Anda di halaman 1dari 34

BAB 3

SIFAT-SIFAT ZAT SEDERHANA DAN


MODEL GAS IDEAL

Materi Prasyarat :
Telah mampu melakukan analisis dasar tentang konsep perpindahan
energi pada sistem tertutup.
Standar Kompetensi :
Dapat mengimplementasikan penggunaan data dan grafik sifat-sifat zat
sederhana dan model gas ideal dalam analisis termodinamika.
Kompetensi Dasar :
1. Dapat menentukan nilai sifat-sifat termodinamika zat pad berbagai
keadaan,
2. Dapat membuat sketsa diagram p-v dan T-v keadaan sistem/zat, baik
yang mengalami satu atau lebih proses maupun yang bersiklus,
3. Dapat menerapkan model gas ideal pada analisis termodinamika,
4. Dapat menggunakan diagram psikometri.

Pendahuluan
Sebagaimana telah dikemukanan sebelumnya bahwa sifat zat/sistem
(property of matter) adalah karakteristik makroskopik sistem, di mana nilai
numeriknya dapat diberikan pada suatu waktu tertentu tanpa mengetahui sejarah
atau proses yang telah dialami oleh sistem itu sendiri. Pengetahuan mengenai sifat
sistem dan hubungan antara berbagai sifat tersebut diperlukan dalam menerapkan
necara energi pada poblem termodinamika teknik. Fenomena: Air lebih cepat
mendidih di daerah pegunungan/dataran tinggi dibandingkan di dataran
rendah/dekat permukaan laut? Makanan lebih cepat masak dalam pressure-cooker
dibandingkan di dalam bejana terbuka berisi air mendidih? Proses pembuatan
garam di negara-negara maju tidak perlu menggunakan lahan/tambak yang luas
seperti di Madura Jawa Timur dan Jeneponto Sulawesi Selatan? serta Udara yang
kita hirup dan air yang ada disekitar kita, dapat menjadi sumber tenaga listrik?
Pengetahuan tentang perilaku dan sifat-sifat zat akan menjawab bagaimana
fenomena itu terjadi. Tujuan bab ini adalah memperkenalkan berbagai hubungan
sifat yang relevan dan berguna dalam analisis termodinamika teknik.
3.1 Prinsip Tingkat Keadaan Zat
Berdasarkan pengamatan berbagai sistem termodinamika, diketahui bahwa
tidak semua sifat independen terhadap sifat lainnya, atau suatu keadaan dapat
ditentukan berdasarkan nilai sifat bebasnya. Nilai dari sifat termodinamika lainnya
ditentukan dari bagian bebas ini. Oleh karena itu keadaan suatu sistem yang
berada dalam kesetimbangan (equilibrium) merupakan kondisi yang ditentukan
berdasarkan nilai dari sifat-sifat bebasnya. Aturan umum yang dikenal sebagai
prinsip keadaan telah dikembangkan sebagai arahan dalam menentukan jumlah
sifat bebas yang diperlukan untuk menetapkan keadaan suatu sistem.
Pada bagian ini akan membahas contoh-contoh aplikasi yang dikenal
dalam prinsip keadaan sebagai sistem dalam keadaan intensif. Secara khusus
sistem tersebut memanfaatkan zat murni seperti air atau campuran gas tak
bereaksi. Sistem ini digolongkan sebagai sistem kompresibel sederhana.
Berdasarkan prinsip keadaan, suatu sistem kompresibel sederhana yang
memanfaatkan zat mumi, mempunyai dua sifat intensif bebas. Sifat intensif
seperti kecepatan dan ketinggian yang merupakan nilai yang diberikan relatif
terhadap saatu titik acuan (datum) di luar sistem, tidak dibahas dalam contoh
aplikasi yang tersedia.
Sebagai contoh pada kasus gas, temperatur (T) dan salah satu sifat intensif
lainnya seperti misalnya volume spesifik (v) dapat dipilih sebagai dua sifat bebas.
Prinsip keadaan menegaskan bahwa tekanan (p), energi dalam spesifik (u), dan
sifat intensif lainnya yang terkait dapat ditentukan sebagai fungsi dari T dan v atau
p = p(T,v), u = u(T,v) dan sebagainya. Hubungan fungsional dapat dikembangkan
dengan menggunakan data eksperimental dan bergantung secara eksplisit pada
identitas sifat kimia zat penyusun sistem.
Berdasarkan fakta empiris, dapat disimpulkan bahwa untuk setiap
pendekatan energi sistem yang divariasikan secara bebas, maka terdapat satu sifat
bebas. Seperti telah dibahas pada Bab 2, energi suatu sistem tertutup dapat diubah
secara bebas melalui kalor atau melalui kerja. Dengan demikian, suatu sifat bebas
dapat dihubungkan dengan perpindahan kalor sebagai suatu cara untuk mengubah
energi dan sifat bebas lainnya dapat dihitung untuk setiap cara perubahan energi

Termodinamika Teknik III-2


melalui kerja yang relevan. Berdasarkan fakta eksperimental, prinsip keadaan
(state principle) menyatakan bahwa jumlah sifat bebas adalah satu ditambah
dengan jumlah interaksi kerja yang relevan. Pada saat menentukan jumlah
interaksi kerja yang relevan, maka cukuplah memadai untuk hanya
mempertimbangkan interaksi yang penting dalam proses keseimbangan sesaat
(quasiequilibrium) dalam sistem.
Istilah sistem sederhana (simple system) digunakan apabila hanya terdapat
satu cara untuk mengubah energi sistem melalui kerja saat sistem mengalami
proses kesetimbangan sesaat. Dengan mempergunakan satu sifat bebas untuk
perpindahan kalor dan satu sifat bebas dari kerja, maka terdapat dua sifat bebas
yang diperlukan untuk menetapkan keadaan suatu sistem sederhana. Hal ini
merupakan prinsip keadaan untuk sistem sederhana. Walaupun tidak ada sistem
yang benar-benar sederhana, namun untuk keperluan analisis termodinamika,
banyak sistem dapat dimodelkan sebagai sistem sederhana. Contoh penting dari
model sistem sederhana yang digunakan dalam buku ini adalah sistem
kompresibel sederhana (simple compressible system).
Sesuai dengan namanya, maka energi sistem kompresibel sederhana
sangat dipengaruhi oleh perubahan volume. Satu-satunya modus perpindahan
energi melalui kerja yang terjadi saat sistem kompresibel sederhana mengalami
proses kesetimbangan sesaat ditandai oleh perubahan volume dan diberikan
sebagai ∫ p dV . Apabila pengaruh medan gravitasi bumi diabaikan. tekanan akan

seragam di seluruh bagian sistem. Model sistem kompresibel sederhana,


sepertinya sangat dibatasi, namun hasil eksperimental memperlihatkan bahwa
model seperti ini bermanfaat untuk berbagai aplikasi teknik dengan tambahan
berbagai pengaruh. seperti medan listrik, medan magnet, tegangan permukaan dan
sebagainya hingga tingkat tertentu.
Bagian bab ini membahas sifat termodinamika sistem kompresibel
sederhana yang berisi zat mumi (pure substance). Zat murni adalah senyawa
dengan komposisi kimia yang seragam dan tidak berubah, selama mengalami
proses termodinamika, misalnya air (H2O), udara (O2 dan ekuivalen), refrigeran,
dan lain-lain.

Termodinamika Teknik III-3


3.2 Relasi p-v-T
Bagian ini diawali dengan pembahasan sifat-sifat zat murni kompresibel
sederhana dan hubungan yang ada antara sifat-sifat tersebut dengan tekanan,
volume spesifik, dan temperatur. Dari eksperimen diketahui bahwa temperatur
dan volume spesifik dapat dianggap sebagai parameter bebas dan tekanan dapat
ditentukan sebagai fungsi dari kedua parameter ini sebagai p = p(T,v). Grafik
fungsi semacam ini berbentuk permukaan. yaitu permukaan p-v-T.

3.2.1 Permukaan p-v-T


Gambar 3.1 adalah permukaan p-v-T zat (sistem). Secara umum zat
memiliki karakteristik seperti ini. Koordinat sebuah titik pada permukaan p-v-T
akan memberikan nilai tekanan, volume spesifik, dan temperatur yang ditentukan
pada saat zat tersebut berada dalam kesetimbangan.

Gambar 3.1 Permukaan p-v-T dan proyeksinya untuk suatu zat yang mengem-
bang saat membeku. (a) Pandangan tiga dimensi, (b) Diagram fase,
dan (c) Diagram p-v

Termodinamika Teknik III-4


Seperti tampak pada Gambar 3.1, terdapat berbagai daerah pada
permukaan p-v-T yang ditandai dengan padat (solid), cair (liquid), dan uap/gas
(vapor). Pada daerah fase tunggal (single-phase region) ini, suatu keadaan dapat
ditentukan oleh setiap pasangan sifat : tekanan, volume spesifik, dan temperatur,
karena seluruhnya bersifat bebas ketika terdapat fase tunggal. Lokasi di antara
daerah fase tunggal merupakan daerah dua fase (two phase regions) di mana
terdapat dua fase dalam kesetimbangan : fase cair-uap, padat-cair, dan padat-uap.
Dua buah fase dapat muncul secara simultan selama perubahan fase seperti
pada penguapan, peleburan, dan sublimasi. Pada daerah dua fase tekanan dan
temperatur bersifat tidak bebas, di mana salah satunya tidak dapat berubah tanpa
perubahan yang lainnya. Dalam daerah ini keadaan tidak dapat ditentukan hanya
dengan tekanan dan temperatur saja, namun keadaan dapat ditentukan berdasarkan
pasangan volume spesifik dengan tekanan atau temperatur. Tiga buah fase dapat
muncul dalam kesetimbangan di sepanjang garis yang disebut garis tripel (triple
line).
Suatu keadaan di mana suatu perubahan fase berawal dan berakhir disebut
keadaan jenuh (saturation state). Daerah berbentuk kubah yang terdiri dari dua
fase keadaan cair-uap disebut kubah uap (vapor dome). Garis-garis yang
membatasi kubah uap disebut garis cair jenuh dan garis uap jenuh. Puncak kubah,
di mana garis cair jenuh dan uap jenuh bertemu, disebut titik kritis (critical point).
Temperatur kritis (critical temperature); Tc suatu zat murni adalah temperatur
maksimum di mana fase cair dan uap dapat terjadi secara simultan dalam kesetim-
bangan. Tekanan pada titik kritis disebut tekanan kritis (critical pressure); pc.
Volume spesifik pada keadaan ini disebut volume spesifik kritis (critical specific
volume). Tabel A-1 memberikan nilai sifat titik kritis sejumlah zat terpilih.
Permukaan tiga dimensi p-v-T bermanfaat untuk menunjukkan hubungan
umum antara ketiga fase dari zat yang sedang dikaji. Namun. seringkali lebih
mudah untuk menggunakan proyeksi dua dimensi dari permukaan tersebut, salah
satu proyeksi yang sering digunakan dalam termodinamika ialah diagram Mollier,
yaitu diagram yang memberikan hubungan antara entalpi (h) dengan entropi (s)
atau diagram h-s.

Termodinamika Teknik III-5


3.2.2 Proyeksi Permukaan p-v-T
 Diagram Fase
Jika permukaan p-v-T diproyeksikan pada bidang tekanan-temperatur,
maka dihasilkan suatu diagram sifat yang dikenal sebagai diagram fase. Seperti
digambarkan pada Gambar 3.1b, apabila permukaan diproyeksikan dengan cara
seperti ini, maka daerah dua fase akan tampak sebagai garis. Sebuah titik di
sepanjang garis ini menunjukkan semua campuran dua fase pada temperatur dan
tekanan tertentu tersebut.
Istilah temperatur jenuh (saturation temperature) menunjukkan temperatur
dimana suatu perubahan fase berlangsung pada suatu tekanan yang diberikan dan
tekanan ini disebut sebagai tekanan jenuh (saturation pressure) untuk temperatur
yang diberikan. Dari diagram fase, tampaklah jelas bahwa untuk setiap tekanan
jenuh terdapat sebuah temperatur jenuh tertentu begitu pula sebaliknya.
Garis tripel pada permukaan tiga dimensi p-v-T diproyeksikan menjadi
sebuah titik pada diagram fase, yang disebut titik tripel (triple point). Berdasarkan
kesepakatan, temperatur yang ditetapkan sebagai titik tripel air adalah 273,16 K
(491,69°R). Tekanan terukur pada titik tripel air adalah 0.6113 kPa (0,00602 atm).

 Diagram p-v
Proyeksi permukaan p-v-T ke bidang tekanan dan volume spesifik
menghasilkan diagram p-v seperti tampak pada Gambar 3.1c. Gambar tersebut
juga ditandai dengan istilah-istilah yang telah diperkenalkan sebelumnya.
Ketika menyelesaikan problem termodinamika, sketsa diagram p-v
seringkali membantu. Untuk memudahkan penggunaan sketsa semacam ini,
perhatikanlah terdapatnya garis-garis temperatur konstan (isotermal). Dengan
memperhatikan Gambar 3.1c, tampak bahwa untuk setiap temperatur tertentu
yang lebih rendah dari temperatur kritis, tekanan akan tetap pada saat daerah dua
fase cair-uap dilintasi. Namun, di dalam daerah fase tunggal cair dan daerah uap,
tekanan akan menurun pada temperatur tetap akibat peningkatan volume spesifik.
Untuk temperatur yang lebih besar atau sama dengan temperatur kritis, tekanan
terus menurun pada temperatur tetap pada saat volume spesifik meningkat. Tidak

Termodinamika Teknik III-6


terdapat lintasan yang melintasi daerah fase cair-uap. Garis isotermal kritis
melalui sebuah titik belok (inflection point) pada titik kritis dengan kemiringan
sama dengan nol.

 Diagram T-v
Proyeksi daerah cair, daerah dua fase cair-uap, dan daerah uap dari
permukaan p-v-T ke bidang temperatur dan volume spesifik menghasilkan sebuah
diagram T-v seperti pada Gambar 3.2. Karena muncul pola yang konsisten untuk
perilaku p-v-T semua zat mumi, maka Gambar 3.2 yang memperlihatkan diagram
T-v untuk air (H2O) dapat digunakan sebagai contoh.

Gambar 3.2 Sketsa diagram temperatur-volume spesifik untuk air yang


memperlihatkan daerah cair, daerah dua fase cair-uap, dan daerah
uap (tidak untuk diskalakan)

Sebagaimana halnya diagram p-v, sketsa diagram T-v seringkali


memudahkan untuk penyelesaian masalah. Untuk memudahkan penggunaan
sketsa semacam ini, maka perhatikanlah bahwa terdapat garis-garis tekanan
konstan (isobar). Untuk tekanan yang lebih rendah dari tekanan kritis, misalnya
isobar 10 MPa pada Gambar 3.2, tekanan dan temperatur akan konstan pada saat
daerah dua fase dilintasi. Pada daerah fase tunggal cair maupun uap, temperatur
meningkat dengan tekanan tetap pada saat volume spesifik meningkat. Untuk
tekanan yang lebih besar atau sama dengan tekanan kritis, seperti tekanan 30 MPa
pada Gambar 3.2, temperatur terus meningkat dengan tekanan tetap pada saat
volume spesifik meningkat. Fenomena air lebih cepat mendidih di daerah Malino
dibandingkan dengan di Makassar dapat dijelaskan pada diagram T-v di atas!

Termodinamika Teknik III-7


Proyeksi permukaan p-v-T yang dipergunakan pada buku ini untuk
menggambarkan berbagai proses, umumnya tidak berdasarkan skala yang tepat.
Hal semacam ini iuga berlaku untuk diagram sifat yang akan diperkenalkan
berikutnya. Selain diagram yang telah diperkenalkan di atas sebagai dasar, dalam
perkembangan penggunaan permukaan p-v-T juga digunakan diagram-diagram
lainnya yaitu diagram h-s (diagram Mollier), diagram T-s, dan diagram p-h.

3.2.3 Perubahan Fase


Peristiwa yang terjadi ketika suatu zat mumi mengalami perubahan fase
perlu dipahami dengan baik. Perhatikanlah sebuah sistem torak-silinder tertutup
yang berisi air cair sebanyak satu satuan massa (1 kg atau 1 lb) pada temperatur
20°C (68°F), seperti tampak pada Gambar 3.3a. Keadaan awal ini ditunjukkan
oleh titik 1 pada Gambar 3.2. Anggaplah air dipanaskan secara perlahan dengan
terus menjaga tekanan konstan dan seragam pada 1,014 bar (14,7 lbf/in.2) di setiap
bagian sistem.

Gambar 3.3 Ilustrasi perubahan dari cairan menjadi uap air pada tekanan tetap

 Keadaan Cair
Ketika sistem dipanaskan pada tekanan tetap, temperatur meningkat cepat,
sedangkan volume spesifik hanya sedikit meningkat. Akibatnya, sistem berada
pada keadaan yang ditunjukkan oleh titik f pada Gambar 3.2. Titik ini merupakan
keadaan cair jenuh untuk tekanan spesifik tertentu. Untuk air pada 1,014 bar (14,7
lbf/in.2) temperatur jenuh adalah 100°C (212°F). Keadaan cair disepanjang bagian
garis 1-f pada Gambar 3.2 seringkali disebut sebagai keadaan cair sub-dingin
(subcooled liquid) karena temperatur pada keadaan ini berada di bawah

Termodinamika Teknik III-8


temperatur jenuh pada tekanan tertentu. Keadaan semacam ini juga disebut
sebagai keadaan cair tekan (compressed liquid) karena tekanan untuk setiap
keadaan lebih tinggi dari tekanan jenuh yang berhubungan dengan temperatur
pada keadaan tersebut. Sebutan cair (liquid), cair sub-dingin (sub coolled liqiud),
dan cair tekan (compressed liquid) dapat dipergunakan bergantian.

 Campuran Dua Fase Cair-Uap


Ketika sistem berada pada keadaan cair jenuh (keadaan f pada Gambar
3.2), penambahan kalor pada tekanan tertentu menyebabkan pembentukan uap
tanpa terjadi perubahan temperatur, tetapi dengan peningkatan volume spesifik
yang cukup berarti, seperti tampak pada Gambar 3.3b, sistem sekarang tersusun
oleh campuran dua fase cair-uap. Ketika campuran cair dan uap berada dalam
kesetimbangan, fase cair merupakan cair jenuh dan fase uap merupakan uap
jenuh. Jika sistem terus dipanaskan sampai butir cairan terakhir menguap, maka
tercapai titik g pada Gambar 3.2, yaitu keadaan uap jenuh. Campuran dua fase
cair-uap dapat dibedakan satu dengan lainnya menggunakan suatu sifat intensif
yang dikenal sebagai kualitas.
Untuk suatu campuran dua fase cair dan uap rasio massa uap terhadap
massa total campuran merupakan kualitas; x, yang dapat dihitung sebagai berikut,
muap
x= (3.1)
mcair + muap

Kualitas mempunyai nilai dari nol sampai dengan satu (0 ≤ x ≤ 1): pada keadaan
cair jenuh, x = 0, dan pada keadaan uap jenuh, x = 1,0. Meskipun didefenisikan
sebagai nilai perbandingan. kualitas, tetapi juga kadang-kadang diberikan dalam
bentuk persentase.

 Keadaan Uap
Perhatikan kembali Gambar 3.2 dan Gambar 3.3, ketika sistem berada
pada keadaan uap jenuh (keadaan g pada Gambar 3.2) pemanasan lanjut pada
tekanan tetap menyebabkan peningkatan temperatur maupun volume spesifik,
sehingga tercapai kondisi seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.2. Keadaan yang
ditandai oleh s pada Gambar 3.2 menunjukkan keadaan yang akan dicapai oleh
Termodinamika Teknik III-9
pemanasan lanjut dengan mempertahankan tekanan tetap. Keadaan seperti titik s
seringkali disebut sebagai keadaan uap panas lanjut (superheated vapor) karena
sistem akan berada pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur jenuh pada
tekanan yang diberikan.
Selanjutnya. pertimbangkan hasil eksperimental sejenis pada tekanan tetap
lainnya, yaitu pada 10 MPa (1-150 lbf/in.2). 22,09 MPa (3204 Ibf/ in.2), dan 30
MPa (4351 lbf/in.2) seperti tampak pada Gambar 3.2. Tekanan pertama berada di
bawah tekanan kritis air, tekanan kedua pada tekanan kritis air, dan tekanan ketiga
lebih tinggi dari tekanan kritis. Pada awalnya sistem berisi cairan paca 20°C
(68°F). Pembahasan diawali untuk sistem yang dipanaskan secara perlahan pada
10 MPa (1450 lbf/in2). Pada tekanan ini uap akan terbentuk pada tekanan yang
lebih tinggi dibandingkan pada contoh sebelumnya karena tekanan jenuhnya juga
lebih tinggi (perhatikan Gambar 3.2). Tambahan terdapat lebih sedikit
peningkatan volume spesifik dari cair jenuh ke uap jenuh yang ditandai oleh
menyempitnya kubah uap. Secara urnum perilaku yang dapat diamati serupa
dengan pembahasan sebelumnya. Berikutnya, perhatikan perilaku sistem ketika
dipanaskan pada tekanan kritis atau tekanan yang lebih tinggi. Dengan mengikuti
garis isobar kritis pada Gambar 3.2 tampak bahwa tidak terjadi perubahan fase
dari cair ke uap. Pada semua keadaan hanya terdapat satu fase. Penguapan, dan
proses kebalikannya yaitu kondensasi, dapat terjadi apabila tekanannya lebih
rendah dari tekanan kritis. Dengan demikian, pada keadaan di mana tekanan lebih
tinggi dari tekanan kritis, istilah cair atau uap akan kehilangan artinya.

3.3 Data Sifat-Sifat Termodinamika Zat

Nilai sifat-sifat termodinamika dapat ditampilkan dalam berbagai cara,


seperti table, grafik, persamaan, dan peranti lunak komputer (steam table,
refrigerant properties, dll). Pada bagian ini, penggunaan tabel sifat
termodinamika akan diutamakan, karena umumnya tersedia untuk zat murni dan
zat kompresibel sederhana yang banyak digunakan dalam aplikasi teknik. Sifat
termodinamika berbagai zat umumnya diberikan dalam format umum seperti
dalam Tabel A-2 s.d. Tabel A-6 untuk. air yang disebut sebagai tabel uap. Tabel

Termodinamika Teknik III-10


sifat termodinamika untuk zat lain yang tersedia dalam literatur teknik, di
antaranya Tabel A-7 s.d. A-9 untuk Refrijeran 22, Tabel A-10 s.d. A-12 untuk
Refrijeran 134a, Tabel A-13 s.d. A-15 untuk Amonia, dan Tabel A-16 s.d. A-18
untuk Propana. Semua tabel ini tersedia dalam buku terpisah sebagai tabel
termodinamika, dengan satuan SI dan satuan Inggris. Untuk dapat menggunakan
tabel-tabel tersebut, minimal dua sifat yang harus diketahui untuk dapat
menentukan nilai sifat lainnya atau keadaan zat.
Dalam aplikasi teknik, oleh karena data temperatur (T) dan tekanan (p)
yang dapat diukur langsung maka nilai sifat-sifat termodinamika zat/sistem pada
keadaan kesetimbangan tertentu lebih mudah diketahui berdasarkan patokan pada
kedua nilai sifat tersebut. Namun demikian, dalam analisis termodinamika tidak
mutlak kedua sifat tersebut (p dan T) yang menjadi patokan.
Pada saat menyelesaikan problem termodinamika, keadaan yang didapati
sering tidak tepat pada titik nilai yang tersedia pada tabel sifat. Sehingga perlu
dilakukan interpolasi dengan teliti terhadap nilai-nilai yang berdekatan dalam
tabel sifat. Umumnya tabel yang tersedia merupakan bagian dari tabel yang lebih
lengkap, sehingga interpolasi linier diperlukan untuk mendapatkan nilai dengan
akurasi yang memadai. Interpolasi linier ini berdasarkan rasio kemiringan garis
yang dibentuk suatu koordinat yang berada di antara dua koordinat. Persamaan
sederhana untuk interpolasi linier ialah sebagai berikut.
NTDD − NR DD NTDC − NR DC
= (3.2)
NTDD − N D NTDC − N C

NRDD NRDC NTDD = nilai tertinggi data dikaetahui, NRDD = nilai terendah
ND N C? data diketahui, ND = nilai data diketahui, NTDC = nilai
tertinggi data dicari, NRDC = nilai terendah data dicari, dan
NTDD NTDC NC = Nilai data yang dicari.

♣ Tabel Cair dan Uap


Nilai sifat-sifat volume spesifik (v), energi dalam spesifik (u), entalpi
spesifik (h), dan entropi spesifik (s) sebagai fungsi dari tekanan (p) dan
temperatur (T) untuk; uap air diberikan pada Tabel A-4 yang dikenal sebagai
tabel uap panas lanjut (superheated vapor), sedangkan untuk cairan air pada

Termodinamika Teknik III-11


Tabel A-5 dikenal sebagai tabel cairan tekan (compressed liquid). Untuk setiap
nilai tekanan yang terdapat dalam tabel uap panas lanjut (Tabel A-4), diawali
dengan keadaan uap jenuh dan kemudian ke temperatur yang lebih tinggi,
sedangkan data dalam tabel cairan tekan (Tabel A-5) diawali dengan temperatur
terendah dan berakhir pada keadaan cair jenuh. Berikut ini ditampilkan contoh
Tabel A-4 dan Tabel A-5.
Tabel A-4 Sifat-Sifat Air Uap Panas Lanjut (contoh)
T v u h s
[oC] [m3/kg] [kJ/kg] [kJ/kg] [kJ/kg.K]
p = 0,06 bar = 0,006 Mpa
(Tsat. = 36,16oC)
Sat. 23,739 2425,0 2567,4 8,3304
80 27,132 2487,3 2650,1 8,5804
120 30,219 2544,7 2726,0 8,7840
160 33,302 2602,7 2802,5 8,9693
200 36,383 2661,4 2879,7 9,1398
... ... ... ... ...

Tabel A-5 Sifat-Sifat Air Cairan Tekan (contoh)


T v x 103 u h s
o
[ C] [m3/kg] [kJ/kg] [kJ/kg] [kJ/kg.K]
p = 25 bar = 2,5 Mpa
(Tsat. = 223,99oC)
... ... ... ... ...
140 1,0784 587,82 590,52 1,7369
180 1,1261 761,16 763,97 2,1375
200 1,1555 849,9 852,8 2,3294
220 1,1898 940,7 943,7 2,5174
Sat. 1,1973 959,1 962,1 2,5546

♣ Tabel Saturasi (Cair dan Uap Jenuh)


Tabel jenuh (saturation table): Tabel A-2 dan A-3, memberikan nilai sifat
untuk keadaan cair jenuh dan keadaan uap jenuh, yang ditandai oleh subskrip f
dan g pada masing-masing nilai sifat. Tabel A-2 disebut tabel saturasi
temperatur, karena temperatur disusun dalam kolom pertama dengan
peningkatan tertentu, kolom kedua menampilkan tekanan jenuh pada temperatur
tertentu. Untuk Tabel A-3 disebut tabel saturasi tekanan karena tekanan disusun
dalam kolom pertama dengan peningkatan tertentu, kolom kedua menampilkan
tempertaur jenuh pada tekanan tertentu. Kolom ketiga dan seterusnya masing-
masing menunjukkan nilai volume spesifik, energi dalam spesifik, entalpi

Termodinamika Teknik III-12


spesifik, dan entropi spesifik pada keadaan cair jenuh dan uap jenuh (vf dan vg;
uf dan ug; hf, dan hg; serta sf dan sg), khusus untuk entalpi dilengkapi dengan nilai
entalpi spesifik penguapan (hfg=hg - hf ).
Nilai sifat-sifat campuran dua fase, cair-uap, dapat ditentukan dengan
menggunakan tabel jenuh dan definisi kualitas campuran sesuai Persamaan 3.1
sebagai berikut.
(
v = v f + x vg − v f )
u = u f + x(u g − u f )
h = h f + x(hg − h f ) = h f + x ⋅ h fg
(3.3)

s = s f + x(s g − s f )
Perhatikan Persamaan 3.3, jika keadaan x = 0 sifat-sifat campuran
menunjukkan keadaan cair jenuh, sedangkan pada x = 1 menunjukkan keadaan
uap jenuh. Gambar 3.4 berikut ini menunjukkan salah satu contoh sketsa diagram
T-v air yang digunakan untuk menentukan lokasi keadaan.

Gambar 3.4 Sketsa lokasi keadaan pada diagram diagram T-v

3.3.1 Evaluasi Sifat : Energi Dalam, Entalpi, dan Kalor Spesifik


Penjumlahan antara energi dalam dan perkalian volume dengan tekanan
zat (sistem) sama dengan entalpi, secara matematis dituliskan dalam tiga bentuk:
H = U + p.V ⇒ energi dalam (kJ)
h = u + p.v ⇒ energi dalam spesifik (kJ/kg) (3.4)
h = u + p.v ⇒ energi dalam basis molar (kJ/kmol)
Termodinamika Teknik III-13
Selain kedua sifat-sifat tersebut di atas, juga terdapat salah satu sifat
termodinamika zat yang berkaitan dengan energi dalam ialah kapasistas kalor
atau kalor spesifik (spesifik heats). Kalor spesifik ini sangat penting khususnya
untuk analisis termodinamika model gas ideal.
Defenisi sifat intensif kalor spesifik (cv dan cp) untuk zat murni
kompresibel sederhana sebagai fungsi dari turunan parsial u(T.v) dan h(T. p)
masing-masing adalah sebasgai berikut.
∂u ⎞
cv = ⎟ (3.5)
∂T ⎠ v
∂h ⎞
cp = ⎟ (3.6)
∂T ⎠ p
di mana subskrip v dan p masing-masing menunjukkan variabel yang dijaga tetap
selama diferensiasi. Nilai cv dan cp dapat diperoleh secara statistik menggunakan
pengukuran spektroskopik. Kedua nilai tersebut dapat juga ditentukan secara
makroskopik melalui pengukuran sifat eksak. Karena u dan h dapat diberikan
dalam satuan massa atau mol maka nilai kalor spesifik dapat diberikan dengan
cara yang serupa. Satuan SI untuk kalor spesifik adalah kJ/kg.K atau kJ/kmol.K,
sedangkan satuan Inggris untuk kalor spesifik adalah Btu/lb.°R atau Btu/lbmol.°R.
Sifat rasio kalor spesifik; k adalah perbandingan antara kalor spesifik pada
tekanan konstan dengan kalor spesifik pada volume spesifik konstan,
cp
k= (3.7)
cv
Data sifat kalor spesifik yang tersedia untuk berbagai zat padat dan cairan tertentu
dapat diperhatikan pada tabel A-19, sedangkan untuk gas ideal dan gas tertentu
pada tabel A-20.

3.3.2 Evaluasi Sifat: Zat Cair dan Padat (Incompressible Substance)

( Perkiraan Sifat Cairan Menggunakan Data Cairan Jenuh


Menurut Moran (2000), taksiran/perkiraan nilai v, u, dan h pada keadaan
cair dapat diperoleh dengan menggunakan data cair jenuh. Sebagai gambaran
perhatikanlah tabel cair tekan, Tabel A-5. Tabel ini memperlihatkan bahwa

Termodinamika Teknik III-14


pada suatu temperatur tetap, volume spesifik dan energi dalam spesifik hanya
sedikit dipengaruhi oleh adanya perubahan tekanan. Karena nilai v dan u
hanya sedikit berubah, saat tekanan berubah pada temperatur tetap, maka
perkiraan berikut memadai untuk dipergunakan dalam perhitungan teknik :
v (T, p) ≈ vf (T) (3.8)
v (T, p) ≈ uf (T) (3.9)
Maka untuk cairan, v dan u dapat dievaluasi pada keadaan cair jenuh terhadap
temperatur terkait pada keadaan yang diberikan.
Suatu perkiraan nilai h pada keadaan cair dapat diperoleh menggunakan
Persamaan 3.8 dan 3.9 sesuai defenisi h = u + pv; jadi,
h (T, p) = uf (T) + p.vf (T)
Persamaan ini dapat dituliskan dalam bentuk alternatif sebagai berikut.
h (T, p) = hf (T) + vf (T) [p – psat(T)] (3.10)
dengan psat, adalah tekanan jenuh (saturasi) pada temperatur tertentu. Jika
komponen Persamaan 3.10 yang ditandai garis bawah memberikan kontribusi
yang kecil, entalpi spesifik dapat diperkirakan menggunakan nilai cair jenuh,
seperti halnya untuk v dan u. Jadi,
h (T, p) = hf (T) (3.11)
( Model Zat Inkompresibel
Untuk menyederhanakan evaluasi yang melibatkan zat cair atau zat
padat, volume spesifik (densitas) diasumsikan tetap dan energi dalam spesifik
diasumsikan hanya berubah sesuai perubahan temperatur. Suatu zat yang
diidealisasikan seperti ini disebut zat inkompresibel. Karena energi dalam
spesiflk suatu zat inkompresibel hanya bergantung pada temperatur, maka
kalor spesifik cv juga merupakan fungsi temperatur.
du
cv ( T ) = (inkompresibel) (3.12)
dT
Persamaan di atas berbentuk suatu turunan biasa karena u hanya bergantung
pada T.

Termodinamika Teknik III-15


Meskipun volume spesifik tetap dan energi dalam bergantung hanya
pada temperatur. tetapi entalpi berubah sesuai tekanan dan temperatur, sebagai
berikut
h(T,p) = u(T) + pv (inkompresibel) (3.13)
Untuk suatu zat inkompresibel, kalor spesifik cv dan cp sama besar. Hal ini
tampak dari turunan Persamaan 3.13 terhadap temperatur dengan menjaga
tekanan tetap.
∂h ⎞ du
⎟ = (3.14)
∂T ⎠ p dT

Bagian sebelah kiri persamaan ini adalah cp sesuai definisinya


(Persamaan 3.6), sehingga berdasarkan Persamaan 3.12 untuk bagian sebelah
kanan persamaan, diperoleh

cp = cv (inkompresibel) (3.15)

Jadi, untuk zat inkompresibel tidak perlu dibedakan antara cp dan cv, dan
keduanya dapat menggunakan simbol yang sama, yaitu c. Kalor spesifik
terhadap temperatur untuk beberapa jenis cairan dan zat padat diberikan dalam
Tabel A-19. Dalam batas interval temperatur tertentu, perubahan c terhadap
temperatur relatif kecil. Dengan demikian, kalor spesifik, c, dapat dianggap
konstan, tanpa mengakibatkan menurunnya akurasi.
Perubahan energi dalam spesifik dan entalpi spesifik antara dua keadaan
dapat dihitung menggunakan Persamaan 3.12 dan 3.13, sebagai berikut
T2
u 2 − u1 = ∫ c (T ) dT (inkompresibel) (3.16)
T1

h2 − h1 = u 2 − u1 + v( p 2 − p1 )
T2
= ∫ c (T ) dT + v( p 2 − p1 ) (inkompresibel) (3.17)
T1

Jika kalor spesifik c dianggap tetap, Persamaan 3.16 dan 3.17, menjadi
u 2 − u1 = c(T2 − T1 ) = c.ΔT (inkompresibel) (3.18a)

h2 − h1 = c(T2 − T1 ) + v( p 2 − p1 ) (inkompresibel) (3.18b)

Termodinamika Teknik III-16


3.4 Model Gas Ideal
Suatu zat (gas) dapat didefenisikan sebagai gas ideal apabila pada setiap
keadaan memenuhi persamaan:
pv = RT (3.19)
Persamaan di atas dikenal sebagai persamaan keadaan gas ideal (ideal gas
equation of state). Bentuk lain dari persamaan gas ideal, dengan
mempertimbangkan hubungan antara tekanan, volume spesifik, dan temperatur
adalah sebagai berikut. Jika v = V/m, Persamaan 3.19 dapat dituliskan menjadi
pV = mRT (3.20)

Selanjutnya, karena v = v / M dan R = R / M , dengan M adalah berat atom atau

berat molekul, Persamaan 3.19 dapat dituliskan sebagai


pv = R T (3.21)

atau, jika v = V / n , maka

pV = nR T (3.22)

dengan n adalah jumlah mol gas, sedangkan R dikenal sebagai konstanta gas
universal. Nilai R berdasarkan analisis ekperimental disepakati sebagai berikut.

8,314 kJ/kmol.K
o
R = 1,986 Btu/lbmol. R (3.23)
o
1545 ft.lbf/lbmol. R
Untuk suatu gas apa pun yang persamaan keadaannya secara tepat
ditunjukkan oleh pv = RT, maka energi dalam spesifiknya hanya bergantung pada
temperatur. Pernyataan ini didukung oleh pengamatan eksperimental. yang
diawali oleh Joule pada tahun 1843 yang menguraikan bahwa energi dalam udara
pada densitas rendah hanya bergantung pada temperatur. Entalpi spesifik gas juga
hanya bergantung pada temperatur, seperti dapat dijelaskan menggunakan
persamaan keadaan gas ideal pv = RT, dan definisi entalpi h = u + pv, dengan
u = u(T), sehingga didapat h = u(T)+RT. Model gas ideal secara diringkas sbb.
pv = RT (3.19)
u = u (T ) (3.24)
h = h(T ) = u (T ) + RT (3.25)
Termodinamika Teknik III-17
Perlu menjadi perhatian bahwa energi dalam spesifik dan entalpi spesifik
gas umumnya bergantung pada dua sifat bebas, bukan hanya temperatur seperti
diasumsikan oleh model gas ideal. Persamaan keadaan gas ideal juga tidak dapat
memberikan perkiraan yang memadai untuk seluruh keadaan. Jadi, apakah model
gas ideal dapat digunakan, bergantung pada tingkat kesalahan perhitungan yang
dapat diterima. Meskipun demikian, perilaku gas umumnya mendekati perilaku
gas ideal, dan penjelasan yang lebih sederhana dapat diperoleh menggunakan
model gas ideal.

♣ Energi Dalam, Entalpi, dan Kalor Spesifik Gas Ideal


Oleh karena gas mengikuti model gas ideal, energi dalam spesiflk
bergantung hanya pada temperatur. Jadi. kalor spesifik cv seperti didefinisikan
oleh Persamaan 3.5, juga hanya sebagai fungsi temperatur maka,
du
c v (T ) = (gas ideal) (3.26)
dT
Persamaan di atas berbentuk turunan biasa karena u hanya bergantung pada T.
Dengan memisahkan variabel dalam persamaan di atas diperoleh
du = cv (T ) dT (3.27)

hasil integrasinya menjadi

u (T2 ) − u (T1 ) = ∫TT2 cv (T ) dT (gas ideal) (3.28)


1

Dengan cara yang sama, karena gas mengikuti model gas ideal, entalpi
spesifik juga hanya bergantung pada temperatur, sehingga kalor spesifik cp
seperti didefinisikan oleh Persamaan 3.9, juga hanya sebagai fungsi
temperatur. Maka,
dh
cp(T ) = (gas ideal) (3.29)
dT
dengan memisahkan variabel dalam Persamaan 3.29 dan setelah diintegralkan
diperoleh

h(T2 ) − h(T1 ) = ∫TT2 c p (T ) dT (gas ideal) (3.30)


1

Meskipun perubahan entalpi spesifik dan energi dalam spesifik dapat


dilakukan dengan mengintegralkan persamaan kalor spesifik seperti di atas,
Termodinamika Teknik III-18
namun untuk sejumlah gas yang umum digunakan, perhitungan perubahan
energi dalam spesifik dan entalpi spesifik dapat lebih mudah dengan
menggunakan tabel gas ideal. Tabel A-22 dan A-23 memberikan u dan h (atau

u dan h ) gas ideal sebagi fungsi dari temperatur.


Hubungan penting antara kalor spesifik gas ideal dapat disusun dengan
menurunkan Persamaan 3.25 terhadap temperatur
dh du
= +R
dT dT
dan memasukkan Persamaan 3.26 dan 3.29, untuk mendapatkan
c p (T ) = cv (T ) + R (gas ideal) (3.31)

Dalam basis mol, persamaan ini dapat dituliskan sebagai


c p (T ) = cv (T ) + R (gas ideal) (3.32)

Meskipun kedua kalor spesifik gas ideal merupakan fungsi temperatur,


Persamaan 3.31 dan 3.32 menunjukkan bahwa selisih nilai kedua kalor
spesifik tersebut adalah sebuah konstanta: konstanta gas. Pengetahuan
mengenai satu di antara kalor spesifik tersebut untuk suatu gas tertentu,
memungkinkan perhitungan kalor spesifik lainnya menggunakan konstanta
gas. Persamaan di atas juga memperlihatkan bahwa c p > cv dan c p > cv .

Untuk gas ideal, rasio kalor spesifik; k, juga hanya merupakan fungsi
temperatur.
c p (T )
k= (gas ideal) (3.32)
cv (T )
Karena c p > cv , maka k > 1. Gabungan Persamaan 3.31 dan 3.32 memberikan

kR
c p (T ) = (gas ideal) (3.33a)
k −1
R
cv (T ) = (gas ideal) (3.33b)
k −1
Persamaan kalor spesitik yang serupa dapat dituliskan menggunakan
basis mol, di mana R digantikan oleh R .

Termodinamika Teknik III-19


Fungsi Kalor Spesifik. Persamaan-persamaan sebelumnya memperli-
hatkan bahwa kalor spesifik gas ideal merupakan fungsi temperatur. Fungsi
semacam ini untuk gas dalam kebutuhan praktis, tersedia dalam berbagai
bentuk meliputi grafik, tabel, dan persamaan. Tabulasi dari kalor spesifik
untuk gas tertentu diberikan sebagai fungsi temperatur dalam Tabel A-20.
Kalor spesifik juga tersedia dalam bentuk persamaan. Beberapa bentuk
alternatif persamaan tersebut dijumpai dalam literatur teknik. Persamaan yang
relatif mudah diintegralkan adalah dalam bentuk polinomial.
cp
= α + βT + γT 2 + δT 3 + εT 4 (3.34)
R
Nilai konstanta α, β, γ, δ dan ε untuk beberapa gas tersedia dalam Tabel A-21
untuk kisaran temperatur 300 s.d. 1000 K (540 s.d.1800°R).
Asumsi Kalor Spesifik Tetap. Ketika kalor spesifik diambil tetap,
Persamaan 3.28 dan 3.30, dapat disederhanakan menjadi:
u (T2 ) − u (T1 ) = cv (T2 − T1 ) (3.35)

h(T2 ) − h(T1 ) = c p (T2 − T1 ) (3.36)

Persamaan 3.35 dan 3.36 sering digunakan dalam analisis


termodinamika gas ideal, karena kedua persamaan tersebut memungkinkan
disusunnya bentuk persamaan tertutup sederhana (simple closed-form
equation) untuk berbagai proses.
Nilai konstanta cv dan cp dalam Persamaan 3.35 dan 3.36, merupakan
rata-rata yang dihitung sebagai berikut:
T T
∫T12 cv (T ) dT ∫T12 c p (T ) dT
cv = dan c p =
T2 − T1 T2 − T1
Namun apabila variasi nilai cv dan cp untuk interval temperatur yang
diberikan hanya sedikit maka kesalahan yang terjadi dengan mengambil kalor
spesifik untuk Persamaan 3.35 dan 3.36 sebagai rata-rata aritmatik dari nilai
kalor spesifik temperatur awal dan akhir, relatif kecil. Sebagai alternatif, dapat
juga digunakan nilai kalor spesifik dari temperatur rata-rata pada interval
temperatur yang digunakan. Metode semacam ini akan membantu, jika tabel

Termodinamika Teknik III-20


data kalor spesifik tersedia seperti dalam Tabel A-20. Nilai kalor spesifik
konstan seringkali dapat juga ditetapkan.

♣ Proses Politropik pada Gas Ideal


Ingatlah bahwa proses politropik sistem tertutup dapat diuraikan
menggunakan hubungan tekanan-volume dalam bentuk:

pV n = konstan (3-37)

dengan n adalah konstanta (Subbab 2.3). Untuk proses politropik di antara dua
keadaan
n
p ⎛V ⎞
p1V1n = p 2V2n atau 2 = ⎜⎜ 1 ⎟⎟ (3.38)
p1 ⎝ V2 ⎠

Pangkat eksponen n dapat berupa sebuah nilai antara - ∝ dan + ∝, bergantung


pada prosesnya. Ketika n = 0, proses adalah proses isobarik (tekanan tetap),
dan ketika n = ±∝ , proses adalah proses isometrik (volume tetap).
Kerja untuk proses politropik,
p 2V2 − p1V1
∫1 p dV = (n ≠1)
2
(3.39)
1− n
untuk semua nilai eksponen n kecuali n = 1. Ketika n = 1,
V2
∫1 p dV = p1V1 ln (n =1)
2
(3.40)
V1
Contoh 2.1 telah menguraikan/menyelesaikan integral di atas.
Persamaan 3.37 sampai 3.40 dapat digunakan untuk setiap gas (atau cairan)
yang mengalami proses politropik. Jika idealisasi tambahan perilaku gas ideal
cukup memadai, maka hubungan yang lebih besar dapat diturunkan. Jadi,
ketika persamaan keadaan gas ideal dimasukkan ke dalam Persamaan 3.38,
3.39, dan 3.40, dapat diperoleh bentuk hubungan sebagai berikut :
( n −1) / n n −1
T2 ⎛ p 2 ⎞ ⎛V ⎞
=⎜ ⎟ = ⎜⎜ 1 ⎟⎟ (gas ideal) (3.41)
T1 ⎜⎝ p1 ⎟⎠ ⎝ V2 ⎠
2 mR(T2 − T1 )
∫ p dV = (gas ideal n ≠ 1) (3.42)
1 1−n

Termodinamika Teknik III-21


2 V2
∫ p dV = mRT ln (gas ideal, n = 1) (3.43)
1 V1
Untuk suatu gas ideal, kasus n = 1 berhubungan dengan proses isotermal
(temperatur tetap). Untuk semua fluida. n = 0 adalah proses isobaric (tekanan
tetap) dan n = ± ∞ adalah proses isometrik (volume konstan). Proses
politropik dengan nilai n di atas ditunjukkan oleh Gambar 6.35 pada diagram
p-v dan T-s.

Gamabr 3.35 Proses-proses politropik pada diagram p-v dan T-s

3.5 Diagram Psikometri (Psychometric Chart)


Pengendalian kelembapan udara atau psikometri merupakan masalah
penting dalam beberapa bidang industri, pengawetan bahan kimia dan makanan,
serta untuk kepentingan kenyamanan manusia. Psikometri adalah sesuatu yang
berkaitan dengan prilaku kandungan uap air di dalam udara atmosfer.
Sebagaimana diketahui pada beberapa literatur, udara kering mengandung 78,03%
Nitrogen, 20,99% Oksigen, dan selebihnya Karbondioksida, Argon, dll.
Tekanan pengukuran udara atmosfer, pgage, merupakan jumlah tekanan
parsial dari semua unsur pokok yang membentuk udara; nitrogen, oksigen, dan
uap air. Untuk suatu campuran udara-uap air:
pgage = pp + pv (3.44)
dengan pp adalah tekanan parsial udara dan pv adalah tekanan parsial kandungan
uap air. Pada suhu normal, tekanan parsial uap air di dalam atmosfer kurang dari
0,07 kgf/cm2, pada tekanan tersebut suhu jenuhnya 38,7oC. Di atas temperatur
tersebut, uap air berada dalam keadaan panas lanjut. Pada tekanan yang relatif
rendah ini, udara dianggap sebagai gasi ideal.
Termodinamika Teknik III-22
Dalam psikometri, istilah suhu/temperatur yang digunakan ada dua yakni
suhu bola kering (dry bulb temperature), yaitu suhu yang ditunjukkan oleh
termometer biasa, dan suhu bola basah (wet bulb temperature), yaitu suhu yang
ditunjukkan oleh termometer dengan bola/sensornya dibalut dengan kain yang
ujungnya diletakkan pada wadah berisi air. Air yang ada pada kain basah akan
menguap sesuai dengan kemampuan serap udara sekitar, kesetimbangan suhu
yang dicapai disebut suhu bola basah. Dari kedua suhu ini, perilaku kelembapan
udara dapat diketahui.
Perilaku kelembapan udara terdiri atas empat jenis yakni: kelembapan
spesifik (ω ) adalah perbandingan antara massa uap air dengan massa uap kering,
kelembapan absolut adalah massa uap air yang terkandung dalam satu meter kubik
campuran udara-uap air pada tekanan tertentu, dan kelembapan relatif (φ ) adalah
perbandingan massa uap air di udara dan massa uap air pada suhu jenuh (suhu
bola kering) untuk volume yang sama, rasio jenuh (derajat kejenuhan) adalah
rasio kelembapan spesifik dari udara lembap dengan kelembapan spesifik udara
jenuh pada suhu yang sama.
Pada diagram psikometri (terlampir) ditampilkan hubungan suhu udara
(bola kering dan bola basah), volume spesifik, entalpi, kelembapan spesifik, dan
kelembapan relatif. Secara sederhana dijelaskan pada Gambar 3.6 berikut.

Gambar 3.6 Cara pembacaan diagram psikometri

Termodinamika Teknik III-23


Latihan Penyelesaian Soal

Contoh 3.1 : Pemanasan sir pada volume tetap

Sebuah bejana kokoh tertutup bervolume 0,5 m3 ditempatkan di atas pelat panas.
Pada awalnya, bejana tersebut berisi campuran dua fase air cair jenuh dan uap
air jenuh pada p1 = 1 bar dengan kualitas 0,5. Setelah pemanasan, tekanan
bejana menjadi p2 = 1,5 bar. Tunjukkan keadaan awal dan akhir pada diagram
T-v, dan tentukanlah
(a) temperatur setiap keadaan, dalam °C.
(b) massa uap pada setiap keadaan, dalam kg.
(c) Jika pemanasan dilanjutkan, tentukanlah tekanan, dalam bar, ketika bejana
hanya berisi uap jenuh.
Penyelesaian:
Diketahui: Suatu campuran dua fase air cair jenuh dan tiap air jenuh di dalam
bejana kokoh tertutup yang dipanaskan di atas pelat panas. Tekanan
awal, kualitas serta tekanan akhir diketahui.
Ditanyakan: Tentukanlah keadaan awal dan akhir pada diagram T-v dan
tentukanlah temperatur dan massa uap air untuk setiap keadaan.
Jika pemanasan dilanjutkan, tentukanlah tekanan ketika bejana
hanya berisi uap jenuh.
Gambar skema dan data yang tersedia:

Gambar C3.1
Asumsi:
1. Air dalam bejana adalah sistem tertutup.
2. Keadaan 1, 2, dan 3 adalah keadaan kesetimbangan.
3. Volume bejana tetap konstan.
Analisis:
Dua sifat bebas diperlukan untuk menetapkan keadaan 1 dan 2. Pada keadaan
awal, tekanan dan kualitas diketahui. Karena keduanya bersifat bebas, maka
keadaannya telah tertentu. Keadaan 1 ditunjukkan pada diagram T - v dalam
daerah dua fase. Volume spesifik pada keadaan 1 diperoleh mempergunakan
nilai kualitas yang diberikan serta Persamaan 3.3, yaitu :
Termodinamika Teknik III-24
v1 = vf1 + x (vg1 – vf1)
Dari Tabel A-3 untuk p1 = 1 bar, vf1 = 1,0432 .10-3 m3/kg, dan vg1, = 1,694
m3/kg. Jadi,
v1 = 1,0432 x 10-3 + 0,5 (1,694 - 1,0432 .0-3) = 0,8475 m3/kg
Pada keadaan 2, tekanan diketahui. Sifat lain yang diperlukan tmtuk
menetapkan keadaan adalab volume spesifik v2. Volume dan massa tetap,
sehingga v2 = v1 =0,8475 m3/kg. Untuk p2 = 1,5 bar, Tabel A-3 memberikan vf2
= 1,0582 .10-3 dan vg2= 1,159 m3/kg . Karena
vf2 < v2 < vg2
keadaan 2 juga harus berada dalam daerah dua fase. Keadaan 2 juga ditunjukkan
pada diagram T - v di atas.
(a) Karena keadaan 1 dan 2 berada di dalam daerah dua fase cair-uap,
temperatur yang berkaitan dengaa temperatur jenuh untuk tekanan yang
diberikan. Tabel A-3 memberikan
T1, = 99,63°C dan T2 = 111,4°C
(b) Untuk mendapatkan massa uap air yang ada, digunakan volume dan volume
spesifik untuk mendapatkan massa total, m, yaitu
V 0,5 m 3
m= = = 0,59 kg
v 0,8475 m 3 / kg
Kemudian, berdasarkan Persamaan 3.1 dan nilai kualitas yang diberikan,
massa uap pada keadaan 1 adalah
mgl = x1m = 0,5(0,59 kg) = 0,295 kg
Dengan cara yang sama, massa uap pada keadaan 2 diperoleh
mempergunakan nilai kualitas x2. Untuk menyelesaikan x2, selesaikanlah
Persamaan 3.3 untuk kualitas dan masukkan data volume spesifik dari
Tabel A-3 pada tekanan 1,5 bar, beserta dengan nilai v yang diketahui,
sebagai berikut
v−vf 2 −3
x2 = = 0,8475 − 1,02528 x 10 = 0,731
vg2 − v f 2 1,159 − 1,0528 x 10 −3
kemudian, berdasarkan Persamaan 3.1
mg2 = 0,731 (0,59 kg) = 0,431 kg
(c) Jika pemanasan dilanjutkan, keadaan 3 akan berada pada garis uap jenuh
seperti ditunjukkan pada diagram T - v di atas. Jadi, tekanan merupakan
tekanan jenuh terkait. Interpolasi dalam Tabel A-3 pada vg = 0,8475 m3/kg,
memberikan p3 = 2,11 bar.
Komentar:
- Prosedur untuk menetapkan keadaan 2 sama dengan ilustrasi pada
pembahasan Gambar 3.4.
- Karena proses berlangsung pada volume spesifik tetap, keadaan terletak di
sepanjang garis vertikal.

Termodinamika Teknik III-25


- Jika pemanasan pada volume konstan dilanjutkan melampaui keadaan 3,
keadaan final akan berada di dalam daerah uap panas lanjut, dan data sifat
dapat ditemukan dalam Tabel A-4, Sebagai latihan, buktikan bahwa untuk
tekanan akhir sebesar 3 bar, temperatur adalah sekitar 282°C.

Contoh 3.2 : Pemanasan Amonia pada tekanan tetap


Suata sistem torak-silinder vertikal berisi 0,1 lb
amonia, pada awalnya berupa uap jenuh, yang
diletakkan di atas pelat panas. Berat torak dan
tekanan atmosfer sekitar, menyebabkan tekanan
amonia sebesar 20 lbf/in2. Pemanasan diberikan
secara perlahan, dan amonia memuai pada
temperatur konstan hingga tercapai temperatur
akhir sebesar 77°F. Tunjukkan keadaan awal dan
akhir pada diagram T-v dan p-v, dan tentukanlah:
(a) volume amonia untuk setiap keadaan, dalam ft3.
(b) kerja proses, dalam Btu.
Penyelesaian:
Diketahui: Amonia dipanaskan pada tekanan tetap di dalam sistem torak-
silinder vertikal dari keadaan uap jenuh ke suatu temperatur akhir
yang diketahui.
Ditanyakan: Tunjukkan keadaan awal dan akhir pada diagram T-v dan p-v, dan
tentukanlah volume pada setiap keadaan dan kerja proses.
Gambar skema dan data yang tersedia:

Gambar C3.2
Asumsi:
1. Amonia berada dalam suatu sistem tertutap.
2. Keadaan 1 dan 2 adalah keadaan kesetimbangan.
3. Proses berlangsung pada tekanan tetap.
Analisis:
Keadaan awal adalah kondisi uap jenuh pada 20 lbf/in2. Karena proses
berlangsung pada tekanan konstan, keadaan akhir berada dalam daerah uap

Termodinamika Teknik III-26


panas lanjut yang dapat ditentukan dengan p2 = 20 lbf/in2 dan T2 = 77°F.
Keadaan awal dan akhir tampak pada diagram T-v dan p-v di atas.
a. Volume yang dipenuhi oleh amonia pada keadaan 1 dan 2 diperoleh
menggunakan massa dan volume spesifik yang diberikan. Dari Tabel A14-E
pada p1 = 20 lbf/in2, didapat v1 = vg1 = 13,497 ft3/lb. Jadi,
V1 = mv1 = (0,1 lb) (13,497 ft3/lb) = 1,35 ft3.
Melalui interpolasi dari data dalam Tabel A-15E pada p2 = 20 lbf/in.2 dan T2
= 17°f, didapat v2 = 16,7 ft3/lb. Jadi,
V2 = mv2 = (0,1 lb) (16,7 ft3/lb) = 1,67 ft3
b. Pada kasus ini, temperatur tetap maka kerja dapat dihitung
V2
W = ∫ p dV = p (V2 − V1 )
V1
Masukkan nilai-nilai yang tersedia
144 in 2 1 Btu
W = (20 lbf/in2) (1,67 - 1,35) ft3 2
= 1,18 Btu
1 ft 778 ft . lbf
Komentar:
Perhatikan penggunaan faktor konversi dalam perhitungan ini.

Contoh 3.3 : Analisis Dua Proses Berseri


Air yang berada dalam sistem silinder-torak mengalami dua proses berseri dari
suatu keadaan awal yang mempunyai tekanan 10 bar dan temperatur 400°C.
Proses 1-2 : Air didinginkan saat dikompresi pada tekanan tetap 10 bar ke
keadaan uap jenuh.
Proses 2-3 : Air didinginkan pada volume tetap ke 150°C.
a. Buatlah sketsa kedua proses pada diagram T-v dan p-v.
b. Tentukanlah kerja untuk seluruh proses, dalam kJ/kg.
c. Tentukanlah perpindahan kalor untuk seluruh proses, dalam kJ/kg.
Penyelesaian:
Diketahui: Air yang berada dalam sistem silinder-torak mengalami dua proses :
Didinginkan dan dikompressi pada tekanan tetap, dan didinginkan
pada volume tetap.
Ditanyakan: Buatlah sketsa kedua proses pada diagram T- v dan p - v. Tentukan
kerja neto dan perpindahan kalor neto untuk seluruh proses per
satuan massa yang berada dalam sistem silinder-torak.
Gambar skema dan data yang tersedia:
Perhatikan Gambar C3.3.
Asumsi :
1. Air merupakan sistem tertutup.
2. Kerja hanya terjadi pada torak
3. Tidak terjadi perabahan energi kinetik dan potensial.

Termodinamika Teknik III-27


Gambar C3.3
Analisis :
a. Diagram T-v dan p-v yang tersedia menunjukkan terdapat dua proses. Karena
temperatur keadaan 1, T1 = 400°C, lebih besar dari temperatur jenuh untuk p1
= 10 bar: 179,9°C, maka keadaan 1 berada pada daerah panas lanjutan.
b. Karena mekanisme kerja hanya terjadi pada torak
3 2 3
W = ∫ p dV = ∫ p dV + ∫ p dV
1 1 2
Integral ruas kedua dapat dihilangkan untuk proses 2-3, karena volume tetap.
Persamaan di atas dibagi dengan massa dan disederhanakan untuk tekanan
tetap pada proses 1-2, menjadi
W
= p (v2 − v1 )
m
Volume spesifik keadaan 1 diperoleh dari Tabel A-4 menggunakan p1 = 10
bar dan T1 = 400°C: v1 = 03066 m3/kg. Juga, u1 =2957,3 kJ/kg. Volume
spesifik pada keadaan 2 adalah nilai uap jenuh pada 10 bar, dari Tabel A-3,
diperoleh v2 = 0,1944 m3/kg. Maka
W ⎛ m 3 ⎞ 10 5 N /m 2 1 kJ
= 10 bar (0,1944 − 0,3066) ⎜ ⎟ = − 112,2 kJ/kg
m ⎜ kg ⎟ 1 bar 10 −3 N. m
⎝ ⎠
c. Neraca energi untuk keseluruhan proses dapat disederhanakan menjadi
m (u3-u1) = Q - W
dapat disusun kembali menjadi
Q W
= (u 3 − u1 ) +
m m
Untuk menghitung perpindahan kalor diperlukan u3. Karena T3 tersedia dan
v3=v2, maka dua sifat intensif bebas telah diketahui dan dapat digunakan
untuk menetapkan keadaan 3. Untuk mendapatkan u3 pertama-tama dihitung
nilai kualitas

Termodinamika Teknik III-28


v3 − vf3 0,1944 − 1,0905 x 10 −3
x3 = = = 0,494
vg3 − vf3 0,3928 − 1,0905 x 10 −3
di mana vf3 dan vg3 didapat dari Tabel A-2 pada 150°C, Selanjutnya
u3 = uf3 + x3 (ug3 – uf3) = 631,68 + 0,494 (2559,5 – 631,98) = 1583,9 kJ/kg
dimana vf3 dan vg3 didapat dari Tabel A-2 pada 150°C.
Masukkan nilai-nilai yang didapat ke dalam neraca energi
Q
= 1583,9 − 2957,3 + (−112,2) = − 1485,6kJ/kg
m
Komentar:
Sistem (uap-air) menerima kerja (-W) dan melepaskan kalor (-Q)

Contoh 3.4 : Sebuah Siklus dengan Udara sebagai Gas Ideal


Satu pound udara mcngalami siklus termodinamika yang terdiri dari tiga proses.
Proses 1-2: volume spesifik tetap
Proses 2-3: ekspansi pada temperatur tetap
Proses 3-1: kompresi pada tekanan tetap
Pada keadaan 1, temperatur adalah 540°R. dan tekanan adalah 1 atm. Pada
keadaan 2, tekanan adalah 2 atm. Pergunakan persamaan keadaan gas ideal,
untuk:
a. membuat sketsa siklus pada koordinat p-v.
b. menentukan temperatur pada keadaan 2 (0R).
c. menentukan volume spesifik pada keadaan 3 (ft3/lb).
Penyelesaian:
Diketahui: Udara mengalami siklus termodinamika yang terdiri dari tiga proses:
Proses 1-2, v = konstan; Proses 2-3, T = konstan; Proses 3-1. p =
konstan. Nilai yang tersedia adalah T1, p1, dan p2.
Ditanyakan: Buatlah sketsa siklus pada diagram p-v dan tentukan T2 dan v3
Gambar skema dan data yang tersedia:

Gambar C3.4

Termodinamika Teknik III-29


Asumsi:
1. Udara merupakan sistem tertutup.
2. Udara berperilaku seperti gas ideal.
Analisis::
a. Siklus yang terjadi digambarkan pada koordinat p-v (Gambar C3.4). Karena
p = RT/v dan temperatur tetap, maka perubahan p terhadap v untuk proses 2
ke 3, menjadi tidak linier.
b. Gunakan pv = RT untuk mendapatkan temperatur keadaan 2
T2 = p2v2 / R
Untuk mendapatkan volume spesifik v2 yang diperlukan oleh persamaan
ini, catat bahwa v2 = v1, sehingga
v2= RT1 / p1
Gabungan kedua hasil tersebut, menghasilkan

T 2=
p2 ⎛ 2 atm ⎞
T 1 = ⎜⎜ ( )
⎟⎟ 540 o R =1080 o R
p1 ⎝ 1atm ⎠
c. Karena pv = RT, volume spesifik keadaan 3 adalah
v3 = RT3 / p3
Perhatikan bahwa T3 = T2, p3 = p1 dan R = R / M
⎛ ft.lbf ⎞
⎜ 1545 ⎟
lbmol. o R (1080 o R )
=⎜ ⎟
R .T
v3 = = 27 , 2 ft 3 / lb
M . p1 ⎜ lb ⎟ (14 , 7 lbf/in 2 )( 144 in 2 /ft 2 )
⎜ 28 , 97 lb mol ⎟
⎝ ⎠
dengan berat molekul air berasal dari Tabel A-1E.
Komentar:
Perhatikanlah bahwa persamaan keadaan pv = RT memerlukan penggunaan
temperatur absolut;T dan tekanan absolut; p.

Contoh 3.5 : Penggunaan Neraca Kalor dan Kalor SpesifikTetap


Dua tangki dihubungkan menggunakan sebuah katup. Tangki pertama berisi 2
kg gas karbon monoksida pada 77°C dan 0,7 bar. Tangki kedua berisi 8 kg gas
yang sama pada 27°C dan 1,2 bar. Katup dibuka dan gas dibiarkan bercampur
serta terjadi perpindahan kalor dari lingkungan. Temperatur akhir
kesetimbangan adalah 42°C. Tentukanlah dengan menggunakan model gas ideal
(a) tekanan akhir kesetimbangan, dalam bar. (b) perpindahan kalor yang terjadi
selama proses, dalam kJ.
Penyelesaian:
Diketahui: Dua tangki berisi gas karbon monoksida dalam jumlah berbeda mau-
pun keadaan awal yang berlainan, dihubungkan satu dengan lainnya
menggunakan sebuah katup. Kemudian katup dibuka dan gas
dibiarkan bercampur serta menerima perpindahan kalor dari
lingkungan. Temperatur kesetimbangan akhir diketahui.

Termodinamika Teknik III-30


Ditanyakan: Tentukanlah tekanan akhir dan perpindahan kalor untuk proses
tersebut Gambar skema dan data yang tersedia:
Gambar skema dan data yang tersedia:

Gambar C3.5
Asumsi:
1. Jumlah total gas karbon monoksida merupakan sistem tertutup.
2. Gas diasumsikan sebagai gas ideal dengan cv konstan.
3. Pada keadaan awal gas yang terdapat dalam setiap tangki berada dalam
kesetimbangan. Keadaan akhir merupakan keadaan kesetimbangan.
4. Tidak terjadi perpindahan energi dalam bentuk kerja, ke dalam maupun ke
luar tangki.
5. Tidak terjadi perubahan energi kinetik maupun energi potensial.
Analisis:
(a) Tekanan kesetimbangan akhir pt dapat ditentukan menggunakan persamaan
keadaan gas ideal.
mRTf
pf =
V
dengan m adalah jumlah massa awal yang terdapat dalam kedua tangki, V
adalah volume total kedua tangki, dan Tf adalah temperatur kesetimbangan
akhir. Jadi,
(m1 + m2 )RTf
pf =
V1 + V2
Dengan temperatur awal dan tekanan dalam tangki 1 adalah T1 dan p1, kita
peroleh V1 = m1RT1/p1. Hal serupa, jika temperatur awal dan tekanan dalam
tangki 2 adalah T2 dan p2 maka V2 = m2RT2/p2. Jadi, tekanan akhirnya
adalah
(m1 + m2 )RTf (m1 + m2 )Tf
pf = =
⎛ m1 RT1 ⎞ + ⎛ m2 RT2 ⎞ ⎛ m1T1 ⎞ + ⎛ m2T2 ⎞
⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟
⎝ p1⎠ ⎝ p 2⎠ ⎝ p1⎠ ⎝ p 2⎠
Dengan memasukkan nilai-nilainya,
(10 kg ) (315 K )
pf = = 1,05 bar
(2 kg ) (350 K ) (8 kg ) (300 K )
+
0,7 bar 1,2 bar

Termodinamika Teknik III-31


(b) Perpindahan kalor dapat diperoleh dari neraca energi yang menjadi lebih
sederhana sesuai asumsi 4 dan 5.
ΔU = Q - W
karena W=0, maka
Q = Uf - Ui
Ui adalah energi dalam awal, yang ditunjukkan oleh
Ui = m1.u(T1) + m2.u(T2)
Dengan T1 dan T2 adalah temperatur awal CO dalam tangki 1 dan 2. Energi
dalam akhir adalah Uf .
Uf = (m1 + m2) u(Tf)
Masukkan kedua persamaan energi dalam tersebut, sehingga menjadi
neraca energi
Q = m1 [u(Tf) - u(T1)] + m2[u(Tf) - u(T2)]
Karena kalor spesifik cv bernilai tetap (sesuai asumsi 2)
Q = m1.cv(Tf – T1) + m2.cv (Tf –T2)
Hitunglah nilai cv sebagai nilai rata-rata pada 300 K dan 350 K (Tabel A-
20), sehingga diperoleh cv = 0,745 kJ/kg • K. Jadi,
⎛ kJ ⎞
Q = (2 kg) ⎜⎜ 0,745 ⎟ (315 K - 350 K)
⎝ kg . K ⎟⎠
⎛ kJ ⎞
+ (8 kg) ⎜⎜ 0,745 ⎟ (315 K - 350 K) = + 37,25 kJ
⎝ kg . K ⎟⎠
Komentar:
1. Tanda positif menunjukkan bahwa terjadi perpindahan kalor ke dalam
sistem.
2. Sebagai latihan, hitunglah Q menggunakan nilai energi dalam spesifik yang
berasal dari tabel gas ideal untuk CO, Tabel A-23. Perhatikan bahwa energi
dalam spesifik yang diberikan dalam Tabel A-23 mempunyai satuan
kJ/kmol

Contoh 4.6 : Proses Politropik Udara sebagai Gas Ideal


Udara yang terdapat dalam sistem silinder-torak ditekan secara politropik dari
p1 = 1 atm, T1= 70°F ke p2 = 5 atm. Pergunakanlah model gas ideal untuk
menentukan besarnya kerja dan perpindahan kalor per satuan massa, dalam
Btu/lb, jika n = 13.
Penyelesaian:
Diketahui: Udara mengalami proses kompresi politropik dari suatu keadaan
awal tertentu ke tekanan akbir tertentu.
Ditanyakan: Tentukanlah besarnya kerja dan perpindahan kalor, dalam Btu/lb.

Termodinamika Teknik III-32


Gambar skema dan data yang tersedia:

Gambar C3.6
Asumsi:
1. Udara merupakan sistem tertutup
2. Udara diasumsikan berperilaku sebagai gas ideal.
3. Kompresi berlangsung secara politropik dengan n = 1,3
4. Tidak terjadi perubahan energi kinetik maupun enetgi potensial.
Analisis:
Pada kasus ini, kerja dapat dihitung menggunakan Persamaan 3.42, yakni
2 W R (T2 − T1 )
W = ∫ p dV ⇒ =
1 m 1− n
Untuk menyelesaikan persamaan ini diperlukan temperatur keadaan akhir, T2
yang dapat dihitung dengan Persamaan 3.56
( n −1) / n (1,3 − 1) / 1,3
⎛p ⎞ ⎛5⎞
T2 = T1 ⎜⎜ 2 ⎟⎟ = 530 ⎜ ⎟ = 768o C
⎝ p1 ⎠ ⎝1⎠
Sehingga kerja dapat dihitung sebagai
W R (T2 − T1 ) ⎛⎜ 1,968 Btu ⎞⎟ ⎛⎜ 768 o R − 530 o R ⎞
⎟ = − 54,39 Btu/lb
= =
m 1− n ⎜ 28,97 lb . o R ⎟ ⎜ 1 −1,3 ⎟
⎝ ⎠⎝ ⎠
Besarnya perpindahan kalor dapat dihitung menggunakan
+ (u 2 − u1 ) = − 54,39 + (131,88 − 90,33) = − 13,34 Btu/lb
Q W
=
m m
dengan nilai energi dalam spesifik diperoleh dari Tabel A-22E.
Komentar:
Keadaan yang dilalui oleh proses politropik ditunjukkan dengan kurva pada
diagram p-v. Besarnya kerja per satuan massa sama dengan luas di bawah
kurva.

Termodinamika Teknik III-33


Soal-Soal Latihan Uji Kompetensi

1. Lakukan studi lapangan untuk menjelaskan mengapa air lebih cepat


mendidih di daerah puncak Malino dibandingkan dengan di Makassar?
2. Jelaskan mengapa makanan lebih cepat masak dalam pressure-cooker
dibandingkan di dalam bejana terbuka berisi air mendidih?
3. Tentukan fase atau fase-fase sebuah sistem yang berisi H2O pada kondisi
berikut, tentukan nilai sifat-sifatnya (v, u, h, dan s), serta gambarkan sketsa
diagram p-v dan T-v yang menunjukkan lokasi setiap keadaan berikut?
(a) p = 5 bar, T = 151,9oC (b) p = 5 bar, T = 200oC
(c) T = 200oC, p = 2,5 MPa (d) T = 160oC p = 4,8 bar
4. Tentukan kualitas campuran dua fase cair-uap dan tentukan nilai sifat-
sifatnya (v, u, h, dan s), untuk sistem pada keadaan berikut:
a. H20 pada 100oC dengan volume spesifik 0,8 m3/kg
b. Refrijeran 134a pada 0oC dengan volume spesifik 0,7721 cm3/g
c. Amonia pada -40oC dengan volume spesifik 1 m3/kg
d. Refrijeran 22 pada 1 MPa dengan volume spesifik 0,0054 m3/kg
5. Sebuah tanki berisi 0.042 m3 oksigen pada 21oC dan 15 MPa. Tentukanlah
massa oksigen jika menggunakan model gas ideal.
6. Tentukan nilai sifat-sifat (v, h, ω, dan φ) untuk udara pada keadaan:
temperatur bola kering 27oC dan temperatur bola basah 25oC, serta
tunjukkan keadaan tersebut pada diagram psikometri.

Referensi/Sumber Rujukan

1. Cengel, Y.A. dan Boles, M.A., 2002. Thermodynamics. 4th edition. Boston-
USA: Mc. Graw Hill. (halaman 63 s.d. 106)
2. Granet, I.P.E. and Blustien, M.Ph.D. 2000. Thermodynamics and Heat Power,
6th edition. New Jersey USA: Prentice Hall. (halaman 176 s.d. 232)
3. Moran, M.J. dan Shapiro, H.N. 2000. Fundamentals of Engineering
Thermodynamics. 4th edition (terjemahan oleh: Nugroho, Y.S.. 2003).
New York USA: Jhon Wiley and Sons. (halaman 92 s.d. 144)
4. Kulshrestha, S.K. 1989. A Textbook of Applied Thermodynamics, Steam and
Thermal Engineering (alih bahasa: Budihardjo, dkk). Jakarta: UI-Press
(halaman 417 s.d.436)

Termodinamika Teknik III-34

Anda mungkin juga menyukai