Anda di halaman 1dari 25

BAB 6

ENTROPI

Materi Prasyarat :
Telah mampu menerapkan fungsi dan manfaat hukum kedua
termodinamika pada setiap proses dalam siklus termodinamika teknik.
Standar Kompetensi :
Mampu menerapkan konsep entropi sebagai pengembangan hukum
kedua termodinamika pada setiap proses dalam siklus termodinamika
teknik.
Kompetensi Dasar :
1. Mampu mendeskripsikan konsep entropi.
2. Mampu menggunakan tabel-tabel dan persamaan entropi berbagai
zat yang digunakan dalam analisis termodinamika teknik.
3. Mampu menggunakan diagram Mollier dalam analisis proses dan
siklus termodinamika.
4. Mampu melakukan evaluasi tentang proses-proses entropi konstan
(isentropis).

Pendahuluan

Salah satu sifat termodinamika yang memegang peranan penting dalam


penerapan hukum kedua termodinamika ialah entropi (entropy). Sejauh ini, kajian
tentang hukum kedua termodinamika telah difokuskan pada permasalahan sistem
yang mengalami siklus termodinamika, namun belum mampu menjelaskan secara
detail alasan, mengapa suatu proses atau siklus dikatakan mustahil terjadi atau ada
tidaknya ireversibilitas pada setiap proses termodinamika. Tidak seperti energi
yang telah dikenal sejak awal mempelajari sains (termodinamika), entropi
merupakan sifat yang tidak lestari –kecuali proses idealisasi (isentropis)–
sehingga kajian entropi akan sangat bermanfaat dalam menerapkan hukum kedua
termodinamika. Oleh karena itu penerapan konsep energi dan entropi akan
menyempurnakan analisis suatu proses dan/atau siklus termodinamika, bahkan
akan menunjukkan peluang untuk melaksanakan konservasi dan diversifikasi
energi pada suatu aplikasi termodinamika. Selain dari pada itu, konsep idealisasi
proses isentropik akan memudahkan analisis efisiensi proses.
6.1 Konsep dan Defenisi Entropi
Ketidaksamaan Clausius (Clausius inequality) merupakan konsep yang
dapat diterapkan dalam setiap siklus tanpa memperhatikan dari benda mana siklus
tersebut mendapatkan energi atau ke mana siklus tersebut melepaskan energi
melalui perpindahan kalor. Ketidaksamaan Clausius ini mendasari dua hal yang
digunakan untuk menganalisis sistem tertutup dan volume atur berdasarkan
hukum kedua termodinamika, yaitu sifat entropi dan neraca entropi.
Ketidaksamaan Clausius menyatakan bahwa:
⎛ δQ ⎞
∫ ⎜⎝ ⎟ ≤0
T ⎠b
(6.1)

dengan, δQ mewakili perpindahan kalor pada batas sistem selama terjadinya


siklus, dan T adalah temperatur absolut pada daerah batas tersebut. Subskrit “b”
menunjukkan bahwa integral dihitung pada daerah batas sistem yang mengalami
siklus. Simbol ∮menunjukkan bahwa intergral dilakukan pada semua bagian dari
batas tersebut dan siklus secara keseluruhan. Kesamaan dan ketidaksamaan
mempunyai penjabaran yang sama seperti pada pernyataan Kelvin-Planck, yaitu:
kesamaan muncul pada saat tidak adanya irreversibilitas internal ketika sistem
mengalami siklus, sedangkan ketidaksamaan akan terjadi pada saat sistem
mengalami irreversibilitas internal, sehingga Persamaan 6.1 dapat disederhanakan
menjadi,
⎛ δQ ⎞
∫ ⎜⎝ ⎟ = −σ siklus (6.2)
T ⎠b

dengan σsiklus dapat mewakili “tingkat” ketidaksamaan. Nilai σsiklus positif pada
saat terjadi ireversiblitas internal, nol pada saat tidak adanya ireversibilitas
internal, dan tidak mungkin bernilai negatif.
σsiklus = 0 tidak ada ireversibilitas dalam sistem
σsiklus > 0 timbulnya ireversibilitas dalam sistem
σsiklus < 0 tidak mungkin
Jadi, σsiklus merupakan ukuran dari efek yang ditimbulkan oleh ireversibilitas pada
saat sistem menjalani suatu siklus. Oleh karena itu σsiklus adalah entropi yang
diproduksi atau dibangkitkan oleh ireversibilitas internal selama siklus. Secara

Termodinamika Teknik VI-2


mikroskpois, ireversibilitas terjadi karena adanya kekacauan molekul sistem
sehingga kemampuan untuk melakukan kerja berguna semakin berkurang
(Reynold, 1977). Oleh karena itu, entropi dapat didefenisikan sebagai sifat zat
yang mengukur derajat keacakan atau ketidakteraturan pada tingkat mikroskopis.
Secara alamiah entropi selalu diproduksi oleh semua jenis proses dan tidak
dapat di binasakan, sehingga setiap proses akan mengalami perubahan entropi
positif, atau minimum sama dengan nol (untuk proses internal reversibel), hal ini
merupakan konsekuensi hukum kedua termodinamika. Defenisi perubahan entropi
adalah sebagi berikut:
⎛ 2 δQ ⎞
S 2 − S1 = ⎜ ∫ ⎟ (6.3a)
⎜ T ⎟
⎝1 ⎠ int . rev.

dimana subskrip “int. rev.” diberikan untuk mengingatkan bahwa integrasi


tersebut dilakukan untuk setiap proses revesibel internal yang menghubungkan
dua keadaan. Dalam bentuk diferensial, persamaan di atas dapat dituliskan
menjadi:
⎛ δQ ⎞
dS = ⎜ ⎟ (6.3b)
⎝ T ⎠ int . rev.

Entropi (S) merupakan sifat ekstensif dengan satuan SI adalah J/K atau kJ/K,
satuan Inggris untuk entropi adalah Btu/oR. Sedangkan dalam besaran intensif,
entropi spesifik dalam SI adalah kJ/kg.K untuk simbol s atau kJ/mol.K untuk
simbol s . Sedangkan satuan Inggris untuk entropi spesifik adalah Btu/lb.oR dan
Btu/lbmol.oR.

6.1.1 Neraca Entropi untuk Sistem Tertutup


Untuk sistem tertutup (massa atur), persamaan neraca entropi dirumuskan
dari suatu siklus yang dilakukan oleh sistem tertutup yang terdiri dari proses I
dimana terjadi ireversibilitas internal, kemudian diikuti dengan proses reversibel
internal R, seperti diilustrasikan pada Gambar 6.1.

1 R 2
Gambar 6.1 Ilustrasi siklus untuk
I neraca entropi.

Termodinamika Teknik VI-3


Untuk siklus ini Persamaan 6.2 menjadi
2 ⎛ δQ ⎞ 1 ⎛ δQ ⎞
∫1 ⎜⎝ ⎟ + ∫2 ⎜
T ⎠b

⎝ T ⎠ int. rev.
=− σ (6.4)

dengan mensubstitusikan Persamaan 6.3 ke Persamaan 6.4, diperoleh persamaan


neraca entropi sistem tertutup.
2 ⎛ δQ ⎞
S 2 − S1 = ∫1 ⎜⎝ ⎟
T ⎠b
+ σ (6.5)

Perubahan Perpindahan Produksi


Entropi Entropi Entropi

yang mana σ ≥ 0 seperti telah dijelaskan sebelumnya, sedangkan perubahan


entropi sistem dapat bernilai positif, nol, dan negatif. Bentuk perpindahan entropi
pada Persamaan 6.5 merupakan wujud perpindahan kalor sistem tertutup pada
temperatur tertentu, sehingga secara sederhanakan dituliskan,
Qj
S 2 − S1 = ∑ +σ (6.6)
j Tj
dalam bentuk neraca laju entropi pada sistem tertutup adalah

dS Q& j
=∑ + σ& (6.7)
dt j T j

6.1.2 Neraca Entropi untuk Volume Atur


Bentuk neraca laju entropi volume atur dikembangkan dari modifikasi
bentuk neraca laju entropi pada sistem tertutup. Dengan memperhitungkan
perpindahan entropi, hasilnya adalah

dS cv Q& j
dt
= ∑T + ∑ m& i si − ∑ m& e .se + σ cv (6.8)
j j i e
Laju Laju Laju
Perubahan Perpindahan Produksi
Entropi Entropi Entropi

di mana suku m& i si dan m& e se merupakan laju perpindahan entropi yang terjadi ke

atau dari volume atur yang menyertai perpindahan massa. Persamaan 6.8
diasumsikan terjadi pada aliran satu-dimensi di sisi masuk dan keluar volume atur.

Termodinamika Teknik VI-4


6.2 Data Entropi
6.2.1 Tabel, Diagram, dan Persamaan Entropi
Pada Bab 3, secara umum telah diperkenalkan bagaimana mendapatkan
data sifat-sifat termodinamika, termasuk tabel dan grafik. Hal ini bertujuan untuk
mengevaluasi sifat dari p, v, T, u, dan h yang dibutuhkan dalam prinsip konservasi
massa dan energi. Pada subbab ini cara-cara untuk mendapatkan data entropi akan
dibahas secara khusus yang belum dibahas pada Bab 3.
# Data Entropi untuk Air dan Refrijeran
Tabel data termodinamika untuk air dan beberapa refrijran seperti dibahas
pada Bab 3, dapat dilihat pada tabel A-2 sampai A-18. Nilai entropi spesifik
ditabulasikan seperti halnya sifat v, u, dan h. dan nilai entropi dapat dicari
dengan cara yang serupa.
Data uap. Di daerah panas lanjut dari tabel untuk air dan beberapa
refrigran, entropi spesifik ditabulasikan bersama dengan v, u, dan h terhadap
temperatur dan tekanan. Sebagai contoh: misalkan air dalam dua keadaaan
berbeda. Pada keadaaan 1 tekanannya 3 MPa dan temperaturnya 500oC. Pada
keadaan 2, tekanan p2 = 0,3 MPa dan entropi spesifiknya sama dengan kondisi 1,
s2 = s1. Tentukan temperatur pada keadaan 2. Dengan mengunakan T1 dan p1,
diperoleh entropi spesifik untuk keadaan 1 dari tabel A-4 sebesar s1 = 7,2338
kJ/kg.K. Keadaaan 2 bertekanan 0,3 MPa dan entropi spesifiknya adalah s2 =
7,2338 kJ/kg.K. Dari tabel A-4 untuk tekanan 0,3 MPa. Dengan interpolasi
untuk nilai s2 diantara 160 dan 200oC diperoleh T2 = 183 oC.
Data keadan jenuh. Untuk keadaan jenuh (saturasi), nilai s1 dan s2
ditabulasikan sebagai fungsi temperatur dan tekanan jenuh. Entropi spesifik
capuran dua fase cair-uap dapat dihiutng dengan persamaan:
s = (1 - x).sf + x.sg = sf + x.(sg – sf)
Hubungan semacam ini identik dengan hubungan untuk menentukan v, u, dan h
(Bab 3). Sebagai contoh : tentukanlah nilai entropi spesifik refrijeran 134a pada
keadaaan dimana temperaturnya 0oC dan energi dalam spesifik sebesar 138,43
kJ/kg. Berdasarkan tabel A-10, dapat dilihat bahwa nilai yang didapat dua fase

Termodinamika Teknik VI-5


cair-uap. Kualitas campuran tersebut dapat dihitung dari energi dalam spesifik
dengan persamaan:
u −uf 138,43 − 49,79
x= = = 0,5
ug − u f 227,06 − 49,79

Kemudian dengan nilai yang didapat dari Tabel A-10


s = (1 – x).sf + x.sg
= (0,5)(0,1970) + (0,5)(0,9190) = 0,5580 kJ/kg.K
Data cairan. Data cairan tekan untuk air dapat dilihat pada tabel A-5.
Pada tabel ini sifat s, u, v, dan h ditabulasikan terhadap temperatur dan tekanan
seperti halnya tabel panas lanjut dan dipergunakan dengan cara serupa. Tanpa
adanya data cairan tekan, nilai entropi spesifik dapat ditentukan dengan cara
yang sama dengan menentukan nilai v, dan nilai u untuk keadaann cair pada Bab
3 yakni,
s(T,p) ≈ sf (T) (6.9)
Sebagai contoh : Tentukan nilai entropi spesifik untuk air pada tekanan 25 bar.
Dan temperatur 200oC. nilai entropi spesifik dapat langsung didapat dari Tabel
A-5 yaitu s = 2,3294 kJ/kg.K. Dengan menggunakan nilai cairan jenuh untuk
entropin spesifik pada 200oC dari Tabel A-2, nilai entropi spesifik dapat
diperkirakan menggunakan Persamaan 6.9, sebesar 2,3309 kJ/kg.K. Tampak
bahwa hasil yang didapat dari kedua cara tersebut kurang lebih sama.
# Penggunaan Grafik/Diagram Entropi
Penggunaan grafik entropi sangat membantu dalam menyelesaikan analisis
termodinamika. Pada saat hukum kedua termodinamika diterapkan, sangatlah
membantu untuk menentukan lokasi keadaan dan menggambarkan proses pada
diagram dimana kordinatnya adalah nilai entropi. Grafik dengan salah satu
sumbu kordinat berupa entropi, yang sering digunakan adalah diagram
temperatur-entropi (diagram T-s) dan diagram entalpi-entropi (diagram h-s).
Diagram temperatur-entropi. Bentuk umum dari diagram temperatur-
entropi dapat dilihat pada Gambar 6.2. Pada gambar ini tampak bahwa garis
entalpi konstan, volume spesifik konstan, dan tekanan konstan juga terdapat pada
gambar ini. Pada daerah uap panas lanjut, garis-garis volume spesifik konstan,

Termodinamika Teknik VI-6


kemiringannya lebih curam dari garis-garis tekanan konstan. Garis-garis kualitas
tetap ditandai sebagai garis-garis persen uap. Persen uap adalah rasio massa
cairan dengan massa total. Pada daerah uap panas lanjut dalam diagram T-s,
garis-garis entalpi spesifik konstan hampir membentuk garis lurus pada saat
tekanan berkurang. Keadaan ini ditunjukkan sebagai daerah terarsir pada gambar
6.3. untuk keadaan pada daerah ini, entalpi ditentukan hanya dengan temperatur.
Variasi tekanan antara beberapa keadaan tidak berpengaruh besar: h(T,p) ≈ h(T).
Daerah ini adalah bagian diagram yang paling tetap untuk memperkirakan model
gas ideal. Untuk daerah uap panas lanjut di luar daerah yang diarsir, penentuan
entalpi memerlukan tekanan dan temperatur, dan pemodelan gas ideal tidak lagi
dapat dilakukan.

Gambar 6.2 Contoh diagram T-s

Diagram Entalpi-Entropi. Hal terpenting dalam diagram entalpi-entropi


adalah diagram Mollier, seperti pada Gambar 6.3. Perhatikanlah lokasi titik
kritis dan kemunculan garis-garis temperatur dan tekanan konstan. Garis-garis
kualitas konstan ditunjukkan pada daerah campuran dua fase cair-uap. Gambar
ini digunakan untuk mendapatkan nilai sifat pada keadaan uap panas lanjut dan
untuk campuran dua fasa cair-uap. Data untuk cairan umumya jarang tersedia.

Termodinamika Teknik VI-7


Pada daerah uap panas lanjut, garis temperatur konstan mendekati horizontal
pada saat tekanan berkurang, keadaan ini ditunjukkan oleh daerah terarsir pada
gambar 6.2. Pada daerah ini, model gas ideal paling wajar diterapkan.
Sebagai contoh: untuk menggambarkan pengunan diagram Mollier dalam
satuan SI, misalkan dua keadaa air. Pada keadaan pertama, T1 = 240oC, p1 = 0,10
MPa. Entalpi spesifik dan kulitas dibutuhkan untuk keadaan 2, dimana p2 = 0,01
MPa dan s1 = s2. Dengan menggunakan gambar 6.3 yang sebenarnya (diagram
Mollier), kedaan satu berada pada daerah uap panas lanjut. Tarik garis ke bawah
sampai memasuki daerah campuran dua fase cair-uap, pada keadaan 2, sehingga
kualitas campuran dan entalpi spesifik pada keadaan 2 dapat diperoleh dan
ternyata cocok dengan nilai yang didapat dengan tabel A-3 dan A-4, dimana: x2 =
0,98 dan h2 = 2537 kJ/kg.

Gambar 6.3 Contoh diagram h-s (Diagram Mollier)


# Penggunaan Persamaan TdS
Persamaan T dS dibentuk dengan memperhitungkan sistem kompressibel
sederhana, dan murni, yang mengalami proses revesibel internal. Meskipun
perubahan entropi antara dua keadaan dapat ditentukan dengan menggunakan

Termodinamika Teknik VI-8


persamaan 6.3a, evaluasi lebih lanjut diperlukan untuk memastikan hasil yang
dioperoleh dengan menggunakan persamaan T dS. Persamaan ini memungkinkan
perhitungan entropi dilakukan dengan data yang lebih banyak dan lengkap.
Persamaan T dS pertama ialah :
T dS = dU + p dV (6.10)
Persamaan T dS kedua, dikembangn dari Persamaan 6.10 mengunakan hubungan
H = U + pV. Dalam bentuk persamaan differensial, diperoleh:
dH = dU + d(pV) = dU + V dp + V dp
Setelah disusun ulang
dU + p dV = dH – V dp
Subtitusikan persamaan di atas ke dalam Persamaan 6.10, didapatkan
Persamaan T dS kedua :
T dS = dH – V dp (6.11)
Untuk sifat intensif dalam basis satuan massa dan basis molar, kedua bentuk
persamaan tersebut dituliskan sebagai berikut.
Basis massa,
T ds = du + p dv (6.12a)
T ds = dh − v dp (6.12b)
Basis molar
T ds = du + p dv (6.13a)

T ds = dh − v dp (6.13b)
Karena entropi merupakan sebuah sifat material, maka perubahan entropi antara
dua keadaan yang terjadi tidak dipengaruhi rincian proses yang dilalui tetapi
ditentukan oleh keadaan awal dan akhir proses.
Untuk menunjukkan kegunaan dari persamaan T ds, misalkan perubahan
fase dari cairan jenuh ke uap jenuh pada temperatur dan tekanan konstan. Oleh
karena tekanannya konstan maka Persamaan 6.12b menjadi:
dh
ds =
T
kemudian, karena temperatur konstan selama perubahan fase maka:

Termodinamika Teknik VI-9


hg − hf
sg − sf = (6.14)
T
Hubungan ini menunjukkan bahwa bagaimana sg – sf dihitung untuk tabulasi di
dalam tabel sifat. Sebagai contoh: Refrigeran 134a pada temperatur 0oC. Dari
Tabel A-10, hg – hf = 197,21 kJ/kg, jadi berdasarkan Persamaan 6.14:
197,21 kJ/kg kJ
s g − sf = = 0,7220
273,15 K kg.K
bandingkan hasilnya dengan tabel.

6.2.1 Perubahan Entropi Gas Ideal


Pada subbab ini persamaan T dS digunakan untuk mendapatkan besarnya
perubahan entropi antara dua keadaan gas ideal. Kita mulai dengan Persamaan
6.7, yaitu:
du P
ds = + dv (6.15a)
T T
dh v
ds = − dp (6.15b)
T T
Untuk gas ideal berlaku, du = cv(T) dT, dh = cp(T) dT, dan pv = RT. Dengan
hubungan ini Persamaan 6.15a dan Persamaan 6.15b masing-masing menjadi:
dT dv
ds = cv (T ) +R (6.16a)
T v
dT dp
ds = c p (T ) −R (6.16b)
T p
Karena R konstan, suku terakhir dari kedua Persamaan 6.16 dapat langsung
diintegrasikan. Namun karena cv dan cp merupakan fungsi temperatur untuk gas
ideal, penting untuk mendapatkan informasi tentang hubungan fungsional
sebelum integrasi suku terakhir dari kedua persamaan ini dapat dilakukan. Karena
kedua kalor spesifik tersebut berhubungan, dengan:
cp(T) = cv(T) + R (3.31)
di mana R merupakan konstanta gas, pengetahuan tentang salah satu fungsi kalor
spesifik tersebut akan memadai.
Dengan melakukan integrasi, pada kedua Persamaan 6.16 menghasilkan

Termodinamika Teknik VI-10


T2
dT v
s (T2 , v 2 ) − s (T1 , v1 ) = ∫ cv (T ) + R. ln 2 (6.17)
T v1
T1

T2
dT p2
s (T2 , P2 ) − s (T1 , p1 ) = ∫ c p (T ) T
+ R. ln
p1
(6.18)
T1

” Penggunaan Tabel Gas Ideal


Penghitungan perubahan entropi untuk gas ideal dapat dipermudah dengan
pendekatan tabel. Untuk melakukan hal ini, pertama tentukanlah keadaan
referensi dan nilai acuan: nilai entropi spesifik ditentukan sama dengan nol, pada
temperatur 0 K dan tekanan 1 atm. Kemudian dengan menggunakan Persamaan
6.18, entropi spesifik pada keadaan referensi, dengan temperatur T dan tekanan 1
atm, ditentukan relatif terhadap keadaan dan nilai acuan sebagai berikut:
T c (T )
p
s o (T ) = ∫ dT (6.19)
T
0
Simbol so(T) melambangkan entropi spesifik pada temperatur T dan tekanan 1
atm. Karena so hanya tergantung pada temperatur, maka nilai tersebut dapat
ditabulasi terhadap temperatur, seperti pada Tabel A-22 dan Tabel A-23. Karena
integral persamaan 6.18 dapat dimasukkan ke dalam bentuk so, maka:
T2 T2 T
dT dT 1
dT o o
∫cp T = ∫ c p T − ∫ c p T = s (T2 ) − s (T1 )
T1 0 0

maka persamaan 6.13 dapat dituliskan menjadi:


p
s (T2 , p 2 ) − s (T1 , P1 ) = s o (T2 ) − s o (T1 ) − R ln 2 (6.20a)
p1
atau dalam basis mol maka:
p
s (T2 , p 2 ) − s (T1 , P1 ) = s o (T2 ) − s o (T1 ) − R ln 2 (6.20b)
p1

Dengan menggunakan Persamaan 6.20 dan nilai tabulasi untuk s o dan s o , maka
perubahan entropi gas ideal dapat dihitung, yang secara eksplisit menunjukkan
variasi nilai kalor spesifik terhadap temperatur. Sebagai contoh: Hitunglah

Termodinamika Teknik VI-11


perubahan entropi spesifik, dalam kJ/kg.K, dengan udara sebagai gas ideal, pada
keadaan pertama; T1 = 300 K, dan p1 = 1 bar, serta keadan kedua; T2 = 1000 K
dan p2 = 3 bar. Dengan Persamaan 6.20a dan data dari tabel A-22.
p
s 2 − s1 = s o (T2 ) − s o (T1 ) − R ln 2
p1

kJ 8,314 kJ 3 bar
s 2 − s1 = (2,96770 − 1,70203) − ln
kg.K 28,97 kg.K 1 bar

= 0,9504 kJ/kg.K
” Penggunaan Fungsi cp(T)

Jika tabel tidak menyediakan s o atau s o untuk jenis gas yang dibutuhkan,
integral Persamaan 6.17 dan 6.18 dapat digunakan secara analitik atau numerik
dengan menggunakan data kalor spesifik pada Tabel A-20 dan Tabel A-21.
Karena kalor spesifik cp dan cv konstan, Persamaan 6.12 dan 6.13 dapat
disederhanakan menjadi:
T2 v
s (T2 , v 2 ) − s (T1 , v1 ) = c v ln + R ln 2 (6.21)
T1 v1

T2 p
s (T2 , p 2 ) − s (T1 , P1 ) = cv ln + R ln 2 (6.22)
T1 p1
Persamaan ini, bersama dengan Persamaan 3.35 dan 3.36 memberikan Δu dan
Δh, yang dapat diterapkan dengan asumsi model gas ideal pada kalor spesifik
konstan. Sebagai contoh: Tentukan perubahan entropi spesifik, dalam kJ/kg.K,
dari udara sebagai gas ideal yang mengalami proses dari T1 = 300 K, p1 = 1 bar
ke T2 = 400 K, p2 = 5 bar. Karena kisaran temperatur yang relative kecil, dapat
diasumsikan nilai cp konstan yang dihitung pada temperatur rata-rata 350 K.
Berdasarkan persamaan 6.17 dan cp = 1,008 kJ/kg.K dari tabel A-20.
T p
Δs = s2 - s1 = c p ln 2 − R ln 2
T1 p1

⎛ kJ ⎞ ⎛ 400 K ⎞ ⎛ 8,314 kJ ⎞ ⎛ 5 bar ⎞


= ⎜⎜1,008 ⎟ ln⎜ ⎟−⎜ ⎟ ln⎜ ⎟
⎝ kg.K ⎟⎠ ⎜⎝ 300 K ⎟⎠ ⎜⎝ 28,97 kg.K ⎟⎠ ⎜⎝ 1 bar ⎟⎠

= -0,1719 kJ/kg.K

Termodinamika Teknik VI-12


6.2.2 Perubahan Entropi pada Zat Inkompresibel
Model zat inkompresibel yang diperkenalkan pada Bab 3 mengsumsikan
bahwa volume spesifiknya (densitas) konstan dan kalor spesifik hanya bergantung
pada temperatur. cv = c(T). Maka, perubahan diferensial energi dalam spesifik
adalah du = c(T) dT dan Persamaan 6.15b, menjadi:
c( T )dT pdv c( T )dT
ds = + =
T T T
Setelah diintegrasikan, perubahan entropi spesifik menjadi
T2
c(T )
s 2 − s1 = ∫
T1
T
dT (inkompresibel)

Jika kalor spesifik dianggap konstan, maka


T2
s 2 − s1 = c ln (inkompreibel, c konstan) (6.23)
T1
Persamaan 6.23 dapat diterapkan pada cairan maupun zat padat yang dianggap
sebagai zat inkompresibel. Kalor spesifik untuk beberapa cairan dan zat padat
terdapat pada tabel A-19.

6.3 Proses Isentropik dan Efisiensi Isentropik

6.3.1 Proses Isentropik

Istilah isentropik berarti entropi tetap, sehingga proses isentropik adalah


perubahan keadan/sifat-sifat termodinamik sistem pada sembarang dua keadaan di
mana tidak mengalami perubahan entropi spesifik. Sifat-sifat pada tiap-tiap
keadaan yang memiliki entropi spesifik sama dapat dihubungkan dengan
menggunakan grafik dan tabel data sifat yang dibahas pada sub bab sebelumnya.
Sebagai contoh: seperti yang telah diperlihatkan pada Gambar 6.4 diagram
temperatur-entropi dan entalpi-entropi sangat membantu dalam menentukan sifat-
sifat pada keadaan-keadaan yang memiliki nilai entropi spesifik yang sama.
Semua keadaan pada garis vertikal yang melalui satu keadaan tertentu memiliki
nilai entropi yang sama. Nilai-nilai dari beberapa sifat-sifat yang lain pada
keadaan 2 dan 3 dapat dibaca kemudian secara langsung dari gambar-gambar.

Termodinamika Teknik VI-13


Gambar 6.4 Diagram T-s dan h-s menunjukkan keadaan yang memiliki nilai
entropi spesifik sama.

Tabel data juga dapat digunakan untuk menghubungkan dua keadaan yang
memiliki entropi spesifik yang sama. Untuk contoh kasus pada gambar 6.9,
entropi spesifik pada keadaan 1 dapat ditentukan dari tabel uap panas lanjut.
Kemudian, dengan s2 = s1 dan satu nilai sifat lain, seperti P2 atau T2, keadaan 2
dapat ditentukan letaknya pada tabel uap panas lanjut. Nilai sifat-sifat v, u dan h
pada keadaan 2 dapat ditentukan dari tabel. Perhatikan bahwa keadaan 3 jatuh
pada daerah dua fase cair-uap pada gambar 6.9 karena, s3 = s1, kualitas pada
keadaan 3 dapat ditentukan menggunakan Persamaan 3.3, dengan kualitas yang
diketahui maka sifat-sifat lain seperti v, u, dan h dapat kemudian dihitung.
Untuk model gas ideal khususnya udara, antara dua keadaan sistem
dengan entropi spesifik sama berlaku hubungan tekanan relatif yakni:
p2 pr 2
= ( s 2 = s1 , hanya untuk udara) (6.24)
p1 p r1
dengan pr1 = pr (T1) dan pr2 = pr (T2). Sedangkan hubungan volume relatif, yakni:
v2 vr 2
= ( s 2 = s1 , hanya untuk udara) (6.25)
v1 v r1
dengan vr1 = vr (T1) dan vr2 = vr (T2). Nilai tekanan relatif (pr) dan (vr) dapat
diperoleh dari dari Tabel A-22.
Hubungan sifat-sifat termodinamik untuk proses isentropik dari gas ideal
ketika kalor spesifik tetap, diperoleh dengan mereduksi Persamaan 6.21 dan 6.22
T P2 T ν
0 = c p ln 2 − R ln dan 0 = cv ln 2 + R ln 2
T1 P1 T1 ν1

Termodinamika Teknik VI-14


serta menggunakan Persamaan 3.33
kR R
cp = dan cν =
k −1 k −1
Persamaan ini dapat diselesaikan, untuk mendapatkan hubungan:
( k −1 )k
T2 ⎛ p 2 ⎞
=⎜ ⎟ (s1 = s2, konstan k) (6.26)
T1 ⎜⎝ p1 ⎟⎠
k −1
T2 ⎛ ν 2 ⎞
=⎜ ⎟ (s1 = s2, konstan k) (6.27)
T1 ⎜⎝ ν1 ⎟⎠
dengan mengeliminasi perbandingan temperatur pada kedua persamaan di atas,
diperoleh
k
P2 ⎛ ν1 ⎞
= ⎜ ⎟ (s1 = s2, konstan k) (6.28)
P1 ⎜⎝ ν 2 ⎟⎠
Dari bentuk Persamaan 6.28, dapat disimpulkan bahwa sebuah proses politropik
(pvk = konstan) dari gas ideal dengan tetapan k adalah sebuah proses isentropik.

6.3.1 Efisiensi Isentropik

Efisiensi isentropik merupakan perbandingan antara kinerja aktual sebuah


peralatan dan kinerja yang dapat dicapai dibawah keadaan ideal untuk keadaan
masuk yang sama dan tekanan keluar yang sama.
 Efisiensi Turbin Isentropik
Untuk memahami efisiensi turbin isentropik, perhatikan Gambar 6.5 yang
memperlihatkan ekspansi turbin pada diagram Mollier. Keadaan awal ketika
memasuki turbin dan tekanan keluar turbin telah ditentukan. Perpindahan kalor
antara turbin dan lingkungan diabaikan. Begitupun dengan efek energi kinetik
dan potensial. Dengan asumsi-asumsi ini, neraca laju massa dan energi menjadi
lebih sederhana, pada keadaan tetap, sehingga kerja per satuan massa yang
melewati turbin,
W& cv
= h1 − h2
m&
Karena keadaan 1 tetap, entalpi spesifik h1 dapat diketahui. Sehingga, nilai
kerja hanya tergantung pada entalpi spesifik h2 dan meningkat dengan
penurunan h2. Nilai maksimum untuk kerja turbin di dapatkan dari nilai terkecil

Termodinamika Teknik VI-15


entalpi spesifik yang diizinkan pada keluaran turbin. Hal ini dapat ditentukan
menggunakan hukum kedua. Keadaan keluar yang diizinkan dibatasi oleh
σ& cv
= s 2 − s1 ≥ 0
m&

Gambar 6.5 Perbandingan ekspansi nyata dan isentropik pada turbin.

yang dapat diperoleh dengan penurunan neraca laju entropi. Karena produksi
entropi σ& cv / m& tidak dapat bernilai negatif, keadaan dengan s2 < s1 tidak
diperbolehkan dalam ekspansi adiabatik. Ekspansi sebenarnya hanya dapat
dicapai dengan s2 > s1, keadaan yang ditandai oleh “2s” pada Gambar 6.5 dapat
dicapai hanya jika tidak ada ireversibilitas internal. Hal inilah yang disebut
ekspansi isentropik pada turbin. Untuk tekanan keluar tetap, entalpi spesifik h2
menurun bersamaan dengan penurunan entropi spesifik s2. Untuk itu, nilai
terkecil yang diizinkan untuk h2 sama dengan keadaan 2s, dan nilai maksimum
untuk kerja turbin adalah
⎛ W& cv ⎞
⎜ ⎟
⎜ m& ⎟ = h1 − h2 s
⎝ ⎠s
Dalam ekspansi nyata pada turbin h2 > h2s, sehingga dihasilkan kerja yang lebih
kecil dibandingkan dengan kerja maksimum. Perbedaan ini dapat dihitung oleh
efisiensi turbin isentropik yang didefinisikan oleh
W& cv / m&
ηt = (6.29)
(W& cv / m& ) s

Nilai ηt biasanya berkisar antara 0,7 hingga 0,9 (70 – 90 %).

Termodinamika Teknik VI-16


 Efisiensi Nozel Isentropik
Pendekatan yang serupa yang digunakan untuk turbin dapat juga
digunakan untuk efisiensi isentropis dari nosel yang bekerja di bawah keadaan
tetap atau tunak. Efisiensi nosel isentropik didefinisikan sebagai perbandingan

dari energi kinetik spesifik nyata dari gas yang meninggalkan nosel. V22 / 2

dengan energi kinetik keluar yang dapat dicapai ekspansi isentropik pada

keadaan masuk yang sama dan tekanan keluar yang sama juga, (V22 / 2) s

V22 / 2
ηnosel = (6.30)
(V22 / 2) s
Efisiensi nosel isentropik biasanya hingga 95% atau lebih. Hal ini menunjukkan
bahwa nosel yang dibuat dengan baik memiliki ireversibilitas internal yang
mendekati nol.
 Efisiensi Pompa dan Kompressor Isentropik
Bentuk dari efisiensi isentropik untuk kompresor dan pompa dibahas
bersama yang mengacu pada Gambar 6.6, yang menunjukkan proses kompresi
pada diagram Mollier. Keadaan saat memasuki kompresor dan tekanan keluar
tetap.

Gambar 6.6 Perbandingan antara kompressi nyata dan isentropik

Dengan perpindahan kalor, energi kinetik, dan energi potensial yang dapat di
abaikan, kerja masuk per satuan massa yang mengalir melewati kompresor
adalah

Termodinamika Teknik VI-17


⎛ W& cv ⎞
⎜− ⎟ = h2 − h1
⎜ m& ⎟
⎝ ⎠
Karena keadaan 1 tetap, entalpi spesifik h1 dapat diketahui. Oleh karena itu,
nilai kerja masuk hanya bergantung pada entalpi spesifik h2 pada keluaran.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa besar kerja input menurun. Dengan
menurunnya h2. Kerja minimum masuk ialah nilai terkecil yang diperbolehkan
untuk entalpi spesifik pada keluaran kompresor, dengan alasan yang sama
untuk turbin, entalpi ini adalah entalpi pada keadaan keluar yang dapat dicapai
pada kompresi isentropik dari keadaan masuk dan tekanan keluar tertentu.
Kerja minimum masuk didapat dari
⎛ W& cv ⎞
⎜⎜ − ⎟⎟ = h2 s − h1
⎝ m& ⎠s
Dalam kompresi nyata h2 > h2s, sehingga dibutuhkan lebih dari kerja minimum.
Perbedaan ini dapat dihitung dengan efisiensi kompresor isentropic yaitu
(− W&cv / m& )s
ηc = (6.31)
(− W&cv / m& )
Pembilang dan penyebut dari pernyataan di atas dihitung pada keadaan masuk
dan tekanan keluar yang sama. Nilai ηc biasanya 75-85%. Untuk kompresor.
Efisiensi pompa isentropic; ηp, dapat didefenisikan dengan cara yang sama.

Termodinamika Teknik VI-18


Latihan Penyelesaian Soal

Contoh 6.1 : Proses Isentropik Udara


Udara mengalami proses isentropik dari p1 = 1 dan T = 540oR berubah menjadi
keadaan akhir di mana temperatur T2 = 1160oR. Dengan menggunakan prinsip
gas ideal, tentukan tekanan akhir p2, dalam atm. Selesaikan dengan
menggunakan (a) data p1 dari tabel A-22E dan (b) perbandingan kalor spesifik
yang tetap k pada temperatur rata-rata, 850oR, dari Tabel A-20E.
Penyelesaian:
Diketahui: Udara mengalami proses isentropik dari sebuah keadaan di mana
tekanan dan temperatur diketahui menuju keadaan lain di mana
hanya diketahui temperatur.
Ditanyakan: Tentukan tekanan akhir menggunakan (a) data p1 dan (b) nilai
tetap untuk perbandingan kalor spesifik k.
Gambar skema dan data yang tersedia:

Gambar C6.1
Asumsi:
1. Jumlah udara ketika sistem mengalami proses isentropik
2. Udara dapat dianggap sebagai gas ideal
3. Pada bagian (c) perbandingan kalor spesifik tetap
Analisis:
(a) Hubungan tekanan dengan temperatur pada dua keadaan dan gas ideal yang
memiliki entropy, spesifik yang sama mengikuti Persamaan 6.24
p2 pr 2
=
p1 p r1
Diubah menjadi:
p
p 2 = p1 r 2
p r1
Dengan nilai pr dari Tabel A-22E
21,18
p2 = (1 atm) = 15,28 atm
1,3860

Termodinamika Teknik VI-19


(b) Jika perbandingan kalor spesifik k dianggap tetap, temperatur dan tekanan
pada dua keadaan dari gas ideal yang memiliki entropi spesifik maka
berlaku persamaan 6.45. sehingga
k /( k −1 )
⎛T ⎞
p 2 = p1 ⎜⎜ 1 ⎟⎟
⎝ T2 ⎠
Dari tabel A-20E pada 390oF (850oR), k = 1,39; dengan memasukkan nilai
ke dalam persamaan di atas diperoleh:
1, 39 / 0 , 39
⎛ 1160 ⎞
p2 = (1 atm) ⎜ ⎟ = 15,26 atm
⎝ 540 ⎠
Komentar: Perbedaan nilai antara bagian (a) dan (b), dipengaruhi oleh
penggunaan nilai yang tepat untuk perbandingan kalor spesifik, k.

Contoh 6.2 : Kerja Turbin dengan Menggunakan Efisiensi Isentropik


Sebuah turbin uap bekerja pada keadaan tunak dengan keadaan masuk p1 = 5
bar, T1 = 320oC. Uap meninggalkan turbin pada tekanan 1 bar. Tidak ada
perpindahan kalor yang berarti antara turbin dan lingkungan,dan perubahan
energi kinetik dan potensial antara masukan dan keluaran dapat diabaikan. Jika
efisiensi turbin isentropik adalah 75%, tentukan kerja per satuan massa uap
yang mengalir melalui turbin, dalam kJ/kg.
Penyelesaian:
Diketahui: Uap mengembang melalui sebuah turbin yang berperasi pada
keadaan tunak dari keadaa masuk tertentu menuju tekanan keluar
tertentu.Efisiensi turbin diketahui.
Ditanyakan: Tentukan kerja per satuan massa uap yang mengalir melalui turbin.
Gambar skema dan data yang tersedia:

Gambar C6.2
Asumsi:
1. Volume atur yang menyelubungi turbin pada keadaan tunak.
2. Ekspansi yang terjadi adalah adiabatik dan perubahan energi kinetik dan
potensial antara masukan dan keluaran dapat diabaikan.

Termodinamika Teknik VI-20


Analisis:
Kerja yang terjadi dapat ditentukan dengan menmggunakan efisiensi turbin
isentropik Persamaan 6.29, yang dapat ditata ulang menjadi
W& cv ⎛ W& ⎞
= η ⎜⎜ cv ⎟⎟ = ηt (h1 − h2 s )
m& ⎝ m& ⎠ s
Dari Tabel A-4, h1 = 3105,6 kJ/kg dan s1 = 7,5308 kJ/kg.K. Keadaan keluar
ekspansi isentropik tetap dengan p2 = 1 bar dan s2s = s1’. Dengan melakukan
interpolasi nilai entropi spesifik dalam Tabel A-4 pada 1 bar didapatkan h2s =
2743,0 kJ/kg. Kemudian memasukkan nilai-nilai ini ke dalam persamaan di
atas, diperoleh:
W& cv
= 0.75(3105.6 − 2743.0) = 271.95 kJ/kg
m&
Komentar: Pengaruh ireversibilitas, menurunkan kerja turbin. Kerja yang
dihasilkan hanya 75% dari yang dapat dihasilkan oleh ekspansi isentropik antara
keadaan masuk dan tekanan keluar turbin tertentu.

Contoh 6.3 : Menentukan Efisiensi Nozel Isentropik


Uap masuk ke sebuah nosel beroperasi pada keadaan tunak p1 = 140 lbf/in2 dan
T1 = 600oF dengan kecepatan 100 ft/s.Tekanan dan temperature keluar adalah p2
= 40 lbf/in2 dan T2 = 350oF. Tidak ada perpindahan kalor yang berarti antara
nosel dan lingkungan, dan perubahan energi potensial masukan dan keluaran
dapat diabaikan. Tentukan efisiensi nosel.
Penyelesaian:
Diketahui: Uap mengembang melalui nosel pada keadaan tunak dari keadaan
masukan tertentu menuju keadaan keluaran tertentu. Kecepatan
masukan diketahui
Ditanyakan: Tentukan efisiensi nosel
Gambar skema dan data yang tersedia:

Gambar C6.3

Termodinamika Teknik VI-21


Asumsi:
1. Volume atur pada skema bekerja secara adiabatik dalam keadaan tunak
2. Untuk volume atur, kerja dan perubahan energi potensial antara masukan
dan keluaran dapat diabaikan.
Analisis:
Efisiensi nosel pada Persamaan 6.30 membutuhkan energi kinetik
spesifik nyata di keluaran nosel dan energi kinetik yang spesifik yang mungkin
dapat dicapai di keluaran nosel dalam ekspansi isentropik dari keadaan masuk
tertentu menuju tekanan keluar yang telah diketahui. Neraca laju massa dan
energi untuk volume atur satu masukan, satu keluaran pada keadaan tunak
disederhanakan menjadi
V22 V12
= h1 − h2 +
2 2
Persamaan ini digunakan baik pada ekspansi nyata maupun isentropic.
Dari Tabel A-4E pada T1 = 600oF dan p1 = 140 lbf/in2, h1=1326,4 Btu/lb,
s1 = 1,7191 Btu/lb.oR. Kemudian T2 = 350oF dan p2 = 40 lbf/in2, h1 = 13211,8
Btu/lb. Kemudian energi kinetik spesifik nyata pada keluaran dalam Btu/lb
adalah :
V22 Btu Btu (100 ft/s )2
= 1326.4 − 1211,8 +
2 lb lb 2 778 ft.lbf
(2) 32.2 lb.ft/s
1lbf 1 Btu
= 114,8 Btu/lb
Dengan menginterpolasi Tabel A-4E pada 40 lbf/in2, dengan s2s = s1 =
1,7191 Btu/lb.oR, menghasilkan h2s = 1202.3 Btu/lb. Kemudian, energi kinetik
spesifik pada keluaran untuk ekspansi isentropik adalah
⎛ V2 ⎞
⎜ 2 ⎟ (100 )2
⎜⎜ 2 ⎟⎟ = 1326.4 − 1202 ,3 + (2 ) 32 ,2 778 = 124.3 Btu/lb
⎝ ⎠s
Substitusikan nilainya ke Persamaan 6.30, diperoleh efisiensi nosel isentropik:
(V22 / 2) 114.8
ηnosel =
(V22 / 2)s = 124,3 = 0,924 (92,4%)
Komentar:
Ireversibilitas dalam nosel disebabkan oleh gesekan antara gas atau cairan yang
mengalir dengan dinding nosel. Pengaruh gesekan ialah pada energi kinetik
keluaran yang lebih kecil, menghasilkan kecepatan keluaran yang lebih kecil,
dibandingkan dengan yang dihasilkan pada ekspansi isentropik pada tekanan
yang sama.

Termodinamika Teknik VI-22


Contoh 6.4 : Menentukan Efisiensi Kompressor Isentropik
Sebuah kompresor yang bekerja secara adiabatik pada sistem pompa kalor (heat
pump) mengalirkan refrijeran dengan laju aliran massa 0,07 kg/s, keadaan
refrijeran: pada sisi masukan kompressor; p1 = 3,5 bar dan T1 = -5oC dan pada
sisi keluaran menjadi p2 = 14 bar dan T2 = 75oC. Tentukan daya dalam kW dan
efisiensi isentropik kompressor.
Penyelesaian:
Diketahui: Refrijeran-22 ditekan secara adiabatik dari masukan tertentu ke
keluaran tertentu dengan nilai laju aliran massa diketahui.
Ditanyakan: Tentukan daya kompressor dan efisiensi kompressor isentropik
Gambar skema dan data yang tersedia:

Gambar C6.4
Asumsi:
1. Kompresor bekerja dalam volume atur pada keadaan tunak
2. Kompresi terjadi secara adiabatic, dan perubahan energi kinetik dan
potensial antara masukan dan keluaran dapat diabaikan
Analisis:
Dengan asumsi 1 dan 2, neraca laju massa dan energi direduksi menjadi
W& cv = m& (h1 − h2 )
Dari Tabel A-9, h1 = 249,75 kJ/kg dan h2 = 294,17 kJ/kg, sehingga
1 kW
W& cv = (0 ,07 kg/s )(249 ,75 − 294 ,17 )kJ/kg = −3,11 kW
1 kJ/s
Efisiensi kompresor isentropic ditentukan dengan Persamaan 6.31,
(− W&cv / m& )s (h2s − h1 )
ηc =
(− W&cv / m& ) = (h2 − h1 )
Dari Tabel A-9, s1 = 0,9572 kJ/kg K. Dengan s1 = s2s, interpolasi Tabel A-9
pada 14 bar menghasilkan h2s = 285,58 kJ/kg, maka:
ηc =
(285,58 − 249,75) = 0,81(81%)
(294,17 − 249,75)
Komentar: Daya teoritis untuk kompressi adiabatik
(W&cv )s = m& (h1 − h2 ) = (0,07)(249,75 − 285,58) = −2,51 kW < (W&cv )aktual
Termodinamika Teknik VI-23
Soal-Soal Latihan Uji Kompetensi

1. Dengan menggunakan tabel yang sesuai, tentukanlah perubahan entropi


spesifik antara dua keadaan yang diberikan di bawah ini serta gambarkan
pada diagram T-s:
(a) Air, p1 = 10 Mpa, T1 = 400oC, p2 = 10 Mpa, T2 = 100oC.
(b) Refrijeran 134a, h1=111,44 kJ/kg, T1=-40oC, uap jenuh pada p2=5 bar.
(c) Udara sebagai gas ideal, T1 = 7oC, p1 = 2 bar, T2 = 327oC, p2 = 1 bar.
(d) Hidrogen sebagai gas ideal, T1=727oC, p1=1 bar, T2=25oC, p2=3 bar.
2. Satu kilogram Amonia mengalami proses dari tekanan 4 bar, 100oC ke
keadaan di mana tekanannya 1 bar. Selama proses itu, ada perubahan
entropi spesifik, s2-s1 = -3,1378 kJ/kg.K. Tentukannlah temperatur [oC]
dan entalpi spesifik [kJ/kg], pada keadaan akhir.
3. Satu pound massa [1 lb] air melewati proses tanpa adanya perubahan
entropi spesifik, dari keadaan awal dengan p1 = 100 lbf/in2, T1 = 650oF ke
keadaan akhir dengan p2 = 5 lbf/in2. Tentukanlah temperatur akhirnya, jika
fasanya pada keadaan panas lanjut, campuran, dan jenuh. Gunakan data
dari tabel sifat-sifat air dan diagram Mollier kemudian bandingkan
hasilnya.
4. Udara masuk ke turbin yang beroperasi pada tekanan 6 bar dan temperatur
1100 K, berekspansi isentropis ke suatu keadaan dengan temperatur 700
K. Dengan menggunakan model gas ideal dan pengaruh energi potensial
dan energi kinetik di abaikan, tentukanlah tekanan keluaran [bar] dan kerja
[kJ/kg] pada turbin tersebut. Gunakan:
(a) Data dari tabel sifat-sifat gas ideal udara.
(b) Rasio kalor spesifik konstan, dengan temperatur rata-rata 900 K.
5. Gambar L6.1 menunjukkan tiga instalasi yang beroperasi pada keadaan
tunak: sebuah pompa, boiler, dan turbin. Turbin memberikan daya yang
diperlukan oleh pompa dan juga mensuplai daya ke instalasi lainnya.
Untuk operasi adiabatik pada pompa dan turbin, serta pengaruh energi
kinetik dan potensial diabaikan, tentukan: a). Kerja yang dibutuhkan
pompa, b). Kerja bersih yang dihasilkan oleh turbin, dan c). Perpindahan
kalor ke boiler.

Termodinamika Teknik VI-24


Referensi/Sumber Rujukan

1. Cengel, Y.A. dan Boles, M.A. 2002. Thermodynamics. 4th edition. Boston-
USA: Mc. Graw Hill. (halaman 301 s.d. 425).
2. Granet, I.P.E. and Blustien, M.Ph.D. 2000. Thermodynamics and Heat Power,
6th edition. New Jersey USA: Prentice Hall. (halaman 138 s.d168).
3. Moran, M.J. dan Shapiro, H.N. 2000. Fundamentals of Engineering
Thermodynamics. 4th edition (terjemahan oleh: Nugroho, Y.S.. 2003).
New York USA: Jhon Wiley and Sons. (halaman 265 s.d. 323).
4. Reynold, W. C. 1991. Termodinamika Teknik. (terjemahan: Filino Harahap).
Jakarta: Erlangga. (halaman 140 s.d. 167)

Termodinamika Teknik VI-25

Anda mungkin juga menyukai