Anda di halaman 1dari 23

DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR KELAS 2

Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Diagnosis Kesulitan Belajar Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Dr. Murtono, M.Pd

Disusun Oleh: Kelompok 2


Diah Ayu Puspita Sari

(201233149)

Sri Pujiati

(201233156)

Ayuk Fitria

(201233177)

Rina Supriatin

(201233184)

Zulaekhah Amimah

(201233186)

Feby Andriani

(201233188)

Muntasiroh

(201233189)

Siti Kumaeni

(201233190)

Eka Fitriana Shofa

(201233192)

Kelas : 7D
PROGAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fakta menunjukkan SDM (Sumber Daya Manusia) Indonesia ternyata
sangat lemah. Padahal di era globalisasi dan abad informasi yang penuh
dengan ketidak pastian dan persaingan, hanya SDM berkualitas yang bisa
diandalkan untuk tetap survive (bertahan). Bahkan bangsa ini mengalami
krisis moral, kepercayaan dan identitas. Artinya dunia pendidikan, sebagai
tulang punggung pengelolaan dan pengembangan SDM harus dapat
memecahkan masalah tersebut. Sosok seorang gurulah yang memegang peran
penting untuk menciptakan SDN yang berkualitas unggul.
Guru merupakan sosok yang memiliki peran strategis dalam
pengembangan sumber daya manusia dimanapun dan sampai kapanpun. Guru
dalam proses pembelajaran di kelas juga berperan penting dalam membangun
peserta didik untuk membangun sikap positif dalam belajar, membangkitkan
rasa ingin tahu, memdorong kemandirian dan ketepatan logika intelektual,
serta menciptakan kondisi-kondisi untuk sukses dalam belajar. Oleh karena itu
guru dituntut untuk memiliki kompetensi.
Kompetensi guru merupakan kecakapan atau kemampuan yang harus
dikuasai oleh guru baik dalam bentuk pegetahuan (akademik), keterampilan
maupun sikap (non akademik) yang menunjukkan keprofesiannya sebagai
guru. Sehingga guru dapat menjalankan tugasnya untuk mendidik, melatih,
menilai dan mengevalusi yang kaitannya dengan profesinya sebagai seorang
guru agar dapat dilaksanakan dengan tepat dan efektif.
Seorang guru harus memiliki perhatian yang cukup, keahlian dan
wawasan yang luas untuk mengembangkan potensi pada siswa dalam bidang
akademik maupun non akademik. Guru juga harus memperhatikan bagaimana
siswa dalam mengikuti pembelajaran. Siswa yang mengalami kesulitan belajar
khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia, akan mengalami kesulitan belajar
dalam membaca atau menulis untuk siswa kelas rendah. Guru juga harus
mencari solusi yang tepat untu mengatasi kesulitan siswa.
Pada dasarnya, seorang guru hanya terfokus untuk melakukan orientasi
pembelajaran secara akademik atau prestasi belajar. Seorang guru semestinya
tidak hanya terfokus dalam maslah akademik siswa, namun juga harus
1

mengembangkan dan menggali potensi pada diri siswa. Kesuksesan akademis


siswa belum tentu membawanya meraih masa depan yang gemilang.
Menurut penelitian yang dilakukan Universitas Harvard pada tahun
2000, kesuksesan hanya ditentukan 20% oleh pengetahuan dan 80% oleh
mengelola diri dan orang lain. Artinya, kemampuan non akademis lebih
banyak mempengaruhi.
Jadi seorang guru harus tahu bagamana harus mendidik dan
mengajarkan serta tahu bagaimana karakter dan kecerdasan siswa dalam
bidang apa. Siswa yang rendah dalam bidang akademik juga pasti memiliki
bakat dalam bidang non akademik.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kompetensi akademik siswa dan guru?
2. Bagaimana kompetensi non akademik siswa dan guru?
3. Bagaimana cara mengatasi kurang percaya diri siswa dan guru?
4. Bagaimana cara mengatasi kesulitan belajar siswa?
C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan kompetensi akademik siswa dan guru.
2. Untuk mendeskripsikan kompetensi non akademik siswa dan guru.
3. Untuk mendeskripsikan cara mengatasi kurang percaya diri pada siswa dan
guru.
4. Untuk Mendeskripsikan cara mengatasi kesulitan belajar siswa.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kompetensi Akademik Siswa dan Guru
Kompetensi akademik adalah nilai atau ukuran yang diperoleh
seseorang dalam kelembagaan pendidikan. Nilai tersebut didasarkan menurut
standar atau kriteria tertentu dan merupakan fungsi dari faktor-faktor sekolah
dan faktor-faktor lainnya (Indriyanto, 2005).
1. Kompetensi Akademik Siswa
Merupakan kompetensi dan kemahiran siswa dalam bidang
akademik. Bidang akademik ini meliputi segala ilmu pengetahuan yang
ada di dalam pendidikan formal, dalam kalimat mudahnya adalah berbagai
subjek mata pelajaran yang ada pada pendidikan formal. Kemampuan
akademis ini mengarah pada kemampuan IQ (Intelligence Quotient) yang
dimiliki masing-masing orang. Karakteristik kompetensi akademik siswa
diantaranya sebagai berikut:
a. Menunjukkan kemampuan di atas rata-rata, terutama di bidang:
1) Kemampuan Umum
a) Tingkat berpikir abstrak yang tinggi, penalaran verbal dan
numerikal, hubungan spasial, ingatan, kelancaran kata.
b) Adaptasi terhadap dan pembentukan situasi baru dalam
lingkungan eksternal.
c) Automatisasi pemrosesan informasi.
2) Kemampuan Khusus
a) Aplikasi berbagai kombinasi kemampuan umum di atas terhadap
bidang-bidang yang lebih spesifik (Misalnya; Matematika, Sain,
Seni, kepemimpinan)
b) Kemampuan memperoleh dan membuat penggunaan yang tepat
sejumlah pengetahuan formal, teknik, dan strategi di dalam
menyelesaikan masalah-masalah tertentu.
c) Kemampuan untuk memilih informasi yang relevan dan tak
relevan dengan problem atau bidang studi tertentu.
b. Menunjukkan Komitmen yang terhadap tugas, yang diindikasikan
dengan:

1) Kemampuan

yang

tinggi

terhadap

minat,

antusiasme,

dan

keterlibatan dengan suatu problem atau bidang tertentu.


2) Ketekunan, daya tahan, ketetapan hati, kerja keras, dan pengabdian.
3) Kepercayaan diri, adanya keyakinan mampu melaksanakan
pekerjaan yang penting, bebas dari perasaan inferior, keinginan yang
kuat untuk berprestasi.
4) Kemampuan mengidentifikasi masalah-masalah di bidang-bidang
tertentu.
5) Menetapkan standar yang tinggi terhadap pekerjaan; memelihara
keterbukaan diri dan kritik eksternal; mengembangkan rasa estetis,
kualitas dan keunggulan tentang pekerjaannya sendiri dan pekerjaan
orang lain.
c. Menunjukkan kreativitas yang tinggi, yang diindikasikan dengan:
1) Kelancaran, keluwesan, dan keaslian dalam berpikir.
2) Keterbukaan terhadap pengalaman; Reseptif terhadap apa yang baru
dan berbeda dalam pikiran, tindakan, dan produk dirinya sendiri dan
orang lain.
3) Ingin tahu, spekulatif, dan berpetualangan, keinginan untuk
menghadapi resiko baik dalam pikiran maupun tindakan.
4) Sensitif terhadap karakteristik ide dan sesuatu yang rinci dan estetik;
keinginan untuk bertindak dan bereaksi terhadap stimulasi elsternal,
ide-ide dan perasaannya sendiri.
5) Sikap berani mengambil langkah atau keputusan menurut orang
awam berisiko tinggi.
2. Kompetensi Akademik Guru
Kemampuan dasar mengajar guru tidak terlepas dari kemampuan
Akademis dan Non Akademis. Kemampuan akademis guru terdiri dari:
a. Memiliki sertifikasi mengajar.
b. Menguasai materi pembelajaran.
c. Mengembangkan metodologi media dan sumber belajar.
d. Ahli menyusun program.
e. Menilai/ mengevaluasi pembelajaran.
f. Mampu memberdayakan siswa.
g. Kesesuaian disiplin ilmu yang dimiliki dengan tugas.
h. Memiliki pengalaman mengajar.
i. Mengikuti training, workshop, pelatihan, penataran,dll.
j. Inovatif dan proaktif.
k. Senang mencari informasi baru.
l. Senang membaca dan menambah pengetahuan.

Guru yang sukses harus memiliki kemampuan akademis dan


kemampuan non akademis. Ciri-ciri guru yang sukses menurut Thomas
1997:
a. Mampu menciptakan interpersonal, dalam bentuk empati, penghargaan
b.
c.
d.
e.
f.

dan ketulusan kepada siswa.


Memiliki hubungan baik dengan siswa.
Menerima, mengakui dan memperhatikan siswa secara tulus.
Menunjukkan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar.
Menciptakan kerjasama yang harmonis dalam kelompok.
Melibatkan siswa dalam mengorganisasikan dan merencanakan

kegiatan pembelajaran.
g. Mendengarkan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berbicara/
mengemukakan pendapat.
h. Meminimalkan friksi-friksi di kelas (perbedaan prinsip).
Menurut Bell (1993: 37) guru yang sukses mengajar adalah guru
yang memiliki:
a. POWER WITH :yaitu guru yang senantiasa dapat bekerjasama dengan
siswa (kolaboratif). Guru model ini

senang memotivasi dan

membimbing siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran tanpa pamrih.


b. Memiliki POWER FOR :yaitu guru yang selalu berpikir untuk
kepentingan proses belajar-mengajar (rela berkorban).
Sedangkan guru yang gagal menurut Bell (1993:37) adalah:
a. Guru yang POWER ON :yaitu guru yang selalu menganggap dirinya
lebih pandai dan tahu segala-galanya. Guru jenis ini tidak bersedia
disalahkan, melainkan ia selalu menganggap dirinya benar dan selalu
ingin berada di atas, kapan dan di mana saja.
b. Guru yang POWER OFF :yaitu guru yang tidak mau ambil peduli

a.
b.
c.
d.
a.

dengan kesulitan yang dialami siswa dalam proses pembelajaran.


Sedangkan guru yang professional memiliki:
Kemampuan professional (professional capacity).
Upaya professional (professional effort).
Waktu yang disediakan untuk kegiatan professional (time devotion).
Imbalan atas hasil kerjanya (professional rent).
Syarat-syarat kemampuan guru antara lain:
Pengetahuaan (know ledge) di bidang tertentu terutama di bidang

keguruan dan pendidikan, baik yang bersifat umum maupun khusus.


b. Keterampilan (skill) di bidang keguruan sehingga mampu memimpin/
manguasai kelasnya secara efektif.

c. Kemampuan menilai/ mengevaluasi (evaluation) sehingga guru mampu


menilai/ mengevaluasi sejauh mana materi pelajaran telah disampaikan
dan sejauh mana siswa mampu menguasai materi pelajaran itu.
Syarat-syarat kemampuan dasar mengajar guru untuk mencapai
kriteria ukuran keberhasilan mengajar meliputi beberapa persyaratan
sebagai berikut:
a. Persyaratan fisik, yaitu kesehatan jasmani yang artinya seorang guru
harus berbadan sehat dan tidak memiliki penyakit menular yang
membahayakan.
b. Persyaratan psikis, (sehat rohani) yakni tidak mengalami gangguan
jiwa.
c. Persyaratan mental, yaitu memiliki sikap mental yang baik terhadap
profesi kependidikan.
d. Persyaratan moral, yaitu memiliki budi pekerti yang luhur serta
memiliki sikap susila yang tinggi.
e. Persyaratan intelektual, yaitu pengetahuan dan keterampilan yang tinggi
yang diperoleh dari lembaga pendidikan tenaga kependidikan yang
memberikan bekal guna menunaikan tugas dan kewajibannya sebagai
pendidik.
B. Kompetensi Non Akademik Siswa dan Guru
1. Kompetensi Non Akademik Siswa
Kemampuan non-akademik ini dapat mencakup sikap, perilaku,
psikologi siswa, potensi & bakat dan kecerdasan emosional. Untuk
meningkatkan kemampuan non akademik siswa dapat dilakukan saat
proses KBM berlangsung:
a. Kegiatan Pendahuluan (Awal)
1) Memberikan kesempatan, kepercayaan dan tanggungjawab
kepada siswa secara bergantian untuk memimpin doa dan salam
sebelum kegiatan pembelajaran dimulai setiap hari. Denganini
maka akan meningkatkan kemampuan non-akademis siswa yaitu
keberanian, rasa percaya diri, mental siswa, dan perilaku yang
religius. (Nilai karakter bangsa yang dibangun adalah religius,
mandiri dan tanggungjawab).
2) Memberikan wawasan kepada siswa secara sederhana untuk
menunjukkan prilaku tertib dan patuh kepada peraturan/tata tertib

sekolah serta membiasakan diri hadir tepat waktu. Dengan ini


maka akan meningkatkan kemampuan non-akademis siswa yaitu
sikap disiplin. (Nilai karakter bangsa yang dibangun adalah
disiplin)
b. Kegiatan Inti (Eksplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi)
1) Memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk bereksplorasi
dengan berpendapat dan atau mengungkapkan sebuah ide secara
mandiri. Dengan ini maka akan meningkatkan kemampuan nonakademis siswa yaitu keberanian, rasa percaya diri, rasa ingin
tahu, kemandirian dan mental siswa. (Nilai karakter bangsa yang
dibangun adalah mandiri, rasa ingin tahu dan komunikatif).
2) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berorganisasi dalam
kelompok belajar/diskusi. Dengan model pembelajaran diskusi
dengan membentuk kelompok belajar, para siswa dapat melatih
kemampuannya untuk peduli sesama, menghargai pendapat, dan
berkomunikasi

untuk

membahas/mendiskusikan

suatu

permasalahan dengan kreatif dan kerja keras. Dengan kiat ini


maka akan meningkatkan kemampuan non-akademis siswa yaitu
kemampuan berorganisasi (komunikatif), peduli sesama (sosial),
kreatifitas dan sikap kerja keras. (Nilai karakter bangsa yang
dibangun adalah peduli sosial, komunikatif, kreatif dan kerja
keras).
3) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk perform (maju) ke
depan kelas untuk mempresentasikan suatu materi, hasil diskusi
dan atau suatu pemecahan suatu masalah (problem solving).
Dengan kiat ini maka akan meningkatkan kemampuan nonakademis siswa yaitu keberanian, rasa percaya diri, kemandirian
dan mental siswa.
c. Kegiatan Akhir
Memberikan kesempatan kepada siswa secara bergantian untuk
memimpin doa dan salam penutup sebelum berakhirnya kegiatan
pembelajaran setiap hari. Dengan ini maka akan meningkatkan
kemampuan non-akademis siswa yaitu keberanian, rasa percaya diri,

tanggung jawab dan mental siswa. (Nilai karakter bangsa yang


dibangun adalah religius, mandiri dan tanggungjawab)
Selain dalam proses KBM, kompetensi non akademik siswa
dapat terlihat pada pembelajaran diluar kelas antara lain: melalui
pendidikan

ekstrakurikuler, untuk

menggali

potensi,

mengasah

kreatifitas dan kepribadian siswa, seperti : upacara bendera, program


senam kesehatan jasmani, sepak bola, seni tari, paduan suara, rebana,
karawitan, pramuka, PMR dll.
2. Kompetensi Non Akademik Guru
Sesuai dengan UU nomor 14 tahun 2005 pasal 1 ayat 10
(Rochman, 2011: 26) menyatakan bahwa, Kompetensi guru adalah
seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan. Kompetensi guru tersebut meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi
profesional.
a. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengolah pembelajaran
peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap siswa, perancangan
dan

pelaksanaan

pembelajaran,

evaluasi

hasil

belajar,

dan

pengembangan siswa untuk mengaktualisasikan potensi yang


dimilikinya.
b. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang
mantap, stabil dan dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi
siswa dan berakhlak mulia.
c. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan
membimbing siswa memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan
dalam SNP.
d. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
siswa, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali siswa,
dan masyarakat sekitar.
C. Cara Mengatasi Rasa Kurang Percaya Diri Siswa dan Guru

Guilford

(Endang,

2000:10) mengemukakan

karakteristik

kepercayaan diri yaitu, pertama bila seseorang merasa adekuat yaitu


bahwa ia dapat melakukan segala sesuatu. Kedua bila seseorang merasa
dapat diterima oleh kelompoknya. Ketiga bila seseorang percaya sekali
pada dirinya sendiri serta memiliki ketenangan sikap, yaitu tidak gugup
bila ia melakukan atau mengatakan sesuatu secara tidak sengaja, dan
ternyata hal itu salah.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disebutkan
ciri-ciri orang yang memiliki percaya diri yaitu orang-orang yang mandiri,
optimis, aktif, yakin akan kemampuan diri, tidak perlu membandingkan
dirinya dengan orang lain, mampu melaksanakan tugas dengan baik dan
bekerja secara efektif, berani bertindak dan mengambil setiap kesempatan
yang dihadapi, mempunyai pegangan hidup yang kuat, punya rencana
terhadap masa depannya, mampu mengembangkan motivasinya,mudah
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya yang baru dan bertanggung
jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya. Seperti telah dikemukakan
diatas bahwa didalam uraian ini selain dikemukakan ciri-ciri orang yang
memiliki kepercayaan diri yang baik maka akan dikemukakan pula tentang
ciri-ciri

orang

yang

kurang

memiliki

kepercayaan

diri

sebagai

perbandingan.
Lauster (2012:13) menyatakan bahwa rendahnya kepercayaan diri
pada seseorang menyebabkan orang menjadi ragu-ragu, pesimis dalam
menghadapi rintangan, kurang tanggung jawab, dan cemas dalam
mengungkapkan pendapat/gagasan.
Menurut Hakim (2002:8), ciri-ciri individu yang tidak memiliki
kepercayaan diri adalah:
1. mudah cemas dalam menghadapi persoalan dengan tingkat kesulitan
tertentu;
2. memiliki kelemahan atau kekurangan dari segi mental, fisik sosial,
atau ekonomi;
3. sulit menetralisasi ketegangan di dalam suatu situasi;
4. gugup dan kadang-kadang berbicara gagap;

5. memiliki latar belakang pendidikan keluarga kurang baik;


6. memiliki perkembangan yang kurang baik sejak masa kecil;
7. kurang memiliki kelebihan pada bidang tertentu dan tidak tahu
bagaimana cara mengembangkan dirinya;
8. sering menyendiri dari kelompok yang dianggapnya lebih dari dirinya;
9. mudah putus asa;
10. cenderung tergantung pada orang lain dalam mengatasi masalah;
11. pernah mengalami trauma;
12. sering bereaksi negatif dalam menghadapi masalah.
Menurut Lauster (Ghufron, 2010:35) ada beberapa aspek dari
kepercayaan diri yaitu:
1. Keyakinan akan kemampuan diri, yaitu sikap positif seseorang tentang
dirinya bahwa dia bersungguh-sungguh akan apa yang dilakukanya.
2. Optimis yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpandangan baik
dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemauan.
3. Obyektif yaitu orang yang percaya diri memandang permasalahan atau
segala sesuatu sesuai dengan kebenaran semestinya, bukan menurut
kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri
4. bertanggung jawab yaitu seseorang yang bersedia untuk menanggung
segala sesuatu yang menjadi konsekuensinya.
5. Rasional dan realistis yaitu analisa tehadap suatu masalah, suatu hal,
suatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang diterima oleh akal
sesuai dengan kenyataan.
Menurut Thursan Hakim (2002:6) rasa percaya diri tidak muncul
begitu saja pada diri seseorang ada proses tertentu didalam pribadinya
sehingga terjadilah pembentukan rasa percaya diri. Terbentuknya rasa
percaya diri yang kuat terjadi melalui:
1. Terbentuknya

kepribadian

yang

baik

sesuai

dengan

proses

perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu.


2. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya
dan melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu
dengan memanfaatkan kelebihan kelebihannya.
3. Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap kelemahankelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri
atau rasa sulit menyesuaikan diri.

10

4. Pengalaman didalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan


menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa aspek-aspek dari rasa
percaya

diri

yaitu

kemampuan

yang

dimiliki

individu

untuk

mengembangkan diri, berpikir realistis , tidak mudah putus asa, bertindak


dengan tegas,selalu berpikiran positif.
a. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri
Faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri pada seseorang
menurut Hakim (2002:121) sebagai berikut:
1. Lingkungan keluarga
Keadaan lingkungan sangat mempengaruhi pembentukan awal
rasa percaya diri pada seseorang. Rasa percaya diri merupakan suatu
keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang ada pada
dirinya dan diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari.
2. Pendidikan formal
Sekolah bisa dikatakan sebagai lingkungan kedua bagi anak,
dimana sekolah merupakan lingkungan yang paling berperan bagi
anak setelah lingkungan keluarga dirumah. Sekolah memberikan
ruang pada anak untuk mengekspresikan rasa percaya dirinya
terhadap teman-teman sebayanya.
3. Pendidikan non formal
Salah satu modal utama untuk bisa menjadi seseorang dengan
kepribadian yang penuh rasa percaya diri adalah memiliki kelebihan
tertentu yang berarti bagi diri sendiri dan orang lain. Rasa percaya
diri akan menjadi lebih mantap jika seseorang memiliki suatu
kelebihan yang membuat orang lain merasa kagum.
Kemampuan atau keterampilan dalam bidang tertentu bisa
didapatkan melalui pendidikan non formal. Secara formal dapat
digambarkan bahwa rasa percaya diri merupakan gabungan dari
pandangan positif diri sendiri dan rasa aman.
Menurut Loekmono (1983;46) rasa percaya diri tidak terbentuk
dengan sendirinya melainkan berkaitan dengan seluruh kepribadian
seseorang secara keseluruhan. Kepercayaan diri juga membutuhkan

11

hubungan dengan orang lain di sekitar lingkunganya dan semuanya itu


mempengaruhi pertumbuhan rasa percaya diri. Dalam hal ini dapat
dikatakan kepercayaan diri muncul dari individu sendiri karena adanya
rasa aman, penerimaan akan keadaan diri dan adanya hubungan dengan
orang lain serta lingkungan yang mampu memberikan penilaian dan
dukungan, sehingga mempengaruhi pertumbuhan rasa percaya diri.
Dukungan yang ada serta penerimaan dari keluarga dapat pula
mempengaruhi rasa percaya diri dalam hal ini adalah remaja sebagai
anggota keluarga. Orangtua mampu memberikan nasehat, pengarahan,
informasi kepada remaja dalam kaitannya dengan rasa percaya diri.
b. Cara Meningkatkan Rasa Percaya Diri
Anak yang memiliki rasa percaya diri tinggi cenderung lebih
berhasil dalam melakukan apa yang ia inginkan. Rasa percaya diri anak
perlu dibangun sejak dini, karena membutuhkan proses bertahap.
Sebagian besar orangtua menginginkan anak-anak mereka untuk
menjadi bahagia, penuh empati, percaya diri, memiliki harga diri yang
tinggi dan unggul dalam bidang yang mereka geluti. Di antara sifat-sifat
yang diinginkan ini, rasa percaya diri anak menjadi salah satu fondasi
yang paling penting untuk mewujudkannya. Berikut cara mengatasi rasa
kurang percaya diri pada anak kelas II:
1. Guru memberikan pengertian untuk mengevaluasi pola asuh orang
tua
Idealnya setiap orangtua bersikap demokratis, memegang
kendali

namun

tetap

memberikan

kebebasan

anak

untuk

berpendapat. Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang


memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu
mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap
rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiranpemikiran.
Orang tua akan bersikap realistis terhadap kemampuan anak,
tidak berharap yang berlebihan atau melampaui kemampuan anak.
Orangtua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk
12

memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada


anak bersifat hangat. Hasil dari pola asuh demokratis akan
menghasilkan karakteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol
diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi
stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru dan kooperatif
terhadap orang lain.
Sikap orangtua, akan diterima oleh anak sesuai dengan
persepsinya pada saat itu. Orangtua yang menunjukkan kasih,
perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kedekatan
emosional yang tulus dengan anak, akan membangkitkan rasa
percaya diri pada anak tersebut. Anak akan merasa bahwa dirinya
berharga dan bernilai di hadapan orangtuanya. Dan meskipun ia
melakukan kesalahan, dari sikap orangtua anak dapat melihat bahwa
dirinya tetaplah dihargai dan dikasihi. Anak dicintai dan dihargai
bukan tergantung pada prestasi atau perbuatan baiknya, namun
karena ekstensinya.
Di kemudian hari anak tersebut akan tumbuh menjadi individu
yang mampu menilai positif dirinya dan mempunyai harapan yang
realistik terhadap diri sendiri, seperti orangtuanya meletakan harapan
realistik terhadap dirinya.
Anak perlu diajarkan untuk memiliki rasa percaya diri, yaitu
mempunyai perasaan teguh pada pendiriannya, tabah apabila
menghadapi masalah, kreatif dalam mencari jalan keluar dan ambisi
dalam mencapai sesuatu. Ia juga diajarkan untuk mempunyai self
respect (hormat pada diri sendiri) yaitu mempunyai perasaan yang
konstruktif, hormat pada orang lain dan bersyukur pada apa yang
dimilikinya.
Hal ini dapat diupayakan untuk menumbuhkan rasa percaya
diri serta rasa hormat diri pada anak oleh orangtua. Diantaranya
adalah dengan mendorongnya untuk selalu berupaya, menerima
kelebihan dan kekurangannya, dan memberikan pujian dan hadiah

13

pada perilakunya yang mengarah pada rasa percaya diri dan rasa
hormat dirinya tersebut.
2. Memberikan pujian yang tepat
Pujian memang baik untuk anak, namun jangan berlebihan.
Jangan mengulang pujian pada anak yang sifatnya membanggabanggakan talenta dirinya. Seperti Kamu adalah anak terpintar di
sekolah. Jangan memberikan pujian yang membuatnya terbebani
untuk selalu menjadi yang terhebat. Berikan pujian pada usahanya
dalam meraih sukses, bukan pada talenta yang dimiliknya. Menurut
penelitian di Columbia University, anak-anak merasa lebih senang
dan mampu menghadapi tantangan ketika mereka mendapatkan
pujian atas usahanya. Seperti dengan mengatakan,kamu bekerja
keras atau hebat, kamu bisa menyelesaikan tugas dengan baik.
3. Agenda sosialisasi
Sering mengajak anak bermain dan bertemu dengan kerabat,
sepupu, tetangga, bermain di taman bermain dan tempat keramaian
lain juga sangat membantu anak. Siapkan anak untuk menghadiri
acara sosial yang akan segera diselenggarakan dengan menjelaskan
latar belakang, ekspektasi, serta para hadirin yang kira-kira datang ke
acara itu. Kemudian, bantu anak berlatih bagaimana cara bertemu
orang lain, tata krama di meka makan, keterampilan dasar berbicara,
dan bagaimana cara mengucapkan salam perpisahan dengan anggun.
Ini akan sangat membantu anak untuk menjadi lebih percaya diri.
Belajar atau melatihnya untuk peduli dan berbagi terhadap
sesama merupakan cara yang baik untuk melatih kepercayaan diri
anak. Dengan demikian mereka akan mempunyai kepekaan dan
empati yang baik terhadap lingkungan sosialnya, sehingga merasa
akan merasakan betapa hidup ini begitu berarti apabila bisa berbuat
sesuatu yang positif.
4. Kenalkan beragam karakter melalui cerita
Hal ini dapat dilakukan dengan membacakan cerita fiksi,
mengenalkan tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita tersebut, atau
bisa juga menceritakan pengalaman berteman guru atau orangtua,

14

kemudian membiarkan siswa mempelajari mempelajari tokoh-tokoh


yang diceritakan dan minta anak untuk menceritakan kembali apa
yang ia dengar dan pahami dari karakter tokoh-tokoh tersebut.
Selain itu, melalui penerapan kegiatan bercerita ini dapat
membiasakan

anak

untuk

menjadi

lebih

terbuka

dalam

mengekspresikan rasa senang dan rasa tidak senangnya terhadap


berbagai hal yang dialaminya, serta berani tampil di depan kelas. Hal
ini sesuai dengan hakikat belajar itu sendiri, yakni memperoleh
perubahan perilaku bersifat permanen yang dapat bermanfaat untuk
menjalani kehidupan selanjutnya. Dan tidak mungkin tercapai tanpa
disertai upaya, motivasi serta kemauan guru dan orangtua untuk
lebih memahami dan melaksanakan peranan, tugas, dan fungsinya
sebagai pengelola proses pembelajaran.
Melalui kegiatan bercerita, kepercayaan diri anak dapat
ditingkatkan. Setelah diberi contoh dan dibiasakan, anak akan lebih
percaya diri ketika bercerita di depan kelas dan mampu
mengungkapkan pendapatnya dengan baik. Anak tidak malu lagi saat
bergabung dengan anak lain, dan mau berkomunikasi dengan anak
lain, serta mengerjakan setiap kegiatan yang diberikan yang
diberikan tanpa mengeluh. Hal ini akan membuat anak menjadi
orang yang memiliki kepercayaan diri tingggi dan tidak mudah
menyerah serta putus asa sebelum mencoba suatu tantangan.
Agar penerapan kegiatan bercerita dapat dioptimalkan dengan
baik maka materi harus disesuaikan dengan karakteristik anak,
misalnya dalam pemilihan buku cerita yang akan digunakan, media
yang digunakan harus lebih menarik perhatian anak sehingga anak
tidak merasa bosan dengan kegiatan tersebut. Selain dua hal di atas,
penerapan kegiatan bercerita pun harus di dukung dengan suasana
hati anak (mood) dan tempat sekitar untuk bercerita (hindari ruang
berisik) yang mendukung proses kegiatan tersebut.
Variasi kegiatan bercerita yang dilakukan mampu menarik
perhatian anak untuk mengikuti kegiatan bercerita sampai akhir.

15

Dengan adanya penyajian dan pemberian kegiatan bercerita yang


dilakukan dengan menggunakan berbagai media yang bervariasi
(boneka peraga, sambil menggambar dan lain-lain) dapat melatih
kepercayaan diri anak untuk melakukan setiap kegiatan baru tanpa
adanya ketakutan dalam diri untuk mencoba.
5. Bermain peran
Hal ini untuk melatih anak berkomunikasi interpersonal.
Misalnya bermain telepon-teleponan, guru sebagai penelpon
sedangkan anak senagai penerima. Atau bermain dengan bertamu ke
rumah tangga, guru sebagai tuan rumah, anak sebagai tetangga yang
berkunjung.
Buat daftar berisi kalimat pembuka percakapan yang mudah
digunakan anak untuk bercakap-cakap dengan berbagai kelompok
orang, misalnya orang yang telah dikenalnya, orang dewasa yang
belum pernah ditemuinya, teman lama yang jarang dijumpainya,
anak baru di sekolah, atau anak yang sering bermain dengannya di
taman

bermain.

Setelah

itu,

ajaklah

anak

untuk

berlatih

menggunakan kalimat-kalimat tersebut sampai merasa terbiasa dan


nyaman mengucapkannya.
6. Biarkan kesalahan terjadi dengan resiko teringan
Sebagai contoh ketika mendapati anak frustasi karena belum
berhasil memasangkan gambar puzzle, sehingga seringkali ditengahtengah bermain tiba-tiba mereka menjerit dan bahkan menangis
sendiri. Yang perlu dilakukan adalah dukunglah anak untuk mencoba
sesuatu yang baru, selama hal tersebut tidak membahayakan dirinya,
mengurangi campur tangan anda untuk menjadi problem solving
dalam tantangan baru yang sedang dihadapinya.
Biarkan anak melakukan uji coba selama hal tersebut tidak
membahayakan. Jangan terburu mengatakan sini, biar bu guru yang
buatin karena hal ini akan membuat abak tidak belajar untuk
mandiri dan percaya diri. Anak yang tidak percaya diri sangatlah
sensitif dengan hal ini, kesalahan dan kegagalan adalah hal yang
16

paling menghantui mereka dan bisa menjadi trauma bagi mereka,


bahkan memikirkan resiko saja sudah seperti mendengar cerita horor.
Kita sebagai orang dewasa sangat paham jika kegagalan adalah
proses yang menjadi satu paket dengan sukses. Dan pahamilah,
setiap manusia punya jatah gagal. Habiskan jatah gagal tersebut
ketika masih muda. Persiapkan anak anda untuk menemuinya dan
belajar serta berespon positif dari setiap kegagalannya.
D. Cara Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa
Banyak alternatif yang dapat digunakan guru dalam mengatasi
kesulitan belajar siswa. Menurut Muhibbin Syah (2014:173) ada beberapa
langkah penting sebelum menentukan solusi:
1) Menganalisis hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah
dan hubungan antar bagian tersebut untuk memperolehpengertian yang
benar mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa.
2) Mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang
memerlukan perbaikan.
3) Menyusun program perbaikan, khususnya program remidial teaching
(pengajaran perbaikan).
Berbagai macam kesulitan belajar dialami siswa kelas 2 sekolah
dasar. Pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, siswa kelas 2 SD mengalami
kesulitan dalam membaca dan menulis. Masih sering dijumpai siswa kelas
2 dengan kemampuan membaca yang rendah. Siswa kelas rendah dengan
kesulitan belajar memiliki tanda- tanda di antaranya (Jamaris, 2014: 141):
1. Sulit memahami kata- kata yang sederhana.
2. Sulit mengucapkan intonasi dengan benar.
3. Sulit mempelajari hubungan anatara bentuk huruf dan bunyi.
4. Membaca dan menulis kalimat yang tidak benar.
Mengatasi kesulitan membaca dan menulis siswa kelas rendah
misalnya kelas 2 bisa dengan memperhatikan perencanaan pembelajaran.
Guru hendaknya mengenalkan lambang-lambang bunyi dalam berbagai
variasi dalam pembelajaran. Zulela (2012: 9) menyebutkan berbagai
macam bentuk pembelajaran menulis yaitu; menulis huruf pisah, menulis
tegak bersambung dan menulis huruf cetak. Beberapa metode yang dapat
digunakan dalam pembelajaran membaca permulaan adalah; SAS, abjad

17

dan bunyi, metode kupas rangkai suku kata, metode kata lembaga, metode
global dan eja (Akhadiah dalam Slamet, 2014: 37).
Asessment pada pembelajaran membaca dapat berupa asessment
formal dan informal. Hargrove dan Poteet (dalam Agustin: 59)
menyebutkan berbagai perilaku yang mengindikasikan bahwa anak
berkesulitan membaca di antaranya;
-

Menunjuk tiap kata yang dibaca,


Menelusuri tiap baris bacaan menggunakan jari,
Membaca kata demi kata, dan
Membaca tanpa ekspresi.

Contoh mengatasi kesulitan belajar Bahasa Indonesia kelas 2:


a) Membaca
Aplikasi metode- metode dalam pembelajaran membaca:
1) SAS (Stuktural Analitik Sintetik)
Tujuan penggunaan metode ini agar anak

berusaha

menggunakan bahasa Indonesia yang benar. Struktur bahasa terdiri


atas kalimat. Berbahasa berarti mengucapkan, menuliskan,
menyatakan, menggunakan struktur bahasa yang dimulai dari
struktur kalimat dan disambung dengan kalimat selanjutnya.
Analitik

berarti

memisahkan,

menceraikan,

membagi,

menguraikan, membongkar dan lain- lain. Sedangkan sintetik


berarti menyatukan, menggabungkan, merangkai dan menyusun.
Pada intinya, urutan metode SAS adalah dari kalimat yang ada,
kemudian diuraikan unsur- unsurnya kemudian dikembalikan lagi
menjadi kalimat yang utuh.
2) Metode Abjad dan Metode Bunyi
Perbedaan metode abjad dan bunyi terletak pada pengucapan
huruf. Pada metode abjad, huruf diucapkan sebagai abjad,
sedangkan metode bunyi huruf diucapkan sesuai dengan bunyinya.
3) Metode kata lembaga
Kata diuraikan menjadi suku kata kemudian diuraikan menjadi
huruf. Diuraikan menjadi suku kata lagi, terakhir menjadi kata
kembali.
b) Menulis

18

Jika siswa sudah dapat membaca, kemungkinan besar siswa tersebut


juga dapat menulis.

Mengatasi kesulitan menulis dapat dilakukan

dengan berbagai cara diantaranya sebagai berikut:


1. Siswa mulai menulis kata-kata dalam kalimat

sederhana

menggunakan huruf balok.


2. Menyalin kata-kata yang cocok dengan gambar yang ditunjukkan
guru.
3. Menuliskan kalimat sederhana dengan didektekan oleh guru.

19

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Karakteristik kompetensi akademik siswa adalah menunjukkan
kemampuan di atas rata-rata, menunjukkan komitmen yang terhadap tugas,
dan menunjukkan kreativitas yang tinggi. Guru yang professional memiliki
kemampuan professional (professional capacity), upaya professional
(professional effort), waktu yang disediakan untuk kegiatan professional
(time devotion), imbalan atas hasil kerjanya (professional rent).
Kemampuan non akademik siswa dapat mencakup sikap, perilaku,
psikologi siswa, potensi & bakat dan kecerdasan emosional. Kompetensi
non akademik guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.
Cara mengatasi rasa kurang percaya diri pada anak dapat dilakukan
dengan guru memberikan pengertian untuk mengevaluasi pola asuh orang
tua, memberikan pujian yang tepat, agenda sosialisasi, kenalkan beragam
karakter melalui cerita, bermain peran, dan biarkan kesalahan terjadi
dengan resiko teringan.
B. Saran
Untuk mengatasi kesulitan belajar anak diperlukan peran dari guru
maupun orang tua. sebagai seorang guru yang professional, maka wajib
bagi guru untuk mendidik dan membina siswanya menjadi seseorang yang
lebih baik. Peran serta orang tua juga diperlukan dengan memberi pola
asuh yang sesuai.

20

DAFTAR PUSTAKA
Adams, Eillen & Sue Ingham. (1998). Changing Places: Children Participation
in Environmental Planning. London: The Children Society.
Agustin, Mubiar. 2011. Permasalahan Belajar dan Inovasi Pembelajaran:
Panduan untuk Guru, Konselor, Psikologi, Orang Tua, dan Tenaga
Kependidikan. Bandung: PT Refika Aditama
Buku Panduan Kota Layak Anak di Kota Depok, BPPKB,2010
Christencen, Pia & Margaret O Brien (edit.). (2003). Children in the City Home,
Neighbourhood and Community. New York & London: Routledge Falmer.
Hamalik, Oemar. 2009. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi.
Jakarta: Bumi Aksara.
Hendricks, Barbara. (2002) Child Friendly Environments in the City. di Brescia:
Ordine degli Achitetti.
Indriyanto, B. 2005. Sumber Daya Pendidikan : Rektualisasi pasal 1 (ayat 10)
Undang-Undang No 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta (www.depdiknas.go.id)
Innocenti Digest. (No.2-Nov.2002). Poverty and Exclusion Among Urban
Children. Florence Italy: UNICEF Innocenti Research Centre.
IULA & UNICEF. (2001). Partnership to Create Child Friendly City:
Programming for Child Rights with Local Authorities. Italy: UNICEF
Innocenti Research Centre
Jamaris,

Martini.

2014.

Kesulitan

Belajar:

Perspektif, Asessment

dan

Penanggulangannya bagi Anak Usia Dini dan Usia Sekolah. Bogor: Ghalia
Indonesia
Rochman, Chaerul dan Heri Gunawan. 2011. Pengembangan Kompotensi
Kepribadian Guru: Menjadi Guru yang Dicintai dan Diteladani oleh Siswa.
Bandung: Nuansa Cendika.
Syah,

Muhibbin.2014.Psikologi

Pendidikan

dengan

Pendekatan

Baru.Bandung:PT Remaja Rosdakarya

21

Slamet, ST. Y. 2014. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah
dan Kelas Tinggi Sekolah Dasar. Surakarta: UNS Press
Zulela. 2012. Pembelajaran Bahasa Indonesia Apresiasi Sastra di Sekolah Dasar.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/lain-lain/rochmat-wahabmpd-ma-dr-prof/mengenal-anak-berbakat-akademik-danmengidentifikasikannya.pdf diunduh tgl 05/11/2015 pukul: 15:15.
http://guraru.org/guru-berbagi/meningkatkan-kemampuan-non-akademis-siswasecara-sederhana diunduh tgl 05/11/2015 pukul 13:10

22

Anda mungkin juga menyukai