Air Minum Isi Ulang
Air Minum Isi Ulang
BISNIS air minum isi ulang atau lebih populer dengan sebutan "depot air minum" belakangan ini
mengalami sorotan dari pihak tertentu. Hal ini tentu saja berasal dari para pesaingnya karena usaha
ini sangat menjanjikan keuntungan. Usaha depot air minum merupakan salah satu alternatif bisnis
skala kecil yang mandiri dengan modal yang relatif kecil dengan tujuan membantu masyarakat akan
kebutuhan air minum yang murah dan sehat serta praktis tanpa harus repot-repot memasaknya lagi.
Akan tetapi, di lain pihak, keberadaan depot air minum akan menurunkan omzet penjualan air
minum dalam kemasan (AMDK) yang sudah lebih dari 20 tahun menguasai pasaran di Indonesia.
Di sini pemerintah harus segera turun tangan untuk melindungi usaha depot air minum yang begitu
sudah menjamur di kota-kota besar wilayah Indonesia. Usaha yang dapat dilakukan oleh
pemerintah, antara lain: 1. mengadakan sertifikat laik higiene sanitasi depot air minum. Hal tersebut
menyangkut, a) kualitas air minum yang akan dijual, meliputi, kualitas fisik air baku; kualitas
sarana pengangkutan dari sumber mata air; kualitas fasilitas produksi air minum termasuk tenaga
penjamahnya; kualitas air minum dari aspek kimiawi dan bakteriologi.
b) Kualitas kesehatan lingkungan depot air minum, meliputi: kualitas sarana depot air minum,
terdiri dari sarana kelengkapan kebersihan; kualitas lingkungan pendukung, bebas dari debu dan
yang lainnya yang dapat mencemari air minum.
2. Mengadakan pengawasan implementasi sertifikasi laik higiene sanitasi, dengan maksud, a)
menjaga kualitas air minum depot isi ulang secara teratur menjamin kemanan produk bagi
konsumen; b) menjaga kualitas sarana produksi dan kualitas sumber air baku serta kualitas alat
pengangkutan air baku.
3. Mengadakan kerjasama dengan asosiasi/wadah para pengusaha atau pemilik depot air minum,
dengan maksud, a) Sebagai wadah untuk menjembatani kepentingan produsen, konsumen, dan
pemerintah sebagai pembina bantuan teknis demi meningkatkan kualitas depot-depot tersebut; b)
sebagai mitra dalam menyosialkan berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Kelangsungan usaha depot air minum ini sangat bergantung pada beberapa hal antara lain,
kelangsunagn penyediaan sumber air baku; kepercayaan masyarakat terhadap kualitas depot-depot
air minum, dan juga pembinaan dari pemerintah yang kontinu.
Kepercayaan masyarakat terhadap depot air minum sangat bergantung kepada pengusaha depot itu
sendiri, apakah pemilik tersebut mau mengikuti praturan pemerintah, seperti peraturan Menteri
Kesehatan No. 907 Tahun 2002 tentang pengawasan air minum pada depot isi ulang dan peraturan
Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 2002 tentang pengawsan air baku untuk air minum.
Bagi pengusaha depot air minum, agar selalu eksis usahanya, tentu mereka harus mengikuti apa
yang dianjurkan oleh pemerintah, seperti mengikuti program sertifikasi laik higiene sanitasi depot
air minum tersebut di atas. Yang tidak kalah pentingnya, tentu harus memiliki legalitas usahanya.
Bagi konsumen, dianjurkan untuk lebih selektif dalam memilih depot air minum. Pilihan depotdepot air minum yang sudah terakreditasi dan tersertifkasi oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota
sebagai penjamin kualitas air minum dengan memerhatikan aspek kualitas air baku, kualitas
sanitasi, dan kelengkapan fasilitas produksi.
Bagi pengusaha pembuat depot, tentu harus diperhatikan aspek kualitas fasilitas depot. Jangan
sampai calon pemilik depot dirugikan karena tidak memiliki pengetahuan tentang peralatan depot
sehingga air minum yang diproduksinya mengandung hal-hal yang dapat membahayakan kesehatan
konsumen dan meragukan kehalalannya karena media yang dipakai untuk filterisasinya
mengandung hal yang diharamkan.***
Penulis adalah pengusaha depot air minum di Kompleks Margahayu Raya Bandung.
Hal itu mengindikasikan bahwa ada perbedaan dalam karakteristik air baku, teknologi produksi, dan atau
proses operasi dan pemeliharaan yang diterapkan di depot isi ulang. Hasil studi sempat menjadi perhatian
publik karena pada beberapa sampel ditemukan adanya kontaminasi mikroorganisme. Sekitar 16 persen
dari sampel tersebut terkontaminasi bakteri coliform, yang mengindikasikan buruknya kualitas sanitasi depot
air minum isi ulang.
Bakteri coliform merupakan parameter mikrobiologis terpenting kualitas air minum. Kelompok bakteri
coliform terdiri atas Eschericia coli, Enterobacter aerogenes, Citrobacter fruendii, dan bakteri lainnya.
Meskipun jenis bakteri ini tidak menimbulkan penyakit tertentu secara langsung, keberadaannya di dalam air
minum menunjukkan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, air minum harus bebas dari semua jenis
coliform.
Semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri coliform, semakin tinggi pula risiko kehadiran bakteri-bakteri
patogen lain yang biasa hidup dalam kotoran manusia dan hewan. Salah satu contoh bakteri patogen-yang
kemungkinan terdapat dalam air terkontaminasi kotoran manusia atau hewan berdarah panas-adalah
Shigella, yaitu mikroba penyebab gejala diare, deman, kram perut, dan muntah-muntah.
Jenis bakteri coliform tertentu, misalnya E coli O:157:H7, bersifat patogen dan juga dapat menyebabkan
diare atau diare berdarah, kram perut, mual, dan rasa tidak enak badan.
Sisi positif
Tanpa bermaksud memperpanjang pro dan kontra tentang studi tersebut, hasil-hasil studi dapat
dimanfaatkan sisi positifnya, baik oleh pemerintah (khususnya Departemen/Dinas Kesehatan), produsen
atau asosiasi pengusaha air minum depot isi ulang (Aspada), maupun masyarakat umum sebagai
konsumen.
Pengawasan kualitas AMDIU secara reguler oleh pemerintah amat penting untuk menjamin keamanan
produk bagi konsumen. Target utama untuk pengawasan adalah sumber air, teknologi produksi, dan proses
operasi serta pemeliharaan fasilitas.
Pemerintah hendaknya segera mengimplementasikan secara efektif regulasi untuk industri ini (Keputusan
Menkes No 907/Menkes/SK/VII/2002) dan menyediakan bantuan teknis demi meningkatkan kualitas depotdepot itu serta melindungi keselamatan konsumen.
Pelaksanaan tes dan pemeriksaan sampel AMDIU secara teratur oleh laboratorium pihak ketiga yang
independen sangat penting untuk mendukung hasil pengawasan kualitas oleh pemerintah.
Produsen AMDIU diharapkan untuk lebih memperhatikan masalah kualitas produk dan mempertimbangkan
untuk menerapkan proses produksi dan sanitasi yang lebih baik serta menggunakan sumber air yang
berkualitas tinggi. Pemilik depot isi ulang harus memberikan informasi yang lengkap dan akurat kepada
konsumen mengenai produk depot air minum isi ulang.
Konsumen AMDIU dianjurkan untuk lebih memperhatikan aspek kualitas, antara lain dengan menilai
kelengkapan fasilitas produksi, sumber air, dan kualitas sanitasi. Untuk mengantisipasi adanya ancaman
kesehatan dari mikroba berbahaya yang mungkin ada, konsumen dapat melakukan usaha-usaha desinfeksi
tambahan, misalnya dengan mendidihkan selama minimum dua menit.
DR IR SUPRIHATIN Staf Pengajar Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB
Isi Ulang Air dalam Kemasan Hanya Boleh Bagi Pemegang Merek
03 Desember 2003
TEMPO Interaktif, Jakarta:Produsen air minum dalam kemasan (AMDK) kini boleh
berlega hati. Pasalnya, kemasan air minum yang mereka miliki hanya boleh diisi ulang oleh
perusahaan pemegang merk tersebut. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan Nomor 705/MPP/Kep/11/2003 tentang Persyaratan Teknis Industri Air Minum
Dalam Kemasan dan Perdagangannya.
Salinan Keputusan Menperindag yang diterima Tempo News Room, Rabu (3/12) ini,
menyebutkan dalam Bab VI tentang Kemasan yaitu pasal 9 ayat 3 disebutkan kemasan suatu
merk AMDK pakai ulang hanya boleh diisi ulang oleh perusahaan pemilik merk yang
bersangkutan.
Pernyataan ini seakan menjawab berbagai keluhan pengusaha AMDK yang beberapa waktu lalu
sempat mengeluhkan banyaknya galon mereka yang digunakan oleh depot air minum isi
ulang. Penyebabnya, pengusaha depot rata-rata tidak menyediakan galon sendiri. Padahal,
pengusaha AMDK sudah menginvestasikan dananya ke galon tersebut.
Ketentuan ini, tentu berdampak langsung pada industri t air minum isi ulang yang sejak lima
tahun terakhir ini mengalami pertumbuhan pesat. Apalagi hasil survei terhadap sejumlah depot
air minum isi ulang tersebut, yang dilakukan Forum Komunikasi Pengelolaan Kualitas Air
Minum Indonesia (Forkami) mengindikasikan produk mereka tercemar bakteri coliform.
Persisnya, survei terhadap 96 depot dari 1.200 depot air minum yang terdapat di Jakarta,
ternyata 19,79 persen telah tercemar bakteri coliform dan sebanyak 5,21 persen tercemar
bakteri coli tinja (e-coli).
Akibatnya Departemen Kesehatan (Depkes) dan Deperindag ditengarai lalai melakukan
pengawasan. Untuk itu, Deperindag sepertinya tidak mau lagi kecolongan dengan menyiapkan
sejumlah aturan seperti Keputusan Menperindag Nomor 705/MPP/Kep/11/2003 yang baru
ditandatangani 21 November lalu.
Selain itu, Deperindag juga memperketat pengawasan mutu air minum sesuai Standar
Nasional Indonesia (SNI) yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) dan berlaku
secara nasional. Tepatnya, ini tertuang dalam pasal 12 yang terangkum dalam Bab VIII
tentang Pemasaran. Yaitu, AMDK yang diedarkan atau dipasarkan harus memenuhi SNI sesuai
Ketentuan Menperindag tentang SNI.
Selain itu, produk ini juga harus dilengkapi dengan nomor MD/ML, yaitu kode dan nomor
pendaftaran yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan untuk makanan
produksi dalam negeri/luar negeri.
Artikel:
Air minum merupakan kebutuhan pokok dan vital. Di Jakarta telah terbangun kurang
lebih 1500 Depot Air Minum Isi Ulang. Tersebar merata di beberapa sudut jalan bahkan
di dalam lintasan gang kecil di daerah yang padat. Ekonomi kerakyatan sebuah citacita. Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh rakyat untuk melayani kebutuhan rakyat
dengan tenaga yang relatif dengan ketrampilan yang sederhana. Dengan penggunaan
air minum dengan tabung selain mudah dan praktis dengan penampilannya akan
sedikit mengangkat pristise di dalam suatu kehidupan rumah tangga. Demikian juga
prestise dalam suatu lingkungan wilayah, sebagai indikasi adanya kegiatan ekonomi
sedikit maju, seperti adanya kegiatan mesin fotocopy, warung telepon, rumah
makan/restoran, perbengkelan kendaraan bermotor, klinik/pelayanan kesehatan, jalur
transpotasi dan lain sebagainya.
Bila kegiatan penyediaan air minum ini dilihat dari aspek ekonomi, paling tidak
memberikan pembelajaran dan peningkatan kreativitas rakyat dalam memenuhi
kebutuhan pokoknya. Konsumennya besar, kebutuhan sehari-hari, mudah di jangkau
dan kompetetif untuk memenuhi kebutuhan seluruh keluarga. Disamping itu geliat
ekonomi ini mendongkrak juga kegiatan ekonomi ikutan lainnya. Dengan demikian,
maka dapat menyumbang (walaupun tidak spektakuler) dalam pengentasan
kemiskinan dan pengangguran.Untuk menumbuhkan dan meningkatkan geliat dan
perannya, perlu pembinaan dan pengawasan baik untuk kepentingan survival dan
suksesnya usaha maupun perlindungan terhadap konsumennya. Survival dan
suksesnya usaha ada beberapa faktor yang harus diperhatikan yaitu :
(1) sumber air bakunya, harus tersedia baik kuantitasnya maupun kualitasnya, dan
tidak mengganggu keberlanjutan sumberdaya air dan tidak merusak ekosistenmya, (2)
proses pengolahan, peralatan harus memenuhi spesifikasi minimal untuk dapat
mengolah air baku yang menghasilkan air yang siap diminum yaitu memenuhi syaratsyarat air minum yaitu syarat fisik, kimiawi dan bakteriologis. (3) dilandasi dan
ditaatinya peraturan perundang-undangan yang jelas.
Sumber air baku, tidak sembarangan, diperoleh dari berbagai sumber yaitu dari air
tanah seperti mata air (pegunungan),sungai bawah tanah, busong dan sumur bor,
yang terlindungi, air permukaan seperti air danau, air sungai, air laut dan gunung es.
Air baku harus memenuhi syarat-syarat baik struktur fisis, kimiawi maupun
bakteriologis. Sumber air baku harus tetap terjaga dan terpelihara keberlanjutannya
(ingat tragedi penggundulan hutan). Ekosistem tidak terganggu, tidak hanya dilihat
dari sistem hidrologinya saja tetapi sistem kehidupan secara itentitas, termasuk
dampak dan konflik sosialnya.
Persepsi masyarakat atau pasar, depot air minum isi ulang ini air bakunya adalah
berasal dari sumber mata air pegunungan yang memenuhi syarat-syarat kesehatan
yaitu rasanya segar, dingin, tidak berbau, tidak berwarna, pH normal dan TDS rendah.
Dalam kenyataannya tidak demikian, air baku dapat diambil dari berbagai sumber
seperti tersebut diatas. Air tanah, memiliki karakter-karakter tertentu dan berberda
satu dengan lainnya. Bisa mengandung mineral-mineral atau garam-garam yang
cukup tinggi akibat dari pengaruh lapisan dan batuan dibawah tanah yang dilalui oleh
air tanah tersebut. Sedangkan air permukaan kualitasnya sangat dipengaruhi oleh
kondisi lingkungannya dan perilaku manusia dan sanitasi sekitarnya. Dan kualitas air
yang siap diminum masih tergantung pula pada beberapa faktor yang lain.
Peraturan dan perundangan-undangan yang sudah ada yang terkait dengan kegiatan
usaha ini diefektifkan segera seperti peraturan peurundang-undang tentang
pengawasan kualitas air, pembinaan dan pengawasan industri kecil dan atau rumah
tangga, perbankan dalam mendukung usaha. Peraturan dan perundang-undangan
yang belum ada tetapi dipandang penting perlu segera disusun dan diterbitkan baik
berupa di tingkat pusat maupun di tingkat daerah yang berupa peraturan daerah.
Kalau belajar kepada negara-negara maju, maka sebagian besar usaha Air Minum Isi
Ulang ini tidak mendapat tempat dan dukungan. Kenapa ? Secara mudah jawabannya
adalah persaingan bisnis. Ekonomi lemah dan atau kerakyatan akan kalah dengan
perekonomian kuat apalagi yang bersifat kapitalistik.
Mencermati hasil-hasil survai yang dilakukan oleh Forum Komunikasi Pengelola Air
Minum Indonesia, bahwa Depot Air Minum Isi Ulang yang diteliti dari 96 Depot air
Minum Isi Ulang 20% tercemar Bakteri coliform. Kalau disimpulkan secara kasar
kurang lebih terdapat 300 Depot Air Minum Isi Ulang di Jakarta tercemar, tidak layak
untuk konsumsi air minum. Salah satu persyaratan air minum adalah 0 bakteri
koliform. Sanksi dan tindakan apa yang dikenakan terhadap depot yang
bersangkutan ? Belum ada peraturan perundangan yang mengatur tentang Depot Air
Minum Isi Ulang. Paling-paling sanksi moral, tidak laku kalau konsumennya mengerti
dan paham akan bahaya terhadap kesehatannya. Berapa keluarga dan atau berapa
orang termasuk bayi dan anak dibawah lima tahun yang rawan terhadap diare telah
tercemar ingin keluar dari cemaran air minum yang bersumber dari air tanah di
Jakarta (39% air minum perkotaan tercemar bakteri coli tinja) masih harus tercemar ?
Jangan terjadi seperti istilah "keluar dari mulut singa masuk ke mulut buaya ? Masih
tetap sama-sama nasibnya !
Pemerintah dalam hal ini perlu segera turun tangan dalam arti mendorong geliat
ekonomi kerakyatan ini dengan melalui beberapa aspek. Salah satunya adalah
membina dan mengawasai aspek kualitas produksinya. Untuk membina dan
mengawasai aspek produksi ini melalui beberapa pendekatan, sebagai berikut:.
Pertama pedekatan ketenagaan, yaitu tenaga pengelola perlu dibina dan diawasi
kemampuan teknis operasionalisasi peralatannya dan kemampuan berperilaku bersih
dan sehatnya baik untuk dirinya maupun lingkungan termasuk menghandel air minum
agar tepat bersih dan sehat. Untuk ini pemerintah bersama masyarakat profesional
perlu menyediakan / memberikan pelatihan-pelatihan di bidang operasionalisasi teknis
peralatan dan kesehatan khususnya kemamapuan berperilaku bersih dan sehat dan
menghandel air minum yang bersih, sehat memenuhi persayaratan kesehatan.
Kedua, pendekatan peralatan teknis untuk pengelolaan/ processing air baku menjadi
air minum yang memenuhi persyaratan teknis (persyaratan minimal dengan
spesifikasi yang jelas dan terukur). Upaya ini diperlukan untuk menjaga dan
memelihara kemampuan dan fungsi peralatan dalam pengolahannya air baku
sehingga menghasilkan air minum yang sehat. Air minum yang memenuhi syarat
kesehatan yaitu persyaratan fisik, kimiawi dan bakteriologis. Masyarakat tidak
terpesona hanya karena daya tarik warna-warni sinar dari peralatannya saja.
Geliat ekonomi kerakyatan di bidang pemenuhan kebutuhan pokok ini perlu segera
mendapat perhatian (respons) dan turun tangannya tidak hanya pihak pemerintah
tetapi juga para profesional termasuk organisasi profesionalnya yang memiliki
I. PENDAHULUAN
Sistem penyediaan air minum yang ada di dunia bermacam-macam jenisnya,
dibedakan menurut ciri: sumber air, cara pengolahan, distribusi dan penyelolaannya.
Sekarang ini muncul ide baru sistem penyediaan air minum yang mirip seperti Pom
Bensin atau Pangkalan Minyak Tanah, sehingga nanti ada semacam Pom Air Minum
atau Pangkalan Air Minum yang buka di tempat-tempat yang strategis.
Tujuan atau cita-cita setiap sistem penyediaan air minum yang diselenggarakan oleh
pemerintah maupun oleh swasta di setiap negara adalah menyediakan air minum
yang aman untuk diminum orang secara langsung, baik dari kran atau dari botol
kemasan.
Perusahaan Air Minum (PAM) adalah instalasi yang bertanggung-jawab dalam
penyediaan air minum untuk penduduk perkotaan, dengan ciri sistem distribusi airnya
dengan menggunakan sistem perpipaan. Selain Perusahaan Air Minum (PAM), sistem
penyediaan air minum kepada masyarakat konsumen telah berkembang meniru
perdagangan barang-barang kemasan lainnya; air minum telah diperdagangkan dalam
kemasan dengan berbagai ukuran: gelas, botol, galon dan tangki. Skala perdagangan
air minum kemasan kepada masyarakat konsumen yang semakin meningkat serta
tuntutan semakin harus efektifitas dan efisien, telah melahirkan ide baru Depot Air
Minum atau Pangkalan Air minum.
Jika Depot Air Minum atau Pangkalan Air Minum, akan diijinkan oleh pemerintah dan
masyarakat; permasalahannya adalah bagaimana persyaratan kesehatan/sanitasi
yang harus dipenuhi, agar masyarakat konsumen terlindung dari penularan penyakit,
gangguan kesehatan dan kerusakan mutu air minum. Jawaban dari permasalahan ini
tidaklah mudah karena perlu dikaji secara cermat mulai dari tataran prinsip, desain
dan teknis operasinalnya.
Prinsip umum pengamanan sistem penyediaan air minum adalah mengacu pada
penyediaan air minum dengan sistem perpipaan yang telah lama berkembang, dari
berbagai literatur yang oleh penulis pandang perlu adalah sebagai berikut:
Teknologi pengolahan air baku, untuk menghasilkan air minum memenuhi syarat
kesehatan, wujud teknologi instalasi pengolahan air minum telah berkembang dalam
raksasa, sedang, mini dan portable.
1. Teknologi distribusi/transportasi air minum yang saniter dari hulu sampai ke hilir
atau dari instalasi penyolahan sampai ke masyarakat konsumen; dengan
kondisi:
Kedap keluar/kedalam
Langsung/tak terputus-putus
Dari persyaratan ini sistem yang baik adalah sistem perpipaan, bahan maupun
tekniknya semakin berkembang guna mengamankan dari bahaya cross conection atau
kontaminasi cemaran dari dalam dan dari luar perpipaan.
2. Teknologi desinfeksi dinamis dalam sistem perpipaan berupa residual chloor
aktif, yang mendisinfeksi kontaminasi kuman yang mungkin terjadinya karena
cross conection selama perjalanan air dari hulu sampai ke hilir.
3. Manajemen kualitas air minum, dengan mengembangkan sistem control atau
monitoring kwalitas air minum (pisik, kimia, mikrobiologi dan radiologik) dengan
cara observasi, water test kit dan laboratorium secara terprogram dan
transparan kepada masyarakat.
4. Perlindungan hukum, harus dapat ditegakkan bahwa kualitas air sejak dari hulu
sampai ke hilir atau dari sumber air ke instalasi pengolahan air sampai ke
masyarakat konsumen secara hukum menjadi tanggung jawab perusahaan. Jika
ada risiko kesehatan yang disebabkan karena air akan menjadi tanggung jawab
perusahaan air minum. Dengan demikian harus ada uparya pengamanan dari
adanya pemalsuan, pencampuran dan penjamahan terhadap airnya.
5. Ada tenaga khusus profesi Sanitarian/Kesehatan Lingkungan, hal ini perlu sekali
mengingat kompleknya permasalahan dan upaya kesehatan pada sistem ini.
III. IMPLEMENTASI PRINSIP UMUM PADA PERSYARATAN SANITASI DEPOT AIR
MINUM
Dengan mengacu pada prinsip umum pengamanan sistem penyediaan air minum di
atas, maka analisis persyaratan sanitasi untuk Depot Air Minum adalah sebagai
berikut:
1. Teknologi pengolahan air baku untuk menghasilkan air minum memenuhi syarat
kesehatan pada industri air minum kemasan atau pada Depot Air Minum tidak
seberat seperti pada Perusahaan Air Minum (PAM). Umumnya industri
air minum kemasan sumber airnya dari mata-air atau dari PAM dengan kwalitas
pisik, kimia, bakteriologi dan radiologik sudah baik, sehingga tidak banyak
melakukan pengolahan. Pengolahan air yang lazim dilakukan adalah desinfeksi
dengan cara: ozonisasi (O3), penyinaran ultra violet, tidak dengan cara
chloorinasi sehingga tidak ada residual chloor.
Tujuannya adalah penjaminan kwalitas air yang memenuhi syarat kesehatan di
sepanjang proses produksi.
Implementasi prinsip ini pada persyaratan sistem Depot Air Minum adalah:
Persyaratan desinfeksi
2. Teknologi distribusi /transportasi air minum dari hulu sampai ke hilir atau dari
instalasi penyolahan sampai ke masyarakat konsumen pada sistem Depot Air
Minum tidak dengan sistem perpipaan, mungkin dengan kendaraan Tujuannya
adalah penjaminan kwalitas air yang memenuhi syarat kesehatan di sepanjang
proses distribusi dari kontaminasi pencemar atau cross conection .
Implementasi prinsip ini pada persyaratan sistem Depot Air Minum adalah:
Persyaratan sanitasi alat bantu distribusi: kran, fitting, gayung, slang, pompa,
alat pengukur, indikator dan lain yang dibutuhkan
3. Teknologi desinfeksi dinamis, seperti residual chloor aktif pada sistem Depot
Air Minum perlu dikaji lebih lanjut. Upaya ini hampir pasti sulit untuk
dilaksanakan karena air kemasan akan langsung diminum, bau chloor akan
merusak aroma air. Pertanyaan berikutnya adalah apakah ozonisasi (O3),
penyinaran ultra violet akan menghasilkan residu desinfektan, jika jawabannya
ya, maka inplementasi prinsip ini tidak ada masalah. Selanjutnya jika
jawabannya tidak, maka sistem distribusinya prinsip langsung dan kedap
harus dapat diandalkan, atau mencari alternatif bahan desinfektan aktif yang
punya aroma baik.
4. Manajemen kualitas air minum, dengan mengembangkan sistem control atau
monitoring kwalitas air minum secara pisik, kimia, mikrobiologi dan radiologik
baik dengan cara observasi, water test kit dan laboratorium secara terprogram
dan transparan kepada masyarakat.
Tujuannya adalah untuk mempertahankan/meningkatkan kwalitas air minum.
Implementasi prinsip ini pada persyaratan sistem Depot Air Minum adalah:
3. Perlindungan hukum, harus dapat ditegakkan bahwa kualitas air sejak dari
instalasi pengolahan sampai ke masyarakat konsumen atau dari hulu sampai ke
hilir secara hukum menjadi tanggung jawab perusahaan.
Tujuannya adalah adanya payung hukum untuk mendisiplin pengusaha,
melindung masyarakat dan mencegah tindak kejahatan pemalsuan, sabotase
dan lain sebagainya.
Implementasi prinsip ini pada persyaratan sistem Depot Air Minum adalah:
Persyarakatan segel
3. Ada tenaga khusus profesi Sanitarian/Kesehatan Lingkungan, hal ini perlu sekali
mengingat kompleknya permasalahan dan upaya kesehatan pada sistem ini.
Tujuannya untuk menopang atau memberi fondasi manajemen usaha
penyediaan air minum yang profesional, khusus produk yang hygienis/saniter.
Implementasi prinsip ini pada persyaratan sistem Depot Air Minum adalah:
PRINSIP
ITEM
CODE
REGULATION
Pada pengisian matrik di atas, prinsip dapat kita tuliskan, namun untuk dapat menulis
tentang isi: item, code dan regulation kita harus mengkaji secara mendalam dari
wujud dan kegiatan nyata Depot Air Minum itu. Jika tidak mungkin, kita dapat
mengkaji simulasi dari blue-print, model, maket atau deskripsinya.
Situasi dan kondisi masing-masing Depot Air Minum di lapangan tentunya berbedabeda, oleh karena itu maka perlu adanya persyaratan umum dan persyaratan khusus.
Persyaratan umum dapat dibuat di tingkat nasional, sedang persyaratan khusus dibuat
di tingkat lokal.
Keterangan Pers Badan POM RI No. KH.00.01.4.23.2003 tentang Hasil Pengujian Lab Atas Kualitas Air
Pada Depo Air Minum (Isi Ulang)
Dewasa ini kecenderungan keberadaan Depo Air Minum (Isi Ulang) terus
meningkat sejalan dengan dinamika kebutuhan masyarakat terhadap air minum yang
bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.
907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum,
maka pengawasan terhadap mutu air minum pada Depo Air Minum (Isi Ulang) adalah
menjadi tugas dan tanggung jawab dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Mengingat dan mempertimbangkan manfaat air minum yang diolah oleh usaha Depo
Air Minum tersebut dan upaya perlindungan bagi masyarakat, maka Badan POM RI
pada bulan Mei 2003 telah melakukan sampling dan pengujian laboratorium terhadap
mutu air yang diolah oleh Depo Air Minum (Isi Ulang) di 5 Kota mencakup 95 Depo
yaitu Jakarta (29 Depo), Medan (9 Depo), Bandung (20 Depo), Semarang (14 Depo)
dan Surabaya (23 Depo). Fokus pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan POM RI
adalah: sumber air baku yang digunakan, proses sterilisasi dan pengambilan
contoh produk untuk dilakukan pengujian laboratorium.
Air baku yang digunakan sebagian besar berasal dari Sumber Mata Air yang
diangkut dengan tangki (78 Depo), air PAM (10 Depo) dan Air Tanah. Sedangkan
proses sterilisasi yang digunakan dalam proses pengolahan air minum adalah
sebagai berikut:
Air minum yang diproduksi oleh Depo Air Minum (Isi Ulang) yang memenuhi syarat
mutu, tentu sangat bermanfaat bagi masyarakat karena harganya relatif terjangkau
oleh daya beli masyarakat luas. Namun jika air minum tersebut mutunya tidak
memenuhi syarat maka akan berisiko bagi kesehatan konsumennya.
Depo Air Minum (Isi Ulang) yang tidak memenuhi syarat karena kandungan mikroba
berdasarkan hasil pengujian laboratorium Badan POM RI adalah sebagai berikut:
Bandung karena kandungan mikroba E. coli di 4 Depo ( 5 A-Qua, Desi, Sellaqua dan
Vistaqua)
Jakarta karena kandungan mikroba Coliform dan Salmonella di 1 Depo (TQN 165
Meruya Selatan, Kembangan)
Jakarta karena kandungan mikroba Coliform di 3 Depo (Amira, Aquariz dan Extraqua)
Tangerang karena kandungan mikroba Coliform di 2 Depo (H2O dan Global)
Medan karena kandungan mikroba E. coli dan Coliform di 2 Depo (Argo Refilindo
dan Azure)
Surabaya karena kandungan mikroba Coliform di 6 Depo (Aga, Agua, Agura, Agung,
Sari Tirta dan Tirta Lestari).
Air minum yang diproduksi oleh Depo Air Minum (Isi Ulang) dan dijual kepada
masyarakat harus terjamin mutu dan keamanannya. Untuk itu kepada pihak-pihak
yang terkait, Badan POM RI mengajukan hal-hal sebagai berikut:
1.
Sebelum Depo Air Minum (Isi Ulang) diperbolehkan memproduksi dan menjual air
minum yang diolahnya, semestinya Sistem Pengolahan Air Minum dari Depo yang
bersangkutan harus mendapatkan sertifikasi dari institusi/lembaga yang memiliki
kompetensi.
2.
Sekurang-kurangnya setiap 6 bulan sekali diwajibkan kepada Depo Air Minum (Isi
Ulang) untuk memeriksakan produknya kepada Laboratorium yang telah memperoleh
akreditasi dan melaporkan hasilnya kepada instansi terkait.
Demikian hal-hal yang perlu disampaikan oleh Badan POM RI untuk menjadi
perhatian semua pihak.
H. Sampurno
1.Air hasil dari alat tersebut masih bercampur bakteri/ bakteri tidak mati.
2.Didalam galon kosong (yang akan diisi) ada bakteri.
3.Ruang pengisian air ke dalam galon ada bakteri.
Hal semacam ini juga berkaitan erat dengan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
Kami jelaskan ke 3 hal diatas dan hubunganya dengan HACCP untuk menjaga kwalitas air dari
System Kongou.
Masahiro Aizawa
Engineer CV.J-tech Intelligence International
Pusdiknakes, Jakarta - Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Sujono, SKM, MSPH
memperingatkan agar masyarakat berhati-hati dalam mengkonsumsi air minum dari depo pengisian air
minum isi ulang. Masyarakat harus benar-benar meneliti apakah semua proses pengambilan, pengolahan
hingga pengemasan benar-benar dilakukan oleh pengelola depo.
Jika proses tersebut menyalahi standar baku, dikhawatirkan air minum isi ulang tersebut tidak memenuhi
syarat-syarat kesehatan. "Prosesnya sebenarnya bagus, tapi kalau ketentuan yang ada diikuti. Proses yang
harus diamati adalah mulai dari proses pengambilan bahan baku, penampungan, difilter dan sebelum
masuk ke bak penampungan terlebih dahulu diidesinfektan dahulu. Proses standarnya sebenarnya bagus
tapi pelaksanaannya tentunya tergantung pengelola depo itu sendiri," ujar Sujono kepada Pusat Diknakes
ketika ditemui di ruang kerjanya Kamis siang.
Seharusnya, kata Sujono, pemerintah mempublikasikan data yang memuat depo-depo mana yang kualitas
airnya terjamin. Data ini dapat dimanfaatkan masyarakat untuk mengetahui air dari depo mana yang aman
dan yang tidak.
Sujono juga menyatakan, agar masyarakat tidak beranggapan bahwa air minum yang layak dikonsumsi
hanyalah air dalam kemasan. "Karena, air sumur juga memiliki kualitas baik asal kontruksi sumurnya
memenuhi syarat kesehatan serta bukan air serapan. Jika ingin yakin, periksakan sampel air ke lab," ujar
Sujono.
Guna memastikan apakah air sumur benar-benar layak dikonsumsi, harui dilakukan perebusan. "Seluruh
bakteri mati, kecuali bahan kimia. Termasuk, e coli yang menandakan cemaran tinja juga mati," kata
Sujono. (iis)
Kelangkaan air bersih layak minum, seperti yang biasa terjadi pada saat musim kemarau menjadi inspirasi
awal lahirnya produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Produk ini menggunakan sumber air pegunungan
sebagai bahan bakunya. Kehadiran AMDK awalnya memberi solusi bagi masyarakat kota akan kebutuhan
air layak minum. Namun, seiring tingginya permintaan pasar, harga AMDK terus melambung. Tanpa disadari
air bersih lama-kelamaan menjadi barang mahal dan mewah, dan hanya dapat dijangau oleh masyarakat
kelompok ekonomi menengah atas.
Sebaliknya, harga AMDK yang terus melambung seiring harga kebutuhan pokok, malah membuka celah
bisnis baru yaitu, dengan munculnya Air Minum Isi Ulang (AMIU). Harga air minum yang bisa diperoleh di
depot-depot begitu itu bisa sepertiga hingga seperempat dari harga AMDK. Dengan harga Rp 2.500 rupiah,
masyarakat mengengah kebawah kini dapat menikmati air bersih yang murah melalui depot-depot yang
biasanya berdiri ditengah pemukiman masyarakat. Belakangan banyak orang yang terjun pada bisnis ini.
Dengan modal usaha yang tidak terlalu besar yaitu sekitar Rp 30-70 juta, bisnis baru ini berkembang bak
jamur di musim hujan. Bisnis ini bahkan sudah menjangkau sampai pada tingkat kelurahan.
pula.
Keberadaan bakteri tersebut menurut Dr. Suprihatin, bisa disebabkan oleh beberapa hal. Mungkin karena
sumber air bakunya tercemar atau pemaparan radiasi dengan sinar ultraviolet kurang memadai, sehingga
bakteri tidak terbasmi selama penyinaran. Mutu peralatan yang digunakan para pengusaha juga bervariasi
dan tidak semua memenuhi standar produk.
Merujuk hasil penelitian tersebut lantas disimpulkan kualitas AMIU tidak memenuhi standar nasional. Untuk
mencapai standar tersebut, pada seminar itu disebutkan dua standar nasional yang mengatur kualitas air
minum yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) 01 35543-1996 dari Departemen Perindustrian dan
Perdagangan, serta Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 907/MENKES/SK/VII/ 2002, yaitu air minum harus
memenuhi persyaratan tingkat kontaminasi nol untuk keberadaan bakteri coliform.
Guna menghindari tercemarnya air minum isi ulang, Dr. Suprihatin menghimbau agar depo-depo air minum
isi ulang yang tidak memenuhi persyaratan kualitas harus memperbaiki proses produksi dan sanitasinya. Ia
juga berharap para pengusaha depot air minum isi ulang menjamin kualitas produk yang dihasilkannya
dengan menggunakan teknologi produksi yang tepat, proses yang memadai, serta pemeliharaan fasilitas
produksi secara teratur. Diharapkan para pengusaha menerapkan prosedur proses yang lengkap mulai dari
penyaringan biasa, penyaringan dengan filter, absorbsi untuk menghilangkan bau, dan desinfeksi untuk
membunuh kuman.
Tanggapan Depkes, YLKI dan ASPADA
Pada kesempatan lain, Dr. R. Hening Darpito, Direktur Penyehatan Air dan Sanitasi, Dirjen PPM-PL,
Departemen Kesehatan saat diminta komentarnya mengenai pencemaran air oleh bakteri coliform, ia
mengatakan bahwa pada air bersih bakteri coliform merupakan bakteri indicator. Artinya pada sebuah
makanan ataupun minuman tidak boleh mengandung bakteri patogen seperti bakteri colera, thypus, dll,
karena bila terkonsumsi cenderung menimbulkan penyakit.
Sementara itu, Sularsih, Penanganan Hukum dan Pengaduan, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI), mengungkapkan bahwa hingga kini belum ada pengaduan dari masyarakat yang merasa dirugikan
terhadap air yang dibeli konsumen melalui depot.
Namun demikian ia menilai pemberitaan hasil penelitian IPB oleh pers tidak diulas secara proporsional.
Selain tidak diimbangi oleh tindakan nyata, sudut berita ini pun tidak tidak fair. Dalam penelitian tersebut
hanya diekspos secara besar-besaran bahwa 16 % depot AMIU tercemar, tapi tanpa menyebutkan di depot
mana saja yang tercemar. Padahal menurut Sularsih hal ini justru sangat penting bagi masyarakat.
Lebih lanjut ia mengatakan angel berita yang hanya menyorot 16 % air tercemar justru bisa menimbulkan
kecurigaan, karena sisa jumlah 84 % sumber air yang tidak tercemar sama sekali tidak dibahas.
dikhawatirkan publik bisa menanggapinya seperti ada misi atau sponsor tertentu terhadap pemberitaan
yang pincang ini,ujarnya.
Hal senada juga dikatakan oleh Budi Darmawan, Ketua ASPADA (Asosiasi Pengusaha Depo Air Minum)
Jakarta, ia mengutarakan kekecewaannya dengan pemberitaan media mengenai depot yang terkesan
timpang dan tidak selesai menyampaikan informasi kepada masyarakat.
Disamping itu, Budi juga menilai telah terjadi dualisme dalam penerapan SNI Air Minum. kriteria SNI yang
digunakan adalah untuk air minum dalam kemasan, sehingga tidak relevan bila langsung diterapkan begitu
saja pada depot,terangnya.
Seperti diketahui dalam penelitian yang diadakan IPB, disebutkan bahwa 60 % sampel air yang diperiksa
tidak memenuhi sekurang-kurangnya satu parameter persyaratan SNI, dengan demikian, dua-pertiga
sampel air minum itu tidak memenuhi standar industri untuk produk air minum dalam kemasan. Kita dari
pihak depot cenderung untuk membedakan segmen karena beda perlakuan (pada air), beda pula SNInya,komentarnya, sehingga ia menilai tidak relevan bila langsung diterapkan begitu saja pada depot AMIU.
Tanggapan Pengelola dan Konsumen Depo AMIU
Beberapa konsumen mengaku sangat terbantu dengan adanya depot AMIU.
Hampir setengah tahun ini saya mengonsumsi air isi ulang dan tidak ada masalah. Pelanggan warung
makan saya juga tak ada yang mengeluh, ujar Mutarsih, pemilik warung tegal di bilangan Lenteng Agung,
Jakarta Selatan.
Agung, pemilik depot air isi ulang Ramaqua, di Jalan Tambak, Pegangsaan, Jakarta Pusat, membenarkan,
bila air yang dihasilkan oleh alat yang dipunyainya hanya menggunakan teknik filtrasi untuk mematikan
bakteri, bukan dengan teknik penyinaran.
Namun, Agung mengelak jika dikatakan usaha depot isi ulangnya tidak berizin. Depot AMIU miliknya bahkan
sudah mendapatkan izin dari Depkes dan airnya dinyatakan sehat untuk dikonsumsi masyarakat, apalagi air
yang dijadikan bahan berasal dari Sukabumi.
Sementara itu Rudi, pengemudi angkutan kota di terminal Pasar Minggu, mengaku lebih memilih AMIU
dibandingkan dengan air kemasan bermerek dengan alasan lebih murah.
Selama ini memang tidak ada persoalan. Terus terang, saya tidak tahu hasil penelitian itu. Tapi, jika airnya
memang bersih dan layak dikonsumsi tentu tidak ada masalah,
Kalau memang kenyataannya demikian, langkah yang harus ditempuh masyarakat yang mengonsumsi air
dari depot isi ulang adalah melakukan pengontrolan dengan jalan menanyakan kepada pemilik depot isi
ulang: apakah airnya sudah diperiksakan ke laboratorium secara berkala.
Selain itu, Depkes dan Badan POM selaku instansi yang berwenang juga sebaiknya tidak tinggal diam
menunggu datangnya "bola". Kalau bisa, lembaga-lembaga ini justru melakukan aksi jemput bola karena air
yang dihasilkan depot isi ulang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat.
Meski begitu, sebagian konsumen mengharapkan kepedulian pemerintah maupun pengusaha depot isi
ulang untuk memperhatikan mutu kualitas bahan baku air serta peralatan yang digunakan.
Sebagian pemilik depot air isi ulang justru mempertanyakan kepedulian pemerintah dan instansi terkait untuk
selalu memberikan pembinaan dan pengawasan. Beberapa pemilik depo berpendapat, selama ini
pemerintah justru menanggapi keberadaan depot itu sebagai masalah. Padahal, menurut mereka,
masyarakat sebagai konsumen sangat terbantu dengan keberadaan depot isi ulang.
Kami ini ibarat orang menjual kepercayaan, sekali tidak dipercaya habislah usaha. Karena itu, saya selalu
menjaga bahan baku dan perawatan peralatan. Lebih dari itu, pemerintah juga harus selalu mengawasi
pengusaha depo yang tidak benar, agar kami tidak ikut dirugikan, ujar Sumarno pemilik depot air di Pejaten,
Jakarta Selatan.(*)
Budi Darmawan, Ketua ASPADA (Asosiasi Pengusaha Depo Air Minum): Berita Pencemaran Air Berat
Sebelah !
Mengomentari hasil penelitian IPB yang menyebutkan 16 % air minum isi ulang telah tercemar bakteri
coliform, Ketua Aspada Budi mengatakan, pada dasarnya ia sangat berterima kasih atas diadakannya
penelitian air depot oleh lembaga independen sekualitas seperti IPB, namun ia menyayangkan pemuatan
berita yang cenderung berat sebelah. Berikut petikan wawancara APL News dengan Budi Darmawan.
Apa komentar bapak atas berita-berita miring yang beredar seputar pencemaran AMIU ?
saya menyambut baik hasil penelitian tersebut sebagai PR yang harus di selesaikan oleh ASPADA
bersama-sama dengan Depkes. Hanya saja saya melihat berita ini berat sebelah karena dari berita yang
beredar di berbagai media hanya menyoroti 16 % air tercemar dan sebaliknya tidak menyebutkan juga
bahwa 84 % air depot tidak tercemar, dan itu fakta !
Menurut saya, untuk sebuah industri yang baru tumbuh 3 tahun, jumlah 84 % air yang tidak tercemar dari
120 sample adalah suatu prestasi. saya cenderung menyebutkan bahwa ini adalah (hanya ) sebuah
pemberitaan dan bukan faktanya. Karena tidak menyebut pula faktanya 84 % bebas bakteri,ujarnya.
Benarkah 60 % AMIU tidak memenuhi kriteria SNI ?
Pemberitaan bahwa 60 % air depot tidak memenuhi kriteria SNI, telah misleading. Hal ini dikarenakan
kriteria SNI yang digunakan adalah untuk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), terangnya,Sampai saat ini
masih ada dualisme, apakah mau disamakan apakah tidak. Sementara, kita dari pihak depot cenderung
untuk membedakan segmen karena beda perlakuan (pada air), beda pula SNI-nya. Jelasnya, hingga ia
menilai tidak relevan bila langsung diterapkan begitu saja pada depot AMIU.
Budi yang juga hadir saat diumumkannya hasil penelitian IPB itu, mengungkapkan bahwa ada dua hal yang
tidak tuntas dari hasil penelitian itu yaitu :
1. Dalam penelitian tersebut tidak selain AMIU juga ada penelitian tentang AMDK. Sayangnya laporan hasil
penelitian tersebut tidak dipisahkan antara air hasil penelitian depot dan air hasil penelitian AMDK. Saya
sampai hari ini, saya tidak bisa membedakan yang dibilang 16% itu murni seluruhnya depot atau ada (air
milik) AMDK yang tercampur dalam (sample) itu.
2. Kedua, penelitian itu ia nilai tidak tuntas, terutama karena, si peneliti tidak bisa mengatakan depot mana
saja yang termasuk 16% itu. Diduga karena pengambilan sampelnya dilakukan sembunyi-sembunyi dan
tidak terdata secara lengkap. Dalam standar air minum ada metode pengambilan sampelnya, ada SNI-nya.
Bila pengambilan sampelnya menggunakan botol plastik, itu jelas sudah menyalahi aturan,ujarnya.
Maka dari itu ia sangat menyayangkan bila proses pengambilan sample dilakukan secara sembunyisembunyi dan tidak sesuai dengan kebiasaan yang berlaku di Departemen Kesehatan.
Pemberitaan yang timpang ini sempat merugikan depot-depot AMIU ?
Pada awal gencarnya pemberitaan miring seputar air depo, sempat terjadi penurunan penjualan. Kemudian
penjualan menjadi normal kembali, bahkan malah meningkat ! Pemberitaan negatif yang didengungkan
terlalu terus-menerus, membuat publik sendiri merasa ini bukan berita lagi, melainkan sudah mengarah pada
pembunuhan karakter. Pembunuhan usaha bahwa pasti depo itu jelek,paparnya.
Faktanya anda bisa cek sendiri dilapangan apakah penjualan kita ada penurunan ? tidak. Semakin hari
justru semakin banyak orang yang beralih ke depot karena selama ini ASPADA bekerja sama dengan
Departemen Kesehatan, belum pernah mendapati KLB (kejadian luar biasa-red) akibat orang minuim air
depo. Kalau pun pernah dihembuskan itu tidak terbukti,tegasnya.
Ia yakin, kehadiran bisnis depot AMIU malah membantu masyarakat. Ia juga menilai hal ini harus diikuti
dengan peningkatan awareness dari pengusahanya, bukan sekedar mengejar keuntungan semata.
Awareness tersebut meliputi harus menjalankan maintenance, pemeriksaan rutin kepada dinas kesehatan
setempat dan pemeriksaaan rutin.
Langkah apa yang telah ditempuh untuk mengatasi 16 % depot yang tercemar tersebut ?
ASPADA, telah mengadakan pelatihan kepada para anggotanya untuk mengurangi angka 16 %
pencemaran tersebut, paparnya.
Mengenai ketetapan standar air minum ASPADA telah bekerjasama dengan Depkes menerbitkan pedoman
higyne dan sanitasi untuk depot. Dalam pedoman tersebut standar yang ditetapkan Depkes sangat tinggi,
hingga bila standar itu diberlakukan secara murni maka mutu air depot bahkan bisa lebih baik dari air pabrik
karena pedoman tersebut luar bisa sekali ketatnya.
Saat ini pedoman tersebut diterapkan di wilayah mana saja ?
Kita sudah coba godok kembali dengan Depkes agar dilakukan penyesuaian supaya dilapangan bisa
dilaksanankan, Budi,kita coba jalankan di empat propinsi seperti : Batam, Kaltim, Bengkulu dan Surabaya.
Ada empat propinsi yang dicoba menjalankan pedoman sebagai partner projek itu di terapkan, tetapi
disesuaikan dengan kondisi daerah dan juga dengan sumber air bakunya. Untuk pengawasan saat ini
dilakukan oleh dinas kesehatan setempat dalam hal ini melaui Pemda. Kita koordinasi dengan Depkes di
pusat, ujarnya
Berkaitan dengan penelitian ini, satu hal yang membuatnya heran mengapa sering muncul penelitan
terhadap depot alih-alih kerjasama dengan beberapa LSM yang pada waktu sebelumnya tidak pernah
terdengar aktifitasnya. ASPADA menurut Budi telah mengalami 7 kali penelitian !
Kenapa hanya kita yang diperiksa, mengapa tidak dilakukan pemeriksaan yang sama terhadap industri
tinja. Karena tercemar tinja, kemungkinan besar pada air itu ada bakteri patogen, dan bila ada bakteri
patogen kemungkinan besar bisa menyebabkan orang yang mengkonsumsinya sakit.
Pendapat bapak tentang hasi peneltian IPB ?
Sekarang yang ditemukan adalah 16 % yang tercemar tinja, sementara yang 84 % baik. Artinya yang 16 %
itu yang harus diberesin, dan selebihnya dilakukan pembinaan supaya memenuhi persyaratan.
Solusinya penangananya menurut bapak bagaimana ?
Ini merupaka tanggung jawab bersama, dan harus dibangun mekanismenya yang jelas, yang melibatkan
masyarkat konsumen, pengusaha depo, pengusaha penyedia alat penyaringan, Pemda termasuk Dinas
kesehatan, unit-unit pemberi ijin, provinsi dan juga Depkes. Tentu saja hal ini akan membutuhkan waktu
untuk menata ini semua, tapi intinya nanti kita akan memberikan kesempatan kepada dinas kesehatan
kabupaten dan kota untuk memberikan sertifikat laik sehat kepada usaha-usaha itu.
Kemudian dengan sertifikat laik sehat itu pemda bisa memberikan ijin usaha, terhadap depo yang tidak
mempunyai sertifikat laik sehat dan tidak mempunyai ijin harusnya masyarakat tidak belanja ke tempat itu.
Harusnya depo-depo yang muncul tanpa ijin dilarang oleh pemda dan kabupaten kota. Harapan kami pemda
kabupaten kota mempunyai suatu polisi pamong praja untuk menindak depo-depo yang nantinya tidak
mempunyai laik sehat dan ijin usaha.
Untuk laik sehat ini, nanti dinas kesehtan akan meminta bantuan atau rekomendasi dari asosiasi pengusaha
air minum. Pengusaha air minum harus tergabung dalam asosiasi pengusaha air minum ini, nah,
asoasiasinya ini yang nantinya akan membantu dinas kesehatan untuk membina depo-depo tersebut sesuai
dengan kaidah-kaidah kesehatan.
Berarti asosiasi ini bekerja sama dengan LSM-LSM atau himpunan adprofesi sanitasi untuk mewakilkan
tugas-tugas kepada depo-depo dan juga provider (pengusaha yang menyediakan peralatan). Kita sudah
memberi kesempatan kepada FORKAMI (forum komunikasi air minum Indonesia) bersama dengan ASPADA
(asosiasi pengusaha depo air minum) itu untuk melatih para pengusaha depot AMIU begiut pula unsur
provider bagaimana mensterilisasi air minum yang mereka produksi dengan ultra violet dan secara ozon.
Untuk membunuh kuman-kuman, depot-depot tersebut harus menguasai benar penggunaan ultra violet.
Harus dilakukan dengan cara-cara yang benar misalnya dosisnya benar, waktu kontaknya benar, sehingga
kemudian intensitas cahayanya itu benar sehingga kuman mati.
Bagaimana kemitraan Depkes asosiasi depot ini berlangsung di lapangan?
Keberadaan Depot AMIU adalah atas kewenangan pemerintah daerah yang mengatur ijinnya sementara
dinas kesehatan yang memberikan license laik sehatnya. Kemudian pengusaha-pengusaha depot itu harus
bergabung dengan asosiasi agar kita dapat bina bersama menertibkan anggota-anggotanya. Bagi mereka
yang tidak tergabung, nanti kita sosialisasikan agar masyarakat tidak membeli ke depot itu, melainkan ke
depot-depot yang sudah direkomendasikan dan telah mendapat laik sehat oleh depkes bekerjasama dengan
asosiasi pengusaha AMIU.
Dari pihak asosisasi pengusaha AMIU sendiri, kabar terakhir ASPADA FORKAMI tengah melakukan suatu
survey tentang keadaan penyulingan sanitasi depot air di Jakarta dan sekitarnya. Guna mellihat bagaimana
air baku datang ke tanki, bagaimana diperlakukannya, kondisi tangkinya, kandungan air bagaimana dan juga
bagaimana kerja alat filter air tersebut, jenisnya apa saja, kemudian didesinfeksi dengan ultra violet dan
ozon , di cek sampai berapa intensitas kebernaran dari ozonisasi dan ultraviolet itu sampai berapa jauh ,
dosisnya benar atau tidak waktu kontaknya benar atau gak kemudian ke arah pelayana ke masrakat ambil
air dari botol dimasukkan itu di sterilisasi bagaimana
cara sterilisasinya itu sedang disurvei bahan 2 ini disurvei oleh forkami oleh tyang kebetulan saya tergabung
dalam formkami hasilnya akan dirumuskan untuk membangun suatu bentuk pelatihan bagi depo2 tersebut,
aspek apa yang menjadi perhatian mereka misalnya SOP-nya, protapnya bagaimana membersihkan
saringan, protap yang bener menerima air baku dari truk2 itu, bagaimana mengisi botol, mendesinfek.
Masing2 depo/provider harus mencantumkan protap2 itu, didalam dinding2 pelayanannya itu hingga
masyarakat itu tau sampai seberapa jauh sebatulnya dia memperoleh palayanan dari depo. Itu semua nanti
forkami bersama-sama dengna aspada, provider dan depo berembuk utnuk merealisir ide2 itu.
Training ozon dan ultraviolet telh kita lakukan, kemudian kita mungkin membutuhkan waktu 2 bulan dan
kemudian dirumuskan bentuk2 modul pelatihannya terus nanti bersama aspada, mereka yang melakukan di
daerah-daerah
Kalau mereka termasuk anggota aspada mereka harus mendapat pelatiahan itu. Asosiasi depo2 itu tidak
hanya aspada, tapi aspada itu paling duluan ada dan paling kuat .(fan)