Farmasi Blok 12
Bentuk sediaan obat
Oleh
Enny Kusumastuti
Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya
2014
PERATURAN UMUM
PENGGUNAAN ALAT DAN BAHAN DI LABORATORIUM
FARMASI KEDOKTERAN
1. Berat bahan obat yang dapat ditimbang minimum 50 mg. Apabila diperlukan
bahan kurang dari 50 mg, maka dilakukan pengenceran dengan bahan inert atau
bahan pembawa yang sesuai.
2. Alat-alat yang digunakan harus bersih dan kering.
3. Pada saat menimbang, kedua piring timbangan harus diberi alas kertas untuk
menimbang.
4. Pada penimbangan bahan, saat menambah atau mengurangi bahan , timbangan
harus dalam keadaan off.
5. Sebelum dan sesudah menimbang bahan, etiket pada wadah/botol agar dibaca
untuk menghindari kesalahan pengambilan bahan.
6. Bahan obat yang sudah selesai ditimbang agar dikembalikan ke tempatnya.
7. Untuk bahan berbentuk cair, setiap menuang dari wadah, etiket harus di sebelah
atas.
8. Sebelum dicampur, bahan-bahan harus digerus terlebih dahulu, terutama untuk
bentuk sediaan padat dan setengah padat.
9. Penggunaan etiket disesuaikan : warna putih untuk obat dalam dan warna biru
untuk obat luar.
10. Penggunaan label disesuaikan dengan sifat bentuk sediaan misal : KOCOK
DAHULU untuk suspensi dan emulsi.
dr. Prawesti
SIP : 123/ID/2004
Praktek : Senin-Jumat
Jl. Mahakam B/5
Tlp. 810394 Plg
Plg, 2-10-2013
R/ Amoksisilin mg 100
Laktosa
qs
Mfla pulv dtd no. XV
S t dd p I
Pro : Dodo (2 th)
I
btl
perbandingan luas permukaan tubuh. Dari beberapa rumus tersebut yang sering digunakan
adalah rumus Young (untuk anak umur 12 tahun ke bawah) dan rumus Dilling (untuk anak
umur 12 tahun ke atas) serta rumus Clark (berdasarkan berat badan anak)
n
Rumus Young:
DMa =
x DM
n + 12
n
Rumus Dilling:
DMa =
x DM
n : umur (tahun)
20
DMa : dosis maksimum anak
DM
Rumus Clark :
DMa
x DM
w dewasa
mg
60
sekali 500 mg
S. tdd pulv I
sehari 1500 mg
2. R/ Rifampisin
antara lain:
kreosol, -naftol, guaiacol, resorcinol. Untuk sediaan yang mengandung bahan tersebut harus
diperhitungkan dosis pakainya.,contoh :
1. R/ Beta naftol
5.0%
Asam salisilat
2.0%
Vaselin ad
20
Mfla ungt.
S b dd part 1/10
-naftol
5.0%
As. Salisilat
2.0%
Vaselin
Mfla ungt.
ad 20
S bdd 1gram ue
Pro: Doni (4 tahun)
Aturan pakai resep di atas : dua kali sehari, untuk satu kali pakai satu gram.
Dosis pakai -naftol: Satu kali: 1 / 20 x 1000 mg = 50 mg; sehari 3 x 50 mg = 150 mg
Persen dosis pakai
: Satu kali
Sehari
Sediaan yang dibuat diserahkan sudah terbagi dalam 20 bungkus masing-masing 1 gram,
sehingga dosis pakai tidak melebihi dosis maksimum.
Bentuk sediaan cair
Jumlah sediaan cair dalam resep dapat dinyatakan dalam volume (ml) atau dalam berat
(gram) dan % (persen), contoh :
1. R/ Luminal
0, 24
2. R/ Luminal
mg 240
Aqua ad
ml 60
Aqua ad
Mf susp.
Mf susp.
S. tdd cth I
S. tdd cth I
60
Perhitungan dosis:
a. Carilah dosis maksimum dari luminal/fenobarbital.
Dosis maksimum dewasa : satu kali 300 mg ; satu hari 600 mg
(FI III)
4 / 4 + 12
300 mg
= 75 mg
Satu hari :
4 / 4 + 12 x
600 mg
= 150 mg
c. Hitung dosis pakai dari resep di atas untuk pemakaian satu kali dan satu hari.
Aturan pakai: Sehari tiga kali satu sendok teh.
Satu sendok teh = 5 ml , sehingga : satu hari 3 x 5 ml = 15 ml.
Dalam hal ini untuk resep 1 dan 2 tidak ditambahkan bahan-bahan yang kental yang dapat
mengubah kekentalan sediaan,maka berat jenis dari sediaan tersebut adalah 1.0. Pada resep
no. 2 jumlah akhir sediaan dinyatakan dalam berat (gram), sehingga volume dari sediaan
tersebut : 60/1 =60 ml.
Dosis pakai Luminal untuk resep 1 dan 2 :
Satu kali pakai : 5 ml / 60 ml
Satu hari
x 240 mg = 20 mg
: 15 ml/ 60 ml x 240 mg = 60 mg
Satu hari
3. R/ Luminal
mg 240
Sirupus simpleks
ml
Aqua ad
20
60
Mf susp.
S. tdd cth I
Pro: Sinta (4 tahun)
Pada sediaan di atas ditambahkan sirupus simpleks sebanyak 20 ml atau sepertiga dari jumlah
sediaan. Apabila dalam sediaan ditambahkan sirupus simpleks sejumlah lebih dari seperenam
bagian dari volume atau berat akhir sediaan, maka berat jenis sediaan menjadi lebih dari 1.0.
Dalam hal ini berat jenis sediaan = 1.3, sehingga perhitungan dosis menjadi:
Dosis pakai satu kali : satu sendok teh = 5.0 ml = 5.0 ml x 1.3 g/ml = 6.5 g.
Jumlah Luminal dalam satu sendok teh = 6.5 g/ 60 g x 240 mg = 26 mg
Persen dosis luminal satu kali
2.0
Sirupus simpleks
Mf. Susp.
ml 5
ad ml
20
S tdd gtt X
Pro: Andi (2 tahun)
Bila cara pemakaian dinyatakan dalam tetesan, maka perlu diperhitungkan volumenya. Dalam
hal ini digunakan acuan tetesan internasional yaitu 1.0 ml = 20 tetes untuk cairan dengan
berat jenis = 1.0. Sehingga perhitungan dosis untuk resep no. 4 sbb:
a. Dosis maksimum dewasa : satu kali 500 mg ; satu hari 4 g (Farmakope Indonesia III)
b. Dosis anak :
c. Dosis pakai:
Aturan pakai : Tiga kali sehari 10 tetes
Satu kali = 10 tetes = 0.5 ml
= 0,5 ml / 20 ml x 2000 mg = 50 mg
Satu hari = 3 x 10 tetes = 1.5 ml
= 1.5 ml / 20 ml x 2000 mg = 150 mg
Persentase dosis pakai terhadap dosis maksimum:
Dr. Mustika
SID : 0586/Kanwil/ID/98
SIP : 014/Kanwil/ID/99
Rumah:
Praktek:
Jl. Musi 10
Jl. Indragiri 14
Palembang
Palembang
Palembang, 2 Okt 13
R/ Eritromisin kap. 1/2
Parasetamol tab.
1/4
Codein HCl.
mg
Mf pulv. dtd no. X
S tdd pulv
Pro: Gilang (2 tahun)
Dosis maksimum Eritromisin : satu kali 500 mg dan satu hari 4000 mg.
Selanjutnya dihitung dosis maksimum anak umur 4 tahun dan seterusnya sebagaimana
telah ditulis pada bab perhitungan dosis untuk anak, juga proses dosis pakainya.
Jika dosis pakai melebihi dosis maksimum, maka dosis pakai harus dipertimbangkan lagi
apakah memang dikehendaki demikian atau dosisnya diturunkan.
Dr. Mustika
5. Penulisan resep yang rasional.
SID : 0586/Kanwil/ID/98
SIP : 014/Kanwil/ID/99
Rumah:
Praktek:
Jl. Musi 10
Jl. Indragiri 14
Palembang
Palembang
Palembang, 2 Nov 12
R/ Eritromisin kap
APOTIK FK Unsri
Apoteker: Dra. Enny Kusumastuti
Alamat : Jl. M.Ali Kompl RSUP Plg
APOTIK FK Unsri
Apoteker: Dra. Enny Kusumastuti
Alamat : Jl. M.Ali Kompl RSUP Plg
No.1
No.1
Tgl. 2 Okt 13
Gilang
Tiga kali sehari satu bungkus
Tgl. 2 Okt 13
Gilang
Tiga kali sehari satu bungkus
Bila perlu
1.Pulveres
Yang dimaksud dengan pulveres adalah bentuk sediaan padat yang berupa serbuk halus dan
kering, dalam bentuk terbagi untuk satu kali pemakaian. Pulveres mengandung bahan
berkhasiat tunggal atau campuran lebih dari satu bahan berkhasiat. Pulveres harus memenuhi
persyaratan : halus, kering, dan bila mengandung lebih dari satu bahan obat harus homogen.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan bentuk sediaan pulveres:
1. Berat setiap bungkus antara 300 - 1000 mg. Tujuan pembatasan berat setiap bungkus
serbuk adalah agar obat bisa diminum penderita dan campuran obat bisa tercampur secara
homogen. Zat tambahan (vehikulum) yang umum digunakan adalah saccharum lactis
(laktosa) yang bersifat inert. Untuk penderita diabetes dapat digunakan manitol.
2. Untuk mencampur bahan obat berkhasiat keras sebaiknya ditambahkan bahan pewarna
kontras yang bersifat inert agar mudah mengetahui homogenitas dari campuran. Bahan
pewarna yang sering digunakan adalah karmin.
3. Bahan-bahan yang bersifat higroskopis (menyerap air) digerus dalam mortir hangat
kemudian ditambahkan bahan pengisi (laktosa).
4. Bila dosis pakai dari sediaan 80% dari dosis maksimum, maka pembagian tiap
bungkusnya harus ditimbang satu persatu.
5. Bila terdapat bahan obat yang berupa kristal atau tablet maka bahan tersebut harus digerus
terlebih dahulu sebelum dicampur dengan bahan obat lain.
6. Bila terdapat bahan obat yang berbentuk cair misalkan tingtur, ekstrak cair maka harus
diuapkan terlebih dahulu kemudian dikeringkan dengan bahan pengisi.
7. Bahan yang berbobot ringan misal: MgO, MgCO3 dan bahan yang mudah menguap misal:
minyak atsiri dan tingtur, ditambahkan terakhir.
Beberapa bahan obat dan bentuk sediaan yang sebaiknya tidak diberikan dalam bentuk
serbuk:
1. Etambutol, heksamin : karena bersifat higroskopis.
2. Sediaan tablet retard, tablet sustained release, atau semua sediaan tablet long acting.
3. Sediaan tablet enterocoated, sediaan tablet salut gula.
4. Sediaan tablet yang sangat keras misal : mycostatin, karena sulit homogen.
Pengerjaan bahan obat yang tidak dicampur langsung dengan bahan obat lain
a. Ekstrak kental: tambahkan beberapa tetes alkohol 70% dalam mortir panas kemudian
gerus dengan bahan pengisi sampai kering dan homogen.
b. Minyak atsiri : dipakai sebagai pemberi rasa/ bau/aroma, maka ditambahkan pada bahan
pengisi.
c. Bahan obat yang mengandung air kristal : diganti dengan bahan yang tidak mengandung
air kristal
d. Camphora, menthol, asetosal: ditetesi dengan spiritus fortior (alkohol 95%) secukupnya
sampai larut di dalam mortir hangat, kemudian digerus dengan bahan pengisi sampai
kering dan homogen.
Contoh resep.
1.
Dr. Kartika
SIP 2145/IP/1980
Jl. Hang Tuah no. 10
Palembang
2.
Dr. Kartini
SIP 2195/IP/1981
Jl. Nuri 11 Palembang
Plg, 1 Okt 13
Plg, 1 Okt 13
R/ Parasetamol tab
CTM tab
Sacch. Lactis
q.s.
mf pulv dtd No. XV
S tdd pulv I
Pro: Gundu ( 4 th )
R/ Amoksisilin
3
Parasetamol
3
Sacch. Lactis
q.s.
mf pulv No.XV
S bdd pulv I
Pro: Bintang ( 3 th )
mengandung lebih dari satu bahan harus homogen. Pulvis pada umumnya merupakan sediaan
yang dimaksudkan untuk pemakaian luar, misal serbuk tabur. Penggunaan pulvis untuk
pemakaian dalam menggunakan takaran sendok (sendok teh, sendok bubur, atau sendok
makan) tetapi karena penentuan dosisnya sulit maka sudah tidak digunakan lagi. Serbuk yang
tak terbagi-bagi diayak dengan ayakan tertentu.
Takaran (dosis) :
Obat luar : misalnya naftol, ditanyakan berapa kali pakai seharinya dan berapa jumlah satu
kali pakai. Bila tidak ada ketentuan, dihitung semua serbuk untuk satu kali pakai.
Obat dalam : bila mempunyai dosis maksimum, harus dibuat serbuk percobaan. Bila dosis
pakai tidak terlewati serbuk percobaan tidak perlu dibuat.
Sediaan pulvis dibedakan berdasarkan pemakaiannya:
A. Pulvis stomachicus: serbuk yang digunakan untuk pengobatan lambung.
B. Pulvis aerophorus: serbuk yang pada saat akan digunakan harus dilarutkan dahulu dalam
air dan menghasilkan gas CO2. Digunakan untuk obat dalam.
C. Pulvis adspersorius (serbuk tabur) : serbuk yang digunakan untuk obat luar dan tidak
boleh digunakan untuk mengobati luka.
D. Pulvis sternutationes: serbuk yang digunakan dengan cara disedot atau dihisap.
Digunakan untuk obat luar dan berefek lokal.
E. Pulvis dentifricus: Serbuk yang digunakan untuk gosok gigi.
Pengerjaan beberapa bahan pada pembuatan pulvis:
a. Adeps lanae, lanolin, ichtyol: dilarutkan dengan spiritus fortior dalam mortir hangat,
kemudian dikeringkan dengan talk dan digerus sampai homogen.
b. Balsamum
Paraffin liquidum: dalam jumlah banyak maka ditambahkan talk sedikit demi sedikit.
Apabila jumlahnya sedikit maka ditambahkan eter kemudian digerus dengan talk.
1.
Dr. Aminah
SIP 641/IP/1985
Jl. Brantas 2 Palembang
2.
Dr. Amiruddin
SIP 671/IP/1985
Jl. Bali 9 Palembang
Plg, 1 Okt 13
Plg, 1 Okt 13
R/ Difenhidramin 1%
Camphor
2%
Amylum
3%
Talkum ad 20
Mf pulv. adsp.
Sue
R/ Asam salisil
0.5
Asam benzoat 0.5
Adeps lanae 0.5
Talk
ad 10
Mf pulv adsp.
Suc
Pro: Bimbi
Pro: Jojo
Kapsul
Kapsul adalah bentuk sediaan obat terbungkus cangkang kapsul, keras atau lunak. Dapat
berisi bahan obat padat (serbuk, granul, pelet) atau berisi bahan cair yang dikentalkan.
Sediaan kapsul dimaksudkan antara lain untuk: menutupi rasa atau bau yang kurang
enak/sedap, untuk bahan-bahan higroskopis atau bahan yang tidak stabil oleh pengaruh suhu
dan udara.
Terdapat dua macam kapsul yaitu:
1. Kapsul pati (capsulae amylaceae): terbuat dari tepung gandum, sekarang tidak dibuat
lagi.
2. Kapsul gelatin (capsulae gelatinae) yang terdapat dua macam:
Kapsul keras gelatin: dibuat dari gelatin, gula dan air . Biasanya berbentuk silindris,
terdiri dari wadah dan tutup.
Kapsul lunak gelatin: dibuat dari 35% gelatin dan 65% gliserol. Bentuknya bundar,
bulat lonjong atau tabung.
Kapsul mempunyai
1.
Dr. Kinanti
SIP 2148/IP/1980
Jl. Bangau 9 Palembang
Dr. Amiruddin
SIP 671/IP/1985
Jl. Bali 9 Palembang
2.
Plg,2 Okt 13
Plg, 2 Okt 13
R/
R/ Amoksisislin
300 mg
Parasetamol
200 mg
Mf pulv da in cap dtd no. X
s tdd cap I
Rifampisin 200 mg
Mf pulv da in cap no. XXX
S s dd cap I m.a.c
k
R/ Isoniazid 200 mg
Mf pulv da in cap no. XXX
S s dd cap I m.a.c
k
Pro : Riri ( 15 th )
Salep hidrofob : yaitu salep dengan dasar berlemak, mengandung campuran lemak,
minyak, malam dan tidak dapat dicuci dengan air. Contoh: salep benzocaina FI.
II.
Salep hidrofil : yaitu salep dengan dasar salep emulsi w/o atau o/w, mempunyai daya
serap air cukup besar. Salep jenis ini lebih mudah dicuci dengan air, terutama dasar
salep o/w.
b.ZnO, asam borat, sulfonamida: mula-mula digerus halus, kemudian diayak dengan ayakan
B-40 baru kemudian dengan dasar salep sejumlah setengahnya atau sama dengan bobot
bahan obat. Bila perlu dasar salep dicairkan dahulu.
c.Ichtyolum,balsam peru: bahan ini harus ditambahkan terakhir dan dasar salep dalam
keadaan dingin.
d.Beta-naftol: karena mempunyai dosis maksimum maka harus dihitung dosis pakainya dan
dibuat dalam bentuk salep yang terbagi.
e.Cairan-cairan alcohol dalam salep : bila zat berkhasiat tidak menguap dan tahan panas,
diuapkan sampai konsistensinya menyerupai sirup, kehilangan berat zat diganti dengan dasar
salep, contoh : Tct. Opii, ekstrak liquidum. Bila zat berkhasiat mudah menguap, tidak tahan
pemanasan maka campurkan sedikit-sedikit.
Contoh resep
1.
Dr. Dimas
SIP 1231/IP/2000
Jl. Mahakam 5 Palembang
2.
Dr. Nadia
SIP 4311/IP/2001
Jl.Musi 8 Palembang
Plg, 3 Okt 13
Plg, 3 Okt 13
R/ Camphora
1%
Ol Cayuputi ml 1
Metil salisilat ml 2
Vaselin
ad
20
mf ungt
sue
R / Garamisin
0,3%
Hidrokortison Ac. 1,0%
Vaselin ad
10
mf ungt
sue
Pro : Andi
Pro
: Yuni
Krim
Krim merupakan sediaan setengah padat , berupa emulsi, mengandung air tidak kurang dari
60%. Sediaan untuk kosmetika mengandung air lebih besar dari 60%. Krim dimaksudkan
untuk terapi lokal, selain untuk kulit juga untuk membran mukosa. Dasar krim adalah emulsi
tipe w/o atau o/w.
Pada pembuatan emulsi sebagai dasar krim digunakan suatu emulgator agar dasar krim tidak
rusak (stabil). Emulgator yang sering digunakan: emulgide, trietanolaminstearat (TEA ).
Krim stearat dibutuhkan dalam kosmetik sebagai vanishing cream, sebagai emulgator adalah
garam-garam natrium, kalium, atau ammonium dari asam stearat seperti trietanolaminstearat.
Untuk penyiapannya digunakan komponen alkali dan asam stearat dalam suatu perbandingan,
sehingga terbentuk 15 20% senyawa garam. Penambahan gliserol 10% sebagai pelembut
atau pelunak, lihat komposisi dasar krim C (krim stearat beralkali lemah dengan pH 7,2 8,4,
perhatikan pH lingkungan kulit 4,8 5,8).
Komposisi dasar krim
A. Oleum sesami
Emulgide
15
15
B. Oleum sesami
Emulgide
30
10
Aqua ad
100
Aqua ad
100
Borax
TEA
Aqua
0.25
1.0
75
Pasta
Pasta adalah sediaan setengah padat berupa massa lembek, dibuat dengan mencampurkan
bahan padat
dalam vaselin atau bahan lain yang cocok. Konsentrasi bahan padat yang
diperlukan untuk pembentukan pasta umumnya 30 70%. Untuk penyiapan pasta, serbuk
terdispersi halus disuspensikan dalam fase luar, bila digunakan pembawa salep sebagai bahan
dasar, boleh dipanaskan atau dileburkan. Secara terapeutik pasta berada di antara salep dan
bubuk. Pasta bekerja pada permukaan kulit. Sifat menghisap dan sifat mengeringkannya
digunakan untuk penanganan Pasta dioleskan dulu pada kain kasa sebelum digunakan.
Sediaan dalam bentuk pasta berfungsi sebagai: pengobatan setempat, pelindung atau
pembersih dan pengering.
Contoh resep
1.
Dr. Hanan
SIP 552/IP/1993
Jl. Serayu 8 Palembang
2.
Dr. Mita
SIP 333/IP/1999
Jl. Nuri 2 Palembang
Plg, 3 Okt 13
R/ As. salisilat
Zink oxyd
Amylum
Vaselin alb ad
Mf pasta
Sue
Pro: Trini
0.5
2.0
3.0
10
Plg, 3 Okt 13
R/ Resorcinol
Sulfur presp.
Kalamin
Adeps lanae
Vas. album ad
Mf pasta
Sue
Pro: Menik
0.5
1.0
2.0
1.0
10
Contoh resep
RSMH PALEMBANG
Dokter
: Mustika
Bagian
: kulit kelamin
Tanggal
: 5 Okt 13
R/ Sol. K. Permanganas 0,1% 100 ml
S ue
SUSPENSI
Yang dimaksud dengan sediaan suspensi adalah suatu sediaan cair yang mengandung
bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.
Bahan yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap. Jika dikocok perlahanlahan endapan harus segera terdispersi kembali. Sediaan suspensi dapat dipakai untuk
penggunaan oral maupun topikal. Untuk pemakaian luar disebut LOTIO.
Pada pembuatan sediaan suspensi ditambahkan suatu bahan pensuspensi yang berfungsi untuk
menstabilkan dispersi padat dalam cair.
Bahan pensuspensi yang sering digunakan adalah : Gom Arab 1-2% , Tragakan 1-2%,
Metilselulosa 0,5-2%, Bentonit 2%, Karboksimetilselulosa natrium 0,5-2%
Teknik pembuatan suspensi ada dua cara:
1. Bahan suspensi dibuat mucilago dengan sejumlah 10 kali jumlah bahan
pensuspensi. Bahan-bahan dapat dicampur dengan mucilago bahan suspensi dan
digerus sampai terbentuk pasta yang homogen. Kemudian ditambahkan pembawa
sedikit demi sedikit.
2. Bahan-bahan padat dan serbuk bahan pensuspensi digerus homogen, kemudian
ditambahkan air sedikit demi sedikit sampai terbentuk pasta yang baik setelah
terbentuk pasta, sisa air ditambahkan sedikit demi sedikit.
Contoh resep
Dr. Hanani
SIP: 098/IP/1987
Jl. Hang Jebat no. 2 Plg
1.
Dr. Hasnan
SIP: 871/IP/1990
Jl. Merdeka no. 6 Plg
2.
Plg, 4 Okt 13
R/
Parasetamol
3
Sir.Simpl. ml 10
Mf susp. ad 60 ml
S tdd cth 1 p.c. prn
Plg, 4 Okt 13
R/
Mg.hidroksid
2
Al hidroksid
2
Sir.Simpl. ml 15
Mf susp. ad 60 ml
S 3 dd cth I 1 h.a.c
EMULSI
Emulsi adalah suatu sediaan cair yang berupa sistem dispersi cair dalam cair, yang mana
cairan-cairan tersebut tidak tercampur satu sama lain. Terdiri dari dua fase cair yaitu fase
hidrofil (umumnya air) dan fase lipofil yang berupa suatu minyak tumbuhan atau lemak
(minyak lemak, paraffin, vaselin dll) atau pelarut lipofil (kloroform, benzena).
Pada pembuatan emulsi agar kedua fase dapat tercampur ditambahkan suatu bahan yang
disebut emulgator. Terdapat bermacam-macam emulgator antara lain :
a. Emulgator anion aktif : Natrium palmitat, Natrium stearat, Kalsium palmitat,
aluminium palmitat, trietanolamin stearat, gom arab.
b. Emulgator kation aktif : Setrimid, benzalkonium bromida.
c. Emulgator non ionik : setil alkohol, stearil alcohol, Span 20, 40, 60 dan 80; Tween 20,
21, 40, 60, 61, 65, 80 dan 85.
d. Emulgator amfoter : gelatin, kasein, kuning telur, lesitin.
Farmakope menyatakan bahwa bila tidak disebut lain maka sediaan emulsi dibuat dengan
menambahkan gom arab.
Terdapat dua macam emulsi yaitu :
1 .Emulsi air dalam minyak (A/M) atau water in oil (W/O) , minyak adalah fase ekternal dan
air adalah fase internal
2. Emulsi minyak dalam air (M/A) atau oil in water (O/W) , minyak adalah fase internal dan
air merupakan fase eksternal
Sifat Emulsi:
1. Emulsi alami disebut emulsi vera yaitu emulsi dengan bahan dasar sudah mengandung
minyak dan diemulsikan dengan emulgatornya sehingga terbentuk emulsi pada pencampuran
yang baik dengan air.
2. Emulsi buatan disebut emulsi spuria
emulgator.
Metode pembuatan corpus emulsi
A. Continental methods (metode suspensi).
Jumlah bahan yang digunakan untuk membuat inti emulsi (corpus emulsi ) adalah minyak :
air : gom arab = 4 : 3 : 2. Gom arab dimasukkan ke dalam mortir yang kering, kemudian
ditambahkan minyak, diaduk cepat sampai campuran homogen. Setelah itu air dimasukkan
dan campuran segera diaduk dengan cepat sampai terbentuk emulsi yang berwarna putih dan
homogen.
B. English methods (metode larutan).
Jumlah bahan yang digunakan sama dengan A. Gom arab dibuat musilago dengan air.
Kemudian satu bagian minyak ditambahkan kedalam musilago sambil diaduk terus,
selanjutnya dilakukan hal yang sama untuk sisa munyak. Pengadukan dilakukan terus
menerus sampai terbentuk emulsi yang putih dan homogen.
Contoh resep
Dr. Lintang
SIP :2222/IP/2002
Jl. Brantas no. 1 Plg
1.
Plg, 4 Okt 13
R/
Paraffin liq
10 ml
Dulcolax tab
II
Mf emulsi ad 50 ml
S b dd cth I
Pro : Rana
Plg,4 Okt 13
R/
Oleum Ricini
10 ml
Garam Inggris 2
Mf emulsi ad 50 ml
S s dd CC I a.n
Pro : Sisi
GUTTAE
Yang dimaksud dengan sediaan guttae atau obat tetes adalah sediaan cair berupa larutan,
suspensi atau emulsi yang dimaksudkan untuk pemakaian dalam atau luar, digunakan dengan
cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang
dihasilkan penetes baku Farmakope Indonesia.
Guttae diberikan untuk pemakaian dalam dan pemakaian luar, contoh guttae untuk pemakaian
dalam adalah obat tetes yang diberikan secara oral antara lain : vitamin, antibiotika, obat
penurun panas, dan lain-lain.
Guttae yang diberikan untuk pemakaian luar :
a. Guttae auriculares (tetes telinga)
Kecuali dinyatakan lain, sediaan tetes telinga dibuat dengan menggunakan cairan
pembawa, mempunyai kekentalan yang sesuai agar obat mudah menempel pada dinding
telinga. Pembawa yang sering digunakan : gliserol, propilenglikol, dapat juga digunakan
etanol, heksilenglikol, minyak lemak nabati.
a. Guttae nasales (tetes hidung)
Sediaan yang digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan obat ke dalam rongga
hidung, dapat mengandung bahan pensuspensi, bahan dapar, dan pengawet. Pembawa
yang digunakan biasanya air, apabila digunakan pembawa selain air maka sedapat
mungkin mempunyai pH antara 5,5 sampai 7,5, kapasitas dapar sedang.
b. Guttae opthalmicae ( tetes mata)
Sediaan steril berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata dengan cara
meneteskan obat pada selaput lendir mata sekitar kelopak mata . Sediaan tetes mata
harus memenuhi syarat dalam hal : sterilitas dan kejernihan (untuk larutan).
Pada sediaan guttae perlu ditambahkan bahan pengawet, terutama sediaan tetes mata dosis
ganda.
Contoh bahan pengawet : tiomersal 0,002%, garam fenilmerkuri 0,002%, klorheksidin
0,0005%-0,01%, bensilakohol 0,5%-1.0%.
Hal yang perlu diperhatikan pada pembuatan sediaan guttae :
1. Kelarutan dan sifat bahan obat harus diketahui. Karena volume yang dibuat pada
umumnya kecil, maka pada saat melarutkan bahan obat perlu diperhatikan cara
melarutkannya.
2. Sediaan tetes mata berupa larutan harus jernih, maka perlu dilakukan penyaringan dua
kali. Oleh karenanya pada pembuatan volume yang dibuat ditambah 20% dari volume
yang diminta.
TONISITAS
Suatu larutan dikatakan mempunyai tonisitas yang sama dengan serum atau cairan mata atau
ISOTONIS apabila :
1. Mempunyai titik beku yang sama dengan serum atau cairan mata yaitu 0.52
(dihitung berdasarkan penurunan titik beku zat berkhasiat).
3. Mempunyai tonisitas sama dengan 0,9% NaCl (dihitung berdasarkan ekivalensi zat
berkhasiat dengan NaCl).
Suatu larutan dapat bersifat hipertonis atau hipotonis. Apabila suatu larutan hipertonis akan
dibuat isotonis maka konsentrasi bahan yang harus dikurangi, sedangkan untuk larutan
hipotonis harus ditambahkan suatu bahan pengisotoni hingga mencapai tonisitas yang sama
dengan serum.
Contoh resep:
1.
Dr. Andra
SIP : 324/IP/1985
Jl. Merawan no. 5 Plg
Plg, 4 Okt 13
R /
Pilokarpin HCl
1%
Zink Sulf.
1%
Aqua ad
20 ml
Mfla gutt.Opht.isot.
S tdd gtt. IV o.s.
Pro : Nurma
Dr. Fathia R
SIP :2345/IP/2000
Jl. Diponogoro no. 1 Plg
2.
Plg, 4 Okt 13
R/
Albucid HCl
5%
Lidokain HCl
1%
Aqua ad
10 ml
Mfla gutt.auric. isotoni
S t dd gtt. III a.s.
Pro : Bani
Tugas praktikum :
1. Membuat obat bentuk sediaan padat, setengah padat dan cair
2. Membuat laporan (jurnal praktikum)
b. Zink okxyd 3%, asam salisilat 1% buat bedak tabur ad 20 g, untuk Lina 5 tahun,
aturan pakai diketahui
c. Asam salisilat 0,5%, calamin 1%, buat bedak tabur ad 20 g, untuk Aming 6 tahun,
obat luar.
d. Difenhidramin HCl 0.5% , zink oxyd 2%, buat bedak tabur ad 30 g, untuk
Murni, obat luar.
e. Zink oksid 2%, calamin 1%, talk ad 20 g, untuk Boim 8 tahun, pemakaian
diketahui.
f. Asam salisilat 0,5%, amylum 2%,buat bedak tabur ad 20 g untuk Hadi 4 tahun,
aturan pakai untuk obat ;luar
g. Zink okxyd 2%, asam salisilat 0,5% buat bedak tabur ad 20 g, untuk Rindu 3
tahun, aturan pakai diketahui
h. Asam salisilat 0,5%, calamin 1,5%, buat bedak tabur ad 20 g, untuk Anang 7
tahun, obat luar.
i. Difenhidramin HCl 0.5% , amylum 3%, buat bedak tabur ad 30 g, untuk Susan
obat luar.
j. Zink oksid 2%, mentol 1% 1%, talk ad 20 g, untuk Bondan 8 tahun, pemakaian
diketahui.
k.
3. Pembuatan sediaan setengah padat (unguentum)
a.
b.
c.
d.
e.
4.
.
5. PEMBUATAN OBAT : (dengan penimbangan terperinci)
6.
ETIKET :
6. ETIKET :
4.
6. ETIKET :
M.Kes.
S.I.P.F. : 012/2003
S.I.A. : 123//2003
Plg,
No.
Pro.
LABEL : a.
Kocok dulu
Daftar Pustaka
1. Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan R. I, 1985.
2. Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan R. I, 1995.
3. Gennaro, Alfonso R, Remington : The Science and Practice of Pharmacy, Vol. II,
Mack Publishing Company, Pennsylvania, 1995.
4. Glenn L, et al, Scovilles : The Art of Compounding, The Blakiston Division, New
York, 1957.
5. Hoover, John E, Dispensing of Medication, Mack Publishing Company, New York,
1976.
6. Kumpulan Peraturan Perundang-undangan ke Farmasian, Departemen Kesehatan R.I,
1984.
7. Lund, Walter., The Pharmaceutical Codex, The Pharmaceutical Press, London, 1994.
8. Nanizar., Z.J., Ars Prescribendi 1, Airlangga University Press, Surabaya, 1995.
9. Nanizar., Z.J., Ars Prescribendi 2, Airlangga University Press, Surabaya, 1995.
10. Nanizar., Z.J., Ars Prescribendi 3, Airlangga University Press, Surabaya, 1995.
11.Todd. R.g., Parmaceutical handbook, The Pharmaceutical Press, London, 1970.
12. Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Bidang Narkotika, Psikotropika dan Bahan
Berbahaya, Departemen Kesehatan R.I, 1997.