PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan ternak ruminansia di negara- negara tropis pada umumnya
lebih banyak menekankan pada sistem peternakan yang tidak menimbulkan
persaingan dalam penggunaan lahan dan kebutuhan pangan. Oleh karena itu,
ternak ruminansia memainkan peranan yang penting karena kemampuannya
mengkonversi bahan pakan yang tidak digunakan oleh ternak monogastrik,
menjadi daging dan susu, serta tenaga olah tanah dan pengangkutan. Namun,
kekurangan hijauan pakan yang selalu terjadi terutama di musim kemarau
mengharuskan penggunaan pakan inkonvensional, seperti jerami serealia atau
kacang-kacangan dan limbah lain dari perkebunan atau industri hasil
pertanian/perkebunan.
Indonesia pernah memproduksi tebu terbesar ke-5 di dunia (Wahid dkk.,
1999) dan secara nasional areal perkebunan
tebu
tebu
diperluas.
Perkebunan
mengalami penurunan areal tanam sejak tahun 2000 (388.500 ha) hingga tahun
2003 (340.300 ha), lalu diperluas kembali sampai ke luar Jawa hingga 358.000
ha pada tahun 2005 yang berhasil menaikkan produksi gula 8,17% dibandingkan
dengan tahun 2003, tetapi poduktivitas gula tahun 2005 (6,02 ton/ha) lebih
rendah dari tahun 2004 (6,28 ton/ha) (BPS, 2006). Melimpahnya
limbah
perkebunan tebu dan hasil samping industri gula terutama pada bulan-bulan
Mei Oktober, adalah bersamaan dengan musim kemarau dimana ketersediaan
hijauan pakan pada umumnya sangat terbatas. Seandainya perluasan areal
pengembangan tebu dilakukan dengan sistem yang ada seperti Tebu Rakyat
Intensifikasi (TRI) atau bentuk lain dikaitkan dengan agribisnis peternakan
ruminansia, maka industri perkebunan dapat mengatasi kendala menumpuknya
limbah;
sebaliknya
menggemukkan
sapi
dengan
batang
tebu
sedikit
berkurang.
Dalam
hal
Jenis ragi yang digunakan adalah ragi untuk roti atau tape yaitu
Saccharomycess Cereviseae.
3. Parameter yang dianalisis dari kadar abu,serat kasar, protein dan lemak.
1.4 Tujuan Penelitian
1.
2. Mengetahui
kadar
nutrisi
yang
difermentasikan.
BAB II
3
dihasilkan
setelah
daun
tebu
TINJAUAN PUSTAKA
dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah seperti alluvial, grumusol, latosol,
dan regosol dengan ketinggian antara 0 sampai 1400 m di atas permukaan laut
(Indrawanto dkk., 2010). Hal ini sangat mendukung dalam upaya perluasan area
pertanaman tebu untuk memenuhi kebutuhan gula yang terus meningkat. Total
perkebunan tebu yang ada di Indonesia terdiri atas 50% perkebunan rakyat,
30% perkebunan swasta, dan hanya 20% perkebunan negara .
Proses pemanenan tebu dihasilkan limbah berupa daun kering yang
disebut klenthekan atau daduk, pucuk tebu, dan sogolan (pangkal tebu).
Sedangkan dalam proses pengolahan gula di pabrik gula (PG) menghasilkan
kurang lebih 5% gula .Sedangkan ampas tebu (bagas) yang dihasilkan adalah
15%, tetes (molasse) 3%, sisanya adalah blotong, abu, dan air (Gambar 1).
Banyaknya limbah yang dihasilkan dari pertanian tebu maupun proses pengolahan
gula menjadikan tanaman tebu prospektif untuk dijadikan alternatif pemenuhan
sumber bahan baku pakan ternak.
Limbah tebu yang dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak adalah pucuk, daun, bagas,
dan molasse, sedangkan limbah lain seperti abu dan blotong dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
organik Jumlah terbanyak limbah yang tersedia adalah daun dan pucuk tebu sebesar 13,6 juta ton
per tahun dan jumlah limbah molasse lebih sedikit sekitar 615.933 ton per tahun (Tabel 1). Limbah
berupa daun, pucuk, dan bagas belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak.Dengan
demikian dibutuhkan banyak inovasi dan teknologi tepat guna dalam pemanfaatan limbah tebu
untuk pakan ternak,sehingga diharapkan dapat tercapai system pertanian zero waste yaitu limbah
dapat dimanfaatkan semua tanpa ada yang terbuang dan mencemari lingkungan.
Tabel 1. Produksi tebu nasional 2010 dan limbahnya
Uraian
Luas lahan (ha)
Produksi tebu (ton)
Limbah pucuk tebu :
-Pucuk/daun(ton)
-Bagas(ton)
-Molasse (ton)
Jumlah
418.259
34.218.549
13.687.420
3.079.669
615.933
kebutuhan daging masyarakat Indonesia, dan sisanya (29%) berasal dari impor. Sebaliknya,
kebutuhan susu sapi sebagian besar (75%) dipenuhi dari impor, dan sisanya (25%) dari produksi
dalam negeri. Oleh karena itu, upaya meningkatkan produktivitas ternak ruminansia perlu
mendapat prioritas dalam upaya pemenuhan kebutuhan daging dan susu (Kuswadi,2011).
Produksi daging dalam negeri pada tahun 2011 sebesar 2.468.220 ton, sebagian besar
(66,56%) berasal dari ternak unggas dan selebihnya (33,43%) dari herbivora yang didominasi oleh
ruminansia. Rendahnya kontribusi daging ternak ruminansia disebabkan oleh lambatnya laju
kenaikan populasi dan produksi dibanding ternak unggas karena kurangnya pakan, baik kuantitas
maupun kualitasnya (Ditjennak, 2011). Oleh karena itu, limbah dari tanaman perkebunan
berpeluang besar untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak melalui inovasi teknologi pakan.
Ternak ruminansia mengonsumsi pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan
kebutuhannya (Tabel 3).
Tabel 3.Kebutuhan nutrien sapi
Zat Nutrisi
Limbah pucuk tebu biasanya diberikan kepada ternak dalam keadaan segar, dikeringkan
atau dijadikan silase. Sedangkan daun klenthekan yang kering dan mudah terbakar biasanya oleh
masyarakat dimanfaatkan untuk bahan bakar meskipun dapat juga dimanfaatkan sebagai pakan
dengan nilai nutrisi yang rendah dibandingkan pucuk tebu. Pucuk tebu segar mampu memenuhi
kebutuhan zat makanan untuk hidup pokok ternak sapi tetapi untuk produksi harus ditambahkan
konsentrat sumber protein.
Menurut Indraningsih dkk. (2006) kisaran standar pakan adalah: kadar protein 12 15%,
serat kasar 1521%, kadar abu 23%, kadar lemak 0%, dan tingkat kecernaan 5865%. Dengan
demikian, kandungan nutrisi bagas dan pucuk tebu masih belum memenuhi standar pakan
sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan nilai nutrisi dari limbah tersebut dengan proses
fermentasi yang relative mudah dan ramah lingkungan.
Pakan Ternak Fermentasi
Kendala utama pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan untuk pakan ternak adalah
nilai nutrisi dan kecernaan yang rendah. Kecernaan pakan diperbaiki melalui perlakuan fisik,
kimiawi, biologis, dan suplementasi bahan pakan bergizi tinggi untuk mengurangi beban kerja
rumen dalam mencerna pakan. Lignin secara fisik dan kimia merupakan faktor utama penyebab
ketidakmampuan ternak mencerna bahan pakan. Lignin secara kimia berikatan dengan
komponen karbohidrat struktural dan secara fisik bertindak
perombakan dinding sel oleh mikroba rumen (Murni dkk., 2008). Upaya pemanfaatan bakteri
selulolitik, hemiselulolitik, dan lignolitik pada pembuatan pakan fermentasi dari limbah tebu
diharapkan dapat meningkatkan nilai nutrisi dan daya cerna pakan ternak.
Di Indonesia Saccharomyces cereviseae sebagai khamir telah dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk keperluan pembuatan roti dan tape singkong. Selain untuk keperluan
pembuatan roti juga telah dilakukan berbagai usaha penelitian untuk ternak. Menurut Ahmad
(2005) khamir dipakai untuk meningkatkan kesehatan ternak yaitu sebagai probiotik dan
imunostimulan dalam bentuk feed additive (pakan tambahan). Ternak yang dapat mengonsumsi
S.
cereviseae sebagai probiotik adalah tidak membunuh mikroba bahkan menambah jumlah
mikroba yang menguntungkan. Imunostimulan berfungsi untuk meningkatkan kesehatan tubuh
dengan cara meningkatkan sistem pertahanan terhadap penyakit yang disebabkan bakteri,
8
cendawan, dan virus. Saccharomyces cereviseae dapat dimanfaatkan dalam formulasi pakan
fermentasi dari limbah tebu untuk meningkatkan nilai tambah dan memberikan kesehatan pada
tubuh ternak. Pemberian Saccharomyces cereviseae pada ternak ruminansia dapat meningkatkan
produksi susu rata-rata sebesar 4,3% dan pertambahan bobot badan rata-rata sebesar 8,7% .
2.3 Saccharomyces Cereviseae
S. cereviseae merupakan khamir sejati tergolong eukariot yang secara morfologi hanya
membentuk blastospora berbentuk bulat lonjong, silindris, oval atau bulat telur yang dipengaruhi
oleh strainnya. Dapat berkembang biak dengan membelah diri melalui "budding cell" .
Reproduksinya dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta jumlah nutrisi yang tersedia
bagi pertumbuhan sel . Penampilan makroskopik mempunyai koloni berbentuk bulat, warna
kuning muda, permukaan berkilau, licin, tekstur lunak dan memiliki sel bulat dengan askospora
1-8 buah. Taksonomi Saccharomyces spp. menurut SANGER (2004), sebagai berikut :
Super Kingdom : Eukaryota
Phylum : Fungi
Subphylum : Ascomycota
Class : Saccharomycetes
Order : Saccharomycetales
Family : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
Species : Saccharomyces cereviseae
Khamir dapat berkembang biak dalam gula sederhana seperti glukosa, maupun gula
kompleks disakarida yaitu sukrosa. Selain itu untuk menunjang kebutuhan hidup diperlukan
oksigen, karbohidrat, dan nitrogen .Pada uji fermentasi gula- gula mempunyai reaksi positif pada
gula dekstrosa, galaktosa, sukrosa, maltosa, raffinosa, trehalosa, dan negatif pada gula laktosa.
Saccharomyces Cereviseae sebagai probiotik
Menurut definisi probiotik adalah imbuhan pakan berbentuk mikroba hidup yang
menguntungkan
dan
mempengaruhi
induk
semang
melalui
perbaikan
keseimbangan
mikroorganisme dalam saluran pencernaan. Sedangkan prebiotik adalah bahan makanan yang
tidak tercerna dan memberikan keuntungan pada inang melalui simulasi yang selektif terhadap
9
pertumbuhan aktivitas dari satu atau sejumlah bakteri yang terdapat di dalam kolon . Di bidang
peternakan penggunaan probiotik bermanfaat untuk kesehatan, produksi dan pencegahan
penyakit . Selanjutnya Soeharsono (1994) mengemukakan bahwa mikroba yang termasuk dalam
kelompok probiotik bila mempunyai ciri sebagai berikut yaitu : dapat diproduksi dalam skala
industri, jika disimpan di lapangan akan stabil dalam jangka waktu yang lama, mikroorganisme
harus dapat hidup kembali di dalam saluran pencernaan, dan memberikan manfaat pada induk
semang . Cole (1991) menyatakan probiotik merupakan salah satu pilihan pakan tambahan pada
ternak yang sehat dan aman bagi lingkungan .
Shin dkk. (1989) menyatakan bahwa S. cereviseae termasuk salah satu mikroba yang
umum dipakai untuk ternak sebagai probiotik, bersama-sama dengan bakteri dan cendawan
lainnya seperti Aspergillus niger, A. oryzae, Bacillus pumilus, B. centuss, Lactobacillus
acidophilus, Saccharomyces crimers, Streptococcus lactis dan S. termophilus . Pengujian
terhadap S. cereviseae yang dipakai sebagai feed additive dalam bentuk probiotik terlebih dahulu
diuji secara in vitro dengan melakukan uji kemampuan daya hidup terhadap asam-asam organik,
garam empedu, dan pH rendah . Tedesco dkk. (1994) mendapatkan korelasi dari pemberian S.
cereviseae terhadap bakteri pada kelinci, yaitu dengan cara mengurangi jumlah bakteri pathogen
dan meningkatkan jumlah bakteri aerob, anaerob yang menguntungkan di dalam usus.
Kumprecht dkk. (1994) memberikan campuran S. cereviseae dengan Streptococcus faecum pada
ayam broiler sehingga jumlah kuman Eschericha coli berkurang sebesar 50% di dalam
sekumnya. Selanjutnya Kompiang (2002) menggunakan "khamir (ragi) laut" dengan S.
cereviseae di dalam pakan ayam dan mendapatkan hasil yang positif yaitu meningkatnya bobot
badan setelah pemberian S. cereviseae. Selanjutnya Kumprechtova dkk. (2000) memberi S.
cereviseae 47 dengan dosis 200 g/100 kg pakan untuk meningkatkan penampilan daging dan
mengurangi bau amonia nitrogen pada feses ayam . Hasil lain dari pemberian S. cereviseae ialah
meningkatkan penampilan bobot ayam dan secara in vitro mampu menekan pertumbuhan S.
typhimurium meski secara in vivo tidak memberikan hasil yang signifikan.
Pemberian S. cereviseae pada ternak ruminansia akan meningkatkan bakteri selulolitik
dan asam laktat pada saluran pencernaan . Meski tidak semua memberikan respon positif
terhadap pemberian pakan imbuhan ini namun pada sapi dapat meningkatkan produksi susu ratarata sebesar 4,3% dan pertambahan bobot badan rata-rata sebesar 8,7%. ada ternak domba
dilakukan pencampuran S cereviseae dengan Bioplus di dalam ransum untuk mendapatkan
10
peningkatan bobot badan serta menurunkan konversi pakan dan basil yang diperoleh
menunjukkan korelasi yang positif yaitu dengan dosis 4 g/hari (1 g S. cereviseae ekivalen
mengandung 14 x 1010 koloni) menghasilkan konversi pakan sebesar 6 kg/kg pertambahan
bobot badan . Namun tidak semua isolat S.cereviseae dapat digunakan sebagai probiotik, karena
harus melalui beberapa macam seleksi dan dari sejumlah khamir tersebut hanya sedikit yang
dapat digunakan, misalnya seperti yang diteliti oleh Agarwal dkk. (2000), dari 9 isolat yang diuji
hanya 1 yang dapat digunakan sebagai probiotik . Melihat keberhasilan penelitian-penelitian di
atas maka S. cereviseae dapat digunakan sebagai probiotik namun beberapa faktor harus
diperhatikan sebagai bahan pertimbangan seperti ekonomi, pengaruh buruk terhadap ternak, zat
khasiat yang terkandung di dalamnya .
Dari segi ekonomi harus diperhitungkan ongkos produksi dalam skala besar
dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh . Perlu dipertimbangkan pengaruh buruk jika
pemberian secara berlebihan akan mengganggu keseimbangan microflora di dalam tubuh
sehingga
mengakibatkan
terjadinya
pengaruh
patogen
pada
ternak
yaitu
penyakit
"Saccharomikosis " . Bila zat khasiatnya dapat diolah berupa prebiotik mungkin akan lebih baik
dan efisien seperti Beta D-glukan untuk imunostimulan yang diperoleh dari dinding sel
S.cereviseae.
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Pembuatan Pakan Ternak Hasil Fermentasi
1.Suhu
Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi aktifitas mikroorganisme.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa suhu yang optimal untuk biodigester adalah 30-35 C,
kisaran suhu ini mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan mikroorganisme dan
produksi nutrisi di dalam biodigester dengan lama proses yang pendek. Jika suhu turun menjadi
10 C, produksi akan terhenti. Apabila mikroorganisme bekerja pada suhu 40 C produksi akan
berjalan dengan cepat hanya beberapa jam dan untuk selanjutnya akan berjalan perlahan-lahan.
11
2.pH
Pada awal proses perombakan, derajat keasaman akan selalu turun karena sejumlah
mikroorganisme tertentu akan mengubah sampah organik menjadi asam organik. Dalam proses
selanjutnya, mikroorganisme jenis lainnya
organik
yang
akan
menyebabkan pH menjadi naik kembali mendekati netral. pH yang ideal dalam proses
perombakan adalah antara 6-8 dengan tingkat masih diterima adalah pH 5 (minimum) dan pH
12 (maksimum). pH pada proses perombakan anaerob biasa berlangsung antara 6,6 - 7,6.
Saccharomyces cereviseae dapat tumbuh dengan baik pada kondisi aerob, tetapi untuk
melakukan proses fermentasi alkohol, dibutuhkan kondisi anaerob.
12
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
Tempat Penelitian
Pengujian kandungan nutrisi hasil fermentasi dilakukan di Laboratorium Kimia
Universitas Negeri Medan, Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate, 20221. Proses
pembuatan pakan ternak fermentasi dilakukan di perkebunan tebu kecamatan sawit sebrang
kab.Langkat
3.2.
Pisau
Digester
Pengaduk
Ember
Alat titrasi
pH meter
Termometer 100 C
Bahan
- indikator Fenolftalein
Daun tebu yang sudah kering dikumpulkan dan dicacah dengan mesin pencacah menjadi potongpotongan yang kecil.
3.3.2
Silase adalah bahan pangan (pakan) hasil olahan yang disimpan untuk persediaan makanan
ternak.Adapun prosedur Fermentasinya adalah :
1.
2.
3.
Daun tebu yang sudah dicacah dimasukkan dalam tabung digester ukuran 3,5 m2
Menambahkan air sampai daun tebu tenggelam
Ditambahkan starter dedak
sebagai sumber protein tambahan, dengan
perbandingan 1:3 dengan daun tebu kering lalu diaduk sampai semua bahan
4.
5.
6.
berbentuk bubur
Campuran kemudian ditambahkan Urea sebanyak 3% dari dari bahan daun tebu
Ditambahkan ragi Saccharomycess Cereviseae sebanyak 6 % dari total campuran
Setelah semua bahan dicampurkan,dimulai proses fermentasi secara anaerob
7.
selama 4 hari.
Ke dalam silase hasil fermentasi ditambahkan NaOH 4 % sebanyak 2 % dari total
hasil.
etanol 96 %
Angkat kertas saring beserta isinya,masukkan ke dalam kotak timbang yang telah
diketahui bobotnya,keringkan pada suhu 105C,dinginkan sampai bobot tetap.
14
[3.1]
2.Bahan Kering
Jumlah bahan kering yang hilang selama fermentasi dapat dihitung :
[3.2]
Keterangan :
A = Berat sampel sebelum fermentasi (g)
B = Berat sampel setelah fermentasi (g)
BK0= Bahan kering sebelum fermentasi (%)
BK 1 = Bahan kering setelah fermentasi (%)
3.Kadar Abu
Cara Kerja :
-
Timbang dengan seksama 2 g-3 g sampel kedalam sebuah cawan porselen yang telah
[3.3]
Keterangan :
Z=berat total setelah diabukan
15
Kadar Protein :
-
[3.4]
Dimana :
5.
Kadar lemak
16
kapas
Sumbat selongsong kertas berisi sampel dengan kapas,keringkan dalam oven pada suhu
tidak lebih 80C selama 1 jam,kemudian masukkan dalam alat soklet yang telah dengan
Perhitungan :
[3.5]
Dimana : W adalah bobot sampel (g)
W1 adalah bobot lemak sebelum di ekstraksi (g)
W2 adalah bobot lemak setelah di ekstraksi (g)
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah(%)
5,0-9,5
6,0-12,0
2,0-6,0
7,5-6,5
18
Tahap destruksi
R CH
COOH
H2SO4
NH2
As.amino
2 NH3 + H2SO4
Tahap destilasi
(NH4)2SO4 + 2NaOH
NH3
(NH4)2SO4
hasil destruksi
+ HCl
berlebih
2 NH3
+ 2 H2O + Na2SO4
NH4Cl
Tahap titrasi
HCl + NaOH
NaCl + H2O
19
Nutrisi
Pucuk Tebu
Kering/silase (%)
Fermentasi (%)
Makanan
Protein
4,48
Serat Kasar
46,99
Abu
12,56
Lemak
1,04
Bahan Kering
33,69
Sumber : Musofie,dkk (1985)
5,31
33,76
7,95
1,21
91,61
SNI 3148-2:2009
12-14 %
15-21 %
Max 12 %
2-3 %
-
20
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Hasil fermentasi pada daun tebu kering dapat meningkatkan kandungan nutrisi yang
tinggi bagi pakan ternak jika dibandingkan dengan silase pada biasanya.
2. Pemberian sel khamir S.cereviseae yang tepat meningkatkan produksi gizi tambahan
pada daun tebu saat fermentasi.
3. Dalam proses fermentasi factor suhu,pH dan konsentrasi substrat yang berpengaruh
terhadap keberhasilan pengolahan pakan ternak dari daun tebu kering.
4. Pemberian pakan ternak hasil fermentasi dapat meningkatkan pertambahan bobot hidup
pada ternak peliharaan.
5. Penambahan NaOH 4 % membuat pakan menjadi lebih halus dan mudah dicerna.
5.2 Saran
Saran yang disampaikan untuk pembaca :
1. Selama proses fermentasi supaya diperhatikan factor-faktor yang dapat menyebabkan
kegagalan fermentasi.
2. Sebaiknya daun tebu yang kering ,dijadikan silase terlebih dahulu untuk menurunkan
kadar abu dan serat kasar.
3. Sebaiknya untuk uji kualitas kandungan nutrisi pakan ternak dilakukan sesuai ketentuan
SNI-01-2891-1992
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, R.Z. 2005. Pemanfaatan khamir Saccharomyces cereviseae untuk ternak. Wartazoa
15(1):4555.
Dhiaul Khuluq, Ahmad.2012. Potensi Pemanfaatan Limbah Tebu sebagai Pakan Fermentasi
Probiotik . Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 4(1), April 2012:37-45
21
ISSN: 2085-6717.Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Jln. Raya Karangploso,
Kotak Pos 199, Malang
Ditjenbun. 2011. Swasembada gula nasional. Bimbingan teknis tebu. Direktorat Tanaman
Semusim, Direktorat Jenderal Perkebunan: Jakarta.
Ditjennak (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan). 2011. Production livestockin
Indonesia, 20072011. Ditjennak:Jakarta
Foulkes, D. 1986. Practical feeding sytems for roughages based on sugarcane and its
byproducts. IDPADAB.Canberra.p.:1126.
Galina ,M.A., F. Perez-Gil , R.M.A Ortiz , J.D. Hummel , R.E. rskov.2003. E ffect of slow
release urea supplementation on fattening of steers fed sugar cane tops (Saccharum
ofcinarum) and maize (Zea mays): ruminal fermentation, feed intake and digestibility.
Livestock Production Science 83 (2003) 111. Facultad de Estudios Superiores
Cuautitlan, Departamento de Ciencias Pecuarias, Campo 4, Universidad Nacional
Autonoma Mexico. :Instituto Nacional de Nutricion Salvador Zubiran, Tlalpan, Mexico
Universidad de Colima, Colima, Mexico
Kuswadi. 2011. Teknologi pemanfaatan pakan local untuk menunjang peningkatan produksi
ternak ruminansia. Puslitbangnak. Pengembangan Inovasi Pertanian 4(3):189204 Balai
Penelitian Ternak :Bogor Indonesia
M .Zulbardi., Tatit Sugiarti, N. Hidayati, Dan Abdurrays Ambarkarto.1999. Peluang
Pemanfaatan Limbah Tanaman Tebu Untuk Penggemukan Sapi Potong Di Lahan Kering.
Wartazoa Vol. 8 No. 2 Th. 1999 .Balai Penelitian Ternak .Bogor Indonesia
Musofie, A., N.K. Wardhani., S.Tedjowahjono. 1983. Penggunaan pucuk tebu pada sapi bali
jantan muda.Proseding Seminar Penelitian Peternakan: Bogor.
Sandi ,Sofia.Asep Indra M. Ali, dan Nugroho Arianto.2012. Kualitas Nutrisi Silase Pucuk Tebu
(Saccaharum officinarum) dengan Penambahan Inokulan Effective Microorganisme4
(EM-4) VOL.1 NO.1 Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas
Sriwijaya.Palembang
SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman
SNI 3148-2:2009. Pakan Konsentrat Sapi Potong.
22
23