III-1
kerja
yang
relevan,
maka
cukuplah
memadai
untuk
hanya
III-2
III-3
Gambar 3.1 Permukaan p-v-T dan proyeksinya untuk suatu zat yang mengem
mengembang saat membeku. (a) Pandangan
Pandanga tiga dimensi, (b) Diagram fase,
dan (c) Diagram p-v
Seperti tampak pada Gambar 3.1, terdapat berbagai daerah pada
permukaan p-v-T yang ditandai dengan padat (solid),
(
cair (liquid),
), dan uap
uap/gas
(vapor).
). Pada daerah fase tunggal (single-phase
(
region) ini, suatu keadaan dapat
ditentukan oleh setiap pasangan sifat : tekanan, volume spesifik, dan temperatur,
karena seluruhnya bersifat bebas ketika terdapat fase tunggal. Lokasi di antara
daerah fase tunggal merupakan daerah dua fase (two
(two phase regions
regions) di mana
terdapat dua fase dalam kesetimbangan : fase cair-uap,
cair
padat-cair,
cair, dan padat
padat-uap.
Dua buah fase dapat muncul secara simultan selama perubahan fase seperti
pada penguapan, peleburan, dan sublimasi. Pada daerah dua fase tekanan dan
temperatur bersifat tidak
k bebas, di mana salah satunya tidak dapat berubah tanpa
perubahan yang lainnya. Dalam daerah ini keadaan tidak dapat ditentukan hanya
dengan tekanan dan temperatur saja, namun keadaan dapat ditentukan berdasarkan
Bab III Sifat-Sifat
Sifat Zat Sederhana Dan Model Gas Ideal
III-4
pasangan volume spesifik dengan tekanan atau temperatur. Tiga buah fase dapat
muncul dalam kesetimbangan di sepanjang garis yang disebut triple line.
Suatu keadaan di mana suatu perubahan fase berawal dan berakhir disebut
keadaan jenuh (saturation state). Daerah berbentuk kubah yang terdiri dari dua
fase keadaan cair-uap disebut kubah uap (vapor dome). Garis-garis yang
membatasi kubah uap disebut garis cair jenuh dan garis uap jenuh. Puncak kubah,
di mana garis cair jenuh dan uap jenuh bertemu, disebut titik kritis (critical point).
Temperatur kritis (critical temperature); Tc suatu zat murni adalah temperatur
maksimum di mana fase cair dan uap dapat terjadi secara simultan dalam kesetimbangan. Tekanan pada titik kritis disebut tekanan kritis (critical pressure); pc.
Volume spesifik pada keadaan ini disebut volume spesifik kritis (critical specific
volume). Tabel A-1 memberikan nilai sifat titik kritis sejumlah zat terpilih.
Permukaan tiga dimensi p-v-T bermanfaat untuk menunjukkan hubungan
umum antara ketiga fase dari zat yang sedang dikaji. Namun. seringkali lebih
mudah untuk menggunakan proyeksi dua dimensi dari permukaan tersebut, salah
satu proyeksi yang sering digunakan dalam termodinamika ialah diagram Mollier,
yaitu diagram yang memberikan hubungan antara entalpi (h) dengan entropi (s)
atau diagram h-s.
3.2.2 Proyeksi Permukaan p-v-T
Diagram Fase
Jika permukaan p-v-T diproyeksikan pada bidang tekanan-temperatur,
maka dihasilkan suatu diagram sifat yang dikenal sebagai diagram fase. Seperti
digambarkan pada Gambar 3.1b, apabila permukaan diproyeksikan dengan cara
seperti ini, maka daerah dua fase akan tampak sebagai garis. Sebuah titik di
sepanjang garis ini menunjukkan semua campuran dua fase pada temperatur dan
tekanan tertentu tersebut.
Istilah temperatur jenuh (saturation temperature) menunjukkan temperatur
dimana suatu perubahan fase berlangsung pada suatu tekanan yang diberikan dan
tekanan ini disebut sebagai tekanan jenuh (saturation pressure) untuk temperatur
III-5
yang diberikan. Dari diagram fase, tampaklah jelas bahwa untuk setiap tekanan
jenuh terdapat sebuah temperatur jenuh tertentu begitu pula sebaliknya.
Garis tripel pada permukaan tiga dimensi p-v-T diproyeksikan menjadi
sebuah titik pada diagram fase, yang disebut titik tripel (triple point). Berdasarkan
kesepakatan, temperatur yang ditetapkan sebagai titik tripel air adalah 273,16 K
(491,69R). Tekanan terukur pada titik tripel air adalah 0.6113 kPa (0,00602 atm).
Diagram p-v
Proyeksi permukaan p-v-T ke bidang tekanan dan volume spesifik
menghasilkan diagram p-v seperti tampak pada Gambar 3.1c. Gambar tersebut
juga ditandai dengan istilah-istilah yang telah diperkenalkan sebelumnya.
Ketika menyelesaikan problem termodinamika, sketsa diagram p-v
seringkali membantu. Untuk memudahkan penggunaan sketsa semacam ini,
perhatikanlah terdapatnya garis-garis temperatur konstan (isotermal). Dengan
memperhatikan Gambar 3.1c, tampak bahwa untuk setiap temperatur tertentu
yang lebih rendah dari temperatur kritis, tekanan akan tetap pada saat daerah dua
fase cair-uap dilintasi. Namun, di dalam daerah fase tunggal cair dan daerah uap,
tekanan akan menurun pada temperatur tetap akibat peningkatan volume spesifik.
Untuk temperatur yang lebih besar atau sama dengan temperatur kritis, tekanan
terus menurun pada temperatur tetap pada saat volume spesifik meningkat. Tidak
terdapat lintasan yang melintasi daerah fase cair-uap. Garis isotermal kritis
melalui sebuah titik belok (inflection point) pada titik kritis dengan kemiringan
sama dengan nol.
Diagram T-v
Proyeksi daerah cair, daerah dua fase cair-uap, dan daerah uap dari
permukaan p-v-T ke bidang temperatur dan volume spesifik menghasilkan sebuah
diagram T-v seperti pada Gambar 3.2. Karena muncul pola yang konsisten untuk
perilaku p-v-T semua zat mumi, maka Gambar 3.2 yang memperlihatkan diagram
T-v untuk air (H2O) dapat digunakan sebagai contoh.
Sebagaimana halnya diagram p-v, sketsa diagram T-v seringkali
memudahkan untuk penyelesaian masalah. Untuk memudahkan penggunaan
sketsa semacam ini, maka perhatikanlah bahwa terdapat garis-garis tekanan
Bab III Sifat-Sifat Zat Sederhana Dan Model Gas Ideal
III-6
konstan (isobar). Untuk tekanan yang lebih rendah dari tekanan kritis, misalnya
isobar 10 MPa pada Gambar 3.2, tekanan dan temperatur akan konstan pada saat
daerah dua fase dilintasi. Pada daerah fase tunggal cair maupun uap, temperatur
meningkat dengan tekanan tetap pada saat volume spesifik meningkat. Untuk
tekanan yang lebih besar atau sama dengan tekanan kritis, seperti tekanan 30 MPa
pada Gambar 3.2, temperatur terus meningkat dengan tekanan tetap pada saat
volume spesifik meningkat. Fenomena air lebih cepat mendidih di daerah Malino
dibandingkan dengan di Makassar dapat dijelaskan pada diagram T-v di bawah!
III-7
Gambar 3.3 Ilustrasi perubahan dari cairan menjadi uap air pada tekanan tetap
Keadaan Cair
Ketika sistem dipanaskan pada tekanan tetap, temperatur meningkat cepat,
sedangkan volume spesifik hanya sedikit meningkat. Akibatnya, sistem berada
pada keadaan yang ditunjukkan oleh titik f pada Gambar 3.2.. Titik ini merupakan
keadaan cair jenuh untuk tekanan
te
spesifik tertentu. Untuk air pada 1,014 bar (14,7
lbf/in.2) temperatur jenuh adalah 100C (212F). Keadaan cair disepanjang bagian
garis 1-f pada Gambar 3.2
3. seringkali disebut sebagai keadaan cair sub
sub-dingin
(subcooled liquid)) karena temperatur pada keadaan ini berada di bawah
temperatur jenuh pada tekanan tertentu. Keadaan semacam ini juga disebut
sebagai keadaan cair tekan (compressed
(
liquid)) karena tekanan untuk setiap
keadaan lebih tinggi dari tekanan jenuh yang berhubungan dengan temperatur
pada keadaan tersebut. Sebutan cair (liquid), cair sub-dingin (sub
sub coolled liqiud
liqiud),
dan cair tekan (compressed
compressed liquid)
liquid dapat dipergunakan bergantian.
Campuran Dua Fase Cair
Cair-Uap
Ketika sistem berada pada keadaan cair jenuh (keadaan f pada Gambar
3.2), penambahan kalor pada tekanan tertentu menyebabkan pembentukan uap
tanpa terjadi perubahan temperatur, tetapi dengan peningkatan volume
volume spesifik
yang cukup berarti, seperti
eperti tampak pada Gambar 3.3b,
3. b, sistem sekarang tersusun
oleh campuran dua fase cair-uap.
cair
Ketika campuran
puran cair dan uap berada dalam
kesetimbangan, fase cair merupakan cair jenuh dan fase uap merupakan uap
jenuh. Jika sistem terus dipanaskan sampai butir cairan terakhir menguap, maka
tercapai titik g pada Gambar 3.2,
3. , yaitu keadaan uap jenuh. Campuran dua fase
Bab III Sifat-Sifat
Sifat Zat Sederhana Dan Model Gas Ideal
III-8
cair-uap dapat dibedakan satu dengan lainnya menggunakan suatu sifat intensif
yang dikenal sebagai kualitas.
Untuk suatu campuran dua fase cair dan uap rasio massa uap terhadap
massa total campuran merupakan kualitas; x, yang dapat dihitung sebagai berikut,
muap
mcair muap
(3.1)
Kualitas mempunyai nilai dari nol sampai dengan satu (0 x 1): pada keadaan
cair jenuh, x = 0, dan pada keadaan uap jenuh, x = 1,0. Meskipun didefenisikan
sebagai nilai perbandingan. kualitas, tetapi juga kadang-kadang diberikan dalam
bentuk persentase.
Keadaan Uap
Perhatikan kembali Gambar 3.2 dan Gambar 3.3, ketika sistem berada
pada keadaan uap jenuh (keadaan g pada Gambar 3.2) pemanasan lanjut pada
tekanan tetap menyebabkan peningkatan temperatur maupun volume spesifik,
sehingga tercapai kondisi seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.2. Keadaan yang
ditandai oleh s pada Gambar 3.2 menunjukkan keadaan yang akan dicapai oleh
pemanasan lanjut dengan mempertahankan tekanan tetap. Keadaan seperti titik s
seringkali disebut sebagai keadaan uap panas lanjut (superheated vapor) karena
sistem akan berada pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur jenuh pada
tekanan yang diberikan.
Selanjutnya. pertimbangkan hasil eksperimental sejenis pada tekanan tetap
lainnya, yaitu pada 10 MPa (1-150 lbf/in.2). 22,09 MPa (3204 Ibf/ in.2), dan 30
MPa (4351 lbf/in.2) seperti tampak pada Gambar 3.2. Tekanan pertama berada di
bawah tekanan kritis air, tekanan kedua pada tekanan kritis air, dan tekanan ketiga
lebih tinggi dari tekanan kritis. Pada awalnya sistem berisi cairan paca 20C
(68F). Pembahasan diawali untuk sistem yang dipanaskan secara perlahan pada
10 MPa (1450 lbf/in2). Pada tekanan ini uap akan terbentuk pada tekanan yang
lebih tinggi dibandingkan pada contoh sebelumnya karena tekanan jenuhnya juga
lebih tinggi (perhatikan Gambar 3.2). Tambahan terdapat lebih sedikit
peningkatan volume spesifik dari cair jenuh ke uap jenuh yang ditandai oleh
Bab III Sifat-Sifat Zat Sederhana Dan Model Gas Ideal
III-9
menyempitnya kubah uap. Secara urnum perilaku yang dapat diamati serupa
dengan pembahasan sebelumnya. Berikutnya, perhatikan perilaku sistem ketika
dipanaskan pada tekanan kritis atau tekanan yang lebih tinggi. Dengan mengikuti
garis isobar kritis pada Gambar 3.2 tampak bahwa tidak terjadi perubahan fase
dari cair ke uap. Pada semua keadaan hanya terdapat satu fase. Penguapan, dan
proses kebalikannya yaitu kondensasi, dapat terjadi apabila tekanannya lebih
rendah dari tekanan kritis. Dengan demikian, pada keadaan di mana tekanan lebih
tinggi dari tekanan kritis, istilah cair atau uap akan kehilangan artinya.
3.3 Data Sifat-Sifat Termodinamika Zat
Nilai sifat-sifat termodinamika dapat ditampilkan dalam berbagai cara,
seperti table, grafik, persamaan, dan peranti lunak komputer (steam table,
refrigerant
properties,
dll).
Pada
bagian
ini,
penggunaan
tabel
sifat
termodinamika akan diutamakan, karena umumnya tersedia untuk zat murni dan
zat kompresibel sederhana yang banyak digunakan dalam aplikasi teknik. Sifat
termodinamika berbagai zat umumnya diberikan dalam format umum seperti
dalam Tabel A-2 s.d. Tabel A-6 untuk. air yang disebut sebagai tabel uap. Tabel
sifat termodinamika untuk zat lain yang tersedia dalam literatur teknik, di
antaranya Tabel A-7 s.d. A-9 untuk Refrijeran 22, Tabel A-10 s.d. A-12 untuk
Refrijeran 134a, Tabel A-13 s.d. A-15 untuk Amonia, dan Tabel A-16 s.d. A-18
untuk Propana. Semua tabel ini tersedia dalam buku terpisah sebagai tabel
termodinamika, dengan satuan SI dan satuan Inggris. Untuk dapat menggunakan
tabel-tabel tersebut, minimal dua sifat yang harus diketahui untuk dapat
menentukan nilai sifat lainnya atau keadaan zat.
Dalam aplikasi teknik, oleh karena data temperatur (T) dan tekanan (p)
yang dapat diukur langsung maka nilai sifat-sifat termodinamika zat/sistem pada
keadaan kesetimbangan tertentu lebih mudah diketahui berdasarkan patokan pada
kedua nilai sifat tersebut. Namun demikian, dalam analisis termodinamika tidak
mutlak kedua sifat tersebut (p dan T) yang menjadi patokan.
Pada saat menyelesaikan problem termodinamika, keadaan yang didapati
sering tidak tepat pada titik nilai yang tersedia pada tabel sifat. Sehingga perlu
Bab III Sifat-Sifat Zat Sederhana Dan Model Gas Ideal
III-10
NTDD N D
NTDC N C
NRDD
NRDC
ND
NC?
NTDD
NTDC
(3.2)
v
[m3/kg]
u
[kJ/kg]
h
[kJ/kg]
Sat.
80
120
160
200
...
s
[kJ/kg.K]
8,3304
8,5804
8,7840
8,9693
9,1398
...
III-11
T
[ C]
v x 103
[m3/kg]
...
140
180
200
220
Sat.
u
[kJ/kg]
h
[kJ/kg]
s
[kJ/kg.K]
...
1,7369
2,1375
2,3294
2,5174
2,5546
u u f x u g u f
h h f x hg h f h f x h fg
s s f x s g s f
v v f x vg v f
(3.3)
III-12
uap jenuh. Gambar 3.4 berikut ini menunjukkan salah satu contoh sketsa diagram
T-v air yang digunakan untuk menentukan lokasi keadaan.
H U p.V
h u p.v
h u p.v
(3.4)
Selain kedua sifat-sifat tersebut di atas, juga terdapat salah satu sifat
termodinamika zat yang berkaitan dengan energi dalam ialah kapasistas kalor
atau kalor spesifik (spesifik heats). Kalor spesifik ini sangat penting khususnya
untuk analisis termodinamika model gas ideal.
Defenisi sifat intensif kalor spesifik (cv dan cp) untuk zat murni
kompresibel sederhana sebagai fungsi dari turunan parsial u(T.v) dan h(T. p)
masing-masing adalah sebasgai berikut.
cv
T v
(3.5)
cp
T p
(3.6)
III-13
cp
cv
(3.7)
Data sifat kalor spesifik yang tersedia untuk berbagai zat padat dan cairan tertentu
dapat diperhatikan pada tabel A-19, sedangkan untuk gas ideal dan gas tertentu
pada tabel A-20.
3.3.2 Evaluasi Sifat: Zat Cair dan Padat (Incompressible Substance)
Perkiraan Sifat Cairan Menggunakan Data Cairan Jenuh
Menurut Moran (2000), taksiran/perkiraan nilai v, u, dan h pada keadaan
cair dapat diperoleh dengan menggunakan data cair jenuh. Sebagai gambaran
perhatikanlah tabel cair tekan, Tabel A-5. Tabel ini memperlihatkan bahwa
pada suatu temperatur tetap, volume spesifik dan energi dalam spesifik hanya
sedikit dipengaruhi oleh adanya perubahan tekanan. Karena nilai v dan u
hanya sedikit berubah, saat tekanan berubah pada temperatur tetap, maka
perkiraan berikut memadai untuk dipergunakan dalam perhitungan teknik :
v (T, p) vf (T)
(3.8)
v (T, p) uf (T)
(3.9)
Maka untuk cairan, v dan u dapat dievaluasi pada keadaan cair jenuh terhadap
temperatur terkait pada keadaan yang diberikan.
Suatu perkiraan nilai h pada keadaan cair dapat diperoleh menggunakan
Persamaan 3.8 dan 3.9 sesuai defenisi h = u + pv; jadi,
h (T, p) = uf (T) + p.vf (T)
Persamaan ini dapat dituliskan dalam bentuk alternatif sebagai berikut.
h (T, p) = hf (T) + vf (T) [p psat(T)]
Bab III Sifat-Sifat Zat Sederhana Dan Model Gas Ideal
(3.10)
III-14
dengan psat, adalah tekanan jenuh (saturasi) pada temperatur tertentu. Jika
komponen Persamaan 3.10 yang ditandai garis bawah memberikan kontribusi
yang kecil, entalpi spesifik dapat diperkirakan menggunakan nilai cair jenuh,
seperti halnya untuk v dan u. Jadi,
(3.11)
h (T, p) = hf (T)
Model Zat Inkompresibel
du
dT
(inkompresibel)
(3.12)
(3.13)
Untuk suatu zat inkompresibel, kalor spesifik cv dan cp sama besar. Hal ini
tampak dari turunan Persamaan 3.13 terhadap temperatur dengan menjaga
tekanan tetap.
h
du
T p dT
(3.14)
(3.15)
III-15
Jadi, untuk zat inkompresibel tidak perlu dibedakan antara cp dan cv, dan
keduanya dapat menggunakan simbol yang sama, yaitu c. Kalor spesifik
terhadap temperatur untuk beberapa jenis cairan dan zat padat diberikan dalam
Tabel A-19. Dalam batas interval temperatur tertentu, perubahan c terhadap
temperatur relatif kecil. Dengan demikian, kalor spesifik, c, dapat dianggap
konstan, tanpa mengakibatkan menurunnya akurasi.
Perubahan energi dalam spesifik dan entalpi spesifik antara dua keadaan
dapat dihitung menggunakan Persamaan 3.12 dan 3.13, sebagai berikut
T2
u 2 u1 c (T ) dT
(inkompresibel)
(3.16)
c (T ) dT v( p2 p1 ) (inkompresibel)
(3.17)
T1
h2 h1 u 2 u1 v( p2 p1 )
T2
T1
Jika kalor spesifik c dianggap tetap, Persamaan 3.16 dan 3.17, menjadi
u 2 u1 c(T2 T1 ) c.T
(inkompresibel)
(3.18a)
h2 h1 c(T2 T1 ) v( p 2 p1 )
(inkompresibel)
(3.18b)
pv RT
(3.19)
Persamaan di atas dikenal sebagai persamaan keadaan gas ideal (ideal gas
equation
of
state).
Bentuk
lain
dari
persamaan
gas
ideal,
dengan
pV mRT
(3.20)
pv R T
Bab III Sifat-Sifat Zat Sederhana Dan Model Gas Ideal
(3.21)
III-16
pV nR T
(3.22)
dengan n adalah jumlah mol gas, sedangkan R dikenal sebagai konstanta gas
universal. Nilai R berdasarkan analisis ekperimental disepakati sebagai berikut.
8,314 kJ/kmol.K
o
(3.23)
R = 1,986 Btu/lbmol. R
o
1545 ft.lbf/lbmol. R
Untuk suatu gas apa pun yang persamaan keadaannya secara tepat
ditunjukkan oleh pv = RT, maka energi dalam spesifiknya hanya bergantung pada
temperatur. Pernyataan ini didukung oleh pengamatan eksperimental. yang
diawali oleh Joule pada tahun 1843 yang menguraikan bahwa energi dalam udara
pada densitas rendah hanya bergantung pada temperatur. Entalpi spesifik gas juga
hanya bergantung pada temperatur, seperti dapat dijelaskan menggunakan
persamaan keadaan gas ideal pv = RT, dan definisi entalpi h = u + pv, dengan
u = u(T), sehingga didapat h = u(T)+RT. Model gas ideal secara diringkas sbb.
pv RT
(3.19)
u u (T )
(3.24)
h h(T ) u (T ) RT
(3.25)
Perlu menjadi perhatian bahwa energi dalam spesifik dan entalpi spesifik
gas umumnya bergantung pada dua sifat bebas, bukan hanya temperatur seperti
diasumsikan oleh model gas ideal. Persamaan keadaan gas ideal juga tidak dapat
memberikan perkiraan yang memadai untuk seluruh keadaan. Jadi, apakah model
gas ideal dapat digunakan, bergantung pada tingkat kesalahan perhitungan yang
dapat diterima. Meskipun demikian, perilaku gas umumnya mendekati perilaku
gas ideal, dan penjelasan yang lebih sederhana dapat diperoleh menggunakan
model gas ideal.
Energi Dalam, Entalpi, dan Kalor Spesifik Gas Ideal
Oleh karena gas mengikuti model gas ideal, energi dalam spesiflk
bergantung hanya pada temperatur. Jadi. kalor spesifik cv seperti didefinisikan
oleh Persamaan 3.5, juga hanya sebagai fungsi temperatur maka,
III-17
c v (T )
du
dT
(gas ideal)
(3.26)
du cv (T ) dT
(3.27)
(gas ideal)
(3.28)
Dengan cara yang sama, karena gas mengikuti model gas ideal, entalpi
spesifik juga hanya bergantung pada temperatur, sehingga kalor spesifik cp
seperti didefinisikan oleh Persamaan 3.9, juga hanya sebagai fungsi
temperatur. Maka,
cp(T )
dh
dT
(gas ideal)
(3.29)
(gas ideal)
(3.30)
dh du
R
dT dT
dan memasukkan Persamaan 3.26 dan 3.29, untuk mendapatkan
c p (T ) cv (T ) R
(gas ideal)
(3.31)
III-18
c p (T ) cv (T ) R
(gas ideal)
(3.32)
c p (T )
cv (T )
(gas ideal)
(3.32)
c p (T )
kR
k 1
(gas ideal)
(3.33a)
cv (T )
R
k 1
(gas ideal)
(3.33b)
cp
R
T T 2 T 3 T 4
(3.34)
Nilai konstanta , , , dan untuk beberapa gas tersedia dalam Tabel A-21
untuk kisaran temperatur 300 s.d. 1000 K (540 s.d.1800R).
Bab III Sifat-Sifat Zat Sederhana Dan Model Gas Ideal
III-19
(3.35)
(3.36)
Persamaan
3.35
dan
3.36
sering
digunakan
dalam
analisis
cv
T12 cv (T ) dT
T2 T1
dan c p
T12 c p (T ) dT
T2 T1
pV n konstan
(3-37)
dengan n adalah konstanta (Subbab 2.3). Untuk proses politropik di antara dua
keadaan
p1V1n
p2V2n
V
p
atau 2 1
p1 V2
(3.38)
III-20
p 2V2 p1V1
1 n
( n 1)
(3.39)
V2
V1
( n 1)
(3.40)
T2 p 2
T1 p1
2
p dV
1
( n 1) / n
mR(T2 T1 )
1 n
p dV mRT ln
1
V2
V1
V
1
V2
n1
(gas ideal)
(3.41)
(gas ideal n 1)
(3.42)
(gas ideal, n = 1)
(3.43)
Proses
politropik dengan nilai n di atas ditunjukkan oleh Gambar 6.35 pada diagram
p-v dan T-s.
III-21
(3.44)
dengan pp adalah tekanan parsial udara dan pv adalah tekanan parsial kandungan
uap air. Pada suhu normal, tekanan parsial uap air di dalam atmosfer kurang dari
0,07 kgf/cm2, pada tekanan tersebut suhu jenuhnya 38,7oC. Di atas temperatur
tersebut, uap air berada dalam keadaan panas lanjut. Pada tekanan
tekanan yang relatif
rendah ini, udara dianggap sebagai gasi ideal.
Dalam psikometri, istilah suhu/temperatur yang digunakan ada dua yakni
suhu bola kering (dry
dry bulb temperature),
temperature , yaitu suhu yang ditunjukkan oleh
termometer biasa, dan suhu bola basah (wet bulb temperature),, yaitu suhu yang
ditunjukkan oleh termometer dengan bola/sensornya dibalut dengan kain yang
ujungnya diletakkan pada wadah berisi air. Air yang ada pada kain basah akan
menguap sesuai dengan kemampuan serap udara sekitar, kesetimbangan suhu
III-22
Gambar 3.6
3. Cara pembacaan diagram psikometri
Penutup
Kesimpulan
Bab sifat-sifat
sifat zat sederhana dan model gas ideal , dapat dipahami secara
sistematis apabila, peserta pembelajaran telah
1. Dapat menentukan nilai sifat-sifat
sifat sifat termodinamika zat pad berbagai
keadaan,
Bab III Sifat-Sifat
Sifat Zat Sederhana Dan Model Gas Ideal
III-23
Gambar C3.1
Asumsi:
1. Air dalam bejana adalah sistem tertutup.
2. Keadaan 1, 2, dan 3 adalah keadaan kesetimbangan.
3. Volume bejana tetap konstan.
Analisis:
Dua sifat bebas diperlukan untuk menetapkan keadaan 1 dan 2. Pada keadaan
awal, tekanan dan kualitas diketahui. Karena keduanya bersifat bebas, maka
Bab III Sifat-Sifat
Sifat Zat Sederhana Dan Model Gas Ideal
III-24
0,5 m 3
V
m
0,59 kg
v 0,8475 m 3 / kg
Kemudian, berdasarkan Persamaan 3.1 dan nilai kualitas yang diberikan,
massa uap pada keadaan 1 adalah
mgl = x1m = 0,5(0,59 kg) = 0,295 kg
Dengan cara yang sama, massa uap pada keadaan 2 diperoleh
mempergunakan nilai kualitas x2. Untuk menyelesaikan x2, selesaikanlah
Persamaan 3.3 untuk kualitas dan masukkan data volume spesifik dari Tabel
A-3 pada tekanan 1,5 bar, beserta dengan nilai v yang diketahui, sebagai
berikut
vv f 2
0,8475 1,02528 x 10 3
=
x2
0,731
vg2 v f 2
1,159 1,0528 x 10 3
kemudian, berdasarkan Persamaan 3.1
mg2 = 0,731 (0,59 kg) = 0,431 kg
(c) Jika pemanasan dilanjutkan, keadaan 3 akan berada pada garis uap jenuh
seperti ditunjukkan pada diagram T - v di atas. Jadi, tekanan merupakan
tekanan jenuh terkait. Interpolasi dalam Tabel A-3 pada vg = 0,8475 m3/kg,
memberikan p3 = 2,11 bar.
Komentar:
- Prosedur untuk menetapkan keadaan 2 sama dengan ilustrasi pada
pembahasan Gambar 3.4.
Bab III Sifat-Sifat Zat Sederhana Dan Model Gas Ideal
III-25
Gambar C3.2
Asumsi:
1. Amonia berada dalam suatu sistem tertutap.
2. Keadaan 1 dan 2 adalah keadaan kesetimbangan.
3. Proses berlangsung pada tekanan tetap.
Analisis:
Keadaan awal adalah kondisi uap jenuh pada 20 lbf/in2. Karena proses
berlangsung pada tekanan konstan, keadaan akhir berada dalam daerah uap
panas lanjut yang dapat ditentukan dengan p2 = 20 lbf/in2 dan T2 = 77F.
Keadaan awal dan akhir tampak pada diagram T-v dan p-v di atas.
Bab III Sifat-Sifat Zat Sederhana Dan Model Gas Ideal
III-26
W p dV p (V2 V1 )
V1
144 in 2
1 Btu
= 1,18 Btu
2
778 ft . lbf
1ft
Komentar:
Perhatikan penggunaan faktor konversi dalam perhitungan ini.
Contoh 3.3 : Analisis Dua Proses Berseri
Air yang berada dalam sistem silinder-torak mengalami dua proses berseri dari
suatu keadaan awal yang mempunyai tekanan 10 bar dan temperatur 400C.
Proses 1-2 : Air didinginkan saat dikompresi pada tekanan tetap 10 bar ke
keadaan uap jenuh.
Proses 2-3 : Air didinginkan pada volume tetap ke 150C.
a. Buatlah sketsa kedua proses pada diagram T-v dan p-v.
b. Tentukanlah kerja untuk seluruh proses, dalam kJ/kg.
c. Tentukanlah perpindahan kalor untuk seluruh proses, dalam kJ/kg.
Penyelesaian:
Diketahui: Air yang berada dalam sistem silinder-torak mengalami dua proses :
Didinginkan dan dikompressi pada tekanan tetap, dan didinginkan
pada volume tetap.
Ditanyakan: Buatlah sketsa kedua proses pada diagram T- v dan p - v. Tentukan
kerja neto dan perpindahan kalor neto untuk seluruh proses per
satuan massa yang berada dalam sistem silinder-torak.
Gambar skema dan data yang tersedia: Perhatikan Gambar C3.3.
Asumsi :
1. Air merupakan sistem tertutup.
2. Kerja hanya terjadi pada torak
3. Tidak terjadi perabahan energi kinetik dan potensial.
III-27
Gambar C3.3
Analisis :
a. Diagram T-v dan p-vv yang tersedia menunjukkan terdapat dua proses. Karena
temperatur keadaan 1, T1 = 400C, lebih besar dari temperatur jenuh untuk p1
= 10 bar: 179,9C,
C, maka keadaan 1 berada pada daerah panas lanjutan.
b. Karena mekanisme kerja hanya terjadi pada torak
3
W p dV p dV p dV
1
Integral ruas kedua dapat dihilangkan untuk proses 2-3, karena volume tetap.
Persamaan di atas dibagi dengan massa dan disederhanakan untuk tekanan
tetap pada proses 1-2
2, menjadi
W
p (v2 v1 )
m
Volume spesifik keadaan 1 diperoleh dari Tabel A-4
A 4 menggunakan p1 = 10
bar dan T1 = 400C: v1 = 03066 m3/kg. Juga, u1 =2957,33 kJ/kg. Volume
spesifik pada keadaan 2 adalah nilai uap jenuh pada 10 bar, dari Tabel A
A-3,
diperoleh v2 = 0,1944 m3/kg. Maka
m 3 10 5 N /m 2
1 kJ
W
m
kg 1 bar 10 N. m
c. Neraca energi untuk keseluruhan proses dapat disederhanakan menjadi
m (u3-u1) = Q - W
dapat
apat disusun kembali menjadi
Q
W
(u 3 u1 )
m
m
Untuk menghitung perpindahan kalor diperlukan u3. Karena T3 tersedia dan
v3=v2, maka dua sifat intensif bebas telah diketahui dan dapat digunakan
untuk menetapkan keadaan 3. Untuk mendapatkan u3 pertama-tama
tama dihitung
nilai kualitas
III-28
v3 vf3
0,1944 1,0905 x 10 3
0,494
vg3 vf3 0,3928 1,0905 x 10 3
di mana vf3 dan vg3 didapat da
dari Tabel A-2 pada 150C, Selanjutnya
x3
Q
1583,9 2957,3 (112,2) 1485,6kJ/kg
m
Komentar:
Sistem (uap-air)
air) menerima kerja (-W)
(
dan melepaskan kalor (-Q)
Contoh 3.4 : Sebuah Siklus dengan Udara sebagai Gas Ideal
Satu pound udara mcngalami siklus termodinamika yang terdiri dari tiga proses.
Proses 1-2:: volume spesifik tetap
Proses 2-3:: ekspansi pada temperatur tetap
Proses 3-1:: kompresi pada tekanan tetap
Pada keadaan 1, temperatur adalah 540R. dan tekanan adalah 1 atm. Pada
keadaan 2, tekanan adalah 2 atm. Pergunakan persamaan keadaan gas ideal,
untuk:
a. membuat sketsa siklus pada koordinat p-v.
b. menentukan temperatur pada keadaan 2 (0R).
c. menentukan volume spesifik pada keadaan 3 (f
(ft3/lb).
Penyelesaian:
Diketahui: Udara mengalami siklus termodinamika yang terdiri dari tiga proses:
Proses 1-2,
2, v = konstan; Proses 2-3, T = konstan; Proses 3
3-1. p =
konstan. Nilai yang tersedia adalah T1, p1, dan p2.
Ditanyakan: Buatlah sketsa siklus pada diagram p-v dan tentukan T2 dan v3
Gambar skema dan data yang tersedia:
Gambar C3.4
Asumsi:
1. Udara merupakan sistem tertutup.
2. Udara berperilaku seperti gas ideal.
Bab III Sifat-Sifat
Sifat Zat Sederhana Dan Model Gas Ideal
III-29
Analisis::
a. Siklus yang terjadi digambarkan pada koordinat p-v (Gambar C3.4). Karena
p = RT/v dan temperatur tetap, maka perubahan p terhadap v untuk proses 2
ke 3, menjadi tidak linier.
b. Gunakan pv = RT untuk mendapatkan temperatur keadaan 2
T2 = p2v2 / R
Untuk mendapatkan volume spesifik v2 yang diperlukan oleh persamaan ini,
catat bahwa v2 = v1, sehingga
v2= RT1 / p1
Gabungan kedua hasil tersebut, menghasilkan
T2
2 atm
p2
540 o R 1080 o R
T 1
p1
1atm
1545
R .T
lbmol. o R
v3
lb
M . p1
28 , 97 lb mol
(1080 o R )
27 , 2 ft 3 / lb
(14 , 7 lbf/in 2 )( 144 in 2 /ft 2 )
III-30
Gambar C3.5
Asumsi:
1. Jumlah total gas karbon monoksida merupakan sistem tertutup.
2. Gas diasumsikan sebagai gas ideal dengan cv konstan.
3. Pada keadaan awal gas yang terdapat dalam setiap tangki berada dalam
kesetimbangan. Keadaan akhir merupakan keadaan kesetimbangan.
kesetimbangan.
4. Tidak terjadi perpindahan energi dalam bentuk kerja, ke dalam maupun ke
luar tangki.
5. Tidak terjadi perubahan energi kinetik maupun energi potensial.
Analisis:
(a) Tekanan kesetimbangan akhir pt dapat ditentukan menggunakan persamaan
keadaan gas ideal.
mRTf
pf
V
dengan m adalah jumlah massa awal yang terdapat dalam kedua tangki, V
adalah volume total kedua tangki, dan Tf adalah temperatur kesetimbangan
akhir. Jadi,
pf
(m1 m2 )RTf
V1 V2
Dengan temperatur awal dan tekanan dalam tangki 1 adalah T1 dan p1, kita
peroleh V1 = m1RT1/p1. Hal serupa, jika temperatur awal dan tekanan dalam
tangki 2 adalah T2 dan p2 maka V2 = m2RT2/p2. Jadi, tekanan akhirnya
adalah
pf
(m1 m2 )RTf
(m1 m2 )Tf
m1 RT1 m2 RT2
m1T1 m2T2
p1
p 2
p1
p2
Dengan memasukkan
masukkan nilai
nilai-nilainya,
(10 kg) (315 K )
pf
1,05 bar
(2 kg) (350 K ) (8 kg) (300 K )
0,7 bar
1,2 bar
(b) Perpindahan kalor dapat diperoleh dari neraca energi yang menjadi lebih
sederhana sesuai asumsi 4 dan 5.
U = Q - W
Bab III Sifat-Sifat
Sifat Zat Sederhana Dan Model Gas Ideal
III-31
kJ
(315 K - 350 K)
Q = (2 kg) 0,745
kg . K
kJ
(315 K - 350 K) = + 37,25 kJ
+ (8 kg) 0,745
kg . K
Komentar:
1. Tanda positif menunjukkan bahwa terjadi perpindahan kalor ke dalam
sistem.
2. Sebagai latihan, hitunglah Q menggunakan nilai energi dalam spesifik yang
berasal dari tabel gas ideal untuk CO, Tabel A-23. Perhatikan bahwa energi
dalam spesifik yang diberikan dalam Tabel A-23 mempunyai satuan
kJ/kmol
Contoh 3.6 : Proses Politropik Udara sebagai Gas Ideal
Udara yang terdapat dalam sistem silinder-torak ditekan secara politropik dari p1
= 1 atm, T1= 70F ke p2 = 5 atm. Pergunakanlah model gas ideal untuk
menentukan besarnya kerja dan perpindahan kalor per satuan massa, dalam
Btu/lb, jika n = 13.
Penyelesaian:
Diketahui: Udara mengalami proses kompresi politropik dari suatu keadaan
awal tertentu ke tekanan akbir tertentu.
Ditanyakan: Tentukanlah besarnya kerja dan perpindahan kalor, dalam Btu/lb.
Gambar skema dan data yang tersedia:
III-32
Gambar C3.6
Asumsi:
1. Udara merupakan
n sistem tertutup
2. Udara diasumsikan berperilaku sebagai gas ideal.
3. Kompresi berlangsung secara politropik dengan n = 1,3
4. Tidak terjadi perubahan energi kinetik maupun enetgi potensial.
Analisis:
Pada kasus ini, kerja dapat dihitung menggunakan
menggu
Persamaan 3.42, yakni
2
W = p dV
1
W R (T2 T1 )
m
1 n
(1,3 1) / 1,3
p2
5
T2 T1
530
768o C
1
p1
Sehingga kerja dapat dihitung sebagai
R (T2 T1 ) 1,968 Btu 768 o R 530 o R
W
28,97 lb . o R
m
1 n
1 1,3
54,39 Btu/lb
Q W
III-33
diagram p-v dan T-v yang menunjukkan lokasi setiap keadaan berikut?
(a) p = 5 bar, T = 151,9oC
(b) p = 5 bar, T = 200oC
o
(c) T = 200 C, p = 2,5 MPa
(d) T = 160oC p = 4,8 bar
4. Tentukan kualitas campuran dua fase cair-uap dan tentukan nilai sifatsifatnya (v, u, h, dan s), untuk sistem pada keadaan berikut:
a. H20 pada 100oC dengan volume spesifik 0,8 m3/kg
b. Refrijeran 134a pada 0oC dengan volume spesifik 0,7721 cm3/g
c. Amonia pada -40oC dengan volume spesifik 1 m3/kg
d. Refrijeran 22 pada 1 MPa dengan volume spesifik 0,0054 m3/kg
5. Sebuah tanki berisi 0.042 m3 oksigen pada 21oC dan 15 MPa. Tentukanlah
massa oksigen jika menggunakan model gas ideal.
6. Tentukan nilai sifat-sifat (v, h, , dan ) untuk udara pada keadaan:
temperatur bola kering 27oC dan temperatur bola basah 25oC, serta
tunjukkan keadaan tersebut pada diagram psikometri.
Referensi/Sumber Rujukan
1. Cengel, Y.A. dan Boles, M.A., 2002. Thermodynamics. 4th edition. BostonUSA: Mc. Graw Hill. (halaman 63 s.d. 106)
2. Granet, I.P.E. and Blustien, M.Ph.D. 2000. Thermodynamics and Heat
Power, 6th edition. New Jersey USA: Prentice Hall. (halaman 176 s.d.
232)
3. Moran, M.J. dan Shapiro, H.N. 2000. Fundamentals of Engineering
Thermodynamics. 4th edition (terjemahan oleh: Nugroho, Y.S.. 2003).
New York USA: Jhon Wiley and Sons. (halaman 92 s.d. 144)
4. Kulshrestha, S.K. 1989. A Textbook of Applied Thermodynamics, Steam and
Thermal Engineering (alih bahasa: Budihardjo, dkk). Jakarta: UI-Press
(halaman 417 s.d.436)
III-34