Anda di halaman 1dari 41

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin lama semakin pesat.
Dalam menghadapi hal itu, menuntut masyarakat khususnya kaum intelektual muda
untuk berpikir maju, kreatif dan inovatif. Perguruan tinggi juga dituntut untuk
tanggap terhadap perkembangan teknologi yang semakin pesat, salah satunya
dengan mencetak lulusan yang berkualitas. Untuk menciptakan sumber daya
manusia yang berkualitas bukan hanya merupakan tugas dari perguruan tinggi saja
tapi juga membutuhkan bantuan dari berbagai pihak. Salah satu pihak yang dapat
membantu perguruan tinggi dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya
manusia adalah perusahaan.
Dewasa ini, peranan pabrik gula semakin meningkat seiring dengan konsumsi
gula oleh masyarakat. Maka dari itu, hal ini merupakan tantangan bagi industri gula
di Indonesia untuk meningkatkan kapasitas gilingnya. Salah satu Pabrik Gula yang
dapat menjawab tantangan itu adalah Pabrik Gula Madukismo yang merupakan
salah satu pabrik Gula yang cukup besar di Indonesia.
Pabrik Gula Madukismo, Yogyakarta adalah perusahaan yang bergerak
dalam sektor proses pembuatan gula. Gula merupakan salah satu dari sembilan
bahan pokok kebutuhan pangan yang sangat penting dalam kebutuhan sehari-harihari baik dalam rumah tangga maupun industri makanan dan minuman baik yang
berskala kecil maupun yang berskala besar. Gula juga sudah menjadi sangat penting
karena gula mengandung kalori yang sangat penting bagi kesehatan tubuh dan gula
juga digunakan sebagai bahan pemanis utama yang digunakan oleh banyak industri.
Oleh sebab itu, keberadaan gula sangatlah penting.
Proses pembuatan gula tidak terlepas dari pengolahan tebu terlebih dahulu.
Saat ini tebu merupakan komoditi yang cukup diperhatikan di Indonesia. Untuk
mengolah tebu menjadi gula diperlukan teknologi yang memiliki efisiensi dan
efektifitas kerja yang tinggi supaya proses pembuatan gula dapat terlaksana dengan
baik.
Tujuan
Tujuan dalam pelaksanaan program Praktik Lapangan mahasiswa Fakultas
Teknologi Pertanian IPB dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Instruksional
a) Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan mahasiswa melalui
latihan kerja dan aplikasi ilmu yang telah diperoleh sesuai dengan bidang
keahliannya.
b) Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi, merumuskan,
dan memecahkan masalah sesuai dengan keahliannya di lapangan secara
sistematis dan interdisiplin.

2) Institusional
Memperkenalkan dan mendekatkan IPB, khususnya Fakultas Teknologi
Pertanian dengan masyarakat dan memperoleh masukan atau pertimbangan bagi
penyusunan kurikulum sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan yang sesuai
dengan kemajuan IPTEKS dan kebutuhan masyarakat sebagai pengguna.
Secara khusus tujuan praktik lapangan adalah untuk mempelajari aspek
keteknikan pada proses pengolahan tebu dan meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan profesi mahasiswa melalui penerapan ilmu, penguasaan, latihan kerja,
pengamatan teknik-teknik yang diterapkan di lapangan dan pengembangan disiplin
ilmu yang telah dipelajari diperkuliahan.
Waktu dan Jadwal Pelaksanaan
Praktik lapangan dilaksanakan mulai 22 Juni sampai dengan 22 Agustus 2015
selama 40 hari kerja efektif di PT. Madubaru PG. Madukismo, Yogyakarta.
Pelaksana Kegiatan
Pelaksana kegiatan praktik lapang ini adalah:
Nama
: Yusup Hartono
NRP
: F14120072
Tingkat
: III
Semester
: 6 (enam)
Departemen : Teknik Mesin dan Biosistem
Mayor
: Teknik Mesin dan Biosistem
Fakultas
: Teknologi Pertanian
METODOLOGI
Metodologi pelaksanaan kegiatan praktik lapangan ini adalah sebagai berikut:
Pengamatan (observasi) dan identifikasi secara langsung
Langkah ini dilakukan untuk mengetahui kondisi lapangan secara langsung
sehingga akan dapat diketahui keadaan fisik dari obyek yang akan diamati.
Pengukuran
Pengamatan tersebut juga dilakukan pengukuran sederhana guna memperoleh
data yang dibutuhkan untuk analisis lebih lanjut.
Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap pihak-pihak yang terkait sesuai dengan topik
yang ada. Wawancara berupa pengumpulan informasi dan data yang berhubungan
dengan penggunaan energi maupun pemanfaatan energi alternatif pada pengolahan
komoditi yang ada.
Latihan kerja
Langkah ini dilakukan sebagai peran aktif mahasiswa dalam program yang
disusun oleh perusahaan. Langkah ini bertujuan agar mahasiswa terampil sehingga
mampu mengembangkan profesi sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuninya.
Pembandingan dengan pustaka
Dilakukan untuk membandingkan data hasil pengamatan dengan ketentuanketentuan yang ada pada literatur terkait.
Analisis

Analisis dilakukan terhadap data dan informasi yang telah diperoleh untuk
kemudian disajikan secara sistematis dalam bentuk laporan praktik lapangan.

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN


Sejarah Perusahaan
Waktu pendudukann Hindia Belanda di Yogyakarta terdapat tujuh belas
pabrik gula antara lain Pabrik Gula Padokan, Ganjuran, Kedaton, Mlati, Cebongan,
Medari, dan sebagainya. Tahun 1942 seluruh pabrik gula tersebut dikuasai oleh
Jepang. Perkembangannya pemerintah Jepang tidak dapat mengoperasikan pabrikpabrik tersebut secara penuh, meskipun masih ada 12 pabrik yang masih berjalan
dan berproduksi, namun keadaan tersebut tidak dapat berjalan lama dan hanya
berlangsung sampai saat proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 saja.
Pemerintahan Indonesia berjalan stabil, pada tahun 1950 Sri Sultan
Hamengkubuwono IX memprakarsai untuk membangun pabrik gula dengan tujuan:
1. Untuk menampung para buruh bekas pabrik gula yang kehilangan
pekerjaan.
2. Menambah kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
3. Menambah pendapatan pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Sekitar tahun 1955 tepatnya tanggal 14 Juni 1955 atas prakarsa Sri Sultan
Hamengkubuwono IX dibangunlah Pabrik Gula Madukismo, di tempat yang
sebelumnya merupakan Pabrik Gula Padokan, dengan kontraktor utama Machinen
Fabriek Sangerhausen, Jerman Timur. Awal berdiri badan usaha bernama P2G
Madubaru PT yang sahamnya 75% dimiliki oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX
dan 25% dikuasakan kepada Depertemen Pertanian atas nama Pemerintah RI
Peletakan batu terakhir dilakukan pada 31 Maret 1958 oleh Sri Sultan
Hamengkubuwono IX sendiri dan PG Madubaru diresmikan pada tanggal 29 Mei
1958 oleh Presiden RI pertama, Ir. Soekarno. Tahun 1962 Pemerintah RI
mengambil alih semua perusahaan yang ada di Indonesia, baik milik asing maupun
semi swasta. Mulai tahun tersebut PG Madubaru berubah statusnya menjadi
Perusahaan Negara (PN).
Memimpin pabrik-pabrik gula, pemerintah membentuk suatu badan yang
diberi nama Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara (BPU-PPN).
Tahun 1966 BPU-PPN bubar, sehingga PG Madubaru memilih Perseroan Terbatas
(PT) sebagai bentuk dari perusahaan dan disebut P2G Madubaru PT, yang
membawahi PG Madukismo dan PS madukismo. Susunan direksi yang dipimpin
oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai presiden direkturnya.
Tanggal 4 Maret 1984 dengan persetujuan dari Sri Sultan Hamengkubuwono
IX, PG Madubaru PT kembali dikelola oleh Departemen Pertanian Dan Keuangan.
PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) ditunjuk oleh pemerintah untuk
mengelolanya berdasarkan kontrak manajemen yang ditandatangani pada tanggal
14 maret 1984 oleh direktur PT Rajawali Nusantara Indonesia Mohammad Yusuf
dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX selaku pemegang sero terbesar. Tahun 2004
saham pemerintah diambil alih oleh PT. Rajawali Nusantara Indonesia sehingga

kepemilikan saham menjadi 35% PT. Rajawali Nusantara Indonesia dan 65% milik
Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Sejak tahun 1975 berdasarkan impress No. 9/75 yang menyatakan bahwa
pada akhir repelita II, pabrik pabrik gula tidak diperbolahkan menyewa tanah milik
petani, sedangkan penyediaan tebu seluruhnya adalah dari Tebu Rakyat
Intensifikasi (TRI), dan pabrik gula hanya membantu dalam penebangan dan
pembibitan paket kredit dan penyuluhan saja. Sistem yang dipergunaan adalah bagi
hasil sesuai dengan rendemen gula dari tebu milik petani.
Lokasi dan Tata Letak Perusahaan
Pabrik Gula Madukismo terletak 5 km di Selatan Yogyakarta, tepatnya di
Dusun Padokan, Kelurahan Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas yang ditempati oleh pabrik adalah
276.000 m2 dengan luas bangunan 51.000 m2. Pabrik Alkohol dan Spritus juga
menempati lokasi yang sama dengan Pabrik Gula Madukismo. Letaknya berada 14
meter di atas permukaan air laut, iklim dan tanah sangat menunjang untuk tempat
menanam tebu. Selain itu letak pabrik yang dekat dengan pusat pemerintahan dan
jalan raya memudahkan dalam akses dan transportasi menuju ke dan di Pabrik Gula
Madukismo (Gambar 1). Tenaga kerja yang tersedia cukup banyak sehingga dapat
mengurangi angka pengangguran. Sarana transportasi seperti lori cukup memenuhi
sehingga mempermudah dalam pengangkutan tebu ke dalam pabrik.

Gambar 1 Denah Lokasi PG Madukismo


Keterangan :
1. Kantor Direksi PT.
Madubaru
2. Perumahan Karyawan
3. Pabrik Spirtus
4. Tempat Penjagaan

5.
6.
7.
8.
9.

Kantor
Garasi Traktor
Garasi Kendaraan
Gudang Pupuk
Lapangan Olahraga

10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

Pusat Pembangkit Tenaga


Tempat Pembersihan Tenaga
Tangki- tangki Penampung tetes
Kantor Pabrik Spiritus
Gudang Gula
Tempat Penyimpanan spiritus
Pabrik Gula
Stasiun Gilingan

18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.

Tangki Penampung
Stasiun Remisi
Tempat Pembongkaran Tebu
Gudang Alat Perkakas
Bengkel Pusat
Gudang Pusat
Gudang Goni

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan


Struktur organisasi PT Madubaru adalah struktur organisasi fungsional yaitu
sistem organisasi yang wewenang pimpinannya dilimpahkan kepada bagian-bagian
organisasi yang ada di bawahnya dalam bidang kerja tertentu. Struktur organisasi
PT Madubaru Tahun 2014 adalah sebagai berikut :
1. Komisaris Utama
: GKR Pembayun
2. Komisaris
: Drs. H. Sumargono Kusumodiningrat
Ir. Agus Purnomo, M.Si
3. Direktur
: Ir. Rachmad Edi Cahyono, M.Si
Struktur organisasi fungsional PT Madubaru dapat dilihat dilihat pada
Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2 Struktur organisasi PT Madubaru, Yogyakarta

Adapun tugas-tugas dari dari masing-masing Kepala Bagian adalah sebagai berikut
Direktur
Direktur memanajemen seluruh kegiatan termasuk kebijakan dan keputusan
yang telah ditetapkan oleh Dewan Direksi serta bertanggung jawab sepenuhnya
kepada direksi dan semua faktor produksi dan mengevaluasi hasil kerja pabrik di
setiap tahunnya.
Kepala bagian tanaman
Kepala bagian tanaman bertanggung jawab kepada direktur di bidang
tanaman, mengkoordinir rencana penyesuaian areal tanaman untuk periode
mendatang, menyusun komposisi tanaman mengenai luas, letak, masa tanam, dan
jenis varietas sehingga penyediaan bahan baku selama musim giling dapat tersedia
secara berkelanjutan, serta mengawasi dan mengadakan evaluasi pembiayaan pada
bidang tanaman, tebang,dan angkut.
Kepala bagian pabrikasi
Kepala bagian pabrikasi bertanggung jawab kepada direktur di bidang
pabrikasi, mengkoordinir dan memimpin semua kegiatan di bagian pabrikasi, dan
meningkatkan efisiensi proses dan menjaga kualitas produk
Kepala bagian instalasi
Kepala bagian instalasi bertanggung jawab kepada direktur di bidang instalasi
atau mesin, mengkoordinir dan memimpin semua kegiatan di bidang instalasi, dan
meningkatkan efisiensi kerja alat produksi untuk kelangsungan proses.
Kepala bagian akuntansi dan keuangan
Kepala bagian akuntansi dan keuangan bertanggung jawab di bagian tata
usaha, keuangan, dan pengadaan barang perusahaan, mengkoordinir dan memimpin
kegiatan di bidang keuangan, anggaran, biaya produksi, kegiatan pembeliaan dan
penjualan, mengkoordinir administrasi tebu rakyat dan timbangan tebu, dan
mengawasi hasil produksi di gudang gula.
Kepala bagian SDM dan umum
Kepala bagian SDM dan umum bertanggung jawab di bagian tata usaha dan
personalia, mengkoordinasi dan memimpin kegiatan pengolahan tenaga kerja dan
kesehatan karyawan, mengkoordinir kegiatan pendidikan bagi karyawan, dan
bertanggung jawab pada kegiatan-kegiatan umum seperti pengaturan dan
penggunaan kendaraan dan koordinasi keamanan perusahaan.
Kepala pabrik spirtus
Kepala pabrik spirtus mengkoordinir kegiatan produksi spiritus dan alkohol,
melakukan evaluasi terhadap konsentrasi spiritus dan alkohol yang diinginkan
perusahaan.
Tenaga kerja di PT Madubaru dibedakan menjadi dua bagian, yaitu ;
Tenaga kerja tetap
Tenaga kerja tetap adalah karyawan yang dapat bekerja sepanjang tahun
selama musim giling atau bukan musim giling. Karyawan ini akan mendapat
pensiunan jika masa kerjanya sudah habis. Tenaga kerja ini dibedakan menjadi dua
bagian lagi yaitu staf dan non-staf.
Tenaga kerja tidak tetap
Tenaga kerja tidak tetap adalah tenaga karyawan yang hanya dapat bekerja
pada rentang waktu tertentu saja yaitu hanya pada saat musim giling berlangsung.
Tenaga kerja tidak tetap ini disebut juga karyawan musiman. Mayoritas karyawan

musiman ini bekerja di bagian produksi gula. Karyawan ini biasanya melamar
pekerjaan dan melakukan kontrak selama musim giling berlangsung. Gaji yang
diperoleh sesuai dengan kontrak yang telah disepakati bersama.
Pabrik Gula Madukismo membagi jam kerja dalam 3 shift, yaitu :
Shif pagi
: 06.00 - 14.00 WIB
Shift siang
: 14.00 - 22.00 WIB
Shift malam : 22.00 - 06.00 WIB
Ketentuan jam kerja di luar masa giling terjadi bagi karyawan yang tidak
bersentuhan langsung dengan proses produksi. Sedangkan karyawan yang
bersentuhan langsung dengan proses produksi, ketentuan jam kerjanya
menggunakan jam kerja pada masa giling.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Secara umum, yang berkaitan dengan keselaman kerja adalah:
Kecelakaan yang terjadi selama, akan, dan saat menjalankan tugas.
Kematian karyawan akibat kecelakaan kerja.
Karyawan yang sedang sakit tetap diberi upah.
Cacat fisik karyawan akibat kecelakaan.
Beberapa tindakan yang dilakukan manajemen dalam menciptakan
kesehatan dan keselamatan kerja yang berhubungan dengan jaminan sosial yaitu :
1. Memasang slogan dan peringatan akan bahaya kecelakaan di setiap stasiun kerja
atau tempat- tempat strategis lainnya.
2. Memberikan asuransi kecelakaan kerja berupa santunan kecelakaan kerja sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
3. Memberikan waktu cuti kepada pekerja, dan cuti melahirkan bagi karyawan
yang akan melahirkan.
4. Memberikan premi bagi pekerjaan yang berat dan berbahaya seperti pada stasiun
limbah dan penyulingan.
5. Pemberian sarana ekstra berupa segelas susu bagi pekerja yang bekerja di
tempat yang mengandung racun dan berbahaya.
6. Menyediakan fasilitas kesehatan berupa poliklinik dan dokter/ perawat bagi
keluarga karyawan.
7. Menyediakan mes bagi pekerja tetap yang tidak memiliki rumah pribadi.
8. Dilaksanakan program JAMSOSTEK terhadap seluruh karyawan.
9. Adanya jaminan hari tua (diberikan hak pension bagi karyawan tetap).
10. Adanya koperasi karyawan.
11. Terdapat sarana olahraga.
12. Kesempatan rekreasi.
1.
2.
3.
4.

Sarana Produksi
Utilitas merupakan faktor penunjang yang penting dalam proses utama dalam
proses di dalam pabrik. Tanpa tersedianya sarana produksi yang memadai, suatu
proses akan terhambat jalannya. Sarana kerja yang dimiliki oleh PG Madukismo
antara lain : penyediaan air, penyediaan uap, dan penyediaan listrik.

Penyediaan Air
Kebutuhan air PG Madukismo dipenuhi dari sungai Winongo serta air
kondensat hasil proses di dalam pabrik. Air yang diperoleh dari sungai diolah
terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran yang terkandung dalam air agar tidak
mengganggu proses produksi maupun merusak peralatan. Pengolahan air dilakukan
secara mekanis dan kimiawi.
Pengolahan mekanis dilakukan dengan memompa air dari sungai menuju
ketel di pabrik. Selama proses distribusi air terdapat saringan-saringan yang
terdapat di beberapa titik pada pipa penyaluran. Selanjutnya air disaring kembali
dengan menggunakan pasir yang tersusun dari beberapa lapisan partikel penyaring.
Lapisan pertama adalah kerikil, disusul pasir kasar dan pasir halus. Proses ini
diharapkan air yang diperoleh sudah benar-benar bersih sehingga bisa di masukkan
dalam bak penampungan.
Pengolahan air secara kimiawi dilakukan apabila air akan digunakan sebagai
pengisi ketel. Pengolahan secara kimiawi bertujuan untuk mengurangi kadar
garam-garam Ca dan Mg dalam air yang dapat menyebabkan timbulnya kerak pada
ketel dan peralatan lainnya. Air dari penampungan dipompa ke saringan wofait
(Penyaring Mangan Zeolit) yang di dalamnya berisi penukar ion yang berupa zeolit.
Penyaring ini mempunyai bentuk dan dimensi yang sama dengan unit penyaring
pasir cepat, namun mempunyai material media filter yang sangat berbeda. Media
filter adalah mangan zeolit yang berdiameter sekitar 0,3-0,5 mm. Menggunakan
unit ini, maka kadar besi dan mangan, serta beberapa logam-logam lain yang masih
terlarut dalam air dapat dikurangi sampai sesuai dengan kandungan yang
diperbolehkan untuk pengisian air ketel.
Selain dengan saringan wofait, juga digunakan penyaring resin. Penyaring ini
digunakan untuk penghilang bau, warna, logam berat, dan pengotor-pengotor
organik lainnya. Ukuran dan bentuk unit ini sama dengan unit penyaring lainnya.
Media penyaring yang digunakan adalah karbon aktif granular atau butiran dengan
ukuran 1-2,5 mm atau resin sintetis, serta menggunakan juga media pendukung
berupa pasir silika pada bagian dasar. Menurut Austin (1996)
Air yang dikeluarkan dari tangki wofait kemudian dimasukkan ke dalam
tangki desikator untuk menghilangkan kandungan oksigen dalam air pengisi ketel
yang dapat menyebabkan korosi pada peralatan. Selanjutnya air dipompa ke dalam
bak penampungan untuk kemudian dipompa ke dalam aerator ketel. Pengontrolan
pH dilakukan secara manual dan otomatis. Apabila air mengandung pH di bawah
9,5 maka air akan ditambahkan Na3PO4 dengan kadar tiga kilogram Na3PO4
dilarutkan dalam 200 liter air. Penambahan akan dihentikan ketika pH sudah
mencapai 9,5-11.
Air kondensat yang berasal dari stasiun penguapan dan masakan digunakan
sebagai sumber air utama yang digunakan dalam pengisi ketel. Sedangkan air yang
berasal dari sungai digunakan ketika air kondensat yang ada tidak mencukupi atau
mengandung gula atau senyawa lain di dalam kondensat. Selain sebagai penambah
dalam pengisisan ketel, air sungai juga digunakan sebagai air imbibisi pada stasiun
gilingan, stasiun pemurnian, rotary vacum filter, dan sebagai air pendingin dalam
surfur burner.

Penyediaan Uap

Penyediaan uap di PG Maduksimo digunakan untuk keperluan proses dalam


pabrik, yaitu menggerakkan peralatan, antara lain:
a) Menggerakkan turbin generator.
b) Menggerakkan turbin uap pada unigrator.
c) Menggerakkan mesin uap dan mesin gilingan.
d) Melebur belerang padat.
e) Menggerakkan pompa.
f) Memasak soda pembersih evaporator.
g) Mengeringkan gula produk pada putaran.
h) Membersihkan pan masakan dan lain-lain.
Keperluan pembangkit uap digunakan lima buah ketel VEB dengan tenaga
kerja 15 kg/cm2 yang menghasilkan uap 16 ton/jam, serta satu buah boiler Cheng
Chen dengan tekanan kerja 15 kg/cm2 yang menghasilkan uap 30 ton/jam. Bahan
bakar untuk memanaskan ketel digunakan ampas tebu (bagas), kayu bakar, dan
kekurangannya ditambah minyak. Ketel-ketel ini dilengkapi dengan beberapa
pengaman, yaitu:
a) Alat penduga tinggi rendahnya air.
b) Valve pengaman agar tekanan uap yang dihasilkan tidak terlalu tinggi.
c) Manometer untuk mengukur tekanan uap.
d) Kran pengisi untuk mengatur debit air yang masuk ke dalam ketel.
e) Kran pengeluaran uap serta pembuang buih dan endapan dari ketel.
f) Pluit bahaya sebagai tanda ketika air ketel terlalu rendah.
Penyediaan Tenaga Listrik
Pesawat yang beroperasi tidak semuanya digerakkan oleh tenaga uap.
Pesawat-pesawat seperti pompa listrik, motor-motor, penerangan pabrik dan
perumahan karyawan digerakkan dengan tenaga listrik yang berasal dari generator
diesel dan generator turbin uap. Generator diesel menggunakan solar sebagai bahan
bakar. Generator ini dioperasikan pada waktu pabrik tidak dalam masa giling yang
digunakan terdiri dari empat unit, yaitu dua unit generator diesel Sicl dan dua unit
generator diesel Modag. Listrik yang dihasilkan dari generator diesel masingmasing sebesar 2100 KW.
Generator turbin digerakkan ole steam dari ketel bertekanan 15 kg/cm 2.
Generator ini dioperasikan pada waktu pabrik dalam masa giling. Terdapat tiga
buah generator turbin dengan cara operasi, yaitu dua aktif dan yang satu sebagai
cadangan ketika ada ada generator yang rusak. Daya listrik yang dihasilkan dari
generator ini masing-masing adalah 3000 KW.

10

PROSES PENGOLAHAN TEBU


Persiapan Bahan Baku dan Bahan Penunjang
Bahan baku yang digunakan pada proses pruduksi gula adalah tebu
(Saccharum officinarum L). Tebu adalah salah satu anggota familia rumputrumputan (Graminae) yang merupakan tanaman asli tropika basah yang berasal dari
beberapa daerah seperti di Purworejo, Kulon Progo, Magelang, Gunung Kidul,
Bantul dan Sleman. Tebu inilah nanti akan dihasilkan nira yang selanjutnya melalui
beberapa proses akan menghasilkan gula yang siap dikonsumsi. Ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi dari tebu yang akan digunakan dalam proses gula yaitu
tebu harus dibersihkan terlebih dahulu, tebu harus tampak segar, dan banyak
mengandung sukrosa.
Bahan penunjang yang digunakan dalam proses pembuatan gula di PG
Madukismo, yaitu :
1. Air
Proses pengolahan tebu, air digunakan untuk mengisi ketel uap selain itu air
digunakan untuk proses imbibisi.
2.Susu kapur
Bahan baku dari susu kapur adalah batu kapur. Batu kapur digunakan sebagai
bahan dasar pembuatan susu kapur. Rata-rata batu kapur yang dibutuhkan 250300 kg untuk setiap 1000 ku tebu yang digiling. Susu kapur yang diperoleh
adalah hasil dari pembakaran batu kapur yang didinginkan dengan penambahan
air dalam alat linesliker berbentuk horizontal yang berputar untuk memperoleh
campuran yang homogen. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
CaO + H2O
Ca(OH)2
Air yang ditambahkan berasal dari air kondensat. Pemisahan kotoran CaO yang
masih menggumpal dilakukan dengan jalan melewatkan pada saringan getar,
setelah itu didiamkan pada bak pengendap dengan sekat-sekat, sehingga dapat
diendapkan berkali - kali. Hasil susu kapur ditampung dalam tangki susu kapur
berpengaduk yang dirancang untuk menghasilkan susu kapur dengan kekentalan
8 Be0. Setiap 12 liter susu kapur 8 Be0 ini digunakan untuk 1000 liter nira.
Fungsi dari susu kapur adalah untuk mengendapkan kotoran yang bersama
nira dan menetralkan nira (menjernikan nira) pada suasana asam serta mencegah
terjadinya inversi.
3.Gas belerang
Bahan baku yang digunakan dalam uap belerang adalah belerang berwarna
kuning pucat. Uap belerang berfungsi untuk mengendapkan kotoran yang sangat
kecil, disamping itu gas belerang dapat berfungsi untuk menetralkan kelebihan
susu kapur dalam proses sulfitasi, serta memutihkan gula pada stasiun
pemurnian.
4.Flokulan
Flokulan merupakan bahan pembantu untuk mempercepat proses
pengendapan kotoran-kotoran di clariefier yang sangat halus yang dapat larut
dalam nira.

11

5.H2PO4
H2PO4 digunakan dalam proses pemurnian nira sedangkan apabila ditambah
P2O5 kedalam nira tersebut, maka akan meningkatkan jumlah endapan sehingga
nira hasil pemurnian akan terlihat lebih jernih.
6.NaOH
Zat yang digunakan untuk mempercepat proses pembersihan pada kerak yang
terdapat pada dinding penguapan (evaporator).
7.Mikrobiosida
Mikrobiosida dimanfaatkan untuk menekan keberadaan bakteri-bakteri yang
dapat menyebabkan kehilangan sukrosa. Bakteri-bakteri tersebut dapat berupa
Bacillus stearothermophillus dan Leuconostoc mesenteroides
8.Cane Mill Acid (CMA)
Bahan disinfektan yang digunakan untuk membunuh bakteri adalah cane mill
acid (CMA). Zat ini dapat digunakan untuk membunuh bakteri pada proses
penggilingan atau dalam proses pemurnian nira.
9. Bahan Pembangkit Energi
Bahan-bahan pembangkit energi yang digunakan berupa bagas, kayu bakar,
dan solar.
10. Bahan Pelunak Kerak
Bahan pelunak ini berupa Trisodium Phosfat, Boiler Water Treatment, dan
NaOH. Bahan-bahan pelunak ini dapat berfungsi untuk melunakkan kerak pada
dinding misalnya dinding tangki dan pipa-pipa pemanas evaporator.
Kuantitas gula yang dihasilkan tinggi, diperlukan sistem pengolahan yang
diatur sekecil mungkin terjadinya inversi sukrosa. Inversi ini dapat disebabkan
karena pH yang terlalu tinggi (basa), waktu tinggal atau tunggu yang terlalu lama,
dan panas yang digunakan terlalu tinggi. Proses pembuatan gula kristal putih, PG
Madukismo menggunakan cara sulfitasi alkalis, sehingga diperoleh gula jenis SHS
(Super High Sugar) atau disebut Gula Kristal Putih (GKP) sebagai produk
utamanya.
Proses produksi Pabrik Gula Madukismo dalam mengolah bahan baku tebu
menjadi gula menggunakan sistem kontinyu, sedangkan dalam pengaturan tebu
yang akan digiling menggunakan sistem FIFO (First In First Out). Dimana tebu
yang dahulu masuk harus digiling terlebih dahulu. Proses pembuatan gula harus
malalui beberapa tahapan yang terdapat pada 7 stasiun dan diagram alir pengolahan
tebu yaitu: (Permadi 2000)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Stasiun Persiapan
Stasiun Penggilingan
Stasiun Pemurnian
Stasiun Penguapan
Stasiun Pemasakan (Kristalisasi)
Stasiun Putaran
Stasiun Penyelesaian

12

Tebu

Stasiun Persiapan
Persiapan

Ampas
Air Imbibisi

Stasiun Gilingan

Blotong
Susu Kapur
Stasiun Pemurnian

Gas SO2
Nira Encer
Stasiun Penguapan

Uap Air

Nira Kental
Uap Air
Stasiun Masakan

Stasiun Putaran

Tetes

Stasiun Penyelesaian

Gula SHS IA

Diagram Alir Pengolahan Gula Tebu di PG. Madukismo


Stasiun Persiapan
Sebelumnya, pada pengadaan bahan baku, Pabrik Gula Madukismo
menggunakan tebu yang berasal dari pertanian tebu rakyat intensifikasi (TRI)
maupun pertanian tebu yang diusahakan oleh pabrik sendiri. Areal penanaman ini
cukup luas yang mencakup kabupaten Bantul, Sleman, Kulon Progo, Temanggung,
Purworejo, dan Kebumen. (Menurut Oezer 1993) Adapun ketentuan tebu yang baik
untuk diproses, yaitu memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Pertumbuhan cepat
b. Umur masak pendek
c. Hasil panen per hektar tinggi
d. Tahan terhadap penyakit

13

e. Memiliki rendemen yang tinggi


Stasiun persiapan dimulai dari penebangan tebu yang telah masak pada
umumnya tebu dengan umur 10-12 bulan. Untuk menetukan berat tebu yang akan
digiling, maka tahap berikutnya adalah penimbangan yang terdiri dari timbangan
truk dan timbangan lori. Proses penimbangan ini berfungsi untuk mengetahui bobot
tebu yang masuk dan digiling sebagai dasar perhitungan.
Tebu hasil panen di angkut dengan truk dan masuk ke timbangan bruto
(timbangan I) setelah ditimbang, tebu dipindahkan dengan menggunakan cane
crane ke lori untuk dibawa ke stasiun penggilingan untuk digiling. Kemudian truk
yang kosong menuju timbangan tarra (timbangan II) sebelum keluar dari pabrik
untuk mengetahui berat tebu yang diproses.
Spesifikasi alat yang digunakan pada stasiun persiapan
Spesifikasi
Merk
Jumlah Alat
Kapasitas
Waktu Timbang
Rata-rata berat
muatan Truk
Siklus

Bruto
Berkel
1 buah
30 ton
3 menit
6-7 ton

Gambar 3. Penimbangan Truk

Tarra
Berkel
1 buah
20 ton
3 menit
6-7 ton

Crane Cane
2 buah
20 ton

4 menit

Gambar 4. Pengangkutan tebu ke lori

Gambar 5. Penyimpanan Tebu sementara

14

Stasiun Penggilingan (Pemerahan Nira)


Tebu yang telah di tebang dan di timbang supaya secepatnya digiling agar
kandungan gula di dalam tebu tidak mengalami kerusakan. Perhitungan tebu yang
digiling dilakukan setiap hari selama 24 jam mulai pukul 06.00-06.00 pada hari
berikutnya. Agar tebu tetap mempertahankan kualitasnya saat digiling, maka perlu
mamperhatikan hal- hal berikut:
a. Tebu tidak diperbolehkan terlalu lama tinggal di emplasement (+36 jam)
agar rendemen tidak turun
b. Hindari terkena sinar matahari secara langsung karena sel-sel tebu akan
mati, untuk itu di tanami pohon rindang.
c. Sebisa mungkin mengupayakan jangka waktu yang singkat antara
penebangan dengan penggilingan.
Secara umum, stasiun penggilingan bertujuan untuk memisahkan nira tebu
dengan ampas untuk menghasilkan nira tebu sebanyak mungkin dengan menekan
kehilangan sukrosa yang terbawa ampas seminimal mungkin. Prinsip kerja sistem
penggilingan adalah dengan cara merusak didinding sel tebu agar dihasilkan nira.
Demikian perlu adanya peralatan pendukung dalam proses penggilingan tebu yang
terdiri dari:
Cane Crane (pengangkat tebu)
Pengangkat tebu ini berfungsi untuk mengangkut tebu dari lori ke meja tebu
dengan kapasitas angkat sebesar 10 ton dengan daya angkut 5 ton setiap unit. P.G
Madukismo mengoperasikan 2 unit cane crane yang beroperasi selama 24 jam.
Waktu yang dibutuhkan untuk sekali angkut adalah 3 menit. Sehingga kapasitas
alat dapat diketahui dengan menghitung:
60
24
Kapasitas alat :
5 2
= 200
3

24

Meja Tebu
Meja tebu berfungsi sebagai tempat meletakkan tebu sebelum melewati cane
carrier. P.G. madukismo memiliki 2 buah meja tebu yang masing-masing
berdimensi 6.5 meter x 5.5 meter dengan kecepatan 5 meter/menit.

Gambar 6. Pengangkutan tebu ke meja tebu


Cane Carrier
Alat ini berfungsi sebagai pengatur tebu yang masuk dari meja tebu menuju
unigrator. Cane Carrier ini terbagi menjadi tiga, yaitu cane carrier I, cane carrier II,
dan cane carrier III yang masing-masing memiliki fungsi dan ukuran yang berbeda.
Cane carrier I berfungsi untuk membawa tebu dari meja tebu ke cane carrier II.

15

Cane carrier II berfungsi membawa tebu dari cane carrier I menuju unigrator,
sedangkan cane carrier III berfungsi untuk membawa tebu yang sudah dalam bentuk
cacahan menuju pesawat gilingan.

Gambar 7. Cane Carrier


Unigrator
Berfungsi untuk membuka sel-sel tebu agar pemerahan nira pada stasiun
penggilingan dapat maksimal. Prinsip kerja alat ini adalah dengan memecah bagian
tebu yang keras sehingga terjadi penekanan dan menyebabkan nira terperas.
Unigrator terdapat dua buah silinder, hammer (pemukul) dan pisau pemotong untuk
mencacah tebu menjadi bagian yang lebih kecil. Berikut spesifikasi unigrator di
P.G. Madukismo.
Merk
Tenaga Penggerak
Jumlah Hammer
Daya
Putaran normal
Putaran maksimal
Sumber : P.G. Madukismo

Dresser Rand
Turbin Uap
56 buah
1085 HP
4500 rpm
5000 rpm

Gambar 8. Unigrator
Proses pemerahan nira berlangsung dari tebu hasil cacahan di unigrator dan
diangkut menuju gilingan dengan cane carrier III kemudian diperas dengan alat
pemeras yang disebut gilingan. P.G. madukismo menggunakan 5 set gilingan yang

16

masing-masing terdiri dari 3 buah silinder (muka, atas, dan belakang). Silinder ini
memiliki permukaan yang beralur yang bertujuan agar tebu yang masuk akan
tertekan yang menyebabkan cacahan tebu terperas niranya serta untuk menghindari
slip pada saat tebu melewati celah antara silinder. Proses penggilingan tebu dapat
dilihat pada gambar berikut:

Gambar 9. Unit Penggilingan


Gambar di atas menggambarkan bahwa cacahan tebu masuk kegilingan
melalui bukaan muka dimana nira sudah terperas keluar, kemudian cacahan tebu
dari bukaan muka masuk ke bukaan belakang. Nira yang didapat hanya berasal dari
gilingan I dan gulingan II sedangkan gilingan hanya sirkulasinya. Pemberian air
imbibisi pada proses penggilingan bertujuan untuk mencegah kehilangan gula di
dalam ampas, sehingga dengan adanya pembasahan air imbibisi menyebabkan gula
yang masih terkandung dalam ampas dapat diperkecil dan nira yang masih
terkandung akan terperas keluar. Air imbibisi ini harus memenuhi standar ketentuan
pabrik. P.G. Madukismo pemberian air imbibisi adalah 30% tebu yang digiling
dengan suhu maksimal 70 oC dan kualitas air yang digunakan harus bersih, apabila
air kotor akan meningkatkan kotoran terlarut di dalam nira.
Pertumbuhan mikroorganisme dapat menyebabkan kehilangan kandungan
gula, untuk itu perlu adanya proses sanitasi yang dilakukan dengan cara pemberian
zat kimia dan susu kapur, serta saluran nira terbuat dari bahan tahan karat. Nira
yang keluar dari gilingan secepatnya harus diproses lebih lanjut karena apabila
terlalu lama akan menyebabkan nira menjadi rusak dan sulit untuk diolah di stasiun
selanjutnya.
Stasiun Pemurnian
Stasiun bertujuan untuk memurnikan nira mentah dengan jalan memisahkan
kotoran-kotoran yang ada dalam nira serta meningkatkan kemurnian nira sehingga
dapat mempermudah proses selanjutnya. Proses dalam stasiun pemurnian
diupayakan untuk meminimalkan kerusakan sukrosa (gula reduksi) yang terjadi.
Nira mentah dari stasiun penggilingan bersifat asam dengan pH 5.2-5.5, berwarna
kelabu kehijauan, keruh, dan kotor. Hal ini disebabkan nira mentah mengandung
kotoran, baik yang terlarut ( kation dan anion) maupun yang tidak terlarut ( tanah,
protein, lemak, lilin, kitin, klorofil, dan bahan organik lainnya.

17

Proses pemurnian yang terjadi di PG. Madukismo adalah proses sulfitasi


alkalis dengan urutan proses adalah
Penimbangan Nira Mentah
Nira mentah yang telah ditimbang dengan timbangan boulogne dengan
kapasitas 5 ton dialirkan ke bak nira mentah tertimbang (bak RWS II). Bak RWS II
diberikan larutan asam phospat (H3PO4) 85% secara kontinyu. Asam phospat
berguna untuk mempercepat proses terbentuknya inti endapan pada nira yang akan
membantu dalam proses pengendapan kotoran terlarut. Timbangan ini beroperasi
selama 24 jam.

Gambar 10. Timbangan Bolugne


Pemanasan pendahuluan
Nira mentah daari bak RWS II dipompa ke voorwarmer I (VW I) untuk
dilakukan pemanasan pendahuluan hingga mencapai suhu 65-75%. Pemanasan
pendahuluan bertujuan untuk menghilangkan koloid dari nira mentah sehingga
reaksi (defekasi) pada tahap selanjutnya dapat sempurna, membunuh
mikroorganisme dan mencegah inversi sukrosa.

Gambar 11. Vormarmer 1 dan Vormarmer 2


Defekasi
Defekasi adalah salah satu metode memurnikan nira untuk menghambat
inversi sukrosa sekaligus menggumpalkan kotoran yang terkandung dalam nira.

18

Nira mentah yang keluar dari VW I dialirkan menuju kalkdoozer apparat.


kalkdoozer apparat ini merupakan tangki yang bersekat menjadi dua bagian, bagian
yang besar merupakan tempat nira dan bagian yang kecil merupakan tempat susu
kapur. Alat ini berfungsi untuk mengalirkan susu kapur secara otomatis sesuai
dengan aliran nira mentah yang masuk. Alat ini mernsuplai kebutuhan susu kapur
7oBe pada defekator I dan defekator II. Pemberian susu kapur secara bertahap
bertujuan agar pencampuran susu kapur dengan nira mentah menjadi lebih
homogen sehingga jumlah kotoran yang diendapkan lebih banyak.

Gambar 12. Kalkdoozer apparat


Sulfitasi alkalis
Reaksi defekasi dalam defekator akan menyebabkan terjadinya peningkatan
kadar kapur. Peningkatan kadar kapur dalam nira dapat dinetralisir dengan
penambahan gas SO2 dengan proses yang biasa disebut sulfitasi. Proses sulfitasi
nira ini berlangsung di bejana sulfitir nira mentah, dimana gas SO2 tersebut
diperoleh dari hasil pembakaran belerang dan sublimasi. Penambahan gas SO2
menyebabkan terbentuknya garam kalsium sulfat (CaSO3) yang akan memperbesar
inti endapan. Reaksi diatas akan menyebabkan pH nira mentah menjadi 7.2.
Nira encer yang telah disulfitir ditampung dalam bak RWS sulfitir dan
kemudian dipompa masuk kedalam voorwarmer II (VW II) lalu dipanaskan hingga
mencapai suhu 95-110oC. Setelah mencapai suhu yang dinginkan, nira encer
dialirkan ke dalam expander.
Pengendapan nira hasil sulfitasi alkalis
Proses ini bertujuan untuk mengendapkan kotoran-kotoran yang menggumpal
selama proses sulfitasi. Proses ini dilakukan dalam peti pengendap (dorr clarifier)
yang diberi flokulan untuk mempercepat proses pengendapan. Campuran nira dan
flokulan dialirkan menuju snow balling agar campuran lebih homogen.
Dorr clarifier menghasil nira jernih dan nira kotor. Nira jernih akan dialirkan
menuju saringan DSM II. Kemudian nira dipompakan kedalam peti dunsap yang
selanjutnya akan dialirkan menuju voorwarmer III dipanaskan hingga mencapai
suhu 100-105oC. Sedangkan nira kotor akan dibawa menuju mixer bagacillo lalu
dialirkan ke rotary vaccum filter untuk dipisahkan antara nira tapis dan kotoran
yang disebut blotong. Nira tapis akan dilairkan ke bak RWS II dan masuk ke tahap
pemurnian kembali (siklus) dan blotong dijadikan pupuk.

19

Gambar 13. Dorr clarifier

Gambar 14. Rotary vaccum filter


Stasiun Penguapan

Proses penguapan bertujuan untuk menguapkan air yang terkandung di dalam


nira encer dengan menekan kerusakan gula seminimal mungkin sehingga
didapatkan nira kental yang mempunyai yang mempunyai brix 60-64. Faktor yang
perlu diperhatikan dalam proses penguapan adalah waktu penguapan sebisa
mungkin dengan kecepatan tinggi, tingkat kerusakan gula, biaya rendah. Untuk
menghindari perusakan sukrosa karena pengaruh suhu dan waktu, P.G. Madukismo
menggunakan sistem quadruple effect yang disusun secara interchangeable agar
dapat dibersihkan secara bergantian. Nira encer dengan kadar brix 13%-14% dapat
keluar mencapai 60%-64% brix.
PG. Madukismo memiliki lima buah badan penguapan (evaporator) yang
masing-masing memiliki spesifikasi sebagai berikut
BP I

BP II

BP III

BP IV

BP V

LP

1500

1500

1100

1100

1190

Jumlah
Pipa(buah)

4982

4982

3331

3331

4280

Diameter
Pipa (mm)

42//44

42/44

42/44

42/44

42/44

Panjang
Pipa

2400

2400

2400

2400

2400

Kelima badan, yang beroperasi 4 badan evaporator dan 1 badan lagi


dibersihkan dari kerak yang dilakukan secara bergantian. Pembersihan ini bertujuan
agar tidak ada endapan atau kerak dengan menggunakan soda dan tripospat. Nira
kental yang berwarna gelap akibat zat-zat warna karena suhu tinggi diberi gas SO2
sampai PH 5.3-5.5 agar warnanya menjadi terang yang tidak akan mempengaruhi
kualitas gula.

20

Gambar 15. Evaporator


Stasiun Kristalisasi (Pemasakan)
Proses Kristalisasi bertujuan untuk mengambil sukrosa sehingga didapatkan
tingkat kemurnian yang tinggi berupa Kristal dengan menekan kehilangan gula
sekecil mungkin dalam waktu yang singkat. PG. Madukismo menggunakan sistem
masakan 3 tingkat, yaitu A, C, dan D. Perbedaan dari tingkat masakan ditentukan
oleh tinggi rendahnya kemurnian nira mentah.
Proses Kristalisasi, PG. Madukismo 13 pan kristalisasi. Pan tersebut memiliki
penggunaan yang berbeda yaitu, pan 1 dan 2 digunakan untuk memasak bibitan A
sedangkan pan 3,4,5, dan 6 digunakan untuk memasak masakan A. Pan 7 dan 8
digunakan untuk memasak masakan C, kemudian pan 9 digunakan untuk memasak
masakan bibitan D sedangkan pan 10, 11,12, dan 13 digunakan untuk memasak
masakan D. Berikut spesifikasi setiap masakan :
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

LP(m)
140
140
275
100
100
240
240
200
200
200
200
200
275

Volume (HL)
200
200
400
150
150
350
350
270
270
270
270
270
400

Proses kristalisasi, masakan A nenggunakan nira kental, clare SHS, dan bibit
gula C sebagai bahan masakan yang kemudian didinginkan dan diputar pada
putaran A yang akhirnya menghasilkan gula A dan stroop A. Stroop A dan bibit
gula D II digunakan sebagai masakan C. Setelah masak tua, kemudian diturunkan
pada palung pendingin C lalu diputar pada putaran C dan akan menghasilkan gula
C serta stroop C. Gula C ini digunakan sebagai bibit masakan A sedangkan stroop

21

C digunakan sebagai bahan masakan D, sebagai bibitnya digunakan fondan (gula


halus dengan ukuran Kristal tertentu). Masakan D telah tua, kemudian diturunkan
dan diputar pada putaran kontinyu dan dihasilkan gula D1 dan tetes. Gula D1 ini
diputar pada putaran D2, sehingga dihasilkan gula D2 dan clare D. Gula D2 ini
digunakan untuk masakan C dan sebagian lagi dilebur untuk dikirim ke peti nira
kental dan diproses dengan sulfitir bersama nira kental untuk diolah menjadi
masakan A.
Proses pembentukan kristal terjadi apabila larutan sukrosa dihilangkan airnya
maka akan dihasilkan larutan jenuh dan kental. Sebagai pendingin, hasil masakan
ditampung di palung pendingin. Palung pendingin terbuat dari plat besi yang
dibengkokkan dalam bentuk U, muka, dan belakang dipasang tutup, sedangkan
pada tutup bagian tengah terdapat poros yang dilengkapi dengan pengaduk
berbentuk spiral dengan kecepatan aduk 0.5 rpm. Bagian luar palung pendingin
dialiri air dingin lewat pipa selubung yang mengaliri palung. Di dalam palung
pendingin ini terjadi proses pendinginan yang lambat dan proses kristalisasi lanjut.
Terjadinya pengkristalan lanjut sebagai akibat dari pendinginan tanpa terjadi kristal
baru.

Gambar 16. Tangki Sulfitir

Gambar 17.Pan Masakan

Gambar 18. Bak penampung hasil masakan

22

Stasiun Puteran
Masakan dari stasiun kristalisasi yang telah didinginkan di palung pendingin
kemudian dipisahkan antara kristal dengan larutannya. Pemisahan ini dengan
menggunakan sentrifugal yaitu suatu alat yang menggunakan gaya pusing sebagai
pendorong. Di dalam sentrifugal, bahan padat bertahan di tempat sedangkan
cairannya dipaksa pindah dengan kecepatan tinggi. Proses ini akan mengakibatkan
stroop terlempar kemudian mengalir ke talang yang dipasang sepanjang instalasi
putaran. Selanjutnya gula dikeluarkan dengan cara mengangkat tutup yang
berbentuk kerucut dan gula di garuk dari dinding dan di arahkan keluar melalui
yang kemudian gula diterima oleh talang yang dilengkapi dengan screw conveyor
atau talang goyang.
Puteran yang digunakan di PG. Madukismo terdapat 2 macam yaitu puteran
kontinyu dan puteran diskontinyu. Puteran kontinyu digunakan untuk masakan D
dan C. Masakan D turun dan masuk ke palung pendingin kemudian dipompa ke
talang mixer D kemudian masuk ke puteran kontinyu yang bekerja dengan gaya
sentrifugal sehingga kristal terlempar menjauhi pusat menuju dinding saringan yang
berbentuk konus sehingga gula akan naik dan meluap dan larutannya akan melewati
saringan dan turun menuju bak penampung. Untuk putaran D1 menghasilkan gula
D1 dan tetes, putaran D2 menghasilkan gula D2 dan klare D (cucian). Sedangkan
masakan C dipompa ke talang mixer C kemudian masuk ke putaran kontinyu.
Putaran C akan menghasilkan gula C dan stroop C.
Puteran diskontinyu berfungsi untuk memutar gula A dan SHS sebagai gula
produk. Masakan dipompa ke talang mixer yang berada di atas putaran dan lewat
pengisian masakan untuk dipisahkan kristal dengan stroopnya. Hasil pemutaran
diskontinyu untuk masakan A menghasilkan gula stroop A. Kemudian gula di mixer
di tambahkan sedikit air dan dipompa menuju mixer SHS dan diputar yang
kemudian menghasilkan gula produk.
Spesifikasi alat sentrifugal
Puteran
Merk
A
Broadbent
C
FC 1000
D1
BMAK 1100
D2
BMAK 850
SHS
Verb
Machiner

Kapasitas
8.66 ton/jam
8 ton/jam
8 ton/jam
9 ton/jam
4.62 ton/jam

Jumlah
3 buah
2 buah
4 buah
3 buah
6 buah

Rpm
1000
1200
2000
2000
1000

23

Gambar 19. Putaran I

Gambar 20. Putaran II

Gambar 21. Pembersihan gula


Stasiun Penyelesaian
Kondisi gula SHS I yang keluar dari stasiun putaran masih lembab dan
memiliki kadar air yang tinggi. Gula yang mengandung air akan lebih mudah rusak
dibandingkan gula kering sehingga gula perlu dikeringkan terlebih dahulu sebelum
dikemas dan disimpan agar tidak cepat rusak dan tahan lama. Pengeringan di PG
Madukismo dilakukan secara manual dengan menggunakan saringan getar dan uap
panas. Stasiun penyelesaian, gula SHS I di PG Madukismo akan diproses dengan
tahap-tahap berikut:
Pengeringan dan Penyaringan
Gula SHS dari putaran dibawa oleh konveyor getar meuju elevator I. Elevator
I dihembuskan udara panas (400C) yang berasal dari uap panas bertekanan 2,5-3
kg/cm2 yang dilewati oleh angin yang dihembuskan di dalam elevator. Elevator I
menaikkan gula SHS ke lantai atas menuju saringan getar. Saringan getar akan
mendinginkan dan menyaring gula. Gula ukuran normal dibawa ke elevator II. Di
elevator II, gula akan dikeringkan dengan cara dihembuskan dengan uap panas
melalui blower. Elevator II, gula dibawa menuju saringan getar, kemudian dibawa

24

dengan konveyor sabuk menuju cillo. Di dalam cillo, gula dipisahkan antara gula
normal dan gula halus.
Selain untuk pengeringan dan pendinginan, saringan getar juga berfungsi
untuk memisahkan gula normal dengan yang lainnya. Saringan terdiri dari tiga jenis
ukuran. Saringan pertama untuk memisahkan gula kasar dengan gula normal,
saringan kedua untuk memisahkan gula normal dengan gula halus, dan saringan
ketiga untuk memisahkan kembali gula kasar yang terbentuk akibat
pengelompokkan gula selama pengeringan berlangsung. Selama proses
pengeringan berlangsung dilakukan penghisapan debu dan kotoran ringan lainnya
agar tidak ikut dalam gula produksi.

Gambar 22. Pengeringan gula


Proses Pengemasan
Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi dan
memperpanjang umur produk yang dikemas agar berada dalam kondisi baik dan
aman selama penyimpanan. Bagian dasar cillo terdapat timbangan otomatis
sehingga gula normal yang telah tertampung dalam cillo secara otomatis dapat
dikemas dalam karung ukuran 50 kg netto. Bahan pengemas yang digunakan adalah
menggunakan plastik PVC yang dilengkapi kemasan karung plastik sebagai inner
bag. Gula yang sudah ditakar 50 kg akan masuk ke karung plastik. Setelah masuk
ke karung, gula dibawa konveyor ban menuju timbangan manual untuk pengecekan
bobot gula. Apabila gula yang dimasukkan dalam karung mengalami kelebihan
bobot, gula akan diambil dari karung hingga timbangan menunjukkan tepat angka
50 kg kemudian dijahit menggunakan sewing machine automatic.
Selain dikemas dalam bentuk curah ukuran 50 kg, gula SHS juga dikemas
dalam bentuk retail. Kemasan retail terdiri dari kemasan plastik berlabel ukuran 1
kg, kemasan plastik polos ukuran 1 kg dan kemasan plastik polos ukuran 500 gram.
Jenis plastik yang digunakan adalah plastik polypropilen atau PP. Gula kemasan
retail kemudian dikemas dalam karung plastik ukuran 25 kg yang berisi 25 buah
gula retail. Kemasan retail berlabel terdiri dari tiga jenis yaitu kemasan berlabel
dengan warna merah, biru, dan polos berlogo Carefour. Kemasan berlabel dengan
warna biru dan polos diperuntukkan untuk Carefour. Proses pengemasan gula retail
didasarkan pada jumlah pesanan.
Gula yang dikemas dalam kemasan retail mengalami tahap peyaringan
sebelum masuk ke mesin pengemas otomatis. Penyaringan dilakukan untuk
memisahkan gula yang berukuran halus sehingga diperoleh gula dengan ukuran
butiran yang seragam dan sesuai standar. Sumber gula untuk kemasan retail

25

diperoleh dari gula curah yang telah dikemas dalam karung plastik 50 kg. Mesin
pengemas yang digunakan untuk mengemas gula retail yaitu Filvo Auto Packaging
Machine F-1000 DWP. Gula yang telah dikemas dengan mesin tersebut akan
mengalami pengecekan manual. Pengecekan terdiri dari pengecekan bobot gula dan
pengecekan kemasan. Pengecekan dilakukan oleh seorang operator.
Pengecekan kemasan bertujuan untuk memeriksa kondisi kemasan. Jenis
kecacatan kemasan yang sering terjadi yaitu pemotongan kemasan yang tidak pas,
proses seal pada sambungan tengah, atas, dan bawah kemasan yang tidak tepat.
Kemasan yang mengalami kecacatan akan diganti dengan kemasan yang baru. Gula
dari kemasan cacat dikeluarkan dan ditampung dalam wadah. Gula tersebut
sebagian dibawa ke penyaringan dan sebagian digunakan sebagai penambah gula
retail yang memiliki bobot kurang dari 1 kg. Gula yang dibawa ke penyaringan akan
menuju mesin pengemas otomatis dan dikemas kembali.

Gambar 23. Karung 50 kg

Gambar 24. Kemasan 0.5 kg

Proses Penyimpanan di Gudang


Pabrik Gula Madukismo memiliki tiga gudang yaitu gudang A, gudang B,
dan gudang C. Gudang A mempunyai kapasitas 140000 kuintal dengan luas 3172.5
m2 yang terdiri dari enam petak. Gudang B mempunyai kapasitas 44000 kuintal
dengan luas 1062 m2 yang terdiri dari tiga petak. Sedangkan gudang C mempunyai
kapasitas 7000 kuintal. Namun, gudang C tidak digunakan untuk menampung gula
SHS melainkan untuk menyimpan gula sisa setelah musim giling habis. Kondisi
gudang mempunyai RH sekitar 60% dan suhu sekitar 300C. Kelembaban terjaga
dengan baik, maka lantai (dari bawah ke atas) dilapisi dengan pasit setinggi 10 cm,
anyaman bambu, plastik, dan kepang, sedangkan suhu dikontrol dengan adanya
ventilasi. Penumpukan gula dilakukan secara bersilang utuk menjaga agar
tumpukkan kuat, mutu tetap baik, dan tidak terjadi kenaikan suhu dengan adanya
sirkulasi udara antar karung.

26

Data Mengenai jumlah tebu giling, rendemen, dan kristal gula yang masuk ke
unit gilingan PT Madubaru selama 12 tahun terakhir, bisa dilihat pada Tabel 1 di
bawah ini.
Tabel 1 Data tebu selama 13 tahun terakhir di PT Madukismo
Waktu
(tahun)

Luas
areal
(ha)
4,879.29
4,799.76
4,295.00
4,451.78
5,967.67
7,000.13
6,114.31
6,029.68
6,597.92
6,681.75
6,999.62
7,535.37
7,375.54

2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014

Tebu
Digiling
(ton)
365,729.80
368,644.10
358,522.00
468,405.60
475,623.10
560,010.70
458,573.40
478,007.00
523,413.70
415,239.10
516,442.90
564,047.30
509,521.1

Total
hablur
(ton)
23,950.35
24,681.00
23,682.52
30,423.50
31,976.80
38,106.82
33,796.80
32,504.30
29,639.81
27,945.60
38,217.00
35,924.67
31,336.00

Rendemen
(%)

Hablur
(ton/ha)

6.55
6.70
6.61
6.50
6.72
6.80
7.37
6.80
5.66
6.73
7.40
6.37
6.10

4.91
5.14
5.51
6.83
5.36
5.44
5.53
5.39
4.49
4.18
5.46
4.77
4.25

600000

Tebu Giling (ton)

500000
400000
300000
200000
100000
0
2000

2002

2004

2006

2008

2010

2012

Waktu (tahun)

Grafik hubungan tebu giling dengan waktu

2014

2016

27

8
7

Rendemen (%)

6
5
4
3
2
1
0
2000

2002

2004

2006

2008

2010

2012

2014

2016

2014

2016

Waktu (tahun)

Grafik hubungan waktu dengan rendemen

8
7

Hablur (ha/ton)

6
5
4
3
2
1
0
2000

2002

2004

2006

2008

2010

2012

Waktu (tahun)

Grafik hubungan waktu dengan hablur

28

Kapasitas giling tebu maksimum dari PG Madukismo adalah 3500 ton


tebu/hari, sedangkan rata-rata kapasitas giling tebu selama lima belas hari yaitu
3500.893 ton tebu/hari seperti yang terlihat pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2 Data tebu giling selama 15 hari di PG Madukismo

NO

Tanggal

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

27-Jul-15
28-Jul-15
29-Jul-15
30-Jul-15
31-Jul-15
01-Agust-15
02-Agust-15
03-Agust-15
04-Agust-15
05-Agust-15
06-Agust-15
07-Agust-15
08-Agust-15
09-Agust-15
10-Agust-15
Rata-rata

Kapasitas
Tebu
Giling(ku)
34586
34400
34793
35233
32532
34340
35036
35682
35668
35481
35488
35482
35382
35515
35516
35008,93

nm %

pg (ku)

rendemen %

99,23
99,17
98,93
98,43
99,03
100,09
97,37
96,9
94,93
93,69
95,12
94,56
96,13
96,67
96,78
97,14

2302
2323
2359
2418
2423
2443
2452
2455
2499
2515
2518
2552
2569
2598
2601
2468,47

6,66
6,75
6,78
6,86
7,45
7,11
7,00
6,88
7,01
7,09
7,10
7,19
7,26
7,32
7,32
7,05

PEMBAHASAN
Musim giling, pengolahan tebang angkut harus ada dalam satu tangan dengan
pengelolaan di pabrik atau paling sedikit ada di bawah satu komando sehingga
penyediaan tebu yang di tebang sesuai dengan kebutuhan pabrik. Kesulitan dalam
pabrik yang akan menyebabkan pabrik berhenti giling dan kesulitan dalam
penebangan atau pengangkutan akan menyebabkan tebu yang akan digiling atau
kekurangan tebu harus segera diinformasikan pada pengelola sehingga dapat dicari
jalan keluarnya. Lokasi penebangan yang terpisah satu sama lain akan mengurangi
effisiensi kerja pengangkutan karena akan menghabiskan banyak waktu dan
kesulitan dalam pengawasannya. Masalah pengangkutan tebu sangat erat kaitannya
dengan jalan pada areal proyek. Keadaan jalan yang belum sempurna dapat
menyulitkan dalam pengangkutan. Oleh sebab itu, keadaan atau pembuatan jalan
harus diperhatikan sesuai dengan keadaan pola kebun yang dikehendaki agar dapat
membantu memperlancar pengangkutan kendaraan atau traktor.
Proses penebangan tebu harus dilakukan dengan baik agar hasil tebangan
dapat menghasilkan kualitas yang tinggi guna mencegah kerusakankerusakan
selama proses pembuatan gula. Kualitas tebangan ini dapat dilihat pada banyak

29

sedikitnya batang tebu yang tertinggal di kebun, kebersihan dan keteraturan batang
yang telah ditebang serta adanya tebu muda yang terbawa. Hasil tebangan yang
tidak bersih akan menyebabakan turunnya hasil kristal (rendemen). Penebangan
yang masih membawa daun-daun kering atau kelopak daun akan menambah berat
batang tebu yang akan digiling sehingga dapat mengurangi hasil produksi karena
pada waktu pemerasan nira akan terjadi kehilangan nira yang terlarut dalam ampas.
Jika waktu penundaan setelah tebang cukup lama (lebih dari 36 jam), sedangkan
kondisi fisik tebu banyak yang rusak, pecah, tebu terpotong, maka microorganism
(Leuconostoc mesenteroides atau Leuconostoc dextranieum) dapat menyerang tebu
tersebut. Kondisi yang lembab akan mempercepat serangan ini. (Pranoto 1972)
ASPEK KETEKNIKAN PROSES PENGOLAHAN TEBU
Produk akhir yang dihasilkan tidak terlepas dari bahan baku yang digunakan.
Bahan baku merupakan hal terpenting dari sebuah sistem produksi karena kualitas
dari tebu sangat mempengaruhi terhadap gula yang dihasilkan. Untuk memperoleh
kualitas gula yang baik, PG Madukismo mencari tebu yang mempunyai kualitas
tinggi. Kualitas tebu bergantung pada bibit tebu, kondisi tanah, iklim, proses
pemeliharaan dan penebangan. Untuk mempertahankan kuantitas dari tebu, dibuat
emplacement tebu yang cukup teduh dengan cara menanam pepohonan besar di
sekitar penggilingan. Pohon-pohon besar ini dapat bermanfaat untuk mencegah
datangnya sinar matahari langsung sehingga rendemen dari tebu tidak mengalami
inversi (penurunan rendemen).
Proses Pembuatan Gula
Bahan Penunjang
Bahan penunjang merupakan bahan kimia yang berfungsi untuk
memisahkan nira dari campurannya dengan cara pengendapan sehingga diperoleh
nira murni yang hasil akhirnya dapat menghasilkan kristal gula dengan kualitas
warna diatas 25 (memenuhi standar gula SHS 1A). Nira mentah dari stasiun
gilingan pH-nya sebesar 5.2 5.4. Ada 6 bahan penunjang utama yang dugunakan
dalam proses pemisahan nira.
1. Susu kapur
Susu kapur berasal dari batu kapur yang melalui proses pengapuran di stasiun
pengapuran sehingga dihasilkan susu kapur {Ca(OH)2}. Susu kapur inilah yang
kemudian digunakan pada proses pemurnian. Pada saat kapur dicampurkan,
terdapat pemanasan tambahan yang dapat menaikkan pH nira dari 5.4-5.6
menjadi 9. Jumlah batu kapur yang digunakan dalam 1 ton tebu adalah 454726 gram dengan nilai total padatan terlarut sebesar 5o Baume yang setara
dengan 9o Brix.
2. Flokulan
Flokulan merupakan banhan pembantu yang dipergunakan untuk
mempercepat proses penggumpalan bahan-bahan yang terlarut dan kotoran halus
sehingga dapat mempercepat proses pengendapan kotoran di dalam dor califier.
Flokulan yang dicampurkan dalam proses pengendapan ini adalah superfloq.

30

3. Gas Belerang
Gas belerang berasal dari belerang padat yang diperoleh dari proses sublimasi
yaitu belerang dibakar dalam sebuah tangki berbentuk silinder. Gas belerang
yang terbentuk diteruskan oleh sebuah pipa ke dalam tangki sulfitasi.
4. Air
Air yang digunakan adalah air imbibisi dan air biasa. Air imbibisi digunakan
pada proses pengilingan untuk mempercepat pengekstrakan nira dari ampas
tebu. sedangkan air biasa digunakan untuk mengisi ketel uap.
5. P2O5
Penambahan P2O5 sangat penting digunakan karena peranannya dalam proses
pemurnian. Jumlahnya minimal 300 rpm di dalam nira, apabila kurang dari
standar yang telah ditentukan maka proses penggumpalan kotoran akan
terhambat. P2O5 biasa diberikan dalam bentuk asam phosfat (H3PO4) 85 %.
Asam phosfat harus diberikan sebelum nira direaksikan dengan susu kapur.
Tahap Persiapan
Tebu yag telah dipanen diangkut dengan menggunakan truk dari kebun ke
pabrik. Kemudian untuk mengetahui berat tebu yang dibawa, maka truk ditimbang
sebelum masuk dan sesudah keluar dari pabrik. Tebu hasil panen yang masuk ke
pabrik harus diketahui beratnya karena penting untuk menentukan kapasitas
gilingan, perhitungan air imbibisi, jumlah bahan penunjang yang diperlukan, dan
untuk menghitung rendemen tebu yang dihasilkan oleh tiap kebun.
Tebu yang telah ditebang sebaiknya secepat mungkin diangkut ke pabrik
untuk digiling dalam waktu 36 jam. Apabila disimpan lebih lama, maka tebu akan
mengalami penurunan kualitas karena proses respirasi terus berjalan atau terjadi
penguraian sukrosa yang selanjutnya menurunkan kandungan gula di dalam tebu.
Kedua cara yang digunakan PT. Madu Baru, 1 kali pemindahan dirasakan lebih
efisien karena tebu tidak perlu menunggu lama untuk digiling sehingga
menghindari turunnya rendemen tebu dan berkurangnya bobot akibat tercecer saat
dipindahkan.
Tebu yang telah menunggu di emplacement kemudian dikeluarkan dari lori
dan diletakkan di meja tebu dengan menggunakan crane. Crane digunakan untuk
membantu mengangkat tebu. Di meja tebu, tebu diputar oleh carier putar sehingga
tebu jatuh ke cane carier I (CC I). CC I tebu diteruskan oleh cane carier II (CC II)
menuju ke unigrator. Di unigrator ini tebu dihancurkan oleh pisau pemotong yang
ada di dalam unigrator menjadi potongan-potongan kecil. Selama penghancuran ini,
tidak ada proses pemerahan nira dari dalam tebu. Hal ini disebabkan karena pisau
pemotong yang ada di dalam unigrator berputar sangat cepat. Pengecilan ukuran ini
bermanfaat untuk memudahkan proses penggilingan tebu sehingga nira yang
diperoleh bisa lebih banyak dan untuk meringankan kerja dari alat penggilingan.
Tebu yang telah hancur kemudian dibawa oleh cane carier III (CC III) menuju
stasiun penggilingan.
Tahap Penggilingan
Proses penggilingan ini adalah tahap ekstraksi nira dari dalam tebu. Tujuan
penggilingan ini adalah untuk mengekstraksi nira tebu yang merupakan bahan baku

31

utama dari proses produksi gula kristal. Pengekstrasian nira tebu tidak 100%
menggunakan gilingan tapi juga dibantu dengan penambahan air imbibisi dan nira
imbibisi. Cacahan tebu yang keluar dari unigrator masuk pertama kali ke gilingan
1. Di gilingan 1 ini tebu diperah tanpa menggunakan penambahan air imbibisi,
sehingga nira yang dihasilkan adalah nira mentah murni.
Nira mentah ini akan mengalir pada bak penampung yang ada di bawahnya.
Nira hasil gilingan 1 ini, mutu nira dicek di laboratorium setiap 1 jam sekali. Ampas
dari gilingan 1 dibawa menuju gilingan 2 untuk diperah kembali. Di gilingan 2 ini
tidak ada penambahan air imbibisi. Air imbibisi hanya ditambahkan pada gilingan
4 dan 5. Penambahan air ini tidak melebihi 30% tebu masuk agar beban pada proses
penguapan tidak terlalu berat.
Ampas tebu diberi tekanan yang tinggi dan berulang-ulang (proses
penggilingan bertingkat) akan memberikan semua nira yang terkandung di
dalamnya. Kadar air yang dijadikan sebagai patokan agar nira dapat diekstrak
adalah 40% dan di bawah itu nira tidak dapat terperah (Hugot 1986). Perlakuan
imbibisi akan diperoleh kadar air bahan yang diinginkan dan nira akan terperah
lebih banyak.
Air imbibisi diseting pada suhu 70-800C untuk mempermudah proses
pemasakan, selain itu agar bagas yang dihasilkan cepat kering. Suhu tinggi, sel
dalam ampas tebu akan lebih mudah berdifusi dan lebih mudah mengeluarkan zat
gula yang ada di dalamnya. Suhu yang digunakan tidak boleh terlalu tinggi, karena
suhu yang terlalu tinggi dapat merusak sukrosa, sel tebu akan mati, permeabilitas
sel tebu akan hilang, dan akan memperbesar jumlah kotoran terlarut sehingga dapat
mengganggu gilingan karena ampas yang mengembang.
Kinerja unit operasi gilingan dinilai dari ekstraksi brix nira yang terperah
keluar. Presentase brix suatu larutan didefinisikan sebagai konsentrasi larutan
dalam air yang kepekatannya sama dengan larutan sukrosa murni pada suhu yang
sama ( Moerdokusumo 1993). Brix merupakan ukuran dari semua zat terlarut dalam
larutan gula murni. Kualitas nira tebu lazim diukur sebagai perbandingan
kandungan sukrosa dan kandungan zat kering yang larut dalam nira tebu, yang
disebut Harkat Kemurnian (HK). Kandungan sukrosa (gula) dalam nira tebu diukur
dalam satuan pol yang nilainya ditentukan lewat pengukuran polarisasi larutan nira
tebu. Larutan gula murni, pol dan brix adalah sama, sehingga HK-nya adalah 100.
Nira-nira yang telah terkumpul masuk ke bagasilo atau rotary screen untuk
dipisahkan dari ampas kasar yang terikut pada nira. Rotary screen dilanjutkan ke
DSM untuk dipisahkan ampas halus yang ikut pada nira. Hasil saringan DSM ini
kemudian dipompa ke durgum, untuk mengurangi kadar kotoran, pasir, dan tanah.
Nira yang telah melewati durgum dibawa ke timbangan boulogne untuk dilakukan
penimbangan. Tebu banyak mengandung larutan sukrosa tapi untuk mendapatkan
larutan ini harus dilakukan penghancuran pada tebu yang bertujuan untuk
memisahkan antara cairan gula dan non gula. Semakin segar tebu (tebu yang baru
dipanen setelah cukup umur) yang dihancurkan maka semakin besar pula cairan
yang didapatkan.
Tahap Pemurnian
Proses pemurnian nira dilakukan dengan menggunakan kapur dan sulfur
dioksida sebagai bahan pembersih (clarifying agent). Proses sulfitasi, nira mentah

32

diberi tambahan susu kapur kemudian dinetralkan oleh sulfur dioksida (SO2).
Tujuan dilakukan proses sulfitasi yaitu untuk memisahkan kotoran-kotoran yang
terkandung dalam nira mentah, sehingga diperoleh nira bersih yang dinamakan nira
jernih. Proses awal pemurnian yaitu pada menerima nira perahan pertama dari
stasiun gilingan, kemudian diterima oleh timbangan bolougne. Kapasitas
timbangan bolougne adalah 5000 kg kemudian diteruskan pada tangki nira mentah
untuk ditampung. Terdapat katup otomatis pada timbangan bolougne sehingga
penerimaan nira perahan pertama dapat diatur. Nira mentah kemudian dialirkan ke
tangki pemanas 1 pada suhu 70 0C. Nira mentah yang berasal dari penggilingan
memilki sifat asam dengan pH sekitar 5.3-5.5, keruh dan memilki warna hijau
kecoklatan. Sifat-sifat ini disebabkan oleh kondisi tebu pada saat masuk
penggilingan masih tercampur oleh zat-zat organik, tanah, dan lapisan lilin. Juice
heater I mempunyai fungsi menaikkan suhu menjadi 70 C sehingga nira menguap,
kemudian menuju defaktor I dan II guna mengendapkan kotoran dengan
penambahan larutan Ca(OH)2 sehingga pH pada defaktor I adalah 7.2 dan defaktor
II adalah 8.5. Proses melakukan pengendapan kotoran adalah menetralkan pH nira
dengan bantuan larutan SO2 pada sulfur tower sehingga pH nira kembali normal
yaitu 7.
Setelah melalui proses penambahan belerang, nira ditampung oleh reaction
tank kemudian langsung dialirkan menuju juice heater II. Juice heater II, nira
dipanaskan hingga mencapai suhu 105 C. Setelah itu nira menuju ke flush tank
yang mempunyai tujuan melepas gas belerang dan sebagai tempat penampung
sebelum menuju ke clarifier. Proses pemisahan antara nira jernih dan blotong
terjadi pada clarifier. Terdapat empat pipa pada clarifier yang menentukan kualitas
nira. Perbedaan kualitas ditentukan oleh kejernihan nira ketika diambil sebagai
sampel. Umumnya pipa teratas banyak terdapat nira jernih karena kotoran
mengendap dibawah. Kotoran yang terdapat pada clarifier menuju ke rotary
vacuum filter untuk dipisahkan antara kotoran yaitu blotong dan cairan yang masih
mengandung nira. Cairan tersebut adalah nira tapis. Nira tapis kemudian diproses
ulang dari timbangan bolougne. Proses selanjutnya yairu nira jernih melewati dsm
screen guna membersihkan sisa kotoran dengan bantuan air dan ditampung oleh
pan yang akan membawa nira jernih menuju stasiun penguapan. (Hugot 1986)
Tahap Penguapan
Tujuan dari proses penguapan ini adalah untuk mengurangi kadar air yang
ada di dalam nira murni. Air yang ada di dalam nira akan menguap, sehingga nira
akan bersifat lebih kental. Sistem yang digunakan pada proses penguapan ini adalah
quadruple effect dimana terdapat 5 buah tangki penguapan (tangki evaporator) tapi
hanya digunakan 4 evaporator dalam pengoperasiannya (Cornelia 2007). Hal ini
karena evaporator kelima digunakan untuk cadangan ketika terjadi kerusakan atau
ketika salah satu evaporator sedang dibersihkan. Masing-masing dari 5 tangki
evaporator ini memiliki spesifikasi yang berbeda-beda.
Nira murni dari stasiun pemurnian masuk ke evaporator 1 terlebih dahulu.
Suhu yang digunakan dalam evaporator 1 ini yaitu 120-125 0C. Hasil dari
evaporator 1 akan dipompa menuju evaporator 2 untuk dipanaskan kembali. Panas
yang digunakan lebih rendah, yaitu 100-110 0C. Evaporator 1 dan 2 ini memiliki
spesifikasi dan dimensi yang sama. Selanjutnya nira dari evaporator 2 ini dipompa

33

menuju evaporator 3. Suhu yang digunakan dalam evaporator 3 yaitu 95-100 0C.
Kemudian nira dipompa menuju evaporator 4 yang dipanaskan dengan suhu 90 0C.
Evaporator-evaporator ini selalu dibersihkan tapi waktu pembersihannya berbedabeda. Tangki evaporator 1 & 2 dibersihkan 10 hari sekali, tangki evaporator 3, 4, &
5 dibersihkan 3 hari sekali. Misalkan pada hari itu, evaporator 5 akan dibersihkan
dari krak nira dari proses penguapan sebelumnya, maka proses penguapan nira pada
hari itu yaitu nira dari pemanas 3 (di stasiun pengendapan), dilanjutkan ke
evaporator 1. Di evaporator 1, nira diuapkan dan diteruskan ke evaporator 2,
evaporator, 3, dan evaporator 4. Otomatis, kran yang menuju pada evaporator 5
akan ditutup. Seterusnya untuk setiap pembersihan pada evaporator yang lain.
Uap yang digunakan dalam proses ini berasal dari stasiun gilingan dan dari
turbin. Uap dari evaporator 1 digunakan untuk menguapkan nira dalam evaporator
2, dari evaporator 2 digunakan untuk menguapkan nira di evaporator 3, dan dari
evaporator 3 uap digunakan untuk menguapkan di evaporator 4. Sedangkan uap sisa
dari evaporator 4 sebagian dipompakan ke stasiun masakan dan sebagian lagi
dipompakan ke kondensor. Air kondensat dari bak ini dipompakan lagi menuju
ketel uap untuk dijadikan uap lagi. (Hugot 1986)
Tahap Kristalisasi
Pemasakan merupakan proses satu rangkaian, yang mana hasil dari proses
tersebut didapatkan tiga jenis gula yaitu gula A, gula C, dan gula D. Proses masakan
dilakukan dalam pan yang sudah disediakan sesuai masakan gula. Gula A disebut
juga dengan gula produksi, sedangkan gula C dan gula D digunakan untuk
membantu proses pembentukan gula A. Proses putaran menggunakan dua sistem,
yaitu pada gula A menggunakan sistem discontinue, dan sistem continue yang
digunakan pada gula C, dan gula D. Sistem continue pada gula C dan gula D
dilakukan karena gula tersebut merupakan bahan baku dari proses pembentukan
gula A, sehingga ketersediaan gula tersebut sangat diperlukan, sedangkan sistem
discontinue pada gula A dilakukan karena gula A yang masuk ke dalam sistem
putaran memiliki tingkat kekentalan yang berbeda, dari tingkat kekentalan tersebut
dapat ditentukan seberapa banyak air panas yang ditambahkan pada proses putaran
tersebut.
Proses masakan memiliki tujuan yaitu mengambil gula dalam nira kental
sebanyak-banyaknya untuk dijadikan kristal dengan ukuran tertentu yang
dikehendaki. Proses masakan, larutan gula disebut masecuite serta memperoleh
hasil samping yaitu air kondensat yang dimanfaatkan sebagai umpan di stasiun
ketel. Proses masakan nira kental ada 3, yaitu masakan A, C, dan D. Bahan masakan
A adalah nira kental, klare I, dan bibit gula C dan D. Bahan masakan C adalah
stroop A dan gula D2. Bahan masakan D adalah stroop C, klare III, ditambah
pondan. Beberapa alat pada stasiun masakan, yaitu pan masakan yang berfungsi
sebagai wadah masak nira hingga terjadi gula kristal. Kondensor berfungsi
mengembunkan uap nira. Pompa vakum berfungsi untuk menarik dan
mengeluarkan gas yang tidak mengembun pada pan, sehingga terjadi kondisi
wakum. Pipa uap bekas berfungsi untuk menyalurkan uap bekas dari turbin, suhu
dari uap bekas 120 C.

34

Tahap Putaran
Nira kental dari masakan A diputar di mesin pemutar yang disebut Sugroup
(putaran digital) atau di Sanger Hausen (putaran manual). Kedua mesin ini memiliki
fungsi yang sama yaitu untuk memisahkan antara kristal gula dengan stroop A. Gula
yang telah terpisah dengan strope A disebut gula A. Gula A ini tertahan di saringan
yang terletak di dinding bagian dalam dari Sugroup sedangkan strop A dipompa
masuk ke peti tunggu strope A. Gula A turun ke encek-encek bawah. Posisi encekencek yaitu horizontal, adapun prinsip kerja dari encek-encek yaitu digetarkan
sehingga gula A bergeser masuk ke mixer AB. Di mixer AB gula A dicampur
dengan air sambil diaduk agar tidak terjadi penggumpalan. Selanjutnya gula A yang
telah teraduk dengan air ini dipompa menuju talang yang berada di samping putaran
SHS. Putaran SHS ini gula A diteruskan oleh talang miring sehingga gula A turun
karena prinsip gravitasi menuju ke dalam putaran SHS. Setelah gula A masuk
putaran SHS selanjutnya gula A disebut gula SHS. (Effendi 2009)
Fungsi mesin SHS yaitu untuk memisahkan antara gula SHS dan klare SHS.
Klare SHS dipompa menuju peti klare SHS sedangkan gula SHS diteruskan ke
encek-encek. Gula SHS kemudian dibawa ke atas oleh cintungan menuju encekencek pengering gula. Selain berfungsi membawa gula ke encek-encek pengering
gula, cintungan juga berfungsi untuk mempercepat proses pengeringan karena di
dalamnya terdapat uap panas. Selanjutnya dari encek-encek pengering gula ini
diteruskan ke silo. Jadi gula yang masuk ke silo ini disebut gula SHS.
Tahap Penyelesaian
Tahap penyelesaian merupakan stasiun akhir dari proses pembuatan gula.
Gula yang dihasilkan pada stasiun ini bentuknya tidak sama sehingga perlu
diadakan perlakuan. Perlakuan yang dilakukan pada stasiun ini yaitu:
Pengeringan dan Pemisahan
Gula masih bersifat basah atau lembab yang keluar putaran SHS dan beberapa
yang lain tampak terlihat menggupal. Saat gula-gula tersebut tiba di talang goyang,
gula-gula mengalami pengeringan dengan cara disemprotkan udara kering dari
bawah belt yang berpori. Gula SHS yang telah mengering akan dibawa oleh bucket
elevator ke saringan getar untuk dipisahkan antara gula krikilan, gula halus, dan
gula standarnya. Saringan getar terdiri dari dua bagian. Bagian pertama yaitu
saringan kasar yang ditempatkan di bagian atas dan saringan standar yang
ditempatkan pada bagian bawah.
Pengemasan dan Penggudangan
Gula dari silo dikemas dalam karung yang berkapasitas 50 Kg. Kemudian
gula tersebut ditimbang kembali seberat 50 Kg/karung dan kemudian dijahit di
bagian atasnya oleh sebuah mesin penjahit khusus. Gula yang telah dikemas dalam
karung kemudian disimpan dalam gudang berukuran 120 x 45 x 35 m sebelum
dipasarkan atau sebelum diantar ke pemesan. Selain dikemas di dalam karung 50
Kg, gula juga dikemas dalam plastik ukuran 1 Kg dan 0.5 Kg.

35

Perhitungan Rendemen dan Hablur (Kristal Gula)


Rendemen tebu adalah kadar kandungan gula di dalam batang tebu yang
dinyatakan dengan persen. Misalnya, rendemen tebu 10 %, artinya adalah bahwa
dari 100 kg tebu yang digilingkan di pabrik gula akan diperoleh gula sebanyak 10
kg. Menurut Oezer (1993), rendemen merupakan satuan berat kristal yang
dihasilkan dari 100 kg tebu (persen jumlah gula yang dihasilkan tiap satuan berat
tebu). Penebangan tebu yang belum waktunya akan menghasilkan tebu dengan
rendemen yang rendah, sedangkan jika terlambat dalam melakukan penebangan
akan menyebabkan penurunan rendemen.
Ada 3 macam rendemen, yaitu rendemen contoh, rendemen sementara, dan
rendemen efektif.
Rendemen
Rendemen ini merupakan contoh yang dipakai untuk mengetahui apakah
suatu kebun tebu sudah mencapai masa optimal atau belum. Rendemen contoh
adalah rendemen untuk mengetahui gambaran suatu kebun tebu berapa tingkat
rendemen yang sudah ada sehingga dapat diketahui kapan saat tebang yang tepat
dan kapan tanaman tebu mencapai tingkat rendemen yang memadai.
Rendemen = (total hablur/tebu digiling) x 100%
Contoh pada tahun 2014
Diketahui
Total hablur = 31336.00
Tebu digiling = 505521.10
Rendemen
= (total hablur/tebu digiling) x 100%
= (31336.00 / 505521.10) x 100%
= 6.10 %
Hablur (Kristal Gula)
Perhitungan ini dilakukan untuk menentukan berapa jumlah hablur
(kristal gula per satuan luas).
hablur = total hablur/luas areal

Contoh pada tahun 2014


Diketahui
Total hablur = 31336.00
Luas areal
= 7375.54
Hablur
= (total hablur/luas areal)
= (31336.00 / 7375.54)
= 4.25 ton/ha

36

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Bahan Baku utama yang digunakan untuk keperluan proses produksi gula
adalah batang tebu yang bersih, segar, dan manis. Di samping bahan baku utama,
PG Madukismo juga menggunakan beberapa bahan baku tambahan yang
menunjang proses produksi yaitu air, susu kapur, gas belerang, fosfat, dan flokulan.
Sistem penanganan bahan bakunya selalu mengutamakan prinsip first in first out
(FIFO).
Sistem pengolahan diatur untuk sekecil mungkin terjadi inversi sukrosa
sehingga kuantitas kristal gula yang dihasilkan tinggi. Hal-hal yang bisa
menyebabkan inversi sukrosa antara lain pH yang terlau tinggi (basa), waktu tinggal
yang terlalu lama, dan panas yang terlalu tinggi.
Proses pengolahan tebu menjadi gula di PG Madukismo meliputi stasiun
pemerahan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun kristalisasi, stasiun
putaran, dan stasiun penyelesaian. Proses pengolahannya merupakan rangkaian
sistem yang merupakan satu kesatuan dan saling berkaitan. Sistem pemerahan nira
adalah penggilingan bertingkat dengan menggunakan lima unit mesin giling.
Pemurnian menggunakan sistem sulfitasi alkalis. Penguapan terjadi dalam badan
penguapan dengan sistem quadruple effect evaporator (sistem pengumpanan dari
depan). Proses kristalisasi di PG Madukismo menggunakan masakan tiga tingkat,
yaitu masakan A, C, dan, D. Perbedaan ketiga tingkat masakan tersebut dilihat dari
tinggi rendahnya kemurnian (nilai HK) dari nira mentah. Pemisahan antara kristal
gula dari klare dilakukan dengan menggunakan mesin sentrifuse. Pengeringan di
PG Madukismo dilakukan secara manual dengan menggunakan saringan getar dan
uap panas. Rata-rata kapasitas giling yang diperoleh selama lima belas hari terakhir
adalah 3500.8 tebu/hari.
Saran
1.

2.

Diperlukan pengoptimalan sistem distasiun timbangan supaya tidak


menimbulkan antrian yang terlalu lama sehingga dapat mempengaruh kualitas
tebu yang akan diolah. Kualitas tebu yang akan diolah lebih diperhatikan sebab
masih banyak tebu dengan kualitas kurang bagus tetap diolah meskipun kadar
gulanya rendah.
Melakukan perawatan secara periodik terhadap alat dan mesin supaya efisiensi
dari alat atau mesin dapat dipertahankan.

37

DAFTAR PUSTAKA
Austin, Goerge T. 1996. Industri Proses Kimia, Erlangga, Jakarta.
Hugot, E. 1986. Handbook of Cane Sugar Engineering. Elsevier Publ. Co,
Amsterdam, Oxford, New York, Tokyo.
Permadi, Setya. 2000. Proses Pembuatan Gula [makalah]. Yogyakarta : Politeknik
LPP.
Apriyani, TW. 2005. Mempelajari Aspek Keteknikan Pertanian dan Manajemen
Produksi Pada Proses Pembuatan Gula di PT Madu Baru PG
Madukismo Yogyakarta. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Cornelia. Et al. 2007. Proses Produksi Gula di PG Madukismo Yogyakarta.
Yogyakarta: Universitas Kristen Duta wacana.
Moerdokusumo, A. 1993. Pengawasan Kualitas dan Teknologi Pembuatan Gula di
Indonesia. Penerbit ITB. Bandung
Oezer, Y. 1993. Agroteknologi Tebu Lahan Kering. Arikha Media Cipta, Jakarta.
Effendi, Achmad. 2009. Teknologi Gula. BeeMarketer Institute : Jakarta
Pranoto, H. 1972. Sistem Penanganan Tebang Angkut dengan Pola Tebang BSM di
PG. Takalar. Gula Indonesia XVII (4).
Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). 2008. Konsep Peningkatan
Rendemen Untuk Mendukung Program Akselerasi Industri Gula
Nasional. P3GI: Pasuruan.
Hugot, E. 1987. Handbook of Cane Sugar Engineering. 3th Completely Revised
Edition. The Netherland : Elsivier Science Publishers

38

Lampiran 1 Skema proses penggilingan

39

Lampiran 2 Skema proses pemurnian

40

Lampiran 3 Skema proses penguapan

41

Lampiran 4 Skema proses kristalisasi

Anda mungkin juga menyukai