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 13
Karakteristik Morfometrik Ukuran Tubuh 16
Indeks Morfometrik Sapi Pasundan, Bali, Madura dan PO 34
Karakteristik Ukuran Kranium 39
Jarak Genetik 52
4 PEMBAHASAN UMUM 59
5 SIMPULAN DAN SARAN 63
Simpulan 63
Saran 63
DAFTAR PUSTAKA 64
LAMPIRAN 71
RIWAYAT HIDUP 90
DAFTAR TABEL
1 Deskripsi ukuran tinggi pundak, panjang badan dan tinggi pinggul sapi
pasundan berdasarkan wilayah subpopulasi 17
2 Deskripsi ukuran lebar dada, lebar pinggul dan panjang kelangkang sapi
pasundan berdasarkan wilayah subpopulasi 19
3 Deskripsi ukuran dalam dada dan lingkar dada sapi pasundan berdasarkan
wilayah subpopulasi 21
4 Deskripsi bobot badan sapi pasundan berdasarkan wilayah subpopulasi 23
5 Deskripsi ukuran tinggi pundak, panjang badan dan tinggi pinggul sapi
pasundan, bali, madura dan PO 25
6 Deskripsi ukuran lebar pinggul dan panjang kelangkang sapi pasundan,
bali, madura dan PO 27
7 Deskripsi ukuran dalam dada dan lingkar dada sapi pasundan, bali,
madura dan PO 28
8 Deskripsi bobot badan sapi pasundan, bali, madura dan PO 29
9 Hasil analisis statistik T2-Hotelling variabel ukuran tubuh sapi pasundan,
bali, madura dan PO 30
10 Persamaan penciri ukuran kranium dan bentuk serta nilai korelasi pada
sapi pasundan, bali, madura dan PO 30
11 Rekapitulasi penciri ukuran kranium dan bentuk serta nilai korelasi pada
sapi pasundan, bali, madura dan PO 31
12 Deskripsi nilai indeks heigth slope, length index dan balance sapi
pasundan, bali, madura dan PO 34
13 Deskripsi nilai indeks width slope, depth index dan foreleg length (cm)
sapi pasundan, bali, madura dan PO 36
14 Deskripsi nilai cumulative index sapi pasundan, bali, madura dan PO 37
15 Deskripsi ukuran kranium profile length, median frontal length, dan
length of the nasals sapi pasundan berdasarkan wilayah subpopulasi 39
16 Deskripsi ukuran kranium foramen gums length, candilo bassal length
dan greatest breadth of the skulls sapi pasundan berdasarkan wilayah
subpopulasi 40
17 Deskripsi ukuran kranium least breadth between the basses of the horn
cores, least breadth dan least breadth between supraorbital foramina sapi
pasundan berdasarkan wilayah subpopulasi 40
18 Deskripsi ukuran kranium least breadth between the orbits dan breadth
between supraorbital foramina sapi pasundan berdasarkan wilayah
subpopulasi 42
19 Deskripsi ukuran profile length (x1), median frontal length (x2), length
of the nasals (x3) dan foramen gums length (x4) sapi pasundan, bali,
madura dan PO 44
20 Deskripsi ukuran candilo bassal length (x5), greatest breadth of the skull
(x6), least breadth between supraorbital foramina (x7), dan least breadth
between the orbits (x8) sapi pasundan, bali, madura dan PO 46
21 Deskripsi ukuran kranium breadth between the infraorbital foramina (x9),
least breadth between the orbits (x10), breadth between the infraorbital
foramina (x11) sapi pasundan, bali, madura dan PO 47
22 Hasil analisis T2-Hotelling ukuran kranium sapi pasundan, bali, madura
dan PO 48
23 Persamaan, keragaman total dan nilai eigen ukuran kranium dan bentuk
sapi pasundan, bali, madura dan PO 49
24 Rekapitulasi penciri ukuran kranium dan bentuk serta nilai korelasi pada
sapi pasundan, bali, madura dan PO 49
25 Persentase nilai kesamaan dan campuran sapi pasundan, bali, madura
dan PO berdasarkan ukuran tubuh 52
26 Matriks jarak genetik sapi pasundan, bali, madura dan PO berdasarkan
ukuran tubuh 53
27 Persentase nilai kesamaan dan campuran sapi pasundan, bali, madura
dan PO berdasarkan ukuran kranium 54
28 Matriks jarak genetik sapi pasundan, bali, madura dan PO berdasarkan
ukuran kranium 54
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran Penelitian 2
2 Peta lokasi penelitian 5
3 Ukuran tubuh sapi yang diukur 6
4 Ilustrasi nama titikukuran dari arah dorsal dan ventral kranium sapi
(Hayashi et al. 1982 dan Saparto 2004) 7
5 Ilustrasi ukuran kranium sapi yang diukur 7
6 (a) Sapi pasundan di wilayah hutan saat pengembalaan (b) sapi pasundan
di lokasi kandang pada kelompok ternak 13
7 (a) Pemeliharaan sapi pasundan di BPPT Ciamis (b) Gudang pakan di
BPPT Ciamis 13
8 (a) Sapi bali indukan di balai pembibitan (b) Sapi bali di Simantri 14
9 (a) Sapi jantan madura di peternakan rakyat (b) Kondisi pemeliharaan sapi
madura di Kabupaten Pamekasan 15
10 (a) Sapi PO di BPPT sapi potong Ciamis (b) sapi PO di peternakan rakyat
Kabupaten Indramayu 16
11 Diagram kerumunan sapi pasundan, bali, madura dan PO berdasarkan
ukuran tubuh 32
12 Diagram kerumunan sapi pasundan, bali, madura dan PO berdasarkan
ukuran kranium 51
DAFTAR LAMPIRAN
1 Lokasi dan jumlah ternak sapi dalam penelitian 72
2 Letak geografi dan iklmim wilayah subpopulasi sapi pasundan 73
3 Luas lahan dan jenis penggunaannya di lokasi penelitian 75
4 Analisis sidik ragam ukuran tubuh dan bobot badan sapi pasundan
jantan di wilayah subpopulasi 78
5 Analisis sidik ragam ukuran tubuh dan bobot badan sapi pasundan
betina di wilayah subpopulasi 79
6 Analisis sidik ragam ukuran tubuh dan bobot badan sapi pasundan,
bali, madura dan PO jantan 79
7 Analisis sidik raga, ukuran tubuh dan bobot badan sapi pasundan, bali,
madura dan PO betina 80
8 Analisis sidik ragam indeks morfometrik sapi pasundan, bali, madura
dan PO jantan 79
9 Analisis sidik ragam indeks morfometrik sapi pasundan, bali, madura
dan PO betina 80
10 Analisis sidik ragam ukuran kranium sapi pasundan jantan di wilayah
subpopulasi 81
11 Analisis sidik ragam ukuran kranium sapi pasundan betina di wilayah
subpopulasi 82
12 Analisis sidik ragam ukuran kranium sapi pasundan, bali, madura dan
PO jantan 84
13 Analisis sidik ragam ukuran kranium sapi pasundan, bali, madura dan
PO betina 85
6
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
- Keragaman
Ukuran tubuh Perbandingan: - Penciri ukuran dan
sapi bali, madura bentuk
Ukuran kranium dan PO - Indeks morfometrik
- Jarak genetik
Perumusan Masalah
Rumpun sapi pasundan ditetapkan sebagai ternak lokal Provinsi Jawa Barat
berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051/Kpts/SR.120/10/2014.
Informasi karakteristik sangat penting sebagai upaya pelestarian sumberdaya
genetik ternak lokal. Informasi karakteristik sapi pasundan sangat terbatas
sehingga diperlukan eksplorasi tentang :
1 Bagaimana keragaman ukuran tubuh dan kranium sapi pasundan di wilayah
subpopulasi?
2 Bagaimana keragaman, penciri ukuran dan bentuk, nilai indeks morfometrik
serta jarak genetik antara sapi pasundan dengan sapi bali, madura dan PO
berdasarkan ukuran tubuh?
3 Bagaimana keragaman, penciri ukuran dan bentuk serta jarak genetik
berdasarkan ukuran kranium antara sapi pasundan dengan sapi bali, madura
dan PO berdasarkan ukuran kranium?
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 METODE
Bahan
Ternak yang diukur dalam penelitian ini sapi pasundan, bali, madura dan PO
dengan jumlah 162 ekor sapi jantan dan 310 ekor sapi betina. Adapun jumlah
ternak di masing-masing lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 2.
Alat
Peralatan yang digunakan adalah pita meteran, tongkat ukur (FHK Stainless
steel), kaliper, alat tulis dan kamera digital. Alat bantu analisis data menggunakan
Microsoft Excel 2013 dan Software MINITAB 16.1.1.0.
Prosedur
Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dari data primer dan sekunder. Data
primer pada penelitian ini terdiri atas data ukuran tubuh dan kranium sapi. Data
diperoleh menggunakan metode survei yaitu dengan melakukan pengukuran
secara langsung pada variabel ukuran tubuh maupun kranium pada sapi yang akan
diamati. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari penelusuran
laporan/dokumen hasil studi/penelitian, peraturan perundang-undangan dan data
pendukung lainnya. Data pendukung dari masing-masing lokasi penelitian
bersumber dari Dinas Peternakan, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geografi (BMKG).
Pemilihan Lokasi.
Teknik sampling lokasi dilakukan secara purpossive sampling (Sugiyono
2011). Lokasi pengukuran sapi pasundan diambil berdasarkan rekomendasi Dinas
Peternakan Jawa Barat. Kelompok ternak terpilih memiliki konsentrasi dalam
budidaya dan pembibitan sapi pasundan dan atas dasar kepemilikan jumlah ternak
sapi pasundan terbanyak di masing-masing Kabupaten. Lokasi pengukuran sapi
bali, madura dan PO diambil di wilayah sentra populasi dan sumber bibit.
5
Pemilihan ternak.
Sampel ternak dipilih secara random (acak) pada jenis kelamin jantan dan
betina. Sapi yang dipilih untuk diukur adalah yang memiliki kondisi dewasa tubuh
pada umur 2–3 tahun, kondisi gigi (I2) dan tidak bunting untuk sapi betina.
Pendugaan umur dilakukan dengan melihat kondisi gigi seri bawah, mengacu
pada data recording dan melakukan wawancara langsung kepada peternak.
Pemilihan ternak sapi pasundan mengacu pada SK penetapan rumpun sapi
pasundan tahun 2014 (Kementerian Pertanian 2014) sedangkan sapi bali, madura
dan PO berdasarkan SNI (BSN 2013 dan 2015).
6 Tinggi pinggul, titik tertinggi pinggul secara tegak lurus ke tanah dengan
menggunakan tongkat ukur.
7 Lebar pinggul, jarak antara tuber coxae kiri dan kanan dengan menggunakan
kaliper.
8 Panjang kelangkang, jarak antara tuber coxae dan tuber ischii dengan
menggunakan pita ukur.
Keterangan :
A : Akrokranium Eu : Euryon
N : Nasion Sp : Supraorbitale
P : Prosthion Ft : Fossotemporale
Ent : Entorbitale If : Infraorbitale
Rh : Rhinion Zy : Zygion
Gambar 4 Ilustrasi nama titik ukuran dari arah dorsal dan ventral kranium sapi
(Hayashi et al. 1982 dan Saparto 2004)
Analisis Data
Keterangan :
Pi-terkoreksi = nilai pengamatan ukuran tubuh/kranium tertentu yang terkoreksi
ke umur 2 tahun
ppengamatan ke – i = nilai pengamatan awal ukuran/kranium tubuh tertentu pada
kelompok umur tertentu
p2 = rataan nilai pengamatan ukuran tubuh/kranium tertentu pada
kelompok umur 2 tahun
px = rataan nilai pengamatan awal ukuran tubuh/kranium tertentu
pada
kelompok umur ke-x
Keterangan :
qi-terkoreksi (jenis kelamin) = nilai pengamatan ukuran tubuh/kranium tertentu yang
terkoreksi ke kelompok betina
9
Keterangan :
BB = Bobot badan (kg)
ld = lingkar dada (cm)
∑
̅
Keterangan :
̅ = Rataan ukuran tubuh (cm)/indeks morfometrik/ukuran
kranium (cm)/bobot badan (kg)
∑ = jumlah keseluruhan ukuran tubuh (cm)/bobot badan (kg)
Indeks morfometrik/ukuran kranium (cm)
n = jumlah ternak yang diamati, jantan/betina (ekor)
Standar deviasi (sd) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
∑ ∑
√
Keterangan :
= standar deviasi
∑ = jumlah ukuran-ukuran tubuh (cm)/indeks
morfometrik/ukuran kranium (cm)/bobot badan (kg)
n = banyaknya ternak yang diukur (ekor)
10
̅
Keterangan :
= Koefisien Keragaman (%)
s = standar deviasi
̅ = nilai rata-rata ukuran tubuh (cm)/bobot badan (kg)/indeks
morfometrik/ukuran kranium (cm)
Indeks Morfometrik
Indeks morfometrik dapat digunakan sebagai alternatif dalam penilaian
ternak sebagai indikator tipe (pedaging, perah atau dwiguna) dan fungsi ternak
Indeks morfometrik menggunakan rasio dari beberapa ukuran tubuh berdasarkan
Alderson (1999), Salako dan Ngere (2002) dan Takaendengan (2011) dengan
rumus sebagai berikut:
Length index =
Balance =
Depth Index =
Yij = µ + τi + εij
11
Keterangan :
Yij = Respon ukuran tubuh (cm)/bobot badan (kg)/
Indeks morfometrik/ukuran kranium (cm)
µ = pengaruh lokasi/rumpun sapi
τi = pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j
εij = galat
Jika perlakuan berpengaruh nyata, dilakukan uji lanjut tukey (Steel and Torrie
1993).
Statistik T2-Hotelling
T2-Hotelling digunakan untuk menentukan perbedaan antara morfometrik
ukuran tubuh atau ukuran kranium berdasarkan antara rumpun sapi yang diamati.
Hipotesis dalam pengujian tersebut adalah:
H0 : U1= U2: berarti bahwa vektor nilai rataan dari kelompok pertama sama
dengan kelompok kedua
H0 : U1 U2 : berarti bahwa vektor nilai rataan dari kelompok pertama berbeda
dengan kelompok kedua
Statistik T2-Hottelling digunakan untuk menguji hipotesis (Gaspersz 1992) :
T2 = ( -
Selanjutnya besaran:
F= T2
V1 = p V2 = n1 + n2 – p 1
Keterangan:
T2 = hasil uji statistik T2-Hotelling
F = nilai hitung untuk T2-Hotelling
n1 = ukuran sampel sapi dari kelompok 1
n2 = ukuran sampel sapi dari kelompok 2
P = banyaknya variabel yang digunakan
= invers dari matriks kovarian (SG)
X1 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1
X2 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2
Hasil statistik T2-Hottelling yang berbeda dilanjutkan dengan Analisis Komponen
Utama (AKU) dan analisis diskriminan.
Keterangan :
γ1 = komponen utama ke-1
χ1 – χ11 = variabel ke 1,2,3,…8...11 (variabel ukuran tubuh/kranium)
α11 – α111 = vektor eigen ke-1,2,3 ,…8...11 untuk persamaan ukuran
γ2 = komponen utama ke-2
χ1 – χ11 = variabel ke 1,2,3,…8...11 (variabel ukuran tubuh/kranium)
α12– α112 = vektor eigen ke-1,2,3,..8...11 untuk persamaan bentuk
Penciri Ukuran dan Bentuk. Penciri ukuran diperoleh berdasarkan vektor eigen
tertinggi pada persamaan komponen utama pertama atau persamaan ukuran.
Penciri bentuk diperoleh berdasarkan vektor eigen tertinggi pada persamaan
komponen utama kedua atau persamaan bentuk (Hayashi 1982).
Korelasi Ukuran dan Bentuk. Vektor dan nilai eigen digunakan untuk
perhitungan korelasi antara ukuran, bentuk dan peubah ukuran-ukuran tubuh
maupun kranium yang berasal dari persamaan analisis komponen utama. Keeratan
hubungan (korelasi antara ukuran atau bentuk) dari peubah yang diamati dihitung
dengan rumus Gaspersz (1992):
Keterangan :
= nilai koefisien korelasi antara peubah ke-x (1,2,3..,..,8....11) dan
komponen
utama ke-y
= vektor eigen variabel ke-i (1,2,3..,..,8,....11) pada persamaan
ukuran/bentuk
= nilai eigen (akar penciri) ke-j
Si = simpangan baku variabel ke-j (1,2,3..,..,8,.....11)
Komponen utama I dapat diterima sebagai faktor ukuran (size factor) dan
komponen utama II sebagai faktor bentuk (shape factor). Skor pada persamaan
ukuran (sumbu X) dan bentuk (sumbu Y) divisualisasikan dalam bentuk diagram
kerumunan (Nishida et al. 1983).
Analisis Diskriminan
Penentuan hubungan kekerabatan antar rumpun sapi menggunakan fungsi
diskriminan sederhana melalui pendekatan jarak Mahalanobis (Nei 1987). Jarak
Mahalanobis sebagai ukuran jarak kuadrat genetik minimum digunakan dengan
perhitungan :
Keterangan :
D (i, j) = nilai statistik Mahalanobis sebagai ukuran jarak kuadrat
antar rumpun sapi ke-i dan antar rumpun sapi sapi ke-j
kelompok betina
C-1 (X i - X j) = kebalikan matriks gabungan ragam peragam antar peubah
Xi = vektor nilai rataan pengamatan dari antar sapi ke-i dari
masing-masing peubah
Xj = vektor nilai rataan pengamatan dari antar sapi ke-j dari
masing-masing peubah
Jarak Genetik. Hasil perhitungan jarak kuadrat kemudian diakarkan terhadap
hasil kuadrat jarak untuk membuat jarak genetik (tidak dalam bentuk kuadrat).
Data hasil analisis diskriminan dideskripsikan, nilai terkecil merupakan
representasi dari hubungan genetik dekat sedangkan nilai terbesar, hubungan
genetik yang berjauhan.
(a) (b)
Gambar 6 (a) Sapi pasundan di wilayah hutan saat pengembalaan (b) Sapi
pasundan di lokasi kandang pada kelompok ternak
(a) (b)
Gambar 7 (a) Pemeliharaan sapi pasundan di BPPT Ciamis (b) Gudang pakan
di BPPT Ciamis
(a) (b)
Gambar 8 (a) Sapi bali indukan di balai pembibitan (b) Sapi bali di Simantri
15
80% termasuk cuaca yang cukup panas dengan tingkat curah hujan berada pada
kisaran 4.1–11.1 mm dan berada 6–350 mdpl (BPS Kabupaten Pamekasan 2016).
(a) (b)
Gambar 9 (a) Sapi jantan madura di peternakan rakyat (b) Kondisi
pemeliharaan sapi madura di Kabupaten Pamekasan
(a) (b)
Gambar 10 (a) Sapi PO di BPPT sapi potong Ciamis (b) Sapi PO di peternakan
rakyat Kabupaten Indramayu
Tabel 1 Deskripsi morfometrik ukuran tinggi pundak, panjang badan dan tinggi pinggul sapi pasundan berdasarkan wilayah subpopulasi
Wilayah n JK Tinggi pundak (cm) Panjang badan (cm) Tinggi pinggul (cm)
Min Max ̅ +Sd KK Min Max ̅ +Sd KK Min Max ̅ +Sd KK
Kuningan 7 ♂ 125.00 145.50 133.14+8.97a 9.19 133.00 160.50 135.92+10.43a 6.39 127.00 147.50 135.29+8.08a 6.53
20 ♀ 115.98 145.50 125.16+1.57a 6.25 115.50 160.50 134.42+9.09a 6.76 119.00 141.16 127.40+7.08ab 5.70
Majalengka 5 ♂ 121.00 128.00 123.85+2.69b 2.17 126.00 133.00 128.60+2.88bc 2.24 122.00 130.00 126.25+3.03b 2.40
20 ♀ 109.00 120.00 114.08+3.21d 2.82 100.00 121.00 114.27+6.00de 5.25 114.50 124.00 119.08+2.58def 2.17
Sumedang 5 ♂ 119.00 130.00 124.80+5.26ab 4.22 124.00 145.00 124.50+3.56bc 6.51 122.00 132.00 127.40+4.45ab 3.49
20 ♀ 96.34 120.43 121.41+4.40d 3.63 92.22 124.50 112.10+7.99e 7.46 100.00 122.50 112.87+5.16f 5.22
Indramayu 5 ♂ 126.00 128.50 127.13+1.14ab 0.90 130.00 133.00 131.25+1.30bc 0.99 129.00 132.00 130.00+1.22ab 0.94
20 ♀ 109.50 122.20 119.87+5.70abc 4.76 114.50 135.39 124.87+5.71bc 5.27 110.00 132.00 121.75+5.60bcde 4.62
Purwakarta 5 ♂ 118.00 125.00 121.20+3.56b 2.94 120.00 130.00 125.40+3.97bc 3.17 129.00 130.00 123.40+3.36b 2.72
20 ♀ 110.00 130.00 121.33+5.31ab 4.38 115.00 135.00 126.08+5.45bc 5.75 113.00 134.00 121.33+5.31abcde 4.40
Ciamis 8 ♂ 117.00 125.00 121.80+5.31b 2.59 121.00 130.00 125.13+3.27c 2.61 119.00 131.00 125.13+3.44b 2.75
20 ♀ 109.00 122.20 116.73+3.94bcd 3.37 96.75 118.00 104.70+5.69f 5.43 110.60 125.00 118.75+4.29ef 3.61
Pangandaran 5 ♂ 119.00 125.00 120.80+2.39b 1.98 124.00 130.00 125.80+2.90bc 1.90 122.00 124.00 122.80+0.84b 0.68
20 ♀ 105.00 132.00 120.23+6.82abc 5.67 110.00 137.00 125.23+6.82bc 5.05 113.00 134.00 122.00+1.25bcde 4.24
Tasikmalaya 5 ♂ 122.00 128.50 126.10+2.56ab 2.03 127.75 133.00 130.55+2.03bc 1.56 125.50 132.00 129.10+2.36ab 1.82
20 ♀ 115.00 132.00 121.41+4.40ab 3.63 110.50 129.63 121.41+5.19cd 4.28 118.00 133.00 123.92+4.46abcd 4.31
Garut 10 ♂ 115.00 130.00 120.90+5.04b 4.19 97.00 118.00 107.60+6.48bc 6.03 120.00 132.00 125.10+4.91b 3.92
20 ♀ 118.00 134.00 124.73+4.07a 3.26 121.00 139.57 131.79+5.18ab 4.96 120.00 136.01 127.16+3.99a 3.10
Cianjur 5 ♂ 120.00 127.20 124.00+2.72b 2.20 125.00 142.21 136.00+6.70ab 4.93 122.00 130.00 127.15+3.02ab 2.37
20 ♀ 114.50 129.00 122.22+4.56a 3.73 120.00 138.47 130.94+8.65ab 6.61 115.00 130.00 124.56+4.39abc 8.15
Sukabumi 5 ♂ 122.00 126.00 123.60+1.52b 1.23 125.00 127.00 126.20+0.84bc 0.66 124.00 132.00 125.60+2.51b 2.00
20 ♀ 105.00 130.00 114.79+6.23cd 5.42 97.00 115.77 108.00+5.35ef 4.96 110.00 135.00 114.79+6.23def 5.34
a,b..dst
n = jumlah sampel, JK = jenis kelamin (♂ = jantan, ♀ = betina), min = nilai minimum, max = nilai maksimum, ̅ = rataan Sd = standar deviasi, Angka dengan huruf yang
berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK = Koefisien keragaman (%)
18
Tabel 2 Deskripsi morfometrik lebar dada, lebar pinggul dan panjang kelangkang sapi pasundan berdasarkan wilayah subpopulasi
Wilayah n JK Lebar dada (cm) Lebar pinggul (cm) Panjang kelangkang (cm)
a,b..dst
n = jumlah sampel, JK = jenis kelamin (♂ = jantan, ♀ = betina), min = nilai minimum, max = nilai maksimum, ̅ = rataan , Sd = standar deviasi, Angka dengan huruf yang
berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK = Koefisien keragaman (%)
20
Tabel 3 Deskripsi morfometrik ukuran dalam dada dan lingkar dada sapi pasundan
berdasarkan wilayah subpopulasi
Dalam dada (cm) Lingkar dada (cm)
Wilayah n JK
Min Max 𝑥̅ +Sd KK Min Max 𝑥̅ +Sd KK
Kuningan 7 ♂ 21.00 31.00 24.98+3.77c 15.10 125.00 145.00 132.50+6.15ab 4.65
20 ♀ 33.00 40.00 36.99+1.80b 11.71 124.00 153.10 125.15+5.01bc 4.39
Majalengka 5 ♂ 37.00 39.00 37.80+0.84ab 2.21 128.00 137.00 132.50+3.64ab 2.75
20 ♀ 23.00 36.00 32.15+2.85c 9.29 122.32 139.41 127.22+2.98bc 2.45
Sumedang 5 ♂ 37.00 39.00 37.90+0.89ab 2.36 120.00 145.00 128.40+10.01b 7.80
20 ♀ 30.50 41.00 37.17+2.48b 6.98 122.00 134.54 128.36+4.39bc 7.68
Indramayu 5 ♂ 40.00 41.00 40.40+1.58ab 1.04 130.00 133.00 142.00+7.71a 5.43
20 ♀ 35.00 40.50 37.38+1.37b 12.36 120.08 136.15 129.34+4.49bc 3.38
Purwakarta 5 ♂ 37.50 41.00 39.10+1.43ab 3.66 125.00 135.00 130.00+3.81ab 2.93
20 ♀ 35.00 40.00 37.47+1.68b 11.37 122.00 135.00 128.27+3.78bc 6.29
Ciamis 8 ♂ 26.23 31.45 45.34+11.89a 26.23 125.00 140.00 132.50+2.74a 4.29
20 ♀ 43.20 58.30 49.95+4.59b 16.43 124.00 153.10 140.18+11.8a 8.56
Pangandaran 5 ♂ 38.00 42.00 40.00+1.58ab 3.95 124.00 130.00 130.80+5.12b 3.91
20 ♀ 34.00 40.00 37.00+1.61b 12.28 125.00 145.00 130.97+5.32b 4.24
Tasikmalaya 5 ♂ 37.63 41.50 39.73+1.39ab 3.50 135.00 140.00 136.60+2.30ab 2.68
20 ♀ 33.00 39.65 36.84+2.13b 12.34 120.00 134.54 126.26+3.67bc 2.67
Garut 10 ♂ 34.00 40.00 36.75+1.79b 4.88 120.00 140.00 129.60+6.76bc 5.21
20 ♀ 33.25 42.00 37.38+1.37b 9.14 110.00 145.00 130.46+7.74bc 3.04
Cianjur 5 ♂ 39.00 41.00 39.90+0.89ab 2.24 130.00 135.00 132.00+2.78a 2.07
20 ♀ 37.00 46.00 39.29+2.35b 7.22 126.00 148.00 137.17+7.15a 2.98
Sukabumi 5 ♂ 38.00 39.00 38.51+0.50ab 1.30 124.00 130.00 126.40+2.51b 1.99
20 ♀ 20.83 40.25 37.35+2.36b 10.96 116.37 134.00 127.00+5.57bc 22.34
n = jumlah sampel, JK = jenis kelamin (♂ = jantan, ♀ = betina), min = nilai minimum, max = nilai
maksimum, 𝑥̅ = rataan, Sd = standar deviasi, a,b..dstAngka dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK = Koefisien keragaman (%)
dan terendah di Sukabumi (126.40 cm). Lingkar dada sapi pasundan betina
wilayah Ciamis dan Cianjur berbeda nyata dengan wilayah Pangandaran, Garut,
Indramayu, Sumedang, Purwakarta, Sukabumi, Majalengka, Tasikmalaya dan
Kuningan. Wilayah Garut tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan Indramayu,
Sumedang, Purwakarta, Sukabumi, Majalengka, Tasikmalaya tetapi berbeda nyata
dengan Kuningan. Rataan tertinggi sapi pasundan betina terdapat di wilayah
Cianjur dengan rataan 137.16 dan terendah di Kuningan yaitu 125.15 cm.
Keragaman ukuran dalam dada sapi pasundan jantan berada pada kisaran
1.04–26.23% sedangkan pada sapi pasundan betina 9.14–16.43%. Sapi pasundan
betina memiliki keragaman ukuran dalam dada sebesar 2.34–5.93% sedangkan
sapi pasundan jantan 3.65–11.5%. Rataan ukuran dalam dada dan lingkar dada
sapi pasundan berdasarkan hasil penelitian ini terlihat lebih kecil dibandingkan
penelitian Hilmia (2014), namun memiliki koefisien keragaman yang lebih besar.
Hasil penelitian Hilmia (2014) menunjukkan bahwa rataan dalam dada dan
lingkar dada sapi Ciamis berturut-turut yaitu 54.70+4.39 cm dan 152.61+7.25 cm
sementara koefisien keragaman sapi Ciamis pada dua ukuran tersebut yaitu 8.03%
dan 4.75%. Hal ini menginterpretasikan bahwa ukuran tubuh sapi pasundan
khususnya dalam dada dan lingkar dada lebih beragam.
Keragaman Sapi
Ukuran Tubuh
bobot badan n
sapi
JK
pasundan
Min
jantan dan𝑥̅ /Sd
Max
betina diKKwilayah
subpopulasi
Tinggi pundakterlihat cenderung
Pasundan 65 beragam.
♂ Hal ini
115.00 ditunjukkan
145.50 dengan 14.40
124.76+5.52b koefisien
keragaman antara 10 sampai220 mendekati
♀ 30%.
106.34 Koefisien
145.50 121.38+11.87a 19.78 sapi
keragaman tertinggi
pasundan jantan terendah
Bali terdapat
30 ♂ di wilayah
118.95 Indramayu
135.50 (10.03%) dan tertinggi
3.58 di
124.20+4.47ab
Purwakarta (25.87%). Sapi pasundan 30 ♀
betina memiliki
118.88 127.67
keragaman tertinggi1.90
120.18+6.53b
28.01%
terdapat di wilayah Sukabumi sedangkan terendah di Ciamis yaitu 10.24%. Nilai
Madura 30 ♂ 122.00 132.00 127.25+3.87ab 3.04
koefisien keragaman bobot badan sapi pasundan terlihat sama dengan yang
30 ♀ 120.00 123.00 121.65+1.02ab 0.84
dilaporkan pada sapi pesisir dan sapi katingan.
PO 30 ♂ 123.50 136.00 127.23+3.02a 2.37
Tingginya tingkat keragaman bobot badan sapi pasundan diduga
♀
dipengaruhi oleh tingginya 30 keragaman 123.00 129.00
lingkungan 124.54+1.65a
pemeliharaan. 1.32
Keragaman
Panjang
yang badan
tinggi didugaPasundan 65 ♂
karena belum adanya 122.31 137.50 127.02+3.77b 12.97
program pemuliaan yang terarah (Adrial
2010 dan Utomo 2016). Namun ♀keragaman
220 92.22 yang145.50
tinggi pada ternak 29.18
124.70+11.87b ini dapat
dimanfaatkan untuk 30 ♂ dan seleksi.
Balipemuliabiakan 97.00 140.50
Sebagaimana127.02+3.77b
Sodiq et al.2.97
(2009)
30 ♀ 118.88
menjelaskan bahwa keragaman yang tinggi memberikan 127.67 1.90
peluang dilakukan
121.38+2.36b
seleksi “dalam bangsa”
Madura untuk ♂
30 memperoleh
127.00 ternak
151.00
dengan140.91+4.70a 3.34
tingkat produktivitas
yang tinggi. 30 ♀ 134.95 141.56 139.33+1.65a 1.70
Bobot badanPOpada hasil30penelitian
♂ ini
124.65 lebih kecil
135.00 dibandingkan
128.38+3.83b sapi
2.92lokal
Ciamis berdasarkan penelitian ♀
30 Hilmia (2014). Rataan
123.00 126.00 bobot badan sapi0.82
121.65+1.02b Ciamis
mencapai 267.68
Tinggi pinggul kg dan
Pasundanterlihat lebih
65 ♂ tinggi
119.00dibandingkan sapi aceh dan
147.50 127.04+5.30ab 14.18 katingan.
Sapi lokal Ciamis diduga merupakan
220 ♀ hasil persilangan
100.00 147.50 antara sapi lokal di15.99
122.20+2.33b wilayah
Ciamis yang merupakanBali keturunan
30 ♂ dari sapi
120.20 bali dengan
136.75 sapi PO,
126.05+4.50bhasil program
3.57
30 ♀ 120.13 128.92 124.20+2.64b 2.13
Madura 30 ♂ 125.00 128.35 127.37+1.28ab 1.01
30 ♀ 125.00 130.00 127.95+1.28a 1.00
PO 30 ♂ 125.00 138.00 129.14+3.12a 2.41
30 ♀ 128.60 134.60 130.10+1.68a 1.29
25
dan betina tidak berbeda nyata (P>0.05) namun sapi PO terlihat memiliki rataan
panjang badan lebih tinggi dibandingkan sapi pasundan dan bali. Rataan panjang
badan sapi bali lebih rendah, sapi bali jantan memiliki rataan yaitu 127.024 cm
sedangkan betina 121.38 cm.
Tabel 5 Deskripsi ukuran tinggi pundak, panjang badan dan tinggi pinggul sapi
rataan yang lebih rendah masing-masing yaitu 126.05 cm dan 122.20 cm. Secara
umum terlihat bahwa sapi pasundan memiliki tinggi pinggul yang hampir sama
dengan sapi madura dan PO tetapi lebih tinggi jika dibandingkan dengan sapi bali.
Tabel 5 menyajikan koefisien keragaman sebagai representasi dari
keragaman ukuran tubuh tinggi pundak, panjang badan maupun tinggi pinggul
sapi pasundan, bali, madura dan PO. Hasil menunjukkan bahwa keragaman
ukuran tinggi pundak, panjang badan dan tinggi pinggul sapi pasundan lebih
tinggi dibandingkan sapi bali, madura dan PO. Hal ini mengindikasikan bahwa
ukuran tubuh tersebut cukup beragam. Koefisien keragaman sapi pasundan jantan
dan betina berturut-turut pada ukuran tinggi pundak yaitu 14.40% dan 19.78%,
panjang badan (12.97% dan 29.18%) serta tinggi pinggul (14.18% dan 15.99%).
Tingginya keragaman dapat dimanfaatkan dalam upaya seleksi.
Tabel 6 Deskripsi ukuran lebar pinggul dan panjang kelangkang sapi pasundan,
bali, madura dan PO
Ukuran Tubuh Sapi n JK Min Max 𝑥̅ /Sd KK
Lebar pinggul Pasundan 65 ♂ 24.00 39.00 30.34+3.30c 10.88
(cm) 220 ♀ 24.00 42.00 32.31+3.54b 10.96
Bali 30 ♂ 35.40 50.10 40.21+4.29a 10.66
30 ♀ 34.48 37.06 36.06+0.86a 2.39
Madura 30 ♂ 32.00 49.00 38.03+3.87ab 10.18
30 ♀ 35.50 37.00 36.35+0.50a 1.38
PO 30 ♂ 34.10 35.64 35.03+0.65b 1.86
30 ♀ 34.50 38.50 36.11+1.03a 2.86
Panjang Pasundan 65 ♂ 21.00 36.40 27.76+2.39d 8.75
kelangkang 220 ♀ 19.50 41.82 30.90+4.69c 15.19
(cm) Bali 30 ♂ 41.24 57.18 34.76+4.46c 9.48
30 ♀ 39.39 45.57 35.20+1.75b 4.01
Madura 30 ♂ 37.18 44.18 36.61+2.14b 5.14
30 ♀ 32.00 40.00 36.28+2.07a 5.70
PO 30 ♂ 36.00 38.00 37.10+0.74a 2.02
30 ♀ 32.00 40.00 37.60+2.07a 5.70
n=jumlah sampel, JK=jenis kelamin (♂=jantan, ♀=betina), min=nilai minimum, max=nilai
maksimum, 𝑥̅ = rataan (cm), Sd=standar deviasi, a,b..dstAngka dengan huruf yang berbeda pada
kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK = Koefisien keragaman (%)
Hasil pada Tabel 5 menunjukkan bahwa ukuran lebar pinggul sapi bali
jantan nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan sapi PO dan pasundan namun
terlihat tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan sapi madura. Sapi madura terlihat
tidak berbeda dengan sapi PO. Rataan ukuran lebar pinggul tertingi terdapat pada
sapi bali jantan yaitu 40.21 cm dan sapi pasundan memiliki rataan terendah yaitu
30.34 cm. Sedangkan pada sapi betina terlihat bahwa rataan ukuran lebar pinggul
sapi bali, madura dan PO tidak berbeda nyata (P<0.05) namun nyata lebih tinggi
dibandingkan sapi pasundan. Rataan lebar pinggul sapi pasundan betina terlihat
lebih rendah yaitu 32.31 cm.
Rataan ukuran panjang kelangkang sapi PO jantan dan betina terlihat nyata
(P<0.05) lebih tinggi dibandingkan sapi pasundan, madura dan PO dengan rataan
masing-masing yaitu 37.10 cm dan 37.60 cm. Sedangkan panjang kelangkang sapi
PO betina tidak berbeda nyata (P<0.05) dengan sapi madura namun terlihat nyata
(P<0.05) lebih tinggi dibandingkan sapi bali dan pasundan. Rataan terendah
28
panjang kelangkang terdapat pada sapi pasundan jantan maupun dengan rataan
masing-masing yaitu 27.76 cm dan 30.90 cm.
Keragaman ukuran lebar pinggul sapi pasundan, bali, madura dan PO jantan
berkisar antara 1.86%–10.88%. Sedangkan pada sapi pasundan, bali, madura dan
PO betina memiliki keragaman antara 1.38% sampai 9.48%. Keragaman ukuran
panjang kelangkang sapi pasundan, bali, madura dan PO jantan yaitu 2.02%
sampai 9.48%. Sedangkan pada betina berkisar antara 4.01%–15.19%. Secara
umum hasil menunjukkan bahwa keragaman ukuran lebar pinggul dan panjang
kelangkang sapi pasundan lebih tinggi dibandingkan sapi bali, madura dan PO
jantan maupun betina.
Tabel 7 Deskripsi ukuran dalam dada dan lingkar dada sapi pasundan, bali,
madura dan PO
Ukuran Tubuh Sapi n JK Min Max 𝑥̅ /Sd KK
Lebar dada Pasundan 65 ♂ 22.00 34.00 28.62+2.93c 10.24
(cm) 220 ♀ 21.00 36.00 29.24+5.46c 18.68
Bali 30 ♂ 30.00 40.00 39.11+4.29a 2.91
30 ♀ 31.50 42.00 34.36+0.86b 2.51
Madura 30 ♂ 28.00 38.00 36.89+4.03a 10.91
30 ♀ 28.00 38.00 35.23+0.46a 1.29
PO 30 ♂ 26.00 39.00 34.13+0.69a 3.22
30 ♀ 28.00 39.50 33.93+3.57b 6.45
Dalam dada Pasundan 65 ♂ 21.00 60.00 38.03+6.69c 17.59
(cm) 220 ♀ 20.83 58.30 38.08+4.93c 12.94
Bali 30 ♂ 53.81 67.50 59.36+3.85a 6.49
30 ♀ 51.99 57.54 55.97+1.71a 3.06
Madura 30 ♂ 53.81 67.50 52.49+4.36b 8.31
30 ♀ 52.00 54.50 53.46+0.845a 1.58
PO 30 ♂ 48.00 52.55 49.78+1.60b 3.22
30 ♀ 44.50 53.63 49.83+3.21b 6.45
Lingkar Pasundan 65 ♂ 120.00 155.00 140.88+3.83b 2.72
dada (cm) 220 ♀ 110.00 153.10 129.99+6.62c 5.09
Bali 30 ♂ 135.44 175.00 145.45+9.94a 6.83
30 ♀ 132.92 141.70 141.74+2.74a 2.01
Madura 30 ♂ 130.00 160.00 141.79+6.16a 4.34
30 ♀ 138.00 159.00 136.76+5.98b 4.22
PO 30 ♂ 137.15 147.50 140.88+3.88a 2.72
30 ♀ 135.50 138.50 137.15+1.02b 0.82
n=jumlah sampel, JK=jenis kelamin (♂=jantan, ♀=betina), min=nilai minimum, max=nilai
maksimum, 𝑥̅ = rataan, Sd=standar deviasi, a,b..dstAngka dengan huruf yang berbeda pada kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK = Koefisien keragaman (%)
Ukuran lebar dada tertinggi terdapat pada sapi bali jantan dan sapi madura
betina dengan rataan masing-masing yaitu 39.11 cm dan 35.23 cm (Tabel 7).
Meskipun rataan lebar dada sapi bali jantan lebih tinggi tetapi tidak berbeda nyata
(P>0.05) dengan sapi madura dan PO namun terlihat berbeda nyata (P<0.05)
dengan sapi pasundan. Ukuran lebar dada sapi madura betina nyata lebih tinggi
dibandingkan sapi pasundan, bali dan PO, sedangkan sapi bali dan PO memiliki
29
ukuran yang tidak berbeda nyata (P>0.05). Sapi pasundan jantan dan betina
memiliki rataan terendah masing-masing yaitu 28.62 cm dan 29.24 cm.
Tabel 7 menunjukkan bahwa dalam dada sapi bali jantan dan betina
memiliki rataan tertinggi yaitu 59.36 cm dan 55.97 cm. Rataan dalam dada sapi
bali jantan terlihat berbeda nyata (P>0.05) dengan dengan sapi madura, PO dan
pasundan. Sedangkan rataan dalam dada sapi jantan bali dan madura berbeda
nyata (P<0.05) dengans api PO dan pasundan. Rataan terendah dalam dada
terdapat pada sapi pasundan jantan yaitu 38.03 cm dan pada sapi pasundan betina
yaitu 38.08 cm. Hasil penelitian ini didukung oleh Putra et al. (2016) bahwa sapi
bali memiliki dalam dada yang lebih besar dibandingkan dengan sapi PO dengan
rataan 56.00 cm. Hal ini sesuai dengan Rollinson dan Payne (1999) yang
menyatakan bahwa sapi bali memiliki bagian dada yang dalam.
Rataan lingkar dada sapi bali, madura dan PO jantan tidak berbeda nyata
(P>0.05) namun berbeda nyata (P>0.05) jika dibandingkan dengan sapi pasundan.
Ukuran sapi pasundan jantan memiliki rataan lebih rendah dibandingkan sapi bali,
madura dan PO yaitu 140.88 kg. Sedangkan rataan ukuran lingkar dada sapi bali
betina terlihat nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan sapi pasundan, madura
dan PO. Sapi madura dan PO betina tidak berbeda nyata (P<0.05) namun nyata
(P<0.05) lebih tinggi dibandingkan sapi pasundan betina. Rataan lingkar dada sapi
pasundan betina yaitu 129.99 kg. Rataan tertinggi ukuran lingkar dada terdapat
pada sapi bali jantan dengan rataan 145.45 cm dan sapi madura betina yaitu
141.76 cm.
Keragaman ukuran lebar dada dan dalam dada tertinggi terdapat pada sapi
pasundan jantan maupun betina dengan rataan koefisien keragaman masing-
masing yaitu 10.24% dan 18.68% serta 17.59% dan 12.94%. Sedangkan
keragaman ukuran lingkar dada tertinggi terdapat pada sapi bali jantan yaitu
6.83%. Pada sapi betina, keragaman tertinggi ukuran lingkar dada terdapat pada
sapi pasundan 5.08%. Tingginya nilai koefisien keragaman menunjukkan bahwa
ukuran tubuh lebar dada, dalam dada dan lingkar dada pada sapi pasundan jantan
dan betina sangat bervariasi dan cenderung beragam.
Bobot badan sapi bali, madura dan PO jantan berbeda nyata (P<0.05) dan
terlihat lebih tinggi dibandingkan sapi pasundan. Sapi bali betina terlihat berbeda
nyata (P<0.05) dan memiliki bobot badan lebih berat dibandingkan sapi madura,
PO dan pasundan. Rataan bobot badan sapi pasundan terlihat lebih kecil pada
jantan maupun betina dengan rataan masing-masing yaitu 203.38 kg dan 199.40
kg. Hasil penelitian ini terlihat sama dengan Abdullah et al. (2007) yang
melaporkan bahwa pada tingkatan umur yang sama, sapi Aceh terlihat memiliki
bobot badan lebih rendah dibandingkan sapi bali, madura dan PO. Utomo et al.
(2010) juga menyatakan bahwa bobot badan sapi bali dan PO terlihat lebih tinggi
daripada sapi katingan.
Bobot badan ternak merupakan representasi dari kondisi pemeliharaan
ternak. Berdasarkan hasil penelitian ini, bobot badan sapi pasundan jantan dan
betina terlihat lebih rendah dibandingkan sapi bali, madura dan PO. Rendahnya
bobot badan sapi pasundan diduga karena perbedaan sistem pemeliharaan dan
arah seleksi. Sebagaimana Sumantri (2007) dan Gunawan et al. (2008) bahwa
mengungkapkan bahwa selain faktor genetik, ukuran-ukuran tubuh dapat
dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan. Sapi pasundan dipelihara secara semi
intensif sampai ekstensif. Peternak di wilayah subpopulasi sapi pasundan
memiliki kebiasaan mengembalakan di wilayah sekitar hutan maupun di pesisir
pantai. Sebelum ditetapkan sebagai rumpun, pemerintah belum merumuskan
kebijakan dalam pelestarian dan pengembangan sapi pasundan. Sehingga diduga
belum adanya kebijakan terhadap arah seleksi sapi pasundan. Kemungkinan
terjadi seleksi negatif, yaitu penjulan terhadap ternak dengan ukuran yang lebih
besar dan produktif tanpa adanya upaya perbaikan mutu genetik sehingga yang
tersisa adalah sapi dengan performa kecil dan bobot badan rendah.
Tawaf dan Kuswaryan (2006) menyatakan bahwa kebijakan pemerintah
dalam pembangunan peternakan masih bersifat top-down. Sebelum adanya
penetapan rumpun terhadap sapi pasundan, pemeliharaan atau budidaya masih
dilakukan oleh peternak kecil dengan orientasi sebagai tabungan. Hal ini berbeda
dengan sapi bali, madura dan PO yang telah diorientasikan arah
pengembangannya ke ternak penghasil daging. Adanya upaya pemerintah terlihat
dengan adanya penetapan rumpun maupun penentuan wilayah sumber bibit pada
sapi bali, madura dan PO (Kementrian Pertanian 2010 dan 2012). Implikasi dari
adanya orientasi tersebut ditandai dengan tingginya bobot badan pada sapi bali,
madura maupun pasundan. bobot badan dapat mencerminkan bobot karkas yang
dihasilkan suatu ternak. Semakin tinggi bobot badan ternak akan menghasilkan
persentase bobot karkas yang tinggi.
Adanya perhatian dalam pengembangan ternak sapi bali, madura dan PO
secara khusus juga ditunjukkan dengan keragaman yang rendah. Sebagaimana
Tabel 8 terlihat bahwa sapi bali, madura dan PO memiliki nilai koefisien
keragaman pada kisaran 1.41–6.03%. Sapi pasundan memiliki keragaman bobot
badan yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari tingginya koefisien keragaman
masing-masing pada jantan dan betina yaitu 19.74% dan 10.73%. Namun
keragaman yang tinggi ini dapat dimanfaatkan dalam seleksi. Semakin
beragamnya nilai suatu sifat akan memungkinkan dilakukannya seleksi. Seleksi
merupakan salah satu faktor yang perlu dilakukan dalam upaya peningkatan mutu
genetik ternak. Utomo et al. (2015) yang menjelaskan bahwa semakin tinggi
31
variasi genotipe dalam populasi, semakin besar perbaikan mutu bibit yang
diharapkan.
Penciri Ukuran Tubuh dan Bentuk Sapi Pasundan, Bali, Madura dan PO
Hasil analisis T2-Hotelling menunjukkan bahwa sapi pasundan vs bali,
pasundan vs madura, pasundan vs PO, bali vs madura dan bali vs PO jantan dan
betina memiliki ukuran tubuh dan bentuk yang berbeda nyata (P<0.05).
Persamaan ukuran dan bentuk tubuh sapi pasundan, bali, madura dan PO jantan
dan betina disajikan pada Tabel 9.
Keragaman total komponen ke-1 terendah yaitu 36.00% dan tertinggi
88.80% masing-masing terdapat pada sapi madura jantan dan betina. Keragaman
total komponen ke-2 yang disetarakan dengan bentuk terendah yaitu 8.20%
terdapat pada sapi madura betina dan tertinggi 35.30% terdapat pada sapi bali
jantan. Nilai eigen ukuran dan bentuk tertinggi yaitu 373.93 dan 224.71 terdapat
pada sapi pasundan betina, sedangkan nilai eigen ukuran dan bentuk terendah
masing-masing yaitu 41.44 terdapat pada sapi madura betina dan 3.816 pada sapi
bali betina.
Tabel 9 Persamaan penciri ukuran tubuh dan bentuk serta nilai korelasi pada
sapi pasundan, bali, madura dan PO jantan dan betina
Sapi JK Persamaan KT Λ
Pasundan ♂ Ukuran 0,351x1+0,648x2+0,493x3+0,113x4+0,209x5 51,70 204,73
+0,364x6+0,158x7-0,004x8
Bentuk 0,137x1+0,507x2-0,528x3+0,022x4- 25,90 102,51
0,650x5+0,054x6-0,013x7+0,137x8
♀ Ukuran 0,137x1+0,507x2+0,528x3+0,022x4- 48,00 373,93
0,650x5+0,054x6-0,013x7+0,137x8
Bentuk 0,137x1+0,507x2-0,528x3+0,022x4- 28,90 224,71
0,650x5+0,054x6-0,013x7-0,137x8
Bali ♂ Ukuran 0,306x1+0,267x2+0,608x3+0,315x4+0,255x5 58,80 132,08
+0,303x6+0,315x7+0,331x8
Bentuk -0,237x1-0,192x2+0,793x3-0,238x4-0,225x5- 35,30 79,43
0,239x6-0,238x7+0,237x8
♀ Ukuran -0,555x1-0,463x2-0,531x3+0,024x4+0,132x5- 75,90 25,04
0,518x6+0,053x7+0,088x8
Bentuk - 17,60 5,81
0,168x1+0,163x2+0,106x3+0,004x4+0,645x5-
0,099x6+0,205x7+0,683x8
Madura ♂ Ukuran 0,259x1+0,157x2+0,722x3-0,305x4- 36,00 48,13
0,311x5+0,319x6+0,274x7+0,011x8
Bentuk 0,146x1+0,444x2+0,282x3+0,578x4+0,095x5 24,20 32,34
+0,134x6+0,569x7+0,131x8
♀ Ukuran 0,249x1-0,015x2+0,929x3-0,009x4- 88,80 41,44
0,002x5+0,254x6+0,037x7+0,092x8
Bentuk 0,059x1+0,972x2+0,043x3-0,123x4+0,006x5- 8,20 3,82
0,111x6-0,116x7-0,095x8
PO ♂ Ukuran -0,203x1-0,670x2- 71,70 32,19
0,670x3+0,098x4+0,134x5+0,151x6+0,098x7-
0,035x8
Bentuk 0,956x1-0,161x2-0,161x3+0,046x4-0,165x5- 21,70 9,31
0,053x6+0,046x7+0,003x8
♀ Ukuran 0,746x1+0,060x2+0,577x3+0,168x4+0,122x5 48,90 158,98
+0,059x6+0,173x7+0,173x8
Bentuk 0,248x1-0,688x2-0,070x3-0,109x4-0,043x5- 33,60 109,46
32
0,667x6-0,118x7-0,122x8
x1=tinggi pundak, x2=panjang badan, x3=lingkar dada, x4= lebar dada, x5=dalam dada,
x6= tinggi pinggul, x7= lebar pinggul, x8= panjang kelangkang, KT = keragaman total, λ
= nilai eigen
Adapun rekapitulasi penciri ukuran tubuh dan bentuk sapi pasundan, bali,
mandura dan PO jantan dan betina disajikan pada Tabel 10. Hasil Analisis
Komponen Utama menunjukkan bahwa penciri ukuran tubuh dan bentuk sapi
pasundan, bali, madura dan PO jantan maupan betina memiliki perbedaan. Hasil
ini sesuai dengan analisis uji T2-Hottelling yang menunjukkan bahwa ukuran-
ukuran tubuh kelompok sapi pasundan, bali, madura dan PO berbeda nyata
(P<0.05).
Tabel 10 Rekapitulasi penciri ukuran kranium dan bentuk serta nilai korelasi
pada sapi pasundan, bali, madura dan PO
Sapi JK Penciri ukuran dan korelasi Penciri bentuk dan korelasi
terhadap skor ukuran terhadap skor bentuk
Sapi pasundan ♂ Panjang badan (+0.0001) Panjang badan (+0.0002)
♀ Lingkar dada (+0.0005) Tinggi pundak (+0.0002)
Sapi bali ♂ Lingkar dada (+0.0023) Lingkar dada (+0.0005)
♀ Dalam dada (+0.0015) Panjang kelangkang (+0.0336)
Sapi madura ♂ Lingkar dada (+0.0008) Lebar dada (+0.0022)
♀ Lingkar dada (+0.0019) Panjang badan (+0.0667)
♂ Tinggi pinggul (+0.002) Panjang badan (+0.0667)
Sapi PO
♀ Tinggi pundak (+0.0002) Lingkar dada (-0.0001)
(+) = berkorelasi positif, (-) = berkorelasi negatif
Nilai korelasi sapi yang positif pada masing-masing penciri ukuran tubuh
dan bentuk tubuh sapi pasundan, bali, madura dan PO menunjukkan bahwa
peningkatan nilai ukuran tubuh akan meningkatkan skor ukuran tubuh ataupun
bentuk. Sedangkan korelasi negatif akan menurunkan skor ukuran tubuh ataupun
bentuk. Karakteristik domba tangkas dan pedaging berdasarkan hasil penelitian
Gunawan et al. (2012) bahwa arah korelasi yang berbeda menunjukkan bahwa
program pemuliaan kedua kelompok domba tersebut telah mengalami seleksi ke
arah sifat yang berbeda.
Keterangan :
: Sapi pasundan : Sapi madura
: Sapi bali : Sapi Peranakan Ongole
Gambar 10 Diagram kerumunan sapi pasundan, bali, madura dan PO jantan
berdasarkan ukuran tubuh
Keterangan :
: Sapi pasundan : Sapi madura
: Sapi bali : Sapi Peranakan Ongole
Gambar 11 Diagram kerumunan sapi pasundan, bali, madura dan PO betina
berdasarkan ukuran tubuh
Letak kerumunan sapi pasundan dan bali yang saling berdekatan dan
mengarah mendekati sumbu Y menunjukkan bahwa terdapat kedekatan secara
genetis antar keduanya. Hal ini didukung pernyataan Indrijani et al. (2013) bahwa
sapi pasundan memiliki kesamaan genetis dengan sapi bali murni, namun karena
faktor seleksi negatif mengakibatkan penurunan performa sapi pasundan menjadi
lebih kecil. Berdasarkan kajian arkeologis pada zaman kolonial tahun 1896,
pemerintah Jawa Barat melakukan gradding up sapi lokal dengan sapi bali dengan
tujuan untuk meningkatkan performa ternak.
Kerumunan yang terpisah antara sapi jantan antara pasundan dengan bali
dan PO dengan madura menunjukkan tidak adanya hubungan yang dekat antara
masing-masing sapi. Hasil penelitian Gerli et al. (2012) mengungkapkan bahwa
kerbau murrah dan rawa sangat berbeda. Hal tersebut ditunjukkan dengan
35
kerumunan data yang saling terpisah. Perbedaan ini disebabkan kerbau murrah
dan rawa memiliki asal-usul yang berbeda.
Perbedaan penciri ukuran dan bentuk tubuh masing-masing sapi yang
diamati diduga dipengaruhi oleh keragaman lingkungan pemeliharaan. Gunawan
et al. (2012) mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan penciri ukuran dan
bentuk tubuh Domba Ekor Gemuk (DEG) Madura dan Rote yang diduga
dipengaruhi oleh tingginya keragaman lingkungan pemeliharaan. Hal ini
sependapat dengan Everitt dan Dunn (1999) yang menjelaskan bahwa skor ukuran
(sumbu X) lebih dipengaruhi faktor lingkungan sedangkan skor bentuk (sumbu Y)
lebih dipengaruhi faktor genetik. Perbedaan kerumunan juga diduga disebabkan
karena adanya perbedaan asal-usul ternak yang diamati.
Lingkungan pemeliharaan sapi pasundan, madura dan PO relatif beragam.
Pengambilan sampel ternak yang dilakukan secara purpossive sampling, hal ini
diduga mempengaruhi tingginya keragaman ukuran tubuh. Pemeliharaan sapi
pasundan, bali, madura dan PO pada penelitian ini cukup bervariasi mulai dari
pemeliharaan intensif, semi intensif sampai ekstensif. Pemeliharaan sapi pasundan
secara umum masih bersifat tradisional dengan secara pola semi intensif dan
ekstensif. Kedua pola ini mengandalkan vegetasi alam sebagai daya dukung pakan
(Arifin et al. 2015). Sapi pasundan biasanya digembalakan di sekitar hutan
maupun sepanjang pesisir pantai. Hal tersebut menunjukkan bahwa ukuran tubuh
lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan.
Yunusa et al. (2013) mengungkapkan bahwa rata-rata nilai heigth slope pada
domba uda dan balami di Nigeria sebesar 2.56.
Hasil menunjukkan bahwa nilai length index sapi pasundan, bali, madura
dan PO relatif sama (Tabel 12), namun terlihat bahwa sapi madura terlihat
berbeda nyata (P<0.05) dengan sapi pasundan, bali dan PO. Sedangkan antara sapi
pasundan, bali dan PO terlihat tidak berbeda nyata (P>0.05). Length index
merupakan nilai yang diperoleh dari rasio panjang badan dengan tinggi pundak.
Tabel 11 Deskripsi nilai indeks heigth slope, length index dan balance sapi
pasundan, bali, madura dan PO
Nilai indeks n JK Min Max 𝑥̅ /Sd KK
Heigth slope Sapi pasundan 65 ♂ 1.00 4.00 2.84+2.17a 66.66
220 ♀ 1.40 4.00 2.82+2.21a 22.31
Sapi bali 30 ♂ 1.03 2.56 1.36+0.25b 19.07
30 ♀ 0.90 3.48 1.29+0.86b 40.38
Sapi madura 30 ♂ 0.50 4.60 1.31+0.91b 47.51
30 ♀ 5.18 4.60 1.59+0.13b 2.31
Sapi PO 20 ♂ 3.00 4.50 1.67+4.53b 37.75
10 ♀ 1.50 4.00 1.50+3.92b 40.43
Length index Sapi pasundan 65 ♂ 0.95 1.12 1.01+0.02b 4.99
220 ♀ 1.77 5.56 1.01+0.07b 7.07
Sapi bali 30 ♂ 0.95 1.06 1.02+0.02b 1.99
30 ♀ 2.11 2.41 1.01+0.01b 0.08
Sapi madura 30 ♂ 0.95 1.18 1.11+0.03a 3.25
30 ♀ 2.55 2.71 1.12+0.02a 1.86
Sapi PO 20 ♂ 1.01 1.02 1.01+0.03b 3.04
10 ♀ 2.28 2.76 1.10+0.02b 2.06
Balance Sapi pasundan 65 ♂ 0.39 1.55 0.81+0.22a 26.89
220 ♀ 0.51 1.46 0.93+0.17a 18.13
Sapi bali 30 ♂ 0.72 0.90 0.81+0.03a 3.84
30 ♀ 0.76 0.85 0.82+0.02b 3.06
Sapi madura 30 ♂ 0.67 1.04 0.82+0.03a 10.35
30 ♀ 0.83 0.89 0.84+0.02b 2.44
Sapi PO 20 ♂ 0.71 0.82 0.76+0.03a 4.98
10 ♀ 0.70 0.89 0.82+0.04b 5.14
n=jumlah sampel, JK=jenis kelamin (♂=jantan, ♀=betina), min=nilai minimum, max=nilai
maksimum, 𝑥̅ = rataan, Sd=standar deviasi, a,b..dstAngka dengan huruf yang berbeda pada kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK = Koefisien keragaman (%)
betina tidak berbeda nyata (P>0.05) tetapi antara sapi pasundan dan madura
terlihat adanya perbedaan yang nyata (P>0.05). Nilai balance merupakan rasio
antara lebar pinggul dan panjang pinggang dengan dalam dada dan lebar dada.
Rataan tertinggi nilai balance terdapat pada sapi madura jantan yaitu 0.82 dan sapi
pasundan betina sebesar 0.93. Nilai indeks balance pada sapi pasundan, bali,
madura jantan lebih tinggi dibandingkan sapi white park dengan nilai 0.86
(Alderson 1999).
Hasil penelitian Handiwirawan et al. (2011) melaporkan nilai balance pada
beberapa domba yaitu domba barbados belly cross, domba garut lokal, domba
garut komposit, domba sumatera komposit dan domba St. Croix cross dengan
nilai masing-masing 0.74, 0.64, 0.91, 0.75 dan 0.77. Hasil penelitian Nurfaridah et
al. (2013) menunjukkan bahwa nilai balance domba komposit dropper suffolk
adalah 0.67. Nilai balance pada kuda pacu Thoroughberd jantan dan betina
memiliki rataan yaitu 1.02 dan 1.09 (Takaendengan 2011).
Nilai indeks heigth slope, length index dan balance pada sapi pasundan
terlihat lebih beragam jika dibandingkan dengan sapi bali, madura dan PO. Hal ini
ditunjukkan dengan tingginya nilai koefisien keragaman (Tabel 11). Selanjutnya
nilai keragaman tertinggi terdapat pada sapi madura, PO dan bali. Nilai
keragaman nilai indeks heigth slope pada sapi pasundan jantan mencapai 66.66%
sedangkan pada betina 22.31%. Selanjutnya nilai length index dan balance pada
jantan dan betina masing-masing yaitu 4.99% dan 7.07%; serta 26.89% dan
18.13%. Nilai keragaman terendah ditunjukkan pada sapi bali jantan dan betina
dengan koefisien keragaman nilai masing-masing pada heigth slope (19.07%;
40.38%), length index (1.99%; 0.08%) dan balance (3.84%; 3.06%).
Tabel 12 menyajikan deskripsi nilai indeks width slope, depth index dan
foreleg length pada sapi pasundan, bali, madura dan PO. Secara umum terlihat
bahwa perbedaan rumpun/jenis sapi berpengaruh terhadap nilai indeks width
slope, depth index maupun foreleg length.
38
Tabel 12 Deskripsi nilai indeks width slope, depth index dan foreleg length (cm)
sapi pasundan, bali, madura dan PO
Nilai indeks n JK Min Max 𝑥̅ /Sd KK
Width slope Sapi pasundan 65 ♂ 2.00 3.50 2.17+2.16a 99.67
220 ♀ 2.14 3.00 3.84+2.75a 71.60
Sapi bali 30 ♂ 1.10 1.11 1.10+0.01b 0.17
30 ♀ 0.10 2.49 1.70+0.59b 34.81
Sapi madura 30 ♂ 1.13 0.43 1.13+0.43b 38.31
30 ♀ 1.00 2.00 1.12+0.30b 26.82
Sapi PO 30 ♂ 0.01 1.10 1.10+0.01b 0.10
30 ♀ 0.71 0.89 1.20+0.51b 42.58
Depth Sapi pasundan 65 ♂ 0.16 0.51 0.30+0.59c 19.39
index 220 ♀ 0.42 0.48 0.32+0.04c 14.17
Sapi bali 30 ♂ 0.43 0.52 0.47+0.02a 4.59
30 ♀ 0.41 0.43 0.46+0.03a 3.94
Sapi madura 30 ♂ 0.33 0.48 0.41+0.03b 9.40
30 ♀ 0.41 0.44 0.43+0.01b 2.13
Sapi PO 30 ♂ 0.37 0.43 0.39+0.02b 5.34
30 ♀ 0.37 0.45 0.42+0.02b 5.58
Foreleg Sapi pasundan 65 ♂ 57.00 117.00 86.17+10.16a 11.79
length 220 ♀ 57.10 109.50 81.31+8.11a 9.98
(cm) Sapi bali 30 ♂ 57.50 75.25 65.40+3.17b 4.84
30 ♀ 61.34 71.14 66.53+3.17b 4.76
Sapi madura 30 ♂ 65.00 91.00 74.74+6.25b 8.36
30 ♀ 69.25 75.50 71.08+1.91b 2.69
Sapi PO 30 ♂ 65.00 91.00 77.47+4.73b 6.11
30 ♀ 68.00 84.17 71.66+4.80b 6.70
n=jumlah sampel, JK=jenis kelamin (♂=jantan, ♀=betina), min=nilai minimum, max=nilai
maksimum, 𝑥̅ = rataan (cm), Sd=standar deviasi, a,b..dstAngka dengan huruf yang berbeda pada
kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK = Koefisien keragaman (%)
merupakan nilai indeks yang diperoleh dari rasio antara dalam dada dan tinggi
pundak. Depth index merepresentasikan tipe gemuk dan berkaki panjang atau
berkaki pendek, nilai depth index lebih besar dari 0.5 maka ternak memiliki tipe
gemuk dan berkaki pendek sedangkan lebih kecil dari 0.5 menggambarkan tipe
ternak berkaki panjang (Nurfaridah et al. 2013). Sapi bali jantan dan betina
memiliki rataan depth index tertinggi yaitu 0.47 dan 0.46. Hasil penelitian
Alderson (1999) yang menunjukkan bahwa nilai depth index sapi white park
adalah 0.56 dan terlihat lebih tinggi dibandingkan sapi bali, madura, PO maupun
pasundan.
Nilai foreleg length diperoleh dari pengurangan tinggi pundak dengan dalam
dada. Foreleg length hanya dapat menjelaskan berapa panjang kaki depan ternak
(Nurfaridah et al. 2013). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai foreleg
length sapi pasundan jantan dan betina nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan
sapi bali, madura dan PO dengan rataan pada sapi pasundan jantan (79.08 cm) dan
betina (85.47 cm). Nilai foreleg length terendah terdapat pada sapi bali dan
terlihat tidak berbeda nyata (P>0.05) dibandingkan sapi madura dan PO dengan
rataan pada jantan 65.610 cm dan betina 65.40 cm. Nilai foreleg length sapi white
park (Alderson 1999) lebih kecil dibandingan sapi pasundan, bali dan PO dengan
nilai 56.31 cm. Sapi white park memiliki bobot badan 619.43 kg dapat
dikategorikan memiliki kaki yang pendek.
Nilai cumulative index merupakan gabungan perhitungan nilai indeks yang
terdiri dari weigth, length index dan balance yang mempunyai peranan penting
dalam menentukan tipe dari suatu ternak sapi (Alderson 1999). Rataan cumulative
index sapi pasundan, bali dan madura berkisar antara 2.79–2.99. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa sapi bali memiliki nilai cumulative index yang lebih
tinggi (P<0.05) dibandingkan sapi pasundan, madura dan PO.
Tabel 13 Deskripsi nilai cumulative index sapi pasundan, bali, madura dan PO
Sapi JK n Min Max 𝑥̅ /Sd KK
Sapi pasundan ♂ 65 2.25 3.48 2.64+0.26a 9.84
♀ 217 2.16 3.23 2.73+0.19b 7.20
Sapi bali ♂ 30 2.63 2.84 2.86+0.14a 4.88
♀ 30 2.63 2.78 2.89+0.04b 1.60
Sapi madura ♂ 30 2.66 3.16 2.81+0.12a 4.29
♀ 30 2.83 3.11 2.71+0.08a 2.66
Sapi PO ♂ 20 2.63 2.84 2.73+0.08ab 3.25
♀ 10 2.56 2.81 2.74+0.06b 2.12
n=jumlah sampel (ekor), JK=jenis kelamin (♂=jantan, ♀=betina), min=nilai minimum (cm),
max=nilai maksimum (cm), 𝑥̅ = rataan (cm), Sd=standar deviasi, a,b..dstAngka dengan huruf yang
berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK = Koefisien
keragaman (%)
yaitu 2.62, domba Garut komposit yaitu 3.38, domba Sumatera komposit yaitu
2.71 dan domba St. Croix cross dengan rataan 2.61 (Hendriwirawan et al. 2011).
Sedangkan Alderson (1999) melaporkan bahwa sapi betina dewasa white park
memiliki nilai CI 3.88. Handriwirawan et al. (2011) menjelaskan bahwa
perbedaan nilai indeks morfometrik disebabkan karena perbedaan bangsa dan
tetuanya.
41
Tabel 14 Deskripsi ukuran kranium profile length, median frontal length dan length of the nasals sapi pasundan wilayah subpopulasi
Profile Length (x1) (cm) Median frontal length (x2) (cm) Length of the nasals (x3) (cm)
Wilayah n JK
Min Max ̅ /Sd KK Min Max ̅ /Sd KK Min Max ̅ /Sd KK
Kuningan 7 ♂ 36.00 40.50 39.79+1.73b 4.46 18.50 19.75 22.03+1.558bc 5.08 13.40 15.20 14.46+ 0.81a 5.57
20 ♀ 34.00 40.50 37.81+0.61bc 5.13 17.50 20.75 19.40+0.31b 5.00 12.60 15.20 14.12+ 0.25ab 5.49
Majalengka 5 ♂ 37.00 42.00 40.25+1.55ab 3.84 19.00 21.50 20.30+0.91abc 4.47 14.60 15.80 15.0+ 0.476ab 3.17
20 ♀ 33.50 41.00 37.71+0.52c 2.25 17.25 21.00 19.36+0.26b 5.81 12.40 15.40 14.08+ 0.21b 6.39
Sumedang 5 ♂ 39.50 41.50 40.54+0.88ab 2.00 19.75 21.00 20.35+2.39abc 2.39 14.30 15.10 14.74+ 0.33ab 2.23
20 ♀ 38.75 41.50 40.46+0.28abc 2.20 19.88 21.25 20.73+0.46ab 2.15 13.80 15.60 15.18+ 0.11ab 2.35
Indramayu 5 ♂ 38.00 41.50 39.00+1.26b 3.23 19.50 20.75 20.05+0.72bc 3.57 14.20 15.60 14.64+ 0.57b 3.91
20 ♀ 37.00 41.50 38.71+0.40abc 3.29 19.00 21.00 19.86+0.20ab 3.20 13.80 15.60 14.85+ 0.16ab 3.51
Purwakarta 5 ♂ 37.50 41.50 40.33+1.12ab 2.76 19.25 21.25 29.60+ 2.07abc 3.71 14.00 15.60 14.96+ 0.61ab 4.06
20 ♀ 37.50 41.50 39.85+0.39abc 3.13 19.25 21.25 20.43+0.92ab 3.06 14.00 15.60 14.94+ 0.16ab 3.34
Ciamis 8 ♂ 38.70 48.20 43.05+3.12a 7.24 19.85 24.60 22.02+1.56a 7.07 14.48 18.28 16.22+ 1.25b 7.68
20 ♀ 35.10 44.80 40.37+0.44ab 2.68 17.55 22.40 20.13+0.22ab 6.66 13.04 18.28 15.21+ 0.19a 7.78
Pangandaran 5 ♂ 38.00 40.50 39.1+0.88b 2.25 19.50 22.00 20.03+0.45bc 2.27 14.20 15.20 14.62+ 0.36b 2.49
20 ♀ 37.50 41.50 39.02+0.31abc 1.17 19.25 21.25 20.01+0.16ab 2.92 14.00 15.60 14.61+ 0.418 3.20
Tasikmalaya 5 ♂ 34.50 42.00 39.00+2.59b 6.63 17.75 21.50 19.70+1.47bc 1.47 12.80 15.80 14.36+8.20b 8.20
20 ♀ 34.50 46.00 38.53+ 0.69abc 3.02 17.75 23.50 19.76+0.35ab 7.64 14.50 15.60 14.41+0.28ab 8.38
Garut 10 ♂ 40.00 45.00 42.75+2.13ab 4.97 20.50 23.00 21.55+1.12ab 5.21 15.00 17.00 15.84+ 5.67b 5.67
20 ♀ 36.00 48.00 41.28+0.672a 7.09 18.50 24.50 21.14+0.34a 6.92 13.40 18.20 15.51+ 0.27a 7.55
Cianjur 5 ♂ 36.50 42.00 39.34+2.04b 5.18 18.50 19.75 19.11+0.50c 2.62 13.85 15.80 14.72+ 0.88b 5.93
20 ♀ 33.00 51.00 39.97+1.08abc 11.73 17.00 26.00 20.48+0.54ab 11.44 12.20 19.40 14.99+0.430ab 12.51
Sukabumi 5 ♂ 38.00 42.00 39.79+1.66ab 4.13 19.50 22.00 20.60+1.08abc 5.26 14.20 15.80 14.96+ 0.67ab 4.67
20 ♀ 38.00 43.00 40.30+0.54abc 4.27 19.50 22.00 20.65+0.27ab 4.16 14.20 16.20 15.12+ 0.28ab 4.55
n=jumlah sampel, JK=jenis kelamin (♂=jantan, ♀=betina), min=nilai minimum, max=nilai maksimum, ̅ = rataan, Sd=standar deviasi, a,b..dstAngka dengan huruf yang berbeda pada kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK = Koefisien keragaman (%)
43
Tabel 15 Deskripsi ukuran kranium foramen gums length, candilo bassal length dan greatest breadth of the skulls sapi pasundan berdasarkan wilayah
subpopulasi
Foramen gums length (x4) (cm) Candilo bassal length (x5) (cm) Greatest breadth of the skulls (x6) (cm)
Wilayah n JK
Min Max 𝑥̅ /Sd KK Min Max 𝑥̅ /Sd KK Min Max 𝑥̅ /Sd KK
Kuningan 7 ♂ 7.90 8.40 8.22+0.20bc 2.45 32.00 36.50 34.65+2.01c 5.81 20.75 23.25 21.90+1.15b 5.27
20 ♀ 7.75 8.40 8.13+0.06b 2.38 30.00 36.50 33.81+0.62bc 5.73 20.00 23.25 21.90+0.31bc 4.43
Majalengka 5 ♂ 8.00 8.55 8.30+0.20bc 2.41 33.00 38.00 35.60+1.87bc 5.10 20.00 24.00 22.30+1.56ab 7.02
20 ♀ 7.70 8.45 8.12+ 0.05b 2.77 29.50 37.00 33.71+0.52c 6.68 19.75 23.50 21.86+0.285b 5.15
Sumedang 5 ♂ 9.25 10.00 9.47+0.31a 3.23 35.50 37.50 36.60+0.82bc 2.24 22.75 24.00 23.50+0.47ab 1.99
20 ♀ 8.22 8.50 8.39+0.03b 1.06 34.75 47.50 36.46+0.28abc 2.44 22.37 23.75 23.22+0.14ab 1.92
Indramayu 5 ♂ 8.15 8.50 8.26+0.14bc 1.73 34.00 37.50 35.10+1.43c 4.08 22.00 23.75 22.55+0.72b 3.17
20 ♀ 8.05 8.50 8.22+0.04b 1.55 33.00 36.50 34.71+0.40abc 3.67 21.50 23.75 22.36+0.20ab 2.85
Purwakarta 5 ♂ 8.10 8.50 8.34+0.15abc 1.82 33.50 37.50 35.90+1.52bc 4.22 21.75 23.75 22.95+0.76ab 3.30
20 ♀ 8.10 8.50 8.34+0.04b 1.50 33.50 37.50 35.85+0.39abc 3.48 21.75 23.75 22.93+0.19ab 2.72
Ciamis 8 ♂ 8.22 9.17 8.66+0.32abc 3.60 34.70 44.20 39.05+7.98a 7.98 21.90 25.70 23.80+1.08a 4.55
20 ♀ 8.36 9.67 8.90+0.05a 3.32 31.10 40.80 36.27+0.44ab 7.40 18.20 23.50 20.29+0.20d 5.88
Pangandaran 5 ♂ 8.10 8.40 8.26+0.09bc 1.10 34.00 36.50 35.05+0.90c 2.59 22.00 23.25 22.53+0.45b 2.02
20 ♀ 8.10 8.50 8.25+0.04b 1.42 33.50 37.50 35.03+0.37abc 3.34 21.75 23.75 22.51+0.19ab 2.60
Tasikmalaya 5 ♂ 6.35 8.55 7.90+0.89c 11.25 30.50 38.00 34.40+2.95c 8.56 18.50 24.00 21.50+2.23b 10.37
20 ♀ 7.80 8.95 8.20+0.07b 3.68 34.75 37.50 34.53+0.69abc 8.75 20.25 26.00 22.26+0.346 6.78
Garut 10 ♂ 8.35 8.85 8.56+0.26abc 2.63 36.00 41.00 38.10+2.25ab 5.90 19.75 24.00 22.10+1.70ab 7.70
20 ♀ 7.95 9.15 8.48+0.06b 3.45 32.00 44.00 37.28+0.67a 32.00 21.00 27.00 23.64+0.336a 6.19
Cianjur 5 ♂ 8.00 11.49 9.22+1.44ab 15.60 32.50 38.00 32.32+6.59c 6.59 18.50 24.00 21.68+1.82b 8.37
20 ♀ 7.65 9.45 8.347+0.11b 5.62 29.00 47.00 35.97+1.08abc 13.03 19.50 28.50 22.98+0.54ab 10.20
Sukabumi 5 ♂ 7.75 8.55 8.19+0.29bc 3.52 34.00 38.00 35.90+1.75 4.86 18.50 24.00 20.10+6.44ab 6.44
20 ♀ 8.15 8.65 8.38+0.05b 2.05 34.75 37.50 36.30+0.54abc 4.74 18.50 21.50 20.14+0.30cd 4.70
n=jumlah sampel, JK=jenis kelamin (♂=jantan, ♀=betina), min=nilai minimum, max=nilai maksimum (cm), 𝑥̅ = rataan (cm), Sd=standar deviasi, a,b..dst
Angka dengan huruf yang berbeda
pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK = Koefisien keragaman (%)
44
Ukuran length of the nasals (x3) sapi pasundan jantan di wilayah Ciamis
berbeda nyata (P<0.05) dengan Indramayu, Pangandaran, Kuningan dan
Tasikmalaya. Wilayah Garut, Majalengka, Sukabumi, Purwakarta dan Sumedang
tidak berbeda nyata (P<0.05) dengan Ciamis, Cianjur, Indramayu, Pangandaran,
Kuningan dan Tasikmalaya. Wilayah Ciamis memiliki rataan tertinggi yaitu 16.22
cm dan terendah di Tasikmalaya yaitu 14.36 cm. Ukuran length of the nasals (x3)
sapi pasundan betina di wilayah Garut dan Ciamis terlihat berbeda nyata (P<0.05)
dengan Majalengka. Namun wilayah Sumedang, Sukabumi, Cianjur, Purwakarta,
Pangandaran, Indramayu, Tasikmalaya dan Kuningan terlihat tidak berbeda nyata
(P>0.05) dengan wilayah Garut dan Ciamis serta Majalengka. Rataan tertinggi
terdapat di wilayah Garut yaitu 15.51 cm dan terendah di Majalengka 14.08 cm.
Hasil menunjukkan bahwa ukuran foramen gums lengths (x4) sapi pasundan
jantan di wilayah Sumedang berbeda nyata (P<0.05) dengan wilayah Majalengka,
Indramayu, Pangandaran, Kuningan, Sukabumi dan Tasikmalaya. Wilayah
Cianjur berbeda nyata (P<0.05) dengan Tasikmalaya. Rataan tertinggi sapi
pasundan jantan terdapat di wilayah Sumedang sebesar 9.47 cm dan terendah di
wilayah Tasikmalaya yaitu 7.90 cm. Sapi pasundan betina di wilayah Ciamis
memiliki ukuran foramen gums lengths (x4) yang berbeda nyata (P<0.05) dengan
wilayah Garut, Sumedang, Sukabumi, Cianjur, Purwakarta, Pangandaran,
Indramayu, Tasikmalaya, Kuningan dan Majalengka. Wilayah Garut berbeda
nyata (P<0.05) dengan wilayah Majalengka tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05)
dengan wilayah Sumedang, Sukabumi, Cianjur, Purwakarta, Pangandaran,
Indramayu, Tasikmalaya dan Kuningan. Rataan tertinggi ukuran foramen gums
lengths (x4) sapi pasundan betina terdapat di wilayah Ciamis dengan rataan 8.90
cm dan terendah di Majalengka 8.12 cm.
Ukuran candilo bassal length (x5) sapi pasundan jantan di wilayah Ciamis
nyata (P<0.05) lebih tinggi dengan rataan 37.28 cm dibandingkan wilayah
Cianjur, Indramayu, Pangandaran, Kuningan, Tasikmalaya. Wilayah Garut,
Sumedang, Sukabumi, Purwakarta, Majalengka tidak berbeda nyata (P<0.05)
dengan wilayah Ciamis, Cianjur, Indramayu, Pangandaran, Kuningan dan
Tasikmalaya. Rataan terendah candilo bassal length (x5) sapi pasundan jantan
terdapat di wilayah Tasikmalaya yaitu 34.40 cm. Ukuran candilo bassal length
(x5) sapi pasundan betina di wilayah Garut memiliki rataan yang tidak nyata
(P<0.05) dibandingkan wilayah Kuningan dan Majalengka. Wilayah Garut terlihat
tidak berbeda (P<0.05) dengan Sumedang, Sukabumi, Ciamis, Cianjur,
Purwakarta, Pangandaran, Indramayu, Tasikmalaya. Sedangkan wilayah Ciamis
tidak berbeda (P>0.05) dengan wilayah Sumedang, Sukabumi, Ciamis, Cianjur,
Purwakarta, Pangandaran, Indramayu, Tasikmalaya dan Kuningan. Rataan
tertinggi terdapat di wilayah Garut yaitu 37.28 cm dan rataan terendah di wilayah
Majalengka (33.71 cm).
Ukuran greatest breadth of the skulls (x6) sapi pasundan jantan di wilayah
Ciamis nyata berbeda (P<0.05) dengan wilayah Cianjur, Tasikmalaya dan
Sukabumi. Sumedang dan Purwakarta berbeda nyata (P<0.05) dengan Sukabumi.
Wilayah Indramayu, Pangandaran, Majalengka, Garut dan Kuningan terlihat
berbeda nyata (P<0.05) dengan Sukabumi. Rataan tertinggi terdapat di wilayah
Ciamis yaitu 23.80 cm dan terendah di wilayah Sukabumi yaitu 20.10 cm. Ukuran
greatest breadth of the skulls (x6) pada sapi pasundan betina di wilayah Garut
terlihat berbeda nyata (P<0.05) dengan Kuningan, Majalengka, Ciamis dan
45
Tabel 16 Deskripsi ukuran kranium least breadth between the basess of the horn cores, least frontal breadth dan least breadth between supraorbital
Least breadth between supraorbital foramina Breadth between the infraorbital foramina (x9)
Least breadth between the orbits(x8) (cm)
Wilayah n JK (x7) (cm) (cm)
Min Max ̅ /Sd KK Min Max ̅ /Sd KK Min Max ̅ /Sd KK
Kuningan 7 ♂ 12.75 14.75 13.97+0.91d 6.52 18.00 20.25 19.33+1.01d 5.21 8.57 9.64 9.20+0.48bc 5.21
20 ♀ 13.75 14.96 15.65+0.307a 13.75 17.00 20.25 18.90+0.97bc 6.19 8.10 9.64 9.00+0.46bc 5.13
Majalengka 5 ♂ 15.25 17.75 16.55+0.91abc 5.49 18.50 21.00 19.80+0.91abc 4.59 8.00 9.52 9.29+0.22bc 7.14
20 ♀ 14.50 15.75 15.60+0.26a 13.50 16.75 20.50 18.86+1.13b 7.21 7.98 9.76 8.98+0.54b 5.97
Sumedang 5 ♂ 16.50 17.50 17.05+0.41ab 2.41 19.75 20.75 20.30+0.41ab 2.02 9.40 9.88 9.68+0.19ab 1.02
20 ♀ 16.69 17.08 16.98+0.141a 16.13 19.38 20.75 20.23+0.46ab 2.62 9.23 9.88 9.63+0.21ab 2.20
Indramayu 5 ♂ 15.75 17.50 16.30+0.72abc 4.39 19.00 20.75 19.55+0.72abc 3.66 9.05 9.88 9.31+0.34abc 3.66
20 ♀ 15.75 15.90 16.11+0.201a 15.25 18.50 20.75 19.36+0.64ab 3.95 8.81 9.88 9.22+0.31ab 3.29
Purwakarta 5 ♂ 13.40 15.90 14.70+1.037cd 7.05 18.75 20.75 19.95+ 0.76cd 3.80 8.93 9.88 9.50+0.36ab 3.80
20 ♀ 16.38 16.63 16.67+0.19a 15.50 18.75 20.75 19.925+0.62ab 3.74 8.93 9.88 9.49+0.29ab 3.13
Ciamis 8 ♂ 15.65 19.45 17.55+1.083a 6.17 18.90 22.70 20.80+1.08a 5.21 9.00 10.80 9.90+0.52ab 5.21
20 ♀ 11.40 13.50 14.69+1.54a 7.40 15.20 20.50 17.29+1.19d 3.87 7.24 9.76 8.23+7 0.56d 6.91
Pangandaran 5 ♂ 15.75 17.00 16.27+0.45abc 2.79 19.00 20.25 19.53+0.45abc 2.33 9.05 9.64 9.29+0.22abc 9.29
20 ♀ 15.93 16.18 16.26+0.18a 15.50 18.75 20.75 19.51+0.59ab 3.60 8.93 9.88 9.29+0.28ab 3.00
Tasikmalaya 5 ♂ 13.00 17.00 15.15+1.46bcd 9.66 17.25 21.00 19.20+1.48bcd 7.67 8.21 10.00 9.14+0.70bc 7.67
20 ♀ 14.75 15.75 16.01+0.346 14.00 17.25 23.00 19.26+1.51ab 9.43 8.22 10.95 9.17+0.72 ab 7.84
Garut 10 ♂ 13.75 16.25 14.80+1.12cd 7.59 20.00 22.50 21.05+1.12cd 5.34 9.52 12.00 10.40+0.99a 9.53
20 ♀ 16.25 17.25 17.39+0.336 14.75 18.00 24.00 20.65+1.47a 8.40 8.57 11.43 9.83+0.69a 7.09
Cianjur 5 ♂ 15.00 17.75 16.35+1.16abc 7.09 19.59 21.16 19.59+1.16abc 5.91 8.69 10.00 9.33+0.55b 5.91
20 ♀ 14.75 16.62 16.73+0.538a 13.25 16.50 25.50 19.98+2.33ab 14.01 7.86 12.14 9.52+1.16ab 11.73
Sukabumi 5 ♂ 12.75 15.25 14.00+.090d 7.78 15.50 18.50 17.10+1.30d 7.57 7.38 9.00 8.18+0.67c 7.38
20 ♀ 13.13 14.00 13.89+0.299a 12.25 15.50 18.50 17.14+0.95ab 6.81 9.23 9.88 7.38+8.81cd 5.52
foramina sapi pasundan berdasarkan wilayah subpopulasi
n=jumlah sampel, JK=jenis kelamin (♂=jantan, ♀=betina), min=nilai minimum, max=nilai maksimum, ̅ = rataan, Sd=standar deviasi, a,b..dstAngka dengan huruf yang berbeda pada kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK = Koefisien keragaman (%)
44
di wilayah Sukabumi yaitu 20.10 cm. Ukuran greatest breadth of the skulls (x6)
pada sapi pasundan betina di wilayah Garut terlihat berbeda nyata (P<0.05)
dengan Kuningan, Majalengka, Ciamis dan Sukabumi. Wilayah Sumedang,
Cianjur, Purwakarta, Pangandaran, Indramayu, Tasikmalaya terlihat tidak berbeda
(P>0.05) dengan Garut, Kuningan dan Majalengka. Perbedaan tidak nyata
terdapat pula di wilayah Kuningan dengan Sukabumi. Rataan tertinggi wilayah
Kuningan yaitu 23.64 cm terdapat di wilayah Garut dan terendah di wilayah
Ciamis yaitu 20.29 cm.
Secara umum keragaman ukuran foramen gums lengths (x4), candilo bassal
length (x5), greatest breadth of the skulls (x6) sapi pasundan jantan dan betina di
wilayah subpopulasi relatif seragam kecuali pada ukuran x 5 yang cenderung
beragam. Sedangkan persentase koefisien keragaman ukuran x4 dan x6 berada
pada kisaran dibawah 20%. Rataan koefisien keragaman sapi pasundan jantan dan
betina masing-masing yaitu 1.06%–15.60% (x4), 2.24%–32.00% (x5) dan 1.92%–
10.37% padan ukuran greatest breadth of the skulls (x6) (Tabel 15). Sedangkan
ukuran least breadth between supraorbital foramina (x7), least breadth between
the orbits (x8) dan ukuran breadth between the infraorbital foramina (x9)
memiliki keragaman yang rendah. Adapun keragaman pada masing-masing
ukuran x7, x8 dan x9 yaitu 2.41%–16.13%, 2.02%–14.01% dan 1.02%–11.73%
(Tabel 16).
Ukuran least breadth between supraorbital foramina (x7) sapi pasundan
jantan di wilayah Ciamis berbeda nyata (P<0.05) dengan Tasikmalaya tetapi tidak
berbeda nyata (P>0.05) dibandingkan Sumedang, Majalengka, Cianjur,
Indramayu, Pangandaran. Wilayah Sumedang berbeda nyata (P>0.05) dengan
wilayah Garut, Purwakarta, Sukabumi, Kuningan tetapi tidak berbeda nyata
dengan Majalengka, Cianjur, Indramayu, Pangandaran dan Tasikmalaya.
Majalengka nyata tidak berbeda (P>0.05) dengan wilayah Cianjur, Indramayu,
Pangandaran, Tasikmalaya, Garut, dan Purwakarta. Sukabumi dan Kuningan
terlihat tidak berbeda nyata (P>0.05). Wilayah Ciamis memiliki rataan tertinggi
yaitu 17.55 cm dan terendah di wilayah Kuningan yaitu 13.975 cm. Sedangkan
sapi pasundan di wilayah Garut berbeda nyata (P<0.05) dengan wilayah
Majalengka, Sumedang, Cianjur, Purwakarta, Pangandaran, Indramayu,
Tasikmalaya dan Kuningan. Wilayah Garut memiliki rataan ukuran least breadth
between supraorbital foramina (x7) tertinggi dengan nilai sebesar 17.392 cm dan
terendah di Ciamis dengan rataan 13.614 cm.
Ukuran least breadth between the orbits (x8) sapi pasundan jantan di
wilayah Garut, Ciamis, Sumedang, Purwakarta, Majalengka, Cianjur, Indramayu,
Pangandaran, Kuningan berbeda nyata (P<0.05) dengan wilayah Sukabumi.
Sedangkan wilayah Tasikmalaya tidak berbeda (P<0.05) dengan Sukabumi.
Rataan tertinggi ukuran least breadth between the orbits (x8) terdapat di wilayah
Garut yaitu 21.05 cm dan terendah di Sukabumi dengan rataan 17.10 cm. Wilayah
Garut berbeda nyata (P<0.05) dengan Kuningan, Majalengka, Ciamis dan
Sukabumi tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan Sumedang, Cianjur,
Purwakarta, Pangandaran, Indramayu, dan Tasikmalaya. Wilayah Majalengka
berbeda (P<0.05) dengan Ciamis tetapi terlihat tidak berbeda (P>0.05) dengan
Sumedang, Cianjur, Purwakarta, Pangandaran, Indramayu, Tasikmalaya dan
Kuningan. Rataan tertinggi terdapat di wilayah Garut yaitu 20.642 cm dan
Sukabumi yaitu 17.14 cm.
45
Ukuran breadth between the infraorbital foramina (x9) sapi pasundan jantan
di wilayah Garut berbeda nyata (P<0.05) dengan wilayah Cianjur, Kuningan,
Tasikmalaya, Majalengka, Sukabumi dan Ciamis. Wilayah Sumedang,
Purwakarta tidak berbeda nyata (P>0.05) namun berbeda nyata (P<0.05) dengan
Sukabumi. Rataan tertinggi wilayah Garut yaitu 10.47 cm sedangkan terendah di
wilayah Sukabumi dengan rataan 8.18 cm. Wilayah Garut berbeda nyata (P<0.05)
dengan Kuningan, Majalengka, Ciamis, Sukabumi tetapi tidak berbeda (P>0.05)
dengan Sumedang, Cianjur, Purwakarta, Pangandaran, Indramayu, Tasikmalaya.
Kuningan, Majalengka dan Sukabumi berbeda nyata dengan Ciamis. Rataan
tertinggi (x9) yaitu 9.83 cm dan terendah yaitu 8.16 cm masing-masing di wilayah
Garut dan Sukabumi.
Tabel 17 Deskripsi ukuran kranium least breadth between the orbits dan breadth
between supraorbital foramina sapi pasundan berdasarkan wilayah
Breadth between supraorbital foramina
Least breadth between the orbits (x10)
Wilayah n JK (x11)
Min Max 𝑥̅ /Sd KK Min Max 𝑥̅ /Sd KK
Kuningan 7 ♂ 14.00 16.87 15.53+1.19bcd 7.176.25 7.32 6.88+0.48b 6.97
20 ♀ 13.67 16.38 15.25+0.81bcde 5.305.77 7.32 6.68+0.46bc 6.91
Majalengka 5 ♂ 15.42 17.50 16.50+0.76abc 4.594.59 7.71 8.25+0.38a 4.59
20 ♀ 13.46 16.58 15.21+0.94cde 6.165.65 7.44 6.65+0.54b 8.05
Sumedang 5 ♂ 15.75 17.29 16.65+0.60ab 3.617.08 8.00 7.45+0.36ab 4.81
20 ♀ 16.15 17.29 16.86+0.37a 2.206.90 7.56 7.31+0.21ab 2.90
Indramayu 5 ♂ 14.03 15.49 14.49+0.59d 4.126.72 7.56 6.98+0.34b 4.88
20 ♀ 14.90 16.79 15.63+0.53abcd 3.396.48 7.56 6.89+0.30ab 4.40
Purwakarta 5 ♂ 14.63 16.29 15.63+0.63bcd 4.046.60 8.60 7.17+0.36b 5.03
20 ♀ 15.13 16.79 16.10+0.51abc 3.236.60 7.56 7.16+0.29ab 4.15
Ciamis 8 ♂ 15.75 18.92 17.33+0.90a 5.216.68 8.48 7.58+0.52ab 0.59
20 ♀ 12.67 17.08 14.40+0.99e 6.916.24 8.78 7.23+0.57ab 7.86
Pangandaran 5 ♂ 14.33 15.38 14.77+0.38cd 2.566.73 7.32 6.98+0.22b 3.10
20 ♀ 15.13 16.79 15.76+0.48abcd 3.096.60 7.56 6.96+0.28ab 4.00
Tasikmalaya 5 ♂ 12.75 15.83 13.98+1.19d 8.476.38 7.92 7.04+0.58b 8.20
20 ♀ 13.88 18.67 15.55+1.26abcd 8.095.89 8.63 6.85+0.72ab 10.50
Garut 10 ♂ 15.68 17.75 16.54+0.94abc 5.667.83 9.00 8.33+0.55a 6.65
20 ♀ 14.50 19.50 16.70+1.22ab 7.306.25 9.11 7.50+0.69a 9.29
Cianjur 5 ♂ 14.00 16.00 15.17+6.29bcd 6.297.00 8.00 7.58+0.48ab 6.29
20 ♀ 13.25 20.75 16.15+1.95abc 12.095.53 9.82 7.19+1.12ab 10.52
Sukabumi 5 ♂ 9.651 11.00 10.32+0.56e 5.425.07 6.68 5.86+0.67cb 15.46
20 ♀ 12.92 15.42 14.28+0.79de 5.525.07 6.49 5.06+6.49c 11.72
n=jumlah sampel, JK=jenis kelamin (♂=jantan, ♀=betina), min=nilai minimum, max=nilai maksimum, 𝑥̅ = rataan,
Sd=standar deviasi, a,b..dstAngka dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata
(P<0.05), KK = Koefisien keragaman (%)
subpopulasi
Rataan ukuran least breadth between the orbits (x10) breadth between the
infraorbital foramina (x11) disajikan pada Tabel 17. Secara umum Keragaman
ukuran least breadth between the orbits (x10) dan breadth between the infraorbital
foramina (x11) relatif seragam. Koefisien keragaman masing-masing ukuran x10
dan x11 yaitu 2.20%–12.09% dan 0.59%–15.46%.
46
Ukuran least breadth between the orbits (x10) sapi pasundan jantan di
wilayah Ciamis berbeda nyata (P<0.05) dengan wilayah Purwakarta, Kuningan,
Cianjur, Pangandaran, Indramayu, Tasikmalaya dan Sukabumi. Wilayah
Sumedang terlihat berbeda nyata (P<0.05) dengan Purwakarta, Kuningan, Cianjur,
Pangandaran, Indramayu, Tasikmalaya dan Sukabumi. Wilayah Indramayu dan
Tasikmalaya memiliki perbedaan yang nyata (P<0.05) dengan wilayah Sukabumi.
Ratan ukuran tertinggi terdapat di wilayah Ciamis yaitu 17.33 cm dan terendah di
wilayah Sukabumi yaitu 10.32 cm. Sapi pasundan betina di wilayah Sumedang
berbeda nyata (P<0.05) dengan wilayah Kuningan, Majalengka, Ciamis dan
Sukabumi tetapi tidak berbeda (P>0.05) dengan wilayah Sumedang, Garut
Cianjur, Purwakarta, Pangandaran, Indramayu, Tasikmalaya, Kuningan,
Majalengka. Wilayah Sukabumi memiliki rataan terendah dengan nilai 14.41 cm
namun terlihat tidak berbeda nyata (P<0.05) dengan wilayah Indramayu,
Tasikmalaya, Kuningan, Majalengka dan Ciamis.
Ukuran breadth between the infraorbital foramina (x11) sapi pasundan
jantan di wilayah Garut terlihat berbeda nyata (P<0.05) dibandingkan dengan
wilayah Purwakarta, Tasikmalaya, Indramayu, Pangandaran, Kuningan dan
Sukabumi. Garut, Majalengka, Cianjur, Ciamis dan Sumedang terlihat tidak
berbeda nyata (P<0.05). Ukuran di wilayah Purwakarta, Tasikmalaya, Indramayu,
Pangandaran dan Kuningan berbeda nyata (P<0.05) dengan Sukabumi. Rataan
tertinggi ukuran breadth between the infraorbital foramina (x11) terdapat di
wilayah Garut jantan dan betina masing-masing yaitu 8.33 cm dan 7.50 cm.
Rataan terendah terdapat di wilayah sukabumi pada jantan (5.86 cm) dan betina
(5.06 cm).
Ukuran foremen gums length (x4) atau jarak rhinion sampai prosthion pada
bali dan pasundan jantan terlihat berbeda nyata (P<0.05) dengan sapi madura dan
PO. Ukuran x4 pada sapi bali betina berbeda nyata (P<0.05) dengan pasundan, PO
dan madura. Sapi pasundan dan PO terlihat berbeda (P<0.05) dengan sapi madura.
Rataan tertinggi ukuran foremen gums length (x4) terdapat pada sapi bali jantan
yaitu 10.21 cm dan betina 9.03 cm. Sedangkan rataan terendah terdapat pada sapi
madura jantan yaitu 7.73 cm dan pada sapi pasundan betina dengan rataan 8.41
cm.
Tabel 18 Deskripsi ukuran kranium profile length (x1), median frontal length
(x2), length of the nasals (x3) dan foremen gums length (x4) sapi
pasundan, bali, madura dan PO
Ukuran kranium n JK Min Max 𝑥̅ /Sd KK
Profile Sapi pasundan 65 ♂ 38.70 48.20 44.85+2.57ab 3.50
length 220 ♀ 33.00 51.00 39.99+2.85b 7.20
(x1) Sapi bali 30 ♂ 38.95 41.57 40.61+0.73c 1.79
(cm) 30 ♀ 38.95 41.50 39.57+0.90b 2.25
Sapi madura 30 ♂ 39.00 45.25 42.06+2.06bc 4.88
30 ♀ 37.50 44.00 39.56+2.13b 5.38
Sapi PO 30 ♂ 42.50 48.00 44.85+1.57a 3.50
30 ♀ 40.25 46.21 43.44+2.07a 4.76
Median Sapi pasundan 65 ♂ 19.85 24.60 22.03+1.56b 7.07
frontal 220 ♀ 17.00 26.00 20.18+1.03b 6.99
length Sapi bali 30 ♂ 18.00 20.79 19.52+1.03b 5.26
(x2) 30 ♀ 18.27 20.75 19.81+0.70b 3.54
(cm) Sapi madura 30 ♂ 18.00 23.13 21.30+1.38b 6.45
30 ♀ 19.25 22.50 20.28+1.06b 6.99
Sapi PO 30 ♂ 22.25 25.00 23.43+0.79a 3.35
30 ♀ 21.16 24.10 22.72+1.03a 4.55
Length of Sapi pasundan 65 ♂ 14.48 18.28 16.22+1.25b 7.68
the nasals 220 ♀ 12.20 18.40 15.79+1.14b 7.69
(x3) Sapi bali 30 ♂ 13.58 14.63 14.24+0.29bc 2.05
(cm) 30 ♀ 14.04 15.60 14.25+0.71bc 4.50
Sapi madura 30 ♂ 14.60 17.10 15.77+0.85b 5.38
30 ♀ 14.00 16.60 14.83+0.85b 5.74
Sapi PO 30 ♂ 17.00 19.20 17.94+0.63a 3.50
30 ♀ 16.10 18.48 17.37+0.83a 4.76
Foremen Sapi pasundan 65 ♂ 7.35 12.40 10.06+1.41a 13.99
gums 220 ♀ 7.65 9.45 8.41+0.37b 12.43
length Sapi bali 30 ♂ 9.32 12.40 10.21+1.03a 7.07
(x4) 30 ♀ 8.89 9.32 9.03+0.13a 1.49
(cm) Sapi madura 30 ♂ 7.25 10.00 7.72+0.67b 8.60
30 ♀ 7.15 9.25 7.73+0.64c 8.31
Sapi PO 30 ♂ 8.25 8.80 8.49+0.16b 1.85
30 ♀ 8.03 9.50 8.53+0.43b 4.99
n=jumlah sampel, JK=jenis kelamin (♂=jantan, ♀=betina), min=nilai minimum, max=nilai
maksimum, 𝑥̅ = rataan, Sd=standar deviasi, a,b..dstAngka dengan huruf yang berbeda pada kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK=koefisien keragaman (%)
48
Tabel 19 Deskripsi ukuran kranium candilo bassal length (x5), greatest breadth
of the skulls (x6), least breadth between the supraorbital foramina (x7)
sapi pasundan, bali, madura dan PO
Ukuran kranium n JK Min Max 𝑥̅ /Sd KK
Candilo Sapi pasundan 65 ♂ 34.70 44.20 39.05+3.12b 7.98
bassal 220 ♀ 29.00 47.00 35.57+2.85c 8.02
length Sapi bali 30 ♂ 36.95 39.57 38.58+0.75b 1.96
(x5) 30 ♀ 36.95 39.50 37.94+0.90b 2.36
(cm) Sapi madura 30 ♂ 36.00 42.25 38.99+2.07b 5.32
30 ♀ 34.50 41.00 36.56+2.13bc 5.82
Sapi PO 30 ♂ 38.50 46.00 42.16+2.12a 5.02
30 ♀ 38.25 44.21 41.44+2.07a 4.99
Greatest Sapi pasundan 65 ♂ 21.90 25.70 23.80+1.08a 4.55
breadth of 220 ♀ 18.20 28.50 22.01+1.75a 7.93
the skull Sapi bali 30 ♂ 16.95 20.00 18.01+0.78b 4.15
(x6) 30 ♀ 16.98 18.25 17.51+0.46c 2.60
(cm) Sapi madura 30 ♂ 16.50 23.63 21.40+2.13b 9.96
30 ♀ 16.00 25.56 21.09+2.51ab 11.90
Sapi PO 30 ♂ 18.75 21.50 19.93+0.79b 3.93
30 ♀ 17.63 20.60 19.22+1.03bc 5.38
Least Sapi pasundan `65 ♂ 15.65 19.45 17.55+0.79a 15.42
breatdh
220 ♀ 10.40 20.75 15.54+2.20a 14.15
between
supraorbital Sapi bali 30 ♂ 10.47 13.75 11.99+0.89c 7.39
foramina 30 ♀ 10.47 12.75 11.83+0.66b 5.54
(x7) Sapi madura 30 ♂ 9.00 14.38 11.45+1.76c 15.37
30 ♀ 9.50 16.31 12.26+1.89b 15.42
Sapi PO 30 ♂ 13.25 16.00 14.43+0.79b 5.44
30 ♀ 11.50 14.88 13.50+1.03b 7.66
n=jumlah sampel, JK=jenis kelamin (♂=jantan, ♀=betina), min=nilai minimum, max=nilai
maksimum, 𝑥̅ = rataan, Sd=standar deviasi, a,b..dstAngka dengan huruf yang berbeda pada kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK=koefisien keragaman (%)
50
Tabel 20 Deskripsi ukuran kranium least breadth between the orbits (x 8), breadth
between the infraorbital foramina (x9), least breadth between the orbit
(x10), breadth between the infraorbital foramina (x11) sapi pasundan,
bali, madura dan PO
Ukuran kranium Sapi n JK Min Max 𝑥̅ /Sd KK
Least breadth Sapi pasundan 65 ♂ 34.70 44.20 39.05+3.12b 7.98
between the 220 ♀ 29.00 47.00 35.57+2.85c 8.02
orbits (x8) Sapi bali 30 ♂ 36.95 39.57 38.58+0.75b 1.96
(cm)
30 ♀ 36.95 39.50 37.94+0.90b 2.36
Sapi madura 30 ♂ 36.00 42.25 38.99+2.07b 5.32
30 ♀ 34.50 41.00 36.56+2.13bc 5.82
Sapi PO 30 ♂ 38.50 46.00 42.16+2.12a 5.02
30 ♀ 38.25 44.21 41.44+2.07a 4.99
Breadth Sapi pasundan 65 ♂ 34.70 44.20 39.05+3.12b 7.98
between the 220 ♀ 29.00 47.00 35.57+2.85c 8.02
infraorbital Sapi bali 30 ♂ 36.95 39.57 38.58+0.75b 1.96
foramina 30 ♀ 36.95 39.50 37.94+0.90b 2.36
(x9) (cm) Sapi madura 30 ♂ 36.00 42.25 38.99+2.07b 5.32
30 ♀ 34.50 41.00 36.56+2.13bc 5.82
Sapi PO 30 ♂ 38.50 46.00 42.16+2.12a 5.02
30 ♀ 38.25 44.21 41.44+2.07a 4.99
Least breadth Sapi pasundan 65 ♂ 21.90 25.70 23.80+1.08a 4.55
between the 220 ♀ 18.20 28.50 22.01+1.75a 7.93
orbit (x10) Sapi bali 30 ♂ 16.95 20.00 18.01+0.78c 4.15
(cm) 30 ♀ 16.98 18.25 17.51+0.46c 2.60
Sapi madura 30 ♂ 16.50 23.63 21.40+2.13b 9.96
30 ♀ 16.00 25.56 21.09+2.51ab 11.90
Sapi PO 30 ♂ 18.75 21.50 19.93+0.79b 3.93
30 ♀ 17.63 20.60 19.22+1.03b 5.38
Breadth Sapi pasundan 65 ♂ 15.65 19.45 17.55+0.79a 15.42
between the 220 ♀ 10.40 20.75 15.54+2.20a 14.15
infraorbital Sapi bali 30 ♂ 10.47 13.75 11.49+0.89c 7.39
foramina 30 ♀ 10.47 12.75 11.83+0.66c 5.54
(x11) Sapi madura 30 ♂ 9.00 14.38 11.95+1.76c 15.37
(cm) 30 ♀ 9.50 16.31 12.26+1.89b 15.42
Sapi PO 30 ♂ 13.25 16.00 14.43+0.79b 5.44
30 ♀ 11.50 14.88 13.50+1.03b 7.66
n = jumlah sampel, JK = jenis kelamin (♂ = jantan; ♀ = betina), Min = nilai minimum, Max =
nilai maksimum, 𝑥̅ = rata-rata, Sd = standar deviasi, a,b...dstsuperskrip huruf kecil pada kolom yang
sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK = koefisien keragaman (%)
Ukuran greatest breadth of the skull (x6) dan least breadth between
supraorbital foramina (x7) pada sapi pasundan jantan dan betina berbeda nyata
(P<0.05) dengan sapi bali, madura dan PO. Sapi pasundan memiliki rataan lebih
tinggi pada ukuran x6 dan x7 masing-masing jantan dan betina yaitu 23.80 cm dan
22.01 cm serta 17.55 cm dan 15.54 cm. Ukuran greatest breadth of the skull (x6)
sapi bali, madura dan PO jantan terlihat tidak berbeda. Ukuran terendah terdapat
pada sapi bali (18.01 cm).
51
Penciri Ukuran Kranium dan Bentuk Sapi Pasundan, Bali, Madura dan PO
Menurut Gaspersz (1992) analisis T2-Hotelling memiliki tujuan untuk
mendapatkan perbedaan vektor nilai rata-rata diantara dua populasi. Pengujian
secara statistik dilakukan secara bersamaan pada sebelas variabel ukuran kranium.
Hasil analisis T2-Hotelling menunjukkan bahwa antara sapi pasundan vs sapi bali,
sapi pasundan vs sapi madura, sapi pasundan vs sapi PO, sapi bali vs sapi madura
dan sapi bali vs sapi PO jantan dan betina memiliki perbedaan (P<0.05).
Persamaan ukuran dan bentuk kranium sapi pasundan, bali, madura dan PO
jantan dan betina disajikan pada Tabel 21. Keragaman total komponen ke-1 yang
disetarakan dengan ukuran tertinggi terdapat pada sapi PO jantan yaitu 79.70%
dan terendah pada sapi PO betina yaitu 25.70%. Keragaman total komponen ke-2
52
yang disetarakan dengan bentuk tertinggi terdapat pada sapi madura betina yaitu
39.02% dan terendah pada sapi PO betina yaitu 0.08%. Nilai eigen tertinggi
ukuran dan bentuk terdapat pada sapi bali betina masing-masing yaitu 36.541 dan
23.937. Sedangkan nilai eigen ukuran dan bentuk terendah terdapat pada sapi bali
jantan yaitu 2.143 dan pada sapi PO betina yaitu 0.999.
Tabel 21 Persamaan, keragaman total dan nilai eigen ukuran kranium dan bentuk
sapi pasundan, bali, madura dan PO jantan dan betina
Sapi JK Persamaan KT λ
Pasundan ♂ Ukuran 0.186x1+0.004x2+0.074x3+0.108x4+0.982x5+0.945x6
64.20 9.585
+0.048x7+0.031x8+0.079x7+0.062x10+0.088x11
Bentuk 0.658x1-0.063x2-0.114x3+0.364x4-0.114x5+0.002x6-
14.30 2.143
0.372x7+0.571x8-0.137x9-0.003x9+0.062x11
♀ Ukuran 0.234x1+0.550x2+0.290x3+0.017x4+0.760x5+0.105x6
46.80 3.239
+0.291x7-0.545x8+0.306x7+0.067x10+0.009x11
Bentuk 0.944x1+0.278x2-
0.153x3+0.112x4+0.448x5+0.108x6+0.095x7+0.682x8 38.70 2.677
-0.018x9-0.048x9-0.018x11
Bali ♂ Ukuran 0.379x1+0.286x2+0.173x3-
0.031x4+0.607x5+0.458x6+0.192x7+0.514x8+0.163x9 73.00 19.757
+0.114x10+0.165x11
Bentuk -0.542x1-0.002x2-0.152x3-0.238x4-
0.467x5+0.242x6+0.422x7+0.992x8+0.007x9- 16.60 4.479
0.010x10+0.134x11
♀ Ukuran 0.359x1+0.569x2+0.125x3-
0.034x4+0.362x5+0.495x6+0.423x7+0.415x8+0.192x9 53.40 13.879
+0.158x10+0.193x11
Bentuk -0.503x1-0.250x2-0.196x3-0.113x4-
0.571x5+0.415x6+0.203x7+0.630x8+0.139x9+0.110x1 38.00 9.822
0+0.098x11
Madura ♂ Ukuran 0.537x1+0.252x2+0.202x3+0.076x4+0.523x5+0.238x6
60.90 16.473
+0.192x7+0.683x8+0.109x9+0.362x10+0.103x11
Bentuk 0.536x1-0.222x2-0.127x3+0.002x4-
0.375x5+0.298x6+0.583x7+0.340x8+0.062x9- 17.80 4.814
0.383x10+0.154x11
♀ Ukuran 0.383x1+0.226x2+0.297x3+0.037x4+0.745x5+0.396x6
44.35 36.541
+0.206x7+0.170x8+0.062x9+0.123x10+0.222x11
Bentuk 0.902x1-0.045x2-0.115x3-0.012x4-
0.293x5+0.992x6+0.259x7+0.072x8+0.030x9+0.054x1 39.02 23.937
0-0.054x11
PO ♂ Ukuran 0.502x1+0.256x2+0.174x3+0.055x4+0.651x5+0.252x6
79.70 8.394
+0.252x7+0.214x8+0.122x9+0.130x10+0.143x11
Bentuk 0.758x1+0.221x2+0.171x3+0.052x4-
0.754x5+0.219x6+0.219x7+0.169x8+0.167x9+0.069x1 15.40 1.627
0+0.040x11
♀ Ukuran 0.660x1+0.351x2+0.208x3+0.058x4+0.607x5+0.327x6
25.70 9.501
+0.296x7+0.288x8+0.161x9+0.123x10+0.114x11
Bentuk 0.897x1-0.368x2+0.041x3+0.132x4+0.775x5+0.135x6-
0.08 0.999
0.338x7-0.279x8+0.064x9+0.022x10+0.142x11
x1= profile length, x2= median frontal length, x3= length of the nasals, x4 = foramen gums length x5= candilo
bassal length, x6 = greatest breadth of the skull, x7= least breadth between supraorbital foramina, x8 = least
breadth between the orbits, x9= breadth between the infraorbital foramina; x10= least breadth between the
orbits; x11= breadth between the infraorbital foramina, KT= keragaman total; λ= nilai eigen
Tabel 22 Rekapitulasi penciri ukuran kranium dan bentuk serta nilai korelasi
pada sapi pasundan, bali, madura dan PO jantan dan betina
Penciri ukuran dan korelasi Penciri bentuk dan korelasi
Rumpun Sapi JK
terhadap skor ukuran-nilai korelasi terhadap skor bentuk-nilai korelasi
Sapi pasundan ♂ x5 Candilo basal length (+0.0069) x1 Profile length (+0.0266)
♀ x5 Candilo basal length (+0.0021) x1 Profile length (+0.0038)
Sapi bali ♂ x5 Candilo basal length (+0.0163) x8 Least frontal breadth (+0.1130)
♀ x2 Median frontal length x8 Least frontal breadth (+0.0849)
(+0.0730)
Sapi madura ♂ x8 Least frontal breadth (+0.0053) x7 Least breadth between the
basess of the horn cores
(+0.00003)
♀ x6 Greatest breadth of the skull x6 Greatest breadth of the skull
(+0.0073) (+0.0087)
Sapi PO ♂ x5 Candilo basal length (+0.0183) x1 Profile length (+0.08688)
♀ x5 Candilo basal length (+0.0138) x1 Profile length (+0.0255)
(+) = korelasi positif , tanda (-) = berkorelasi negatif
Keterangan :
: Sapi pasundan : Sapi madura
: Sapi bali : Sapi Peranakan Ongole
Gambar 12 Diagram kerumunan sapi pasundan, bali, madura dan PO jantan
berdasarkan ukuran kranium
Keterangan :
: Sapi pasundan : Sapi madura
: Sapi bali : Sapi Peranakan Ongole
Gambar 13 Diagram kerumunan sapi pasundan, bali, madura dan PO betina
berdasarkan ukuran kranium
Tabel 25 Persentase nilai kesamaan dan campuran sapi pasundan, bali, madura
dan PO berdasarkan ukuran tubuh
Sapi Pasundan Bali Madura PO Total
Pasundan 91.50 0.55 0.55 7.40 100.00
Bali 0.00 98.30 0.00 1.70 100.00
Madura 1.70 1.70 93.30 0.00 100.00
PO 21.8 3.00 0.00 73.30 100.00
PO sebesar 2.932 dan jarak genetik terjauh dengan sapi bali sebesar 4.434.
Selanjutnya terlihat bahwa sapi bali memiliki jarak genetik antara sapi bali dengan
PO sebesar 3.455 dan sapi bali dengan madura yaitu 5.635.
Tabel 26 Matriks jarak genetik sapi pasundan, bali, madura dan PO berdasarkan
ukuran tubuh
Sapi Sapi pasundan Sapi bali Sapi madura Sapi PO
Sapi pasundan 0.000 4.438 4.242 2.932
Sapi bali 4.438 0.000 5.635 3.455
Sapi madura 4.242 5.635 0.000 4.969
Sapi PO 2.932 3.455 4.969 0.000
Hasil analisis matriks jarak genetik sapi pasundan, bali, madura dan PO
berdasarkan ukuran kranium disajikan pada Tabel 28. Berdasarkan ukuran
kranium terlihat bahwa sapi pasundan memiliki kedekatan dengan sapi madura hal
ini ditunjukkan dengan nilai 6.305. Selanjutnya terlihat sapi pasundan memiliki
kedekatan dengan lebih dekat dengan sapi bali dibandingkan sapi PO
Tabel 28 Matriks jarak genetik sapi pasundan, bali, madura dan PO berdasarkan
ukuran kranium
Sapi Sapi pasundan Sapi bali Sapi madura Sapi PO
Sapi pasundan 0.000 9.561 6.305 10.318
Sapi bali 9.561 0.000 8.623 6.265
Sapi madura 6.305 8.623 0.000 6.280
Sapi PO 10.318 6.265 6.280 0.000
4 PEMBAHASAN UMUM
mengindikasikan bahwa potensi sapi pasundan dari segi ukuran tubuh relatif
hampir sama namun bobot badan lebih beragam. Sebagaimana Warwick et al.
(1995) mengungkapkan bahwa ukuran tubuh merupakan sifat yang lebih dominan
dipengaruhi oleh faktor genetik sedangkan bobot badan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan.
Tabel 4 menunjukkan bahwa rataan ukuran tubuh sapi pasundan jantan dan
betina tertinggi masing-masing terdapat di wilayah Indramayu dan Ciamis.
Namun berdasarkan data luasan lahan ketersediaan padang pengembalaan/rumput
terlihat bahwa kedua wilayah tersebut memiliki luasan lahan yang lebih sempit
dibandingkan wilayah lain (Lampiran 4a). Luas lahan padang
pengembalaan/rumput di wilayah Indramayu yaitu 155 ha pada tahun 2013 (BPS
Jawa Barat 2014) dan tersisa 151 ha pada tahun 2014 (BPS Jawa Barat 2015)
sementara di wilayah Ciamis memiliki luasan lahan sebesar 587 ha pada tahun
2013 dan 2014 (BPS Jawa Barat tahun 2014 dan 2015). Hal ini memperjelas
bahwa ketersediaan lahan hijauan atau padang pengembalaan tidak selalu menjadi
parameter peningkatan ataupun penurunan performa ternak sapi di suatu wilayah.
Performa ternak tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pakan dalam hal ini
ketersediaan pakan di lingkungan tetapi merupakan akumulasi dari faktor genetik
(G) dan lingkungan (E) serta interaksi genetik dan lingkungan (IGE). Dapat
diasumsikan bahwa faktor lingkungan yang dimaksudkan adalah manajemen
pakan baik pengolahan maupun sistem pemberian pakan. Hal ini sejalan dengan
Soeharsono (2008) yang menyatakan bahwa produksi merupakan manifestasi dari
interaksi antara faktor dalam (genetik) dan faktor luar (lingkungan). Selanjutnya
dijelaskan bahwa lingkungan dapat bersifat nutrisional, klimatologis dan
manajerial.
Perbedaan jenis/rumpun sapi memberikan pengaruh terhadap ukuran tubuh
dan bobot badan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum ukuran
tubuh dan bobot badan sapi pasundan terlihat lebih kecil dibandingkan sapi bali,
madura dan PO (Tabel 5, 6 dan 7). Ukuran tinggi pundak dan tinggi pinggul
tertinggi terdapat pada sapi PO. Sapi madura memiliki rataan ukuran panjang
badan lebih tinggi dibandingkan sapi pasundan, bali dan PO. Ukuran lebar dada,
panjang kelangkang, dalam dada dan lingkar dada serta bobot badan tertinggi
ditunjukkan pada sapi bali. Hasil ini menginterpretasikan bahwa potensi genetik
sapi pasundan secara kuantitatif tergolong relatif lebih rendah daripada sapi bali,
madura dan PO. Tingkat keragaman sapi pasundan secara umum terlihat lebih
tinggi, koefisien keragaman mencapai lebih dari 20%. Tingginya keragaman sapi
pasundan diasumsikan disebabkan oleh faktor luasnya wilayah penyebaran
populasi dan belum adanya manajemen pemeliharaan yang terarah. Wilayah
penyebaran sapi pasundan meliputi 11 Kabupaten memiliki agroekosistem dan
iklim serta potensi daya dukung pakan yang berbeda (Lampiran 2). Hal ini diduga
menjadi faktor penyebab tingginya keragaman ukuran maupun bobot badan pada
sapi pasundan.
Tampilan performa atau bobot badan sapi bali, madura dan PO berdasarkan
hasil penelitian ini terlihat lebih tinggi dibandingkan sapi pasundan. Berdasarkan
pengamatan di lapangan wilayah sentra populasi sapi bali, madura dan PO
menunjukkan telah adanya manajemen pemeliharaan yang optimal dengan
didukung oleh kemampuan adaptasi masing-masing ternak yang cukup tinggi. Hal
ini ditambahkan dengan pernyataan Thalib (2002) bahwa perkembangan hidup
62
sapi bali lebih sesuai di pulau Bali karena adanya budaya orang Bali yang
memuliakan sapi bali. Hal ini serupa seperti pada sapi madura, yang mana
masyarakat madura memiliki tradisi dalam pemuliaan sapi madura karena
dijadikan sebagai kontes sapi sonok (sapi madura betina) dan karapan (sapi
madura jantan). Sapi madura betina dipelihara khusus untuk budaya kontes
(Kutsiyah 2012).
Sistem pemeliharaan sapi bali, madura dan PO relatif lebih baik dan terarah.
Berdasarkan Keputusan Menteri Nomor 325/Kpts/OT.140/1/2010 menyatakan
bahwa sapi bali merupakan ternak hasil domestikasi dari banteng asli Indonesia
yang mempunyai keunggulan dalam daya adaptasi dan presentase karkas yang
tinggi. Wilayah sebaran populasi sapi bali murni berada di pulau Bali (Thalib
2002; Hadiwirawan dan Subandriyo 2004). Sedangkan sapi madura ditetapkan
sebagai rumpun ternak lokal berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
3735/Kpts/HK.040/11/2010 dan memiliki sebaran asli geografis di pulau Madura
(Kementan 2010). Sementara rumpun sapi PO sebagai salah satu plasma nutfah
ternak dengan wilayah sebaran populasi di Jawa Tengah dan Jawa Timur
ditetapkan melalui Keputusan Menteri Nomor 2841/Kpts/LB.430/8/2012
(Kementerian Pertanian 2012).
Hasil penelitian ini sejalan dengan Anggraaeni et al. (2011) yang
menunjukkan adanya keragaman yang tinggi dari beberapa populasi kerbau,
disebabkan oleh perbedaan sumber pakan karena pada umumnya ternak kerbau
dipelihara dengan cara digembalakan pada siang dan sore hari sambil diberi pakan
rumput alam. Secara umum di wilayah subpopulasi sapi pasundan menggunakan
sistem pemeliharaan semi intensif sampai ekstensif. Sapi pasundan digembalakan
di lingkungan sekitar peternakan. Pengembalaan dilakukan di wilayah sekitar
hutan dan pesisir pantai. Peternak pun melakukan pengumpulan hijauan pakan
ternak untuk diberikan pada malam hari melalui sistem cut and curry atau dikenal
dengan “pengaritan”. Namun alih fungsi lahan pengembalaan menjadi perkebunan
karet dan jati menjadi faktor pemicu penurunan performa sapi pasundan secara
berkesinambungan. Hasil penelitian Abdullah et al. (2007) melaporkan bahwa
terjadi penurunan penampilan sapi Aceh, diduga karena tekanan penduduk dan
industri tinggi menjadikan pergeseran ternak ke lahan yang kurang produktif
bahkan ke lahan kritis. Aslimah et al. (2014) menjelaskan bahwa alih fungsi lahan
pertanian menjadi pemukiman, industri, pusat perbelanjaan menyebabkan
ketersediaan hijauan pakan semakin berkurang khususnya untuk peternakan yang
berlokasi di sekitar kota (daerah urban).
Hasil uji T2-Hottelling menunjukkan bahwa sapi pasundan, bali, madura dan
PO memiliki perbedaan berdasarkan ukuran tubuh yang diduga disebabkan oleh
adanya perbedaan asal-usul ternak dan arah seleksi. Hal ini dijelaskan oleh Otsuka
et al. bahwasanya ukuran-ukuran tubuh sapi Asia dipengaruhi oleh perbedaan
bangsa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sapi pasundan memiliki penciri
ukuran tubuh panjang badan dan penciri bentuk tubuh tinggi pinggul. Menurut
Everitt dan Dunn (1991) pada penelitian terkait anatomi ternak, komponen utama
kedua sebagai vektor bentuk dapat memberikan informasi lebih spesifik mengenai
karakteristik khas pada ternak tertentu, sedangkan komponen pertama sebagai
vektor ukuran, tidak ditekankan. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa sapi
pasundan sebagai sumberdaya genetik ternak lokal Jawa Barat memiliki penciri
yang spesifik secara ukuran tubuh. Hal ini ditunjukkan dengan penciri bentuk
63
pada sapi pasundan yaitu tinggi pundak dan terlihat berbeda dengan penciri sapi
bali, madura dan PO.
Secara umum penciri ukuran ketiga sapi tersebut relatif sama yaitu lingkar
dada dan dalam dada. Hal ini juga mengindikasikan telah terjadinya seleksi secara
spesifik pada ukuran tersebut yang. Selanjutnya terlihat bahwa sapi beberapa hasil
penelitian menunjukkan adanya korelasi antara lingkar dada dengan dalam dada
terhadap bobot badan. Hal ini mengasumsikan bahwa telah adanya arah seleksi
dan pemuliaan ke arah peningkatan bobot badan masing-masing ternak tersebut.
Nilai indeks dapat dijadikan indikator untuk membedakan ternak yang satu
dengan yang lain dan dapat menjadi standar karakteristik ternak berdasarkan
ukuran tubuh. Terdapat beberapa nilai indeks menurut Alderson (1999) yang
terdiri atas nilai heigth slope, length index, balance, width slope, depth index,
foreleg length (cm) dan cumulative index. Takaendengan (2011) menjelaskan
bahwa heigth slope merepresentasikan indeks panjang, width slope (selang lebar),
depth index (indeks tebal), foreleg length (panjang kaki depan dalam satuan cm)
dan balance sebagai standar keseimbangan ukuran tubuh ternak. Sedangkan nilai
cumulative index merupakan akumulasi dari beberapa nilai indeks meliputi rasio
bobot badan dengan rataan bobot badan di suatu populasi dengan penjumlahan
antara indeks panjang dengan indeks keseimbangan.
Alderson (1999), Salako dan Ngere (2002), Hadiwirawan et al. (2011) dan
Takaendengan (2011) menjelaskan bahwa nilai indeks kumulatif (cumulative
index) dapat merepresentasikan tipe dan fungsi dari ternak. Aldeson (1999)
mendapatkan nilai kumulatif indeks pada sapi white park sebesar 3.88, bobot
badan sapi ini mencapai 660 kg. Nilai indeks ini dijadikan sebagai standar sapi
white park sebagai ternak tipe pedaging. Artinya semakin tinggi nilai kumulatif
indeks maka akan merepresentasikan potensi yang optimal sebagai tipe ternak
potong. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indeks tertinggi terdapat pada
sapi bali selanjutnya diikuti oleh sapi madura dan PO. Sapi pasundan memiliki
nilai indeks sebesar 2.81 untuk sapi jantan dan 2.77 untuk sapi pasundan betina.
Hal ini mengindikasikan bahwa potensi sapi pasundan sebagai ternak tipe
pedaging masih perlu ditingkatkan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran kranium sapi pasundan di
wilayah subpopulasi relatif beragam. Perbandingan antara jenis/rumpun sapi yaitu
sapi pasundan, bali, madura dan PO menunjukkan adanya perbedaan. Hal ini juga
diperkuat dengan adanya karakteristik khas dari kranium sapi pasundan yang
ditunjukkan oleh penciri bentuk yaitu profile length dan candilo bassal length.
Adanya pengaruh perbedaan lingkungan dalam hal ini perbedaan lintang di
masing-masing lokasi pemeliharaan sapi pasundan, bali, madura dan PO diduga
menjadi pengaruh terhadap perbedaan ukuran permukaan linear kranium. BPS
Jawa Barat tahun 2015 melaporkan bahwa Provinsi Jawa Barat terletak diantara
5o50– 7o50’Lintang Selatan dan 104o48’–108o48 Bujur Timur, BPS Bali 2015
mengungkapkan bahwa secara astronomis Provinsi Bali terletak pada titik
koordinat 08o03’40”–08o50’48”Lintang Selatan dan 114o25’53”–115o42’40”
Bujur Timur sedangkan Pamekasan berada pada 113o19’–113o58’ Bujur Timur
6o51’–7o31 Lintang Selatan. Letak lintang berpengaruh pada suhu udara, yang
mana semakin besar lintang maka suhu udara akan semakin rendah. Hal ini
disebabkan karena lingkungan menerima radiasi matahari yang relatif sedikit. Hal
ini mempengaruhi ukuran kranium dari sapi yang diamati.
64
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Salamena JF, Noor RR, Sumantri C, Inonu I. 2006. Hubungan genetik, ukuran
populasi efektif dan laju silang dalam per Generasi populasi domba di
pulau kisar. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 32 [2] :71-75
Sampurna IP. 2013. Pola pertumbuhan dan kedekatan hubungan dimensi tubuh
sapi bali. Disertasi Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Peternakan,
Universitas Udayana, Denpasar.
Sanjaya AMP. 2013. Efektivitas penerapan Simantri dan pengaruhnya terhadap
peningkatan pendapatan petani-peternak di Bali. [disertasi]. Bali (ID):
Universitas Udayana.
Saparto. 2004. Studi kraniometri sapi Jawa dan beberapa bangsa sapi potong di
Indonesia [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Sarbaini. 2004. Kajian keragaman karakter eksternal dan DNA mikrosatelit sapi
pesisir di Sumatera Barat. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Sartika. 2013. Perbandingan morfometrik ukuran tubuh ayam KUB dan Sentul
melalui pendekatan analisis diskriminan. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner.
Setiadi B dan Dwiyanto K. 2008. Pengelolaan berkelanjutan sumberdaya genetik
ternak. Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumberdaya
Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Memajukan Ketahanan
Nasional. Balai Penelitian Ternak Bogor.
Shodiq A. 2009. Karakterisasi sumberdaya kambing lokal khas Kejobong di
Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah. Jur. Agripet. Vol 9, No 1
April 2009.
Soeharsono. 2008. Bionomika Ternak. PT Widya Padjajaran Press. Bandung.
Steel and Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Cetakan ke-2. PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Stynder DD, Ackermann RR & Sealy JC. 2007. Clinical Epidemiology. Amric J.
of phys Anthr.
Suhaema E, Widiatmaka, Tjahjono B. 2014. Pengembangan wilayah peternakan
sapi potong berbasis kesesuaian fisik lingkungan dan kesesuaian lahan
untuk pakan di Kabupaten Cianjur. J Tanah & Lingk. 16 (2) Oktober: 53-
60. ISSN 1410-7333.
Sumantri C, Einstiana A, Salamena, JF & Inounu, I. 2007. Keragaan dan
hubungan phylogenik antar domba lokal di Indonesia melalui pendekatan
analisis morfologi. JITV. 12 (1), 42-54.
Sumantri C, Nuraini H, Nurdiati S & Mulatsih S. 2016. Performans kerbau
lumpur dan strategi pengembangannya pada daerah dengan ketinggian
berbeda di Kabupaten Cianjur (Performance analysis of Swamp Buffalo at
different altitudes in Cianjur district and its development
strategies). Jur.Vet. 16 (4).
Suparyanto A. Purwadaria A. Subandriyo. 1999. Pendugaan jarak genetik dan
faktor peubah pembeda bangsa dan kelompok domba di Indonesia melalui
pendekatan analisis morfologi. JITV. 4:80-87.
Suryani HF, Purbowati E & Kurnianto E. 2013. Multivariate analysis on cranium
measurements of three breeds of goat in central java. JITAA. 38(4): 217-
224.
71
LAMPIRAN
73
Lampiran 2 Lanjutan
Kabupaten Letak geografi dan iklim
Ciamis Letak geografis 108°20’ – 108°40’ BT dan 7°40’20” –
7o41’20’’ LS
Curah hujan 3 606.50
(mm/tahun)
Temperatur (OC) 20.0 – 30.0
Kelembaban udara (%) 70 – 80%
Luas wilayah (km2) 2 740.76
Ketinggian (mdpl)
Pangandaran Letak geografis 108O18’ – 108O47’BT dan 7O30O’20” –
7O50’00” BT
Curah hujan 2 987
(mm/tahun)
Temperatur (OC)
Kelembaban udara (%) 70 – 80
Luas wilayah (km2) 1 010
Ketinggian (mdpl)
Tasikmalaya Letak geografis 108o 08' 38" - 108o 24' 02" BT dan 7o 10' -
7o 26' 32" LS
Curah hujan 2 072
(mm/tahun)
Temperatur (OC) 20 – 34 dan 18 – 22
Kelembaban udara (%)
Luas wilayah (km2) 2 551.19
Ketinggian (mdpl) 0 – 1 500
Garut Letak geografis 6º56'49 - 7 º45'00 LS dan 107º25'8-
108º7'30 BT
Curah hujan 2 589
(mm/tahun)
Temperatur (OC) 24 – 27
Kelembaban udara (%)
Luas wilayah (km2) 3 074.07
Ketinggian (mdpl) 0 – 1 500
Cianjur Letak geografis 6021‟ - 7025‟ Lintang Selatan dan
106042‟ - 107025‟ Bujur Timur.
Curah hujan 1 000 – 4 000 mm
(mm/tahun)
Temperatur (OC) 28 – 30
Kelembaban udara (%) 75 – 80
Luas wilayah (km2) 3 840.16
Ketinggian (mdpl) 0 – 2962
Sukabumi Letak geografis 106º49 - 107º BT 60º57 - 70º25 LS
Curah hujan 2 805
(mm/tahun)
Temperatur (OC) 20 - 30
Kelembaban udara (%)
Luas wilayah (km2) 4 160.75
Ketinggian (mdpl) 0 - 2958
76
Hutan negara -
Perkebunan 10.691 11.652
Lampiran 3 Lanjutan
Kabupaten Jenis Penggunaan Luas Lahan (ha) Luas Lahan (ha)
(2013) (2014)
Ciamis Sawah 51.813 35.474
Pekarangan - -
Tegal/kebun 53.455 37.478
Ladang/huma 10.515 6.601
Padang rumput 587 587
Hutan rakyat 27.079 17.201
Hutan negara - -
Perkebunan 21.391 6.601
Pangandaran Sawah - 18.187
Pekarangan - -
Tegal/kebun - 22.292
Ladang/huma - 4.301
Padang rumput - 1.764
Hutan rakyat - 9.201
Hutan negara - -
Perkebunan - 22.292
Tasikmalaya Sawah 51.329 51.188
Pekarangan - -
Tegal/kebun 47.432 45.193
Ladang/huma 22.809 22.490
Padang rumput 7.499 6.925
Hutan rakyat 39.265 18.205
Hutan negara - -
Perkebunan 29.621 22.490
Garut Sawah 48.541 48.300
Pekarangan - -
Tegal/kebun 63.774 62387
Ladang/huma 37.554 40.436
Padang 4.642 5.568
pengembalaan/
rumput
Hutan rakyat 11.946 18.205
Hutan negara - -
Perkebunan 11.946 27.657
Cianjur Sawah 66.283 66.431
Pekarangan - -
Tegal/kebun 50.125 52.371
Ladang/huma 40.037 42.282
Padang rumput 730 830
78
Lampiran 3 Lanjutan
Kabupaten Jenis Penggunaan Luas Lahan Luas Lahan
(ha) (2013) (ha) (2014)
Sukabumi Sawah 64.028 64.066
Pekarangan - -
Tegal/kebun 80.500 83.717
Ladang/huma 40.823 42.282
Padang pengembalaan/ rumput 1.546 1.716
Hutan rakyat 61.517 31.042
Hutan negara - -
Perkebunan 61.517 63.040
Lampiran 5 Analisis sidik ragam ukuran tubuh dan bobot badan sapi pasundan di
wilayah subpopulasi
Sum of Mean
Liniear Body Measurements df F Sig.
Squares Square
Tinggi pundak
District/subpopulation area 882.9 88.30 10 4.47 .000
Error 1066.3 19.7 54
Total 1949.2
Panjang badan
District/subpopulation area 6489.6 649.0 10 22.19 .000
Error 1579.0 29.30 54
Total 1949.2
Lingkar dada
District/subpopulation area 915.1 91.5 10 2.75 .008
Error 1794.7 33.2 54
Total 1949.2
Lebar dada
District/subpopulation area 199.78 19.98 10 6.24 .000
Error 172.92 3.20 54
Total 372.71
Dalam dada
District/subpopulation area 1721.9 172.2 10 8.15 .000
Error 1140.8 21.1 54
Total 2862.8
Tinggi pinggul
District/subpopulation area 778.3 77.8 10 4.11 .000
Error 1022.5 18.9 54
Total 1800.8
Lebar pinggul
District/subpopulation area 478.68 47.87 10 11.82 .000
Error 218.75 4.05 54
Total 697.43
80
Lampiran 5 Lanjutan
Sum of Mean
Liniear Measurements Df F Sig.
Squares Square
Panjang Kelangkang
District/subpopulation area 215.97 21.60 10 7.73 .000
Error 150.82 2.79 54
Total 366.79
Bobot Badan
District/subpopulation area 8 473.0 847 10 2.75 .008
Error 16 617.0 308 54
Total 25 090
Lampiran 6 Analisis sidik ragam ukuran tubuh dan bobot badan sapi pasundan
betina di wilayah subpopulasi
Sum of Mean
Liniear Body Measurements Df F Sig.
Squares Square
Tinggi pundak
Clumps of cattle 3 500.8 350.1 10 12.66 .000
Error 5 697.5 27.7 216
Total 9 198.3
Panjang badan
Clumps of cattle 20 775.8 2 077.6 10 44.26 .000
Error 9 670.7 46.9 216
Total 30 446.5
Lingkar dada
Clumps of cattle 3514.0 351.4 10 12.19 .000
Error 5940.2 28.8 216
Total 9554.2
Lebar dada
Clumps of cattle 571.55 57.16 10 7.87 .000
Error 1495.33 7.26 216
Total 2066.88
Dalam dada
Clumps of cattle 3698.16 369.82 10 49.25 .000
Error 1546.71 7.51 216
Total 5244.87
81
Lampiran 6 Lanjutan
Sum of Mean
Liniear Body Measurements df F Sig.
Squares Square
Tinggi pinggul
Clumps of cattle 2 460.5 246.1 10 9.57 .000
Error 5 297.1 25.7 216
Total 7 757.6
Lebar pinggul
Clumps of cattle 1 081.95 108.19 10 13.70 .000
Error 1 627.15 7.90 216
Total 2 709.10
Panjang kelangkang
Clumps of cattle 2 255.8 225.6 10 18.59 .000
Error 2 499.2 12.1 216
Total 4 755.0
Bobot Badan
Clumps of cattle 2 4244 2 424 10 6.69 .000
Error 7 4611 362 216
Total 98 856
Lampiran 7 Analisis sidik ragam ukuran tubuh dan bobot badan sapi pasundan,
bali, madura dan PO jantan
Sum of Mean
Liniear Body Measurements df F Sig.
Squares Square
Tinggi pundak
Clumps of cattle 237.3 79.1 3 3.54 .017
Error 2 928.1 22.4 131
Total 3 165.4
Panjang badan
Clumps of cattle 4 398.3 51.0 3 2.49 .063
Error 9 254.4 20.5 131
Total 13 652.7
Lingkar dada
Clumps of cattle 4 578.9 1 526.3 3 29.37 .000
Error 6 807.6 52.0 131
Total 11 386.4
Lebar dada
Clumps of cattle 3 508.9 1 326.2 3 9.38 .000
Error 2 407.0 52.0 131
Total 5 915.9
82
Lampiran 7 Lanjutan
Sum of Mean
Liniear Body Measurements df F Sig.
Squares Square
Dalam dada
Clumps of cattle 10 793 3 597.7 3 121.82 .000
Error 3 868.7 29.5 131
Total 14 661.6
Tinggi pinggul
Clumps of cattle 153.0 51.0 3 24.9 .000
Error 2 684.8 20.5 131
Total 2 837.8
Lebar pinggul
Clumps of cattle 2 476 825.6 3 64.82 .000
Error 1 668.4 12.7 131
Total 4 145.1
Panjang kelangkang
Clumps of cattle 9 483.22 3 161.07 3 382.67 .000
Error 1 082.14 8.26 131
Total 10 565.37
Bobot badan
Clumps of cattle 4 3176 14 572 3 29.83 .000
Error 63 998 489 131
Total 107 714
Lampiran 8 Analisis sidik ragam ukuran tubuh dan bobot badan sapi pasundan,
bali, madura dan PO betina
Sum of Mean
Liniear Body Measurements df F Sig.
Squares Square
Tinggi pundak
Clumps of cattle 1 061.8 353.9 3 10.71 .000
Error 9 683.1 33.0 293
Total 3 165.4
Panjang badan
Clumps of cattle 8 626 2 875 3 27.31 .000
Error 30 850 105 293
Total 39 476
Lingkar dada
Clumps of cattle 5 168.6 1 722.9 3 37.42 .000
Error 10 847.9 37.0 293
Total 16 016.5
83
Lampiran 8 Lanjutan
Sum of Mean
Liniear Body Measurements df F Sig.
Squares Square
Lebar dada
Clumps of cattle 625.0 281.55 3 19.22 .000
Error 635.0 9.55 293
Total 1 260.0
Dalam dada
Clumps of cattle 15 054.3 5 018.1 3 270.83 .000
Error 5 428.9 18.5 293
Total 20 483.2
Tinggi pinggul
Clumps of cattle 2 066.1 688.7 3 25.02 .000
Error 8 064.9 27.5 293
Total 10 131.0
Lebar pinggul
Clumps of cattle 835.64 278.55 3 29.27 .000
Error 2 788.17 9.52 293
Total 3 623.82
Panjang kelangkang
Clumps of cattle 8 709.6 2 903.2 3 169.10 .000
Error 5 030.2 17.2 293
Total 13 739.9
Bobot badan
Clumps of cattle 42 7335 14 245 3 37.42 .000
Error 111 536 381 293
Total 154 271
Lampiran 9 Analisis sidik ragam indeks morfometrik sapi pasundan, bali, madura
dan PO jantan
Sum of Mean
Variable index df F Sig.
Squares Square
Heigth slope
Clumps of cattle 34.76 34.76 10 0.70 .722
Error 268.97 268.97 54
Total 303.73
Length index
Clumps of cattle 0.2361 0.02361 10 16.63 .000
Error 0.0767 0.00142 54
Total 0.3127
84
Lampiran 9 Lanjutan
Sum of Mean
Variable index df F Sig.
Squares Square
Balance
Clumps of cattle 2.3827 0.2383 10 20.34 .000
Error 0.6326 0.0117 54
Total 3.0152
Width slope
Clumps of cattle 216.79 21.68 10 14.03 .000
Error 83.45 1.55 54
Total 300.24
Depth index
Clumps of cattle 0.1423 0.0142 10 9.00 .000
Error 0.0854 0.0854 54
Total 0.2276
Foreleg length (cm)
Clumps of cattle 4438.7 4 438.7 10 11.04 .000
Error 2171.5 2 171.5 54
Total 6610.2
Cumulative index
Clumps of cattle 3.4178 0.3418 10 20.16 .000
Error 0.9155 0.0170 54
Total 4.3333
Lampiran 10 Analisis sidik ragam indeks morfometrik sapi pasundan, bali, madura
dan PO betina
Sum of Mean
Variable index df F Sig.
Squares Square
Balance
Clumps of cattle 304.88 30.49 10 8.40 .000
Error 747.31 3.63 206
Total 1 052.19
Length index
Clumps of cattle 0.5338 0.0534 10 19.60 .000
Error 0.5611 0.0027 206
Total 1.0951
Balance
Clumps of cattle 2.1154 0.2115 10 10.74 .000
Error 4.0589 0.0197 206
Total 6.1743
85
Lampiran 10 Lanjutan
Sum of Mean
Variable index df F Sig.
Squares Square
Width slope
Clumps of cattle 885.27 88.53 10 24.25 .000
Error 752.08 3.65 206
Total 1 637.35
Depth index
Clumps of cattle 0.2943 0.0294 10 40.61 .000
Error 0.1493 0.0007 206
Total 0.4436
Foreleg length (cm)
Clumps of cattle 7 143.5 714.3 10 20.80 .000
Error 7 074.3 34.3 206
Total 14 217.8
Cumulative index
Clumps of cattle 2.7343 0.2734 10 9.96 .000
Error 5.6564 0.0275 206
Total 8.3908
Lampiran 11 Lanjutan
Sum of Mean
Cranium measurements df F Sig.
Squares Square
Candilo bassal length (x5)
District/subpopulation area 187.57 18.76 10 3.65 .001
Error 282.65 5.14 55
Total 470.22
Greatest breadth of the skulls (x6)
District/subpopulation area 72.01 7.20 10 4.29 .000
Error 92.22 1.68 55
Total 164.23
Least breadth between supraorbital foramina (x7)
District/subpopulation area 104.37 10.44 10 10.25 .000
Error 55.98 1.02 55
Total 160.35
Least breadth between the orbits (x8)
District/subpopulation area 64.45 6.44 10 6.24 .000
Error 56.76 1.03 55
Total 121.20
Breadth between the infraorbital foramina (x9)
District/subpopulation area 18.584 1.858 10 6.05 .000
Error 16.902 0.307 55
Total 35.486
Least breadth between the orbits (x10)
District/subpopulation area 221.740 22.174 10 30.96 .000
Error 39.398 0.716 55
Total 261.138
Breadth between the supraorbital foramina (x11)
District/subpopulation area 24.377 2.438 10 10.81 .000
Error 12.406 0.226 55
Total 36.784
Lampiran 12 Analisis sidik ragam ukuran kranium sapi pasundan betina di wilayah
subpopulasi
Sum of Mean
Cranium measurements df F Sig.
Squares Square
Profile length (x1)
District/subpopulation area 224.50 22.45 10 3.10 .001
Error 1 172.02 7.23 162
Total 1 396.52
87
Lampiran 12 Lanjutan
Sum of Mean
Cranium measurements df F Sig.
Squares Square
Median frontal length (x2)
District/subpopulation area 48.82 4.88 10 2.70 .004
Error 293.24 1.81 162
Total 342.07
Length of the nasals (x3)
District/subpopulation area 37.56 3.76 10 3.09 .001
Error 196.64 1.21 162
Total 234.20
Foramen gums length (x4)
District/subpopulation area 13.0203 1.3020 10 17.16 .000
Error 12.2897 0.0759 162
Total 25.3100
Candilo bassal length (x5)
District/subpopulation area 218.51 21.85 10 3.02 .002
Error 1 172.97 7.24 162
Total 1 391.48
Greatest breadth of the skulls (x6)
District/subpopulation area 242.19 24.22 10 13.95 .000
Error 281.16 1.74 162
Total 523.35
Least breadth between supraorbital foramina (x7)
District/subpopulation area 300.91 30.09 10 11.29 .000
Error 431.78 2.67 162
Total 732.69
Least breadth between the orbits (x8)
District/subpopulation area 242.19 24.22 10 13.95 .000
Error 281.16 1.74 162
Total 523.35
Breadth between the infraorbital foramina (x9)
District/subpopulation area 54.918 5.429 10 13.59 .000
Error 63.755 0.394 162
Total 118.673
Least breadth between the orbits (x10)
District/subpopulation area 119.81 11.98 10 9.94 .000
Error 195.25 1.21 162
Total 315.06
88
Lampiran 12 Lanjutan
Sum of Mean
Cranium measurements df F Sig.
Squares Square
Breadth between the supraorbital foramina (x11)
District/subpopulation area 26.146 2.615 10 6.64 .000
Error 63.755 0.394 162
Total 89.901
Lampiran 13 Analisis sidik ragam ukuran kranium sapi pasundan, bali, madura dan
PO jantan
Sum of Mean
Cranium measurements df F Sig.
Squares Square
Profile length (x1)
Clumps of cattle 143.05 47.68 3 11.27 .000
Error 236.86 4.63 56
Total 379.91
Median frontal length (x2)
Clumps of cattle 118.89 39.63 3 26.50 .000
Error 83.76 1.50 56
Total 202.65
Length of the nasals (x3)
Clumps of cattle 104.436 34.812 3 50.57 .000
Error 38.552 0.688 56
Total 142.988
Foramen gums length (x4)
Clumps of cattle 16 379.21 5 459.74 3 1 945.0 .000
Error 157.19 2.81 56
Total 16 536.40
Candilo bassal length (x5)
Clumps of cattle 123.32 41.11 3 8.63 .000
Error 266.76 4.76 56
Total 390.08
Greatest breadth of the skulls (x6)
Clumps of cattle 268.47 89.49 3 51.97 .000
Error 96.44 1.72 56
Total 364.91
Least breadth between supraorbital foramina (x7)
Clumps of cattle 348.79 116.26 3 82.00 .000
Error 79.40 1.42 56
Total 428.19
89
Lampiran 13 Lanjutan
Sum of Mean
Cranium measurements df F Sig.
Squares Square
Candilo bassal length (x8)
Clumps of cattle 39.70 13.23 3 5.65 .002
Error 131.20 2.34 56
Total 170.91
Breadth between the infraorbital foramina (x9)
Clumps of cattle 9.387 3.129 3 8.43 .000
Error 20.795 0.371 56
Total 30.182
Least breadth between the orbits (x10)
Clumps of cattle 175.579 58.526 3 144.45 .000
Error 22.689 0.405 56
Total 198.268
Breadth between the supraorbital foramina (x11)
Clumps of cattle 24.262 8.087 3 24.77 .000
Error 18.285 0.327 56
Total 42.547
Lampiran 14 Analisis sidik ragam ukuran kranium sapi pasundan, bali, madura dan
PO betina
Sum of Mean
Cranium measurements df F Sig.
Squares Square
Profile length (x1)
Clumps of cattle 224.50 22.45 10 3.10 .001
Error 1 172.02 7.23 162
Total 1 396.52
Median frontal length (x2)
Clumps of cattle 48.82 4.88 10 2.70 .004
Error 293.24 1.81 162
Total 342.07
Length of the nasals (x3)
Clumps of cattle 37.56 3.76 10 3.09 .001
Error 196.64 1.21 162
Total 234.20
Foramen gums length (x4)
Clumps of cattle 13.0203 1.3020 10 17.16 .000
Error 12.2897 0.0759 162
Total 25.3100
90
Lampiran 14 Lanjutan
Sum of Mean
Cranium measurements df F Sig.
Squares Square
Candilobassal length (x5)
Clumps of cattle 218.51 21.85 10 3.02 .000
Error 1 172.97 7.24 162
Total 1 391.48
Greatest breadth of the skulls (x6)
Clumps of cattle 242.19 24.22 10 13.95 .000
Error 281.16 1.74 162
Total 523.35
Least breadth between supraorbital foramina (x7)
Clumps of cattle 300.91 30.09 10 11.29 .000
Error 431.78 2.67 162
Total 732.69
Breadth between the infraorbitalforamina
(x8)
Clumps of cattle 242.19 24.22 10 13.95 .000
Error 281.16 1.74 162
Total 523.35
Breadth between the infraorbital foramina (x9)
Clumps of cattle 54.918 5.492 10 13.95 .000
Error 63.755 0.394 162
Total 118.673
Least breadth between the orbits (x10)
Clumps of cattle 119.81 11.98 10 9.94 .000
Error 195.25 1.21 162
Total 315.06
Breadth between supraorbital foramina (x11)
Clumps of cattle 26.146 2.615 10 6.64 .000
Error 63.755 0.394 162
Total 89.901
91
RIWAYAT HIDUP