ABSTRAK
Pengembangan industri ternak potong perlu didukung dengan ketersediaan pakan yang sampai saat ini
masih merupakan kendala utama dalam peningkatan produktivitas ternak potong. Salah satu alternatif
penyediaan pakan ternak adalah memanfaatkan dan mengembangkan limbah hasil pertanian dan perkebunan
yang diduga memiliki kandungan nutrisi setara dengan pakan standar untuk ternak potong, antara lain jerami
padi, jerami jagung, serta limbah sayuran, kelapa sawit, tebu dan kakao. Limbah hasil pertanian dan
perkebunan cukup tersedia di Indonesia, namun potensinya belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan
ternak. Pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan sebagai pakan ternak baru mencapai 30-40% dari
potensi yang tersedia saat ini. Permasalahan yang dihadapi dalam menggunakan pakan limbah pertanian dan
perkebunan terdiri dari faktor pengetahuan peternak, kualitas pakan limbah pertanian dan perkebunan dan
faktor lingkungan (cemaran). Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan dukungan teknologi dan
sosialisasi tentang pemanfaatan limbah hasil pertanian sebagai pakan ternak secara berkesinambungan. Mutu
pakan limbah hasil pertanian dan perkebunan dapat ditingkatkan dengan beberapa pendekatan, diantaranya
melalui pengolahan (pretreatment) limbah hasil pertanian, suplementasi pakan dan pemilihan limbah
pertanian/perkebunan. Pengolahan limbah hasil pertanian dilakukan dengan metoda fisik, kimia, biologis
maupun kombinasinya. Bahan suplementasi diantaranya adalah leguminosa, kacang-kacangan maupun sisa
pengolahan industri pertanian. Seleksi jenis limbah tanaman perlu pula dilakukan untuk mengurangi efek
samping terhadap kesehatan ternak dan keamanan produknya. Seleksi dapat dilakukan dengan mengetahui
terlebih dahulu mutu nutrisi pakan limbah pertanian/perkebunan, kandungan toksin dan/atau antinutrisi di
dalam tanaman dan cemaran berbahaya pada tanaman. Limbah hasil pertanian organik merupakan alternatif
yang dapat diterapkan untuk mendapatkan pakan limbah karena mampu mengurangi resiko terjadinya residu
bahan beracun berbahaya pada produk ternak serta mengurangi ancaman terhadap kesehatan ternak.
Kata Kunci: Limbah, pertanian, perkebunan, pakan
PENDAHULUAN
Untuk
mencapai
sasaran
program
kecukupan daging pada tahun 2010,
produktivitas dan reproduktivitas ternak sapi
potong perlu ditingkatkan. Berdasarkan data
Sensus Nasional 2002 tercatat populasi sapi
lokal mencapai 11,6 juta ekor dengan tingkat
pertumbuhan sebesar 14% per tahun.
Sementara itu, konsumsi daging pada tahun
tersebut hanya mencapai 1,72 kg/kapita/tahun
dengan
peningkatan
sebesar
0,1
kg/kapita/tahun, sehingga produksi daging sapi
hanya mencapai 350,7 ribu ton (BIRO PUSAT
STATISTIK, 2002). Pada tahun 2010,
pemerintah mentargetkan bahwa tahun tersebut
sebagai tahun swasembada daging dengan
proyeksi konsumsi daging sebesar 2,72
kg/kapita/tahun dan produksi daging sebesar
654,4 ribu ton/tahun untuk memenuhi
kebutuhan daging bagi populasi penduduk
99
Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar
keterbatasan
lahan
pengembalaan
dan
penyedian hijauan pakan ternak akibat
perubahan fungsi lahan produktif menjadi
lahan pemukiman dan kawasan industri.
Sementara itu, daya beli peternakan rakyat
terhadap pakan komersial (konsentrat) yang
berkualitas masih rendah akibat sebagian besar
bahan baku pakan merupakan komoditas
impor. Dalam hal ini perlu mencari alternatif
pakan ternak yang mampu memanfaatkan
sumberdaya lokal. Salah satu alternatif pakan
ternak adalah dengan memanfaatkan dan
mengembangkan limbah hasil pertanian dan
perkebunan yang diduga memiliki kandungan
nutrisi setara dengan pakan komersial, antara
lain jerami padi, jerami jagung, limbah
sayuran, limbah kelapa sawit, limbah tebu dan
limbah kakao.
Jagung dan dedak (padi) adalah salah
contoh bahan baku yang tersedia cukup
memadai tetapi belum dimanfaatkan secara
optimal sebagai pakan ternak. Disamping itu
kebutuhan jagung untuk industri pakan ternak
tidak diimbangi dengan ketersediaan jagung
dalam negeri. Kendala yang dihadapi adalah
harga jagung memiliki marjin (keuntungan)
yang tidak ekonomis dimana fluktuasi musim
merupakan penyebab rendahnyua harga
jagung. Selain itu jagung dapat pula
disubstitusikan oleh gaplek, ubi jalar, gabah,
dedak dan bungkil-bungkilan. Secara teknis
kendala yang dihadapi adalah kontinyuitas
ketersediaan bahan baku pakan ternak. Selain
penyebarannya
yang
tidak
merata,
pemanfaatan bahan baku pakan ternak masih
sangat terbatas. Sehingga pengelola bahan
pakan asal limbah agroindustri belum tersedia
untuk dijadikan komoditas yang dapat
dipasarkan secara komersial.
Tabel 1. Potensi ketersediaan limbah pertanian dan perkebunan untuk pakan ternak
Parameter produktivitas
Jenis limbah
Luas lahan
(ha)
Jerami padi
Jerami jagung
Kelapa sawit
Tebu
Kakao
11.477.357
3.354.890
4.116.000
398.600
972.400
Produksi
komoditas
(ribu ton)
52.078,8
1.0910,1
3.648,8
1.876,6
572,9
Total
limbah
(ton/tahun)
Digunakan
untuk pakan
(ton)
52.078.830
10.910.104
55.915.860
1.876.600
630.100
3.124.730
5.275.000
11.936.000
262.724
94.515
100
Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar
Jerami padi
Padi merupakan produk pertanian utama
untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok
penduduk Indonesia. Luas lahan yang tersedia
cukup besar yaitu 11,5 juta hektar dengan hasil
produksi mencapai 52.078,8 ribu ton pada
tahun 2003. Sehingga jerami padi merupakan
limbah hasil pertanian yang sangat potensial
untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Namun demikian, pemanfaatan jerami padi
sebagai pakan ternak belum optimal karena
rendahnya kandungan protein kasar (3 4%)
dan tingginya kandungan serat kasar (32
40%) sehingga memiliki tingkat kecernaan
yang rendah yaitu berkisar antara 35 37%
(HARYANTO
dan
WINUGROHO,
2000;
RANGKUTI
dan
DJAJANEGARA,
1983).
Komposisi kimiawi jerami padi sebagai pakan
ternak terlihat pada Tabel 2.
Sehubungan dengan rendahnya nilai gizi
dan daya cerna bahan kering jerami padi maka
inovasi teknologi sangat diperlukan untuk
meningkatkan kualitas jerami padi sebagai
pakan ternak. Berbagai pendekatan telah
dilakukan untuk meningkatkan nutrisi jerami
padi baik secara kimiawi, fisik dan biologis.
Namun kombinasi dari ketiga proses tersebut
lebih sering diterapkan untuk meningkatkan
kualitas dan kecernaan pakan jerami padi.
Tabel 2. Komposisi nutrisi jerami padi sebagai
pakan ternak
Parameter
Bahan kering (DM)
Nilai (%)
66
38,1
Kadar air
60,0
Protein kasar
3,93
Serat kasar
33,00
Lemak
0,91
Kadar abu
22,44
Kalsium
0,42
Pospor
0,40
Sumber:
RANGKUTI dan DJAJANEGARA (1983);
HARYANTO (2003); MAHENDRI et al.,(2005)
ini
menggunakan
biostarter
untuk
mempercepat peningkatan kualitas pakan dan
untuk penyimpanan jangka panjang. Bahan
biostarter yang umum digunakan adalah
mikroorganisme (bakteri asam laktat) dan
jamur (Aspergillus niger) (MATHIUS, 2000;
HARYANTO,
2003).
Proses
fermentasi
dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap
pengeringan dan penyimpanan. Proses
fermentasi
dapat
dipercepat
dengan
penambahan urea untuk disimpan (dibiarkan)
selama 21 hari sebelum digunakan sebagai
pakan ternak. HARYANTO (2003) melaporkan
bahwa jerami padi yang telah difermentasi
memiliki penampilan bewarna coklat dengan
tekstur yang lebih lunak. Kandungan nutrisi
yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan
dengan tanpa fermentasi (Tabel 3) serta
memiliki nilai gizi yang sebanding dengan
rumput gajah. Sementara itu, MAHENDRI et al
(2005) menambahkan bahwa kandungan
protein kasar pada jerami padi fermentasi
meningkat dari 5,36% menjadi 6,78% yang
sekaligus menurunkan kadar ADF dan NDF
masing-masingnya mencapai 63,91% dan
66,03%. Kandungan protein tersebut ternyata
cukup untuk memenuhi kebutuhan sapi potong.
Untuk memperbaiki daya cerna pakan, energi
metabolik dan daya cerna, maka pakan jerami
padi fermentasi dapat ditambahkan beberapa
bahan kimia seperti urea (CHEMJONG, 1991;
HARYANTO, 2003) atau 4% NaOH.
Selain itu proses fermentasi dapat
menurunkan kandungan residu pestisida
golongan organokhlorin (OC) maupun
organofosfat (OP), yang mana keberadaan
residu
pestisida
dalam
pakan
dapat
membahayakan kesehatan ternak dan produk
ternak yang dihasilkan. Hasil pengamatan yang
dilakukan oleh INDRANINGSIH dan SANI (2005)
terhadap proses fermentasi pada pakan jerami
padi di Sukamandi dan Solo menunjukkan
bahwa proses fermentasi terhadap jerami padi
asal Sukamandi dapat menurunkan kandungan
total residu pestisida golongan OC dari 11,7
menjadi 2,8 ppb dan golongan OP menurun
dari 2,8 menjadi 0,3 ppb. Penurunan residu
pestisida dalam pakan jerami terlihat secara
nyata pada total kandungan residu kedua
golongan pestisida tersebut dari 14,5 menjadi
3,1 ppb. Selain itu proses fermentasi dapat
mempengaruhi degradasi residu pestisida
101
Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar
Tabel 3. Perbandingan nilai gizi jerami padi yang difermentasi dan tanpa fermentasi
Parameter
Bahan kering (BK)
Protein kasar
Lemak kasar
Abu
ADF
NDF
Daya cerna NDF
Ca
P
Jerami padi
Non-fermentasi (%)
91,9
5,36
0,91
21,51
68,5
78,86
28 30
0,26
0,02
Fermentasi (%)
91,32
6,78
0,66
24,68
63,91
66,03
50 55
0,25
0,01
Konsentrat (%)
92,68
12,76
5,92
8,20
38,89
42,68
0,56
0,31
102
Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar
Tabel 4. Residu pestisida dalam jerami padi yang diberi perlakuan fermentasi dan tanpa fermentasi di
Sukamandi dan Solo
Residu pestisida (ppb)
Jerami
Sukamandi
Non-fermentasi
Fermentasi
Solo
Penyimpanan (2 mgg)
Pengeringan
Siap pakai
Total residu
golongan (ppb)
OC
OP
Total
residu
(ppb)
Linda
Hepta.
Ald.
Dield
Endo
CPM
1,4
0,8
0,1
0,1
7,4
1,6
0,01
0,002
2,7
0,5
2,8
0,3
11,7
2,8
2,8
0,3
14,5
3,1
25,4
12,5
5,4
5,5
26,8
6,2
4,7
32,4
Tt
39,4
Tt
Tt
Tt
4,8
Tt
97,9
Tt
Tt
74,8
76,5
11,7
97,9
0
0
172,7
76,5
11,7
103
Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar
Tabel 5. Komposisi nutrisi limbah tanaman dan pengolahan kelapa sawit (%)
Parameter
Kadar air (% BK)
Bahan kering (%)
Abu (% BK)
Protein kasar (% BK)
Serat kasar (% BK)
Lemak (% BK)
BETN (% BK)
Energi bruto/GE (kal/g)
Kalsium (% BK)
Pospor (% BK)
Pelepah
16,59
26,07
5,10
3,07
50,94
1,07
46,59
4.841
0,96
0,08
Lumpur
6,84
24,08
14,40
14,58
35,88
14,78
16,36
4.082
1,08
0,25
Bungkil
7,22
91,83
4,14
16,33
36,68
6,49
28,19
5,18
0,56
0,84
104
Nilai (%)
21,0
16,3
3,3
20,2
4,4
0,18
0,36
-
Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar
105
Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar
Bagas
50
33
2,7
43
2,2
-
Empulur
25
71
1,5
24
3,1
-
Molases
73 80
80
4,5
0
7,3
-
Kulit biji
68,4
72,0
16,6
25,1
8,8
6,64
-
Lumpur cokelat
8,7
98,0
20,8
13,4
33,0
7,8
-
106
Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar
Tabel 9. Perbandingan nutrisi limbah per tanian/perkebunan dengan mutu standar pakan untuk sapi
Parameter
Bahan kering (%)
Protein kasar (%)
Lemak kasar (%)
Serat kasar (%)
TDN
Limbah pertanian/perkebunan
Padi
66,0
3,9
0,9
33,0
38,1
Jagung
21,0
3,3
20,2
16,3
Tebu
39,0
5,5
1,4
35
43 - 62
Kakao
17,0
7,2
0,8
32,5
53,0
Sawit
46,2
14,1
4,4
21,5
-
Kisaran nilai
standar (%)
8090
1215
23
1521
5865
107
Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar
108
Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar
Tabel 11. Residu pestisida dalam bahan pakan ternak di Jawa Barat dan Lampung, tahun 2001 2002.
Sampel pakan (n)
13,2
5,6
Tt
Tt
1,6
tt
23,1
12,8
57,0
tt
2,3
tt
tt
tt
17,6
17,6
9,4
tt - 57,0
109
Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar
Tabel 12. Residu pestisida dalam produk ternak di Jawa Barat dan Lampung
Lokasi/Jenis sampel
Pangalengan Jawa Barat
Susu (n = 25)
Bogor Jawa Barat
Susu (n = 45)
Daging sapi (n = 44)
Hati sapi (n = 44)
Lemak sapi (n = 44)
Bandar Lampung - Lampung
Daging sapi (n = 7)
Hati sapi (n = 7)
Lemak sapi (n = 7)
Metro - Lampung
Daging sapi (n = 14)
Hati sapi (n = 14)
Lemak sapi (n = 14)
0,11 - 293,6
0,11 - 31,5
tt - 239,0
tt - 46,8
tt - 754,6
tt - 969,5
tt - 908,1
tt - 46,8
tt - 135,5
tt - 191,8
tt - 1,1
tt - 10,8
tt - 754,2
tt - 969,5
tt - 908,1
tt
tt
tt
Tt
Tt
Tt
tt
tt
tt
tt - 204,3
tt - 59,4
tt - 61,2
tt - 204,3
tt - 59,4
tt - 61,2
tt
tt
ttt
110
Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar
111
Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar
Tabel 13. Residu pestisida pada limbah pertanian organik sebagai pakan ternak alternatif yang dikoleksi dari
Pangalengan dan Lampung
Jenis Pakan Limbah
Limbah kol
Daun jagung
Rata-rata total
OC
0,1
7,8
3,9
0,1
29,5
14,8
OP
Tt
21,7
10,9
112
Non-organik (hari/ppb)
Organik (hari/ppb)
1
15
15
tt
tt
Tt
Tt
tt
tt
49,6
Tt
10,2
tt
tt
tt
0,26
8,8
0,36
Tt
0,25
tt
Ta
Ta
ta
ta
ta
ta
Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar
DAFTAR PUSTAKA
ARITONANG, D. 1984. Pengaruh penggunaan bungkil
inti sawit dalam ransum babi sedang
bertumbuh. Thesis Pasca Sarjana IPB Bogor.
BADAN PUSAT STATISTIK, 2003. Statistik Indonesia.
Badan Pusat Statistik, Jakarta.
BARTIK, M., and A. PISKA, 1981. Veterinary
Toxicology, Development in Animal and
Veterinary Sciences. 7. Elsevier Scientific
Publishing Company.
BAHRI, S., P. ZAHARI dan H. HAMID. 1990.
Penggunaan arang aktif untuk mencegah
aflatokosikosis pada itik. Penyakit Hewan. 40:
122-127.
CHEMJONG, P.B. 1991. Economic value of ureatreted straw fed to lactating buffaloes during
the dry season in Nepal. Trop. Anim. Health
Prod. 23(3): 147154.
CORRIGAN, P.J., and P. SENEVIRATNA, 1990.
Occurrence of organochlorine residues in
Australian meat. Aust. Vet. J. 67(2): 5658.
CULVENOR. C.C.J. 1974. The hazard from toxic
fungi in Australia. Aust. Vet. J. 50: 69-78.
DJAJANEGARA, A. 1999. Local livestock feed
resources. In Livestock Industries of
Indonesia Prior to the Asian Financial Crisis.
FAO Regional Office for Asia and the Pacific.
Pp: 2939.
DONEFER, E., L.A. JAMES and C.K. LAURIE, 1975.
Use of a sugarcane derived feedstuff for
livestock. In R.L. Read ed. Third World
Conference
on
Animal
Production.
Melbourne. World Association of Animal
Production. Pp: 563566.
DOYLE, P.T., C. DEVENDRA and G.R. PEARCE. 1986.
Rice straw as feed for ruminants. IDP
Canberra, Australia.
FFOULKES, D. 1986. Practical feeding sytems for
roughages based on sugar-cane and its byproducts. Ruminant Feeding Systems Utilizing
Fibrous Agricultural Residues, 1985. IDP
ADAB. Canberra. Pp: 1126.
GOEBEL, H., S. GORBACH, W. KAUF, R.H. RIMPAU
and H. HUTTENBACH. 1982. Properties,
effects, residues and analytics of insecticides
endosulfan. Residue Review. 83: 5688.
HARYANTO, B. 2003. Jerami padi fermentasi sebagai
ransum dasar ternak ruminansia. Warta
Litbang Pertanian. 25(3): 13.
113
Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar
MAHENDRI,
I.G.A.P.,
B.
HARYANTO,
E.
HANDIWIRAWAN, A. PRIYANTI, L. NATALIA,
INDRANINGSIH dan R.A. SAPTATI. 2005.
Laporan Inovasi Teknologi Pakan Padi
Fermentasi
dengan
Probion
untuk
Meningkatkan Kinerja Produksi Ternak
Ruminansia. Puslitbang Peternakan, 2005.
114
Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar
115