Oleh:
ASTRID RAHAYU KRISTI
I34052496
2009
RINGKASAN
mempelajari bagaimana faktor internal dan eksternal dari Koperasi Kerja Usaha
Bersama Kramat Jaya untuk menciptakan strategi guna menopang eksistensi lembaga
keuangan mikro di Desa Pabuaran agar dapat memberdayakan masyarakat lokal dan
bisa menghidupi masyarakat setempat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif didukung telaah data-data
kuantitatif. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer dikumpulkan dengan wawancara mendalam terhadap tokoh kunci dan peneliti
melakukan observasi, sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai studi literatur
meliputi dokumen kependudukan dari Kecamatan Kemang, Desa Pabuaran dan BKM
Sabanda Sariksa, Laporan Tahunan KKUB Kramat Jaya tahun 2008. Informan terdiri
dari pengurus KKUB Kramat Jaya, Sekretaris Bidang Ekonomi Desa Pabuaran,
Sekretaris Bidang Ekonomi Kecamatan Kemang. Teknik analisis data primer dan data
sekunder diolah melalui tiga tahapan kegiatan dan dilakukan secara bersamaan, yaitu
reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan melalui verifikasi.
Selanjutnya data kualitatif diolah menjadi data kuantitatif, peneliti menggunakan
metode analisis SWOT yang mengenali faktor internal dan faktor eksternal dari
penelitian kualitatif yang nantinya akan menghasilkan strategi pengembangan bagi
KKUB Kramat Jaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan KKUB Kramat Jaya dalam
bidang ekonomi sebagai wujud lembaga keuangan mikro di Desa Pabuaran, mampu
memutar roda perekonomian dalam skala mikro dan membuka lapangan kerja baru
dengan berdirinya unit usaha khususnya di bidang pengrajin sepatu dan roti. KKUB
Kramat Jaya juga hadir untuk memberi kemudahan akses pemberian modal berupa
dana, alat, pelatihan bagi para pengrajin yang tergabung menjadi anggota KKUB
Kramat Jaya.
Peranan KKUB Kramat Jaya dalam bidang sosial mampu menumbuhkan sense
of belonging setiap anggota terhadap KKUB sebagai lembaga keuangan mikro,
pembukaan kesempatan kerja yang berdampak pada dibidang ekonomi juga
meningkatan harkat dan martabat serta status sosial anggota KKUB khususnya dan
pengrajin. Dalam mengembangkan pinjamannya KKUB Kramat Jaya menanamkan
dengan azaz kekeluargaan sebagai inti kelembagaan mereka dalam mengelola
kegiatan perekonomian.
Strategi pengembangan yang diperlukan Kelompok KKUB Kramat Jaya adalah
melakukan channeling
UKM. Channeling dapat dilakukan dengan cara mengikuti beberapa pameran yang
Oleh:
ASTRID RAHAYU KRISTI
I34052496
SKRIPSI
Sebagai Prasyarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat
Pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
2009
Dapat diterima sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi
Mengetahui,
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
STRATEGI MENINGKATKAN PERANAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
DALAM MENOPANG EKONOMI PEDESAAN BELUM PERNAH DIAJUKAN
PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN
UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA
JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA
SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH
DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI
RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 14 Juni 1988 sebagai anak terakhir
dari tiga bersaudara. Pendidikan dasar hingga menengah diselesaikan penulis
sepanjang tahun 1993 2005. Penulis diterima menjadi Mahasiswa IPB di Tahun
2005 pada Fakultas Ekologi Manusia Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarkat (SKPM) melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru).
Disamping belajar, selama di kampus penulis juga mengikuti organisasi
HIMASIERA (Himpunan Mahasiswa Peminat Komunikasi dan Pengembangan
Masyarkat) dalam divisi Multimedia And Advertising (MUSELSI). Selain itu, penulis
juga aktif mengikuti program-program yang ada di desa tempat tinggal dan menjadi
pimpinan kolektif
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat-Nya yang berlimpah-limpah dalam mengerjakan skripsi ini,
sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Skripsi ini berjudul Strategi Meningkatkan Eksistensi Lembaga Keuangan
Mikro dalam Menopang Ekonomi Pedesaan merupakan prasyarat untuk memperoleh
gelar sarjana komunikasi dan pengembangan masyarakat pada Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, selain kepada keluarga, penulis juga ingin menyampaikan
terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS selaku Dosen
Pembimbing Skripsi yang selalu memberikan masukan dan saran untuk memperbaiki
kekurangan-kekurangan skripsi ini. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah membantu kelancaran dalam pembuatan skripsi ini,
khususnya masyarakat Kecamatan Kemang, Desa Pabuaran dan KKUB Kramat Jaya
yang telah mengajarkan banyak hal kepada penulis, khususnya dalam pengembangan
usaha mikro.
Akhirnya, semoga tulisan ini dapat bermanfaat, khususnya bagi upaya
pengembangan kelembagaan lembaga keuangan mikro pada kawasan pedesan dan
umumnya bagi pembangunan pedesaan di Indonesia.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
i
iii
iv
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................................... 5
1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 6
1.4. Kegunaan Penelitian................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 8
2.1.1. Pembangunan Pedesaan dan Kelembagaan Sektor Finansial.. ........ 8
2.1.2. Eksistensi Usaha Kecil dan Mikro ................................................. 12
2.1.3. Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia ........................................ 15
2.1.4. Kredit Mikro .................................................................................. 17
2.1.5. Kaitan Lembaga Keuangan Mikro dan Ekonomi Pedesaan .......... 19
2.2. Kerangka Pemikiran ................................................................................ 20
2.3 Hipotesa ................................................................................................... 23
2.4 Definisi Konseptual ................................................................................. 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian..................................................................................... 25
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... 26
3.3. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 27
3.4. Teknik Analisis Data ................................................................................ 28
BAB IV GAMBARAN UMUM DESA PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................ 31
4.2. Letak dan Keadaan Alam ......................................................................... 32
4.3. Kependudukan......................................................................................... 34
4.4 Transportasi ............................................................................................. 36
4.5 Kondisi Sosial ......................................................................................... 37
4.5.1 Pendidikan ...................................................................................... 37
4.5.2 Kondisi Perekonomian Desa Pabuaran ........................................... 39
BAB V KINERJA KELOMPOK USAHA BERSAMA KRAMAT JAYA
5.1. Sejarah KKUB Kramat Jaya .................................................................... 42
5.2. Struktur Kepengurusan KKUB Kramat Jaya ........................................... 44
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengkajian pembangunan di negara berkembang pada umumnya tidak dapat
terlepas dari pertimbangan wilayah pedesaan. Hal ini karena sebagian besar penduduk
negara berkembang masih terkonsentrasi di wilayah pedesaan dengan kondisi
kesejahteraan yang mayoritas berada dalam kemiskinan (Yustika, 2003). Dalam
konteks Indonesia, agenda pembangunan nasional sebagaimana ditetapkan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2006 difokuskan kepada
penanggulangan kemiskinan, pengurangan kesenjangan tingkat kesejahteraan,
peningkatan kesempatan kerja, dan revitalisasi pertanian serta pedesaan (Anugrah,
2007).
Masyarakat pedesaan identik dengan komunitas dan kehidupan petani yang
tidak terlepas dari pola kelembagaan usaha ekonomi pedesaan yang berciri pertanian
dengan orientasi subsisten (Scott, 1981). Dari segi besarannya, usaha perekonomian
pedesaan masih didominasi oleh usaha-usaha berskala mikro dan kecil dengan pelaku
utamanya yaitu petani, buruh tani, pedagang sarana produksi dan hasil pertanian,
pengolah hasil pertanian, pengrajin, buruh serta pengecer. Para pelaku usaha ini pada
umumnya masih dihadapkan pada permasalahan yang mendasar yaitu terbatasnya
ketersediaan modal sebagai unsur penting yang mendukung peningkatan produksi
dan pada gilirannya dapat mengangkat taraf hidup masyarakat pedesaan.
Keterbatasan modal ini berpotensi membatasi ruang gerak ekonomi masyarakat
pedesaan. Selain itu, keterbatasan modal juga dapat menjadi awal terjadinya siklus
kemiskinan pada masyarakat pedesaan yang akan sulit untuk diputus.
Menjawab permasalahan keterbatasan modal masyarakat pedesaan, serta
mengingat kemampuan fiskal pemerintah yang semakin berkurang, salah satu jalan
keluar yang dapat menjadi alternatif sumber dana bagi masyarakat pedesaan
adalah melalui upaya optimalisasi potensi kelembagaan keuangan. Diantara beragam
pola kelembagaan keuangan yang berkembang di masyarakat pedesaan, salah satu
yang dapat dimanfaatkan dan didorong untuk membiayai kegiatan perekonomian di
pedesaan dengan mayoritas usaha penduduknya masuk dalam segmen mikro adalah
Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
LKM diartikan sebagai lembaga penyedia jasa-jasa keuangan kepada nasabah
berpenghasilan rendah yang meliputi pedagang kecil, pedagang kaki lima, petani,
penjual jasa dan produsen kecil (Ladgwewood, 1999). LKM juga didefinisikan
sebagai penyedia jasa keuangan dalam ragam yang luas seperti tabungan, pinjaman,
pengiriman uang, asurasni untuk rumah tinggal miskin dan berpenghasilan rendah
(Bank Pembangunan Asia - ADB, 2000). Robinson (1993), menekankan bahwa
istilah LKM merujuk pada jasa-jasa keuangan berskala kecil terutama kredit dan
simpanan yang disediakan untuk petani, nelayan, peternak; atau mereka yang
memiliki usaha kecil/mikro yang memproduksi, mendaur ulang, memperbaiki atau
menjual barang; menjual jasa; bekerja untuk mendapat upah dan komisi; memperoleh
penghasilan dari menyewakan tanah, kendaraan, hewan atau mesin dan peralatam
dalam jumlah kecil. Sintesis dari sejumlah definisi tersebut mengantarkan kepada
pengartian LKM sebagai suatu lembaga jasa layanan keuangan tabungan dan kredit
(simpan-pinjam) dalam skala mikro dan kecil yang berlangsung terus menerus
(berkelanjutan) bagi masyarakat yang mempunyai usaha skala mikro dan kecil.
Keberadaan dan perkembangan LKM tidak terlepas dari perkembangan Usaha
Kecil dan Mikro (UKM). Peranan UKM, terutama sejak krisis moneter tahun 1998
dapat dipandang sebagai pola katup penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi
nasional1, baik dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan
tenaga kerja. Kinerja UKM dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan.
Susilo Bambang Yudhoyono, Revitalisasi Ekonomi Indonesia (Jakarta: Brigthen press. 2004), hal
26
perdagangan (28,1 persen) dan sektor industri (19,4 persen). Sedangkan pada usaha
besar (UB), mayoritas jenis usaha yang ditekuni adalah sektor industri (42,5 persen),
perdagangan (26,9 persen), dan keuangan (10,6 persen)2.
Keterbatasan akses sumber-sumber pembiayaan yang dihadapi oleh UKM
terutama terhadap lembaga-lembaga keuangan formal seperti bank, menyebabkan
mereka bergantung pada sumber-sumber pembiayaan keuangan mikro. Bentuk dari
sumber-sumber pembiayaan keuangan ini beraneka ragam, mulai dari pelepas uang
(renteni) hingga berkembang dalam bentuk unit-unit simpan pinjam, koperasi dan
bentuk-bentuk yang lain.
Lembaga-lembaga keuangan mikro ini pada prakteknya dipandang lebih
bermanfaat di kalangan pelaku UKM. Hal ini tidak terlepas dari sifatnya yang lebih
fleksibel dari segi peraturan peminjamannya. Dalam hal persyaratan dan jumlah
pinjaman misalnya, LKM memiliki persyaratan yang tidak seketat persyaratan yang
diterapkan dunia perbankan. Demikian juga dari segi keluwesan proses pencairan
kredit. Faktor-faktor ini menunjukkan bahwa keberadaan lembaga-lembaga keuangan
mikro mampu membaca kebutuhan dan kondisi pelaku UKM yang umumnya
membutuhkan pembiayaan sesuai skala dan sifat usaha kecil serta jarang memiliki
syarat-syarat layak pembiayaan (bankable).
Menempatkan uraian tentang peran, fungsi dan sifat LKM di atas dalam
konteks ekonomi masyarakat pedesaan, maka menjadi penting untuk dilakukannya
sebuah upaya revitalisasi kelembagaan LKM. Upaya ini diharapkan dapat mendorong
Berdasarkan uraian
diatas, maka masalah yang diteliti dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:
1.
2.
2.
2.
Bagi Masyarakat
Menjadi sumber pengetahuan bagi masyarakat akan pentingnya kerjasama
antara masyarakat dan perusahaan serta partisipasi aktif masyarakat dalam
peningkatan kualitas hidup mereka melalui kegiatan pemberdayaan dan
pengembangan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
1.1
Tinjauan Pustaka
yang lebih
mementingkan
Isu strategis
1950-an
1960-an
1970-an
1980-an
1990-an
2000-an
pedesaan, kondisi ini memberi gambaran bahwa penduduk yang tinggal di wilayah
pedesaan justru mengalami kemerosotan daya hidup secara terus menerus karena
tekanan dari dua ujung, yaitu kebijakan pemerintah yang semakin bias perkotaan dan
tekanan pasar. Maka itu diperlukan upaya agar penduduk pedesaan bisa lepas dari
komersialisasi ini, yaitu dengan cara menguatkan sistem produksi dan pengolahan
yang berbasis tradisional sehingga masyarakat pedesaan tidak melulu ada dalam
posisi subordinat (Yustika, 2008). Persoalan ini sebenarnya dapat diatasi dengan
adanya modal yang berputar di dalam sistem produksi dan pengolahan. Namun
sayangnya keterbatasan modal merupakan persoalan paling rumit di wilayah
pedesaan. Keterbatasan modal menyebabkan aktivitas ekonomi tidak berjalan, tidak
berjalannya aktivitas ekonomi menyebabkan masyarakat berada dalam posisi
subordinat tadi. Berbekal dari situasi ini, sudah seyogyanya para perumus kebijakan
pembangunan pedesaan mengawinkan kelembagaan sektor finansial dengan
kebijakan pemerintah agar mampu menggerakkan kegiatan ekonomi di wilayah
pedesaan, khususnya usaha mikro.
Secara umum persoalan lembaga keuangan di pedesaan dapat didentifikasikan
menjadi tiga aspek berikut (Yustika, 2008):
1. Masalah akses kredit. Karakteristik masyarakat pedesaan dengan skala usaha
kecil (subsisten) menyebabkan mereka tidak memiliki asset yang mencukupi
untuk digunakan sebagai agunan. Akibatnya, akses kredit mereka ke lembaga
keuangan formal menjadi sangat terbatas.
yang
asimetris
(asymmetric
information)
dari
pemberi
barang (in-kind). Karakter yang fleksibel, biasanya lembaga keuangan mikro ini
memiliki daya tahan yang kuat untuk hidup di wilayah pedesaan. Karena lembaga
keuangan mikro ini bersifat sangat fleksibel dalam artian memiliki hubungan personal
antara kreditor dan debitor dan nyaris tidak ada persyaratan administrasi yang
dibutuhkan. Tidak ada kontrak maupun persyaratan sejumlah agunan seperti pada
lembaga keuangan formal. Segala kemudahan inilah lembaga keuangan mikro sangat
diterima di kalangan pedesaan.
1.1.2 Eksistensi Usaha Kecil dan Mikro
Beberapa lembaga atau instansi bahkan UU memberikan definisi Usaha Kecil
Menengah (UKM), yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya3. Menurut
Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan
UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro
(UM), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki
penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Badan Pusat Statistik (BPS)
memberikan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil
merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja lima sampai dengan 19
orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga
kerja 20 sampai dengan 99 orang . Usaha mikro (UM) merupakan jenis usaha skala
kecil yang umumnya bergerak di sektor informal, seperti pedagang kaki lima, penjual
sayur, petani kecil dan usaha rumah tangga. Menurut Robinson (2000) UM
didefinisikan sebagai economically active poor (masyarkat miskin yang masih aktif
secara ekonomi). Menurut UU Nomor 20 tahun 2008 kriteria usaha mikro, kecil dan
menengah secara lengkap pada Tabel 2.
Tabel 2. Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Kriteria
Mikro
Kecil
Kekayaan Bersih
Rp 50 juta
> Rp 50 juta
Penjualan
Bersih
Rp 300 juta
> Rp 300
Tahunan
Menengah
Rp 500 juta
Rp 2,5 miliar
Rp 10 miliar
Rp 50 miliar
"#
!
!$ !
"#
&
!
$ !
Sumber: Kementrian KUKM dan BPS dalam BPS (2008)
Gambar 2. Peranan UKM dalam Perekonomian Nasional pada Tahun 2005 dan 2007
Peranan
UKM
dalam
perekonomian
Indonesia
pada
tahun
2007,
mengidentifikasikan pula bahwa jumlah usaha mikro sekitar 47,7 juta unit usaha atau
95,7 persen total UKM, menyerap hampir 77 juta orang atau 81,7 persen dari total
tenaga kerja, namun sumbangan ekspornya hanya sekitra 5 persen dari total ekspor
non migas pada tahun 2007. Hal ini menunjukkan bahwa usaha mikro cukup berperan
dalam perekonomian nasional.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan kegiatan usaha yang mampu
memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada
masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan
pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam
mewujudkan stabilitas nasional4. Selain itu, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan
utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud
keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa
mengabaikan peranan Usaha Besar dan Badan Usaha Milik Negara (Undang-Undang
No. 20 Tahun 2008).
Posisi seperti ini menenempatkan usaha mikro sebagai jalur utama dalam
pengembangan sistem ekonomi kerakyatan (Wiyono, 2003). Proses pengembangan
usaha mikro sebagai manifestasi perkembangan ekonomi lokal dan penganggulangan
kemiskinan menjadi sangat penting sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah.
Proses ini tidak akan berjalan dengan baik kalau penguatan peran usaha mikro di
tingkat lokal tidak diikutsertakana sebagai pihak berkepentingan utama. Penguatan
"
'
% '
2.
3.
agar
jangka panjang. Tujuan ini hanya dapat dicapai apabila layanan jasa keuangan LKM
sesuai dengan waktu, tempat, jenis kegiatan ekonomi, dan tingkat perkembangan
ekonomi masyarakat. LKM secara internal juga harus mulai menerapkan standar tata
kelola perusahaan yang sesuai dengan perkembangan usahanya.
Menurut Sumodiningrat (2003), untuk mengatasi hambatan permodalan UM,
pendekatan yang perlu dilakukan adalah jasa keuangan mikro (microfinance). LKM
memiliki kelebihan yang paling nyata, yaitu prosedurnya yang sederhana, tanpa
agunan, hubungannya yang cair (personal relationship), dan waktu pengembalian
kredit yang fleksibel (negotiable repayment). Karakteristik itu sangat sesuai dengan
ciri pelaku ekonomi di pedesaan (khususnya di sektor pertanian) yang memiliki asset
terbatas, tingkat pendidikan rendah dan siklus pendapatan yang tidak teratur
(bergantung panen).
Karakter perdesaaan seperti itulah yang ditangkap dengan baik oleh pelaku
lembaga keuangan mikro, sehingga eksistensinya mudah diterima oleh masyarakat
kecil. TAP MPR No XVI tahun 1998 menetapkan bahwa pengusaha ekonomi lemah
harus dibantu dan diberikan proritas dalam pengembangan usahanya, selain itu
perbankan dan lembaga keuangan wajib memberikan peluang sebesar-besarnya bagi
usaha kecil dan Mikro. Dengan mempertimbangkan sebagian besar penduduk
Indonesia adalah kelompok berpenghasilan rendah, pengusaha kecil dan mikro dan
tinggal di pedesaan yang tidak terlayani oleh pelayanan jasa bank umum, maka
lembaga keuangan mikro memiliki peluang besar untuk mengembangkan usahanya
dengan melayani pangsa pasar tersebut (Ahlam, 2005).
* +
, -. ' /
&
01
23 '
&
(4
lagi. Memang disadari bahwa pengertian kredit mikro dapat diartikan bermacammacam, karena memang produk kredit mikro sendiri tidak homogen dan lembaga
pelaksanaannya juga bermacam-macam ditinjau dari segi sifat dan status legalnya.
Perkreditan mikro selain dilihat dari segi produk dan kelembagaannya juga dapat
dilihat dari segi permintaan dan penawaran atau dari sudut sumber dan
penggunaan. Gambaran ini akan menjelaskan pembagian kerja fungsional antar
lembaga perkreditan mikro dengan berbagai kelompok sasaran berdasarkan tingkat
pendapatan dan bahkan dapat sangat terkait dengan penggunaan kredit. Pendekatan
ini sekaligus untuk memahami dinamika perkembangan lembaga perkreditan mikro
bagi pengembangan ekonomi rakyat. Ahlam (2005) menjelaskan pada dasarnya kredit
dapat dibedakan dalam dua sifat penggunaan yaitu kredit produktif dan kredit
konsumtif, yaitu:
1. Kredit konsumtif adalah kredit yang diberikan kepada nasabah untuk
memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
2. Kredit produktif adalah kredit yang ditujukan untuk keperluan usaha nasabah
agar produktifitas akan bertambah meningkat. Bentuk kredit produktif dapat
berupa kredit investasi maupun
pengertian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjan untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil
keuntungan.
Keberadaan LKM belum mendapat tempat yang jelas dalam perekonomian
nasional sebagaimana lembaga keuangan lainnya seperti perbankan, asuransi, dan
perusahaan pembiayaan. LKM sendiri belum memiliki payung hukum yang benarbenar menjamin perkembangannya. Upaya pengentasan kemiskinan yang dilakukan
oleh pemerintah selama ini lebih menitikberatkan bentuk-bentuk transfer atau subsidi,
padahal dalam rantai kemiskinan tidak selalu harus diatasi dengan cara tersebut.
Aspek yang lebih penting adalah memutus mata rantai kemiskinan yang dapat
dilakukan antara lain dengan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat
miskin menjadi produktif, sehingga sangat relevan jika mengupayakan LKM sebagai
salah satu pilar sistem keuangan nasional. Lembaga keuangan mikro ini mempunyai
peran
besar
dalam
menumbuhkan
calon-calon
pengusaha
ditingkat
desa,
pedesaan tidak lepas dari perilaku ekonomi yang khas dari keluarga petani yaitu pola
ekonomi yang berorientasi subsisten (Scott, 1981), dengan pelaku utama para petani,
buruh tani, pedagang sarana produksi dan hasil pertanian, pengolah hasil pertanian,
serta industri rumah tangga. Para pelaku usaha ini pada umumnya masih dihadapkan
pada permasalahan klasik yaitu terbatasnya ketersediaan
through
equity.
Mereka
membutuhkan
permodalan
guna
tabungan dan kredit usaha. Pada pemahaman ini dicantumkan kata tabungan dan
kredit, guna menghindarkan pemahaman sempit seolah-olah di segmen mikro pelakupelaku usahanya hanya membutuhkan kredit, melupakan bahwa mereka mempunyai
potensi menabung, dan dapat diberdayakan mempunyai kemampuan menabung.
Pendek kata, pada pasar keuangan mikro terdapat potensi besar dalam hal penawaran
(tabungan) dan permintaan (kredit). Berdirinya LKM merupakan jawaban dari kurang
pekanya lembaga keuangan formal dalam merangkul UKM, sehingga peranannya
bisa dibilang sebagai katup penyelamat dalam proses pembangunan ekonomi
pedesaan.
1.2
Kerangka Pemikiran
Agenda pembangunan Indonesia seperti yang tertuang dalam RPJM tahun 2006
Pembangunan
Ekonomi
Pedesaan
Ekonomi
Lembaga
Informal
Lembaga
formal
Eksternal:
Aparat
Pemerintah
Dinas
Koperasi
UndangUndang
Internal:
Struktur
Organisasi
SDM
pengelola
UKM
dan
LKM
Strategi
pengembangan
: Fokus Kajian
: Batasan Kajian
: Hubungan langsung
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Peranan LKM dalam Pembangunan Ekonomi
Pedesaan
1.3
Hipotesa
Berdasarkan perumusan masalah didapatkan hipotesis pengarah sebagai berikut:
1. LKM berperan dalam mengembangkan desa di sektor perekonomian melalui
terbentuknya UKM-UKM sehingga tercipta lapangan kerja dan mampu
menyerap tenaga kerja lokal.
2. Perbaikan manajemen adalah salah satu langkah dari strategi pengembangan
bagi eksistensi LKM.
3. Faktor internal LKM berperan dalam menopang ekonomi pedesaan
4. Faktor eksternal berperan terhadap terjadinya dinamika dalam LKM
1.4
Definisi Konseptual
1. Pembangunan nasional, meliputi pengentasan kemiskinan, pengurangan
kesenjangan dan meningkatkan kesempatan kerja yang merupakan fokus
utama dari agenda pembangunan di Indonesia.
2. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, memvitalkan kembali pertanian dan
pedesaan dalam rangka menjalankan agenda pembangunan Indonesia.
3. Kelembagaan ekonomi, merupakan kelembagaan yang terbentuk berdasarkan
kebutuhan masyarkat dalam lingkup perekonomian
4. Lembaga keuangan, sebuah lembaga yang kegiatannya dibidang keuangan,
menaruh uang dari dan menyalurkannya ke masyarakat. Artinya kegiatan
yang dilakukan lembaga keuangan selalu berhubungan dengan bidang
keuangan
1.5
Definisi Operasional
1. Bobot: nilai yang diberikan oleh informan berdasarkan tingkat kepentingan
relatif dari masing-masing informan
2. Rating: peringkat yang diberikan informan berdasarkan pandangan objektif
terhadap faktor internal dan faktor eksternal
3. Score adalah perkalian antara bobot dan rating
4. Faktor internal adalah merupakan faktor kekuatan dan kelemahan yang ada
untuk mencapai tujuan organisasi
5. Faktor eksternal adalah kondisi yang ada dan kecenderungan yang muncul
dari luar berupa peluang dan ancaman, tetapi dapat memberi pengaruh kinerja
organisasi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Subjek tineliti dalam penelitian ini didekati melalui pendekatan kualitatif dan
kuantitatif. Penggunaan kedua pendekatan ini terkait dengan aspek spesifik dalam
fokus subjek yang hendak dikaji. Pendekatan kualitatif digunakan karena dianggap
mampu memberikan pemahaman yang mendalam dan rinci berkaitan dengan suatu
peristiwa atau gejala sosial yang dalam hal ini berupa perkembangan dan dinamika
LKM yang ditempatkan dalam konteks pembangunan ekonomi pedesaan khususnya
pada proses pengembangan UKM dan penyerapan tenaga kerja pedesaan. Pendekatan
kualitatif digunakan untuk mengetahui kondisi permasalahan penelitian yang
didasarkan pada pembentukan pemahaman yang diikat oleh teori terkait dan
penafsiran peneliti atas fakta kajian6. Data yang dihasilkan melalui pendekatan ini
merupakan hasil pengamatan dari kegiatan penelitian terhadap LKM terkait. Data
tambahan yang berkaitan dengan topik penelitian didapatkan melalui studi dokumen
yang relevan dengan fokus penelitian.
Studi dokumen digunakan untuk mengumpulkan semua data dan informasi
yang terkait dengan gambaran umum Desa Pabuaran, potensi ekonomi Desa
Pabuaran, dan Laporan Tahunan KKUB Kramat Jaya untuk bisa melihat
perkembangannya. Pemanfaatannya diarahkan untuk memperkaya substansi temuan
Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menghasilkan data
deskriptif yang bersumber dari kata-kata lisan atau tulisan dari manusia atau tentang perilaku
manusia yang dapat diamati (Taylor dan Bogdan, 1984 dalam Sitorus, 1998).
pendekatan kualitatif maupun untuk memperkuat basis teoritis kajian. Data yang
diperoleh secara kualitatif di lapangan akan dikuantifikasi dengan alat analisis yang
digunakan yaitu SWOT menjadi faktor eksternal (faktor di luar sistem) dan faktor
internal (faktor di dalam sistem) yang dijabarkan dalam bentuk kuesioner dan
kuesioner akan diuji pada responden ahli sehingga hasil perhitungan yang diperoleh
merupakan hasil yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan.
3.1
Kramat Jaya, yang berada di Jalan Raya Pabuaran kampung Kramat Rt 03 Rw 04,
Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Lokasi ini diambil karena peneliti telah
mengetahui kondisi dan mengenal KKUB Kramat Jaya dengan baik dan letaknya
dapat dijangkau oleh peneliti. Selain itu KKUB Kramat Jaya dinilai ideal untuk
dijadikan objek penelitian karena mengepalai 13 UKM yang bergerak di Desa
Pabuaran yang berkontribusi dalam menggerakkan perekonomian lokal Desa
Pabuaran, khususnya RW 04. Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap yang
dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2009. Tahap pertama yaitu
pengumpulan literatur. Tahap kedua yaitu penyusunan proposal penelitian. Tahap
ketiga yaitu pengumpulan data untuk pencapaian penelitian. Sedangkan penelitian
tahap keempat yaitu pengolahan data sampai penyelesaian draft penelitian.
3.2
Tujuan Penelitian
Gambaran umum
desa Pabuaran, peta
ekonomi, dan
sejarah
terbentuknya
KKUB Kramat
Jaya
Sekunder:
Mengetahui
Peranan LKM di
desa Pabuaran
Primer:
Indepth
Interview
Sekunder
Primer: FGD,
indepth
interview
3.3
Strategi
pengembangan
Aspek Kajian
Data
Jenis
Primer:
Wawancara,
Observasi
Sumber
Aparat pemerintah
Kecamatan Kemang, Desa
Pabuaran
Data monografi,
kependudukan, laporan
Tahunan KKUB Kramat
Jaya
Pengelola KKUB Kramat
Jaya, UKM, Aparat desa
Laporan Tahunan KKUB
Kramat Jaya
Pengelola KKUB Kramat
Jaya, UKM, dan Aparat
Pemerintah Kecamatan
Kemang dan Desa Pabuaran
Analisis SWOT
Metode SWOT adalah salah satu alat identifikasi berbagai variabel secara
sistematis yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan
(Strength)
dan
peluang
(Opportunities)
namun
secara
bersamaan
dapat
Level 1:
Level 2:
Variabel Internal
Kekuatan
Kelemahan
Variabel eksternal
Peluang
Ancaman
Jika bobot dan rating telah ditentukan, maka data-data tersebut dapat diolah
menjadi arahan strategi pengembangan LKM dengan menggunakan analisis SWOT.
Matriks SWOT merupakan matching tools yang penting untuk membantu LKM
dalam mengembangkan empat tipe strategi, yaitu:
1. SO Strategies : dimana kekuatan internal sistem digunakan untuk meraih
peluang-peluang yang ada di luar sistem
2. WO Strategies : bertujuan untuk memperkecil kelemahan internal sistem
dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal
3. ST Strategies : dimana sistem berusaha agar mampu menghindari atau
mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal
4. WT Strategies : merupakan taktik untuk bertahan yang diarahkan untuk
mengurangi kelemahan-kelembahan internal dan menghindari dari ancamanancaman lingkungan
BAB IV
GAMBARAN UMUM DESA PENELITIAN
4.1
Kecamatan Kemang. Berdasarkan data Sensus daerah, 2007 jumlah penduduk bekerja
tergambar dalam gambar dibawah ini.
(
"% 5
%)
"
6 &
, 6
"
"
&
"
1
Sumber : Laporan Sensus Daerah Kecamatan Kemang, 2007 (diolah)
"
'/
'
institusi, gambar diatas diperoleh dari laporan tahunan Kecamatan Kemang dan data
monografi Desa Pabuaran.
Desa Pabuaran, RW 04
(Lokasi Penelitian)
Kabupaten Bogor, dengan luas wilayah 378 hektar, dengan ketinggian 300 meter
diatas permukaan laut, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut ;
Sebelah utara berbatasan dengan Desa Pondok Udik
Sebelah timur berbatasan dengan Desa Kemang
Sebelah selatan berbatasan dengan PTP Perkebunan Sawit Cimulang
Sebelah barat berbatasan dengan Desa Candali, dan barat laut Desa Tegal.
Jarak dari kantor Desa ke Ibu Kota Kecamatan, Kabupaten, Propinsi dan Ibu Kota
Negara adalah sebagai berikut ;
Dari Kantor Desa ke Kecamatan
: 3,5 kilometer
: 18 kilometer
: 140 kilometer
: 60 kilometer
&&
" &/
" '
'
1
5 6
.
7 '
" '
&'
pendidikan
sekolah
dasar/sederajat
sampai
sekolah
menengah
pertama/sederajat.
4.3
Kependudukan
Jumlah penduduk Desa Pabuaran sampai dengan akhir bulan November 2008
yang tercatat dalam Sensus Daerah Kecamatan Kemang tercatat sebanyak 9.963 jiwa,
yang terdiri dari jumlah 2.556 Kepala Keluarga (KK). Jumlah penduduk dewasa lakilaki dan perempuan sebanyak 8.445 jiwa dengan rincian, laki-laki sebanyak 3.822
jiwa dan perempuan sebanyak 4.623 jiwa, yang terbagi atas usia produktif dan usia
non-produktif. Dari segi besarannya, jumlah penduduk usia produktif lebih banyak
daripada penduduk usia non-produktif, namun hal ini disayangkan oleh Kepala Desa
Pabuaran (Bpk. Endih Supandih, S. Sos) yang mengatakan:
Disini, anak-anak muda nya banyak yang menjadi pengangguran. Hidup
mereka masih bergantung dengan orang tua masing-masing. Padahal bidang
"
'!
. &8. &
8
8
8
4.4. Transportasi
Jalan merupakan prasarana perhubungan yang penting untuk memperlancar dan
mendorong kegiatan perekonomian. Makin meningkatnya usaha pembangunan
menuntut pula peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan mobilitas
penduduk dan memperlancar lalu lintas produk dari Desa Pabuaran menuju daerah
perkotaan yang membuka akses pertukaran hasil olahan sumber daya alam perdesaan
dengan kebutuhan pokok yang disediakan oleh daerah perkotaan. Jaringan jalan di
Desa Pabuaran merupakan jalan lingkar yang menghubungkan tiga Kecamatan, yaitu
Kecamatan Kemang, Kecamatan Rancabungur dan Kecamatan Ciampea dengan
panjang jalan sepanjang 15 kilometer. Selain jaringan jalan lingkar, terdapat pula
jalan-jalan setapak pada daerah pemukiman dan juga disertai dengan saluran irigasi
yang digunakan juga sebagai sumber mata air untuk kegiatan sehari-hari di Desa
Pabuaran. Sarana transportasi darat di Desa Pabuaran dalam hal ini angkutan umum
Kondisi Sosial
4.5.1. Pendidikan
Kondisi penduduk di Desa Pabuaran dilihat dari bidang pendidikan rata-rata
sudah mengenyam pendidikan mulai tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi.
Jumlah penduduk yang tidak sekolah usia 7-12 tahun tercatat berjumlah 100 orang
(65 laki-laki dan 35 perempuan), dan yang tidak sekolah usia 13-15 tahun tercatat
berjumlah 118 orang (9 laki-laki dan 109 perempuan) sedangkan penduduk yang
tidak menamatkan pendidikan sekolah dasar/sederajat berjumlah 348 orang. Hal ini
Untuk lebih
jelasnya jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Pabuaran dapat dilihat
di bawah ini :
1'
1.
Kesehatan
Sarana kesehatan yang terdapat di Desa Pabuaran di antaranya Poliklinik,
Posyandu, praktek bidan, dan praktek dukun beranak (paraji). Sedangkan tenaga
kesehatan di Desa Pabuaran terdiri dari seorang dokter Puskesmas, seorang bidan
desa, tujuh orang dukun beranak dan 125 orang kader posyandu. Namun fasilitas
kesehatan di Desa Pabuaran kurang memadai untuk bisa melayani masyarakat dengan
baik. Banyaknya jumlah dukun beranak, terlihat bahwa masih banyak warga yang
belum sadar akan tingkat kesehatan, hal ini pun diakui oleh Badan Keswadayaan
Masyarakat (BKM) Sabanda Sariksa Desa Pabuaran yang merupakan bentukan dari
Program Nasional Pengembangan Masyarakat (PNPM), yang dalam surveynya
menemukan banyak sekali masyakarat yang masih menggunakan jasa dukun beranak
dalam proses persalinan. Selain itu, masih banyak juga warga yang tidak memiliki
MCK (Mandi, Cuci, Kakus), mereka masih menggunakan aliran air sungai dalam
kesehariannya yang sudah tercemari oleh limbah yang dihasilkan manusia maupun
rumah tangga.
2.
belum memadai, masyarakat di Desa ini masih banyak memakai sarana koya sebagai
tempat untuk buang air besar, penduduk masih banyak menggunakan pembuangan air
kotoran rumah tangga ke sembarang tempat dan seperi Koya yang dibiarkan terbuka
tanpa penutup. Masyarakat belum terlayani Air dari PAM dalam memenuhi
kebutuhan sanitasi, hanya sebagian masyarakat yang sudah mempunyai fasilitas
seperti MCK yang memadai. Ini menandakan bahwa kurangnya kepekaan didalam
masyarakat Desa Pabuaran mengenai kondisi kesehatan mereka, karena sarana dan
prasarana nya pun tidak mencukupi.
4.5.2. Kondisi Perekonomian Desa Pabuaran
1.
Penduduk Bekerja
Kondisi perekonomian di Desa Pabuaran jika dilihat dari kondisi ekologisnya,
maka jenis kegiatan ekonomi di desa ini mayoritas sektor pertanian yang meliputi
areal persawahan dan perikanan (tambak) karena dari segi besarannya areal
persawahan dan tambak masih mendominasi Desa Pabuaran, selain itu diurutan kedua
adalah sektor perdagangan, kemudian bidang industri rumah tangga yang bergerak
dalam usaha pengrajin sepatu, tas dan maupun berupa makanan (roti), buruh dan
karyawan. Untuk lebih jelasnya jumlah sektor perekonomian dan jenis mata
pencaharian penduduk Desa Pabuaran dapat dili
dilihat di bawah ini
5 &
(
(
Desa Pabuaran berpotensi cukup besar dalam bidang pertanian karena masih
banyak terdapat sawah dan tambak perikanan, selai
selain
n itu saluran irigasi masih berjalan
dengan baik, namun buruh menempati posisi teratas di Desa Pabuaran, hal ini
mengindikasikan bahwa lahan pertanian yang masih banyak di Desa Pabuaran
bukanlah milik warga Desa Pabuaran, melainkan milik orang luar yang
mempekerjakan
mpekerjakan warga lokal sebagai buruh. Setelah itu disusul dengan wiraswasta
kemudian disusul dengan pegawai yang banyak bekerja di pabrik yang terdapat di
Desa Pabuaran. Sisanya bergerak di sektor jasa, pedagang dan pengrajin. Banyak
penduduk yang berwiraswasta dan berdagang, karena sudah terbukanya akses jalan
transportasi di Kecamatan Kemang yang bisa langsung menghubungkan jalan
kecamatan dengan jalan kota Bogor sehingga mempermudah akses bagi para warga
untuk mendapatkan barang dengan harga murah. Pengrajin di Desa Pabuaran
memiliki potensi sendiri dalam mengembangkan sektor usaha mikro khususnya di
RW 04, hal ini disampaikan oleh Sekbid perekonomian Kecamatan Kemang. Beliau
mengatakan:
mereka adalah kelompok usaha yang mandiri dan masih perlu dibina
sehingga dapat lebih berkembang dari sekarang dan mampu menyerap
tenaga kerja lebih banyak lagi.
2.
Pabuaran juga memprihatinkan hal ini terlihat pada gambar dibawah ini
5
5
5
9 9# $ )
# )".: 9 ) ))
5. 9
5. "
5#
BAB V
PERANAN KELOMPOK KERJA USAHA BERSAMA KRAMAT JAYA
DALAM MENOPANG EKONOMI PEDESAAN
5.1
merupakan UKM terbanyak dijalankan oleh anggota koperasi Kramat Jaya. Sehingga
anggota koperasi Kramat Jaya terdiri dari pemilik UKM-UKM tersebut. Jenis
koperasi Kramat Jaya adalah koperasi kelompok usaha bersama (KKUB). Koperasi
yang merupakan Koperasi Simpan Pinjam yang diperuntukkan untuk pengembangan
usaha kecil yang bergerak di kerajinan tangan. Koperasi Kelompok Usaha Bersama
(KKUB) Kramat Jaya terbentuk pada tanggal 10 Juli 1999. KKUB Kramat Jaya
disahkan oleh Kepala Kantor Departemen Koperasi Penguasaha Kecil dan Menengah
Kabupaten Bogor, dengan nomor 417/BH/KDK.105/VII/1999. Sejumlah 20 (dua
puluh) orang pendiri awal KKUB Kramat Jaya (data terlampir). KKUB Kramat jaya
berdiri sejak tahun 1990 dalam bentuk badan hukum yang berlokasi di Kampung
Kramat, Desa Pabuaran, Kecamatan Kemang. Koperasi ini berdiri atas azas
kekeluargaan dan bertujuan untuk bisa mensejahterakan para anggota keluarganya.
Koperasi ini terdiri dari sekelompok pengrajin sepatu dan produsen roti. Fokus usaha
mereka bergerak dalam sektor industri rumah tangga dan pegawai yang mereka
pekerjakan berasal dari lingkungan sekitar yaitu Desa Pabuaran agar bisa
memberdayakan masyarakat sekitar.
KKUB Kramat Jaya mengalami mati suri selama beberapa tahun, sampai
akhirnya kembali mulai aktif pada awal tahun 2007. Keadaan mati suri ini ditandai
dengan tidak adanya aktifitas di KKUB Kramat Jaya, sehingga selama beberapa
tahun, tidak ada kejelasan mengenai kepengurusan dan anggotanya.
Pada Tahun 2007, KKUB Kramat Jaya dihidupkan kembali oleh Bapak Endam
Rusadi, Bapak Ajiz, dan Bapak Yusuf melalui perantara Sekretaris Bidang Ekonomi
di Kecamatan Kemang yang melihat adanya potensi pengrajin sepatu dan pabrik roti
di Desa Pabuaran yang kemudian melalui Dinas Koperasi yang sekarang bergabung
dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi membentuk pengurusan baru
dalam KKUB Kramat Jaya. Setelah terbentuknya kepengurusan baru, KKUB Kramat
Jaya menerima bantuan dana dari Kementrian Negara dan UKM, yang datang
langsung ke Desa Pabuaran, karena mengetahui di daerah tersebut memiliki koperasi
yang beranggotakan pengusaha sepatu dan roti.
KKUB Kramat Jaya mendapatkan bantuan dari Kementerian Negara dan UKM
sebesar Rp. 200.000.000,00. Bantuan modal dari Kementerian Negara tersebut
disalurkan kepada anggota koperasi dengan kriteria dan syarat yang telah ditetapkan
oleh anggota, yang selanjutnya di monitoring dan evaluasi oleh Badan Pengawas
Daerah (BAWASDA), dan dinas terkait.
Modal yang diberikan kepada anggota diberikan dalam bentuk alat dan mesin
guna meningkatkan kualitas dan kuantitas dari produk yang mereka hasilkan. Setelah
adanya peningkatan modal, terjadi peningkatan kualitas dari produk sepatu dari para
pengrajin, sehingga terjadi kerjasama dengan beberapa produsen sepatu besar, antara
lain Yongki Komaladi, IFA, dan Sophie Martin.
5.2
April 1999, dengan penunjukan oleh pendiri selaku kuasa pendiri dan sekaligus untuk
pertama kalinya sebagai pengurus maka berikut adalah anggota KKUB Kramat Jaya
yang terpilih dan menyatakan dirinya bersedia untuk mendirikan koperasi serta
: Endam Damhuri
(Pengrajin)
Wakil Ketua
: Sarief
(Pengrajin)
Sekretaris
(Wiraswasta)
Bendahara
: Junaedi
(Pengrajin)
yang terdapat pada anggaran dasar adalah terdiri dari mengenai aturan-aturan formal
yang mengatur berjalannya kegiatan di KKUB Kramat Jaya. Bab II menjelaskan
mengenai landasan, azaz dan prinsip yang mengatur tentang koperasi di Indonesia
yang tertuang dalam UUD 1945. Dalam AD-ART juga dijelaskan mengenai fungsi
dan peran dari KKUB Kramat Jaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
anggota secara khusus dan perekonomian rakyat (lokal/daerah setempat) secara
umum serta perekonomian nasional dengan cara membentuk unit kerja/usaha yang
otonom. Bab-Bab selanjutnya menjelaskan mengenai tata aturan yang ada dalam
KKUB Kramat Jaya, seperti penggunaan tanda pengenal, Rapat Anggota Tahunan,
penambahan anggota baru, pembagian Sisa hasil Usaha yang merupakan pendapatan
KKUB Kramat Jaya yang diperoleh selam satu tahun dikurangi dengan berbagai
macam biaya penyusutan, administrasi dan kewajiban, selanjutnya AD-ART
terlampir.
5.4
(
;& 0 8
4
0 8
(
1'
&0!
5.5
dimiliki oleh setiap anggota, KKUB bersama dinas terkait melakukan pelatihanpelatihan untuk bisa lebih memberdayakan para pengrajin yang tergabung dengan
tujuan mampu bersaing dengan pengrajin sepatu dari pasar lokal. Pemberdayaan
pengrajin melalui KKUB Kramat Jaya dimaksudkan untuk membuka kesempatan
kerja yang mengarah pada peningkatan harkat dan martabat serta status ekonomi dan
sosial dari masyarakat pengrajin di Desa Pabuaran. Prioritas pemberdayaan bagi
pengrajin didasarkan karena pada umumnya jika mempunyai modal yang lebih besar
baik berupa pelatihan, teknologi maupun market yang lebih besar maka diharapkan
mampu juga meningkatkan kualitas ekonomi keluarga maka dalam jangka waktu
yang relatif dapat juga meningkatkan pendapatan asli daerah.
BAB VI
STRATEGI MENINGKATKAN EKSISTENSI KELOMPOK KERJA USAHA
BERSAMA KRAMAT JAYA
6.1
BAGIAN
KEUANGAN
UNIT USAHA
ADMINISTRASI
UMUM
ANGGOTA
KOPERASI
6.2
6.2.3 Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 menentukan kriteria usaha menjadi
usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah berdasarkan jumlah uang dan
penjualan bersih yang dilakukan oleh usaha tersebut, namun sampai sekarang belum
ada payung hukum yang jelas mengatur jalannya sebuah LKM, sampai saat ini proses
tersebut masih bergulir dalam RUU mengenai Lembaga Keuangan Mikro. Jika LKM
sudah memiliki payung hukum, maka akan membuat akses masyarakat kecil terhadap
lembaga keuangan semakin membaik, karena potensi pembiayaan lembaga keuangan
mikro sangatlah besar. Pembiayaan sektor perbankan secara formal 40 persen sisanya
masuk ke pembiayan sektor informal.
6.3
Trust
KKUB terbangun diatas azaz kekeluargaan dan kebersamaan yang telah
mengakar di dalam kepengurusan, UKM maupun ke pihak luar baik ke konsumen
maupun dan pihak terkait lainnya. Hal ini merupakan nilai tambah bagi KKUB dan
unsur didalamnya, sehingga dapat bukan hanya sekedar nilai ekonomis nya saja yang
terpenuhi tetapi ada juga jalinan sosial di dalamnya.
Keahlian Pengrajin
KKUB Kramat Jaya ada sebagai penjelmaan dari perkumpulan pengrajin di
Desa Pabuaran yang memiliki potensi yang tidak kalah bersaing dengan para
pengrajin lainnya, sehingga dengan keahlian yang mereka miliki sebagai pengrajin
sepatu mampu menciptakan produk dan dapat bersaing dengan pasaran luas.
Produksi Komoditas
Produk yang dihasilkan oleh KKUB merupakan produk yang berkualitas dan
banyak dikonsumsi oleh banyak orang, baik berupa makanan (roti) maupun
sepatunya. Melalui produk yang dimilikinya, KKUB dapat bersaing di pasaran
dengan harga dan kualitas yang meyakinkan.
(2) Kelemahan (Weakness)
Keterbatasan Sumber Dana
Bagi LKM dalam hal ini KKUB Kramat Jaya dana merupakan instrumen yang
sangat penting, bukan saja untuk membiayai seluruh aktivitasnya, tetapi jua menjadi
komoditas utama sebagai lembaga simpan pinjam sehingga mampu memberikan
pinjaman kepada UKM. Selama ini KKUB Kramat Jaya mempunyai dua sumber
dana utama, yaitu berupa modal dan dana masyarakat yang jumlahnya terbatas.
KKUB Kramat Jaya mendapat bantuan dari Kementrian Negara dan UKM. Besarnya
modal yang diterima masih belum mampu memenuhi kebutuhan UKM-UKM sepatu
yang tergabung dalam KKUB Kramat Jaya, sehingga modal yang didapat harus
dibagi kepada semua UKM yang tergabung sebagai anggota KKUB Kramat Jaya.
Manajemen yang Belum Efektif
Pengaturan dan berbagi peran dalam menjalankan fungsinya sangat penting
dalam sebuah organisasi seperti KKUB Kramat Jaya. Lemahnya manajemen KKUB
Kramat Jaya membuat pengelolaan modal dan sistem pemasarannya belum tertata
dengan baik. Hal ini juga dikarenakan kurangnya berperannya fungsi-fungsi
struktural yang tercantum dalam struktur organisasi KKUB Kramat Jaya.
Proses Produksi
Proses produksi merupakan jalur utama dalam perputaran ekonomi mikro
dalam unit usaha KKUB Kramat Jaya, dalam proses produksi ini banyak unsur yang
terlibat. Mulai dari alat, bahan dan tenaga kerja yang memproduksi, proses produksi
bisa menjadi kelemahan dalam KKUB Kramat Jaya, jika tidak memadainya alat,
bahan, dan tenaga kerja.
(3) Peluang (Opportunities)
Banyaknya Sumber Dana dari Luar
Sebagai Lembaga Keuangan Mikro, KKUB Kramat Jaya memerlukan peranan
aktif dari pemerintahan, dinas terkait maupun lembaga keuangan lainnya termasuk
formal maupun informal guna memberikan dana alternatif selain dana dari koperasi.
hal ini bisa menjadi peluang bagi KKUB untuk dapat mengakses dana dari Bank
pemerintah, Bank umum, maupun Lembaga Simpan Pinjam lainnya.
sering terbentur dengan tidak adanya kekuatan hukum, namun payung hukum ini juga
akan menimbulkan sisi dilematis karena ditakuti dengan adanya payung hukum yang
mengatur akan menyebabkan LKM kehilangan jati dirinya sebagai lembaga keuangan
yang fleksibel.
Urbanisasi
Urbanisasi bisa dikatakan ancaman bagi berlangsungnya pergerakkan
perekonomian mikro di Desa Pabuaran, karena dalam usaha mikro ini membutuhkan
tenaga kerja ahli dalam bidangnya yaitu pengrajin, sementara itu banyak pengrajin di
Desa Pabuaran yang sebelumnya bergabung dengan UKM dalam KKUB Kramat Jaya
berurban dan lebih memilih bekerja di kota-kota besar. Hal ini berdampak pada
produksi UKM, karena kesulitan mencari tenaga kerja ahli.
Tabel 4. Faktor Internal KKUB Kramat Jaya di Desa Pabuaran, Tahun 2009
Faktor Internal
Bobot
Rating
Skor
0,1
0,3
S2. Trust
0,171
0,684
0,157
0,628
0,129
0,516
0,143
0,143
0,143
0,286
0,157
0,314
1,000
2,817
kebersamaan dan kekeluargaan yang terjalin dalam KKUB. Nilai 0,684 diperoleh dari
hasil pengalian antara bobot dan rating yang diberikan oleh para responden, yaitu
Sekretaris Camat Kecamatan Kemang, Sekretaris Bidang Pembangunan Kecamatan
Kemang, Sekretaris Bidang Perekonomian Kecamatan Kemang, Ketua KKUB
Kramat Jaya, Sekretaris, Bendahara dan Dewan Pengawas KKUB Kramat Jaya dan
Sekretaris Bidang Perekonomian Desa Pabuaran.
Tabel 5. Faktor Eksternal KKUB Kramat Jaya di Desa Pabuaran, Tahun 2009
Faktor Eksternal
Bobot
Rating
Skor
0,26
1,04
0,14
0,42
0,30
1,2
0,10
0,10
0,20
0,40
3,16
Kramat Jaya, Sekretaris, Bendahara dan Dewan Pengawas KKUB Kramat Jaya dan
Sekretaris Bidang Perekonomian Desa Pabuaran.
Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan
Ancaman KKUB Kramat Jaya Tahun 2009
No
Uraian
Faktor Internal:
a. Kekuatan
b. Kelemahan
Faktor Eksternal:
a. Peluang
b. Ancaman
Nilai
1.455
1.325
1,675
0,985
Threats). Kombinasi S-W-O-T bias dilihat dalam Tabel 1. Matriks SWOT dibawah
ini.
IFAS
Kekuatan
Kelemahan
W1. Keterbatasan
S1.
Prosedur
dan Dana
mekanisme yang fleksibel
S2. Trust
W2.
Manajemen
Efektif
S3. Keahlian Pengrajin
EFAS
Sumber
Belum
T1.
Tidak Jelasnya dinas
terkait
untuk
Payung
Hukum dijadikan sebagai pembina
mengenai LKM
dalam menuntun KKUB
dalam hal menerapkan
kebijakan
(S2,S3,T1)
T2. Adanya Urbanisasi
ST2. Melakukan ekspansi
dalam usaha yang sudah
berjalan
agar
dapat
menyerap tenaga kerja
yang lebih besar lagi.
(S2,S3,S4,T2)
Nilai
Rating
SO1
(S2,S3,S4,O1,02)
3,288
SO2
3,748
SO3
3,86
WO1
2,669
WO2
1,946
WO3
(W2, 02,O3)
1,906
ST1
(S2,S3,T1)
1,412
ST2
(S2,S3,S4,T2)
2,228
WT1
(W2,T1)
0,386
10
WT2
(W2,W3,T2)
chanelling
guna
memperluas
pasar,
juga
meningkatkan
BAB VII
PENUTUP
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap KKUB Kramat Jaya Desa Pabuaran juga
mengikut sertakan tineliti yang terlibat, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.
KKUB Kramat Jaya berperan cukup besar dalam mendorong ekonomi lokal,
khususnya dalam bidang pengrajin dan mampu merekrut 157 tenaga kerja
dalam 1 RW, ini menunjukkan dunia usaha ekonomi dalam aras mikro dapat
menjadi salah satu jawaban untuk bisa menopang perekonomin Desa Pabuaran.
2.
b)
Cibaduyut
agar
KKUB
Kramat
Jaya
dapat
belajar
c)
7.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perlu ada peningkatan kualitas kinerja dari pengurus, pengelola maupun UKM
yang tergabung dalam KKUB Kramat Jaya agar tujuan pemberdayaan melalui
pengembangan KKUB dapat terwujud
2. Diperlukan materi komunikasi seperti catalog dan web-site dalam
memperkenalkan produk UKM KKUB Kramat Jaya
3. Melakukan kerja sama dengan berbagai pihak antara lain lembaga keuangan
formal dan dinas-dinas terkait untuk memperoleh dana-dana pemerintah untuk
mendukung keberlangsungan usahasektor informal di Desa Pabuaran.
Daftar Pustaka
ADB. 2000. Finance for the Poor: Microfinance Development Strategy. Manila.
Asian Development Bank.
Ahlam, 2005. Studi Komparatif Sistem Pengelolaan Kredit antar Lembaga Keuangan
Mikro: Upaya Mencari Sistem Lembaga Keuangan Mikro yang Efisien. Tesis.
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Anugrah, Iwan Setiajie dan Erma Suryani. 2007. Pembangunan Pertanian dan
Pedesaan Dalam Perspektif Kemiskinan Berkelanjutan. Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Bintoro, 2003. Peranan Lembaga Keuangan Mikro dalam Penanggulangan
Kemiskinan. Bappenas. Jakarta.
Eko, Sutoro (ed). 2005. Manifesto Pembaharuan Desa. APMD Press: Yogyakarta.
Hamid, E.S. 1986. Rekaman dari Seminar. Dalam Kredit Pedesaan di Indonesia.
Mubyarto dan Edy Suandi Hamid (Eds.). BPFE Yogyakarta.
Hendayana, Rachmat dan Syahrul Bustaman. 2005. Fenomena Lembaga Keuangan
Mikro dalam Perspektif Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Balai Besar
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor.
Hubies, M. 2004. Modul Pengantar Industri Kecil dan Menengah. Magister
Profesional Industri Kecil dan Menengah. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Kusmoljono, B.S. 2009. Menciptakan Kesempatan Rakyat Berusaha. IPB Press:
Bogor.
Ledgerwood, Joanna. 1999. Microfinance Handbook. An Institutional and Financial
Perspective. Washington DC.: The World Bank.
Nasution, Irfan (ed). 2007. Bank Kaum Miskin: Kisah Yunus dan Grameen Bank
Memerangi Kemiskinan. Marjin Kiri. Jakarta.
Robinson,
Marquerite
S.
1993.
Beberapa
Strategi
yang
Berhasil
Untuk
Tinjauan
dari
Aspek
Pengaturan
dan
Pengawasan.
http://www.indonesiaindonesia.com/f/8669-masa-depan-lembaga-keuanganmikro-indonesia.
Pangabean, Riana. 2005. Kerjasama Bank, Koperasi dan Lembaga Keuangan Mikro
(LKM) Mendukung Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM). Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK.
Pantoro, Setyo. 2008. Pendekatan Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
dan Implikasinya. Koran-rakyat-online.
Rangkuti, Freddy. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia
Utama. Jakarta. 1999
Scott, James C. 1981. Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan Subsistensi di Asia
Tenggara. LP3ES. Jakarta.
Sumodiningarat, Gunawan. 2003. Peranan Lembaga Keuangan Mikro dalam
Menanggulangi Kemiskinan Terkait dengan Kebijakan Otonomi Daerah.
Artikel
Tahun
II
no.
Jurnal
Ekonomi
Pertanian.
www.ekonomirakyat.go.id/co.id.
Syahyuti, 2004. Strategi dan Tantangan dalam Pengembangan Gabungan Petani
(GAPOKTAN) Sebagai Kelembagaan Ekonomi di Pedesaan. Pusat Analisis
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Yustika, Ahmad Erani. 2008. Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, dan Strategi.
Bayumedia Publishing: Jakarta.
1.
Endam Damhuri
(Pengrajin)
2.
Sarief
(Pengrajin)
3.
Masnah E.
(Pedagang)
4.
Enung Samsudin
(Pedagang)
5.
M. Aming
(Pedagang)
6.
Ismat
(Pedagang)
7.
Nasim
(Pedagang)
8.
Hardi
(Pedagang)
9.
Inang
(Pedagang)
(Pedagang)
11. Edy S.
(Pedagang)
(Pedagang)
13. Baus
(Pedagang)
(Pedagang)
15. Miing
(Pedagang)
16. Pardi S.
(Pedagang)
17. Endih
(Petani)
(Petani)
19. Amat
(Pedagang)
20. Lilis S.
(Pedagang)
Nama
Jumlah Barang
Gerinda Mesin Jahit
Sulas Kayu
Sulas Fiber
Handbos
Endam D. 1
Darta
Aping
1,5
Hadi
2,5
Nasim
Junaedi
Sarif
3,5
Ruki
Dahlan
0,5
10
Idris
8 buah
10 buah 18 buah
17,5 kodi
7,5 kodi
4 kodi
Jumlah
Genset
No.
Nama
1
2
Jumlah Barang
Nunung
Mesin Press
1
Slicer
-
Molen
-
Genset
1
Blower
1
Abdul aziz
Jumlah
Pinjaman Barang
Pinjaman Modal
Rp. 10.000.000
Rp. 10.000.000
Wianda Shoes
Rp. 10.000.000
Rp. 5.000.000
Selvi Shoes
Rp. 10.000.000
Rp. 5.000.000
Rp. 10.000.000
Rp. 5.000.000
Laurent Shoes
Rp. 10.000.000
Rp. 5.000.000
Nanda Shoes
Rp. 10.000.000
Rp. 5.000.000
Current Shoes
Rp. 5.000.000
Rp. 5.000.000
Revania Shoes
Rp. 5.000.000
Rp. 5.000.000
Mutia Shoes
Rp. 10.000.000
Rp. 5.000.000
10
Mega Shoes
Rp. 5.000.000
Rp. 5.000.000
11
Putri Shoes
Rp. 5.000.000
12
Tania Shoes
Rp. 5.000.000
13
Cekas Bakery
Rp. 15.000.000
Rp. 10.000.000
14
Linda Bakery
Rp. 12.000.000
Rp. 10.000.000
Rp. 112.000.000
Rp. 85.000.000
Jumlah
Ratin
g
Skor
3
4
0,3
0,684
0,628
0,516
0,143
0,286
0,314
2,817
4
4
1
2
2
0,26
1,04
0,14
0,42
0,30
1,2
0,10
0,10
0,20
0,40
1,00
3,16
1. Bab I berisi tentang nama dan tempat kedudukan KKUB Kramat Jaya di Jalan
Kp.
Kramat,
Desa/Kelurahan
Pabuaran,
Kecamatan
Kemang,
anggota
khususnya
dan
masyarakat
umumnya
dengan
koperasi
diperoleh
dalam
satu
tahun
setelah
dilakukan
14. Bab XIV berisi tentang ketentuan tanggungan anggota. Hal ini terjadi apabila
koperasi mengalami pembuburan.
15. Bab XV berisi tentang ketentuan pembubaran dan penyelesaian. Pembubaran
dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Anggota dan keputusan Pemerintah.
Penyelesaian dilakukan oleh Tim Penyelesai Pembubaran Koperasi yang
memiliki hak, wewenang dan kewajiban dalam hal penyelesaian.
16. Bab XVI berisi tentang ketentuan pembinaan.
17. Bab XVII berisi tentang jangka waktu berdiri koperasi yang telah disahkan
oleh Pemerintah untuk jangka waktu yang tidak terbatas.
18. Bab XVIII berisi tentang sanksi-sanksi yang harus ditaati baik oleh seluruh
anggota, pengurus maupun pengawas.
19. Bab XIX berisi tentang anggaran rumah tangga dan peraturan khusus yang
ditetapkan dalam Rapat Anggota, memuat tentang peraturan pelaksanaan dari
ketentuan-ketentuan, serta hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar
tersebut.
20. Bab XX berisi tentang penutup yang memberikan bukti pengesahan dengan
tandatangan dari para pengurus kperasi disertai dengan materai senilai Rp.
2000,00,-