2.3.1 PENDAHULUAN
wilayah yang kurang lebih luasnya 3.1850.80 km2 terdapat 17 pabrik gula,
yaitu
yang mengalami gulung tikar, hal ini disebabkan karena harga gula yang
jeblok. Selain itu, pada tahun 1931 terjadi kesepakatan perdagangan gula yang
produksi. Pulau Jawa hanya mendapatkan jatah 1,4 ton per tahun jumlah
tumbangnya pabrik –
pabrik gula, tak terkecuali di Yogyakarta. Sekitar sembilan pabrik gula saja
masih tersisa itu dibumi hanguskan oleh Belanda. Tepatnya, pada tanggal 19
tidak dapat dihindari pada saat itu, Belanda melakukan agresi militernya untuk
PG terakhir yang dibumi hanguskan. Hal ini terjadi karena tempat ini adalah
berada di Bantul. Entah apa penyebabnya, pabrik ini pada saat itu dapat dijarah
oleh rakyat. Seiring dengan berjalannya waktu dan nasib baik yang ada, PG
mendirikan pabrik ini yakni di bekas PG Padokan atau PG Gesikan. Sri Sultan
di daerah Yogyakarta atas jasa–jasa beliau yang dengan semangat dan peran
pekerjaan.
Pendirian pabrik ini tentunya akan dapat menampung banyak tenaga kerja,
karena banyak pihak yang nantinya akan terlibat di dalam proses produksi
gula. Petani akan terlibat dalam proses penanaman tebu sebagai bahan dasar
disini.
Pabrik Gula dan Pabrik Spritus sebenarnya sama–sama berdiri di tahun 1955
baru di tahun 1959 Pabrik Spritus baru selesai dikerjakan dan kemudian
berproduksi.
Mei 1958.
6. Sekretaris : Soejono
itu pun di datangkan dari Jerman Timur, termasuk juga teknisinya yang pada
Pada awal berdirinya, pabrik gula ini adalah P2G Madubaru PT yang
membawahi Pabrik Gula dan Pabrik Spritus. Namun, pada tahun 1961
persetujuan Sri Sultan Hamengku Buwono IX juga lah, pada tanggal 4 Mei
saja untuk sampai di PG/PS Madukismo ini. Berada pada ketinggian 84 meter
dari permukaan laut, secara geografis PG/PS Madukismo ini pun terletak pada
wilayah yang sangat strategis, yakni berada dekat sungai besar (Winongo dan
tersendiri bagi wisatawan. Hal ini dikarenakan sejak awal berdirinya PT.
sebagai Agrowista yang nantinya menjadi salah satu bagian dari bisnis untuk
diantaranya :
1. Membangun lintasan rel lokomotif
1. Letak pabrik dengan pusat kota dan sarana transportasi sehingga memudahkan
dalam penyaluran hasil produksi dan pengadaan bahan baku serta bahan
menguntungkan dan baik untuk tanaman tebu sebagai bahan produksi gula.
3. Tenaga kerja mudah dicari dan didapat, karena sebagai perusahaan padat
karya PT. Madubaru banyak menampung tenaga kerja dari daerah sekitar saja.
perusahaan dapat berjalan dengan baik dan lancar. Struktur organisasi menunjukkan
suatu gambaran mengenai tanggung jawab serta hubungan antar bagian-bagian yang ada
Fungsi dan tugas masing-masing jabatan pada PT. Madubaru adalah sebagai berikut:
1. Direktur
sebagai berikut:
persetujuan Direktur.
bagi perusahaan.
d. Dalam rangka penugasan memiliki aspek penuh dan bebas keseluruh fungsi,
teknik-teknik audit.
melakukan pengawasan, juga jasa-jasa khusus lainnya dari dalam maupun luar
perusahaan.
Selanjutnya tugas dan wewenang fungsi peawasan internal secara lebih rinci
diuraikan dalam Charer Internal Audit yang merupakan bagian yang tidak
dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh direksi. Tugas general manager
perusahaan.
pemasaran untuk mencapai sasaran dan tujuan perusahaan. Tugas Kepala Bagian
Madubaru.
penagihan.
perusahaan.
Tugas Kepala Bagian Akuntansi dan Keuangan menjalankan kebijakan direksi
dan ketentuan general manager dalam bidang keuangan, pengelolaan data dan
akuntansi perusahaan.
kerja dan kesejahteraan karyawan serta mempersiapkan sumber daya manusia yang
diperlukan.
direksi di bidang penanaman dan penyediaan bibit tebu, pemasukan areal tebu
rakyat intensifikasi (TRI), penyuluhan teknis penanaman tebu, rencana tebang dan
angkutan tebu, dan kegitan lain yang menyangkut penyediaan supply tebu sebagai
bahan baku pabrik gula serta memimpin seksi-seksi yang berada dalam bagiannya
untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Tugas bagian Tanaman
Fungsi Kepala Bagian Instalasi adalah membantu kepala bagian pabrik gula dan
pabrik spritus yang lain dalam melaksanakan kebijakan direksi dan ketentuan
pabrik, lori dan loko, kendaraan, traktor, pompa, pemeliharaan dan reparasi
dalam bagiannya untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Tugas
pemeliharaan dan reparasi remise ( lori dan loko), pompa air dan
traktor.
d. Memberikan pertimbangan-pertimbangan teknis kepada semua bagian
Fungsi Kepala Bagian Pabrikasi Membantu kepala bagian pabrik gula dan
pabrik spritus yang lain dalam melaksanakan kebijakan direksi dan ketentuan
general manager dalam pengelolaan gula dan memimpin seksi-seksi yang berada
dibawah wewenangnya untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
produksi gula
spritus serta memimpin seksinya untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan.
Tugas Kepala Bagian Pabrik Alkohol dan Spritus adalah sebagai berikut:
Adapun susunan bagan struktur organisasi PT. Madubaru adalah sebagai berikut:
a. Produk
sebagai berikut :
merah atau biru. Pada kemasan merah atau biru tidak memiliki
Gula ini sama dengan produk gula PT. Madubaru yang lain hanya
press manual.
b. Harga
c. Distribusi
apabila harga cocok barang akan dibawa oleh pembeli, tapi apa bila
memperbolehkan dengan biaya penitipan lima ribu rupiah per hari. Sejak
tahun 1998 sampai dengan sekarang gula produksi PT. Madubaru dijual
bebas, gula produksi PT. Madubaru dijual sendiri oleh perusahaan. 25%
d. Promosi
sebagai berikut :
1. Periklanan
2. Promosi penjualan
jumlah lebih dari 100 kg. Selain itu PT. Madubaru juga sering
3. Personal selling
4. Publisitas
Kegiatan publisitas yang dilakukan PT. Madubaru yaitu dengan
Bahan baku yang digunakan oleh PG Madukismo Yogyakarta dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu bahan baku utama dan bahan baku penunjang.
1. TR (Tebu Rakyat)
TR adalah tebu yang pengolahannya mendapatkan perhatian khusus dari pabrik dalam hal
pengelolaan tanaman.
2. TS (Tebu Sendiri)
TS adalah tebu milik pabrik dengan sistem menyewa tanah rakyat dan penggarapannya
dibiayai oleh pabrik.
Umur tebu masak tergantung pada jenis tebu, ada 3 macam yaitu :
Bersih mutlak (bebas daduk, pucuk, tanah, akar, sogolan, tebu mati)
Batang kecil, bengkok, ruas pendek, dicacah, agak layu. Tercampur tebu mati
e. MUTU E = terbakar
Kualitas tebu yang diterima pabrik diharapkan tidak terlalu banyak mengandung kotoran
seperti daduk, pucukan, akar, dan sogolan, dengan meliputi kualitas A sebesar > 15 %, kualitas B > 75
% dan kualitas C < 10 %. Untuk kualitas D dan E sangat ditekan kuantitasnya agar produksi gula yang
dihasilkan baik.
Pada tahap ini, tebu yang telah ditebang akan diangkut dengan truk atau lori yang ditimbang
sebelum masuk stasiun gilingan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui jumlah tebu yang masuk tiap hari
produksi. Penimbangan langsung dilakukan terhadap tebu sehingga dapat diketahui seketika berat
tebu yang sebenarnya. Setelah ditimbang maka tebu akan dibawa ke cane carrier dengan
menggunakan crane unloading untuk kemudian dipotong-potong dengan unigrator (pisau cacah
tebu).
Kapur tohor dicampur dengan air panas, kemudian dimasukkan ke dalam molen
(tempat pembentukan susu kapur) sehingga terbentuk senyawa hidroksida kuat dengan
reaksi sebagai berikut:
Tromol akan terus berputar sehingga terbentuk larutan susu kapur yang masih kotor dan
kasar. Larutan ini kemudian disaring pada bak-bak penampung yang dibatasi oleh sekat, untuk
memisahkan bagian yang kasar dan yang halus. Larutan yang halus ditampung dalam tangki
buffer susu kapur dengan kekentalan 7-8°Be. Dari tangki buffer, kemudian susu kapur
dialirkan menuju defekator.
3. Sulfur
Sulfur (belerang) digunakan dalam pembuatan gas SO2, yang digunakan pada proses
pemurnian. Kebutuhan belerang rata-rata mencapai 2000 kg/hari. Syarat belerang yang
digunakan adalah sebagai berikut :
S(l) → S(g)
Reaksi di atas berlangsung secara eksotermis, sehingga suhu gas SO2 menjadi lebih tinggi. Gas
SO2 ini kemudian didinginkan dengan menggunakan air pendingin sampai suhu 70—80ºC. Hal
ini dilakukan untuk mencegah supaya tidak terbentuk gas SO3 yang tidak diinginkan.
Selanjutnya gas SO2 dialirkan ke sublimator yang berisi susunan batu tahan api dan ijuk untuk
menyerap sisa-sisa air sekaligus sebagai pendingin. Dari sublimator, gas SO2 dimasukkan ke
sulfitir.
4. Flokulan
Penambahan flokulan dilakukan pada snow balling tank. Penambahan flokulan bertujuan
sebagai katalisator dalam pemurnian nira dengan cara mengikat endapan sehingga ukuran
menjadi lebih besar sehingga dapat mempercepat proses pengendapan.
5. NaOH
NaOH digunakan pada saat pembersihan evaporator, karena sifatnya yang mampu
melunakkan kerak yang terdeposit dalam badan-badan evaporator. Setiap pembersihan
evaporator dibutuhkan 200—400 kg dengan kadar 4—5 ppm pada luas penampang 1.000—
1.500 ft2, namun jumlah tersebut dapat berubah tergantung pada kondisi kerak yang
terbentuk dalam evaporator.
Dalam proses pengolahan tebu menjadi gula kristal di PG Madukismo terbagi atas 7 stasiun,
yaitu :
1. Stasiun Persiapan
2. Stasiun Gilingan
3. Stasiun Pemurnian
4. Stasiun Penguapan
5. Stasiun Masakan/Kristalisasi
6. Stasiun Puteran
7. Stasiun Penyelesaian
Unit Pemurnian
nira mentah Ca(OH)2, SO2
nira encer
flokulan
Unit Penguapan
asam fosfat
Unit Masakan
uap nira
stroop A, stroop C,
kondensat
klare SHS, klare D
Unit Puteran tetes
nira kental
uap nira
Unit Penyelesaian
Produk Gula
Stasiun penimbangan bertujuan untuk mengukur berat bersih dari tebu yang diangkut oleh
truk-truk pengangkut yang datang dari berbagai daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa
Tengah bagian selatan. Tahap penimbangan bahan baku:
Truk pengangkut datang dan berhenti pada pos timbangan bruto untuk mencatat berat truk
beserta bahan baku. Sopir truk menyerahkan Surat Perintah Angkut (SPA) kepada petugas pos
1. lima rangkap (untuk pemilik, akuntansi dan keuangan, pabrikasi, timbangan, dan sopir). Berat
bruto truk diukur secara digital yang terhubung dengan program khusus komputer. Setelah
nilai berat bruto tercantum pada layar monitor, hasil pengukuran tersimpan otomatis serta
terkirim pada pos timbangan tarra. Truk meninggalkan pos menuju pos bongkar muat tebu.
2. Trus berhenti pada pos bongkar muat tebu. Tebu diangkut dengan menggunakan crane
unloading, dan dipindahkan ke lori. Setelah muatan kosong, truk diperbolehkan menuju pos
timbangan tarra.
3. Truk angkut tebu berhenti di pos timbangan tarra untuk menimbang berat truk tanpa muatan
tebu. Pengukuran dihitung secara digital, sesuai dengan pengukuran pada pos timbangan
bruto. Setelah angka hasil pengukuran tercantum dalam layar monitor, maka dapat diketahui
berat netto (berat tebu yang diangkut) yang dipasok pada setiap truk yang datang di stasiun
penimbangan.
Emplacement mempunyai dua peranan yaitu pengaturan dan pengawasan bahan baku yang
akan diproses. Pengaturan dimaksudkan untuk menyediakan tebu di halaman pabrik untuk menjamin
kelancaran proses produksi. Persediaan yang terlalu sedikit dibandingkan dengan kapasitas pabrik
akan mengakibatkan terlalu banyaknya jam berhenti karena habisnya persediaan tebu. Sebaliknya,
jika persediaan tebu terlalu banyak akan terjadi kerusakan pada tebu yang disebabkan oleh:
Aktivitas dari sel-sel tebu belum berhenti pada saat setelah penebangan, guna
mempertahankan kehidupan sel diperlukan energi yang diambil dari sukrosa yang ada
sebagai makanan
Sel-sel mati akan menjadi larutan asam dan apabila terkena panas dalam jangka waktu
yang lama akan mengakibatkan penguapan dan konsentrasi asam meningkat
Pengawasan terhadap penimbangan tebu harus diutamakan, karena berat tebu digiling
merupakan parameter dasar untuk perhitungan proses produksi
Tebu yang berasal dari perkebunan, diangkut dengan menggunakan truk dan lori menuju
emplacement tebu. Sebelum tebu masuk emplacement, tebu ditimbang terlebih dahulu untuk
mengetahui berat tebu yang masuk dan digiling di PG Madukismo. Selain itu, hasil timbangan ini juga
digunakan sebagai pengawasan proses produksi dan perhitungan ongkos tebang atau angkut serta
bagi hasil gula
milik petani. Jenis timbangan yang digunakan yaitu timbangan DCS (Digital Crane System) dan
terintegrasi dengan program komputer SMAS, kemudian menunggu giliran untuk digiling.
Stasiun gilingan bertujuan untuk memerah tebu sehingga diperoleh nira sebanyak mungkin
dan mengusahakan agar kandungan nira dalam ampas sangat kecil. Pada stasiun gilingan ini terdapat
lima unit gilingan yang dipasang seri dan masing-masing gilingan terdiri dari tiga buah roll, yaitu roll
atas, roll depan dan roll belakang.
1. Setelah ditimbang, tebu diangkut dengan lori, kemudian dipindahkan dengan unloading
crane dan diletakkan di atas meja tebu (cane table) untuk diarahkan ke proses. PG
Madukismo memiliki 2 unit unloading crane dan 2 unit cane table, di mana pada unit meja
tebu terdapat pisau tebu (cane cutter) berbentuk screw dan dioperasikan secara
rotasional. Tebu dibawa menuju ke unigrator dengan menggunakan cane carrier. Pada
unigrator, sel-sel tebu dibuka dengan cara ditumbuk menjadi serabut-serabut untuk
melebarkan serat dan memperlebar luas permukaan cacahan tebu yang akan digiling,
sehingga pemerahan nira dapat dilakukan semaksimal mungkin. Serabut-serabut tebu
yang keluar diumpankan oleh cane carrier memasuki Gilingan I. Pemerahan pertama
terjadi antara roll depan dengan roll atas yang menghasilkan nira yang keluar melalui trash
plate dan ampas. Ampas ini selanjutnya mengalami pemerahan kedua yang terjadi antara
roll belakang dengan roll atas yang menghasilkan nira I dan ampas I.
Ampas I akan dibawa oleh carrier menuju ke gilingan II. Agar proses pemerahan pada gilingan II
berhasil dengan baik, maka ampas I (umpan gilingan II) disemprotkan dengan imbibisi nira yang
dihasilkan dari gilingan III (nira III) dengan menggunakan pompa. Penambahan nira imbibisi ini
terletak melintang dengan jalannya carrier I. Nira hasil gilingan I dan II dialirkan ke bak penampung
1. dipompa menuju DSM screen untuk disaring dari kotoran yang masih terbawa oleh
nira. Selanjutnya nira dilewatkan menuju dorr clone dengan tujuan untuk
memisahkan nira bersih dari ampas dan kotoran yang berupa pasir.
2. Pemerahan pada gilingan II sama dengan proses pemerahan pada gilingan I, tetapi pada
pemerahan III, IV dan V terdapat perbedaan pada proses penambahan imbibisi dan
pengolahan nira yang dihasilkan. Air imbibisi yang ditambahkan bertujuan untuk
mnyempurnakan proses pemerahan nira dari cacahan tebu juga untuk menekan
kehilangan gula dalam ampas tebu. Air imbibisi ini berasal dari air kondensat yang masih
mengandung gula. Suhu air imbibisi sekitar 70—80oC, bila suhunya terlalu tinggi dapat
menyebabkan lilin pada kulit tebu ikut larut, begitu pula sebaliknya apabila suhunya terlalu
rendah maka pemerahan tidak berjalan secara maksimal. Penambahan air imbibisi berkisar
antara 20—25% dari berat tebu yang digiling. Penambahan air imbibisi ini harus benar-
benar diperhatikan karena apabila kurang dari 20% pemerahan nira dan ampas kurang
efektif sehingga masih banyak gula yang terikut pada sabut dan apabila lebih dari 25%
maka beban pada stasiun penguapan (evaporator) akan semakin berat sehingga energi
yang dibutuhkan semakin banyak. Umpan gilingan III (ampas II) dibawa oleh carrier II
menuju gilingan III dengan disemprot imbibisi nira, dimana imbibisi nira untuk umpan
gilingan III berasal dari nira V. Umpan gilingan IV (ampas III) dibawa oleh carrier III menuju
gilingan IV dengan disemprotkan nira imbibisi yang diperoleh dari hasil gilingan ke V,
kemudian umpan gilingan V (ampas IV) dibawa oleh carrier IV menuju gilingan V, disemprot
dengan air imbibisi.
3. Nira I dan nira II bergerak menuju screen untuk memisahkan ampas yang masih tertinggal.
Nira hasil saringan screen, ditambahkan larutan asam fosfat encer kemudian dialirkan ke
dalam bak penampung dan kemudian masuk ke timbangan boulogne. Sedangkan ampas
halus yang tertahan, diangkat oleh carrier ke intermediate cane carrier I kemudian
bersama-sama ampas I masuk ke gilingan II.
4. Nira III, IV dan nira V dialirkan kembali sebagai imbibisi nira untuk umpan gilingan I, II dan
III.
5. Ampas V diangkut dengan conveyor menuju ke ketel bertekanan rendah yang akan
digunakan sebagai bahan bakar ketel. Di dalam ampas ini masih terkandung gula
antara 0,70—0,85% tebu yang tidak terekstrak selama proses penggilingan. Ampas
halus yang tidak tersaring dibawa ke vacuum filter.
Pada stasiun gilingan terdapat 5 (lima) unit gilingan yang menggunakan penggerak turbin
dengan kecepatan operasionalnya sebesar 260—280 ton/jam, kecepatan putar pada tiap gilingan
berbeda-beda (tergantung kapasitas tebu yang masuk) pada gilingan pertama menggunakan rpm yang
besar, sedangkan pada gilingan selanjutnya rpmnya lebih rendah untuk menghasilkan perasan nira
yang maksimal.
Tebu
Cane Crane
Cane Table
Cane Carrier
Unigrator
Gilingan I
Nira Mentah Peti Nira
nira imbibisi
Mentah
Dorr clone
ampas Boulogne
Gilingan II
Stasiun Pemurnian
Gilingan IV
nira imbibisi
ampas
Gilingan V
Stasiun Ketel
air imbibisi
ampas
ampas
Gambar III.2 Diagram Alir Proses Stasiun Gilingan
Stasiun Pemurnian bertujuan untuk memisahkan gula (sukrosa) dari kotoran yang ikut terlarut
dalam nira agar diperoleh gula yang relatif lebih murni, menekan kehilangan gula (memaksimalkan
efisiensi proses), dan optimalisasi pemakaian bahan pembantu proses.
Proses pemurnian diusahakan agar tidak sampai merusak ataupun menghilangkan sukrosa.
Kotoran-kotoran gula yang terdapat dalam nira mentah antara lain :
1. Nira mentah yang telah disaring dan diendapkan, kemudian dialirkan ke timbangan bolougne
yang memiliki kapasitas 5 ton. Penimbangan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah nira mentah
yang didapat dari hasil tebu yang digiling setiap jam dan untuk menentukan jumlah zat-zat yang
ditambahkan pada proses selanjutnya.
2. Nira selanjutnya dialirkan ke tangki penampung peti nira mentah untuk ditambahkan asam fosfat
H3PO4 sebanyak 6 ppm.
Tujuan penambahan asam fosfat adalah:
- Kapur dapat bereaksi dengan komponen bukan gula dalam nira mentah yang bersifat asam,
terutama fosfat menghasilkan endapan kalsium fosfat. Endapan kalsium fosfat yang terbentuk
dapat menyerap dan mengikat koloid yang ada di sekitarnya.
- Menaikkan pH nira sampai netral agar sukrosa tidak mengalami kerusakan.
Reaksi:
2 H3PO4 6 H+ + 2 PO43-
5. Setelah dari Defekator I, nira masuk ke tangki Defekator II. Pada tangki Defekator II nira kembali
ditambahkan susu kapur hingga pH menjadi 8,5—9,0 agar pengendapan kotoran dapat lebih
efektif, karena terjadi reaksi antara susu kapur dengan fosfat membentuk Ca3(PO4)2 yang
mengikat kotoran serta mempersiapkan reaksi dengan SO2.
Adapun tujuan penambahan susu kapur dalam Defekator II adalah :
H2SO3 SO32- + 2 H+
Gas SO2 ini juga memiliki beberapa fungsi lainnya, antara lain untuk mengikat unsur-unsur yang
belum bereaksi di defekator, mengurangi viskositas larutan (kotoran yang terendapkan akan
mengurangi kekentalan nira), mereduksi ion-ion ferri menjadi ferro sehingga warnanya menjadi
lebih pucat atau jernih. Dalam tangki ini pH nira mentah yang diharapkan mencapai 7,2.
7. Nira dari tangki sulfitir I dipompa ke VW II dan dipanaskan hingga suhu mencapai ± 105ºC.
Pemanasan ini dilakukan agar reaksi dapat lebih sempurna, jasad-jasad renik yang masih hidup
dapat mati, gas-gas yang terlarut dapat menguap agar tidak mengganggu proses pengendapan di
dorr clarifier.
8. Dari VW II, nira dialirkan menuju expandeur untuk menghilangkan gas-gas atau udara yang
terkandung dalam nira, supaya gas-gas tersebut tidak menghalangi pada proses pengendapan.
Kemudian nira masuk ke snow balling untuk ditambahkan flokulan. Penambahan flokulan ini
bertujuan agar molekul-molekul yang terbentuk pada proses defekasi dan sulfitasi dapat saling
melekat membentuk partikel yang lebih besar sehingga lebih mudah terendapkan. Setelah
ditambah dengan flokulan, nira dialirkan ke dalam multitray dorr clarifier, suhu dalam multitray
dorr clarifier mencapai 100oC. Dari multitray dorr clarifier diperoleh nira jernih yang mengalir dari
bagian atas secara overflow ke pipa penampung. Sedangkan dari bawah akan diperoleh nira kotor
yang ditampung dalam bak penampung. Nira jernih yang telah didapat, disaring dengan
menggunakan DSM Screen dengan ukuran sebesar 160 mesh untuk menyaring ampas atau
kotoran-kotoran yang tidak dapat diendapkan. Selanjutnya nira ditampung di dalam tangki nira
encer dan dipompa masuk ke dalam evaporator.
9. Nira kotor yang mengendap pada dorr clarifier kemudian dialirkan ke rotary vacuum filter (RVF).
Hasil dari penyaringan vacuum filter adalah blotong dan filtrat. Di dalam rotary vacuum filter, nira
disemprotkan dengan air kondensat agar nira yang terkandung dalam blotong dapat
diminimalkan. Filtrat tersebut kemudian disebut nira tapis. Nira tapis ditampung ke bak
penampung nira tapis, setelah itu dipompa ke bak nira mentah tertimbang untuk proses
pemurnian lagi. Sedangkan blotongnya diangkut ke truk untuk diolah kembali sebagai bahan
pupuk kompos dan tempat pertumbuhan mikroorganisme.
Peti Nira Mentah H3PO4
Tertimbang
Bleeding
VW I (± 75°C) Kondensat
Precontactor
Susu Kapur
Sulfitir I SO2
Bleeding
Expandeur
Gas tak terembunkan
flokulan
Stasiun
Penguapan
Mixer
Stasiun Penguapan bertujuan untuk menguapkan sebagian air yang ada dalam nira, sehingga
diperoleh nira yang lebih pekat.
Pada proses penguapan, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah tercapainya penguapan air
sebanyak-banyaknya dalam waktu yang singkat dengan tidak terjadi kerusakan gula serta pemakaian
biaya yang murah terutama kebutuhan akan bahan bakar.
Pada stasiun penguapan terdapat lima unit evaporator, namun yang digunakan hanya empat
unit evaporator, unit lainnya merupakan cadangan apabila salah satu unit evaporator sedang dalam
maintenance. Kelima evaporator disusun secara seri (multiple effect). Selain itu, terdapat Voor
Warmer (VW) III yang berfungsi memanaskan nira encer dari stasiun pemurnian sebelum memasuki
pan penguapan/evaporator. Sistem kerja dari VW III ini adalah sirkulasi, yaitu nira masuk melalui
bawah dan dipompa ke atas dan bertemu dengan uap bekas dan melewati lempengan tipis (film
plate), di dalam evaporator terjadi sistem perpindahan panas. Proses penguapan dalam evaporator
berlangsung secara kontinyu. Nira yang keluar dari penguapan diharapkan memiliki kekentalan
sebesar ± 32ºBe. Apabila kurang dari 30ºBe, dapat menambah beban pada stasiun masakan karena
dapat memperlambat proses pemasakan. Sebelum masuk VW III, nira encer ditampung dalam clear
juice tank dengan suhu 105oC, kemudian dipompa dan dialirkan ke VW III. Uap panas yang digunakan
pada VW III berasal dari uap bekas untuk menggerakkan turbin pada gilingan dengan tekanan ± 1,2
kg/cm2. Tekanan ruang pada VW III adalah 1,2 kg/cm2, temperatur ruang adalah 140ºC dan kapasitas
3000m3. Uap bekas dari proses penguapan di VW III ini digunakan untuk stasiun masakan untuk proses
pemasakan di vacuum pan, sedangkan VW III adalah penghasil air kondensat terbanyak untuk disuplai
ke dalam boiler. Ruangan nira dan steam berbeda, keduanya dipisahkan oleh rangkaian pipa yang
tersusun, sehingga terjadi proses perpindahan panas. Nira yang masuk evaporator harus bernilai pH
mendekati netral (antara 7—7,2), karena jika nira dalam keadaan basa, maka akan terbentuk karamel,
sedangkan jika berada dalam suasana asam maka sukrosa akan rusak. Pemanasan VW III
menggunakan steam bekas yang berasal dari turbin dan gilingan. Dari VW III, nira dialirkan ke
rangkaian proses evaporator multiple effect.
III.2.4.1 EVAPORATOR I
Pada PG Madukismo, evaporator disusun secara seri. Sebelum masuk evaporator I, umpan
ditampung dalam buffer tank nira encer dan dipanaskan dalam VW II, kemudian dipompa dan dialirkan
ke evaporator I. Uap panas yang digunakan pada evaporator I berasal dari uap bekas dari stasiun
gilingan. Uap bekas yang digunakan bertekanan ± 1–1,2 kg/cm2. Tekanan ruang pada evaporator I
adalah ± 1 kg/cm2 dan temperatur ruang adalah 110ºC.
III.2.4.2 EVAPORATOR II
Uap yang dihasilkan di evaporator I diinput ke evaporator II sebagai steam pemanas. Umpan
pada evaporator II berasal dari evaporator I, aliran umpan dari evaporator I ke evaporator II tidak
menggunakan pompa melainkan menggunakan prinsip beda tekanan dengan menggunakan jet
ejector. Tekanan ruang pada evaporator II adalah ± 1 kg/cm2 dan temperatur ruang adalah 90ºC.
Umpan pada evaporator III berasal dari evaporator II, dialirkan dengan menggunakan prinsip
beda tekanan. Steam yang digunakan adalah steam hasil pemanasan dari evaporator II. Temperatur
evaporator 85ºC dan tekanan 80 cmHg.
II.2.4.4 EVAPORATOR IV
Umpan pada evaporator IV berasal dari evaporator III, dialirkan dengan menggunakan prinsip
beda tekanan. Steam yang digunakan adalah steam hasil pemanasan dari evaporator III. Temperatur
evaporator 75ºC dan tekanan 60 cmHg.
III.2.4.5 EVAPORATOR V
Umpan pada evaporator V berasal dari evaporator IV, dialirkan dengan menggunakan prinsip
beda tekanan. Steam yang digunakan adalah steam hasil pemanasan dari evaporator IV. Temperatur
evaporator 45ºC dan tekanan 15 cmHg. Uap air dari evaporator V akan mengalir ke kondensor, nira
yang terikut dalam uap nira yang keluar dari badan akhir. Fungsi utama kondensor pada stasiun
penguapan adalah untuk mengembunkan uap dari evaporator. Selama proses penguapan, masih
terjadi reaksi dari bahan-bahan yang ada dalam nira dan juga masih terdapatnya beberapa zat
pengotor pada nira. Hal ini mengakibatkan timbulnya warna gelap pada nira kental. Warna gelap ini
tidak dikehendaki, karena akan menurunkan kualitas produk. Maka dari itu, nira kental dari evaporator
V dipompa menuju stasiun pemurnian untuk ditambahkan gas SO2 yang berfungsi memucatkan warna
nira kental.
VW III (140oC)
Bleeding
Stasiun Masakan
Bleeding
Evaporator II (90oC)
VW II
Uap nira
Evaporator I
Evaporator III (85oC)
Bleeding VW I
Uap nira
Evaporator II
Air boiler
Evaporator IV (75oC)
Air
Kondensa
t
Evaporator V (45oC)
Uap nira
Evaporator III
Sulfitir II
Proses masakan ini bertujuan untuk mengubah sukrosa dari nira menjadi kristal gula, mudah
dipisahkan dari mother liquor, dengan meminimalisir waktu proses dan kehilangan gula. Inti dari
operasi yang terjadi pada stasiun masakan adalah proses kristalisasi. Pada proses kristalisasi terdapat
tiga tahap, yaitu:
1) Tahap pemekatan nira, yaitu pemanasan nira sampai lewat jenuh. Keadaan lewat jenuh tersebut
menyebabkan pembentukan suatu pola kristal sukrosa. Kristalisasi diusahakan terjadi pada suhu
serendah mungkin, karena suhu tinggi dapat menyebabkan karamelisasi (kerusakan struktur)
sukrosa. Untuk itu pan-pan masakan pada stasiun masakan dioperasikan secara vakum dengan
tekanan vakum rata-rata > 62 cmHg.
2) Tahap pembibitan, yaitu penambahan bibit kristal gula (dari fondant) yang berfungsi sebagai inti
kristal.
3) Tahap pembesaran kristal, yaitu pembesaran inti kristal yang telah terbentuk dengan pelapisan
molekul-molekul sukrosa pada inti kristal.
Dengan penguapan hingga titik jenuhnya akan tercapai suatu kondisi ketika konsentrasi
larutan gula menjadi jenuh. Kemudian larutan gula tersebut melewati titik jenuh (supersaturated
solution) terkristalisasi dan keluar dalam bentuk kristal.
Terbentuknya kristal dalam proses kristalisasi disebabkan oleh saling tarik-menarik dan
berkumpulnya molekul-molekul sukrosa dalam larutan. Pada larutan yang tidak jenuh, jumlah molekul
yang besar memiliki kedudukan yang lebih dekat. Dengan jarak molekul yang rapat dan karena daya
tarik menarik antara molekul-molekul tersebut terbentuklah agregat-agregat/gumpalan yang disebut
submikron. Penguapan lebih lanjut menuju fase jenuh akan menyebabkan bergabungnya submikron
dalam jumlah banyak menjadi rantai-rantai yang akan saling mengikat kristal. Pembentukan kristal
inilah yang disebut pembentukan kristal inti.
Kecepatan kristalisasi dinyatakan dalam satuan miligram tiap menit per m3 luas permukaan
kristal. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan kristalisasi:
1) Suhu
Meningkatnya suhu akan menyebabkan meningkatnya kecepatan kristalisasi.
Bahan dasar pembuatan kristal gula ini adalah nira kental tersulfitasi. Nira ini harus memenuhi
syarat HK (Harkat Kemurnian) 80-85%, brix 60-65%, kadar air 35-40%, dan kotoran 10-15%. Makin
tinggi konsentrasi sukrosa dalam nira, proses masakan akan berlangsung makin singkat sehingga lebih
efisien. Sedangkan kristal gula yang dihasilkan dan siap masuk stasiun putaran adalah yang memenuhi
syarat HK 99,8%, kadar air 0,05%, dan ukuran 0,8-1,1 mm.
Tingkat proses kristalisasi bergantung pada kemurnian nira kental tersulfitasi sebagai bahan
baku. Bila HK nira tersebut melebihi 85%, maka proses cukup dilakukan dengan 3 tingkatan. PG
Madukismo menhgunakan sistem ACD, yaitu masakan A merupakan masakan gula produk, masakan
C merupakan masakan gula einwurf (babonan/bibitan) bagi masakan A, sedangkan masakan D
merupakan bahan babonan/bibitan untuk masakan C. Proses masakan berlangsung dalam suatu
callandria pan pada tekanan vakum 62—65 cmHg dan suhu 65—70°C. Panas yang digunakan
merupakan uap bekas bertekanan 0,5 kg/cm2 dan uap nira dari evaporator I yang bertekanan 0,2-0,3
kg/cm2.
MASAKAN
PARAMETER
A C D
Bahan yang digunakan berasal dari leburan gula dan klare SHS yang dipekatkan hingga batas
kejenuhan tertentu dalam volume 20 m3. Kemudian inti kristal yang berasal dari gula C dimasukkan.
Penambahan kristal tersulfitasi dilakukan setelah kristal terbentuk rapat dan larutan induk disekeliling
kristal sudah tipis. Pengamatan
pada pelaksanaan operasi meliputi besarnya diameter kristal dan kerataan kristal yang terbentuk.
Massecuite A
Pada vacuum pan yang lain, bibit massecuite A diperbesar dengan menambah nira kental tersulfitasi.
Kondisi akhir dicapai bila diameter kristal sudah rata dengan ukuran 0,9—1 mm dan larutan induk di
sekeliling kristal sudah tipis dan bening (bebas dari inti kristal baru). Setelah mencapai kondisi
tersebut, masecuite A dikeluarkan dari vacuum pan dan ditampung dalam massecuite receiver.
Massecuite C
Massecuite C dibuat dari stroop A dengan menggunakan gula D1 sebagai inti kristal (einwurf). Kondisi
akhir dicapai bila diameter kristal sudah mencapai kira-kira 0,4 mm dan larutan induk di sekeliling
kristal sudah menipis. Kemudian, masecuite C ditampung ke receiver untuk mengalami pendinginan
kira-kira 12 jam. Pendinginan ini ditujukan agar dapat terjadi kristalisasi lanjut
Pembuatan massecuite D merupakan proses pengkristalan gula terakhir, sehingga kehilangan sukrosa
dalam molases harus ditekan seminimal mungkin. Bahan yang digunakan untuk massecuite D adalah
stroop A. Di awal proses, stroop A dipekatkan pada vacuum pan hingga kekentalan tertentu untuk
selanjutnya dimasukkan inti fondant sehingga terbentuk inti kristal yang baru. Pembuatan bibit D
selesai jika diameter kristal sudah rata, rapat dan larutan induk disekeliling kristal sudah tipis dan
bening.
Massecuite D
Sebagian dari bibit massecuite D yang dipersiapkan ditambah dengan stroop C dan klare D. Sebelum
penambahan, dilakukan analisa untuk mengetahui harga kemurnian (HK) dari bibit massecuite D
tersebut. Urutan pelaksanaan dimulai dari penambahan stroop C yang mempunyai HK lebh tinggi dari
klare D. Setelah itu massecuite D diturunkan dalam massecuite receiver dan dipompa ke rapid cool
crystallizer untuk mengalami proses kristalisasi lebih lanjut melalui mekanisme pendinginan. Aturan
operasional rapid cool crystallizer dalam pendinginan masecuite D adalah sebagai berikut:
- Massecuite D yang turun dari vacuum pan dengan temperatur 65—75oC didinginkan dengan
cepat selama 12—16 jam sampai mencapai suhu 40—45oC.
- Massecuite D pada kondisi temperatur minimal (40—45oC) tersebut dijaga selama 20—30 jam
tanpa terjadi perubahan suhu.
Nira kental
tersulfitasi Pan Masakan C
Pan Masakan D
Pan Masakan A Palung Pendingin
Palung Pendingin
Palung Pendingin Feed mixer
Air
Mixer
Feed mixer
Air
Putaran di LGF DI
Stroop C
Putaran A
Gula D1 Molases
Gula C
Klare
Gula A Stroop A
Feed mixer
Uap Air
Gula SHS
Tujuan pada stasiun putaran adalah memisahkan kristal gula dengan stroop menggunakan
gaya sentrifugal.
Proses pemutaran di PG Madukismo ada dua jenis centrifuge yang digunakan yaitu high grade
fugal (HGF) dan low grade fugal (LGF). HGF berjumlah 9 buah. HGF nomor 1, 2, 3 dan 4 digunakan
untuk memisahkan antara gula SHS dan klare SHS. Pada pemisahan klare SHS dan gula SHS
ditambahkan air panas (70°—75° C) dan uap panas 100°C. Sedangkan nomor 5 hingga 9 digunakan
untuk memisahkan antara gula A dan stroop A. Pada pemisahan gula A dan stroop A tidak perlu
ditambahkan uap. Dalam hal ini HGF beroperasi secara diskontinyu, dimana setiap operasinya melalui
beberapa tahap yaitu perputaran basket mula-mula dengan kecepatan antara 80-100 rpm. Pipa air
pencuci dibuka dan membasuh saringan ± 5 detik. Katup pengisian terbuka dengan otomatis, masakan
masuk ke dalam basket setelah kecepatan putar mencapai 250 rpm. Setelah bahan masuk, pengaturan
ketebalan gula tertentu (feed limit), media katup pengisian menutup steaming cover (penutup basket).
Kecepatan putar naik 375 rpm (low speed), bersama kenaikan tersebut air pembilas menyemprot
skrap. Setelah penyemprotan dengan air dilanjutkan penyemprotan dengan uap (untuk putaran SHS)
dan dilanjutkan penyemprotan dengan air (untuk putaran A). Penyemprotan dilakukan selama ± 12
detik pada kecepatan tinggi (1000 rpm). Kecepatan turun dengan pelan. Pada kecepatan 350 rpm, rpm
akan bekerja secara otomatis sehingga kecepatannya akan turun 100—200 rpm. Klep penutup terbuka
dan scrapper turun dengan bersamaan membukanya lubang saringan gula. Scrapper masuk ke dalam
basket untuk melepaskan gula secara otomatis. Setelah gula turun, scrapper kembali ke atas untuk
dimulai lagi pemutaran berikutnya. Kinerja alat ini berlangsung secara otomatis.
Low grade fugal (LGF) beroperasi secara kontinyu dengan penambahan air dingin (32°C) dan
digunakan untuk masakan C dan D. PG Madukismo menggunakan 8 buah alat LGF. LGF nomor 1 dan 2
digunakan untuk pemutaran masakan C yang berfungsi untuk memisahkan gula C dan stroop C. Untuk
pemutaran gula D dilakukan pada LGF nomor 3 hingga 6 dan dihasilkan gula D1 dan klare D. Gula D1
yang dihasilkan dileburkan kembali dan digunakan sebagai bahan masakan C. Sedangkan klare D yang
dihasilkan digunakan untuk bahan masakan D.
Di dalam puteran terdapat jenis saringan yang meliputi :
Produk kristal gula yang diambil hanya berasal dari putaran A atau yang lebih dikenal dengan
gula SHS. Gula ini kemudian ditampung pada encek-encek (talang getar) yang selalu bergetar sehingga
gulanya selalu bergerak dengan udara panas dengan suhu 85°C—90°C kemudian gula terlempar
secara sentrifugal menuju daerah pendinginan yang ditembus udara pendingin dengan suhu 37°C.
Gula debu yang terbang akibat adanya hembusan dari bawah akan dihisap oleh debu dan dibawah
menuju cyclone untuk dipisahkan antara gula debu dan udara. Karena getarannya dan adanya
singgungan dengan udara luar, maka gula akan menjadi sedikit kering dan dingin. Selanjutnya gula ini
dibawa ke sugar dryer untuk pengeringan lebih lanjut.
Setelah mengalami pengeringan pada sugar dryer, gula dimasukkan ke super ban melalui bucket
elevator dan talang getar. Dari sini akan dipisahkan gula halus, gula normal dan gula kasar. Gula yang
halus dan kasar akan dilebur kembali dan dicampur dengan air panas dalam bak leburan. Untuk
mempercepat proses peleburan, bak dilengkapi dengan pengaduk dan ke dalam larutan dialirkan
uap panas. Gula leburan dialirkan uap panas. Gula leburan dialirkan menuju tangki fine
syrup untuk bahan masakan A. Sedangkan gula normal masuk ke dalam silo, dan gula
dimasukkan ke dalam pembungkus dengan masing-masing beratnya 50 kg.
Gula SHS
Sugar Elevator
Gula halus
Vibrating Screen Dilebur kembali
Gula kasar
Gula standar/produksi
Sugar Elevator
Silo
Pengemasan
Timbangan berkel
Gudang Gula
Gambar III.6 Diagram Alir Proses Stasiun Penyelesaian
Produksi utama yang dihasilkan oleh PT. Madubaru adalah gula pasir
dengan kualitas SHS (Superior Head Sugar) /GKP (Gula Kristal Putih).
2.1.2.4 Utilitas