Materi Prasyarat :
Telah mampu melakukan analisis dasar tentang konsep perpindahan
energi pada sistem tertutup.
Standar Kompetensi :
Dapat mengimplementasikan penggunaan data dan grafik sifat-sifat zat
sederhana dan model gas ideal dalam analisis termodinamika.
Kompetensi Dasar :
1. Dapat menentukan nilai sifat-sifat termodinamika zat pad berbagai
keadaan,
2. Dapat membuat sketsa diagram p-v dan T-v keadaan sistem/zat, baik
yang mengalami satu atau lebih proses maupun yang bersiklus,
3. Dapat menerapkan model gas ideal pada analisis termodinamika,
4. Dapat menggunakan diagram psikometri.
Pendahuluan
Sebagaimana telah dikemukanan sebelumnya bahwa sifat zat/sistem
(property of matter) adalah karakteristik makroskopik sistem, di mana nilai
numeriknya dapat diberikan pada suatu waktu tertentu tanpa mengetahui sejarah
atau proses yang telah dialami oleh sistem itu sendiri. Pengetahuan mengenai sifat
sistem dan hubungan antara berbagai sifat tersebut diperlukan dalam menerapkan
necara energi pada poblem termodinamika teknik. Fenomena: Air lebih cepat
mendidih di daerah pegunungan/dataran tinggi dibandingkan di dataran
rendah/dekat permukaan laut? Makanan lebih cepat masak dalam pressure-cooker
dibandingkan di dalam bejana terbuka berisi air mendidih? Proses pembuatan
garam di negara-negara maju tidak perlu menggunakan lahan/tambak yang luas
seperti di Madura Jawa Timur dan Jeneponto Sulawesi Selatan? serta Udara yang
kita hirup dan air yang ada disekitar kita, dapat menjadi sumber tenaga listrik?
Pengetahuan tentang perilaku dan sifat-sifat zat akan menjawab bagaimana
fenomena itu terjadi. Tujuan bab ini adalah memperkenalkan berbagai hubungan
sifat yang relevan dan berguna dalam analisis termodinamika teknik.
3.1 Prinsip Tingkat Keadaan Zat
Berdasarkan pengamatan berbagai sistem termodinamika, diketahui bahwa
tidak semua sifat independen terhadap sifat lainnya, atau suatu keadaan dapat
ditentukan berdasarkan nilai sifat bebasnya. Nilai dari sifat termodinamika lainnya
ditentukan dari bagian bebas ini. Oleh karena itu keadaan suatu sistem yang
berada dalam kesetimbangan (equilibrium) merupakan kondisi yang ditentukan
berdasarkan nilai dari sifat-sifat bebasnya. Aturan umum yang dikenal sebagai
prinsip keadaan telah dikembangkan sebagai arahan dalam menentukan jumlah
sifat bebas yang diperlukan untuk menetapkan keadaan suatu sistem.
Pada bagian ini akan membahas contoh-contoh aplikasi yang dikenal
dalam prinsip keadaan sebagai sistem dalam keadaan intensif. Secara khusus
sistem tersebut memanfaatkan zat murni seperti air atau campuran gas tak
bereaksi. Sistem ini digolongkan sebagai sistem kompresibel sederhana.
Berdasarkan prinsip keadaan, suatu sistem kompresibel sederhana yang
memanfaatkan zat mumi, mempunyai dua sifat intensif bebas. Sifat intensif
seperti kecepatan dan ketinggian yang merupakan nilai yang diberikan relatif
terhadap saatu titik acuan (datum) di luar sistem, tidak dibahas dalam contoh
aplikasi yang tersedia.
Sebagai contoh pada kasus gas, temperatur (T) dan salah satu sifat intensif
lainnya seperti misalnya volume spesifik (v) dapat dipilih sebagai dua sifat bebas.
Prinsip keadaan menegaskan bahwa tekanan (p), energi dalam spesifik (u), dan
sifat intensif lainnya yang terkait dapat ditentukan sebagai fungsi dari T dan v atau
p = p(T,v), u = u(T,v) dan sebagainya. Hubungan fungsional dapat dikembangkan
dengan menggunakan data eksperimental dan bergantung secara eksplisit pada
identitas sifat kimia zat penyusun sistem.
Berdasarkan fakta empiris, dapat disimpulkan bahwa untuk setiap
pendekatan energi sistem yang divariasikan secara bebas, maka terdapat satu sifat
bebas. Seperti telah dibahas pada Bab 2, energi suatu sistem tertutup dapat diubah
secara bebas melalui kalor atau melalui kerja. Dengan demikian, suatu sifat bebas
dapat dihubungkan dengan perpindahan kalor sebagai suatu cara untuk mengubah
energi dan sifat bebas lainnya dapat dihitung untuk setiap cara perubahan energi
Gambar 3.1 Permukaan p-v-T dan proyeksinya untuk suatu zat yang mengem-
bang saat membeku. (a) Pandangan tiga dimensi, (b) Diagram fase,
dan (c) Diagram p-v
Diagram p-v
Proyeksi permukaan p-v-T ke bidang tekanan dan volume spesifik
menghasilkan diagram p-v seperti tampak pada Gambar 3.1c. Gambar tersebut
juga ditandai dengan istilah-istilah yang telah diperkenalkan sebelumnya.
Ketika menyelesaikan problem termodinamika, sketsa diagram p-v
seringkali membantu. Untuk memudahkan penggunaan sketsa semacam ini,
perhatikanlah terdapatnya garis-garis temperatur konstan (isotermal). Dengan
memperhatikan Gambar 3.1c, tampak bahwa untuk setiap temperatur tertentu
yang lebih rendah dari temperatur kritis, tekanan akan tetap pada saat daerah dua
fase cair-uap dilintasi. Namun, di dalam daerah fase tunggal cair dan daerah uap,
tekanan akan menurun pada temperatur tetap akibat peningkatan volume spesifik.
Untuk temperatur yang lebih besar atau sama dengan temperatur kritis, tekanan
terus menurun pada temperatur tetap pada saat volume spesifik meningkat. Tidak
Diagram T-v
Proyeksi daerah cair, daerah dua fase cair-uap, dan daerah uap dari
permukaan p-v-T ke bidang temperatur dan volume spesifik menghasilkan sebuah
diagram T-v seperti pada Gambar 3.2. Karena muncul pola yang konsisten untuk
perilaku p-v-T semua zat mumi, maka Gambar 3.2 yang memperlihatkan diagram
T-v untuk air (H2O) dapat digunakan sebagai contoh.
Gambar 3.3 Ilustrasi perubahan dari cairan menjadi uap air pada tekanan tetap
Keadaan Cair
Ketika sistem dipanaskan pada tekanan tetap, temperatur meningkat cepat,
sedangkan volume spesifik hanya sedikit meningkat. Akibatnya, sistem berada
pada keadaan yang ditunjukkan oleh titik f pada Gambar 3.2. Titik ini merupakan
keadaan cair jenuh untuk tekanan spesifik tertentu. Untuk air pada 1,014 bar (14,7
lbf/in.2) temperatur jenuh adalah 100°C (212°F). Keadaan cair disepanjang bagian
garis 1-f pada Gambar 3.2 seringkali disebut sebagai keadaan cair sub-dingin
(subcooled liquid) karena temperatur pada keadaan ini berada di bawah
Kualitas mempunyai nilai dari nol sampai dengan satu (0 ≤ x ≤ 1): pada keadaan
cair jenuh, x = 0, dan pada keadaan uap jenuh, x = 1,0. Meskipun didefenisikan
sebagai nilai perbandingan. kualitas, tetapi juga kadang-kadang diberikan dalam
bentuk persentase.
Keadaan Uap
Perhatikan kembali Gambar 3.2 dan Gambar 3.3, ketika sistem berada
pada keadaan uap jenuh (keadaan g pada Gambar 3.2) pemanasan lanjut pada
tekanan tetap menyebabkan peningkatan temperatur maupun volume spesifik,
sehingga tercapai kondisi seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.2. Keadaan yang
ditandai oleh s pada Gambar 3.2 menunjukkan keadaan yang akan dicapai oleh
Termodinamika Teknik III-9
pemanasan lanjut dengan mempertahankan tekanan tetap. Keadaan seperti titik s
seringkali disebut sebagai keadaan uap panas lanjut (superheated vapor) karena
sistem akan berada pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur jenuh pada
tekanan yang diberikan.
Selanjutnya. pertimbangkan hasil eksperimental sejenis pada tekanan tetap
lainnya, yaitu pada 10 MPa (1-150 lbf/in.2). 22,09 MPa (3204 Ibf/ in.2), dan 30
MPa (4351 lbf/in.2) seperti tampak pada Gambar 3.2. Tekanan pertama berada di
bawah tekanan kritis air, tekanan kedua pada tekanan kritis air, dan tekanan ketiga
lebih tinggi dari tekanan kritis. Pada awalnya sistem berisi cairan paca 20°C
(68°F). Pembahasan diawali untuk sistem yang dipanaskan secara perlahan pada
10 MPa (1450 lbf/in2). Pada tekanan ini uap akan terbentuk pada tekanan yang
lebih tinggi dibandingkan pada contoh sebelumnya karena tekanan jenuhnya juga
lebih tinggi (perhatikan Gambar 3.2). Tambahan terdapat lebih sedikit
peningkatan volume spesifik dari cair jenuh ke uap jenuh yang ditandai oleh
menyempitnya kubah uap. Secara urnum perilaku yang dapat diamati serupa
dengan pembahasan sebelumnya. Berikutnya, perhatikan perilaku sistem ketika
dipanaskan pada tekanan kritis atau tekanan yang lebih tinggi. Dengan mengikuti
garis isobar kritis pada Gambar 3.2 tampak bahwa tidak terjadi perubahan fase
dari cair ke uap. Pada semua keadaan hanya terdapat satu fase. Penguapan, dan
proses kebalikannya yaitu kondensasi, dapat terjadi apabila tekanannya lebih
rendah dari tekanan kritis. Dengan demikian, pada keadaan di mana tekanan lebih
tinggi dari tekanan kritis, istilah cair atau uap akan kehilangan artinya.
NRDD NRDC NTDD = nilai tertinggi data dikaetahui, NRDD = nilai terendah
ND N C? data diketahui, ND = nilai data diketahui, NTDC = nilai
tertinggi data dicari, NRDC = nilai terendah data dicari, dan
NTDD NTDC NC = Nilai data yang dicari.
s = s f + x(s g − s f )
Perhatikan Persamaan 3.3, jika keadaan x = 0 sifat-sifat campuran
menunjukkan keadaan cair jenuh, sedangkan pada x = 1 menunjukkan keadaan
uap jenuh. Gambar 3.4 berikut ini menunjukkan salah satu contoh sketsa diagram
T-v air yang digunakan untuk menentukan lokasi keadaan.
cp = cv (inkompresibel) (3.15)
Jadi, untuk zat inkompresibel tidak perlu dibedakan antara cp dan cv, dan
keduanya dapat menggunakan simbol yang sama, yaitu c. Kalor spesifik
terhadap temperatur untuk beberapa jenis cairan dan zat padat diberikan dalam
Tabel A-19. Dalam batas interval temperatur tertentu, perubahan c terhadap
temperatur relatif kecil. Dengan demikian, kalor spesifik, c, dapat dianggap
konstan, tanpa mengakibatkan menurunnya akurasi.
Perubahan energi dalam spesifik dan entalpi spesifik antara dua keadaan
dapat dihitung menggunakan Persamaan 3.12 dan 3.13, sebagai berikut
T2
u 2 − u1 = ∫ c (T ) dT (inkompresibel) (3.16)
T1
h2 − h1 = u 2 − u1 + v( p 2 − p1 )
T2
= ∫ c (T ) dT + v( p 2 − p1 ) (inkompresibel) (3.17)
T1
Jika kalor spesifik c dianggap tetap, Persamaan 3.16 dan 3.17, menjadi
u 2 − u1 = c(T2 − T1 ) = c.ΔT (inkompresibel) (3.18a)
pV = nR T (3.22)
dengan n adalah jumlah mol gas, sedangkan R dikenal sebagai konstanta gas
universal. Nilai R berdasarkan analisis ekperimental disepakati sebagai berikut.
8,314 kJ/kmol.K
o
R = 1,986 Btu/lbmol. R (3.23)
o
1545 ft.lbf/lbmol. R
Untuk suatu gas apa pun yang persamaan keadaannya secara tepat
ditunjukkan oleh pv = RT, maka energi dalam spesifiknya hanya bergantung pada
temperatur. Pernyataan ini didukung oleh pengamatan eksperimental. yang
diawali oleh Joule pada tahun 1843 yang menguraikan bahwa energi dalam udara
pada densitas rendah hanya bergantung pada temperatur. Entalpi spesifik gas juga
hanya bergantung pada temperatur, seperti dapat dijelaskan menggunakan
persamaan keadaan gas ideal pv = RT, dan definisi entalpi h = u + pv, dengan
u = u(T), sehingga didapat h = u(T)+RT. Model gas ideal secara diringkas sbb.
pv = RT (3.19)
u = u (T ) (3.24)
h = h(T ) = u (T ) + RT (3.25)
Termodinamika Teknik III-17
Perlu menjadi perhatian bahwa energi dalam spesifik dan entalpi spesifik
gas umumnya bergantung pada dua sifat bebas, bukan hanya temperatur seperti
diasumsikan oleh model gas ideal. Persamaan keadaan gas ideal juga tidak dapat
memberikan perkiraan yang memadai untuk seluruh keadaan. Jadi, apakah model
gas ideal dapat digunakan, bergantung pada tingkat kesalahan perhitungan yang
dapat diterima. Meskipun demikian, perilaku gas umumnya mendekati perilaku
gas ideal, dan penjelasan yang lebih sederhana dapat diperoleh menggunakan
model gas ideal.
Dengan cara yang sama, karena gas mengikuti model gas ideal, entalpi
spesifik juga hanya bergantung pada temperatur, sehingga kalor spesifik cp
seperti didefinisikan oleh Persamaan 3.9, juga hanya sebagai fungsi
temperatur. Maka,
dh
cp(T ) = (gas ideal) (3.29)
dT
dengan memisahkan variabel dalam Persamaan 3.29 dan setelah diintegralkan
diperoleh
Untuk gas ideal, rasio kalor spesifik; k, juga hanya merupakan fungsi
temperatur.
c p (T )
k= (gas ideal) (3.32)
cv (T )
Karena c p > cv , maka k > 1. Gabungan Persamaan 3.31 dan 3.32 memberikan
kR
c p (T ) = (gas ideal) (3.33a)
k −1
R
cv (T ) = (gas ideal) (3.33b)
k −1
Persamaan kalor spesitik yang serupa dapat dituliskan menggunakan
basis mol, di mana R digantikan oleh R .
pV n = konstan (3-37)
dengan n adalah konstanta (Subbab 2.3). Untuk proses politropik di antara dua
keadaan
n
p ⎛V ⎞
p1V1n = p 2V2n atau 2 = ⎜⎜ 1 ⎟⎟ (3.38)
p1 ⎝ V2 ⎠
Sebuah bejana kokoh tertutup bervolume 0,5 m3 ditempatkan di atas pelat panas.
Pada awalnya, bejana tersebut berisi campuran dua fase air cair jenuh dan uap
air jenuh pada p1 = 1 bar dengan kualitas 0,5. Setelah pemanasan, tekanan
bejana menjadi p2 = 1,5 bar. Tunjukkan keadaan awal dan akhir pada diagram
T-v, dan tentukanlah
(a) temperatur setiap keadaan, dalam °C.
(b) massa uap pada setiap keadaan, dalam kg.
(c) Jika pemanasan dilanjutkan, tentukanlah tekanan, dalam bar, ketika bejana
hanya berisi uap jenuh.
Penyelesaian:
Diketahui: Suatu campuran dua fase air cair jenuh dan tiap air jenuh di dalam
bejana kokoh tertutup yang dipanaskan di atas pelat panas. Tekanan
awal, kualitas serta tekanan akhir diketahui.
Ditanyakan: Tentukanlah keadaan awal dan akhir pada diagram T-v dan
tentukanlah temperatur dan massa uap air untuk setiap keadaan.
Jika pemanasan dilanjutkan, tentukanlah tekanan ketika bejana
hanya berisi uap jenuh.
Gambar skema dan data yang tersedia:
Gambar C3.1
Asumsi:
1. Air dalam bejana adalah sistem tertutup.
2. Keadaan 1, 2, dan 3 adalah keadaan kesetimbangan.
3. Volume bejana tetap konstan.
Analisis:
Dua sifat bebas diperlukan untuk menetapkan keadaan 1 dan 2. Pada keadaan
awal, tekanan dan kualitas diketahui. Karena keduanya bersifat bebas, maka
keadaannya telah tertentu. Keadaan 1 ditunjukkan pada diagram T - v dalam
daerah dua fase. Volume spesifik pada keadaan 1 diperoleh mempergunakan
nilai kualitas yang diberikan serta Persamaan 3.3, yaitu :
Termodinamika Teknik III-24
v1 = vf1 + x (vg1 – vf1)
Dari Tabel A-3 untuk p1 = 1 bar, vf1 = 1,0432 .10-3 m3/kg, dan vg1, = 1,694
m3/kg. Jadi,
v1 = 1,0432 x 10-3 + 0,5 (1,694 - 1,0432 .0-3) = 0,8475 m3/kg
Pada keadaan 2, tekanan diketahui. Sifat lain yang diperlukan tmtuk
menetapkan keadaan adalab volume spesifik v2. Volume dan massa tetap,
sehingga v2 = v1 =0,8475 m3/kg. Untuk p2 = 1,5 bar, Tabel A-3 memberikan vf2
= 1,0582 .10-3 dan vg2= 1,159 m3/kg . Karena
vf2 < v2 < vg2
keadaan 2 juga harus berada dalam daerah dua fase. Keadaan 2 juga ditunjukkan
pada diagram T - v di atas.
(a) Karena keadaan 1 dan 2 berada di dalam daerah dua fase cair-uap,
temperatur yang berkaitan dengaa temperatur jenuh untuk tekanan yang
diberikan. Tabel A-3 memberikan
T1, = 99,63°C dan T2 = 111,4°C
(b) Untuk mendapatkan massa uap air yang ada, digunakan volume dan volume
spesifik untuk mendapatkan massa total, m, yaitu
V 0,5 m 3
m= = = 0,59 kg
v 0,8475 m 3 / kg
Kemudian, berdasarkan Persamaan 3.1 dan nilai kualitas yang diberikan,
massa uap pada keadaan 1 adalah
mgl = x1m = 0,5(0,59 kg) = 0,295 kg
Dengan cara yang sama, massa uap pada keadaan 2 diperoleh
mempergunakan nilai kualitas x2. Untuk menyelesaikan x2, selesaikanlah
Persamaan 3.3 untuk kualitas dan masukkan data volume spesifik dari
Tabel A-3 pada tekanan 1,5 bar, beserta dengan nilai v yang diketahui,
sebagai berikut
v−vf 2 −3
x2 = = 0,8475 − 1,02528 x 10 = 0,731
vg2 − v f 2 1,159 − 1,0528 x 10 −3
kemudian, berdasarkan Persamaan 3.1
mg2 = 0,731 (0,59 kg) = 0,431 kg
(c) Jika pemanasan dilanjutkan, keadaan 3 akan berada pada garis uap jenuh
seperti ditunjukkan pada diagram T - v di atas. Jadi, tekanan merupakan
tekanan jenuh terkait. Interpolasi dalam Tabel A-3 pada vg = 0,8475 m3/kg,
memberikan p3 = 2,11 bar.
Komentar:
- Prosedur untuk menetapkan keadaan 2 sama dengan ilustrasi pada
pembahasan Gambar 3.4.
- Karena proses berlangsung pada volume spesifik tetap, keadaan terletak di
sepanjang garis vertikal.
Gambar C3.2
Asumsi:
1. Amonia berada dalam suatu sistem tertutap.
2. Keadaan 1 dan 2 adalah keadaan kesetimbangan.
3. Proses berlangsung pada tekanan tetap.
Analisis:
Keadaan awal adalah kondisi uap jenuh pada 20 lbf/in2. Karena proses
berlangsung pada tekanan konstan, keadaan akhir berada dalam daerah uap
Gambar C3.4
T 2=
p2 ⎛ 2 atm ⎞
T 1 = ⎜⎜ ( )
⎟⎟ 540 o R =1080 o R
p1 ⎝ 1atm ⎠
c. Karena pv = RT, volume spesifik keadaan 3 adalah
v3 = RT3 / p3
Perhatikan bahwa T3 = T2, p3 = p1 dan R = R / M
⎛ ft.lbf ⎞
⎜ 1545 ⎟
lbmol. o R (1080 o R )
=⎜ ⎟
R .T
v3 = = 27 , 2 ft 3 / lb
M . p1 ⎜ lb ⎟ (14 , 7 lbf/in 2 )( 144 in 2 /ft 2 )
⎜ 28 , 97 lb mol ⎟
⎝ ⎠
dengan berat molekul air berasal dari Tabel A-1E.
Komentar:
Perhatikanlah bahwa persamaan keadaan pv = RT memerlukan penggunaan
temperatur absolut;T dan tekanan absolut; p.
Gambar C3.5
Asumsi:
1. Jumlah total gas karbon monoksida merupakan sistem tertutup.
2. Gas diasumsikan sebagai gas ideal dengan cv konstan.
3. Pada keadaan awal gas yang terdapat dalam setiap tangki berada dalam
kesetimbangan. Keadaan akhir merupakan keadaan kesetimbangan.
4. Tidak terjadi perpindahan energi dalam bentuk kerja, ke dalam maupun ke
luar tangki.
5. Tidak terjadi perubahan energi kinetik maupun energi potensial.
Analisis:
(a) Tekanan kesetimbangan akhir pt dapat ditentukan menggunakan persamaan
keadaan gas ideal.
mRTf
pf =
V
dengan m adalah jumlah massa awal yang terdapat dalam kedua tangki, V
adalah volume total kedua tangki, dan Tf adalah temperatur kesetimbangan
akhir. Jadi,
(m1 + m2 )RTf
pf =
V1 + V2
Dengan temperatur awal dan tekanan dalam tangki 1 adalah T1 dan p1, kita
peroleh V1 = m1RT1/p1. Hal serupa, jika temperatur awal dan tekanan dalam
tangki 2 adalah T2 dan p2 maka V2 = m2RT2/p2. Jadi, tekanan akhirnya
adalah
(m1 + m2 )RTf (m1 + m2 )Tf
pf = =
⎛ m1 RT1 ⎞ + ⎛ m2 RT2 ⎞ ⎛ m1T1 ⎞ + ⎛ m2T2 ⎞
⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟
⎝ p1⎠ ⎝ p 2⎠ ⎝ p1⎠ ⎝ p 2⎠
Dengan memasukkan nilai-nilainya,
(10 kg ) (315 K )
pf = = 1,05 bar
(2 kg ) (350 K ) (8 kg ) (300 K )
+
0,7 bar 1,2 bar
Gambar C3.6
Asumsi:
1. Udara merupakan sistem tertutup
2. Udara diasumsikan berperilaku sebagai gas ideal.
3. Kompresi berlangsung secara politropik dengan n = 1,3
4. Tidak terjadi perubahan energi kinetik maupun enetgi potensial.
Analisis:
Pada kasus ini, kerja dapat dihitung menggunakan Persamaan 3.42, yakni
2 W R (T2 − T1 )
W = ∫ p dV ⇒ =
1 m 1− n
Untuk menyelesaikan persamaan ini diperlukan temperatur keadaan akhir, T2
yang dapat dihitung dengan Persamaan 3.56
( n −1) / n (1,3 − 1) / 1,3
⎛p ⎞ ⎛5⎞
T2 = T1 ⎜⎜ 2 ⎟⎟ = 530 ⎜ ⎟ = 768o C
⎝ p1 ⎠ ⎝1⎠
Sehingga kerja dapat dihitung sebagai
W R (T2 − T1 ) ⎛⎜ 1,968 Btu ⎞⎟ ⎛⎜ 768 o R − 530 o R ⎞
⎟ = − 54,39 Btu/lb
= =
m 1− n ⎜ 28,97 lb . o R ⎟ ⎜ 1 −1,3 ⎟
⎝ ⎠⎝ ⎠
Besarnya perpindahan kalor dapat dihitung menggunakan
+ (u 2 − u1 ) = − 54,39 + (131,88 − 90,33) = − 13,34 Btu/lb
Q W
=
m m
dengan nilai energi dalam spesifik diperoleh dari Tabel A-22E.
Komentar:
Keadaan yang dilalui oleh proses politropik ditunjukkan dengan kurva pada
diagram p-v. Besarnya kerja per satuan massa sama dengan luas di bawah
kurva.
Referensi/Sumber Rujukan
1. Cengel, Y.A. dan Boles, M.A., 2002. Thermodynamics. 4th edition. Boston-
USA: Mc. Graw Hill. (halaman 63 s.d. 106)
2. Granet, I.P.E. and Blustien, M.Ph.D. 2000. Thermodynamics and Heat Power,
6th edition. New Jersey USA: Prentice Hall. (halaman 176 s.d. 232)
3. Moran, M.J. dan Shapiro, H.N. 2000. Fundamentals of Engineering
Thermodynamics. 4th edition (terjemahan oleh: Nugroho, Y.S.. 2003).
New York USA: Jhon Wiley and Sons. (halaman 92 s.d. 144)
4. Kulshrestha, S.K. 1989. A Textbook of Applied Thermodynamics, Steam and
Thermal Engineering (alih bahasa: Budihardjo, dkk). Jakarta: UI-Press
(halaman 417 s.d.436)