Anda di halaman 1dari 97

Kuliah I

PENDAHULUAN
1.Termodinamika Penerapan di Teknik Kimia :
Pengertian kata termodinamika mula mula mempunyai pengertian “ heat
power “ atau power yang dihasilkan dari panas. Namun pengertian ini
dianggap terlalu sempit sehingga memunculkan pengertian baru :
yaitu transformasi semua jenis energy menjadi energy lain.

2. Contoh :
perubahan energi panas uap menjadi energy gerak
Perubahan energy panas matahari menjadi listrik
Perubahan energy bahan bakar menjadi panas
Perubahan energy kinetik menjadi panas
Perubahan energy potensial menjadi panas

Manfaat termodinamika pada bidang science sangat luas karena dapat


dipakai menjelaskan bagaimana perubahan tersebut secara fisika dan
kimia berpengaruh pada sistem ( proses kimia, mekanika, elektronika )
Di bidang teknik kimia dapat diterapkan pada perhitungan misalnya :

 Perhitungan kebutuhan panas dan kerja pada proses fisika dan


kimia
 Perhitungan kesetimbangan proses reaksi kimia
 Perhitungan kesetimbangan fase perpindahan dari satu bahan ke
bahan lain

3.Ekspresi matematis persamaan termodinamika.


Guna menjelaskan secara logika mekanisme perubahan perubahan
yang terjadi diperlukan suatu ekspresi matematika ( dalam bentuk
persamaan ) yang diperoleh dari besaran fundamental misalnya
panjang, waktu, massa, gaya, temperatur.

4.Besaran Fundamental
4.1 Waktu.
Satuan simbol t satuan dasar dalam second ( detik )
4.2 Panjang
Simbol l satuan dasar untuk SI (m) , british (ft) dimana 1ft = 0,304 m.

4.3 Massa
Simbol m satuan dasar untuk sistem SI (kg), british (lbm) dimana 1lbm
setara dengan 0,45359237 kg

4.4 Gaya
Simbol F satuan dasar dalam SI newton (N) yaitu gaya yang bekerja pada
masa 1kg yang akan menghasilkan percepatan satu meter per detik
tiap detiknya. Secara ekspresi matematis korelasi gaya, massa
danpercepatan adalah sbb :
F = ma (1)
F(kg m s-2) = (kg)(m s-2)

Dalam satuan british mempunyai satuan pound force (lbf) yang


didefinisikan gaya yang yang dapat mempercepat benda dengan
massa 1 pound sebesar 32,1740 feet per second per second
Sehingga untuk menyesuaikan satuan dalam newton harus ditambahkan
Konstanta dengan rumusan sbb :
F = 1/gcma (2)
1(lbf) = 1/gc x 1(lbm) x 32,1740 (ft)(s)-2
Sehingga gc = 32,1704(lbm)(ft)(lbf)-1(s)-2

1 Lbf ( pound force ) = 4,4482216 N

4.5 Temperatur
Temperatur mempunyai simbol t dan T . Temperatur dalam skala celcius
simbolnya t sedang untuk skala Kelvin adalah T. Korelasi kedua
skala ini adalah
t o C = T (K) – 273,15
Selain itu ada skala lain yang biasa dipakai di USA yaitu Rankine dan
Fahrenheit . Masing masing mempunyai korelasi sbb :
1. T(R) = 1,8 T (K)
2. t(oF) = T ( R ) – 459,67
3. t (oF) = 1,8 t oC + 32
4.6 Tekanan
Tekanan diberi simbol P yang didefinisikan sebagai gaya F yang bekerja pada
luasan A . Apabila gaya mempunyai satuan Newton (N) sedangkan
luasan mempunyai satuan m2 maka hubungan antara tekanan dan gaya
sebagai berikut :
P = F/A
P (N/m2) = F(N)/A(m2)
1N/m2 = Pa
Tekanan Hidrostatis : adalah tekanan cairan yang diisikan pada pipa vertikal
apabila dianalogikan dengan korelasi seperti persamaan di atas maka :
P = F/A
P = mg/A
P = ρAhg/A
P = ρhg
Rumusan ini dipakai untuk pengukuran tekanan memakai manometer
Satuan tekanan pada manometer dapat dinyatakan dengan beberapa satuan :
1. torr = tekanan yang ekivalen dengan ketinggian 1 milimeter merkuri pada
temperatur 0oC pada daerah gravitasi standart
1 torr ekivalen dengan 133,322 Pa
2. Atmosfer standart (atm) yaitu tekanan rata rata atmosfer bumi pada
permukaan laut yang didefinisiakan sebagai 101325 Pa, 101,325
kPa
3 Bar merupakan satuan SI ekivalen 105 Pa = 0,986923 atm.
4 Psi merupakan satuan untuk British
Alat ukur tekanan selain manometer juga digunakan Pressure gauge
yang merupakan perbedaan tekanan yang diukur dan tekanan
atmosferis sekeliling. Untuk mengubah menjadi tekanan absolut
ditambahkan tekanan barometer. Pada perhitungan termodinamika
dipakai tekanan absolut.

4.7 Kerja (work) diberi simbol W merupakan output yang diperoleh


pada saat gaya bekerja dengan jarak tertentu dengan perumusan
dW = F dl
F = gaya , dl = perubahan jarak
Selain karena perubahan jarak usaha (W) dapat terjadi karena
perubahan volume misalkan pada proses kompresi atau ekspansi
fluida pada silinder. Pada termodinamika peristiwa ini sering
dijumpai.
Pada peristiwa kompresi dapat digambarkan sbb:
Fluida dalam tabung silinder ditekan dengan gaya tertentu, maka
volume fluida yang semula v’1 akan berubah menjadi v’2 dimana v’2
menjadi lebih kecil dari v’1

Maka analog dengan persamaan Work di atas dapat dituliskan :


dW = F dl
Vi
dW   PAd
A
dW   PdV i
v2'
W   ' PdV '
v1
Tanda negatif menunjukkan perubahan volume karena volume posisi 2
lebih kecil dari 1
Satuan SI untuk usaha (W) adalah newton-meter atau joule sedangkan
untuk satuan British foot-pound force (ft-lbf)

4.8 Energy
Konsep rumusan kerja di atas kemudian dikembangkan untuk
memperoleh konsep energy;
1. Energy Kinetik
Apabila suatu benda dengan massa m diberi gaya F shingga berpindah
sejauh dl selama interval waktu tertentu dt maka berdasarkan
rumusan usaha (W) dapat dituliskan sbb :
dW= m.a.dl
du dl
dW  m dl  m du
dt dt
dW  mu.du
u2  u 22 u12 
W  m udu  m  
 2 2
u1

 mu 2 
W   
 2 
Apabila energy kinetik diberi simbol Ek maka persamaan menjadi

Ek = ½ mu2
Satuan energy kinetik SI adalah kg m2 s2 , apabila dinyatakan dalam
newton sama dengan Newton meter atau joules. Untuk satuan British
harus dikonversikan dengan gc
Ek= (1/2mu2)/gc
Dengan satuan ft/lbf
2. Energy Potensial
Apabila benda dengan massa m yang mula-mula berada pada ketiggian
z1 kemudian digeser ke ketinggian z2 maka minimal gaya untuk
menggesernya adalah seberat benda itu sendiri
F= ma = mg
Kerja (W) minimum untuk menggeser benda tersebut adalah :
W= F(z2-z1) = mg(z2-z1)
W= Δ(mzg)
Ep= mgz
Satuan untuk energy potensial adalah kg m2 s2 ( Newton-meter ) = Joule
4.9 Panas ( Heat )

Apabila bahan panas dikontakkan dengan bahan dingin maka bahan


yang panas akan menjadi lebih dingin sedangkan bahan yang
dingin menjadi lebih panas. Hal ini disebabkan karena terjadi
perpindahan panas dari bahan yang panas ke bahan dingin (Q).
Panas yang dipindahkan dari suatu bahan akan disimpan dalam
bentuk energy kinetik atau energy potensial atom atau molekul
suatu bahan.
Satuan energy untuk SI Newton-meter = Joule, untuk British unit
adalah foot-lbf
Kuliah II
Hukum I Termodinamika

1. Percobaan Joule
Percobaan Joule digunakan untuk memahami korelasi antara panas
dan kerja.
Eksperimen yang dilakukan sbb :
1.Air, minyak, merkuri masing-masing ditempatkan pada suatu
wadah yang diisolasi, Kemudian pada masing masing bahan
dilakukan pengadukan. Kerja yang dilakukan pada pengadukan
diukur demikian juga perubahan temperatur diukur. Joule
menyimpulkan bahwa setiap satuan massa bahan akan
mengalami kenaikan temperatur satu derajat apabila diberi
kerja sebesar yang dibutuhkan. Kerja yang ditambahkan
berasal dari pengadukan
2.Wadah kemudian didinginkan maka temperatur kembali ke kondisi
awal. Maka dapat disimpulkan bahwa panas merupakan
bentuk energy
2. Energy dalam

Pada eksperimen Joule energy ditambahkan ke dalam fluida dalam


bentuk kerja (W), tetapi pada saat pendinginan terjadi transfer
panas.

Ditransfer
Berupa panas (Q)
Work
diaduk
Transit sementara
dalam bentuk
internal energy
Kerja yang diberikan disimpan dalam cairan dalam bentuk energy yang
disebut energy dalam
Energy dalam (internal energy) merupakan energy yang diakibatkan
gerakan molekul penyusun bahan yang tidak termasuk di dalamnya
energy yang berhubungan dengan posisi bahan (Ek dan Ep)

3. Hukum I Termodinamika
Hukum I : Energy yang hilang akan muncul kembali menjadi bentuk
energy yang lain
Aplikasi hukum ini pada proses dapat dijelaskan sbb:

lingkungan

sistem

Ada dua daerah lingkaran luar sebagai lingkungan dan dalam sebagai
sistem
Energy yang hilang dari sistem akan muncul kembali pada lingkungan
dalam bentuk energi lain
Apabila dituliskan dalam bentuk persamaan :

Δ(Energy system) + Δ(Energy lingkungan) = 0

4. Neraca Energy pada Sistem Tertutup


Sistem tertutup adalah sistem yang tidak memungkinkan terjadinya
transfer misalnya pada sistem yang diisolasi sempurna. Pada sistem
tertutup berlaku rumusan
Δ (Energy system ) = ΔU + ΔEk + ΔEp
Δ( Energy lingkungan ) = Q – W
Subsitusi kedua persamaan

ΔU + ΔEk + ΔEp = Q – W
Pada sistem tertutup tidak terjadi perubahan Ek dan Ep

Sehingga persamaan di atas menjadi :

ΔU = Q – W

5. Entalphi
Berdasarkan persamaan internal energy ini dapat dikembangkan
persamaan lain yaitu entalphi yang banyak dipakai untuk
perhitungan neraca energy pada sistem proses. Persamaan entalphi
dapat dituliskan sbb :
ΔH = Δ U + Δ (PV)
H = entalphi
P = tekanan absolut
V = volume
U = internal energy
Contoh : Hitunglah ΔU dan ΔH dalam Btu apabila 1lbm air diuapkan pada temperatur
konstan 212 (oF) dan tekanan konstan 1 (atm)
Spesifik volume air pada kondisi ini 0,0167 (ft3/lbm) sedangkan spesifik volume uap air
26,80 (ft3/lbm) . Untuk proses penguapan ini perlu ditambahkan panas 970,3 Btu
Perhitungan :
1. Terjadi perubahan volume dari 0,0167 menjadi 26,80 (ft3/lbm)
2. Q yang ditambahkan = 970,3 Btu

6. Neraca energy pada sistem terbuka :

Persamaan Neraca energy seperti yang ditunjukkan pada sistem tertutup yaitu ΔU = Q – W
terbatas pemakaiannya untuk sistem yang tidak mengalir dimana yang berubah
adalah internal energynya. Untuk sistem proses yang mengalir perhitungan nerca
energynya yang mengalami perubahan adalah entalphinya : dengan rumusan :

v 2
H   gz  Q  Ws
2
Dimana : Δz = perbedaan ketinggian
Δv = kecepatan linier aliran fluida
Q = panas yang dibrikan ke sistem
Ws= kerja pompa, kompresor
Gambar diagram proses yang mengalir

v1
Posisi
1
Heat
Turbin
exchanger
Q
Z1
v2
Posisi 2
Ws z2

Pada sistem yang mengalir Ek, Ep sangat kecil


dibandingkan Q dan Ws sehingga bisa diabaikan shg
persamaan neraca energinya menjadi

ΔH = Q - Ws
Gambar sistem yang tidak mengalir

Neraca energy pada sistem yang tidak mengalir

ΔU = Q – W
6. Kapasitas Panas (Heat Capacity)

Setiap bahan mempunyai kemampuan untuk menangkap panas yang


dipindahkan dari lingkungan. Besarnya kemampuan menangkap panas ini
disebut kapasitas panas . Semakin kecil perubahan temperatur dalam
bahan ketika terjadi aliran panas maka semakin besar kapasitas panas
bahan tersebut. Korelasi matematis antara aliran panas , temperatur dan
kapasitas panas dinyatakan dalam persamaan matematis sbb:

dQ
C
dT
Kapasitas panas ada 2 macam yaitu kapasitas panas yang ditentukan pada
volume konstan (Cv ) dan kapasitas panas pada tekanan konstan Cp
 Kapasitas panas pada volume konstan didifinisikan

 U 
Cv   
 T  v
dU  CvdT
Hasil integrasi
T2

U   CvdT pada v konstan


T1

Panas yang mengalir


T2

Q  nU  n  CvdT pada v konstan


T1

 Kapasitas panas pada tekan konstan didifinisikan :

 H 
Cp   
 T  P

dH  CpdT
Hasil integrasi
T2

H   CpdT pada P konstan


T1

Panas yang mengalir


T2

Q  nH  n  CpdT pada P konstan


T1
Aplikasi

Aplikasi persamaan kapasitas panas untuk


perhitungan entalphi ( ΔH), kerja (W), energy
dalam (ΔU), panas yang dilepaskan atau
diserap pada proses kompresi, cooling,
pemanasan fluida. Beberapa contoh misalnya :
 Berapa kebutuhan kerja untuk mencairkan gas
LPG
 Berapa panas yang dilepaskan untuk
pendinginan gas
 Berapa kebutuhan panas untuk menaikkan
tekanan gas yang akan direaksikan pada
tekanan tertentu
Contoh soal yang lain bisa dilihat di
referensi
Kuliah III
Properties Volumetris Fluida Murni
(Sifat-Sifat Volumetris Fluida Murni)

Sifat-sifat termodinamika seperti, entalphi, energy dalam, yang


dipakai untuk perhitungan kebutuhan kerja dan panas pada
proses industri kimia, seringkali diperoleh dari perhitungan yang
menyangkut data volume misalnya W = PΔV, ΔH = ΔU + PΔV. Hal
ini menunjukkan sifat volumetris fluida sangat penting. Sifat fluida
dipengaruhi oleh P dan T. Perubahan properties fluida karena
pengaruh P dan T akan sangat berpengaruh terhadap property
yang lain misalnya, energy dalam dan entalphy.

Sebagai contoh air dan es mempunyai volume spesifik


yang berbeda walaupun sama-sama air tetapi karena
adanya perbedaan temperatur menyebabkan propertis
yang berbeda
1. Diagram P-T
Digram P-T menggambarkan berbagai macam fase pada suatu bahan.
Satu jenis bahan dapat diubah menjadi berbagai fase dengan
mengatur kondisi P dan T. Berikut gambar PT :

Daerah fluida
A
3

Kuva Fusion Daerah


P fase cair C

Tekanan
Kurva penguapan
Daerah
fase padat B
2
1 Daerah
fase uap
Kurva sublimasi Triple point

Tc
Temperatur
1. Kurva 1-2 : Batas solid - gas
2. Kurva2-C ; Batas cairan - uap
3, Kurva 2-3 : Batas solid - liquid
4. Ketiga kurva bertemu di titik triple point
5. Kurva penguapan berakhir pada kondisi kritis C, pada temperatur Tc
dan tekanan Pc. Pada titik ini adalah batas tertinggi terjadinya
kesetimbangan uap-cair. Di atas titik ini batas jenis cairan atau gas
tidak nampak jelas. Untuk membedakan pada daerah ini suatu
bahan jenis gas atau cair berdasarkan identifikasi berikut :
 Bahan dikatakan cair bila dapat diuapkan pada temperatur konstan
dengan cara menurunkan tekanan
 Bahan disebut gas bila dapat dikondensasikan pada tekanan
konstan dengan cara menurunkan temperatur
2. Hubungan P-V
Hubungan P-V sangat penting untuk difahami karena berhubungan
dengan perubahan volume apabila terjadi perubahan temperatur
berpengaruh terhadap P dan sebaliknya perubahan P akan akan
berpengaruh terhadap volume. Hubungan PV dan T pertama kali
dapat difahami berdasarkan rumusan gas ideal :

PV = NRT
Untuk mengetahui volume setiap mol bahan yang dianggap sebagai
gas ideal mka V = RT/P

Persamaan ini valid untuk gas dengan tekanan yang relatif rendah.
Pada gas atau fluida yang non ideal rumusan ini menyimpang
dengan eror yang relatif besar apabila dibandingkan dengan hasil
pengukuran.
Pada hakekatnya besarnya volume fluida dapat dilakukan dengan
pengukuran langsung, hasil pengukuran ini dianggap paling akurat
Namun metode pengukuran ini relatif sulit dilakukan apalagi
berhubungan dengan gas yang bertekanan tinggi. Untuk itu
dikembangkan metode estimasi yang telah banyak dikemukakan
oleh beberapa orang antara lain :
1. Persamaan Virial
2. Persamaan Cubic equation of state yang dikembangkan oleh :
a. Van der Waals (vdW)
b. Redlich/Kwong (RK)
c. Soave/Redlich/Kwong (SRK)
d. Peng Robinson (PR)
1. Persamaan Virial
Persamaan Virial menggunakan korelasi faktor
kompresbilitas Z untuk menghubungkan P,V dan T
dengan persamaan berikut :
 Untuk tekanan sampai 5 bar

PV B
Z  1
RT V
 Untuk tekanan lebih tinggi 5 bar

PV B C
Z  1  2
RT V V
Dimana :
R= konstante gas ideal
T= temperatur absolut
V=volume
B=koefisien kedua virial (second coeficient)
C= koefisien ketiga virial (thirth coefisien)
Pada beberapa bahan koefisien B dan C telah diketahui.
Apabila kedua koefisien ini tidak diketahui dapat dicari
dengan metode prediksi berdasarkan properties
criticalnya
2. Persamaan Cubic Equations of State (EOS)
Persamaan umum Cubic Equation of State dapat dipakai untuk gas
maupun cairan
 Untuk gas :

Z 
Z  1    q
( Z   )( Z   )

 Untuk cairan:
Dimana harga q dan β dapat dicari dari rumusan berikut:

Pr  (Tr )
  q
Tr
Tr

P T
Pr  Tr 
Pc Tc

Sedangkan harga V dapat dihitung berdasarkan faktor kompresibilitas Z

V=ZRT/P
Dimana :α,Є, Ω,Ψ merupakan parameter untuk perhitungan q dan β.
Parameter tersebut berbeda beda pada masing masing metode
prediksi yang dipakai yaitu vdW, RK, SRK dan PR

Berikut ini tabel harga parameter keempat metode di atas :

EOS α (Tr) σ Є Ω Ψ Zc
vdW 1 0 0 0.1250 0.421875 0.375

Tr^ 0.5 1 0 0.08664 0.42748 0.333333


RK
αSRK (Tr,ω) 1 0 0.08664 0.42748 0.333333
SRK
αPR (Tr,ω) 2.414214 0.41421 0.07779 0.45724 0.3074
PR

SRK (Tr;  )  1  (0,480  1,574  0,176 2 )1  Tr 0,5 


2

PR(Tr ,  )  1  (0,37464  1,54226  0,26992 2 )1  Tr 0,5 


2
3 Persamaan gas ideal
Persamaan gas ideal diterapkan pada sistem proses dengan tekanan yang
relatif rendah. Pada gas ideal berlaku rumusan korelasi P-V-T sebagai berikut :
Z= PV/RT
Pada gas ideal Z = 1
Pemakaian rumusan gas ideal untuk perhitungan proses relatif sederhana
misalkan pada proses reversibel secara mekanik pada sistem tertutup dimana
proses dilakukan secara isobar, Isochoric, Isotermal dan adiabatis. Perhitungan
pada proses umumnya menyangkut kerja (W), panas yang ditransfer atau yang
dibutuhkan (Q), perubahan entalphi (ΔH), perubahan energy dalam (ΔU).
 Proses Isobar ( proses yang dijalankan pada tekanan konstan )

U   CvdT H   CpdT

Q   CpdT Q  H   CpdT

W = -R(T2 – T1)
Proses Volume konstan ( Isochoric)
U   CvdT H   CpdT

Q   CpdT W=0

Q  U   CvdT

 Proses Isotermal
ΔH = ΔU = 0
V2 P2 V2 P2
Q  RT ln   RT ln W   RT ln  RT ln
V1 P1 V1 P1
Proses adiabatis

Pada proses adiabatis Q = 0


Cp / Cv
T2  V1 
  
T1  V2 
R / Cv Cp / Cv
T2  P2  P2  V1 
     
T1  P1  P1  V2 

Secara umum persamaan ini dinyatakan dalam bentuk

TV  1  kons tan
Cp
TP (1 ) / 
 kons tan  
Cv
PV   kons tan
Kuliah IV
PENGARUH PANAS

Perpindahan panas merupakan operasi yang banyak


dijumpai pada proses di industri kimia. Pada sistem
proses umumnya diawali dari reaktor kimia. Pada
proses ini efek panas berpengaruh terhadap konversi.
Hasil dari reaktor selanjutnya akan dilakukan
pemisahan misalnya menggunakan distilasi, evaporasi
atau kondensasi.
Pada semua tahapan proses membutuhkan panas, baik
panas sensibel, panas reaksi, panas peleburan dan
panas laten penguapan. Pada bab ini akan dipelajari
termodinamika yang berhubungan dengan pengaruh
panas terhadap proses fisika maupun kimia
1Panas sensibel

Panas sensibel merupakan panas yang dubutuhkan untuk


menaikkan temperatur tanpa terjadi reaksi, tidak terjadi
perubahan fase dan komposisi bahan.
Panas sensibel dapat dihitung berdaaarkan specific
internal energy ( U) atau specific entalphi (H).
 Berdasarkan specific internal energy
U = U(T,V)
hasil deferensiasi

 U   U 
dU    dT    dV
 T V  V T

 U 
dU  CvdT    dV
 V T
 U   U 
Harga   dV pada persamaan dU  CvdT    dV
 V T  V T

dapat diabaikan untuk dua macam proses berikut :


 proses yang berlangsung pada volume konstan
Proses yang harga internal energynya tidak tergantung volume, asumsi ini
diperbolehkan pada gas ideal atau real gas ( non ideal dengan tekanan rendah)
Maka persamaan tersebut dapat dinyatakan sebagai
T2

U   CvdT U   CvdT
T1
T2

Q = U   CvdT
T1

 Berdasarkan spesifik enthalphi

H = H(T,P)
hasil deferensiasi
 H   U 
dH    dT    dV
 T P  V T

 H 
dH  CpdT    dP
 P T

Harga  H 
  dP Pada persamaan dH  CpdT   H  dP
 V  T  P T
dapat diabaikan untuk dua macam proses berikut :

a. Proses yang berlangsung pada volume konstan

b.Proses yang harga internal energynya tidak tergantung volume, asumsi


ini diperbolehkan pada gas ideal atau real gas ( non ideal dengan tekanan
rendah)

Maka persamaan tersebut dapat dinyatakan sebagai :


dH=CpdT
T2 T2

H   CpdT Q = H   CpdT
T1 T1

Pengaruh Temperatur terhadap Kapasitas Panas (Cp)


Temperatur mempunyai pengaruh pada kapasitas panas suatu
bahan dengan korelasi rumusan empiris :

Cp
 A  BT  CT 2  DT  2
R
Dimana, A, B, C,D konstanta yang harganya berbeda beda pada bahan
yang berbeda. Harga konstanta tersebut diperoleh dari eksperimen. R
konstanta gas ideal. Satuan Cp tergantung satuan harga R. (Harga
konstanta dapat dilihat pada appendix C1 Smith Vanness)
Kapasitas panas yang dipakai pada perhitungan propertis
termodinamika misalnya pada perhitungan entalphy pendekatannya
adalah gas ideal. Asumsi gas ideal ini diperbolehkan pada kondisi
tekanan rendah, atau pada gas yang apabila dikompresi pada tekanan
yang tinggi tetap mempunyai perilaku sebagai gas ideal yang
mempunyai korelasi PV = RT
Kapasitas panas untuk gas ideal ( yang diberi notasi Cpig, dan Cvig ) tidak
dipengaruhi perubahan tekanan hanya dipengaruhi temperatur.
Persamaan kapasitas panas untuk gas ideal :
ig
Cp
 A  BT  CT 2  DT  2
R
Sedangkan korelasi Cp dan Cv sbb :
CVig C Pig
 1
R R

Kapasitas Panas Campuran Gas


Kapasitas panas pada campuran gas ideal merupakan jumlah kapasitas
panas masing masing komponen campurannya berdasarkan fraksi mol
sebagai berikut :

ig
Cpcampuran  y ACp igA  y B CpBig  yC CpCig

yA, yB dan yC = fraksi mol komponen A, B dan C


2. Panas Laten Bahan Murni

Panas laten bahan murni adalah panas yang dibutuhkan bahan murni
untuk mengubah fase ( padat menjadi cair disebut panas laten
peleburan, cair menjadi uap disebut panas laten penguapan) pada
temperatur konstan dan tidak terjadi perubahan temperatur. Panas
laten yang diperlukan untuk mengubah phase merupakan fungsi
temperatur dengan rumusan :

dP sat
H L  TV
dT
Dimana :
ΔH = Panas laten
ΔV = Perubahan volume yang menyertai perubahan phase
Psat= Tekanan uap

Turunan persamaan ini dikenal sebagai persamaan Clapeyron


Cara Penentuan Panas Laten

Ada dua cara penentuan panas laten :


 Berdasarkanperhitungan rumusan di atas. Untuk perhitungan ini
diperlukan data Perubahan volume ΔV antara volume cairan jenuh
dan uap jenuh dan data kurva tekanan uap vs temperatur untuk
menentukan (dPsat/dT)
 Apabila data yang diperlukan untuk perhitungan tidak tersedia
maka dilakukan dengan cara prediksi . Salah satu metode yang
dapat dipakai untuk prediksi panas laten penguapan pada
temperatur titik didih normalnya adalah persamaan Riedel dengan
rumusan sbb :
H n 1,092(ln Pc  1,013)

RTn 0,930  Trn
3 Panas Raksi standart
Efek panas selain berpengaruh terhadap proses phisik (kompresi,
pendinginan, pengadukan, pemanasan, pengaliran) juga
berpengaruh pada proses kimia ( reaksi kimia). Pengaruh panas
terhadap reaksi kimia karena terjadinya perubahan struktur molekul
reaktan yanng bereaksi menjadi produk:

aA + bB lL + mM
reaktan produk
Untuk membuat tabel data semua panas reaksi tidak mungkin karena
banyaknya jenis reaksi yang ada. Untuk itu diperlukan cara penentuan
panas reaksi standart sebagai dasar penentuan panas reaksi pada
berbagai reaksi sehingga tidak perlu harus melakukan eksperimen untuk
memperoleh panas reaksi.
Panas reaksi standart didefinisikan sebagai : perubahan entalphi apabila
a mol reaktan A dan b mol reaktan B bereaksi pada temperatur standart
menghasilkan l mol L dan m mol M pada temperatur yang sama dengan
temperatur standart
Kondisi standart yang dimaksud adalah kondisi tekanan dan
temperatur pengukuran panas tersebut. Keadaan standart yang
dipakai adalah P = 1 bar dan T= 298K. Contoh pada reaksi
pembuatan amonia :

½ N2 + 3/2 H2 NH3 ΔHo298 = -46110 J

ΔHo298 merupakan simbol panas pada keadaan standart


tekanan 1 bar, dengan temperatur 298 K (25oC). Pada
persamaan reaksi di atas menunjukkan besarnya panas
reaksi ½ mol N2 dan 3/2 mol H2 adalah = -46110 J.
Apabila mol yang bereaksi besar 2 kalinya maka panas
reaksi besarnya juga 2 kali :

N2 + 3 H2 2 NH3 ΔHo298 = -9220 J


4. Panas standart pembentukan
Panas standart reaksi dapat ditentukan berdasarkan panas pembentukan (heat
of formation) . Difinisi panas pembentukan adalah panas yang dihasilkan
dari reaksi pembentukan senyawa dari komponen elemennya. Contoh
reaksi pembentukan :

C + ½ O2 + 2 H2 CH3OH merupakan reaksi


pembentukan metanol.

H2O + SO3 H2SO4 Bukan merupakan reaksi


pembentukan, karena reaktan bukan elemen tetapi senyawa. Panas reaksi
pembentukan didasarkan 1mol senyawa yang terbentuk. Tabel panas
pembentukan standart berbagai senyawa dapat dilihat appendix C4 buku
Smith Vanness

Contoh : Carilah panas reaksi CO2(g) + H2(g) CO + H2O pada


25oC

Panas reaksi tersebut dapat dicari dari panas pembentukan masing masing
senyawa yang bereaksi yaitu CO2, H2, CO dan H2O (Apendix C4)
Berdasarkan apendix C4 harga panas pembentukan sbb:
CO2 (g) : C(s) + O2(g) CO2(g) ΔHof298 = -393509 J
H2 (g) : H2 merupakan unsur ΔHof298 = 0
CO (g) : C(s) + 1/2O2(g) CO(g) ΔHof298 = -110525 J
H2O(g) : H2(g) + 1/2O2(g) H2O(g) ΔHof298 = -241818 J

Apabila reaksi ini dijumlahkan, ternyata reaksi belum sesuai


yang dikehendaki untuk itu ada reaksi pembentukan yang
harus dibalik, pada kasus adalah reaksi pembentukan CO2
sehingga reaksi menjadi :
CO2(g) C(s) +O2 ΔHof298 = 393509 J
C(s) + 1/2O2(g) CO(g) ΔHof298 = -110525 J
H2(g) + 1/2O2(g) H2O(g) ΔHof298 = -241818 J

CO2(g) + H2(g) CO(g)+H2O (g) ΔHof298 = 41166 J


Kuliah 5
Properties Termodinamika Fluida Murni

Pada bab 1, 2, 3 dan 4 telah dijelaskan berbagai contoh


penerapan termodinamika pada perhitungan panas (Q)
dan kerja (W) pada proses dengan berbagai rumusan :
1. ΔU = Q + W
2. ΔH = Q + W

ΔH dan ΔU merupakan propertis termodinamika bahan


sedangkan Q dan W bukan merupakan propertis.
Beberapa contoh propertis yang lain adalah, densitas,
kapasitas panas, temperatur, tekanan, viskositas .
entrophi (S). Propertis pada setiap keadaan selalu
mempunyai nilai .
Pengertian propertis bahan adalah : Karakteristik internal bahan
yang nilainya tergantung ( merupakan fungsi) keadaan ( state
function) dan tidak tergantung jalannya proses. Persamaan
matematika propertis misalnya energi dalam (U) biasanya
diekspresikan dalam fungsi propertis yang lain misalnya
temperatur, tekanan dan densitas .

Properties = f( T, P, V)
Metode penentuan propertis :
 Pengukuran : Propertis diukur pada berbagai kondisi T, P
kemudian dibuat tabel misalkan steam tabel, tabel kapasitas
panas sebagai fungsi temperatur, tabel panas pembentukan ,
tabel specific volume, tabel densitas dsb. Bentuk lain
informasi propertis dalam bentuk diagram misalnya Mollier
diagram untuk steam, diagram tekanan-entalphi.
Skema Pengukuran Entalphi
Contoh tampilan diagram propertis
Mollier diagram
Steam Tabel
Kapasitas panas
Namun tidak semua bahan pada kondisi P,T tertentu
dilakukan pengukuran.
 Diprediksi berdasarkan korelasi matematis
Apabila tidak dijumpai sumber informasi propertis, baik dari
tabel maupun diagram maka dilakukan pendekatan
prediksi berdasarkan korelasi persamaan propertis.
Korelasi ini biasanya diekspresikan dalam bentuk
persamaan propertis yang mudah diukur misalnya
Volume, kapasitas panas, densitas.

Metode perhitungan dan prediksi propertis


1. Korelasi Propertis
Persamaan korelasi propertis didasarkan hukum pertama
termodinamika
Persamaan dasar property sistem homogen (satu fase)

Dimana :
U =Internal energi
S = Entrophi
H = Entalphi
A = Energy bebas Helmholtz
G = Energy bebas Gibbs
P = Tekanan, V= Volume, T= Temperatur
Persamaan tersebut di atas merupakan persamaan dasar
untuk pengembangan persamaan persamaan korelasi
propertis terhadap P, T
1.a. Entalphi dan Entrophi fungsi T,P
Pada perhitungan entalphi dan entrophi digunakan korelasi
propertis sbb :
1.b. Internal Energy (U) dan Entrophi sebagai fungsi T dan
V
Penerapan pada gas ideal
Pada gas ideal berlaku rumusan :
Korelasi propertis entalphi dan entrophi :

Apabila volume pada rumusan gas ideal di atas


diturunkan terhadap V diperoleh :

Hasil turunan ini disubsitusikan ke dalam rumusan


propertis entalphi dan entrophi sehingga diperoleh
Rumusan ini dipakai untuk perhitungan property entalphi
dan entrophi gas ideal

Penerapan pada liquid


Penerapan pada liquid menggunakan rumusan

Dimana β = Koefisien pengembangan volume ( volume


koefisien expansivity volume)
2.Korelasi propertis pada real gas

Korelasi propertis yang telah dibahas di atas adalah untuk gas


ideal. Pada real gas ( non ideal ) propertisnya berbeda dengan
gas ideal. Besarnya perbedaan tersebut dapat dicari dari selisih
antara propertis real gas dan propertis gas ideal yang dapat
dituliskan sbb :
M = Mig + MR
Dimana : M = propertis ( H, U, S, G, densitas dsb)
ig = ideal gas
R = Residual
Contoh bila diinginkan mencari H real gas maka dapat dicari dari :
H = Hig + HR demikian juga mencari U, U = Uig + UR
3.Menentukan propertis residual

Untuk menentukan propertis real gas diperlukan informasi


propertis residual. Penentuan propertis residual dapat
ditentukan berdasarkan korealasi P-V-T untuk real gas
seperti yang telah dijelaskan pada bab 3 misalkan
menggunakan persamaan EOS ( Equation of State ) misalkan
persamaan virial, persamaan Cubic Equation of State
misalkan SRK, vDW, RK, PR.

3.a Persamaan propertis residual berdasarkan persamaan virial


Dimana : B dan C = koefisien kedua dan ketiga Virial
ρ = densitas = 1/ V

3.a Persamaan propertis residual berdasarkan persamaan Cubic


Equation of State

Pr P
Dengan harga :   Pr 
Tr Pc
T  (Tr )
Tr  q
Tc Tr
Sedangkan harga I diperoleh dari persamaan berikut :
Sehingga entalphi atau entrophi yang dicari diperoleh dengan cara
menambahkan entalphi atau entrophi pada kondisi gas ideal dengan
harga residualnya

Kondisi ideal :

Kondisi non ideal:


Sistem Dua Fase

Penjelasan metode perhitungan propertis di atas dipakai


untuk sistem satu fase cair atau gas. Propertis satu fase
sangat berbeda dengan propertis dua fase. Pada sistem
dua fase komponen bahan murni wujud bahan berupa
campuran fase uap dan fase cair. Pada T dan P yang
sama volume spesifik molar bahan untuk fase cair
sangat berbeda dibandingkan spesifik volume fase uap.
Demikian juga propertis yang lain misal internal energy,
entalphi, entrophi.
1. Panas laten penguapan : Untuk menentukan panas
laten penguapan dapat dilakukan dengan menggunakan
rumusan model Clausius/Clapeyron
2. Tekanan uap cairan
Pada perhitungan panas laten penguapan, diperlukan data
tekanan uap cairan Psat untuk menghitung rumusan

Data tekanan uap sebagai fungsi temperatur dapat dicari


dari tabel atau pendekatan persamaan model. Salah
satu persamaan model yang banyak dipakai adalah
persamaan Antoine sebagai berikut :

Dimana : A, B, dan C adalah konstante Antoine yang dapat


dilihat pada referensi buku Poling dan Smith van Ness
edisi 7, Appendix B2
3. Tekanan Uap berdasarkan persamaan
Coresponding-State-Corelations

Selain korelasi Antoine tekanan uap dapat ditentukan


menggunakan persamaan Coresponding-State-
Coralation. Persamaan ini berlaku untuk bahan-bahan
non polar , salah satu bentuk persamaan yang relatif
tidak kompleks dikemukakan oleh Lee and Kesler
dengan persamaan sbb :

Ln Prsat(Tr) = ln Pr0 (Tr) + ωlnPr1

6,09648
Dimana : ln Pr0 (Tr )  5,92714   1,2882 ln Tr  0,169347Tr6
Tr

15,6875
ln P (Tr )  15,2518 
r
1
 13,4721ln Tr  0,43577Tr6
Tr
Lee and Kesler menentukan harga ω berdasarkan
rumusan :

ln Prnsat  ln Pr0 (Trn )



ln Pr1 (Trn )

Dimana : Trn = reduced temperatur pada titik didih normal


bahan
Prnsat = reduced tekanan uap pada tekanan 1atm
(1,01325 bar)
4. Propertis Sistem Dua Fase
Sistem dua fase merupakan campuran dari uap jenuh
(saturated vapor) dan cair jenuh (saturated liquid).
Propertis dari campuran ini tergantung dari komposisi fase
uap dan fase cair pada sistem. Apabila pada sistem terdiri
dari nl mol cairan dan nv mol uap maka volume campuran
tersebut adalah :

Dimana l dan v menunjukkan fsae cair dan uap.


Apabila persamaan ini dibagi dengan n = nl + nvmaka
diperoleh :
Dimana xl dan xv menunjukkan. Jumlah xl + xv = 1.
Sehingga xl = 1- xv . Persamaaan volume campuran dapat
diubah menjadi :

Analogi dengan persamaan volume maka semua propertis


campuran cair – uap dapat dituliskan :

Dimana M menunjukkan V, U, S, H dan sebagainya


5.Penentuan Propertis Gas Menggunakan Generelized
Corelation

Korelasi PVT untuk perhitungan propertis menggunakan


generelized corelation dikemukakan oleh Lee Kesler.
Persamaan ini menggunakan kompresibilitas faktor (Z)
yang dikemukaan Pitzer dengan rumusan :

Dimana : Z0 adalah kompresibilitas gas yang mempunyai


struktur sederhana misalnya Argon, Kripton, Xenon .
Sedangkan Z1 kompresibilitas faktor fluida yang
strukturnya lebih kompleks. Harga Z0, Z1 merupakan
fungsi Tr dan Pr tertera pada tabel (E1 – E4 Smith Van
Ness) sedangkan ω fungsi bahan.
Berdasarkan kompresibilitas tersebut kemudian Lee Kesler
mengembangkan rumusan propertis entalphi dan
entrophi residual ( HR, SR) dengan rumusan sbb :

( H R ) 0 ( H R )1
Harga : , Dapat diperoleh dari tabel E5 – E8
RTC RTC

R 0 R 1
Sedangkan ( S ) , ( S ) Dapat diperoleh dari tabel E9 – E13
R R
6. Propertis Campuran Gas
Pada campuran gas yang terdiri dari fraksi yi mol maka
propertis campuran yang ditentukan dengan model
generalized corelation berdasarkan parameter
pseudokritis campuran yang dapat dihitung berdasarkan
rumusan parameter campuran :

Untuk menentukan propertisnya dapat dihitung seperti


propertis murni dengan menggunakan : ω, Tpc dan Ppc
seperti rumusan di atas
7 Ringkasan

1. Propertis diperlukan untuk menentukan sifat sifat bahan


yang diperlukan pada saat perhitungan design
menentukan ukuran alat proses misalkan tangki, reaktor,
heat exchanger, distilasi, ekstraksi, absorbsi, evaporasi,
piping dll.
2. Propertis diperlukan untuk perhitungan pada saat
evaluasi proses untuk mengetahui pengaruh kondisi
operasi ( State ) P, V dan T terhadap kualitas produk
maupun konsumsi energy proses.
3. Propertis merupakan fungsi keadaan ( state function )
bukan jalannya proses ( path function)
4. Contoh dari propertis : H, U, S, secific volume, densitas,
viskositas dll
8.Tahapan menentukan propertis : V, H, S
1.Perhatikan kondisi (state) bahan yaitu T dan P
2.Cari informasi data kondisi kritis Tc, Pc dan asentric
bahan ω
3. Berdasarkan kondisi T dan P bahan tentukan fase bahan
apakah cair, gas atau campuran cair-gas.
4. Tentukan rumusan model yang sesuai untuk perhitungan
fase gas, cair.
5. Pada fase gas dapat digunakan model;
 Cubic equation of state :
V= ZRT/P
 Generalized Corelation
o Persamaan Pitzer :

V = ZRT/P
o Persamaan Lee/Kesler

 Gas Ideal
6.Pada fase cair

7.Pada Fase Campuran Gas dan Cair :


Harus dicari masing masing propertis baik gas maupun
cairannya, kemudian dihitung berdasarkan fraksinya
dengan rumusan :

Dimana M menunjukkan V, U, S, H dan sebagainya


Kuliah 6
Kesetimbangan Uap-Cair (VLE)
(Vapor – Liquid – Equilibrium)

. Berbeda dengan 5 bab sebelumnya yang


penerapannya banyak pada perpindahan panas,
bab kesetimbangan fase uap- cair merupakan
dasar untuk perhitungan perpindahan massa
yang banyak dijumpai pada proses distilasi atau
absorbsi. Kedua proses ini melibatkan sistem
dua fase dan multi komponen. Pada proses
distilasi bertujuan memisahkan larutan dua
macam komponen atau lebih berdasarkan
perbedaan titik didih. Proses absorbsi
pemisahannya berdasarkan kelarutan.
1. Pengertian dasar kesetimbangan
Kesetimbangan adalah kondisi statis suatu sistem yang
secara makroskopis tidak lagi mengalami perubahan
propertis. Pengertian perubahan secara makroskopis
adalah perubahan kondisi operasi yang dapat diukur
dengan alat ukur yang tersedia misalnya P, T,
konsentrasi. Suatu contoh pada sistem berikut
merupakan tangki yang berisi bahan cair dan uap yang
berkesetimbangan :
Sistem dikatakan mengalami kesetimbangan apabila hasil
pengukuran P, T, yi dan xi dari waktu kewaktu kondisinya
tetap

2 Pengukuran komposisi
Pengukuran komposisi yang banyak digunakan biasanya
adalah besaran fraksi massa, fraksi mol dan konsentrasi
molar :
xi = mi/m atau xi = ni/n
Dimana : mi = massa komponen i
m = massa total campuran
ni = mol komponen i
n = jumlah mol total campuran
3 Informasi data-data yang diperlukan pada
pengukuran kesetimbangan
Data yang diperlukan pada penentuan kesetimbangan
dapat diperoleh dengan dua cara :
1. Dengan cara pengukuran ;
Pengukuran dilakukan pada P,T,xi dan yi berdasarkan
eksperimen ( ingat pada praktikum TTK pada materi
kesetimbangan fase uap-cair dan tekanan uap cairan
murni ). Data tersebut dapat digunakan untuk
menggambarkan korelasi T, P terhadap xi dan yi.
Korelasi ini dapat dipakai untuk menghitung komposisi
produk distilasi baik distilat maupun residu.
Contoh informasi hasil pengukuran kesetimbangan
uap - cair
2.Berdasarkan Perhitungan Model
Seperti halnya propertis kesetimbangan fase dapat juga
ditentukan berdasarkan prediksi menggunakan model
sehingga dapat digunakan untuk perhitungan korelasi,
interpolasi, ekstrapolasi data kesetimbangan untuk
perhitungan pada proses misalnya proses distilasi.
 Model Raoult
Model Raoult dikembangkan berdasarkan hukum Raoult
yang dapat diekspresikan secara matematis sbb :

dimana yi adalah fraksi mol fase uap, xi fraksi mol fase


cair Pisat tekanan uap murni bahan i. Hasil perkalian yiP
pada ruas kiri disebut tekanan parsial komponen i
Pada setiap sistem Σyi = y1 + y2 + ……yn = 1 demikian juga
Σ xi = x1 + x2 + x……….xn =1

y1P + y2P +……..ynP = x1 Psat1 + x2Psat2 + ……….xnPsatn


(y1+y2+y3)P = Σ Xi Psat I
y1 + y2 + y3 = 1
P = Σ Xi Psat I
P = X1 Psat 1 + X2 Psat 2 +…………. Xn Psat n
Untuk campuran biner :
P = X1 Psat 1 + X2 Psat 2
P = X1 Psat 1 + (1-X1) Psat 2
Model Raoult hanya dapat digunakan pada sistem yang
mempunyai batasan :
a. Fase uap dianggap sebagai gas ideal
b. Fase cair dianggap sebagai larutan ideal yaitu larutan
yang secara struktur kimia mempunyai kemiripan
misalnya larutan etanol dan metanol ( alkohol), hexana
dan butana ( hidrokarbon)
 Penerapan ( Aplikasi ) Hukum Raoult
1. Bubble P : menghitung yi dan P, apabila diketahui xi dan T
2. Dew P : menghitung xi dan P, apabila diketahui yi dan T
3. Bubble T : menghitung yi dan T, apabila diketahui xi dan P
4. Dew T : menghitung xi dan T, apabila diketahui yi dan P
Contoh 1 :Perhitungan Model untuk Membuat Diagram
Kesetimbangan Fase ( contoh perhitungan pada program excell)

Kesetimbangan Asetonitril (1) – Nitromethane (2) pada tekanan P = 70


kPa. Larutan ini akan didistilasi pada tekanan tersebut, maka
berdasarkan gambar kesetimbangan fase dapat diperoleh informasi
 Berapakah komposisi kesetimbangan uap (y1) dan cair (x1) pada
tekanan dan temperatur tertentu.
 Berapa titik didih larutan tersebut
 Berapa titik embun ( kondensasi distilat)

Misalkan : Akan dilakukan distilasi pada larutan diatas dengan


komposisi fraksi mol (1) = 0.6 dan (2) = 0.4. Berapakah titik didih
larutan, bagaimana komposisi dilstilat, berapakah titik embun
destilat.
Guna menjawab pertanyaan ini dapat digunakan diagram
kesetimbangan fase berikut
Kurva t-x-y

100

95

90 t-y1
Sperheated
85 vap t-y1
t

80 t-x1 t-x1
Td
75

70 Subcooled
liq
65 x1 y1
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
x1,y1
Kurva t-x-y

100

95

90

85 t-y1
t

80 t-x1

75

70

65
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
x1,y1
Perhitungan Kesetimbangan Fase Menggunakan Harga k

Harga K adalah ratio perbandingan antara yi dan xi yang


merupakan ukuran kemudahan bahan untuk menguap (
membentuk uap). Apabila harga K lebih besar dari 1
maka komponen bahan i mempunyai konsentrasi yang
lebih besar pada fase uap. Sebaliknya bila lebih kecik
dari 1 mempunyai konsentrasi lebih besar pada fase
cair.
Harga K dapat ditentukan dengan cara :
 Berdasarkan hukum Raoult : Ki = Pisat/P
 Berdasarkan grafik nomogram. Grafik ini digunakan
untuk menentukan K pada bahan hidrokarbon ringan
misalnya, methana, butana, pentana . Nomogram ini
dibuat oleh C.L. DePriester tahun 1953 seperti terlihat
berikut :
Berdasarkan harga K ini dapat dipakai untuk menghitung :
 Titik didih ( Bubble point ) larutan yang mempunyai komponen lebih
dari satu yang telah diketahui komposisi xi nya. Perhitungan
dilakukan dengan cara trial T pada P yang telah ditentukan
sehingga ΣKixi = 1. Contoh perhitungan dapat dilihat pada
program excell fileTermodinamika 1)
 Titik embun ( Dew point ) larutan yang mempunyai komponen lebih
dari satu yang telah diketahui komposisi yi nya. Perhitungan
dilakukan dengan cara trial T pada P yang telah ditentukan
sehingga Σyi/Ki = 1
( Contoh perhitungan dapat dilihat pada program excell
fileTermodinamika 1)
 Flash : Pada kondisi P dan T di atas titik didih cairan akan
mengalami penguapan sebagaian sehingga akan terbentuk dua
fase cair dan uap. Berdasarkan perhitungan flash ini dapat dipakai
untuk menentukan fraksi cairan yang menguap ketika dipanaskan
pada P dan T tertentu . Contoh perhitungan dapat dilihat pada
program excell fileTermodinamika 1)
Dimisalkan sistem berisi 1 mol bahan dengan komposisi
fraksi mol zi pada T dan P tertentu membentuk 2 fase L
mol cairan dengan fraksi mol Xi dan V mol uap dengan
fraksi mol yi, maka neraca massa sistemtersebut :
L+V =1
Zi = xiL + yiV
Zi = xi(1-V) + yiV
Apabila harga yi, xi dikorelasikan dengan harga K dimana
Xi = yi/K
ziKi
yi 
1  V ( Ki  1)
Pada setiap sistem berlaku Σyi = y1 + y2 + ……yn = 1,
maka berlaku persamaan

ziKi
yi  =1
1  V ( Ki  1)
Perhitungan dilakukan dengan cara trial V dengan tahapan
perhitungan sbb:

1. Identifikasikan harga Zi
2. Trial harga V
3. Tentukan harga K berdasarkan Hk. Raoult atau
menggunakan nomogram DePriester untuk bahan
jenis hidrokarbon

ziKi
4. Hitung Σ yi 
1  V ( Ki  1)

5. Trial benar bila Σyi = 1


6. Bila tidak = 1 ulangi langkah 2

Anda mungkin juga menyukai