komplek pertama sebelah barat, maka bangunan pertamana yang akan kita jumpai
adalah rumah pengasuh pesantren Al-Falah yaitu Bapak KH. Q. Ahmad Syahid,
Ph.D.
75
76
77
pertama pada MTQ pertama tahun 1969. Sosok kepemimpinan beliau sangat
disegani oleh pimpinan pesantren dan kiai-kiai lainnya di Jawa Barat.
Program yang diselenggarakan di pondok pesantren Al-Quran Al-Falah
adalah:
1. Taman Kanak-Kanak (berlokasi di Al-Falah II Nagreg)
2. Madrasah Diniyah (di Al-Falah II Nagreg)
3. Madrasah Tsanawiyah (di Al-Falah I Cicalengka)
4. Madrasah Aliyah Umum (MAU) (di Al-Falah II Nagreg)
5. Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) (di Al-Falah II Nagreg)
6. Santri Takhosus
7. Majelis Talim
8. Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH)
9. Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Falah.
Karena adanya peraturan baru tentang pendidikan yang tercantum dalam UU
Sistem Pendidikan Nasional yang baru yaitu UU No. 20 tahun 2002, maka mulai
tahun ajaran 2006-2007 Madrasah alayah Keagamaan (MAK) dilebur ke
Madrasah Aliyah.
Yayasan lembaga pendidikan Islam Asy-Syahidiyah Al-Falah memiliki
lembaga pendidikan formal dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi. Lembaga
pendidikan yang ada di bawah yayasan lembaga pendidikan Islam AsySyahidiyah ini adalah:
78
Tabel 1.2
Nama lembaga & jumlah siswa yang ada di pondok pesantren Al-Falah Cicalengka
Nama Lembaga
Kepala Sekolah
Hj. Ela Kholilah S.Ag
Yandi Ramdani S.Ag
25 orang
460 orang
297 orang
TK (Taman KanakKanak)
MD(Madrasah
Diniyah)
MTs
(Madrasah
Tsanawiyah)
MA
(Madrasah
Aliyah)
Takhosus
Jumlah siswa/
santri
30 orang
83 orang
STAI Al-Falah
51 orang
No
1
2
3
4
JUMLAH TOTAL
946 ORANG
80
Batas desa dihalangi oleh sungai, jalan, jembatan, rel kereta api dan sawah.
Jumlah penduduk Desa Waluya secara keseluruhan adalah 9. 483 orang
(laki-laki = 4783 orang dan perempuan = 4704 orang) dengan jumlah kepala
keluarga sebanyak 2276 kk. Keseluruhan jumlah penduduk terbagi atas 17 RW
(rukun warga) yaitu Kp Balong, Kp. Dungus Maung/ Cikuya, Kp. Ciseke, Kp.
Pajagalan, Kp. Ciseke (Kp. Waluya+ Kp. Ciseke+ Kp. Kebon Sereh), Kp.
Cijalupang, Kp. Kebon Kapas Kulon (Ciawitali), Kp. Kebon Kapas Kulon, Kp.
Kebon Kapas, Kp. Kebon Kapas, Kp. Kebon Kapas, Kp. Urug, Kp. Cijalupang,
Kp. Kebon Kapas Kulon, Kp. Cikurutug Kidul, Kp. Randukurung, Kp. Kebon
Kapas.
Mata pencaharian pokok masyarakat Desa Waluya sebelum adanya
industri adalah pengangguran dan petani. Setelah dibangunnya pabrik dan
berkembangnya home industry pada tahun 1980, mata pencaharian masyarakat
adalah buruh pabrik. Walaupun masih ada mata pencaharian yang lainnya seperti
pengrajin, pedagang, peternak, montir, supir, buruh bangunan dan pegawai negeri.
Kondisi Desa Waluya sebelum adanya industri adalah desa agraris yang
dominan sawahnya ditanami padi. Namun ketika munculnya kawasan industri,
maka wilayah Desa Waluya berubah menjadi gersang. Tidak semua kampung di
81
Desa Waluya terdapat industri. Kawasan industri dan home industry di Desa
Waluya umumnya terdapat di Kampung Kebon Kapas dan Ciawitali.
Karakteristik masyarakat Desa Waluya adalah agamis atau Islami (nyantri)
karena di daerah tersebut terdapat banyak sekali pesantren. Ada dua pesantren
yang cukup terkenal se-Kecamatan Cicalengka yaitu pesantren Al-Falah dan
Nurul Wasilah. Banyak sekali masyarakat yang tertarik untuk belajar ilmu agama
Islam di kedua pesantren tersebut. Banyak masyarakat yang mendatangi kedua
pesantren karena kedua pesantren memiliki ciri khas yang berbeda. Pesantren AlFalah identik dengan seni baca Al-Quran dan tilawahnya sedangkan Nurul
Wasilah terkenal dengan pembelajaran Kitab Kuningnya. Kedua pesantren telah
memberikan kontribusi yang sangat positif bagi perkembangan ilmu keagamaan di
Desa Waluya.
Pendidikan formal yang dimiliki dan tersedia di Desa Waluya hanya
terbatas pada pendidikan dasar saja yaitu Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar,
TPA dan lembaga pendidikan agama. Jumlah SD yang dimiliki adalah empat SD
yaitu SDN Randukurung, SDN Waluya, SDN Cikuya dan SDN Sawah Lega.
Jumlah TK yang dimiliki adalah empat TK yaitu TK Miftahul Hasanah, TK AlIkhlas, TK Al-Huda dan TK As-Syifa. Jumlah TPA adalah enam TPA dan lima
lembaga pendidikan agama.
Masyarakat Desa Waluya dipimpin oleh seorang kepala desa yang sangat
memperhatikan kemajuan dan kemunduran desa. Beliau bernama Cecep
Kurniawan. Dalam menjalankan tugasnya, beliau dibantu oleh empat wakil
pembantu desa, yaitu Engkus Kuswara menjabat sebagai kaur ekbang, Ikin
82
83
84
Pajagalan, Kp. Ciseke (Kp. Waluya+ Kp. Ciseke+ Kp. Kebon Sereh), Kp.
85
Cijalupang, Kp. Kebon Kapas Kulon (Ciawitali), Kp. Kebon Kapas Kulon, Kp.
Kebon Kapas, Kp. Kebon Kapas, Kp. Kebon Kapas, Kp. Urug, Kp. Cijalupang,
Kp. Kebon Kapas Kulon, Kp. Cikurutug Kidul, Kp. Randukurung, Kp. Kebon
Kapas. Tidak semua Rw ada industri, khususnya industri kecil, dominan industri
terdapat di Kp. Kebon Kapas seperti di Rw. 09,10,11,15, dan 16. Industri tersebut
lebih dispesifikan dalam home industry yaitu pabrik tahu, kerupuk, kerajinan
tangan rumah tangga, roti, ciput+kerudung rajutan. Selain home industry, di Desa
Waluya terdapat pabrik/ perusahaan besar yang bergerak di bidang garmen, nama
perusahaannya adalah PT. Cemara Agung.
Hadirnya industri memberikan angin segar bagi masyarakat. Industri di
Desa Waluya bermunculan pada tahun 1986, ketika itu masyarakat Desa Waluya
masih berprofesi sebagai petani. Reaksi masyarakat ketika adanya industri sangat
menggembirakan dan antusias sekali karena menurut masyarakat, industri dapat
memperbaiki perekonomian dan dapat beralih profesi menjadi karyawan pabrik
sebagaimana yang dikemukakan oleh 2 EK. Tapi dengan semakin meningkatnya
kebutuhan masyarakat, meningkat pula biaya yang harus dikeluarkan. Untuk itu
reaksi 2 YN terhadap keberadaan industri biasa-biasa saja karena ada atau tidak
adanya industri, kebutuhan hidup keluarga tidak akan cukup. Sementara itu
menurut 2 SH, reaksi terhadap adanya industri sangatlah mengagetkan karena
industri dapat memberikan dampak yang positif sekaligus negatif. Dengan industri
semua menjadi serba mudah dan serba ada.
Hadirnya industri di tengah-tengah masyarakat memang memberikan
secercah cahaya bagi masyarakat yang menganggur untuk mendapatkan pekerjaan
86
yang layak. Masyarakat Desa Waluya adalah masyarakat yang agraris, kemudian
setengah dipaksa untuk menjadi masyarakat industri. Untuk membangun suatu
industri, pilihlah tempat-tempat yang di daerah itu belum ada budaya agrarisnya,
yang tempatnya tandus. Dulu Desa Waluya subur makmur, gemah ripah, sekarang
sudah mulai banyak kekeringan, hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh 1
RA.
Arah peningkatan perekonomian masyarakat setelah adanya industri sangat
meningkat secara signifikan yaitu sebanyak 30 persen sebagaimana yang
dikemukakan oleh 2 EK. Peningkatan ekonomi terjadi karena masyarakat yang
dulunya bekerja sebagai petani, gaji yang diterimanya tidak tentu tapi setelah
menjadi karyawan pabrik, gaji yang diperoleh sesuai dengan target ia bekerja.
b. Kondisi Kehidupan Masyarakat Desa Waluya sebelum dan setelah
adanya industri di bidang pendidikan, keagamaan, sosial budaya dan
ekonomi
Bidang Pendidikan
Kehidupan sosial masyarakat Desa Waluya sebelum dan setelah adanya
industri dalam berbagai bidang jelas berbeda. Perbedaan dalam bidang
pendidikan, sebelum dan setelah adanya industri tidak terlalu mencolok mungkin
dari segi fisiknya saja meningkat. Dulu
87
88
waktu lagi untuk pergi ke masjid atau pengajian. Setelah bekerja, masyarakat
merasakan bahwa waktu yang mereka miliki sangatlah berharga. Sisa waktu yang
ada digunakan untuk istirahat. Dengan demikian keluarga menjadi terlantar, anakanak kurang mendapat bimbingan dan perhatian. Pengajian anak-anak pun
menjadi berkurang karena mereka lebih tertarik menonton televisi dirumah. Hal
tersebut dirasakan oleh 2 ET.
Hal senada juga dikemukakan oleh 2 NI dan 2 SS yang menyatakan bahwa
mereka lebih merasakan kehidupan beragama sebelum masuknya industri di
desanya. Masyarakat terlihat aktif dalam mengikuti kegiatan keagamaan. Setelah
masuknya industri, masyarakat jarang terlihat mengikuti pengajian karena
terbatasnya waktu yang mereka miliki.
Prinsip keagamaan yang dipegang oleh seseorang memeng berbeda-beda.
Hal tersebut dikemukakan oleh salah satu bos ciput Al-Jaya yaitu 2 YT. Dengan
banyaknya pekerjaan, tidak mengurungkan niat untuk tetap mengunjungi
pesantren Al-Falah bersama istrinya untuk pengajian rutinan mingguan yaitu
thoriqohan. Kegiatan rutinan sudah beliau laksanakan selama satu tahun terakhir
ini. Karena walaupun sibuk, beliau masih menyempatkan diri untuk mengisi jiwa
rohaninya dengan mendengarkan pengajian di pesantren Al-Falah.
Bidang Sosial Budaya
Masyarakat Desa Waluya adalah masyarakat yang terkenal ramah, kompak
dan suka tolong menolong. Saat itu penduduk yang masih ada adalah penduduk
asli Desa Waluya yang masih memegang teguh nilai-nilai budaya leluhur dan
belum terpengaruh budaya luar. Setelah adanya industri, hal tersebut sukar
89
ditemukan. Secara fisik mareka bertetangga tapi secara bathin, hati mereka
terpisah. Tidak ada lagi kebersamaan, kegotong- royongan dan saling kerja sama
satu sama lain. Kekompakan yang dulu ada kini telah hilang, sebagaimana
dikemukakan oleh 2 SR.
Pendapat tersebut bertolak belakang dengan pendapat 2 YT. Dengan adanya
industri dapat membantu kegiatan sosial masyarakat. Industri dapat memberikan
bantuan berupa dana untuk perbaikan jalan atau rumah-rumah peribadatan. Hal
tersebut sering di lakukan oleh 2 YT.
Bidang Ekonomi
Keadaan ekonomi masyarakat sebelum adanya industri, sangatlah minim
(menurut 2 EK). Sebagian besar masyarakat Desa Waluya bermata pencaharian
sebagai buruh tani, sisanya adalah bekerja sebagai buruh bangunan, berjualan
bahkan banyak yang menganggur. Sebagian besar penghasilan mereka sangatlah
kecil. Tetapi setelah masuknya industri, terjadi perubahan dalam lapangan
pekerjaan. Sebagian besar penduduk beralih memilih bekerja di pabrik. Sehingga
penghasilan masyarakat lebih baik dari sebelumnya.
Hal senada diungkapkan oleh 2 YN, bahwa mereka lebih tertarik bekerja
disektor industri. Selain penghasilannya lebih besar, bekerja di pabrik tidak
menggunakan tenaga yang ekstra seperti menjadi buruh tani. Industri pun dapat
meningkatkan kemajuan di bidang ekonomi sehingga dapat menyekolahkan anak
sampai pendidikan atas, sebagaimana dikemukakan oleh 2 YT dan 2 SH.
Lain halnya dengan 2 SR, usaha di bidang pertanian masih tetap menjadi
usaha pokok masyarakat Desa Waluya. Hal tersebut dikarenakan rendahnya
90
tingkat pendidikan dan masyarakat tidak memiliki keahlian di bidang lain. Selain
itu masyarakat sudah terbiasa melakukan pekerjaannya sebagai petani, walaupun
banyak masyarakat yang beralih profesi menjadi karyawan pabrik.
b. Dampak yang dirasakan Masyarakat Desa Waluya akibat Industrialisasi
Hadirnya industrialisasi di tengah-tengah masyarakat membawa angin
segar bagi kehidupan mereka. Namun industrialisasi dapat memberikan dampak,
baik itu positif maupun negatif. Dampak yang dirasakan akibat adanya
industrialisasi, jelas ke arah positif sebab industrialisasi dapat menyerap tenaga
kerja khususnya pemuda-pemuda yang semula menganggur kini bekerja,
sebagaimana yang diungkapkan oleh 2 EK.
Sebagai tokoh masyarakat, 2 SR berpendapat bahwa industri dapat
berdampak positif dan negatif. Dampak positif yang dirasakan adalah dengan
adanya industri dapat menyerap tenaga kerja dan dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat. Hal tersebut senada dengan 2 ET dan 2 SS. Namun,
industri dapat berdampak negatif yaitu dapat menimbulkan sifat individualistis
(tidak saling mengenal) antar sesama anggota masyarakat, sebagaimana yang
dikemukakan 2 YN. Dampak negatif
91
92
banyaknya masyarakat Desa Waluya yang menjadi korban pencurian. Selain itu
jika ada musyawarah atau gotong-royong, pasti yang menghadiri hanya tokoh
masyarakat desa setempat saja.
Jika ada yang masyarakat meninggal, dulu masyarakat berbondongbondong mengadakan tahlilan dan pengajian, tapi setelah adanya industri hal
tersebut tidak tampak lagi, sebagaimana dikemukakan oleh 2 EK dan 2 SR. Ikatan
kekeluargaan yang sedikit demi sedikit terkikis terjadi karena sikap terbuka
masyarakat dalam menerima perubahan sehingga mengakibatkan mengendornya
rasa kekeluargaan dan kegotong royongan dalam masyarakat (menurut 2 NI).
Hal tersebut senada dengan pendapat 2 SH bahwa relasi sosial yang di
realisasikan dalam hal ikatan kekeluargaan pada masyarakat Desa Waluya
sebelum adanya industri sangat terlihat kompak dan terlihat kebersamaannya
diberbagai bidang. Misalnya kalau ada yang memperbaiki jalan desa, maka
masyarakat tanpa disuruh akan membantu pembangunan tersebut, tapi setelah
masyarakat banyak yang bekerja di pabrik, untuk melaksanakan kerja bakti pun
harus menggunakan undangan tersendiri. Tidak hanya laki-laki saja yang bekerja
dipabrik, wanita pun banyak yang bekerja dengan alasan untuk lebih memenuhi
kebutuhan hidup yang serba kekurangan. Hal tersebut menyebabkan peran ibu
bergeser yang tadinya berprofesi hanya sebagai rumah tangga saja, kini bertambah
sebagai pencari nafkah sehingga melupakan kodratnya sebagai istri bagi suaminya
dan ibu bagi anak-anaknya.
Kuantitas pertemuan sangat menentukan kualitas ikatan kekeluargaan yang
terjalin di masyarakat. Banyak masyarakat yang bekerja sehingga hubungan yang
93
terjalin sesama anggota keluarga pun tampak merenggang. Hal tersebut sangat
kontras sekali ketika masyarakat belum bekerja di pabrik. Hal tersebut diakibatkan
oleh kesibukan akan bekerja dan komunikasi dengan keluarga dan tetangga.
Kesibukan mengakibatkan masyarakat tidak lagi memiliki waktu untuk bekerja
bakti atau jaga malam (ronda), sebagaimana dikemukakan oleh 2 YT.
Ikatan kekeluargaan yang sudah ditinggalkan akibat adanya industri adalah
kebersamaan, gotong royong, yang berbau tradisional telah hilang. Masyarakat
Desa Waluya telah kehilangan nilai-nilai budaya yang dulu berlaku di masyarakat.
Hubungan dalam keluarga akan renggang atau hilang apabila kuantitas pertemuan
kurang secara langsung berpengaruh terhadap kualitas. (dikemukakan 2 EK)
Faktor yang menyebabkan renggangnya ikatan kekeluargaan yang terjadi
di masyarakat adalah tingginya mobilitas penduduk, majunya teknologi dan
kehadiran para pendatang yang datang ke Desa Waluya. Dari ketiga hal tersebut,
tidak ada yang lebih dominan, semua mempunyai peranan yang sama dalam setiap
perubahan yang terjadi di masyarakat, sebagaimana dikemukakan 2 EK.
Tokoh masyarakat yang diwakili oleh 2 SR, berpendapat bahwa pendatang
merupakan salah satu faktor pendorong yang mempunyai peranan cukup besar
dalam perubahan budaya masyarakat. Hal senada diungkapkan oleh 2 YN bahwa
pendatang memiliki peranan yang besar terhadap perubahan yang terjadi. Dengan
adanya pendatang, mereka telah memperkenalkan hal-hal yang baru yang
sebelumnya tidak diketahui oleh masyarakat.
Berbeda dengan pendapat 2 SS, majunya teknologi mengakibatkan
perubahan yang besar dalam kehidupan mereka. Dengan adanya televisi dan
94
95
orang bertambah menjadi sekitar 150 orang sampai tahun 1983. Kemudian
muncul ide bahwa semakin besar tantangan zaman, semakin besar pula wawasan
ke depan untuk bisa bersaing di tengah-tengah masyarakat.
Dari sanalah muncul ide untuk memasukan kurikulum sekolah ke
pesantren atau membuat sekolah dalam pesantren. Bukan tanpa tantangan
terutama dari para kiai tradisional murni menetang habis-habisan sekolah
dimasukan ke dalam pesantren. Hal tersebut menyebabkan semakin banyaknya
orang tua yang memasukan anaknya ke pesentren plus menyekolahkannya.
Hingga jumlah siswa menjadi 1200 orang yang tersebar di Al-Falah 1 yang
berlokasi di Cicalengka dan Al-Falah II yang berlokasi di Nagreg. Luas lokasi
sekarang berjumlah 8 ha. Jumlah bangunannya bertambah. Banyak masyarakat
yang semula menentang pesantren, kini berubah mendukung pesantren.
Sarana dan prasarana para santri di pesantren Al-Falah dari tahun ke tahun
semakin meningkat, yaitu:
1) Tahun 1972, dibangun madrasah berukuran 5 x 7 m dengan biaya dari pendiri,
wali santri dan swadya masyarakat.
2) Tahun 1974, dibangun musola berukuran 11 x 15 m yang terbuat dari kayu
dengan biaya hasil swadaya dari masyarakat.
3) Tahun 1975, dibangun asrama putra berukuran 4 x 16 m yang terbuat dari
kayu dengan biaya hasil dari swadaya masyarakat.
4) Tahun 1975, dibangun Mesjid berukuran 11 x 13m dengan biaya hasil
swadaya dari masyarakat.
96
97
98
99
pesantren
Al-Falah
telah
membuktikan
sebagai
lembaga
sosial,
100
101
pun masyarakat berada, bukan berada pada posisi memaksa tapi mengajak dan
posisi membimbing, sebagaimana dikemukakan oleh 1 RA.
Hal senada diungkapkan oleh 1 ZB yang mengatakan bahwa idealnya
pesantren harus menjadi solusioner atau pemecah masalah. Pesantren tidak harus
menarik diri dari berbagai masalah yang timbul di masyarakat. Pesantren pun
harus bertugas sebagai khoirul umul ausatuha artinya sesuatu yang paling baik
harus berada di tengah. Jika industri sudah memberikan dampak negatif bagi
masyarakat, maka pesantren bertugas sebagai penengah yang memberikan
bimbingan dan penyuluhan terhadap masyarakat, sebagaimana dikemukakan oleh
2 NI.
Ada beberapa upaya yang dilakukan oleh pihak pesantren atau kiai-kiai
khususnya K.H. Sayahid untuk tetap memelihara ikatan kekeluargaan di
masyarakat. Pesantren dan KH. Syahid berupaya agar tidak terjadi kerenggangan
baik antar santri maupun masyarakat. Pihak pesantren selalu mendekati
masyarakat, sering melakukan tukar pikiran atau pendapat dengan masyarakat.
Selain itu pesantren pun mengadakan acara rutinan dengan masyarakat yang di
adakan di pesantren sehingga terjalin tali silaturahmi dari jemaah-jemaah
pengajian. Pengajian itu sendiri rutin dilaksanakan setiap hari selasa dan minggu.
(menurut 1 ZB dan 1 RA)
Pesantren pun selalu mengadakan acara-acara atau kegiatan agar
masyarakat tahu bahwa pesantren terbuka untuk umum dan ingin merangkul
semua masyarakat. Kegiatan tersebut seperti pawai mengitari Kecamatan
Cicalengka, mengadakan wirid thoriqoh dan dengan mengadakan Forum
102
103
104
105
106
dan total, karena tidak ada perbedaan peranan yang menonjol. Tapi pada
masyarakat industri, terjadi peranan-peranan dengan pembatasanpembatasan yang agak ketat, sehingga interaksi sosial pun terjadi pada
batas-batas tertentu yang ditentukan secara struktural. Di dalam
masyarakat industri, pola interaksi sosialnya ditentukan oleh norma-norma
universalisme dan berorientasi pada kemajuan.
Dengan demikian, keberadaan industri di Desa Waluya telah mengakibatkan
perubahan situasi dan kondisi masyarakat secara cepat. Industri telah melahirkan
suatu gejala percampuran kebudayaan antara budaya tradisional dan modern yang
menimbulkan dampak positif dan negatif di masyarakat.
b. Relasi Sosial Yang Terjadi Pada Masyarakat Industri Di Desa Waluya
Perubahan-perubahan sosial tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan
karena perubahan kebudayaan merupakan bagian dari perubahan sosial yang
terjadi di masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan ciri khas bagi semua
masyarakat, baik itu masyarakat tradisional maupun modern. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Soekanto (2002: 343) bahwa:
Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya, karena setiap
masyarakat akan mengalami perubahan yang terjadi secara lambat
ataupun secara cepat. Perubahan yang terjadi tidak akan berhenti pada satu
bidang saja, melainkan akan diikuti oleh perubahan-perubahan pada
bidang lainnya.
107
108
109
bekerja mulai dari pukul 02.00-22.00 WIB. Keseharian mereka digunakan untuk
bekerja karena menurut mereka waktu adalah uang (time is money).
Datangnya penduduk baru ke suatu daerah berarti hadirnya sekelompok
orang dari daerah lain. Peristiwa tersebut menyebabkan terjadinya pertemuan dua
budaya yang berbeda yaitu budaya yang dibawa oleh pendatang dan budaya
masyarakat setempat (budaya lokal). Bagi penduduk setempat akan mengalami
proses penerimaan, sedangkan bagi kelompok pendatang akan mengadakan proses
penyesuaian. Baik pendatang ataupun pribumi akan sama-sama mengalami proses
perubahan. Seperti yang diungkapkan oleh Soekanto (2002: 352) bahwa:
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial dan
perubahan kebudayaan mungkin sumbernya di dalam masyarakat itu
sendiri ataupun sebaliknya, yang dapat berupa penemuan baru (invension),
pertumbuhan penduduk (population) atau kebudayaan (cultural).
Kehadiran pendatang pekerja pabrik yang tinggal di Desa Waluya telah
membawa pengaruh terhadap pergeseran nilai-nilai dan norma seperti yang
dikemukakan oleh salah satu informan yaitu mahasiswa tingkat 3 STAI Al-Falah
Cicalengka yaitu:
Dahulu sebelum remaja bekerja di pabrik, penampilan dan perilakunya
tidak neko-neko. Tapi sekarang ketika sudah bekerja di pabrik, banyak
remaja laki-laki yang memakai tindik di telinganya, pakaian wanitanya
pun serba ketat, padahal mereka masih mampu membeli pakaian yang
lebih layak. Dari mana mereka bisa membeli pakaian dan menindik
telinga kalau mereka tidak punya uang, uang mereka peroleh dari gaji
yang mereka dapat karena bekerja di pabrik.
Dari keterangan di atas terlihat ada keterkaitan antara pergeseran nilai dan
kebiasaan pendatang. Kehadiran pendatang mengkibatkan adanya ledakan
penduduk yang sangat pesat. Pendatang menyebabkan timbulnya budaya baru
yang berpengaruh terhadap budaya asli masyarakat setempat khususnya para
110
111
112
113
114
115