Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar belakang
Laringitis merupakan peradangan yang terjadi pada pita suara
(laring)yang dapat menyebabkan suara parau. Pada peradangan ini seluruh
mukosa laring hiperemis dan menebal, kadang-kadang pada pemeriksaan
patologik terdapat metaplasi skuamosa. Laringitis ialah pembengkakan dari
membran mukosa laring. Pembengkakan ini melibatkan pita suara yang memicu
terjadinya suara parau hingga hilangnya suara. Laringitis kronik adalah proses
inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi dalam jangka waktu
lama. Infeksi pada laring dapat dibagi menjadi laringitis akut dan laringitis
kronis, maupun infeksi non infeksi, inflamasi lokal maupun sistemik yang
melibatkan laring. Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung
dalam kurun waktu kurang dari 7 hari dan biasanya muncul dengan gejala yang
lebih dominan seperti gangguan pernafasan dan demam. Laringitis kronis
biasanya terjadi bertahap dan telah bermanifestasi beberapa minggu.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. EMBRIOLOGI(2)
Faring, laring, trakea dan paru merupakan derivat foregut embrional
yang terbentuk sekitar 18 hari setelah terjadi konsepsi. Tidak lama sesudahnya
terbentuk alur faring median yang berisi petunjuk-petunjuk pertama sistem
pernafasan dan benih laring. Sulkus atau alur laringotrakeal mulai nyata sekitar
hari ke 21 kehidupan embrio. Perluasan alur ke kaudal merupakan primaordial
paru. Alur menjadi lebih dalam dan berbentuk kantung dan kemudianmenjadi
dua lobus pada hari ke 27 atau 28. Bagian yang paling proksimal dari tuba akan
menjadi laring. Pembesaran aritenoid dan lamina epitelial dapat dikenali pada
hari ke 33.Sedangkan kartilago, otot, dan sebagian besar pita suara terbentuk
dalam 3-4 minggu berikutnya.
Hanya kartilago epiglotis yang tidak terbentuk hingga masa midfetal.
Banyak struktur merupakan derivat aparatus brankialis.
2.2. ANATOMI(2)
Laring berada di depan dan sejajar dengan vetebre cervical 4 sampai 6,
bagian atasnya yang aka melanjutkan ke faring berbentuk seperti bentuk limas
segitiga dan bagian bawahnya yg akan melanjutkan ke trakea berbentuk seperti
sirkular.
Laring dibentuk oleh sebuah tulang yaitu tulang hioid di bagian atas dan
beberapa tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang

permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh


tendon dan otot-otot. Saat menelan, konstraksi otot-otot (M.sternohioid dan
M.Tirohioid) ini akan menyebabkan laringtertarik ke atas, sedangkan bila laring
diam, maka otot-otot ini bekerja untuk membantu menggerakan lidah.
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago tiroid, krikoid,
aritenoid, kornikulata, kuneiform, dan epiglotis.Kartilago tiroid,merupakan
tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua laminayang bersatu di bagian
depan dan mengembang ke arah belakang. Tulang rawan iniberbentuk seperti
kapal, bagian depannya mengalami penonjolan membentuk adams apple dan
di dalam tulang rawan ini terdapat pita suara, dihubungkan dengan kartilago
krikoid oleh ligamentum krikotiroid.
Kartilago krikoid terbentuk dari kartilago hialin yang berada tepat
dibawah kartilago tiroid berbentuk seperti cincin signet, pada orang dewasa
kartilago krikoid terletak setinggi dengan vetebra C6 sampai C7 dan pada anakanak setinggi vetebra C3 sampai C4.Kartilago aritenoid mempunyai ukuran yang
lebih kecil, bertanggung jawab untuk membuka dan menutup laring, berbentuk
seperti piramid, terdapat 2 buah (sepasang) yang terletak dekat permukaan
belakang laring dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid, sendi ini disebut
artikulasi krikoaritenoid
Sepasang kartilago kornikulata atau bisa disebut kartilago santorini
melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks dan berada di dalam lipatan
ariepiglotik.Sepasang kartilago kuneiformis atau bisa disebut kartilago wrisberg
terdapat di dalam lipatan ariepiglotik , kartilago kornikulata dan kuneiformis

berperan dalam rigiditas dari lipatan ariepiglotik. Sedangkan kartilago tritisea


terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral.

Gambar anatomi laring(11)


Epiglotis merupakan Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas
dibelakang dasar lidah.Epiglottis ini melekat pada bagian belakang kartilago
thyroidea.Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping
epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.
Membrana mukosa di Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel
respiratorius, terdiri dari sel-sel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh
epitel skuamosa.
Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di
atas ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam
kartilago thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian

belakang.Plica vocalis palsu adalah dua lipatan membrana mukosa tepat di atas
plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara.

Gambar pita suara(12)


Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan
artikulasi krikoaritenoid.Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah
ligamentum seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior ), ligamentum
krikotiroid

medial,

ligamentum

krikotiroid

posterior,

ligamentum

kornikulofaringeal, ligamentum hiotoroid lateral, ligamentum hiotiroid media,


ligamentum hioepiglotica, ligamentum ventricularis , ligamentum vocale yang
menghubungkan kartilagoaritenoid dengan kartilago tiroid dan ligamentum
tiroepiglotica.
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otototot instrinsik, otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara
keseluruhan, sedangkan otot-otot instrinsik menyebabkan gerakan bagian-bagian
laring sendiri.Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak diatas tulanghyoid

(suprahioid), dan ada yang terletak dibawah tulang hyoid (infrahioid). Otot
ekstrinsik yang supra hyoid ialah M. Digastricus, M.Geniohioid, M.Stylohioid,
dan

M.Milohioid.

Otot

yang

infrahioid

ialahM.sternohioid

dan

M.Tirohioid.Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik laring


kebawah, sedangkan yang infrahioid menarik laring keatas.Otot-otot intrinsik
laring ialah M. Krikoaritenoid

lateral. M.Tiroepiglotica, M.vocalis,M.

Tiroaritenoid, M.Ariepiglotica, dan M.Krikotiroid. Otot-otot ini terletak di


bagian lateral laring.Otot-otot intrinsik laring yang terletak di bagian posterior,
ialah M.aritenoid transversum, M.Ariteniod obliq dan M.Krioaritenoid posterior.

Gambar otot pada laring(13)

Rongga laring.(2)
Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas
bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas
depannya

ialah

permukaan

belakang

epiglottis,

tuberkulum

epiglotic,

ligamentum tiroepiglotic, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan
arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya ialah membran kuadranagularis,
kartilago aritenoid, konus elasticus, dan arkus kartilago krikoid, sedangkan batas
belakangnya ialah M.aritenoid transverses dan lamina kartilago krikoid.
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vocale dan ligamentum
ventrikulare, maka terbentuklah plika vocalis (pita suara asli) dan plica
ventrikularis (pita suara palsu). Bidang antara plica vocalis kiri dan kanan,
disebut rima glottis, sedangkan antara kedua plica ventrikularis disebut rima
vestibuli. Plica vocalis dan plica ventrikularis membagi rongga laring dalam tiga
bagian, yaitu vestibulum laring , glotic dan subglotic.
Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat diatas plica
ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotic.Antara plica vocalis dan pita
ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventriculus laring morgagni.
Rima glottis terdiri dari dua bagian, yaitu bagian intermembran dan
bagian interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plica
vocalis, dan terletak dibagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak

antara kedua puncak kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterioir.Daerah


subglotic adalah rongga laring yang terletak di bawah pita suara (plicavocalis).

Persyarafan(2)
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringeus
superior dan laringeus inferior (recurrent). Kedua saraf ini merupakan campuran
saraf motorik dan sensorik. Nervus laryngeus superior mempersarafi
m.krikotiroid, sehingga memberikan sensasi pada mukosa laring dibawah pita
suara. Saraf ini mula-mula terletak diatas m.konstriktor faring medial, disebelah
medial a.karotis interna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang hyoid dan
setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal superior, membagi diri
dalam 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus internus.
Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring
inferior dan menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh
m.tirohioid terletak disebelah medial a.tiroid superior, menembus membran
hiotiroid, dan bersama-sama dengan a.laringeus superior menuju ke mukosa
laring.
Nervus laringeus inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf
itu memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren
merupakan lanjutan dari n.vagus.
Nervus rekuren kanan akan menyilang a.subklavia kanan dibawahnya,
sedangkan n.rekuren kiri akan menyilang aorta. Nervus laringis inferior berjalan

diantara cabang-cabang arteri tiroid inferior, dan melalui permukaan


mediodorsal kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan medial m.krikofaring.
Disebelah posterior dari sendi krikoaritenoid, saraf ini bercabang dua menjadi
ramus anterior dan ramus posterior, Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot
intrinsik laring bagian lateral, sedangkan ramus posterior mempersyarafi otototot intrinsik laring superior dan mengadakan anstomosis dengan n.laringitis
superior ramus internus.

Gambar persarafan laring(14)


Pendarahan.(2)
Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang yaitu a.laringitis superior
dan a.laringitis inferior.

Arteri laryngeus superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri


laryngitis superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membran
tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis superior
kemudian menembus membran ini untuk berjalan kebawah di submokosa dari
dinding lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk memperdarahi mukosa dan
otot-otot laring.
Arteri laringeus interior merupakan cabang dari a.tiriod inferior dan
bersama-sama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid,
masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. Di
dalam arteri itu bercabang-cabang memperdarahi mukosa dan otot serta
beranastomosis dengan a.laringis superior.
Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga
memberikan cabang yang berjalan mendatar sepanjang membrane itu sampai
mendekati tiroid. Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil
melalui membran krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringeus
superior.
Vena laringeus superior dan vena laringeus inferior letaknya sejajar
dengan a.laringis superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena
tiroid superior dan inferior.
Pembuluh Limfe(1)(2)
Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vocal.
Disini mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah
lipatan vocal pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior.

10

Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus


piriformis dan a.laringeus superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan
kelenjar dari bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari
golongan inferior berjalan kebawah dengan a.laringeus inferior dan bergabung
dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa dintaranya menjalar sampai sejauh
kelenjar supraklavikular.

2.3. FISIOLOGI(2)
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan,
emosi serta fonasi.
Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda
asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis
secara bersamaan. Terjadi penutupan aditus laring ialah akibat karena
pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam

11

hal ini kartilogo aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi m.tiro-aritenoid


dan m.aritenoid. Selanjutnya m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter.
Penutupan rima glotis terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago
arritenoid kiri dan kanan mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik.
Selain itu dengan reflex batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam
trakea dapat dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret
yang berasal dari paru dapat dikeluarkan.
Fungsi respirasi dan laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima
glottis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus
vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glottis terbuka.
Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeobronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga
mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga
sebagai alat pengatur sirkulasi darah.
Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3
mekanisme, yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laring
dan mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk
kedalam laring.
Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti
berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain.
Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara serta
menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada

diatur oleh

12

peregangan plica vokalis. Bila plica vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid
akan merotasikan kartilago tiroid kebawah dan kedepan, menjauhi kartilago
aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan
atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan
yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m. Krikoaritenoid akan
mendorong kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan
mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan
tinggi rendahnya nada.
2.4. LARINGITIS AKUT
DEFINISI
Radang akut laring, pada umumnya merupakan kelanjutan dari
rinofaringitis akut atau manifestasi dari radang saluran nafas atas. Pada anak
dapat menimbulkan sumbatan, jalan nafas cepat karena rimaglotisnya relatif
lebih sempit, sedangkan pada orang dewasa tidak secepat pada anak anak.
ETIOLOGI 1,2,6,7
1. Laringitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas seperti
influenza atau common cold. infeksi virus influenza (tipe A dan B)
parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah
Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes,
Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae.
2. Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim / cuaca
3. Pemakaian suara yang berlebihan
4. Trauma

13

5. Bahan kimia
6. Merokok dan minum-minum alkohol
7. Alergi
PATOFISIOLOGI
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri
mungkin sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis. Awitan
infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan suhu
mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas. Laringitis umum
terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring dengan
menurunnya daya tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang meningkat.
Laringitis ini biasanya didahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas bagian
atas lainnya. Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan
merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan
sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang
terjadinya batuk hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu
terjadinya inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri
akibat pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang
peningkatan suhu tubuh.8

GEJALA KLINIS 1,2,6,7


1. Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara
yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah
dari suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran serta
ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan sehingga
menimbulkan suara menjada parau bahkan sampai tidak bersuara sama sekali
(afoni).
2. Sesak nafas dan stridor
3. Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau berbicara.

14

4. Gejala radang umum seperti demam, malaise


5. Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
6. Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit
menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan
demam dengan temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38 derajat
celsius.
7. Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan,
sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu
yang sangat berarti yakni lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah,
lemas yang disertai dengan nyeri diseluruh tubuh.
8. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis,
membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga
didapatkan tanda radang akut dihidung atau sinus paranasal atau paru
9. Obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang
terjadi dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa anak
menjadi gelisah, air hunger, sesak semakin bertambah berat, pemeriksaan
fisik akan ditemukan retraksi suprasternal dan epigastrium yang dapat
menyebabkan keadaan darurat medik yang dapat mengancam jiwa anak.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 2
1. Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis
(Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.
2. Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika disertai
infeksi sekunder, leukosit dapat meningkat.
3. Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa laring yang

15

sangat sembab, hiperemis dan tanpa membran serta tampak pembengkakan


subglotis yaitu pembengkakan jaringan ikat pada konus elastikus yang akan
tampak dibawah pita suara.

DIAGNOSIS12,7
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

DIAGNOSA BANDING 2
1. Benda asing pada laring
2. Faringitis
3. Bronkiolitis
4. Bronkitis
5. Pnemonia

PENATALAKSANAAN 1,2,7
Umumnya penderita penyakit ini tidak perlu masuk rumah sakit, namun ada
indikasi masuk rumah sakit apabila :
Usia penderita dibawah 3 tahun
Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted
Diagnosis penderita masih belum jelas
Perawatan dirumah kurang memadai

16

Terapi :
1. Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari
2. Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 l/ menit
3. Istirahat
4. Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri / minyak mint bila ada
muncul sumbatan dihidung atau penggunaan larutan garam fisiologis (saline
0,9 %) yang dikemas dalam bentuk semprotan hidung atau nasal spray.
5. Medikamentosa : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik jika pasien ada
demam, bila ada gejala pain killer dapat diberikan obat anti nyeri / analgetik,
hidung

tersumbat

dapat

diberikan

dekongestan

nasal

seperti

fenilpropanolamin (PPA), efedrin, pseudoefedrin, napasolin dapat diberikan


dalam bentuk oral ataupun spray. Pemberian antibiotika yang adekuat yakni :
ampisilin 100 mg/kgBB/hari, intravena, terbagi 4 dosis atau kloramfenikol :
50 mg/kgBB/hari, intra vena, terbagi dalam 4 dosis atau sefalosporin generasi
3 (cefotaksim atau ceftriakson) lalu dapat diberikan kortikosteroid intravena
berupa deksametason dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis,
diberikan selama 1-2 hari.
6. Pengisapan lendir dari tenggorok atau laring, bila penatalaksanaan ini tidak
berhasil maka dapat dilakukan endotrakeal atau trakeostomi bila sudah terjadi
obstruksi jalan nafas.
7. Pencegahan : Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok akan
membuat tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara,
minum banyak air karena cairan akan membantu menjaga agar lendir yang
terdapat pada tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan,
batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering.
jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan karena berdehem akan
menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara, meningkatkan

17

pembengkakan dan berdehem juga akan menyebabkan tenggorokan


memproduksi lebih banyak lendir.

PROGNOSIS6
Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan
pemulihannya selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3
tahun penyakit ini dapat menyebabkan udem laring dan udem subglotis sehingga
dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan
pemasangan endotrakeal atau trakeostomiaik

2.5. LARINGITIS KRONIS


ETIOLOGI
Biasanya infeksi virus menyebabkan laringitis kronis. Infeksi bakteri
seperti difteri juga dapat menjadi penyebabnya, tapi hal ini jarang terjadi.
Laringitis dapat juga terjadi saat menderita suatu penyakit atau setelah sembuh
dari suatu penyakit, seperti salesma, flu atau radang paru-paru (pnemonia).(5)
Kasus yang sering terjadi pada laringitis kronis termasuk juga iritasi
yang terus menerus terjadi karena penggunaan alkohol yang berlebihan, banyak
merokok atau asam dari perut yang mengalir kembali ke dalam kerongkongan
dan tenggorokan, suatu kondisi yang disebut gastroeosophageal reflex disease
(GERD). Tanpa mengkesampingkan bakteri sebagai penyebabnya.(5)
Tabel perbedaan etiologi yang mendasari terjadinya laringitis akut dan kronis(6)

18

Common Causes of
Laryngitis
Infectious
Bacterial
Viral
Fungal
Contact
Reflux
Pollutants
Smoking
Inhaled Medications
Caustic Ingestions
Medical
Vocal misuse
Vocal abuse
Trauma
Allergic
Allergies
Dryness (Laryngitis Sicca)
Dehydration
Dry Atmosphere
Mouth Breathing
Medications
Thermal
Closed-Space Fire
Crack Pipe

Type of Laryngitis
Acute (Short-lived)

Chronic (longer term)

X
X
X

X
X

X
X

X
X
X
X
X

X
X
X

X
X
X
X

X
X
X
X

X
X

X
X

Laringitis Kronis terbagi menjadi non-spesifik dan spesifik.


A. LARINGITIS KRONIK NON-SPESIFIK
Sering merupakan radang kronis yang disebabkan oleh infeksi pada saluran
pernapasan, seperti selesma,influensa,bronkhitis atau sinusitis. Akibat paparan
zat-zat yang membuat iritasi,seperti asap rokok, alkohol yang berlebihan, asam
lambung atau zat-zat kimia yang terdapat pada tempat kerja. Terlalu banyak
menggunakan suara, dengan terlalu banyak bicara, berbicara terlalu keras atau

19

menyanyi (vokal abuse). Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis,
permukaan yang tidak rata dan menebal.(15)
Gejala klinis yang sering timbul adalah berdehem untuk membersihkan
tenggorokan.Selain itu ada juga suara serak,Perubahan pada suara dapat
berfariasi tergantung pada tingkat infeksi atau iritasi, bisa hanya sedikit serak
hingga suara yang hilang total, rasa gatal dan kasar di tenggorokan, sakit
tenggorokan, tenggorokan kering, batuk kering, sakit waktu menelan. Gejala
berlangsung beberapa minggu sampai bulan.(15)
Pada pemeriksaan ditemukan mukosa yang menebal, permukaannya
tidak rata dan hiperemis. Bila terdapat daerah yang dicurigai menyerupai tumor,
maka perlu dilakukan biopsi.(15)
Pengobatan yang dilakukan tergantung pada penyebab terjadinya
laryngitis dan simtomatis. Pengobatan terbaik untuk langiritis yang diakibatkan
oleh sebab-sebab yang umum, seperti virus, adalah dengan mengistirahatkan
suara sebanyak mungkin dan tidak membersihkan tenggorokan dengan
berdehem. Bila penyebabnya

adalah zat yang dihirup, maka hindari zat

penyebab iritasi tersebut. Dengan menghirup uap hangat dari baskom yang diisi
air panas mungkin bisa membantu.Bila anak yang masih berusia batita atau
balita mengalami langiritis yang berindikasi karah croup, bisa digunakan
kortikosteroid seperti dexamethasone. Untuk laringitis kronis yang juga
berhubungan dengan kondisi lain seperti rasa terbakardi uluh hati, merokok atau
alkoholik, harus dihentikan.(7)
Untuk mencegah kekeringan atau iritasi pada pita suara :(5)(6)(7)(15)

20

1. Jangan merokok, dan hindari asap rokok dengan tidak menjadi perokok tidak
langsung. Rokok akan membuat tenggorokan kering dan mengakibatkan
iritasi pada pita suara.
2. Minum banyak air . Cairan akan membantu menjaga agar lendir yang
terdapat tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan.
3. Batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering .
Bila mengalami langiritis, hindari kedua zat tersebut diatas.
4. Jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan. Berdehem tidak akan
berakibat baik, karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi
abnormal peda pita suara dan meningkatkan pembengkakan . Berdehem juga
akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir dan
merasa lebih iritasi , membuat ingin berdehem lagi.
Pada laringitis kronis akibat alergi, pasien biasanya memiliki onset
bertahap dengan gejala yang ringan. Pasien dapat mengeluhkan adanya
akumulasi mukus berlebih dalam laring. Dalam pemeriksaan laringoskopi biasa
dijumpai sekresi mukus endolaringeal tebal dalam kadar ringan hingga sedang,
eritema dan edema lipatan pita suara serta inkompetensi glotis episodik selama
fase fonasi.(5)(6)
Pada kasus laringitis kronis alergi, tatalaksana meliputi edukasi kepada
pasien untuk menghindari faktor pemicu. Medikasi antihistamin loratadine atau
fexofenadine dipilih karena tidak memiliki efek samping dehidrasi. Sekresi
mukus yang tebal dan lengket dapat di atasi dengan pemberian guaifenesin.(7)(15)
B. LARINGITIS KRONIK SPESIFIK
1. LARINGITIS TUBERKULOSA

21

Penyakit ini hampir selalu sebagai akibat dari tuberkulosis paru. Sering
kali setelah diberikan pengobatan, tuberkulosisnya sembuh tetapi laringitis
tuberkulosanya menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang
sangat lekat pada kartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik paru, sehingga
bila infeksi sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih lama. Infeksi kuman
ke laring dapat terjadi melalui udara pernafasan, sputum yang mengandung
kuman, atau penyebaran melaluialiran darah atau limfe. Tuberkulosis dapat
menimbulkan gangguan sirkulasi. Edema dapat timbul di fossa inter aritenoid,
kemudian ke aritenoid, plika vokalis, plika ventrikularis, epiglotis, serta
subglotik.(4)(8)
Secara klinis, laringitis tuberkulosis terbagi menjadi 4 stadium yaitu : (4)

Stadium infiltrasi. Mukosa laring posterior mengalami pembengkakan dan


hiperemis, kadang pita suara terkena juga, pada stadium ini mukosa laring
tampak pucat. Kemudian di daerah sub mukosaterbentuk tuberkel, sehingga
mukosa tidak rata, tampak bintik-bintik yang berwarna kebiruan. Tuberkel
itu makin besar, serta beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu, sehingga
mukosa diatasnya meregang. Pada suatu saat, karena sangat meregang, maka
akan pecah dan timbul ulkus. Pada stadium ini pasien dapat merasakan
adanya rasa kering ditenggorokan, panas dan tertekan di daerah laring, selain

itu juga terdapat suara parau.


Stadium ulcesari. Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar.
Ulkus ini dangkal, dasarnya ditutupi oleh perkejuan, serta dirasakan nyeri
waktu menelan yang hebat bila dibandingkan dengan nyeri karena radang
(khas), dapat juga terjadi hemoptisis.

22

Stadium perikondritis. Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago


laring, dan yang paling sering terkena ialah kartilago aritenoid dan epiglotis.
Dengan demikian terjadi kerusakan tulang rawan, sehingga terbentuk nanah
yang berbau, proses ini akan melanjut dan terbentuk sekuester. Pada stadium
inipasien dapat terjadi afoni dan keadaan umum sangat buruk dan dapat
meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan maka proses penyakit berlanjut

dan masuk dalam stadium fibrotuberkulosis.


Stadium fibrotuberkulosa. Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada
dinding posterior, pita suara dan subglotik.
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan THT

termasuk pemeriksaan laring tak langsung untuk melihat laring melalui kaca
laring, maupun pemeriksaan laring langsung dengan laringoskopi. Pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium dapat di temukannya tes BTA positif, dan
patologi anatomi.(3)(8)
Penatalaksanaannya berupa pembeian obat antituberkulosis primer dan
sekunder. Selain itu pasien juga harus mengistirahatkan suaranya. Beberapa
macam dan cara pemberian obat antituberkulosa :(9)

Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,


Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas
yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan

dengan obat-obat ini.


Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin.

2. LARINGITIS LUETIKA(3)(5)

23

Disebabkan oleh kuman treponema palidum, sudah sangat jarang


dijumpai pada bayi ataupun orang dewasa. laring tidak pernah terinfeksi pada
stadium pertama sifilis. Pada stadium kedua, laring terinfeksi dengan tandatanda adanya edema yang hebat dan lesi mukosa berwarna keabu-abuan.
Sumbatan jalan nafas dapat terjadi karena adanya pembengkakan mukosa. Pada
stadium ketiga, terbentuknya guma yang nanti akan pecah dan menimbulkan
ulcerasi, perikondritis dan fibrosis.
Gejala klinis yang ditemukan adalah suara parau dan batuk yang kronis.
Disfagia timbul bila gumma terdapat dekat introitus esofagus. Pada penyakit ini,
pasien tidak merasakan nyeri, mengingat kuman ini juga menyerang saraf-saraf
di perifer.
Pada pemeriksaan, bila guma pecah, maka ditemukan ulkus yang sangat
dalam, bertepi dengan dasar yang keras, berwarna merah tua serta mengeluarkan
eksudat yang berwarna kekuningan. Ulkus ini tidak menyebabkan nyeri dan
menjalar sangat cepat, sehingga bila tidak terbentuk proses ini akan menjadi
perikondritis.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan tes serologi (RPR,VDRL, dan FTAABS) dan biopsi.
Penatalaksanaan dengen pemberian antibiotika golongan penicilin dosis
tinggi, pengengkatan sekuester, bila terdapat sumbatan laring karena stenosis
dapat dilakukan trakeostomi dan operasi rekonstruksi(8)
Prognosis pada penyakit ini kurang bagus pada gumma yang sudah
pecah, karena menyebabkan destruksi pada kartilago dan bersifat permanen

24

BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn.B

Umur

: 44 tahun

Agama

: Islam

Jenis kelamin

: Laki-Laki

Pekerjaan

: Petani

Alamat

: Dusun Sungai Ondo, Kecamatan Pemulutan Selatan, OI

Tanggal datang

: 21 Oktober 2015

25

II. ANAMNESIS
Anamnesis

: Autoanamnesis

Keluhan Utama

: Suara Serak sejak 2 minggu yang lalu

Keluhan Tambahan

: Batuk sejak 1 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 1 bulan yang lalu os mengeluh batuk. Awalnya batuk kering yang
lama kelamaan berubah menjadi batuk berdahak. Os juga mengeluh merasa
demam dan meriang. Os mengaku minum obat cina untuk mengobati batuknya.
Keluhan batuk berkurang namun bila os berhenti mengkonsumsi obat cina
tersebut keluhan akan timbul kembali.
Sejak 2 minggu yang lalu os mengeluh nyeri pada tenggorokan dan suara
mulai serak. Nyeri saat menelan disangkal, sesak nafas disangkal, bersin-bersin
disangkal, hidung tersumbat disangkal, gangguan telinga disangkal.
Sejak 2 hari yang lalu os mengeluh suaranya hilang terutama saat os
bangun tidur dan akan serak kembali pada siang hari. Os sudah berobat ke bidan
dan diberi obat amoksilin yang diminum 3 kali sehari tapi keluhan tidak
berkurang. Kemudian os berobat ke poli THT RSUD Palembang BARI.

Riwayat Penyakit Dahulu


Os tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Os sering menderita batuk
dalam 1 tahun terakhir.
Riwayat Penyakit Keluarga
Os mengaku tidak ada keluarga yang pernah sakit seperti ini. Riwayat
alergi dan asma pada keluarga disangkal penderita.
Riwayat Alergi
Riwayat alergi ada yaitu gatal dan timbul bentol-bentol pada tubuh bila
cuaca dingin. Riwayat asma juga disangkal.

26

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status generalis

Keadaan umum

: Tampak Sakit Sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Vital Sign

:
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Suhu

: 36,7C

Nafas

: 21 x/ menit

Nadi

: 84 x/ menit

Status Lokalis
Telinga
I. Telinga Luar
Regio Retroaurikula

Kanan

Kiri

Aurikula

Lapang

Lapang

Abses
Sikatrik
Pembengkakan
Fistula
Jaringan Granulasi

Regio Zigomatikus
-

Kista Brankial Klep


Fistula
Lobulus Aksesorius
Mikrotia
Efusi Perikondrium
Keloid
Nyeri tarik aurikula
Nyeri tekan tragus

Meatus Akustikus Eksternus


-

Lapang/sempit
Odeme
Hiperemis
Pembengkakan
Erosi
Krusta
sekret

27

(serous/seromukous/mukopus/pus)
Perdarahan
Bekuan darah
Cerumen plug
Epithelial plug
Jaringan Granulasi
Debris
Benda asing
Sagging
Exostosis

Putih

Putih

Bulat

Bulat

+ jam 5

+ jam 7

II. Membran timpani


-

Warna

(putih/suram/hiperemis/hematoma)
Bentuk (oval/bulat)
Reflek cahaya
Retraksi
Bulging
Bulla
Rupture
Perforasi (sentral/perifer/marginal/attic)
Pulsasi
Sekret
(serous/seromukous/mukopus/pus)
(kecil/besar/subtotal/total)

Tulang pendengaran
Kolesteatoma
Polip
Jaringan granulasi

28

Gambar Membran Timpani


Kanan

Kiri

III. Tes khusus


1. Tes garpu tala
Tes Rinne
Tes Weber
Tes Scwabach

2.

Tes Audiometri

Kanan

Kiri

Tidak ada

Tidak ada

Lateralisasi

lateralisasi

Sama dengan

Sama dengan

pemeriksa
-

pemeriksa
-

Audiogram
Frekuensi (Hz)
125

250

500

1000

2000

4000

8000

Tingkat
Pendengaran
Dalam
Desibles (dB)

29

3. Tes Fungsi Tuba


- Tes Valsava
- Tes Toynbee
4. Tes Kalori
- Tes Kobrak

Kanan
-

Kiri
-

Kanan
-

Kiri
-

Kanan
+

Kiri
+

Kanan
T.A.K

Kiri
T.A.K

T.A.K

T.A.K

T.A.K

T.A.K

T.A.K

T.A.K

T.A.K

T.A.K

Hidung
I. Tes Fungsi Hidung
- Tes aliran udara
- Tes penciuman
Teh
Kopi
Tembakau
II. Hidung luar
- Dosum nasi
- Akar hidung
- Puncak hidung
- Sisi hidung
- Ala nasi
- Deformitas
- Hematoma
- Pembengkakan
- Krepitasi
- Hiperemis
- Erosi kulit
- Vulnus
- Ulkus
- Tumor
- Duktus nasolakrimalis
(Tersumbat/tidak tersumbat)

30

T.A.K
Kanan

T.A.K
Kiri

- Sikatrik

- Stenosis

- Atresia

- Furunkel

- Krusta

- Sekret

Utuh

Utuh

- Utuh/tidak utuh

- Sikatrik

Lapang

Lapang

Eutropi

Eutropi

III. Hidung Dalam


1. Rinoskopi Anterior
a. Vestibulum nasi

(serous/seromukus/mukopus/pus
)
b. Kolumela

- Ulkus
c. Cavum nasi
- Luasnya (lapang/cukup/sempit)
- Sekret
(serous/seromukus/mukopus/
Pus)
-

Krusta
Bekuan darah
Perdarahan
Benda asing
Rinolit
Polip
Tumor

d. Konka Inferior
- Mukosa
(erutropi/hipertrofi/atropi)
(basah/kering)
( licin/tak licin)
-

Warna (merah

31

muda/hiperemis/pucat/livide)
Tumor

i. Septum nasi

Merah Muda

Merah Muda

Eutropi

Eutropi

Merah muda

Merah Muda

- Mukosa

(erutropi/hipertropi/atropi)
( basah/kering)
(licin/tak licin)
Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide)
Tumor
Deviasi ( ringan/sedang/berat)
(kanan/kiri)
(Superior/inferior)
(Anterior/Posterior)
(bentuk C/bentuk S)
Krista
Spina
Abses
Hematoma
Perforasi
Erosi Septum Anterior

Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam

Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal

32

2. Rinoskopi Posterior
- Postnasal drip
-

Mukosa (licin/tak licin)

Kanan
-

Kiri
-

Merah Muda

Merah Muda

TAK

TAK

Lapang

Lapang

(merah muda/hiperemis)
-

Adenoid

Tumor

Koana (sempit/lapang)

Fossa Russenmullery
(tumor/tidak)

Torus tobarius (licin/tak licin)

Licin

Licin

Muara tuba (tertutup/terbuka)

(secret/tuba)
Gambaran Hidung Bagian Posterior

IV. Pemeriksaan Sinus Paranasal


- Nyeri tekan/ketok

Kanan

Kiri

33

Infraorbitalis

Frontalis

Kantus medialis

Pembengkakan

Transluminasi
-

Region infraorbitalis

Region palatum durum

Kanan
T.A.K

Kiri
T.A.K

Tenggorok
I. Rongga Mulut
- Lidah
(hiperemis/edema/ulkus/fissure)
( mikroglosia/makroglosia)
( leukoplakia/gumma)
( papiloma/kista/ulkus)
-

Gusi (hiperemis/edema/ulkus)

T.A.K

T.A.K

Bukal (hiperemis/edema)

T.A.K

T.A.K

T.A.K

T.A.K

T.A.K

T.A.K

T.A.K

T.A.K

(vesikel/ulkus/mukolel)
-

Palatum durum
(utuh/terbelah/pistel)
(hiperemis/ulkus)
(pembengkakan/abses/tumor)
(rata/tonus palatinus)

Kelenjar ludah
(pembengkakan/litiasisi)
(striktur/ranula)

Gigi geligi
(mikrodontia/makrodontia)
(anadontia/supernumeri)
(kalkulus/karies)

II. Faring
- Pallatum molle

Kanan
TAK

Kiri
TAK

34

(hiperemis/edema/asimetris/ulkus)
-

Uvula (edema/asimetris/bifida/elongating)

Pilar anterior ( hiperemis/edema/perlengketan)

Simetris

Simetris

T.A.K

T.A.K

T.A.K

T.A.K

T.A.K

T.A.K

T.A.K

T.A.K

T1

T1

( pembengkakan/ulkus)
-

Pilar posterior(hiperemis/edema/perlengketan)
(pembengkakan/ulkus)

Dinding belakang faring ( hiperemis/edema)


( granuler/ulkus)
( secret/membrane)

Lateral band ( menebal/tidak)

Tonsil palatina ( derajat pembesaran)


( permukaan rata/tidak)
( konsistensi kenyal/tidak)
( lekat/tidak)
( kripta lebar/tidak)
( detritus/membrane)
( hiperemis/edema)
( ulkus/tumor)

Gambar Rongga Mulut dan Faring

Rumus Gigi-Geligi

35

III. Laring
1. Laringoskopi tidak langsung
(indirect
- Dasar lidah (tumor/kista)
- Tonsila Lingualis (eutropi /
-

hipertropi)
Valekula (benda asing/tumor)
Fosa piriformis(benda

asing /tumor)
Epiglotis (hiperemis/ udem/

ulkus/ membran)
Aritenoid

Kanan

Kiri

Eutropi

Eutropi

Hiperemis, Udem

Hiperemis, Udem

Hiperemis, Udem

Hiperemis, Udem

Hiperemis, Udem,

Hiperemis, Udem,

Gerak simetris

Gerak simetris

Hiperemis, Udem

Hiperemis, Udem

Sempit
-

Sempit
-

(hiperemis/udem/ulkus/mem
-

bran)
Pita Suara
(hiperemis/udem/menebal),
(nodus/polip/tumor), (gerak

simetris/asimetris)
Pita suara palsu

(hiperemis/udem)
Rima glotis (lapang/sempit)
Trakea

2. laringoskopi langsung (direct)


Gambaran laringoskopi tidak langsung

36

Pemeriksaan laboratorium

Darah rutin : biasanya ditemukan peningkatan leukosit jika disertai infeksi


sekunder

Pemeriksaan Radiologi
1. Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis
(Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.

Diagnosis Banding

Laringitis Akut
Epiglotitis Akut
Faringitis
Vocal Nodule

Diagnosis kerja
Laringitis Akut
Pengobatan
I
II
III

Istirahat
Diet : menghindari makanan pedas atau minum es
Medikamentosa
Tatalaksana medikamentosa antara lain Parasetamol atau ibuprofen /
antipiretik jika pasien ada demam 3x500mg. Pemberian antibiotika yang
adekuat yakni : ampisilin 100 mg/kgBB/hari, intravena, terbagi 4 dosis
atau kloramfenikol : 50 mg/kgBB/hari, intra vena, terbagi dalam 4 dosis
atau sefalosporin generasi 3 (cefotaksim atau ceftriakson) lalu dapat

37

diberikan kortikosteroid intravena berupa deksametason dengan dosis 0,5


mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, diberikan selama 1-2 hari. Atau
IV

antibiotik spektrum luas seperti amoksisilin, 3x500 mg.


Operatif
Tatalaksana bedah yang dapat dilakukan berupa pemasangan pipa

endotrakea atau trakeostomi bila terdapat sumbatan laring.


Nasihat
Istirahat bicara dan bersuara selama 2-3 hari. Menghindari merokok
atau asap rokok. Kontrol jika obat habis. Minum obat secara teratur dan
sesuai dosis. Untuk antibiotik harus dihabiskan. Bila sebelum obat habis
terdapat keluhan lain seperti sesak nafas segera diobati untuk mencegah

VI

terjadinya sumbatan jalan nafas.


Pemeriksaan Anjuran
Pemeriksaan darah

VII Prognosis
Quo ad vitam: Bonam
Quo ad functionam: Dubia e bonam

38

BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan laporan kasus yang telah dilaporkan seorang pasien laki-laki, usia
21 tahun datang ke poli THT RSUD BARI dengan keluhan suara serak sejak 2 minggu
sebelum berobat ke rumah sakit. Os mengaku kadang-kadang suaranya hilang terutama
pada saat bangun tidur. Os juga mengeluh batuk dan nyeri pada tenggorokan. Riwayat
demam ada. Tidak ada keluhan pada telinga kanan Os. Keluhan sesak nafas, bersinbersin, hidung tersumbat, dan gangguan pendengaran disangkal.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik laringoskopi indirect didapatkan epiglotis,
aritenoid, dan pita suara tampak hiperemis dan udem, gerakan pita suara simetris kanan
dan kiri, serta rima glotis tampak sempit.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka pasien didiagnosis
menderita Laringitis Akut.
Laringitis akut merupakan radang akut laring, pada umumnya merupakan
kelanjutan dari rinofaringitis (commond cold). Pada anak laringitis akut ini dapat
menimbulkan sumbatan jalan nafas, sedangkan pada orang dewasa tidak secepat pada
anak.

39

Pengobatan medikamentosa antara lain Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik


jika pasien ada demam 3x500mg. Pemberian antibiotika yang adekuat bila disertai
infeksi sekunder atau bila peradangan berasal dari paru yakni : ampisilin 100
mg/kgBB/hari, intravena, terbagi 4 dosis atau kloramfenikol : 50 mg/kgBB/hari, intra
vena, terbagi dalam 4 dosis atau sefalosporin generasi 3 (cefotaksim atau ceftriakson
atau antibiotik spektrum luas seperti amoksisilin, 3x500 mg.) lalu dapat diberikan
kortikosteroid intravena berupa deksametason dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari terbagi
dalam 3 dosis, diberikan selama 1-2 hari.
Pengobatan non medikamentosa antara lain istirahat bicara dan bersuara selama
2-3 hari, menghirup udara lembab, menghindari dari iritasi pada faring dan laring,
misalnya merokok, makanan pedas atau minum es.

DAFTAR PUSTAKA
1. Roezin A. Sistem Aliran Limfa Leher.Dalam:Soepardi EA. Buku
Ajar llmuKesehatan Telinga HidungTenggorok Kepala & Leher.Edisi ke-6.
Jakarta. Balai Penerbit FKUI . 2007. h. 174-177.
2. Cohen James . Anatomi dan Fisiologi laring. Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Edisi ke-6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran.EGC. 1997. h. 369-376
3. Lee KJ. Essential Otolaryngology. Head and Neck Surgery, 6th ed. Appleton &
Lange Stamfort,Connecticut P.
4. Hermani B, Abdurrachman H, Cahyono A. Kelainan Laring.Dalam: Soepardi
EA. Buku Ajar llmuKesehatan Telinga HidungTenggorok Kepala & Leher.Edisi
ke-6. Jakarta. Balai Penerbit FKUI . 2007.h. 237-242
5. Berlliti S, Omidi M. Chronic Laryngitis, Infectious or Allergic. Didapatkan dari
url : http://www.emedicine.com/ent/topics354.htm. Diunduh pada tanggal 21
Oktober 2015.

40

6. Di unduh pada tanggal 21 Oktober 2015 dari :


http://www.beliefnet.com/healthandhealing/getcontent.aspx?cid=11713
7. Lalwani AK : Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology Head &
Neck Surgery, 2nd Edition. New York:The McGraw-Hill.2007.
8. Dhillon, R.S. ,East C.A.. Ear, Nose, and Throat and Head and Neck Surgery.
2nd Edition. Churcill Livingstone. 2000. Hal. 56-68
9. Brandwein-Gensler, Majorie. Laryngeal Pathology. In:Van De Water Thomas
R. , Staecker H. Otolaryngology Clinical review. New York:Thieme. 2008. Hal.
574-591
10. Diunduh pada tanggal 21 Oktober 2015 dari :
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/laringitis/

11. Diunduh pada tanggal 21 Oktober 2015 dari :


http://academic.kellogg.edu/herbrandsonc/bio201_mckinley/Respirato
ry%20System.htm

12. Diunduh pada tanggal 21 Oktober 2015 dari :


http://hendri6780.blogspot.com/2010/10/laringitis-akut.html

13. Diunduh pada tanggal 21 Oktober 2015 dari : http://www.ent-consultantmanchester.co.uk/node/3

14. Diunduh pada tanggal 21 Oktober 2015 dari :


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/19721.htm

15. Banovetz JD.Gangguan Laring Jinak. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran.EGC. 1997. h. 378-396

41

Anda mungkin juga menyukai