Anda di halaman 1dari 10

PANCSILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila

Disusun Oleh:
1. Afifah Fikriani Oktavia

(6411412219)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pancasila merupakan dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia,

salah satu hasil budaya bangsa yang sangat penting. Oleh karena itu, Pancasila
harus diwariskan kepada generasi muda penerus bangsa. Sebagai dasar negara,
Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era sekarang. dalam kaitannya
kewarganegaraan, pancasila, moral dan akhlak kini telah merosot dikalangan
masyarakat dewasa ini. Pancasila sebagai dasar Negara telah jauh
ditinggalkan dan dilupakan. Padahal dengan susah payah pendiri bangsa
ini ,menyusun dan membuat konsep dari pancasila ini agar dapat difahami dan
diambil butir-butirnya sehingga dapat diamalkan
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, diakui bahwa nilai-nilai
Pancasila adalah pandangan hidup (filsafat hidup) yang berkembang dalam sosiobudaya Indonesia. Nilai Pancasila dianggap nilai dasar dan puncak budaya bangsa
sebagai hasil perenungan/pemikiran yang sangat mendalam (Soegito, 2012).
Dengan demikian, Pancasila sebagai dasar falsafah Negara Indonesia
harus diketahui dan dipahami oleh seluruh bangsa Indonesia agar
menghormati, menghargai, menjaga, dan menjalankan nilai-nilai serta normanorma positif yang terkandung dalam sila-sila pancasila hingga menjadi
bangsa yang kuat dalam menghadapi kisruh dalam berbagai aspek sosial,
ekonomi, politik baik nasional maupun internasional seperti yang sedang kita
alami belakangan ini
1.2

Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas dapat disimpulkan rumusan

masalah yaitu, Bagaimana Pancasila sebagai Sistem Filsafat?


1.3

Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah yaitu untuk mengetahui fungsi Pancasila

sebagai Sistem Filsafat.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Pengertian Sistem dan Sistem Filsafat


Sistem dapat didefinisikan sebagai satu keseluruhan yang terdiri dari aneka

ragam bagian yang bersama-sama membentuk satu kesatuan yang utuh. Setiap
bagian merupakan tata rakit yang teratur, dan tata rakit itu selaras dengan tata rakit
keseluruhan. Tiap-tiap bagian mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda dengan
bagian yang lain. Tugas dan fungsi itu demi kemajuan dan memperkuat
keseluruhan tersebut (Soegito, dkk, 2012)
1.
2.
3.
4.
5.

Terdapat lima persyaratan yang harus dipenuhi dalam suatu sistem, yaitu:
Merupakan satu kesatuan utuh dari unsur-unsurnya.
Bersifat konsisten dan koheren, tidak mengandung kontradiktif.
Ada hubungan antara bagian satu dengan bagian yang lain.
Ada keseimbangan dalam kerjasama.
Semuanya mengabdi pada tujuan yang satu yaiu tujuan bersama.
(Wirodiningrat dalam Soegio, dkk, 2012)
Sedangkan filsafat dalam pengertian secara umum sering didefinisikan

sebagai suatu pandangan hidup, prinsip hidup, atau tata nilai. Filsafat sebagai
pandangan hidup merupakan pandangan dasar tentang manusia dan segala aspek
kehidupannya. Falsafat dalam arti prinsip hidup lebih sempit pengertiannya, yaitu
mengacu kepada bidang tertentu ketika seseorang menghadapi suatu masalah atau
merupakan prinsip dasar dalam menghadapi suatu permasalahan (Widisuseno,
2007).
Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia. Philein
yang berarti kebijaksanaan dan sophia yang berarti cinta. elain itu kata filsafat
berasal dari bahasa Arab, dari falsafah, dari bahasa Inggris yaitu philosophy,
bahasa Indonesia filsafat (kata sifat filsafati) atau filosofi (kata sifat filosofis),
falsafah yang semuanya mempunyai arti yang sama (Djanarko, 2012). Filsafat
artinya cinta akan kebijaksanaan. Filsafat berarti keinginan atau hasrat yang
sungguh-sungguh untuk mendapat kebenaran (Widisuseno, 2007). Filsafat
merupakan induk dari ilmu pengetahuan menurut Gredt dalam bukunya
elementa philosophiae, filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang timbul dari
prinsip-prinsip mencari sebab musababnya yang terdalam (Pasaribu, 2013).
Falsafat mempertanyakan apa hakikatatau esensi dari sesuatu. Dengan cara itu
jawaban yang akan diberikan berupa kebenaran yang hakiki (Soegito, 2012).

Filsafat tidak hanya teori tetapi juga praktik, tidak hanya abstrak, tetapi nyata
tentang manusia.
2.2

Pengertian Pancasila
Pancasila pada hakikatnya adalah sistem nilai (value system) yang

merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur kebudayaan bangsaIndonesia sepanjang


sejarah, yang berakar dari unsur-unsur kebudayaan luar yang sesuai sehingga
secara keseluruhan terpadu menjadi kebudayaan bangsa Indonesia. Pancasila
terdiri dari 5 sila yang merupakan suatu sistem filsafat. Setiap sila Pancasila
merupakan suatu asas sendiri-sendiri, fungsi sendiri-sendiri namun secara
keseluruhan adalah suatu kesatuan yang sistematis dengan tujuan yaitu
masyarakat yang adil dan makmur.
2.3

Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


Pancasila sebagai sistem filsafat berarti bahwa Pancasila merupakan

kesatuan pemikiran yang mendasar yang membawakan kebenaran yang


substansial atau hakiki (Soegito, 2012).
Pancasila, yang juga tertuang dalam alenia ke-4 UUD 1945, merupakan
nilai-nilai pokok dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta telah memenuhi
syarat sebagai sitem filsafat. Sebagai sistem filsafat, pancasila yang terdiri dari
lima sila itu merupakan satu keseluruhan yang terdiri dari bagian sila-silanya yang
bersama-sama membentuk satu kesatuan yang utuh. Tiap-tiap bagian sila-silanya
merupakan tata rakit yang teratur, dan tata rakit itu selaras dengan tata rakit
keseluruhan pancasila.
Secara filosofis Pancasila sebagai sistem filsafat mempunyai beberapa
konteks, diantaranya:
2.3.1 Konteks Ontologis
Dalam konteks ontologis yang membahas tentang ada sebagai yang ada,
yang adanya tidak dapat tidak dan hakiki. Pancasila sebagai sistem filsafat
dimaksudkan bahwa, keberadaan sistem filsafat yaitu kebetulan sila-silanya yang
utuh itu adalah mutlak ada, tidak dapat tidak, dan hakiki. Artinya, keberadaan
mutlak nilai-nilai Pancasila itu ada dalam adat istiadat budaya dan religi bangsa
Indonesia sejak dulu kala. Keberadaan mutlak dari sistem filsafat Pancasila
mempunyai kedudukan yang benar-benar kuat dan tidak mudah digoyahkan. Oleh

karena itu menolak pancasila sebagai sistem filsafat berarti mengingkari nilai-nilai
substansial hakiki yang telah membudaya dalam kehidupan bangsa Indonesia
sejak dahulu kala (Soegito, 2012)
2.3.2 Konteks Epistemologis
Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya
pengetahuan, batas dan validitas ilmu pengetahuan. Dalam konteks epistomologis,
membahas mengenai metode keilmuan yang digunakan dalam proses
pembentukan Pancasila sebagai sistem filsafat. Pancasila sebagai sistem filsafat
dimaksudkan bahwa keberadaannya diproses dengan menggunakan metode
tertentu. Menurut Notonegoro, metode yang dipergunakan untuk memproses
Pancasila itu disebut analitiko sintesa atau induksi. Ketika para pendiri negara
memproses Pancasila, dimulai dari pengamatan hal-hal khusus terhadap nila-nilai
adat istiadat-budaya dan religi bangsa Indonesia. Dari pengamatan khusus itu
diperoleh nilai yang sama dan diapadatkan menjadi lima sila seperti termuat
dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan menggunakan metode ilmiah seperti ini
menjadikan Pancasila dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Pancasila
mempunyai sifat universal dan subyektif dengan mempunyai predikat tersebut.
2.3.3 Konteks Aksiologis
Dalam konteks aksiologis membahas tentang manfaat dari nilai. Pancasila
sebagai sistem filsafat secara keseluruhan bulat utuh mengandung nilai manfaat
yaitu untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang beraneka ragam suku bangsa
ini, mengandung manfaat sebagai acuan moral bangsa Indonesia dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, mengandung manfaat untuk dijadikan
cita-cita bersama sebagai ideologi bangsa dan negara.
2.3.4 Konteks Antropologis
Dalm konteks antropologis membahas tentang kajian manusia itu sendiri.
Pancasila sebagai sistem filsafat bertitik tolsk pada hakikat kodrat manusia
monoprulalis yaitu terdiri dari: susunan kodrat monodualis jiwa-raga;
kedudukan kodrat monodualis berdiri sendiri-makhluk Tuhan; sifat kodrat
monodualis makhluk individu-sosial. Hakikat kodrat manusia yang demikian itu
menjadi landasan kehidupan manusia yng baik secara individu maupun kelompok
bangsa yang selalu di arahkan dalam keseimbangan dan keselarasan. Bahkan
dalam kehidupan politik diupayakan terciptanya kondisi kehidupan yang diwarnai
keseimbangan, keselarasan, dan kebersamaan yang muaranya untuk menciptakan

keutuhan dan persatuan bangsa. Demikian juga polotik luar negeri yang
mendambakan perdamaian dunia dan keadilan abadi, tidak lain sebagai atualisasi
dari hakikat kodrat manusia yang bercirikan keseimbangan dan keselarasan
tersebut.
2.4

Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Pancasila terdiri dari 5 sila yang merupakan satu kesatuan yang bulat dan

utuh. Pancasila yang terdiri dari beberapa unsur merupakan suatu susunan
majemuk tunggal, yang artinya terdiri dari beberapa unsur tetapi merupakan satu
kesatuan. Ke lima sila tersebut secara bersama-sama menyusun satu hal yang
utuh. Setiap sila merupakan bagian mutlak tidak terpisahkan (Widisuseno, 2007).
Sebagai sitem filsafat, Pancasila telah memenuhi persyaratan diantaranya
sebagai berikut:
1. Sebagai satu kesatuan yang utuh, berarti kelimasila dari 1 s/d sila 5 merupakan
satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Memisahkan satu sila berarti
menghilangkan arti Pancasila.
2. Biersifat konsisten dan koheren, berarti lima sila Pancasila itu urut-urutan sila 1
s/d 5 bersifat runtut tidak kontradiktif. Nilai yang lebih essensial didahulukan.
Essensi pokok sila 1 s/d 5 : Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat, Adil.tuhan
menciptakan manusia, manusia butuh interaksi dengan manusia lain
(persatuan), setelah bersatu mencapai tujuan bersama (keadilan) perlu
musyawarah terlebih dahulu.
3. Ada hubungan antar bagian yang satu dengan bagian yang lain, berarti sila 1
s/d 5 ada hubungan keterkaitan dan ketergantungan yang menjadi lima sila itu
bulat dan utuh.
4. Ada kerjasama, dalam arti bahwaa antara satu sila dengan sila lainnya saling
mendukung, saling menguatkan, dan saling memberi makna.
5. Semua mengabdi pada satu tujuan bersama, yaitu tujuan nasional bangsa
Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
2.5

Rumusan Susunan Pancasila yang Hirarkis Piramidal


Konsekuensi dari sistem tersebut, maka Pancasila mempunyai susunan

hierarkis dan bentuk piramidal. Hierarkis artiya bertingkat, sedangkan piramidal


dipergunakan untuk menggambarkan hubungan yang bertingkat dari sila-sila

Pancasila dalam urut-urutan luas cakupan (kuantitas) dan juga dalam hal isi
sifatnya (kualitas).
Apabila dilihat dari essensinya, urut-urutan lima sila menunjukkan
rangkaian tingkat dalam luas cakupan dan isi sifatya. Artinya sila yang berada
si belakang merupakan merupakan pengkhususan dari sila-sila yang
mendahuluinya. Dengan adanya urut-urutan dari kelima sila Pancasila yang
mempunyai hubungan yang mengikat satu sama lain, sehingga Pancasila
merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh. Hal ini menjadikan setiap sila dari
Pancasila di dalamnya terkandung sila-sila lainnya, berarti:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhananyang berkemanusiaan,
berpersatuan, berkerakyatan, dan berkedailan sosial.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah kemanusiaan yang berketuhanan,
berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan sosial.
3. Persatuan Indonesia, adalah persatuan yang ber-Ketuhanan, berkemanusiaan,
berkerakyatan, dan berkedilan sosial.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, adalah kerakyatan yang ber-Ketuhanan,
berkemanusiaan, berpersatuan, dan berkeadilan sosial.
5. Keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia, adlah keadilan yang berKetuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, dan berkerakyatan.
Konsekuensi dari susunan Hierarkis Piramidal, maka sila KetuhananYnag
Maha Esamenjadi puncak dari sila dibawanya yaitu: Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Adapun hubungan sila-sila tersebut menurut Notonegoro
adalah sebagai berikut:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai sila-sila II, III, IV, dan
V.
2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, diliputi dan dijiwai oleh sila 1, serta
meliputi dan menjiwai sila III, IV, dan V.
3. Sila Persatuan Indonesia, diliputi dan dijiwai oleh sila I dan II, serta meliputi
dan menjiwai sila IV dan V.
4. Sila Kerkayatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, diliputi dan dijiwai oleh sila I, II dan III, serta
meliputi dan menjiwai sila V.

5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dijiwai dan diliputi oleh sila
I, II, III, dan IV.
Bentuk susunan hierarkis piramidal ini mengacu pada hukum logika
perbandingan terbalik, yaitu: isi pengetrian kecil tetapi luas cakupan besar dan
sebaliknya, isi pengertian besar tetapi luas cakupan kecil.
Bentuk susunan hierarkis piramidal ini mengacu pada hukum logika
perbandingan linier, yaitu: isi pengertian kecil tetapi luas cakupannya juga kecil
dan sebaliknya, isi pengertian besar tetapi luas cakupannya juga besar.

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
Soegito, A.T dkk. 2012. Pendidikan Pancasila. Semarang: Pusat Pengembangan
MKU/MKDK-LP3 Universitas Negeri Semarang.
Widisuseno, Iriyanto dkk. 2007. Buku Ajar Pendidikan Pancasila. Semarang:
UPT Mata Kuliah Umum Universitas Diponegoro diakses melalui
http://eprints.undip.ac.id/33065/1/Buku_Ajar_Pendidikan_Pancasila__Iriyanto_W.pdf pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 12.00 WIB.
Pasaribu, Rowland Biskmark Fernando. 2013. PANCASILA SEBAGAI SISTEM
FILSAFAT. Diakses melalui
http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/36630/bab03-pancasila-sebagai-sistem-filsafat.pdf pada tanggal 15 maret 2015 pukul
12.07 WIB
Djanarko, Indri. 2012. Pancasila sebagai Sistem Filsafat. Surabaya: Fakultas
Ekonomi Universitas Narotama Surabaya diakses melalui
http://indridjanarko.dosen.narotama.ac.id/files/2011/05/Modul-Pancasila-3Pancasila-Sebagai-Sistem-Filsafat.pdf pada tanggal 17 maret 2015 pada pukul
15.09 WIB

Anda mungkin juga menyukai